Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 48

JILID 48

"Aku telah pikir sesuatu jalan, tetapi jalan itu ada bagiannya yang tak sempurna" katanya kemudian "Taysu, sudikah taysu memberi ketika buat aku memikirkannya pula?"

Giok Yauw tertarik mendengar kata kata nona Hoan la memang tak sabaran, sedangkan selama mengikuti Han In Taysu, dari siapa ia memperoleh beberapa kepandaian silat baru, keras minatnya untuk mencoba kepandaiannya yang baru itu. Maka dia bertanya cepat "Apakah jalan itu? Silahkan tuturkan kepada kami. Nona Hoan...Tak usah nona bersangsi, kau membuatku jadi bingung"

Nona Hoan berlaku tenang. ia bersenyum menoleh kepada Ciu ceng, ia awasi, masih ia tak membuka mulutnya, ia melainkan berkemak kemik.

Si Jenjang Kuning melihat keragu raguan orang

"Apakah itu ada hubungannya?" tanyanya. Nona Hoan mengangguk.

"Diantara kita semua" katanya "Cuma saudara Ciu sendiri yang pernah pergi keistana nabi dari Seng Kiong Sin Kun. Maka itu untuk mencari sarangnya itu aku memikirkan kepada kau saudara"

"Memang pernah aku pergi kesana" berkata Ciu ceng "akan tetapi telah aku lupa benar benar. Dahulu itu aku pergi kesana dibawah pengaruh obat. Sekarang ini, biar bagaimana aku mengingat ingat, masih tak dapat aku mengingatnya, bahkan kesannyapun telah lenyap sama sekali"

"Tapi diantara kita, saudara Ciu adalah Sit hun sut, yaitu semacam ilmu menarik atau menguasai sukma manusia" berkata Soat Kun. "Dengan ilmu itu seorang dapat dibikin bagaikan bermimpi dan selama bermimpi itu dia dapat diperintah melakukan sesuatu, selama itu dia menjadi ingat semua pengalamannya yang sudah sudah."

"Nona, apakah ilmu yang nona sebutkan ini sama dengan ilmu yang digunakan Seng Kiong Sin Kun?" tanya Ciu ceng. "Ilmu Seng Kiong Sin Kun ialah untuk mengekang semangat orang hingga dia dapat memerintah melakukan segala apa sesuka dia."

"Nampaknya mirip tetapi sebenarnya lain" sahut sinona. "Ilmu Sin Kun membuat orang lupa segala apa yang telah lalu, ilmu yang aku sebutkan ini, sebaliknya ialah untuk mengingat kembali segala sesuatu"

"Apakah nona mengerti ilmu itu?" tanya Ciu ceng sungguh sungguh.

"Siapa pandai, tak ada yang dia tak bisa"

Su Kay Taysu menyela "Nona Hoan sangat berbakat dan Cerdas sekali, ia pintar luar biasa, pasti ia mengerti" Soat Kun tertawa.

"Taysu Cuma memuji" katanya merendah. "Memang aku mengerti ilmu itu tetapi rasanya tenaga dalamku kurang mahir, aku kuatir aku nanti membikin Celaka saja pada saudara Ciu"

"Jangan kuatir nona" berkata siJenjang Kuning bersungguh sungguh. "Jikalau aku tidak ditolong nona, sampai detik ini tentulah aku masih tersiksa lahir batin oleh Seng Kiong Sin Kun. oleh karena itu, guna mencari sarang musuh, jangan kata baru tubuhku rusak. sekalipun mesti hancur lebur, aku tak jeri, aku tak penasaran atau menyesal"

Soat Kun berdiam pula, untuk berpikir.

"Kalau demikian kata saudara" ia bilang kemudian "baiklah sekarang juga kita bekerja. Aku akan mencoba sekuat tenagaku Semoga aku tidak sampai mencelakai tubuh saudara "

"Bagaimana nona mau bekerja?" tanya Ciu ceng "apakah yang harus aku lakukan?" "SEkarang aku minta saudara duduk bersila dan berdiam saja" berkata Soat Kun. "Yang lainnya semua baiklah mundur sejauh lima tombak lebih, supaya selama aku memusatkan pikiranku, aku tidak mendapat gangguan."

Ciu ceng menurut, terus ia duduk bersila, sedangkan Siauw Pek semua segera menjauhkan diri. Hingga disitu tinggal Ciu ceng berdua nona Hoan, Soat Gie mesti selalu mendampingi kakaknya itu.

Soat Kun mengajak adiknya duduk menghadapi Ciu ceng. Tanpa membuang tempo lagi, ia mulai dengan Sit hun sut, ilmunya yang mirip dengan ilmu sihir. Ia tidak memaksa semangatnya si Jenjang Kuning, ia hanya mengajaknya bicara, bagaikan orang mengobrol setiap hari, suaranya halus dan lembut bagaikan siurannya angin musim semi.

Ciu ceng menyangka si nona belum menggunai ilmunya, ia melayani bicara seenaknya saja, sampai satu kali sinar matanya beradu dengan sinar mata si nona. Ia menjadi heran-sinar mata Soat Kun lemah, bagaikan orang yang letih seperti yang kantuk dan mau tidur.

"Nona berdua agaknya letih, baiklah nona beristirahat" katanya.

Nona Hoan menjawab halus seperti biasanya "Saudara sudah letih berhari hari, baiklah saudara juga beristirahat. "

Mendengar kata kata sinona, tiba tiba saja siJenjang kuning merasai pelupuk matanya berat. Segera ia ingin tidur. Ia sampai malas mengatakan bahwa iapun ingin tidur itu. Tanpa merasa sinar matanya telah terbetot oleh sinar mata sinona.

Sementara itu, telinga jago ini tetap mendengar suara lemah lembut dari nona Hoan-Tanpa merasa, ia telah terpengaruhkan hingga ia masuk dalam lingkungan tak sadar akan diri sendiri.

Tiba tiba "Saudara Ciu, kau pernah pergi keSeng Kiong, sebenarnya istana itu dimana adanya?" demikian pertanyaan nona Hoan perlahan. Wajah Ciu ceng menyatakan ia was was tanpa berdaya, bibirnya sudah bergerak akan tetapi mulutnya tak terbuka, suaranya tak terdengar.

"Seng Kiong" berkata sinona "Aku bilang Seng Kiong istana nabi dari Seng Kiong Sin Kun coba kau ingat ingat"

Benar benar Ciu ceng memperlihatkan sikap tengah berpikir keras.

"Seng Kiong" berkata pula sinona "Ingat, aku tanyakan Seng Kiong. Ingatkah kau? Tahukah kau, dimana letaknya istana itu?"

Ciu ceng mendengar, terus ia berpikir, berpikir pulang dan pergi. Lama ia berdiam, lama otaknya bekerja, lama lama didalam benaknya itu terbayanglah suatu tempat "Itulah sebuah tanah pegunungan. Tak dapat ia menyebutkan gunung itu gunung apa dan dimana adanya."

Dengan suaranya yang halus, lagi lagi Soat Kun menanya, mendesak orang didepannya, yang lupa dirinya, yang bagaikan ling lung karena terlalu berpikir keras, sedangkan otaknya tak cukup kuat untuk mengingat jelas jelas.

Tiba tiba Soat Gie mencengkram tangan kakaknya, untuk bicara dengan kakak itu.

Soat Kun dapat mengerti kisikan adiknya itu, ia tampak ragu ragu. Lewat beberapa detik ia mengambil keputusan Maka sebelah tangannya segera merogoh sakunya, untuk mengeluarkan dua batang jarum emas halus bagaikan dua lembar bulu kerbau. Dengan kecepatan luar biasa, dengan cekatan ia menusukkan kedua batang jarum itu ke kedua pelipis orang she Ciu itu.

Ciu ceng tengah tak sadarkan diri, ia lagi mengawasi sinona ketika ia tertusuk itu, terus tampak dia bagaikan orang ling lung.

Setelah itu terdengarlah suara dalam dari nona Hoan "Sekarang kita mau pergi keSeng Kiong" demikian suaranya itu. "Kau jalan depan, untuk menunjukkan jalan, kita akan mengikuti dibelakangmu" Mata Ciu ceng mendelong, sinarnya dungu. Mulanya dia diam sejenak, terus dia bangkit, akan memutar tubuh kearah timur selatan Ia mengawasi kearah itu sekian lama, mendadak dia membuka tindakannya melangkah pergi dengan Cepat untuk terus berlari

Soat Kun dan Soat Giepun, segera bangkit, melihat orang lari keduanya terus lari menyusul. Kakak itu berpegangan pada bahu adiknya, karena mereka lari. Siauw Pek sekalian juga lari, untuk menyusul dengan cepat, agar mereka semua tak ketinggalan.

Sambil berlari itu, Soat Kun mengambil kesempatan akan menoleh kebelakang, guna memperingati Siauw Pek beramai agar mereka memperhatikan Ciu ceng tetapi jangan membuatnya kaget, supaya dia tetap berada dibawah pengaruh ilmu sit-hun sut itu,

Sebaliknya kalau Ciu ceng menghadapi musuh, Siauw Pek beramai harus mendahului menyerang dan menumpas musuh itu supaya waktu mereka yang berharga tidak sampai tersiakan-

Siauw Pek menyahuti bahwa ia mengerti. "Tetapi nona, keretamu?" ia balik bertanya. "Ada dikaki gunung" Soat Kun menjawab.

"Kalau begitu, baik nona berjalan perlahan" Siauw Pek kasih tahu "Biarkan kami yang mengikuti Ciu ceng sebentar, kalau nona sudah naik kereta, baru nona menyusul kami."

Habis berkata begitu, terus ketua ini lari keras. Dibelakang ia menyusul Su Kay Taysu serta Ban Liang bersama Oey Eng, Kho Kong dan yang lainnya.

Soat Kun dan adiknya bersama Han In Taysu selekasnya tiba dikaki gunung, mereka mencari kereta mereka, yang disembunyikan dilebatnya pepohonan, setelah itu mereka mulai menyusul.

Bun Koan menyuruh pengikutnya menyusul juga, ia sendiri bersama empat pelayannya lari mendahului untuk menyusul Siauw Pek, guna menjadi satu rombongan dengan pemuda itu semua. Ciu ceng lari terus, ingatannya hanya satu menuju Seng Kiong, Istana nabi dari Seng Kiong Sin Kun. Kecuali itu, ia bagaikan was was, tak sadar, sedikitpun ia tak menghiraukan banyak orang yang lari mengikutinya.

Lewat tengah hari, si Jenjang kuning singgah disebuah desa untuk menangsal perut. Siauw Pek beramai segera menemui pemilik rumah makan untuk menyuruh menyediakan barang hidangan buat mereka semua. Ciu ceng duduk seorang diri disebuah meja lain dan ia dahar.

Sendirian dengan lahapnya. Habis dahar, ia masih beristirahat sekian lama, baru ia melanjutkan perjalanannya, tetap dengan berlari lari. Siauw Pek semua menyusul dengan segera.

Perjalanan selanjutnya dilakukan dengan cepat. Jika lapar orang berhenti untuk bersantap dan ma lam singgah untuk beristirahat. Selama itu Ciu ceng dibiarkan seorang diri, ia beristirahat dengan rebah dan tidur dimana saja dia suka, dan selekasnya ia sadar ia berjalan pula.

Pada suatu hari, selagi tiba diwilayah Hoay Lam, rombongan Siauw Pek ini berpapasan dengan rombongan Su Ie dan Su Lut Taysu yang terdiri lebih dari pada dua puluh orang murid pendeta Siauw Lim Sie. Sebenarnya mereka itu sedang mengejar ngejar serombongan orang jahat, sekelompok musuh.

Su Kay Taysu segera menemui kedua saudara seperguruan itu, guna menerangkan halnya Ciu ceng itu, bahwa mereka tengah mencari istana nabi dari Seng Kiong sin Kun, sebaliknya Su Ie dan Su Lut menjelaskan tentang mereka lagi mengepung musuh musuhnya itu, setelah itu bertiga mereka berdamai dan mengambil keputusan

"Su Ie akan mengejar musuh terus, Su Lut akan pulang guna memberi kabar kepada Su Khong Taysu untuk menerima petunjuk. sementara Su Kay tetap mengikuti Siauw Pek."

Maka itu selesai berdamai, bertiga mereka memecah diri. Tengah orang mengikuti Ciu ceng itu, rombongan bertemu pula dengan rombongan Su Wie Taysu. Mereka ini datang menyusul. Kembali Su Kay memberi keterangan kepada saudara seperguruan itu, habis mana, Su Wie terus turut rombongan Siauw Pek itu.

Menurut Su Wie, didalam pertempuran itu, selain banyak orang musuh yang terbinasa dan terluka, pihak Siauw Lim Sie juga menderita kerugian tak sedikit jiwa yang mati dan terluka. Hingga Su Kay taysu menghela napas.

Ciu ceng telah melintasi sungai Tiang Kang, akan tetapi ia masih berjalan terus, menuju keselatan, sampai waktu itu Soat Kun minta Siauw Pek menyusul dan menahan Ciu ceng guna  menghentikannya, buat diberi obat. Sesudah berlari lari tak hentinya begitu jauh dikuatirkan sijenjang kuning terluka didalam, maka perlu dia dibantu dengan obat penguat tubuh.

Lewat beberapa hari, akhirnya tibalah orang dikaki gunung Toat cong San-

Itulah sebuah gunung yang menempati diri dalam wilayah beberapa kecamatan, terutama kecamatan Lee-sui. Kecamatan kecamatan lainnya ialah ceng thian, cin in, SI an Kie, Lim hay, Hong giam dan Un nia. Bun Koan pernah mencari Seng Kiong kegunung itu tetapi ia tak berhasil siapa tahu sekarang ia datang pula kesitu.

Untuk mendekati gunung, Soat Kun dan Soat Gie meninggalkan keretanya, begitu juga Han In taysu, bahkan pendeta ini mesti berjalan dengan kedua tangannya menggantikan kedua kakinya

Hari sudah mulai magrib ketika orang terus mengikuti Ciu ceng mendaki gunung yang luas itu, sekarang ini setiap orang bersetengah hati. Karena mereka bakal segera menemukan istana nabi yang termashur itu. Dilain pihak mereka bersemangat, selalu bersedia untuk turun tangan menempur musuh yang sangat jahat itu.

Tengah berjalan, Bun Koan berlompat naik kesebuah puncak kecil, ia memandang jauh kedepan, kesekitarnya. "Dikiri itu ialah kecamatan Sian Kie" bilangnya "Dan puncak gunung didepan itu ialah puncak utama dari kota chong san" Nyata nona Coh kenal baik gunung itu."

Siauw Pek turut melompat naik kepuncak keCil itu, untuk turut menyaksikan-

"Sarang Seng Kiong Sin Kun disebut Seng Kiong, mestinya dia mengambil tempat tak keCil" katanya "kalau sarang itu berada dipuncak sekali, mestinya kita sudah dapat melihatnya."

Tiba tiba Soat Kun turut bicara, katanya: "Waspadalah semua.. Kita sudah berada dalam lingkungan lawan, kita mesti berhati hati"

Belum berhenti suara nona Hoan itu, tiba tiba orang telah dikejutkan pekik panjang yang datangnya dari sebuah pohon besar dan tinggi, sedikit lebih jauh dari tempat dimana mereka berkumpul. Pekik itu dibarengi dengan melompat turunnya empat tubuh manusia bagaikan bayangan yang terus lari kepada Ciu ceng

Dengan kecepatan yang luar biasa, su Kay Taysu lompat mengejar. Pendeta ini berlompat sambil berseru. Ia menggunai lompatan "Sie Bie Kay cu", ilmu ringan tubuh istimewa dari Siauw Lim Sie. Ia terus menggunakan sian thung tongkatnya yang lihay, menghajar salah seorang yang terdekat dengan si Jenjang Kuning.

Satu jeritan tertahan terdengar, lalu robohlah orang yang diserang pendeta itu. Dia pecah kepalanya berikut tulang bahunya. Dia berpakaian hitam seperti orang konconya.

Penderitaan Siauw Lim Pay membuat Su Kay yang welas asih menjadi berubah, hingga dalam penyerangannya itu, ia nampak menjadi telegas.

Siauw Pek bertindak tak kalah gesitnya daripada sipendeta, bahkan dia sudah lantas menggunakan Pa Too, goloknya yang ampuh. Maka orang berseragam hitam yang kedua roboh terbinasa seketika

Dua orang yang lainnya tidak memperdulikan bahwa dua orang kawannya sudah terbinasa, mereka terus menghampiri Ciu ceng. Teranglah mereka bertugas untuk membinasakan si Jenjang Kuning. Mungkin dimata Seng Kiong Sin Kun, Ciu ceng sudah terpandang sebagai penghianat yang bakal merusak usahanya yang besar itu. Mereka masing masing bersenjatakan sebatang ruyung dan sebuah golok tajam bagaikan gigi gergaji.

Lantas Su Kay dan Siauw Pek meneruskan berlompat kepada kedua musuh itu. Ciu ceng mesti dilindungi.

Oey Eng bersama Kho Kong berlompat maju, buat turut menyerang musuh. Kedua musuh agaknya lihay, mereka dapat melayani Siauw Pek dan Su Kay.

Ciu ceng seperti tak tahu akan adanya pertempuran itu, bahwa ada orang orang yang hendak membinasakannya. Dengan mendelong dia mengawasi empat orang yang lagi mengadu jiwa itu, sedetik dia ragu ragu, dia bagaikan berpikir keras. Tiba tiba saja dia memutar tubuhnya, buat berjalan kelain arah

"Ban Hu Hoat" Soat Kun berseru "Oey huhoat dan Kho Huhoat Lekas susul Ciu Huhoat. Jagalah ia dari serangan musuh"

Ban Liang menyambuti seruan sinona. Ia menhunus senjatanya, ia segera lari menyusul Ciu ceng, Oey Eng dan Kho Kong menyusul segera, mereka pun menghunus senjatanya.

Bun Koan menonton pertempuran, ia menjadi habis sabar.

"Lekas bereskan mereka" ia berseru "Jangan biarkan mereka itu menggagalkan kita"

Segera juga terdengar bentakan Ban Liang, disusul dengan suara beradunya senjata senjata tajam. Mendengar itu, Nona Coh melompat maju, untuk lari menyusul, memutar melewati Siauw Pek.

Sementara itu Siauw Pek dan Su Kay bermula berniat menawan hidup hidup kepada musuhnya masing masing, guna mengorek keterangan dari mulut mereka itu, akan tetapi mendengar anjuran Bun Koan terpaksa keduanya merubah pikirannya itu dan segera mereka menghajar mati masing masing lawannya. Pertempuranpun terjadi disebelah depan Telah muncul secara tiba tiba beberapa orang yang berseragam hitam, yang menyerbu kepada Ciu ceng karena mana Ban Liang bertiga segera maju merintangi mereka. Dengan majunya nona Coh, ketiga huhoat menjadi mendapat bantuan cepat.

Orang orang berseragam hitam itu bukan sembarang orang. Buktinya ialah mereka sanggup melayani Bun Koan berempat, hingga buat sementara itu mereka kedua pihak sama tangguhnya.

Tengah mereka itu bertempur seru, sekonyong konyong dari atas sebuah pohon didekat mereka semua berlompatan turun satu bayangan orang, yang terus lari cepat kearah Ciu ceng.

"Siauw Pek" Bun Koan berseru ketika melihat gerakan bayangan itu. Ia menguatirkan keselamatannya siJenjang Kuning maka ia meninggalkan lawannya dan melompat memburu kepada bayangan itu, yang gerakannya gesit luar biasa

Siauw Pek dan Su Kay Taysu, yang baru selesai membereskan musuhnya masing masing juga telah melihat bayangan itu, tanpa bersangsi mereka berlompat untuk lari menyusul. Tapi mereka, seperti Bun Koan telah terdahulukan oleh sibayangan hitam.

Ketika itu Ciu ceng tidak dapat berbuat apa apa. Ia boleh gagah tetapi waktu itu ia berada dalam keadaan was was. Ia nampak bagaikan orang bingung atau ling lung. Hebat kesudahannya apabila ia berCelaka ditengah bayangan hitam itu, sedangkan ia adalah orang satu satunya yang tahu sarangnya Seng Kiong Sin Kun

Si bayangan hitam sudah mendekati Ciu ceng ketika dengan mendadak satu tubuh orang yang melesat muncul dari samping, yang terus saja menyerang kepadanya, hingga dia kaget dan bingung, hingga dia tak berdaya ketika orang itu menyerangnya, hingga ia roboh seketika

Habis menyerang, orang itu berlompat kesisi Ciu ceng, maka sekarang ia tampak tegas. Ia adalah seorang tua dengan kulit keriputan, kumisnya sudah putih, sedangkan bajunya baju hitam. Ia bertubuh jangkung tetapi bungkuk. sedangkan ditangannya tercekal sebatang jeroan pancing

Melihat orang tua itu yang ia kenali, Siauw Pek girang sekali.

Sebab orang itu ialah Hie Sian cian Peng

"oh, loCianpwee" serunya girang dan kagum, "sungguh besar bantuan locianpwee ini. Locianpwee, terima kasih banyak banyak" Berkata begitu, bengcu dari Kim Too Bun segera memberi hormat.

cian Peng tidak berlaku sungkan, bahkan ia tertawa.

"Jangan banyak adat peradatan bengcu" katanya polos. "Soal kita sekarang ini soal besar kaum Rimba Persilatan, karena itu aku si nelayan tua, tak dapat aku tidak menyayangi lagi setakar tenagaku, bahkan harus aku menggunai menghabiskannya. Sebaliknya kau bengcu, berhasil atau tidaknya usaha kita sekarang ini, semua itu bergantung kepada dirimu sendiri. Karenanya bengcu, aku situa justru bersedia untuk menerima segala titahmu"

"Loocianpwee terlalu merendahkan diri" berkata Siauw Pek. "cukup sudah" berkata Soat Kun. yang segera telah datang  pada

ketuanya itu. "Kim Too Bun menjadi pembela keadilan, maka juga

setiap orang rimba persilatan yang menjunjung keadilan, sendirinya dia menjadi huhoat, pelindung dari Kim Too Bun, karena mana tak usah bengcu berlaku sungkan Sungkan berarti akan melemahkan bentengan kita"

Cian Peng heran, hingga ia berpaling dan menatap sinona. "Sungguh Cerdas" ia memuji. Soat Kun tersenyum.

"Loocianpwee" ia bertanya "sekarang loocianpwee berada digunung ini, apakah loocianpwee datang terlebih dahulu daripada kami atau belakangan?"

"Aku selalu mengiring dibelakang rombonganmu nona" sahut Hie sian Giok Yauw tertawa geli mendengar jawaban orang itu. "Loocianpwee sendirian saja ataukah mempunyai kawan?" tanya dia. cian Peng membuka matanya lebar lebar.

"Aku si nelayan tua, aku selalu sendirian" sahutnya "Mana ada kawanku"

Nona Thio tersenyum, dia menoleh kearah rimba dan mengawasi sekian lama.

Menyaksikan lagak nona itu, cian Peng tertawa berkakak. Mendadak saja ia lari kearah rimba dan lompat memasukinya, hingga dia lenyap seketika Semua orang tersenyum. Lucu gerak geriknya jago tua itu.

Kemudian orang menoleh untuk mengawasi Ciu ceng. Si Jenjang Kuning berdiri ditepi jurang, dengan mata mendelong dia mengawasi kebawah jurang itu kearah lembah. Sampai ekian lama dia mengawasi, agaknya dia ragu ragu, terang dia tengah berpikir keras, mengingat ingat....

Dengan berpegangan pada bahu adiknya, Soat Kun bertindak mendekati jago tua she Ciu itu.

Saat itu rembulan guram, maka juga lembah nampak gelap. hingga nona Hoan tidak dapat melihat apa apa. Atau sebenarnya, Soat Gie tidak melihat apa juga.

Setelah berpikir, Soat Kun minta semua orang beristirahat ditepi jurang itu, guna menantikan tibanya sang fajar diwaktu mana barulah mereka akan melanjutkan usaha mereka mencari Istana Nabi.

Oey Eng dan Kho Kong mengeluarkan ransum kering, untuk dibagi baglkan kepada sekalian kawan itu, maka semua orang lantas dahar sambil duduk. buat terus beristirahat guna mengUmpulkan tenaga.

cepat rasanya sang malam berlalu, sang fajar segera tiba. Matahari pagi segera tampak diufuk timur. Dengan perlahan lahan, lembah mulai tampak tegas. Tengah orang mengawasi lembah, tiba tiba saja Ciu ceng berlompat bangun, terus dia lari, untuk melompat turun

Ban Liang ditugaskan selalu mengawasi siJenjang Kuning, jago tua itu terperanjat, tetapi dia tak menjadi bingung, bahkan dia segera lompat menyusul. Su Kay Taysu adalah orang yang kedua yang menyusul Seng Su Poan.

Soat Kun segera diberi kisikan oleh Soat Gie tentang gerak geriknya Ciu ceng iut serta menyusulnya Ban Liang berdua Su Kay Taysu, ia segera berpaling kearah Siauw Pek seraya berkata "Mestinya Ciu ceng mengingat sesuatu, karena itu bengcu silahkan kau menyusulnya buat melihat sekalian melindunginya"

Siauw Pek sementara itu telah menerka, mungkin Istana Nabi berada dilembah itu, maka ia segera menjawab sinona. Tapi iapun lekas berkata "Lembah ini dalam dan berbahaya, nona mungkin tak leluasa buat nona turut turun kesana^

"Jangan kuatir bengcu" sahut sinona cepat, "kami berdua tahu bagaimana harus menuruninya"

"Silahkan berangkat lebih dahulu bengcu" Giok Yauw turut berkata "Bersama sama nona nona Hoan kami akan menyusul" Ketua itu mengangguk.

"Baik Kalian berhati hatilah" pesannya seraya terus lompat turun kelembah.

Didalam tempo yang pendek, Siauw Pek telah dapat menyusul Ciu ceng, bahkan ia melihat siJenjang Kuning tengah menggunakan tangannya menyerang kearah dinding gunung yang licin Tiga kali serangan itu dilakukan, setiap kalinya menimbulkan suara keras yang mendatangkan kumandang disusul dengan satu suara gemuruh yang mengakibatkan bergeraknya kesisi hingga tertampaklah sebuah mulut gua.

Tepat dengan terpentangnya pintu gua itu, Ciu ceng menjerit nyaring dan tiba tiba saja dia roboh terlentang, bahkan kedua biji matanya mencilak dan mulutnya mengeluarkan busa putih, sedangkan sekujur badannya bergerak gerak gemetaran

Su Kay Taysu kaget sekali, akan tetapi didalam kagetnya itu ia ingat akan melihat sekitarnya. Ia tidak mendapatkan apa juga, jangan kata musuh

Dengan pedang terhunus, Siauw Pek berdiri disisi Ciu ceng, matanya diarahkan kesekitarnya. Ia hendak melindungi kawanan itu.

Ban Liang terus berjongkok disisi tubuh si orang she Ciu, berniat memeriksa kalau kalau kawan itu mendapat suatu luka.

"Ban Huhoat, jangan sembarang menggeraki tangan" sekonyong konyong terdengar seruan atau Cegahan Soat Kun, yang mendatangi dengan cepat.

Sebenarnya Ban Liang tengah hendak menotok beberapa ototnya siJenjang Kuning, akan tetapi mendengar suara sinona, lekas lekas ia membatalkannya. Ia menarik pulang tangannya yang sudah diulurkan itu.

Bagaikan menyusul suara nona Hoan itu, dari jauh terdengar satu siulan yang nyaring dan panjang, datangnya dari arah barat daya, mungkin dari tempat hitung lie atau pal. Mendengar seruan itu, Su Kay tampak girang "Itulah suara Su Khong, kakak seperguruanku" dia berseru

"Kalau dialah Su Khong Taysu, kenapa taysu tidak mau segera menyambutinya?" Siauw Pek tanya.

Tanpa menjawab lagi ketua Kim Too Bun itu, Su Kay Taysu segera menegasi dengan siulannya yang nyaring dan panjang, yang terus berkumandang dilembah lembah, hingga sebelum kumandang itu lenyap. sudah datang timpalannya, ialah suara yang pertama tadi, suara Su Khong Taysu.

Saat itu tiba juga orang orang yang lainnya. Soat Kun menghampiri Ciu ceng dengan petunjuk Soat Gie, Ia menotok tiga kali pada tubuh si Jenjang Kuning. Menotok ditiga tempat, setelah mana ia mencabut sebatang jarum yang tertusukkan nancap ditempilingan orang. Ciu ceng lantas memperdengarkan keluhan terus bibirnya bergerak, giginya terbuka. Dia mengeluarkan napas panjang.

"Dia terluka parah" berkata nona Hoan. "Dia membutuhkan istirahat yang cukup lama. Tak usah kuatir, jiwanya tidak terancam"

Mendengar itu, Su Kay merogoh sakunya mengeluarkan sebutir obat pil yang tak ayal lagi ia jejalkan kedalam mulutnya orang luka itu.

Ketika itu diarah barat sudah tampak bermunculannya sejumlah pendeta dengan jubah abu abu, diantaranya Su Khong Taysu dengan tangannya mencekal siantung, tongkatnya yang panjang mirip toya. Pendeta itu berjalan dimuka. Di tepi jurang, ia melongok kebawah kearah lembah.

"Disanakah Coh tayhiap dan sutee Su Kay?"

Siauw Pek mengangkat kepalanya. "Benar" ia menyahut dengan lantang.

Su Khong sudah lantas melihat tegas keletakan lembah, terus ia berlompat turun akan lari kepada rombongan Siauw Pek itu. Ia segera disusul oleh Su Ie, Su Lut dan lainnya. Melihat para pendeta itu, Siauw Pek berkata didalam hati "terang sudah Su Khong masih belum berhasil mencari It Tie dan belum juga mendapatkan kembali kitab pusakanya". Tapi ia tidak berpikir lama, bersama sama Su Kay ia segera menyambut mereka itu. Kedua pihak saling memberi hormat.

Wajah Su Khong muram, pertanda bahwa ia sangat berduka, "Apakah tayhiap telah berhasil mendapat Seng Kiong?" tanya dia. Siauw Pek menunjuk kearah gua. "Baru saja kami mendapatkan itu, belum sempat kami masuk melihatnya" sahutnya. "Untuk memeriksanya, pihak Siauw Lim Pay bersedia maju dimuka" katanya Su Khong.

Dan ketua Kim Too Bun dapat memaklumi pendeta itu yang telah menjadi sangat benci sekali pada Seng Kiong Sin Kun-

"Kami bersedia mengiringi taysu beramai" katanya sambil memberi hormat.

"Tayhiap terlalu merendah" berkata sipendeta yang tanpa ragu ragu lagi terus bertindak maju.

Gua itu lebar dua tombak dan tingginya setombak lebih, dindingnya licin. Karena gua gelap. tak tampak ujungnya. Walaupun demikian, Su Khong maju terus.

Oey Eng dan Kho Kong bersama sama beberapa pendeta Siauw Lim Pay sudah lantas menyalakan obor, dengan begitu merkea dengan mudah bisa membuka langkah untuk memasuki gua itu.

Siauw Pek bersama Bun Koan mengikuti Su Khong Taysu dibelakang mereka mengiringi yang lain lainnya. Semua berjumlah seratus orang lebih. Dan semua orang kagum menyaksikan gua itu rata rata mereka menyangsikan lagi bahwa itulah sarangnya Seng Kiong sin Kun.

sekonyong konyong dari arah depan terdengar suara gemuruh, yang berkumandang keras.

Su Khong Taysu terperanjat, segera dia berpikir. "celaka kalau musuh memasang alat peledak hingga kita bisa mati terkubur didalam gua ini." Tanpa merasa, pendeta itu perCepat larinya.

Yang lainnya juga menerka serupa, serentak merekapun segera berlari lari maju.

Hanya sebentar, sampailah mereka itu diujung lain dari gua itu, atau terowongan itu. Mereka masih mendengar suara bagaikan menggelegar, sedangkan mata mereka menampak dua buah pintu gua. Su Khong Taysu mengernyitkan alisnya saking mendongkol.

"Bagus" serunya. "Lihat Seng Kiong sin Kun lagi mementang pintu guna menyambut tetamu" berkata ketua para tiangloo itu.

Diantara Cahaya matahari, disana tampak sebuah lembah yang lebar, yang indah. Disana sini terdapat pepohonan serta pohon pohon bunga beraneka warna. Tapi yang paling menarik perhatian adalah satu pemandangan disebelah kiri, yang seperti teraling pepohonan. Itulah sebuah rumah berhala besar yang temboknya merah.

Sementara ituSu Khong Taysu berkata nyaring. "Para murid Siauw Lim, dengarlah... Hari ini, disini kalau ada musuh, tak ada kita, kalau ada kita, tidak ada musuh... Siapa menjadi murid Siauw Lim, dia mesti maju dimuka, guna mengadu jiwa dengan musuh"

"Baik tiangloo" jawab murid muridnya.

Tiba tiba Siauw Pek menunjuk kedepan seraya berkata. "Lihat disana... Ada orang mengatur barisan menantikan kita. Mari kita maju"

"Maju" Su Kay berseru, sedangkan sebelah tangannya diulapkan. Terus dengan membawa tongkatnya iapun mendahului bertindak maju.

Seruan itu berupa perintah juga. semua murid Siauw Lim bergerak serentak menaatinya. Maka, majulah mereka semua.

Siauw Pek maju bersama rombongannya sendiri serta Bun Koan dengan sekalian pengikutnya.

Justru itu terdengar seruan peringatan dari Soat Kun "Perhatikan... Diwaktu melintasi lorong bunga bunga, semua harus menahan napas. Kita harus menjaga kalau kalau bunga bunga itu ada racunnya, agar kita tak tercelakai musuh"

Nasihat itu dituruti, maka juga selagi perjalanan diantara pohon pohon bunga, semua orang berdiam sambil menahan napas. Dilain pihak^ mata mereka diarahkan kedepan kepada musuh. Dipelataran dimuka istana Seng Kiong Sin Kun itu, diantara kira kira seratus orang berjubah merah dari si Nabi sakti, tampak seorang yang menjadi pemimpinnya. Dia bertubuh jangkung, mukanya brewok hingga kepipinya dan brewoknya itu berwarna kuning. Tubuhnya tertutup semacam mantel merah. Berdiri tegak, dia tampak angker.

Selekasnya ia memandang pemimpin berseragam merah itu, Su Kay Taysu mengernyitkan alisnya.

"Dia mirip The Eng, pangcu dari Hui Eng Pang" katanya.

"Hui Eng Pang menjadi satu diantara dua partai besar dalam dunia Kang ouw" berkata Su Khong Taysu, "Terutama dia sangat berpengaruh diwilayah Khong ouw. Kenapa sebuah partai besar dapat muncul disini?"

Su Kay menjadi heran sekali, hingga timbul keragu raguannya. "Dia sangat mirip dengan The Eng" demikian pikirnya. "Bukankah

ini aneh...?"

Ketika itu orang sudah datang dekat sekali kepada rombongan seragam merah itu, diantara siapa ada yang telah mengajukan diri guna merintangi.

Sipemimpin brewok kuning dan berbaju merah itu mementang kedua matanya yang bercahaya berkilauan, menyapu kepada para pendatang. "Apakah diantara kalian ada yang menjadi pemimpin?" tanya dia nyaring. Seng Su Poan Ban Liang bertindak maju.

"Kami mempunyai banyak pemimpin" sahutnya sama nyaringnya. "Kau tanyakan yang mana?"

Sibrewok kuning itu melengak mendengar jawaban yang tak diduga duga itu, kedua sinar matanya memain. Lalu dia mengawasi tajam kepada Su Khong Taysu.

Pendeta dari Siauw Lim Sie itu tidak menghiraukan lagak orang. ia tetap bersikap tawar. "Loolap adalah Su Khong" katanya "Para murid Siauw Lim Sie menganggap loolap sebagai kepala mereka"

orang itu tidak berkata apa apa, sinar matanya yang bengis beralih kepada Siauw Pek. "Numpang tanya, kau siapa kah tuan?" tanya ketua Kim Too Bun itu, yang biasa berlaku hormat kepada siapapun.

Si baju merah menjawab "Akulah tongcu dari Ang Llong Tong, satu diantara kelima Tong dari Seng Kiong"

Ban Liang yang tak sabaran jadi tak senang.

"Apakah orang orang Seng Kiong bukan dipelihara ayah bundanya?" tanyanya mengejek. "Bagaimana orang sampai tak mempunyai she dan nama?"

Wajah tongcu itu menjadi muram. Terang dia gusar.

"Aku yang bodoh ialah The Eng" dian menjawab, keras dan sengit "Sahabat, siapakah kau?" terus dia balik bertanya. Ban Liang tertawa dingin.

"Benar saja kau?" serunya. "Aku situa ialah Ban Liang, anggota dari Kim Too Bun"

The Eng menyeringai. Kembali dia mengawasi Siauw Pek. "Dan sahabat itu?" tanyanya.

Kho Kong mendongkol, dia menyela. "inilah bengcu Coh Siauw Pek dari Kim Too Bun. Siapa kah sahabatmu?"

KEtua Hui Eng Pangpun murka, tetapi dia mencoba mengendalikan diri dengna rerus menengadah kelangit.

"Kecuali pihak Siauw Lim Pay dan Kim Too Bun," katanya tawar, "apakah masih ada lainnya lagi? Siapa kah orang gagah itu?"

Dengan tawar, Bun Koan menjawab. "Aku Coh Bun Koan dari Pek Ho Bun. Aku datang bersama ketujuh kiamcu kami, guna menagih hutang darah"

The Eng tertawa dingin. "Bagus" serunya. "Nah, Su Khong Taysu dari Siauw Lim Sie, Coh Bengcu dari Kim Too Bun, Nona Coh dari Pek Ho Bun... Mari kalian turuti aku si orang she The menghadap Sin Kun. Semua sahabat lainnya tunggulah disini"

Ban Liang mengangkat kepalanya, dongak kelangit. Ia tertawa nyaring. Tiba tiba Su Kay Taysu maju satu tindak kepada sibrewok kuning itu.

"The Siecu" tanyanya, "benarkah kau pangcu dari Hui Eng Pang yang kesohor dalam dunia Kang ouw"

"Tak salah" sahut The Eng itu, singkat dan dingin.

"Seorang pangcu yang besar dan agung, bagaimana dia dapat berada disini menjadi hamba didalam Seng Kiong?" Su Kay tanya pula. The Eng tertawa besar.

"Taysu keliru" ujarnya nyaring. "Didalam Seng Kiong ada harimau harimau tidur dan naga naga mengeram. Jangan kata baru pangcu dari Hui Eng Pang yang kecil mungil, Bahkan ketua ketua dari Siauw lim pay dan Bu Tong Pay pun berada didalam Seng Kiong bekerja selaku hamba hamba sebaya"

Tajam kata kata itu, sampai Su Khong semua berdiam sejenak.

Itulah bukti dari benarnya perihal ketua ketua partai besar menjadi orang orang Seng Kiong sin Kun

"Saudara" seru Ban Liang kemudian, "Buat apa kita mengadu lidah dengan segala manusia rendah? Sekarang ini keputusan ialah hasilnya pertempuran"

Benar benar jago tua ini habis sabar, habis berkata ia melompat maju, untuk segera menyampok ketua Hui Eng Pang itu.

The Eng gusar, dia menangkis sambil membentak. "Bagaimana kau berani banyak lagak didalam Seng Kiong? Rupanya benar benar sudah bosan hidup" Dan habis menangkis, dia balas menyerang.

Hebat serangan itu, karena anginnya sampai mendering Diam diam Ban Liang terkejut, ia berkelit. Tak mau ia melawan dengan keras, sambil berkelit itu. la membarengi menotok

The eng lihay, dapat dia menghindarkan diri kembali dia menyerang. Maka keduanya menjadi bertempur seru.

Sebagai seorang tongcu, The Eng pastilah bukan sembarang orang. ia pula jadi pangcu, ketua dari Hui Eng Pang, partai elang terbang yang tersohor, sudah tentu dia mesti berkepandaian tinggi. Maka juga, walaupun sijago tua lihay, tak mudah ia dapat merobohkan lawannya didalam tempo yang pendek. Bahkan ketika itu, tak sanggup dia berbuat banyak.

Su Kay Taysu menonton dengan prihatin.

"Suasana mengancam sekali, bengcu" katanya kepada Siauw Pek kepada siapa dia menoleh. "Apakah pendapat bengcu?"

"Menurut aku, kita harus menggunai tenaga berbareng dengan kecerdikan" sahut si anak muda "Tak dapat urusan diselesaikan secara damai. "

"Jikalau demikian" Bun Koan turut bicara dingin, "kenapa kita tidak meluruk saja. Kita harus segera memberikan hajaran kepada mereka itu"

Nona Coh juga telah menjadi habis sabar, sebab dia selalu dipengaruhi dendam kesumat.

Su Kay setujui sinona. Memang, iapun tengah dipengaruhi lenyapnya kitab kitab pusakanya yang ia sangat menginginkan lekas didapat kembali.

"Nona benar" ujarnya, "Pertempuran kali ini tak dapat disamakan dengan pelbagai pertempuran dunia persilatan yang sudah sudah. Kalau main satu lawan satu, sampai kapankah akan berakhirnya? Sampai kapankah kita dapat bertemu dengan pemimpin mereka itu?"

Mendengar suara sipendeta, Siauw Pek berpikir cepat. "Nona Hoan cerdas luar biasa, sekarang dia tidak campur bicara, rupanya dia menyetujui pertempuran cepat" demikian pikirnya. Maka ia jawab pendeta itu "Baik taysu, bersedia aku mengiringi taysu"

Su Khong pun akur dengan saudara seperguruannya itu.

"Para murid Siauw Lim Sie" ia segera berseru. "Mari kalian turut padaku"

Tiangloo ini terus mengibaskan tangannya, terus dia maju kemuka

Sambil berseru seru, para pendeta Siauw Lim Sie terus maju, untuk menerjang musuh.

Siauw Pek bersama Bun Koan tanpa ayal tapi turut maju juga.

Pasti mereka tak sudi ketinggalan. Lebih lebih Nona Coh itu.

Bagaikan air bah, meluruklah rombongan Siauw Lim Pay, Pek Ho Bun dan Kim Too Bun itu. The Eng yang lagi melayani Ban Liang dapat melihat gerak gerik musuh itu, dia gusar bukan main, akan tetapi karena dia lagi bertempur seru, dia tak dapat berbuat apa apa. Justru begitu, Su Khong Taysu telah tiba didekatnya, sambil berseru pendeta itu menyerang padanya. Mau tak mau, dia toh kaget, syukur dia masih dapat berkelit.

"Gundul Seng Kiong" berseru Su Khong, "Tak dapat loolap memberi ampun kepadamu"

Kata kata itu diantar dengan satu serangan susulan.

"oh keledai tua" mencaci The Eng dalam gusarnya "Kenapa kau tidak memakai aturan Kang ouw? Kalau begini, jangan kau sesalkan orang Seng Kiong"

"Maut menghadapimu, buat apa kau banyak bicara" kata Su Khong dingin. Kembali ia menyerang pula.

The Eng gelagapan, syukur dia masih dapat menangkis dan berkelit. Tapi ia kaget tak terkirakan Didalam sedetik itu, tanah datar itu sudah bermandikan darah. Banyak orang Seng Kiong yang roboh binasa dan terluka. ereka itu segera kacau, tak lagi merupakan pasukan yang rapih. Hebat serangannya rombongan Siauw Lim Pay itu. Tiba tiba Dari dalam Seng Kiong terdengar gemuruh lonceng.

The Eng bagaikan mendapat air penawar ketika ia mendengar suara lonceng itu.

"Mundur" ia segera berseru seraya terus ia lompat mundur, berniat meninggalkan Su Khong, lawannya yang tangguh yang membuatnya repot sekali. Lonceng itu pertanda untuk mundur.

Su Khong tengah sengit sengitnya, melihat orang berlompat pergi, iapun berlompat, hanya ia untuk menyusul dan menghajar musuh itu.

Ketua Hui Eng Pang berlaku sebat, tetapi ia masih kalah gesit, bahkan tak sempat ia menangkis, ujung sianthung sudah mengenai punggungnya, hingga sambil berseru tertahan memuntahkan darah, tubuhnya turut roboh ngusruk

Semua orang Seng Kiong yang tinggal separuh, kabur terus kearah istananya atau lebih benar, sarangnya. Merekapun lalu meninggalkan pemimpin mereka yang segera saja putus nyawa, karena memang selagi roboh itu, dia terus benar terinjak injak kawanan musuh yang mengejar sisa pasukannya itu.

Belum berhenti suaranya lonceng, pihak Siauw Lim Pay sudah mulai memasuki istana.

Seng Kiong dibangun menyender kepada samping gunung, karena bangunan itu makin kebelakang makin mendaki. Ketika para pengejar baru memasuki toatian yaitu pendopo depan dan besar, mendadak mereka dikejutkan suara dahsyat bagaikan guntur, segera jalan maju mereka terintang

Itulah sebab suara mengguntur itu adalah suara jatuh turunnya pintu besi yang lebar dan berat beberapa ribu kati. Karena guruh berbunyi tiga kali, maka juga tiga tiga jalan masuk tertutup semuanya. Hanya sekejap. toatian menjadi gelap gulita. Su Kay Taysu yang mengepalai pasukannya menjadi terkejut.

"Tenang" serunya segera "Nyalakan obor"

Su Khong Taysujuga turut memperdengarkan suaranya yang berwibawa.

Orang orang Siauw Lim Pay, yang telah terlatih, demikian juga pengikut pengikutnya

Bun Koan, lantas berdiam, tanpa bergerak. tanpa bersuara, sedangkan mereka, yang bertugas membawa obor, sudah lantas menyulut nyalakan api, hingga seluruh ruang tampak pula dengan tegas dan terang.

Jumlah rombongan kira kira tiga ratus jiwa tetapi mereka tak memenuhi ruang yang luas itu, mereka dapat bergerak dengan leluasa. Dengan nyalanya api obor, para tiangloo Siauw Lim Sie, Siauw Pek, Bun Koan dan lainnya berkumpul ditengah toa tian.

Soat Kun yang sampai sebegitu jauh berdiam saja, sekarang membuka suaranya paling dulu. Katanya:

"Semua menjaga diri baik baik, supaya tak terserang racun jahat. Semua lekas memeriksa pintu, supaya kita dapat lekas keluar dari sini."

Nona ini ketahui halnya mereka sudah terkurung didalam toatian, maju tak bisa, mundur tak dapat. Semua jalan didepan dan belakang dan sisi sudah tertutup,

Dengar suara sinona, semua orang lantas insaf bahwa mereka memang lagi menghadapi ancaman petaka. Kalau mereka diserang dengan air, api atau racun, celakalah mereka semua. Ruang luas tetapi itu bukan berarti bahwa mereka dapat menyingkir jauh.

Hanya sedetik para pemimpin itu saling melirik, terus mereka mulai menyelidiki pintu, untuk mencari jalan keluar.

Toatian semuanya mempunyai empat buah pintu. Pintu masuk sudah tertutup terlebih dahulu. Tiga pintu lainnya, belakang dan kedua sisi baru saja ditutup, Su Khong Taysy mengernyitkan dahinya.

"Biar loolap menghajar dulu pintu belakang" katanya nyaring. Ia tidak melihat lain jalan la pun segera lari sambil membawa tongkat panjangnya itu.

Selagi yang lain lain mendatangi kepadanya Su Khong Taysu sudah menghajar daun pintu, hingga terdengarlah satu suara sangat nyaring dan berisik.

"Segala pintu begini hendak mengurung kita?" kata Su Ie dengan tawanya yang dingin-Sementara itu daun pintu tak segera tergempurkan-

"Mungkin musuh membuat pintu ini sengaja untuk menjebak kita" berkata Siauw Pek yang berpikir jauh. "Mungkin musuh lagi menggunai tipu dayanya" sambung anak muda itu.

"Biarnya dia menggunai akal busuk, kitapun harus mengujinya" kata pula Su Ie sambil ia mengajukan diri. Dia penasaran hingga dia mengernyitkan dahinya. Hatinyapun mendongkol.

Su Khong mundur untuk adik seperguruan itu.

Su Ie telah menggerakkan tangannya ketika ia menggunakan tongkatnya menghajar pintu. Berbareng dengan suara nyaring, berisik, tembok pintu pecah berantakan Menampak demikian, pendeta itu mengulangi serangannya. Maka kembali tembok gempur. Hati orang mulai menjadi lega. Kiranya pintu itu tak sedemikian kuat.

Kembali Su Ie mengulangi hajarannya, Setelah beberapa kali, gempuran makin besar. Agaknya pintu bakal lekas dapat didobrak.

"Suheng, beristirahatlah dahulu" berkata Su Kay seraya ia bertindak maju, untuk menggantikan kakak seperguruan itu.

Su Ie mundur. Bagaimana juga, ia merasa tangannya risi juga. Su Kay segera menyerang dengan tongkatnya. Tembok gempur,

sebuah terowongan segera tampak. Orang menyangka, setelah pintu batu itu, dibelakang pintu batu ini ada sebuah pintu lainnya, yaitu pintu besi yang dipalang turun dari atas. Rupanya itulah sebuah pintu gantung

Mau atau tidak, orang terkejut. Ada diantaranya yang merasa kecele. Su Khong Taysu juga merapatkan sepasang alisnya.

"Sutee, coba kau gempur tembok disampingnya" katanya pada Su Kay.

"Baik suheng" sahut Su Kay Taysu. Dan ia segera bekerja.

Kembali terdengar suara keras dan berisik.

Hanya kali ini suara berisik itu disusul suara riuh rendah, yang Bun Koan dengan datangnya dari arah belakang mereka dari antara orang orangnya. Maka ia segera memutar tubuhnya.

"Ada apa??" ia tanya keras.

Tidak ada jawaban, ada juga penyahutan suara berisik seperti tadi, hanya kali ini ditambah suara tubuh tubuh terkulai. Dan segera terlihat para kiamsu roboh tak sadarkan diri, dari mulutnya keluar ludah putih atau busa.

Bun Koan kaget sekali. Ia menggerakkan tubuh, untuk lari menghampiri, guna memeriksa.

Tiba tiba Siauw Pek ingat pesannya Soat Kun. Bagaikan kilat ia sambar tangan kakaknya itu, buat ditarik, sedangkan mulutnya segera berteriak. "Lekas memecah diri. Jangan berkumpul disatu tempat. Tahan napas!!! Awas hawa beracun"

Ketika itu diantara murid murid Siauw Lim Sie juga ada yang roboh dengan mulut berbusa itu, keadaannya sama dengan para kiamsu, tetapi seruan Siauw Pek segera ditaati. orang segera pada memencar diri dan menahan napas. Biar bagaimana, mereka itu heran dan kuatir.

Segera orang merasa pasti dari bekerjanya racun, hanya tak dapat diketahui racun apa itu yang demikian liehay dan bagaimana caranya untuk menolong sekalian korban itu. Dalam suasana genting itu terdengar suara Soat Kun. "Para tiangloo harap lekas menggempur tembok, buat mencari jalan keluar, buat memberikan pertolongan, boleh nanti"

Soara nona Hoan didengar dan dituruti oleh para tiangloo, maka semua orang lalu lari menuju ketembok lagi.

Ketika itu masih ada beberapa orang yang berjatuhan Melihat itu, Su Khong taysu menjadi bingung dan sangat berkuatir, maka tempo ia sudah mendekati tembok, segera ia menyerang dengan tongkatnya.

Bertepatan dengan itu maka tembok disebelah kiri memperdengarkan suara bergemuruh hebat sekali, disusul dengan berhamburan beterbangannya debu pasir kapur. Sebab itu adalah gemuruh dari bobolnya tembok itu.

Su Kay Taysu lompat ketembok yang gempur itu, buat melakukan penyerangan, maka gempur pula lagi bagian tembok itu, bahkan kali ini gempuran itu segera mengasi lihat sebuah lobang

.Jadinya tembok telah pecah dan lowong

Jsutru itu maka disebelah sana tembok itu terlihat seorang usia setengah tua, yang mukanya bersih, yang bajunya hijau muda. Terlihat tegas orang itu tengah menarik pulang tangannya suatu tanda dialah yang menghajar tembok dari sebelah yang lain itu. Teranglah orang itu telah menggempur berbareng dengan Su Kay Taysu.

Sementara itu kira kira sembilan tombak jauhnya dari orang setengah tua itu tampak serombongan orang orang Seng Kiong Sin Kun tengah mengepung lagi melakukan perlawanan seru.

Dengan terbukanya lowongan pada tembok itu, segera rombongan Siauw Pek menyerbu masuk kedalam tembok itu. Atau lebih benar, mereka semua menyerbu keluar.

Tiba tiba saja Thio Giok Yauw berseru. "AYah" dan terus dia lari kepada si orang tua berbaju hijau itu, untuk menubruk hingga dilain saat ia sudah ada didalam rangkulan orang. Siauw Pek bersama dua saudara Hoan menyusul keluar, mereka menghampiri orang berbaju hijau itu.

Giok Yauw melepaskan diri dari rangkulannya si orang tua ia menghadapi ketuanya dan berkata gembira. "Bengcu, inilah ayahku, Thio Hong Hong"

Siauw Pek segera memberi hormat.

"Aku yang rendah Coh Siauw Pek" ia memperkenalkan diri. "Loocianpwee, kami mengucapkan banyak banyak terima kasih yang loocianpwee telah meloloskan kami dari kurungan ini"

orang tua itu membalas hormat.

"Jangan mengucap terima kasih" katanya. "Sudah selayaknya saja aku memberikan tenagaku".

ia diam sebentar lalu ia menambahkan "Saat sangat penting, silahkan Coh Siauwhiap menyerbu kebelakang istana itu. Mereka yang pingsan disini serahkan padaku siorang tua"

"Terima kasih" berkata Siauw Pek yang terus mengajak kawan kawannya.

Rombongan dari Siauw Lim Sie sudah menerjang musuh. Pihak lawan kewalahan, mereka terdesak. banyak kawannya yang roboh mati dan terluka, terpaksa sisanya pada melarikan diri. Mereka mundur.

Siauw Pek danSu Kay taysuu dengan pedang dan tongkatnya masing masing, menghajar siapa yang menghadangnya. Mereka bersikap keras. Kegagalan mereka membuat musuh jeri dan menyingkir.

Segera juga pemimpin Kim Too Bun dan pendeta dari Siauw Lim Sie itu bertemu dengan Hie sian cianpeng si dewa lkan.

"Mari" cian Peng berseru. la mendahului lari dijalan batu. "Dari sini" Semua orang lari mengikuti. Merkea melewati beberapa ruang atau undakan rumah sampai mereka melihat sebuah pendopo besar toa tian didepan mana tampak sudah menanti serombongan orang, pria dan wanita, jumlahnya tiga ratus jiwa lebih, semuanya tampak keren. 

Siauw Pek dan Su Kay taysu menerka, inilah tentu pemusatan tenaga musuh. Mereka segera maju kedepan pendopo. Ada yang aneh, dimuka pintu besar tampak semacam kabut, yang membuat orang tak dapat melihat tegas bagian dalam dari pendopo itu.

Setelah mengawasi rombongan musuh, Su Kay mendongkol sekali. ia melihat ada banyak murid Siauw Lim Sie didalam rombongan itu. Merekalah simurid murid murtad yang kena dipengaruhi It Tie.

Orang tak usah menanti lama akan mendengar suara yang keluar dari dalam pendopo, yang keras: "Punco ada disini Eh, hweslo, ada apakah petunjukmu?"

"Ah, orang yang membuat orang tertawa" sahut Su Kay Taysu. "Semua orang gagah sudah masuk kedalam sarangmu ini, masih kau tidak keluar buat menyambut kami, masih kau main sembunyi sembunyi. Apakah kau tak malu"

Suara keras terdengar pula: "Punco toh berada disini, bersedia menyambut serbuan kamu. Kamu mengawasi kami, tetapi kamu tidak dapat melihat tegas, jangan kamu sesalkan diri sendiri karena mata kamu tidak awas. Kenapa kau mengatakan punco main sembunyi sembunyi? Sungguh lucu"

Su Kay tidak menghiraukan ejekan itu. "Mana It Tie?" tanya keras.

Dari belakang kabut itu terdengar tawa dingin Lalu datang jawaban ini: "Kau hendak cari It Tie sipendeta? Dia berada disini dibawah perintah punco"

"Mana kitab kitab pusaka Siauw Lim Sie?" Su Kay bertanya pula. "Kitab pusaka Siauw Lim Sie berada ditanganku" demikian jawaban dari dalam kabut. Jawaban Seng Kiong Sin Kun.

Su Kay menahan desakan hawa amarahanya, ia berpaling kepada Siauw Pek.

"Suasana sekarang telah berubah" katanya. "Karena itu pihak Siauw Lim Sie ingin maju dimuka. Tentang urusan pihakmu, Coh tayhiap suka apalah kau bersabar dahulu"

Coh Bun Koan menjawab mendahului Siauw Pek: "Sama sama menghadapi musuh siapa lebih dahulu siapa lebih belakang sama saja" Suara Nona Coh ini dingin sekali.

Su Khong Taysu merangkap kedua tangannya memberi hormat. "Terima kasih" katanya. Lalu dia mengawasi pada musuh. "It Tie

terkutuk. dimana kau? Masih kau tidak mau muncul untuk menerima kematianmu? Kau hendak menanti apa lagi?"

Didalam kabut itu terdengar pula suara Seng Kiong Sin Kun. "it Tie, kau keluarlah. Pergi kau menemui tiangloo Siauw Lim Pay kamu"

Sunyi sedetik itu, walaupun pada kedua belah pihak ada orang berjumlah lima ratus jiwa lebih. Suasana tapinya sangat tegang. Lalu dari kabut itu muncul It Tie, pendeta ketua Siauw Lim Sie yang murtad dan kabur itu. ia bertindak perlahan, dia beralis gomplok dan bermata besar, tubuhnya tinggi dan kekar. Dibatok kepalanya ada sejumlah titik pitak. tanda dialah seorang pendeta agung. Dipandang seluruhnya, dia bengis dan menyeramkan. Selama itu, dia tak membuka mulutnya. Kalau dia bukan tengah berjalan, dia mirip dengan sebuah patung.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar