Pedang dan Golok yang Menggetarkan Jilid 17

JILID 17

"Sulit untuk memastikannya, nona. Memang sip long pendiam akan tetapi dia tidak berontak atau berkhianat. Mungkin ada suatu sebab lainnya, entah apa itu..."

"Jikalau kau tidak keliru mengenali, adikku selanjutnya perlu kita berhati hati," Geng cun peringatkan-Kiamcu menghela napas.

"Gim ciu, kuharap bantuanmu untuk menyelidiki dia. Bersama sama Geng cun, aku akan berlagak pilon, supaya dia tidak curiga."

"Baiklah, nona. Aku harap didalam waktu satu bulan, dapat aku mengetahi rahasia sip long itu."

"Semua kiamsu sudah berangkat lama, sekarang baiklah kitapun pergi," berkata Geng cun kemudian-

"Aku harap. dengan kepergian ke Lam Gak ini, pihak kita akan berhasil membekuk salah seorang ketua empat partai besar itu," kata sang nona "Sungguh sombong " pikir Siauw pek. "Mudahkah akan membekuk ketua sebuah partai?"

Segera terdengar tindakan kaki perlahan, maka kiamcu itu bersama kedua orang budaknya sudah berjalan keluar dari kuil itu.

Menanti sampai mereka itu telah pergi jauh barulah Siauw Pek mendahului keluar dari tempatnya. Ia mengulur tangannya, untuk melempangkan tubuh yang telah mendekam sekian lamanya.

"Dimana mana kaum Rimba Persilatan sibuk mencari Kiu Heng cie Kiam, diluar dugaan, kitalah yang menemukannya," kata ketua ini perlahan-

Belum lagi Oey Eng atau Kho Kong menyahuti, tiba tiba mereka mendengar suara yang nyaring halus diluar kuil: "lnilah dia Inilah dianya "

Siauw Pek tercengang. Ketika ia menoleh ia melihat dimuka pintu menghadang seorang budak perempuan yang berbaju hijau. Romanya nampak gusar.

"Rupanya mereka telah ketahui kita bersembunyi tetapi mereka tidak mau segera memergoki." kata Oey Eng, berbisik. Siauw Pek memberi hormat. "Nona..." sapanya.

"Jangan bicara tentang persahabatan" berkata nona itu, dingin. "Lekas kamu habiskan jiwa kamu Apakah kamu hendak menanti hingga aku yang turun tangan?"

"Nona, kita tidak bermusuh satu sama lain..."

"Tak usah banyak bicara " kata pula nona itu ketus. "Dikolong langit ini, semua orang Rimba Persilatan adalah musuh musuh kiamcu kami, maka itu, meski kita tidak bermusuhan tidak dapat aku melepaskan kamu. Kamu telah bersembunyi atau mengumpet dikolong meja dan telah mencuri dengar semua perkataan kami, kamu telah melihat gerak gerik kami Bagian kamu ialah kematian " Melihat sinona bersikap keras itu Siauw Pek tertawa hambar. "Aku tidak mau bentrok dengan kamu, nona," katanya sabar. "Jikalau kau menganggap aku jeri, itulah keliru."

Kho Kong gusar sekali, hampir dia melompat menerjang nona itu, baiknya pada saat hatinya panas itu, mendadak ia ingat peristiwa dengan Thio Giok Yauw didalam rimba hingga ia menderita. Dia melihat sinona ini bersikap tenang tetapi keras sama seperti nona Thio itu.

Dengan sinar mata tajam, nona ini menatap Siauw Pek.

"Kau sombong ya?" katanya. "Rupanya kau berkepandaian  tinggi"

Berkata begitu, lalu bertindak maju.

" Lekas mundur " Siauw Pek berkata pada dua saudaranya. Ia melihat gerak gerik si nona.

Kho Kong dan Oey Eng heran Mereka melihat sinona bertindak perlahan benar sikapnya dingin, tetapi dia tak nampak seperti musuh. Pikir mereka: "Kalau nona ini tidak pandai ilmu silatnya, tentu dia mempunyai suatu kepandaian lain..." Keduanya mundur kepojok pendopo.

Kira-kira tiga atau empat kakijauhnya dari Siauw Pek, sinona baju hijau menghentikan tindakannya.

" Kelihatannya, diantara kamu bertiga, kaulah ketuanya..." katanya agak sabar.

"Bukan," Siauw Pek merendahkan diri. "Nona terlalu memuji" segera nona itu tertawa, dingin.

"Membunuh ular menghajar kepalanya, membekuk penjahat meringkus rajanya" berkata dia.

" Kaulah, kepala diantara kalian bertiga, waspadalah."

Kata kata itu diakhiri dengan digerakkannya tangan kanannya dari mana lalu melesat sebuah sinar putih bagaikan lilat,  menyambar secara membabat. Oey Eng terkejut. "Tidak disangka dia begini gesit" katanya didalam hati. Siauw Pek pun kaget tapi dia sempat lompat berkelit.

"Pantas kau sombong" kata sinona. "Kau benar liehay" Kembali nona itu maju mendekati.

siauw Pek bersiap sedia. Inilah sebab tadi si nona mengeluarkan pedangnya secara luar biasa cepat itu. Ia menghunus pedangnya, untuk dilintangkan didepan dadanya.

Tiba didepan siauw Pek tiga kaki, nona itu mendadak membungkuk, pedangnya terus meluncur menikam.

siauw Pek tidak menangkis, dia hanya memutar pedangnya mengurung tubuhnya. Karena ia menyerang, dengan sendirinya pedang mereka berdua beradu, hingga menerbitkan suara yang nyaring mendadak nona itu berlompat mundur, terus sampai diluar pintu, kemudian dengan satu lompatan, hilang lenyaplah dia dimalam yang gelap petang itu

"Toako, apakah dia terluka?" tanya Oey Eng. Dia heran orang mundur secara begitu rupa.

"Dia tidak terluka. Dia cuma kalah tenaga dalam. Karena dia menyerang terlalu keras, dia kena tergempur sendirinya."

"Hebat cara menghunus pedang nona itu," kata Kho Kong. "Jarang aku melihat kepandaian seperti itu. Apakah toako mengenali ilmu silatnya itu ilmu dari partai mana ?" coh Siauw Pek menggoyangkan kepala.

"Guruku pernah bercerita tentang pelbagai macam ilmu pedang tetapi tidak ada yang mengenali ilmu pedang nona ini."

" Entah siapa kiamcu berbaju hitam itu," kata Oey Eng menarik napas. "Rupanya dia bermusuh dengan semua partai persilatan dikolong langit ini."

"Mungkin," kata Siauw Pek setelah berpikir sejenak. " Entahlah tentang riwayat mereka, yang sudah pasti mereka terahasia. Kiamcu itu, yang bertubuh langsing, mestinya dia cantik, maka aneh, kenapa dia sengaja mengenakan topeng tidak karuan itu."

Berkata begitu, mendadak ia ingat sesuatu. lekas lekas ia memasukkan pedangnya kedalam sarungnya sambil berkata: "Mari lekas kita berlalu dari sini "

Oey Eng dan Kho Kong seperti mendapatkan serupa perasaan, maka begitu ketuanya mengangkat kaki, mereka lalu menyusul.

"Biar aku jalan didepan" kata Siauw Pek, berhati hatilah "

Bertiga mereka lari sampai empat atau lima mil, baru mereka memperlahan tindakan kaki mereka.

"Budak tadi belum kalah," kata Siauw Pek, "dia kabur untuk minta bantuan, jikalau mereka keburu datang, kita tak dapa mengelakkan suatu pertempuran hebat. Budaknya saja sudah begitu liehay, apalagi nonanya."

"Kau benar, toako," berkata Oey Eng. "aku lihat, sepak terjang kiamcu itu hampir mirip dengan tujuan toako."

siauw Pek terdiam, akan tetapi hatinya berguncang. Sekian lama, baru dia dapat menenangkannya. Kata ia: "Mungkin didalam dunia Kang ouw ini ada terlalu banyak orang yang mendendam sakit hati, sedangkan perkeadilan kaum Rimba Persilatan agaknya sedang goyang. Siapa lemah, dia dimakan, maka timbullah peristiwa peristiwa tidak adil Jikalau aku berhasil maka aku hendak menegakkan keadilan, untuk menerbitkan dunia Rimba Persilatan, atau sekurang kurangnya buat mencoba mengurangi malapetaka."

"Luhur cita citamu, toako." kata Kho Kong. "Suka aku membantu kau sekuat tenagaku, rela aku mengorbankan jiwaku " Dia berhenti sejenak. lalu menambahkan : "Kiamcu itu berpikiran luar biasa Bagaimana dia dapat menimbulkan Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati itu hingga Rimba Persilatan menjadi gempar karenanya? Toako, apakah kau tidak memikir buat menyebut suatu nama untuk tindak tanduk kita ini?"

"Apakah yang kau pikir?" "Shatee benar juga," berkata Oey Eng. "Hek-ie kiamcu menciptakan Kiu Heng cie Kiam, dia membuat dunia gempar dan gentar."

"Sebenarnya melihat urusanku, akulah yang paling tepat memakai nama Kiu Heng cie Kiam itu," berkata Siauw Pek. "Tapi tiba tiba dia telah mendahuluinya."

"Bagaimana jikalau toako memakai nama ceng Gie Cie Too," tanya Oey Eng, yang memberi saran "Tidakkah nama itu berimbang dengan Kiu Heng cie Kiam? Dia pedang, kita golok. dari namanya kita telah bagus."

ceng Gie Cie Too, berarti Golok Keadilan, nama itu lebih luka artinya daripada Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.

"ceng Gie Too Itulah bagus" seru Kho Kong. "Mari kita mencari bengkel besi, untuk membuat golok pendek yang diukirkan empat hurup itu. Pedang dan golok. sungguh sepadan "

Siauw Pek terdesak dia setujui nama itu.

Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan mereka, untuk mencari pandai besi, guna membuat goloknya. Tujuannya ialah Lam Gak. Mereka menyamar, tetapi tetap mereka berlaku waspada, supaya orang tidak mencurigai mereka. Mereka pula menukar cara, yaitu siang singgah, malam jalan-

Pada suatu hari, tanpa ada yang mempergoki, mereka sampai di wilayah Lam Gak. gunung selatan, yang nama aslinya ialah Heng San. Mereka pergi ke Lam Gak sie, yang terpisah tidak begitujauh lagi dari gunung itu.

"orang orang dari partai Siauw Limpay, Bu Tong pay dan lainnya tentu sudah berkumpul di liong san." berkata Oey Eng, "karena itu, kita tidak boleh berlaku sembarangan, Disekitar gunung tentulah ada penjagaan yang rapi. Aku pikir lebih baik kita singgah dahulu dirumah penginapan, buat beristirahat sekalian memusyawarahkan bagaimana tindakan kita selanjutnya Kita harus memikir daya yang sempurnya." siauw Pek berdiam. Dia berpikir keras. Ada sesuatu yang terlintas dibenak otaknya. Dia bagaikan tidak mendengar kata katanya sang kawan Bahkan dia terus menggumam.

Oey Eng dan Kho Kong melihat dan mendengar, tetapi kata kata ketua itu tidak tegas, hingga tak tahu mereka apa yang diucapkannya itu.

"Nampak toako memikirkan sesuatu, sampai semangatnya seperti meninggalkannya," kata Kho Kong. "Baik kita jangan menegurnya."

Oey Eng setuu, tetapi ia tidakjawab adik itu, ia hanya terus mengawasi ketuanya.

"Tak boleh" mendadak Siauw Pek berkata seorang diri. Ia bagaikan tersadar. "Tak dapat kita memaju langsung ke Lam Gak. Lebih dahulu kita cari pondokan-.."

Oey Eng tersenyum. Ternyata benar bahwa toako itu tidak mendengar kata katanya tadi. Ia tetap tidak mau menegur, ia juga tidak banyak bicara lagi. Ia memutar tubuh, buat membuka jalan.

Tatkala itu fajar baru tiba, cuaca masih remang remang, kebanyakan rumah penginapan masih belum membuka pintunya. Meski begitu, Oey Eng toh mencari sebuah, yang letaknya ditempat yang rada sepi. Ia mengetuk pintu, sesudah masuk kedalam, ia lalu minta disediakan barang makanan buat sarapan pagi. Satu malam mereka berjalan terus tanpa mengisi perut.

Siauw Pek duduk sambil tunduk otaknya masih tetap bekerja.

Kho Kong habis sabar.

"Toako, kau sedang pikirkan apa?" tegurnya kemudian-

Oey Eng berkata: "Toako, kalau kau memikirkan sesuatu, mari kita utarakan, supaya kita dapat membicarakannya bersama."

Ketua itu menatap kedua saudaranya. Dia tertawa. "Bukankah selama didalam kuil itu kita mendengar kata-katanya hek-ie kiam cu tentang keempat ketua partai besar hendak mengadakan  pertemuan di Lam gak sini?" Tanyanya. "Benar," sahut Kho Kong.

"Apakah saudaraku ingat partai-partai manakah itu "

"Itulah Siauw Limpay, Bu Tong pay Khong Tong pay dan Ngo Bie pay."

"Benar Sekarang aku ingat keterangan almarhum ayahku bahwa di puncak Yan In hong digunung Pek Ma San telah terbinasa ketua ketua dari keempat partai besar itu, bahwa kebinasaan mereka telah menerbitkan gelombang dalam dunia sungai telaga, kemudian entah bagaimana jalannya, telah tersiar berita luas yang mengatakan kebinasaan mereka itu karena dianiaya ayahku. Maka kejadianlah kesembilan partai besar bergabung dengan empat bun, tiga hwee dan dua pang, menyerbu Pek IHoPo hingga musnalah keluargaku. Dan sekarang, kenapa ketua yang baru dari keempat partai besar itu berkumpul ditempat ini?"

"Benar. Ada sesuatu yang mencurigakan dari hal berkumpulnya mereka semua itu," berkata Oey Eng.

"Mungkinkah tindakan mereka tersebut ada hubungannya dengan peristiwa lama itu?"

"Kita telah tiba disini, mesti kita cari mereka" Kho Kong turut bicara, "kita tak usah takut bahwa kita akan bentrok dengan mereka itu"

"Menurut aku tak perlu kita bentrok dengan mereka," kata Siauw Pek "paling tidak kita dapat bercampur gaul, sedikitnya berada didekat mereka untuk mendengar sebab musababnya, atau duduk perkaranya dari peristiwa dahulu itu."

"Mungkin inilah sulit."

"Memang sulit, tetapi apa daya lainnya ?" "Aku ada akal," kata Kho Kong.

"Kau tidak sabaran, saudara, tetapi kadang kadang kau teliti.

Nah, apakah pikiranmu itu?" "Kita berdaya menjadi pengikutnya keempat ketua partai-partai itu."

"Inilah sukar, kau harus ingat, pengikut mereka pasti terdiri dari para muridnya yang liehay."

"Jikalau bisa kita menyamar jadi murid murid keempat partai, untuk membikin partai yang satu menyangka kitalah murid partai yang lain, demikian sebaliknya. Walaupun mereka samua curiga tetapi mereka tentu tidak berani menanyakan satu pada lain." Siauw Pek setuju.

"Tapi sekarang, toako," berkata Oey Eng "paling dahulu kita mencari keterangan apa mereka telah tiba di Lam Gak ini dan dimana mereka mondoknya, Gunung Lam Gak luas beberapa mil dan puncaknya banyak sekali begitupun lembahnya. Tak mungkin kita mendatangi setiap puncak dan lembah."

"Ya, ini benar juga," kata Siauw Pek, yang mengernyit kening, "pula ada baiknya apabila kita dapat mencari tempat singgah dua belas anggotanya hek-ie kiam cu."

"Ada lagi yang aneh," Kho Kong campur bicara pula. "Merekalah ketua-ketua partai, kenapa mereka bukan membuat pertemuan digunungnya masing-masing tapi di daerah pegunungan ini yang terbuka buat umum? Gunung ini toh tidak ada hubungannya dengan mereka semua ?"

Siauw Pek mengangguk. Adik itu benar.

" Itu pula satu soal," katanya, "Itupun perlu kita cari tahu." "Mungkin urusan itu penting sekali maka juga ketua empat partai

itu memilih gunung Lam Gak ini, maksudnya supaya orang-orang dalam mereka, yang berkedudukan tinggi, tidak mengetahui sepak terjang mereka ini." Siauw Pek melihat kelangit rumah.

"sekarang ini kita tetapkan dahulu akan mencari tempat singgah mereka" katanya. "Kalau begitu, mari kita beristirahat." berkata Oey Eng. "Besok kita menyamar, terus kita pergi kegunung untuk memasang mata dibagian yang penting, mungkin kita tetlah mendahului hek ie kiamcu. Syukur apabila kita dapat melihat mereka itu." Siauw Pek akur, terus ia mengajak kedua saudara itu masih tidur.

Satu malam lewat. Besoknya pagi-pagi, setelah bersantap dan berdandan, segera mereka berangkat. Dalam waktu setengah hari, tiba sudah mereka di kaki gunung Lam Gak. dibawah puncak utama. Mereka memperhatikan sekitarnya, untuk menjanjikan tanda-tanda, kemudian mereka berpisah ketiga arah.

siauw Pek menyamar sebagai seorang pemotong kayu, pedang dan goloknya disembunyikan dalam seikat rumput dan digendong di punggungnya. Ia mengambil tempat disebuah jalan cagak. yang mempunyai dua jalan kecil, satu untuk naik ke puncak. satu pula buat menuju lembah. Bebannya diletakkan disisi sebuah batu besar. Ia sendiri duduk bersandar dibatu itu, berlagak seperti tengah mengaso. Satu jam sudah dia menanti, tak ada seorang juga yang lewat disitu. Hampir ia habis sabar, tapi tiba tiba ia melihat seorang muncul dari balik tikungan jalan-

orang itu berusia kira-kira empat puluh tahun Dia memikul kayu, jalannya cepat. Didekan Siauw Pek, mendadak dia berhenti dan mengawasi, lalu menyapa: "Kau tentu orang yang baru pindah kemari, sebelumnya tidak pernah aku melihat kau."

"Ya, aku pindah belum lama," sahut Siauw Pek. Ia khawatir penyamarannya nanti diketahui. Diam-diam dia mengawasi, untuk mencari tahu orang mengerti silat atau tidak.

Orang itu tertawa.

"Tak salah terkaanku Apa ini yang pertama kali kau mencari kayu

?" Siauw Pek mengangguk. kemudian ia mohon petunjuk orang itu.

Situkang kayu menarik napas. "Sekarang sulit," katanya. "Dulu banyak juga pencari kayu disini, sekarang tinggal aku sendiri. Bagus kau datang, kau dapat jadi kawanku." " Kenapa kau tinggal sendirian, saudara?" tanya siauw Pek. Ia pikir sesuatu. Apa itu disebabkan jalan sukar dan gunungnya tinggi. Tukang kayu itu menggeleng kepala. Dia menunjuk lembah.

"Selewatnya tikungan itu, disitu terdapat banyak pohon cemara tua dan lainnya, yang kayunya bagus untuk kayu bakar," katanya, "memotong kayu disitu, sebentar saja kita dapat satu pikul."

"Sekarang bagaimana? Apakah pohonnya sudah habis disebabkan banyak orang yang mengambil kayu?" Siauw Pek tanya.

Tukang kayu mengisi pipanya, dia menyulut dan menyedot. "Bukan," sahutnya. " Lembah itu luas seratus mil lebih, kayunya

banyak. tak akan habis puluhan tahun-.." Siauw Pek heran-

"Habis, apakah sebabnya ?" dia bertanya. Tukang kayu itu menatap.

"Untung saudara belum memasuki lembah itu," katanya. "Kalau kau pergi kesana, tentulah sekarang kita tidak dapat berbicara seperti ini..."

" Kenapakah begitu, saudara?" Siauw Pek menegaskan.

"Sejak kira kira setengah tahun yang lalu, lembah itu kedatangan dua ekor binatang aneh," menerangkan tukang kayu itu. "Binatang itu tinggi dan besar seperti manusia, larinya cepat seperti terbang. Pernah mereka melukai belasan tukang kayu. Karena itu, orang takut pergi kesana."

"Pantas tak ada orang lewat disini..." pikir Siauw Pek. Lalu ia bertanya: "Tapi kau, saudara, kenapa kau tidak takut ?"

"Mulanya aku takut, belakangan tidak..." "Apakah sebabnya?"

"Pada suatu hari habis minum arak. aku pergi kebelakang  gunung sana," berkata tukang kayu itu. "Ketika itu aku setengah mabuk. Aku tidak menemukan sesuatu, perlahan lahan aku jadi berani. Aku masih lebih jauh. Hari lewat hari, aku terus pergi kesana, bahkan masuk lebih dalam. Selama empat bulan lebih, aku tetap tidak melihat binatang aneh itu. Aku menyangka kedua binatang berdiam saja didalam, tidak pergi keluar."

"Mungkinkah mereka sudah meninggalkan gunung ini."

"Aku juga menduga demikian, pernah aku mengajak beberapa kawan untuk pergi mencari tahu tetapi tidak ada yang berani menemani aku. Aku sendirian saja takut menempuh bahaya. Nah, saudara, mari kita berjalan bersama"

"Silahkan saudara berangkat lebih dahulu. Aku hendak menantikan seorang teman."

"Teman ?" kata tukang kayu itu heran Dia menatap Siauw Pek, lalu dia pergi. Siauw Pek mengawasi orang berlalu, terus ia memandang kelembah.

"Kalau benar ada dua makhluk berbahaya itu, perlu aku menyingkirkannya," pikirnya, "Mereka membahayakan dan menyusahkan semua orang..." Begitu berpikir, segera pemuda itu menuju ke lembah senjatanya disiapkan-Benarlah, dilembah itu terdapat hutan cemara.

Siauw Pek masuk lebih jauh sampai seratus tombak lebih. Ia tetap tidak menemukan sesuatu maka ia makin percaya kedua binatang galak itu sudah pindah gunung.

Tengah Siauw Pek berpikir, tiba tiba ia mendengar suara orang. Ia heran, segera ia menyembunyikan diri didalam semak semak yang lebat.

Beberapa tombak jauhnya, dua orang muncul dari balik pohon pohon cemara. Mereka itu berjalan berendeng. Yang dikiri, usianya kira kira tiga puluh tahun, berpakaian hijau seluruhnya dan mukanya pucat. Dia menyandang sebilah pedang. Yang dikanan berumur lima puluh tahun lebih, kumisnya putih, bajunya hitam, dia tidak membawa senjata.

"Katanya ketua-ketua empat partai Siauw Lim, Bu Tong, Kho Tong dan Ngo Bie hendak mengadakan pertemuan di Lam Gak ini, entah untuk urusan apakah itu?" kata orang yang muda, si serba hijau.

"Urusan mereka tak ada sangkut pautnya dengan kita," sahut si orang tua. "Entah apa sebabnya, hweecu kita sangat memperhatikannya dan memerintahkan untuk mencari tahu tempat rapat mereka itu. Inilah kerjaan sulit. Empat partai besar itu banyak muridnya. juga adalah satu larangan besar buat satu partai menyelidiki lain partai, bisa bisa terbit perselisihan karenanya . . . "

"Hweecu" ialah ketua hwee partai.

"Biasanya hweecu bekerja dengan teliti, mungkin ia telah  memikir suatu jalan yang sempurna."

Berdua mereka berbicara sambil berjalan terus, hingga suara mereka lenyap.

"Kalau begini, rupanya disini telah ada orang Rimba Persilatan," pikir Siauw Pek. "Mereka muncul dari dalam lembah, mungkin mereka telah memindahkan pusatnya kemari. Mereka menyebut hweecu, entah hwee yang mana yang berada disini..."

Sambil keluar dari tempatnya sembunyi, siauw Pek berpikir terus: "si tukang kayu tadi bicara dari hal binatang aneh, mungkin itulah binatang palsu, ialah orang hwee ini yang menyamar. Tak perlu aku masuk lebih dalam, baik aku pergi melihat Oey Eng berdua..."

Selagi pemuda ini berjalan, terdengar suara bentakan dingin "Berhenti" Ia terkejut, segera ia menoleh. Maka ia melihat

seorang tua dengan tubuh kurus kerung, matanya juling, alisnya tebal, hingga romannya jadi luar biasa sekali. Dia pula berkumis putih. Pakaiannya hitam seluruhnya. Dia berdiri sejarak tujuh delapan tombak.

"orang ini liehay ilmu ringan tubuhnya," pikir Siauw Pek. "Kapan dia datang ? Kenapa aku tidak tahu ?" Tapi ia bersikap tenang, segera ia bertanya : "Lootiang, ada urusan apakah ?"

Mata orang itu bersinar tajam^ "Kau berdandan begini macam, kau pula membawa senjata tajam, dandananmu tidak seragam" katanya, nadanya tetap dingin. "Mungkinkah kau seorang murid yang baru keluar dari rumah penguruanmu ? Heran, kenapa gurumu menugaskan kau sebagai seorang mata mata?"

Sejenak. siauw Pek melihat tubuhnya sendiri. Pakaiannnya terbuat dari kain kasar, dikanan dikiri ada pedangnya:

"Aku bukannya mata mata," ia menyahut, sabar. "Secara tak sengaja aku tiba disini." orang itu mendadak tertawa, suaranya tak sedap didengarnya.

"Tahukah kau siapa loohu?" tanyanya. Dia menyebut dirinya "loo hu" siorang tua^

"Tidak." sahut sianak muda.

"Apakah kau pernah mendengar suara tawa loohu ini?" tanyanya pula. Ia tertawa pula dua kali^ kering dan tak sedap.

Siauw Pek tidak kenal tawa itu, yang hampir mirip suara dua ekor katak lagi berkelahi.

"Mungkin dia seorang yang terkenal dan tawanya ini seperti lambang untuk mengenalnya. Sayang pengalamanku kurang luas", pikirinya. orang tua itu merasa heran. Sianak muda itu tidak menjawab pertanyaan itu.

"Loohu saja kau tidak dapat menerka" kata orang tua itu, kembali ia tertawa dingin. " Inilah bukti betapa untuk dunia Kang ouw" Dari keroman bengis, orang tua itu tampak sabar.

"Apakah kau dari Siauw Pek ?" kemudian dia tanya lagi. "Bukan," Siauw Pek menjawab.

"Kalau bukan, apakah kau dari sembilan partai lainnya ?" "juga bukan."

orang tua itu berpikir lekas. "Dia masih hijau tapi agaknya dia tahu tentang pelbagai partai. Apakah ia berpura pura ? Dia aneh. Tak dapat aku terpedayakan dia " Maka dia bertanya pula. "Kau bukan orang partai, tapi kau tentu mempunyai asal usul. Siapakah gurumu?"

Siauw Pek pun berpikir cepat, "Tadi dia bengis, sekarang dia lunak. mesti ada sebabnya. Tak dapat aku dijebak dia " Maka ia menjawab perlahan. "Saudara lama guruku mundur dari dunia Kang ouw, kalau aku sebut namanya mungkin lootiang tidak tahu, maka itu lebih baik aku tidak memberitahukan."

Tak disangka, dia bicara merendah, tapi sebaliknya, dia justru menimbulkan kecurigaan orang tua itu lalu bertindak menghampiri dan terus meluncurkan tangan kanannya guna menjambak. Tapi, terpisah satu kaki dari tubuh lawan, tangannya itu dihentikan-

Diam diam Siauw Pek sudah meraba gagang pedangnya, bersiap untuk melawan-

Wajah orang tua kurus kering itu menunjukkan kesangsian Ia heran orang demikian berani. Ia pula tidak mengenal anak muda ini. Setelah hening sejenak itu, ia bertanya. "Kenalkah kau dengan gerakan tanganku ini ?"

Siauw Pek cuma belajar silat pedang dan golok. ilmu silat tangan kosong ia tidak kenal kalau toh ia bisa menggunakan tinju atau jari tangannya, itulah semua gerak gerik pedang dan golok. Maka itu, ditanya demikian rupa ia menjawab, "Aku tidak kenal."

"Kiranya kau tidak tahu apa artinya liehay " kata si orang tua, yang tertawa dingin. "Berusan aku menyangka kaulah seorang yang memandang kematian bagaikan orang mau pergi pulang..."

Siauw Pek melihat tangan orang belum ditarik kembali. Ia berkata. "Andaikan kau menyerang dengan tanganmu, apakah yang harus ditakutkan ?"

"oh, bocah tak tahu mampus atau hidup " seru si orang tua gusar. "Jikalau loohu hendak mengambil jiwamu, sudah sedari tadi kau hilang jiwa ditanganku ini " Siauw Pek tertawa hambar. "Lootiang, kau sombong " katanya. "Sungguh aku tidak mengerti, tanganmu ini bagaimana dapat membuatku binasa " si orang tua bertambah gusar.

"Benar benarkah kau hendak mencobanya?" tanyanya. "Baik cobalah " sahut si anak muda.

orang tua itu hendak menyerang, akan tetapi, melihat orang demikian tenang, ia menjadi heran sekali. Maka ia mencoba menguasai diri untuk berlaku sabar. Katanya: "Bocah, lihat tanganku ini, yang akan mengancam dua belas jalan darahmu. Tahukah kau aku hendak menyerang jalan darah yang mana?"

"Semua jalan darahpun boleh" menjawablah Siauw Pek gagah. orang tua itu bertambah heran.

"Kalau aku mengincar tetapi lalu merubah tujuan ditengah jalan, dapatkah kau melindungi dirimu ?" tanya dia "Bukankah kau hanya menanti buat menerima binasa ?"

"Asal aku menggerakkan pedang ku satu jurus, aku akan dapat menutup dua belas jalan darahku" kata Siauw Pek. "Berbareng dengan itu, akupun akan memaksamu menarik kembali tanganmu dan mundur"

"Begitu?" kata siorang tua, heran "Aku tahu tentang  ilmu pedang Bu Tong pay dan Kun Lun pay, mereka dapat menyerang dan membela diri, tetapi aku belum pernah dengar tentang jurus yang kau sebutkan itu, apa lagi dengan satu jurus kau juga berbareng bisa menutup ilmu silatku yang bernama Ngo Kwie Souw Hun" Ilmu silat orang tua itu berarti "Lima setan merenggut sukma".

"Mengenai ilmu pedang kedua partai yang lootiang sebutkan itu, itulah dikarenakan mereka mempunyai kelemahannya masing masing" berkata Siauw Pek. "Dan, sebaliknya ilmu silatmu ini, lootiang, aku lihat tak ada kesulitannya buat memecahkannya." Kembali kecurigaan si orang tua bertambah. orang sangat tenang bicaranya dan lancar. "Melihat sikapnya ini dan mendengar kata katanya, mungkin dia benar," pikirnya. "Dia aneh, dia seperti masih hijau, tapi juga bagaikan sudah berpengalaman banyak. Dia tidak mau menyebut asal usulnya, dia juga bicara besar. Rupanya, jikalau aku tidak mempertunjukkan kepandaianku, dia tentu tidak akan terpaksa memperlihatkan diri asalnya..."

Karena memikir begini, orang tua itu lalu berseru: "Hati hatilah kau" dan lima jari tangan kanannya segera bekerja

Siauw Pek telah siap sedia. Ia mundur satu tindak. untuk menghunus pedangnya. Kemudian diputarkan, guna melindungi tubuhnya. Maka benarlah, seperti apa yang dikatakannya, tubuhnya segera terjaga seluruhnya.

Itulah salah satu jurus dari Tay Pei Kiam hoat, Ilmu Pedang Mahakasih, yang diberi nama "Siang Im Liauw Jiauw", Mega Indah Melilit Berputaran-.

orang tua itu menghentikan serangan dengan mendesak. dia mengawasi si anak muda.

"Ilmu pedang yang liehay" serunya. "Sepuluh tahun  aku menyiksa diriku mempelajari ilmu silatku ini, aku percaya tidak ada orang Kang ouw yang bisa memecahkannya, siapa tahu, justru aku gunakan pada pertama kali ini, segera dapat ditundukkan" Berkata begitu, orang tua ini nampak kecele dan masgul sekali. Dia berduka.

"Apakah yang dibuat menyesal dan berduka?" pikir Siauw Pek. "Aku toh tidak melukaimu?" Tapi karena orang berputus asa, ia lalu berkata: "Tak usah kau berduka, lootiang, mungkin ilmu pedangku ini memang istimewa guna mematahkan ilmu silatmu.."

"Ah... sudah, saudara kecil, tidak usah kau menghibur aku," kata orang tua itu, yang lalu memutar tubuhnya, dan berlalu dengan tindakan lesu.

"orang tua ini tampaknya jahat tetapi ternyata baik," pikir Siauw Pek. "Tadipun dia menyerangku secara berhati hati, seperti dia khawatir akan melukai aku..." Memikir demikian, dengan segera dia memasukkan pedangnya kedalam sarung dan lompat menyua "Lootiang, tunggu" ia memanggil. Iapun lalu memberi hormat. orang tua itu menghentikan tindakannya, dia memutar tubuh.

"Ada apa, saudara kecil?" tanyanya. Kali ini suaranya sungkan. "Maat, lootiang, aku ingin bertanya," kata si anak muda: "Sudah

lamakah lootiang berdiam digunung ini?"

"Lama, kira kira sepuluh tahun" sahut si orang tua itu. "Sudah sepuluh tahun?" ulang sianak muda.

"Yah, benar" orang tua itu memastikan "Dalalm sepuluh tahun itu, siang, malam aku melatih Ngo Kwie Souw Hun, tetapi aku tidak menyangka, ilmu yang aku kira istimewa itu, sekarang kena dipecahkan olehmu, saudara kecil. oh, rupanya aku harus menyekap diriku sepuluh tahun lagi didalam gua, untuk berlatih lebih jauh, baru aku dapat muncul pula di dunia Kang ouw..."

Berkata begitu, mata si orang tua bersinar tajam.

"Lootiang," kata pula si anak muda, "karena lootiang telah menyekap diri sepuluh tahun, pastilah lootiang bukannya anggota dari empat bun, tiga hwee dan dua pang..."

"Bukan, bukan Selama sebelum berdiam di sini, loohu biasa mengembara seorang diri saja."

"Tadi ada dua orang lewat disini, apakah mereka itu murid murid lootiang?"

"Loohu tidak punya murid."

"Lootiang, sudah sepuluh tahun lootiang hidup menyendiri, kenapa lootiang masih tidak dapat menghilangkan pikiran untuk mendapatkan nama besar? Pula barusan, lootiang bukannya kalah."

orang tua itu menarik napas. Katanya: "Dulu, sebelum loohu hidup menyendiri, pernah loohu dikalahkan jago jago Bu Tong pay dan Kun Lunpay, maka itu loohu lalu mempelajari ilmu guna memecahkan ilmu pedang kedua partai itu, untuk mencuci bersih malu itu, tetapi sekarang, belum lagi loohu meninggalkan lembah ini, loohu telah dikalahkan olehmu, saudara kecil. Maka aku percaya, selama sepuluh tahun yang lalu itu, mungkin kedua musuhku juga sudah melatih dirinya lebih jauh hingga mereka mendapat kemajuan besar." orang tua itu berhenti sebentar, kembali dia menghela napas.

"Ah, rupa rupanya, harapanku untuk mencuci malu itu tak bakal terwujud," katanya pula. "Karena aku tidak dapat mencuci malu itu, bagaimana aku punya muka buat muncul lagi di dalam dunia Kang ouw? Lebih baik aku terus menyekap diriku dilembah ini, sampai aku akhiri hidupku didalam gua."

"Maaf, lootiang, aku masih hendak menanya satu kali lagi," Siauw Pek berkata pula. "Kenapa lootiang bentrok dan bertempur dengan dua orang jago Bu Tong dan Kun Lunpay itu?"

Lagi lagi orang tua itu menarik napas.

"Baiklah," jawabnya. "Walaupun loohu kalah dari kau, saudara kecil, loohu toh mengagumimu, maka hari ini, aku hendak melampiaskan rasa penasaran yang telah terpendam lama didalam dadaku. Mungkin, kalau bukan sekarang ini, tidak ada waktu lainnya bagiku melepaskan rahasiaku yang pepat ini."

ia menengadah kelangit, memandang awan biru yang luas tak berbatas. Kembali ia menarik napas panjang, baru ia melanjutkan kata katanya: "Itulah peristiwa yang menggemparkan pada belasan tahun yang lampau. Seluruh Pek Ho Po termusnahkan didalam waktu satu malam..."

Mendengar sampai disitu, dada Siauw Pek bergolak. darahnya mendidih, hampir dia tidak sanggup mempertahankan diri. Tubuhnya mendadak limbung, hingga ia mesti mundur lima enam tindak. baru ia bisa berdiri tegak.

Si orang tua heran menyaksikan keadaanpemuda didepannya itu, hingga ia tercengang mengawasinya .

"Kau kenapakah, saudara kecil," tanyanya. Terpaksa Siauw Pek mendusta, sahutnya: "Aku mempunyai penyakit jantung, yang suka kumat seketika, sebentar kumat, lalu sembuh pula. Harap lootiang tak usah menguatirkan aku."

orang tua itu menatap. ia mengawasi beberapa lama, matanya bersinar tajam.

"Aku lihat, saudara kecil, kau tidak mirip orang yang suka menderita sakit," katanya. Dia tetap merasa heran.

"Inilah penyakit ringan, yang tidak berarti. Silahkan lootiang bicara terus."

orang tua itu menurut. Dia menyambungi: "Ketika itu, orang orang yang ikut ambil bagian didalam penyerbuan, hampir terdiri dari semua partai besar, sebab disamping sembilan pay terhitung juga empat bun, tiga hwee dan dua pang. Karena itu walaupun setiap orang Pek Ho Bun liehay ilmu silatnya, sukar untuk mereka melakukan perlawanannya . . . "

"Pek Ho Bun cuma sebuah partai kecil, kenapa dia bermusuh dengan delapan belas partai besar itu dan sampai mesti diludaskan juga?"

"Itulah karena ketua Pek Ho Bun, yaitu coh Kam Pek adalah seorang gagah yang luar biasa. Dia bersemangat, dia pandai bergaul. Dia menerima banyak murid hingga partainya lalu naik nama, hampir menyaingi sembilan partai besar lainnya. Tapi penyerbuan disebabkan sebuah peristiwa dipuncak Yan in Hong di gunung Pek Masan Disana ketua ketua dari empat partai besar, yaitu Siauw Limpay, Bu Tong pay, Khong Tong pay dan Ngo Biepay, kedapatan terbinasakan secara rahasia. Menurut kabar, serentak dengan itu terbinasa juga orang orang liehay dari Kun Lunpay dan Hoa Sanpay serta keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang itu. Peristiwa itu mengejutkan dan menguatirkan dunia Rimba Persilatan semuanya. Pihak partai partai itu lalu mengirim orang keempat penjuru angin untuk mencari si pembunuh. Kemudian, entah apa sebabnya kesalahan dilontarkan kepada Pek HoBun, sehingga akhirnya terjadilah penyerbuan yang menggemparkan itu, yang maha dahsyat."

"Didalam sembilan partai besar itu mesti ada orang orang yang sadar dan cerdas, mungkinkah mereka itu main hantam kromo saja, membiarkan seratus jiwa manusia tanpa pilih bulu lagi?"

"Menurut kabar," si orang tua melanjutkan, "ketika peristiwa pembunuhan ganas itu terjadi, orang mendapatkan coh Kam Pek dan istrinya muncul dipuncak yang bercelaka itu. Kabar itu didapat dari murid murid pelbagai partai itu, tentang kenyataannya, loohu tidak tahu suatu apa, bahkan sampai sekarang ini, mungkin tidak ada jalan untuk mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya. orang umumnya percaya habis kabar itu, akan tetapi loohu bersama dua orang rekanku bertanggapan lain-Justru itulah maka loohu bentrok dengan dua orang jago Bu Tong pay dan Kun Lunpay dan kena dilukai mereka itu."

Siauw Pek memberi hormat kepada orang tua itu, sambil memberi hormat, ia berkata: "Locianpwee, perbuatan locianpwee itu ialah yang dibilang umum mabuk arak. sendiri insaf sadar. Didalam kekuatan itu, locianpwee sadar sendiri, bahkan locianpwee berani mengajukan diri menentang pendapat umum itu. Locianpwee, boanpwee kagum sekali terhadap locianpwee Nah, sudahkah locianpwee memberi tahukan, siapa kedua rekan yang sadar dan mulia itu, supaya apabila diwaktu lain boanpwee bertemu dengan mereka dapat boanpwee menghaturkan hormatku?"

orang tua itu merasa heran akan sikap orang pemuda ini, akan tetapi dia tidak menanyakan sesuatu, dia hanya menjawab: "orang yang satu itu ialah Hie Sian cian Peng Dewa ikan. Dia sangat gemar ikan, maka dia suka merantau mencari pelbagai macam ikan, sebelum dapat, dia belum merasa puas. Yang lainnya ialah Tiat Tan Kiam kek Thio Hong Hong si Nyali Besi, jago Kang ouw yang kenamaan Guna menangkap seekor ikan, cian Pen sudah pergi jauh ke Lam Hay, dan Thio Hong Hong pergi karena sakit isterinya, selanjutnya, karena loohu mengundurkan diri, loohu tidak tahu menahu lagi, loohu tidak mendengar tentang mereka itu." Wajah Siauw Pek guram, tetapi dia memberi hormat pula sambil berkata: "Loelanpwee harap maaf buat perbuatanku tak pantas tadi. Boanpwee tidak tahu bahwa looelanpwee adalah seorang gagah perkasa dan mulia."

orang tua itu heran, katanya didalam hati: "Aku yang memaksa kau turun tangan, kenapa kau yang minta maaf?"

Sementara itu, Siauw Pek bingung sendirinya. Katanya didalam hati: "Bagaimana aku dapat mencegah orang tua ini menyekap pula dirinya didalam gua?"

Sementara si orang tua, habis bercerita, segera bertindak kedalam rimba. Dia mau mewujudkan keputusan buat menyekap  diri lebih jauh.

"Eh, loocianpwee Loocianpwee mau pergi kemanakah?" tanya Siauw Pek. menyusul.

" Loohu mau kembali ke gua ku" sahut orang tua itu. "Loocianpwee, telah lama kita berbicara, boanpwee masih belum

ketahui she dan nama loocianpwee," berkata Siauw Pek si anak muda yang masih memikirkan jalan untuk mencegah maksud orang.

"Panglima yang kalah perang, dia tidak dapat dikatakan gagah," berkata orang tua itu, "maka itu lebih baik aku tidak menyebutkan she dan namaku " Kembali ia memutar tubuh untuk berlalu kedalam rimba.

"Loocianpwee" kata si anak muda, bingung. "Loocianpwee bukannya kalah Kenapa loocianpwee begini tawar hati?"

orang tua itu menoleh, katanya sungguh sungguh: "Sepuluh tahun aku mempelajari ilmu silatku, aku percaya, dengan itu dapat aku muncul pula didalam dunia Kang ouw, siapa tahu ilmuku itu dapat kau pecahkan, saudara kecil Mana aku ada muka untuk muncul pula?"

Siauw Pek melihat wajah orang guram, ia merasa sulit buat menghibur pula. Karena itu, mendadak ia tertawa hambar. Katanya: "Loocianpwee mau kembali keguamu, untuk mati di dalam lembah, buat berkawan dengan segala rumput dan pohon kayu, itulah satu soal, tetapi rupanya loocianpwee tidak ingat, warisan apa yang loocianpwee bakal tinggalkan karena loocianpwee mengambil keputusan cepat ini Tahukah loocianpwee bahwa Rimba Persilatan bakal mengalami malapetaka yang hebat?" orang tua itu heran, dia menjadi tidak senang.

"Ancaman bencana apakah itu?" tanyanya gusar.

"Menurut apa yang boanpwee ketahui, selama ini sudah timbul gelombang baru dunia Kang ouw telah diliputi hawa pembunuhan besar besaran Dan semua itu adalah akibat bicara iseng iseng loocianpwee dahulu"

"Apakah itu?" tanya siorang tua. Dia makin heran.

" Delapan belas partai besar mengatakan kebinasaan ketua empat partai adalah perbuatan coh Kam Pek suami istri," Siauw Pek memberikan keterangan, "mereka itu mungkin benar. Tetapi loocianpwee mengatakan sebaliknya. Inilah bukti loocianpwee berani dan mulia. Tapi loocianpwee pendapatmu itu menentang semua partai itu, inilah bibit perselisihan Kalau nanti loocianpwe muncul pula, bukankah loocianpwee akan dibenci suara terbanyak? Apakah itu bukan berarti warisan bencana?"

"Memang itulah anggapanku, walaupun aku tak dapat memberikan buktinya," berkata si orang tua, "Biar bagaimana didalam hati, tetap ada kecurigaan. Hal itu tak dapat dibantah pihak Bu Tong dan Kun Lun, hingga karenanya mereka jadi membenci dan menyerang aku."

"Tahukah loocianpwee bahwa sekarang ini telah muncul satu rombongan baru yang menentang kedelapan belas partai itu?" Siauw Pek bertanya. "Pemimpin rombongan itu adalah seorang yang masih dalam rahasia." Hati orang tua itu tertarik.

"oh, begitu?" katanya. "Itulah aku tak tahu." "Aku bicara sejujurnya, loocianpwee. Rombongan itu adalah suatu kenyataan Mereka telah membuat lambang merupakan sebuah pedang pendek yang diukirkan empat huruf "Kiu Heng cie Kiam" artinya pedang sakit hati. Telah tak sedikit orang Kang ouw yang terbinasa diujung pedang pendek itu." orang tua itu diam berpikir.

"Tapi apa sangkut pautnya mereka denganku?" dia bertanya. "Rombongan itu membunuh tanpa merampas barang milik atau

menculik kaum wanita," Siauw Pek menjelaskan lebih jauh. "Karena itu dunia Kang ouw merasa mereka adalah turunan dari keluarga coh. Katanya turunan coh Kam Pek itu telah mendapat guru yang liehay, yang mengajarinya ilmu silat, maka dia sekarang muncul didunia Kang ouw guna menuntut balas sakit hati coh Kee Po"

"Peristiwa coh Kee Po adalah peristiwa penasaran paling besar dalam dunia ini Kalau benar coh Kam Pek masih ada turunannya, putra atau putrinya, itulah bukti thian ada matanya."

"Peristiwa sudah berlalu belasan tahun yang lampau," kata Siauw Pek pula, "andaikata coh Kam Pek mempunyai turunan, nampaknya sulit buat mencari tahu duduk soal yang sebenarnya, maka itu loocianpwee, kau gagah perkasa, aku juga tidak takuti orang yang berjumlah banyak itu, sudah selayaknya kau muncul lagi dalam dunia Kang ouw, buat menjelaskan anggapanmu itu, guna mencari bukti yang kuat, guna dihadapkan semua orang Rimba Persilatan, agar mereka ketahui duduk peristiwanya. Denganjalan itu saja penasaran dan sakit hati keluarga coh dapat dilampiaskan Bukankah itu akan memuaskan loocianpwee?"

si orang tua berpikir keras, dia menatap anak muda itu.

Siauw Pek berhenti sebentar, lalu dia menambahkan: " Umpama rombongan baru itu bukan turunan keluarga coh, bahwa mereka bekerja untuk meminjam nama saja, buat mewujudkan maksud mereka, juga loocianpwee dapat menganjurkan mereka buat membubarkan diri atau mereka itu dianjurkan membela keadilan, buat membela pihak keluarga coh, supaya pada akhirnya nanti, penasaran kaluarga itu dapat dilenyapkan Loocianpwee, biar bagaimana, tak dapat loocianpwee berpeluk tangan saja membiarkan peristiwa berlarut larut dengan ada kemungkinan menjadi hebat"

Kedua mata sicrang tua bersinar tajam, kembali dia menatap si anak muda.

"Sebenarnya, siapakah kau?" tanya dia heran. "Kenapa aku sangat memperhatikan urusan keluarga coh itu?"

Ditanya begitu, mendadak Siauw Pek memperlihatkan roman sungguh sungguh. Tapi sebelum menjawab, ia sudah menunduk untuk memberi hormatnya, kemudian barulah ia berkata: "Untuk ayah bundaku loocianpwee telah mendendam rasa tak puas dan sudi tinggal menyendiri didalam lembah ini belasan tahun, oleh karena itu jikalau aku tidak memberitahukan asal usul diriku yang sebenarnya, takpuas hatiku." Wajah orang tua itu memperlihatkan roman sangat heran. Kembali dia menatap.

"Jadi kaulah keturunan keluarga coh itu?" ia menegaskan "Boanpwee bernama coh Siauw Pek." berkata Siauw Pek,

menjawab. "coh Kam Pek yang mengandung dendam hebat itu ialah ayahku almarhum."

"Ah, aku tidak percaya" kata orang tua itu.

"Boanpweelah keturunan keluarga Coh itu, jikalau boanpwee mendusta, biarlah Thian membinasakan dan bumi memusnahkannya " berkata Siauw Pek sungguh sungguh. orang tua itu menarik napas panjang.

"ohJadi kau datang kemari untuk mencari loohu?" tanyanya. "Sebenarnya boanpwee datang kemari untuk menyelidiki gerak

gerik ketua ketua dari Siauw Limpay, Bu Tong Pay dan Khong Tong

Pay, yang katanya hendak berapat disini," si anak muda menerangkan dengan terus terang, "adalah sangat diluar dugaan, boanpwee dapat bertemu dengan loocianpwee." "Apa ? Ketua keempat itu mau berapat di sini?" tanya si orang tua itu heran-

"Benar" "Sungguh aneh "

"juga kebetulan saja boanpwee mendengar hal mereka itu mau berkumpul digunung Lam Gak ini. Belum banyak orang Kang ouw yang mengetahuinya."

"Mereka masing masing mempunyai pusatnya, kenapa mereka mau datang kemari? Aneh "

"Locianpwee," siauw Pek memotong. Kembali ia  memberi hormat. "Tentang diri boanpwee, telah boanpwee jelaskan, maka sekarang boanpwee hendak bertanya, sudikah loocianpwee memberitahukan she dan nama loocianpwee ?" orang tua itu menghela napas.

"Mungkin sekali orang kang ouw telah melupakan loohu..." sahutnya perlahan Ia diam sejenak. lalu tertawa perlahan Katanya: "Gelombang sungai Tiang Kang yang dibelakang mendorong gelombang yang didepan, begitupun manusia, angakatan muda memenangkan angkatan lama Loohu mengira penasaran keluarga coh bakal terpendam buat selama lamanya tak ada jalan untuk memecahkan rahasianya, tak disangka keluarga itu mempunyai turunan sebagai kau, anak. turunan yang gagah perkasa"

"Loocianpwee terlalu memuji boanpwee," katanya merendah. orang tua itu tertawa.

"Selama hidupku, sangat jarang aku memuji orang " katanya, "Kalau aku memuji, mesti ada sebabnya, dan dengan sesungguh hati. Entah dari siapa kau mendapat kepandaian ini maka didalam usia begini muda telah begini liehay ilmu silatmu ?"

Untuk sejenak Siauw Pek bersangsi, tetapi akhirnya ia menyahut: "Dengan sebenarnya tak berani boanpwee mendustai loocianpwee. orang yang mengajari boanpwee ilmu pedang ialah orang yang disebut Kian-kut It Kiam Kie..." Mata orang tua itu terbuka lebar, sinarnya berkilauan. "Apa?" selanya. "Apakah kau maksudkan Kie Tong?"

"Benar, itulah guru boanpwee," sahut Siauw Pek hormat. orang tua berpakaian hitam itu tertawa tergelak.

"Jikalau begitu tidaklah heran bila hanya dengan sejurus ilmu pedangmu kau dapat memecahkan ilmu silatku yang telah kulatih dengan susah payah selama sepuluh tahun..." Ia menyebut nama ilmu silatnya itu: "Ngo Kwie Souw IHun". Ia batuk batuk perlahan. Kemudian ia menambahkan: "Semasa Kie Tong bergerak dalam dunia Kang ouw dahulu itu, dia memperoleh sebutan Thian Hee Tee It Kiam, yaitu ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. Dengan pedangnya itu entah ia telah mengalahkan berapa banyak jago Rimba Persilatan, sebaliknya, belum pernah ia melukai lawan lawannya. Maka juga, ia memperoleh sebutan lain, yaitu Thian kiam, si Pedang Keadilan Sebutan itu berarti, luhur ilmu pedangnya itu luhur setinggi langit. Arti yang lain ialah ia sangat bijaksana, sangat berperikemanusiaan. "

Senang siauw Pek mendengar kata kata orang tua itu, akan tetapi, ia masih belum puas, pikirnya: "Telah aku beritahukan she dan namaku serta riwayatku, tetapi kau, kenapa kau belum juga menyebutkan she dan namamu ?" Walaupun ia memikir demikian, ia toh lekas lekas mengatakan: "Tidak salah ilmu pedang guruku itu juga dinamakan Tay pie Kiam hoat, yang mengandung maksud sangat mencinta, maha kasih."

Hati orang tua itu terbuka. Tak lagi ia pepat dan berputus asa seperti semula. Maka ia dapat tertawa lebar. Ia lalu berkata gembira " Kaulah muridnya Kie Tong, dengan ilmu pedangmu kau dapat mengalahkan ilmu silatku, itulah tidak aneh, sudah sepantasnya kau menang. Dengan begitu, aku kalah tanpa menyesal."

"Boanpwee telah memberitahukan segala apa tentang diriku," kata Siauw Pek kemudian "maka itu sekarang boanpwee mengharap loocianpwee menyingkirkan minat loocianpwee yang ingin menyekap diri pula didalam gua." "Apakah kau menghendaki loohu muncul lagi dalam dunia Kang ouw?" tanya orang tua itu. "Apakah kau ingin loohu membantu mengadakan penyelidikan tentang peristiwa keluargamu pada tiga belas tahun yang lampau itu "

"Benar," sahut Siauw Pek mengangguk. orang tua itu tertawa pula.

"Baik, Loohu menerima baik permintaanmu ini cuma urusan ini sangat besar dan ada hubungannya satu dengan lain, hingga mungkin terjadi banyak sekali orang yang bakal terbinasakan oleh karena itu, saudara kecil. aku hendak menjelaskan dahulu kepadamu : Kau cuma harus binasakan biang keladi jangan kau membunuh sembarang orang."

"Baik loocianpwee, suka boanpwee memberikan janji Memang boanpwee cuma mau cari si biang keladi, lainnya tidak "

"Semenjak jaman purbakala, saudara kecil," sicrang tua berkata pula, "tidak ada lain orang yang mempunyai musuh sebagai kau Sebab musuh kau selain sembilan partai besar ada juga sembilan partai lainnya jadinya didalam lima kaum Kang ouw ada empat musuh musuhmu Kau benar mewariskan ilmu pedang Kie Tong tetapi seorang diri, tak mungkin tenagamu cukup. Maka itu kauperlu mengumpulkan banyak orang, guna membangun satu golongan sendiri"

Siauw Pek agak ragu ragu.

"Dalam hal ini loohu akan bantu kau," berkata orang tua itu "Akan aku undan seorang gagah, buat membantu kau membangun usahamu itu. cuma orang itu bertabiat sangat aneh, walaupun kau liehay, belum tentu dia suka membantumu, kau harus sabar luar biasa, sebagaimana dijaman dahulu Lauw pie terpaksa tiga kali menyambangi rumah gubuk untuk mengundang cukat Liang."

"Asal boanpwee bisa mencuci sakit hati ayahbundaku, jangankan baru tiga kali, delapan atau sepuluh kalipun boanpwee bersedia," berkata Siauw Pek. orang tua itu tertawa. "Bagus saudara kecil, bila kau mempunyai kesabaran begitu." katanya gembira. "Loohu percaya bahwa penasaran keluargamu akan dapat dilampiaskan"

Siauw Pek tidak berkata apa apa tetapi lagi lagi ia memberi hormat. Ia merangkap kedua tangannya dan menjura.

"Loocianpwee sudi membantu boanpwee, boanpwee sangat bersyukur," katanya. "Apakah sekarang loocianpwee sudi memberitahukan she dan nama loocianpwee kepadaku ?"

ornag tua itu tidak segera menjawab, hanya dia berkata : "Didalam dunia Rimba Persilatan tidak ada besar atau kecil, tua atau muda siapa yang bijaksana dialah yang termulia, demikian pun kita, walaupun loohu berusia jauh lebih tua daripada kau, saudara kecil, dalam hal ilmu silat kau jauh melebihi aku, oleh karena itu selanjutnya baiklah kita bergaul sebagai kakak beradik saja."

"Itulah tak berani boanpwee terima," kata siauw Pek.

"Kita telah bersatu hati, jangan kau sungkan kata orang tua itu. "oleh  karena  loocianpwee  mendesak.  baiklah  "  sahut  sianak

muda akhirnya. "Jikalau boanpwee tetap menolak. itulah berarti kita

orang luar." orang tua itu tersenyum puas.

"Sewaktu saudaramu belum mengundurkan diri," berkata ia kemudian, "didalam dunia Sungai Telaga, saudaramu ini mempunyai juga namanya yang kecil. Kaum Rimba Persilatan memanggil aku Seng Supoan Ban Liang^"

"Seng SuPoan" adalah julukan, artinya "Hakim penuntut Hidup Mati". Kembali Siauw Pek memberi hormat.

"oh, kiranya kakak Ban " katanya puas.

Ban Liang lalu berkata pula : "Tabiatku aneh Aku benci kejahatan seperti aku benci musuhku, kalau aku turun tangan, aku biasa berlaku telangas. Karena itu orang Rimba Persilatan mengatakan aku berkedudukan antara sibenar dan si sesat, bila bertindak, aku hanya menuruti rasa hatiku, girang atau murka." "Menurutku, saudara justru jujur dan polos"

Ban Liang menepuk pahanya, dia menunjukkan jempolnya. "Saudara kecil. tabiatmu sama dengan tabiatku si orang she Ban

" katanya.

"Kembali loocianpwee memuji terlalu tinggi " berkata si anak muda.

Ban Liang tersenyum.

"orang Rimba Persilatan mengatakan aku antara sadar dan sesat, itulah karena sifatku terlalu keras," kata dia pula. "Selama hidupku aku telah banyak membunuh orang akan tetapi aku percaya betul belum pernah aku membunuh orang baik-baik, Ada orang-orang Rimba Persilatan yang romannya baik dan murah hati serta gemar mengamal, guna memperoleh nama akan tetapi diam-diam tak kejahatan yang mereka tak lakukan Aku dinamakan si aneh itulah sebab aku telah membunuh terlalu banyak manusia-manusia palsu itu "

"Loocianpwee, boanpwee sangat mengagumi loocianpwee " "Kau memuji saja"

Siauw Pek melihat langit.

" Loocianpwee, tahukah kau bahwa sekarang ini tengah diadakan permusyawaratan didalam gunung Lam Gak ini ?" dia bertanya.

"Baru saja loohu keluar, segala apa belum loohu tahu." "Boanpwee maksudkan ketua keempat partai besar. Entah

mengapa mereka mengulangi kejadian seperti belasan tahun dahulu itu " Ban Liang berpikir.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar