Lembah Tiga Malaikat Jilid 33

Jilid 33

Lima puluh jurus kembali lewat, sekarang Buyung Tiang kim telah yakin kalau dia tak akan berhasil menaklukan kedua orang itu dalam permainan ilmu pedang dan ilmu pukulan, kina satu-satunya cara yang masih bisa diandalkan adalah mengandalkan tenaga dalam yang sempurna untuk melukai salah seorang diantaranya, asal salah satu diantara mereka sudah terluka, maka kesempatan untuk meraih kemenangan akan segera terbuka.

Namun kerja sama kedua orang itu benar-benar amat lihai, mereka selalu berusaha keras menghindarkan diri dari suatu pertarungan adu kekerasan dengan Buyung Tiang kim.

Apa yang diucapkan Nyoo Hong leng tadi memang benar, seandainya tidak terjadi suatu kejutan, sulit bagi Buyung Tiang kim untuk menerjang keluar dari ruangan batu itu.

Peristiwa yang sama sekali di luar dugaan ini kontan membuat Buyung Tiang kim merasa amat menyesal, dia menyesal tidak seharusnya menitahkan dua orang dayangnya pergi jauh.

Seandainya kedua orang dayang tersebut masih berjaga di luar pintu, maka pertarungan sengit yang tidak menguntungkan semacam ini pasti bisa diselesaikan, tanpa disuruh pun mereka pasti akan pergi mencari bala bantuan.

Asal ada orang yang sanggup menghadapi Nyoo Hong leng atau Buyung Im seng sebanyak sepuluh jurus saja, dia pasti bisa memanfaatkan kesempatan selama sepuluh jurus itu untuk melukai salah seorang diantara mereka berdua, dan bila ini sampai berhasil, niscaya situasinya akan mengalami perubahan besar.

Sebenarnya dia ingin berteriak memanggil datang kedua orang dayangnya tapi diapun merasa cara seperti ini hanya akan menurunkan derajatnya dimata orang, apa lagi Nyoo Hong leng telah menutup rapat pintu ruangan tersebut, apakah

kedua orang dayangnya bisa mendengar suara panggilannya masih merupakan sebuah tanda tanya besar.

Karena ingatan mana melintas dalam benaknya, tanpa terasa perhatiannya menjadi bercabang, seketika itu juga Buyung Im seng dan Nyoo Hong leng memanfaatkan peluang itu untuk menyerang lebih gencar dan berusaha merebut posisi yang lebih menguntungkan.

Sepasang pedang bergerak kian kemari, tekanan diperhebat beberapa kali lipat, seketika itu juga dia kena didesak mundur sejauh lima langkah ke belakang.

Buyung Tiang kim benar-benar merasa amat terperanjat, buru-buru dia menenangkan hatinya, kemudian dengan sepenuh tenaga melancarkan lima buah serangan balasan.

Setelah bersusah payah, akhirnya dia berhasil juga memaksakan suatu posisi yang seimbang dengan lawan-lawannya.

Kini kedua belah pihak sama-sama telah mengerahkan segenap kepandaian silat serta tenaga dalam yang dimilikinya hingga mencapai puncak yang dimiliki, dalam keadaan seperti ini kedua belah pihak sama-sama tak berhasil memaksakan musuhnya untuk mundur lagi. 

Justru selisih yang kecil diantara mereka berdualah yang bakal menentukan kunci dari menang dan kalah berhasil pertarungan ini.

Mendadak Buyung Tiang kim membentak dengan suara menggeledek: "Tahan !"

Dia menarik serangannya lebih dulu sambil melompat mundur ke belakang... Nyoo Hong leng memandang sekejap sekitar tempat itu, melihat kunci besi pada pintu ruangan masih terpantek seperti semula, dia lantas berkata :

"Mereka tak mungkin bisa mendengar suara bentakanmu itu, kendatipun bisa mendengar juga tak mungkin bisa memasuki tempat ini."

Diam-diam Buyung Tiang kim merasa terperanjat sekali, pikirnya :

"Budak ini benar-benar lihai sekali, setiap langkah setiap tindakan dia selalu berhasil merebut posisi yang lebih menguntungkan."

"Kendatipun demikian, di luar wajahnya dia masih tetap mempertahankan ketenangannya seperti semula," serunya.

"Budak cilik, kau berlagak sok pintar saja !"

Nyoo Hong leng sama sekali tidak memperdulikan ucapan Buyung Tiang kim, dia berpaling dan katanya kepada Buyung Im seng.

"Ooh toako ! Tadi aku bilang dia bukan Buyung Tiang kim yang asli, sekarang tentunya kau sudah percaya bukan ?"

"Ya, tampaknya mau tak mau harus mempercayai kenyataan tersebut"

"Sekarang aku sudah mendapatkan sebuah cara yang baik untuk membunuh dia, apakah kau tega untuk turun tangan ?" 

"Soal ini, soal ini..."

"Cara terbaik tak mungkin bisa dicoba, oleh karena itu sebelum diputuskan harus kau pikirkan dulu masak-masak."

"Mengapa ?"

"Sebab kesempatan untuk meraih kemenangan hanya ditentukan dalam waktu singkat, jika kau tak tega turun tangan, maka aku akan segera terluka atau bahkan tewas di ujung pedangnya, bila aku tak mampu bertempur lagi maka kau sendiripun tak akan mampu bertahan sepuluh gebrakan lagi.."

"Lohu tidak percaya ada kejadian seperti ini" seru Buyung Tiang kim dengan gusar. "Asal Buyung toako setuju dan tega untuk turun tangan, kita dapat segera membuktikannya."

Sementara itu Buyung Ting kim sendiripun sedang memutar otak dan berusaha menemukan cara terbaik untuk menghadapi kedua orang lawannya, sebelum cara tersebut berhasil ditemukan, terpaksa dia harus menyadarkan diri sambil berusaha mengulur waktu sebisa mungkin, maka katanya kemudian :

"Tak usah dicoba lagi, soal kau mengutarakan dengan kata-kata, sanggup atau tidak melukai lohu, dalam hati kecilku pasti akan lebih mengerti.."

Nyoo Hong leng termenung dan berpikir sejenak lalu katanya :

"Boleh saja kau memberitahukan hal ini kepadamu, cuma ada sebuah syarat yang harus kau penuhi."

"Baiklah, lohu mengabulkan !"

"Kau toh masih belum mengetahui syarat apakah yang hendak kuajukan. Mengapa belum tahu sudah setuju lebih dulu ?" tanya Nyoo Hong leng keheranan.

"Aaah, paling-paling yang kau inginkan hanyalah mengungkap latar belakang dari perguruan tiga malaikat ku serta betul atau tidaknya aku sebagai Buyung Tiang kim"

"Itu mah sudah tak ada gunanya lagi" tukas Nyoo Hong leng sambil menggeleng. Di dalam anggapan Buyung Tiang kim, dugaannya kali ini pasti akan berhasil dengan tepat, siapa sangka Nyoo Hong leng menggelengkan kepalanya sambil menyangkal, kenyataan ini membuat hatinya tercengang dan keheranan. "Mengapa ?" tanyanya kemudian.

"Keadaan secara garis besarnya telah kupahami, yang kurang tak lebih hanya urusan kecil, kami bisa mencari bukti sendiri akan hal tersebut."

"Kalau memang begitu, lohu memohon petunjukmu."

"Kepandaian silat yang kau miliki tidak terhitung kelewat tinggi, buktinya tenaga gabungan kami berduapun bisa memaksakan suatu keadaan seimbang dengan dirimu, tetapi tenaga gabungan kami berdua justru tak pernah berhasil menangkan Khong Bu siang, sehingga aku menjadi tidak habis mengerti dengan cara apakah kau berhasil menjaring begitu banyak jago persilatan yang berilmu tinggi dan 

menyekapnya dalam perguruan tiga malaikat ini, bahkan tanpa membelenggu tubuh mereka atau mengikat kaki mereka, tak seorangpun diantara mereka yang bersedia melarikan diri meninggalkan tempat ini ?"

Buyung Tiang kim segera tertawa.

"Haah... haaah... haah.. suatu pertanyaan yang bagus, disinilah baru terletak rahasia yang sebenarnya dari perguruan tiga malaikat."

"Apakah kau kuatir rahasia ini sampai bocor ?"

"Lohu boleh saja memberitahukan hal ini kepadamu, pernahkah kalian dengar tentang Csim-sut (ilmu menguasai hati) ?"

"Ilmu menguasai hati ? Apakah termasuk sejenis ilmu silat ?" tanya Buyung Im seng.

"Boleh dibilang begitu, tapi bisa juga dibilang bukan, karena ilmu menguasai hati ini tiada hubungannya sama sekali dengan tinggi rendahnya tenaga dalam seseorang. Mungkin kalian sudah pernah mendengar, setiap hari tanpa mereka sadari orang-orang itu telah makan sejenis racun obat yang mempunyai daya kerja lambat ?"

"Benar, soal itu memang pernah kami dengar."

"Orang yang lihai dalam ilmu obat-obatan, paling banter mereka hanya sanggup membuat racun obat yang bisa memperpanjang daya kerja racunnya selama dua tiga tahun, orang yang memiliki tenaga dalam sempurna juga sanggup untuk menghimpun racun yang ditelannya untuk terpusatkan di salah satu bagian tubuhnya atau mungkin dengan melakukan pembedahan racun yang sudah terpusatkan itu berhasil dikerahkan keluar, tapi jika di dunia ini terdapat racun obat yang tak usah kuatir bisa bekerja pada puluhan tahun kemudian maka racun semacam itu tak bisa dikatakan sebagai racun lagi."

"Ya, masuk diakal, locianpwe memang benar-benar memiliki kepandaian melebihi orang lain."

Buyung Tiang kim tertawa.

"Inilah pujianmu yang pertama kalinya kepada lohu semenjak kita saling bertemu muka."

"Bila kau mempunyai kepandaian yang cukup membuat orang kagum, tentu saja kami akan menyatakan kekaguman kami."

"Mereka rela tinggal di sini karena mereka sadar kepergiannya meninggalkan tempat berarti kematian, semuanya terpengaruh oleh ilmu menguasai hati tersebut."

"Tidak masuk akal dan sukar membuat orang percaya," pekik Nyoo Hong leng dengan wajah tak puas, "sebab kawanan jago lihai itu mempunyai ketenangan dan iman yang tebal, seandainya di dunia ini betul-betul terdapat ilmu menguasai hati, seharusnya kepandaian mana termasuk dalam bangsa ilmu pembingung sukma atau lain sebagainya, mana mungkin kepandaian macam begitu dapat menguasai jago persilatan." 

"Ilmu silat luasnya melebihi samudra, dengan usiamu yang begitu muda, meski memiliki kecerdasan yang luar biasa, toh pengetahuanmu masih tetap terbatas." Nyoo Hong leng tertawa hambar.

"Menurut perkataanmu, orang-orang yang hidup dikata batu bawah tanah ini kebanyakan dikendalikan oleh ilmu menguasai hati tersebut ?"

"Apakah kau tidak mempercayai akan hal ini ?"

"Benar, aku tidak percaya, sekarang aku berdiri tegak di hadapanmu, seandainya ilmu menguasai hatimu memang betul-betul manjur, tak ada salahnya jika kau cobakan pada diriku."

"Nona Nyoo, kau" pekik Buyung Im seng.

Nyoo Hong leng tertawa, tukasnya :

"Kau tak usah mengurusi aku, aku ingin sekali mencoba sampai dimanakah kelihaian dari ilmu menguasai hatinya."

"Jika nona tidak menyesal, tak ada salahnya jika kita mencobanya sekarang juga," kata Buyung Tiang kim.

Nyoo Hong leng tidak ambil perduli perkataan dari Buyung Tiang kim tersebut, dia hanya membisikkan sesuatu di sisi telinga Buyung Im seng.

Mendengar bisikan mana, Buyung Im seng manggut-manggut, lalu kemudian pelan-pelan berjalan ke samping dan mundur sejauh tiga langkah.

Buyung Tiang-kim menjadi curiga setelah menyaksikan kejadian tersebut, segera tegurnya :

"Permainan busuk apakah yang hendak kalian siapkan ?"

"Sekarang kita saling berhadapan sebagai musuh, bukan saja harus beradu tenaga juga harus beradu kecerdasan. Aku tidak percaya kalau kau pandai ilmu menguasai hati, tetapi bila ilmu silatku bisa mencapai suatu keadaan tertentu maka aku bisa membunuh orang dari jarak berapa depa, bahkan akupun dapat meminjam benda untuk menyalurkan tenaga, melukai orang tanpa wujud, oleh sebab itu mau tak

mau aku harus melakukan persiapan yang matang."

"Ooohpersiapan macam apakah yang hendak kalian lakukan ?" tanya Buyung

Tiang kim lagi.

"Kalau sampai hal ini kukatakan kepadamu, lantas apa gunanya semua persiapan kami ?"

Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan :

"Aku hendak mencoba ilmu menguasaimu, apa pula yang harus kulakukan sekarang ?"

"Jadi nona bersikeras hendak mencobanya ?"

"Benar, aku bertekad untuk mencobanya, karena di dunia ini pada hakekatnya tak mungkin terdapat kepandaian silat macam begini." 

Setelah membereskan rambutnya yang kusut, pelan-pelan ia melanjutkan lebih jauh :

"Sekarang kau sudah tua, kemungkinan untuk memanfaatkan bakat alam sudah ada batasnya, kecerdasanmu pun sudah mundur, jika kami bisa bertarung tiga hari lagi dalam ruangan ini, mungkin saja dengan mudah kau bisa kubunuh, kesempatan bagi kami untuk menderita kalah pun makin lama semakin kecil, akan tetapi suatu kesempatan kalah bagimu justru kian lama kian besar, kau pasti mengerti juga bukan, jikalau di dunia ini benar-benar terdapat ilmu menguasai hati maka detik ini adalah salah satunya kesempatan yang terbaik bagimu."

Paras muka Buyung Tiang kim berubah menjadi amat serius, dia membungkam dalam seribu bahasa.

"Sebaliknya jika kita tak mendapat makan dan minuman, maka dalam dua belas jam kemudian kemungkinan besar kami berhasil menangkan dirimu secara mudah" sambung Nyoo Hong leng.

"Hmmm, jangankan lohu sudah mempunyai persiapan lain," kata Buyung Tiang kim dingin, "sekalipun kalian benar-benar berhasil membinasakan lohu, kalian sendiripun jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat." Ketika Nyoo Hong leng menyaksikan serangan batinnya berhasil mendatangkan hasil dan menyaksikan semangat serta kegagahannya makin mengendor, diamdiam Nyoo Hong leng merasa gembira.

Namun rasa gembiranya itu tidak sampai di atas wajahnya malah dengan suara dingin dia membentak :

"Orang yang hampir mati biasanya berbicara yang jujur dan mulia, bila kau sudah yakin bahwa kematian telah berada diambang pintu maka saat itulah rahasia yang akan terungkap dengan sendirinya dari mulutmu."

Mendadak terdengar suara gedoran pintu yang amat keras bergema datang, tampaknya orang yang memukul-mukul pintu batu tersebut dari luar.

Sambil tertawa dingin Buyung Tiang kim berseru :

"Nah, sudah datang ! Sudah datang !"

"Siapa yang sudah datang ?" tanya Buyung Im seng cepat.

Buyung Tiang kim termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya : "Buyung Tiang kim yang asli !"

"Apa ?" seru Buyung Im seng dengan perasaan bergetar keras, ia segera bersiapsiap membuka pintu.

"Jangan tertipu oleh akal busuknya !" buru-buru Nyoo Hong leng berseru dengan gelisah.

Buyung Im seng berpikir sebentar, lalu ujarnya :

"Benar, sudah jelas bala bantuannya yang datang, dalam keadaan seperti itu tak mungkin ada bala bantuan bagi kita yang datang kemari." 

"Sekalipun kalian tidak membukakan pintu, mereka juga bisa mendobrak pintu dan menyerbu kemari." jengek Buyung Tiang kim.

oooOooo

Mendadak Nyoo Hong leng berpaling lalu berkata sambil tersenyum : "Toako, apa yang kukatakan tidak salah bukan ?"

"Tepat sekali, segala sesuatunya telah berada dalam dugaanmu."

Buyung Tiang kim merasa semakin murung dan kesal, ia tak bisa menebak permainan busuk apakah sebenarnya yang dilakukan oleh dua orang muda mudi itu.

Terdengar Nyoo Hong leng berseru sambil tertawa cekikikan, "Kalau begitu lakukanlah seperti cara yang kulakukan tadi, mari kita turun tangan !"

Padahal dihati Nyoo Hong leng sendiri sama apa, tetapi dia telah memberitahukan kepada Buyung Im seng secara diam-diam agar dalam menghadapi setiap persoalan, mereka harus saling memahami isi hati rekannya hingga seakan-akan mereka berdua sudah mempunyai suatu rencana yang matang.

Bertindak tanpa suatu tujuan, melainkan mengandalkan pengamatan, kecerdasan serta penyerangan ke batin lawan yang mereka lakukan sekarang betul-betul merupakan suatu pertarungan urat syaraf yang menegangkan, sebab dari kelemahan yang terlihat di pihak lawannya mereka berusaha menyusun suatu rencana untuk menyerang kelemahan tersebut.

Untung saja semua sandiwara ini dipimpin oleh Nyoo Hong leng sendiri dan gadis itu pula yang memegang rel, sebaliknya Buyung Im seng cuma membantu belaka dari samping dengan demikian rahasia mereka ini tak gampang ketahuan.

Setelah menderita kegagalan dalam pertarungan yang berlangsung tadi, lalu terjerumus ke dalam suasana kecewa dan juga putus asa karena tak melenyapkan lawannya, ditambah lagi sindiran dan tekanan demi tekanan yang dilancarkan

Nyoo Hong leng secara gencar, lama kelamaan Buyung Tiang kim mulai kehilangan ketenangan hatinya.

Justru keadaan tidak tenang semacam inilah yang sesungguhnya dinantikan dan diharapkan oleh Nyoo Hong leng.

Buyung Tiang kim tidak berani menggunakan Nyoo Hong leng sebagai kelinci percobaan untuk membuktikan ilmu menguasai hatinya, hal itu merupakan langkah pertama keberhasilan gadis tersebut dalam perang syaraf ini. Sebab dia tak berhasil menebak, apa yang menjadi tujuan dan maksud Buyung Im seng bergeser mundur sejauh tiga langkah tadi.

Sepanjang hidupnya belum pernah Nyoo Hong leng memeras otak dan memutar benak sebanyak hari ini, lamat-lamat rasa lelah sudah mulai menghiasi wajahnya yag cantik, peluh sudah membasahi seluruh badannya sehingga orang lain melihat wajahnya seolah-olah sudah bertambah sepuluh tahun saja.

Tampaknya suatu pertarungan adu syaraf berpuluh kali lipat lebih berat daripada suatu pertarungan adu tenaga. 

Tiba-tiba terdengar Buyung Im seng tertawa keras, kemudian sambil menggetarkan pedangnya ia berkata :

"Buyung Tiang kim, perduli kau yang asli atau yang palsu, sekarang hal mana sudah tak penting lagi, sebab kau telah menunjukkan bahwa dirimu penuh dengan dosa"

Sembari berkata pelan-pelan dia berjalan menghampiri Buyung Tiang kim...

Setajam sembilu Buyung Tiang kim memperhatikan anak muda itu, ia menyaksikan paras muka pemuda tersebut diliputi keseriusan, kegagahan dan kekerenannya memancarkan suatu wibawa yang sukar dilukiskan dengan katakata, kontan saja dia merasakan hatinya bergetar keras.

Nyoo Hong leng menghembuskan napas panjang, kemudian ujarnya :

"Buyung toako, belum pernah kusaksikan orang yang begitu gagah dan perkasa seperti kau sekarang, ibaratnya bukit karang yang angker dan teguh, kau benarbenar mengagumkan."

Tampaknya Buyung Tiang kim sendiripun sudah terpengaruh oleh kekerasan dan kegagahan Buyung Im seng, setelah tertegun sejenak, ujarnya kemudian :

"Kau hendak mengajak lohu untuk mengadu jiwa ?"

"Benar, secara tiba-tiba saja aku berpendapat bahwa manusia hidup di dunia ini, tak seorang pun diantara mereka yang berhasil lolos dari kematian, nilai kehidupan

seseorang di dunia ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan soal usia, asal kematiannya bisa mendatangkan kenangan bagi generasi mendatang, maka kematian itu merupakan suatu kematian yang amat berharga."

"Jika kau harus mati ditempat yang gelap tak melihat sinar matahari seperti ini, orang persilatan sama sekali tidak tahu apa yang menyebabkan kematian, bagaimana mungkin mereka dapat mengenang selalu dirimu?" kata Buyung Tiang

kim dingin.

Buyung Im seng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, "Haah.... haahh... haaahtapi, paling tidak aku bisa mati dengan hati yang tenang,

bukankah begitu ?" sahutnya pelan.

"Apalagi yang bakal mati belum tentu kau" sambung Nyoo Hong leng dengan cepat. "Seandainya kau tidak turun tangan membantu, dalam sepuluh gebrakan saja lohu bisa merenggut nyawanya." ucap Buyung Tiang kim tiba-tiba.

"Baiklah, kalau begitu mari kita coba" tantang Buyung Im seng. "Baik, lohu mempersilahkan kau untuk menyerang lebih dulu."

"Toako," Nyoo Hong leng berkata lagi, "paling tidak kau masih sanggup untuk menahan dua puluh jurus serangannya."

"Mungkin saja dalam tiga-lima gebrakan dia sudah sanggup membinasakan aku, tapi mungkin juga aku sanggup menahan ratusan gebrakan serangannya" seru

Buyung Im seng gagah. 

"Oooh toako, jika kau sanggup bertarung seratus gebrakan saja melawannya, sudah pasti kemenangan bisa kau raih."

"Aah, tak mungkin hal ini bisa terjadi" seru Buyung Im seng dengan wajah tertegun.

"Kapan sih aku pernah bergurau denganmu ? apalagi peristiwa ini menyambut soal mati hidup ?"

"Meski ucapanmu itu memang masuk diakal, pokoknya aku akan berusaha dengan sepenuh tenaga, cuma, kau harus pergi meninggalkan tempat ini."

"Kenapa ?"

"Seandainya aku mati, dia pasti akan membinasakan pula dirimu." Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah Buyung Tiang kim, lanjutnya :

"Sesudah kau ingin berduel satu lawan satu denganku, maka sudah sepantasnya bila nona Nyoo dipersilahkan pergi dari sini, kehadirannya di tempat ini sudah pasti akan mencegah keinginanmu untuk membunuhku, bahkan bisa jadi dia akan membantuku."

Buyung Tiang kim termenung sejenak, kemudian ujarnya :

"Baiklah, suruh dia membuka pintu dan keluar sendiri, lohu akan menurunkan perintah agar tiada orang yang menghalangi perjalanannya lagi sepanjang jalan nanti."

"Bagaimana caranya melewati daerah yang berkabut racun itu ?" "Dengan cara yang dipakai sewaktu kalian datang nanti, dengan menutupi sepasang matanya menembusi daerah tersebut."

Sementara Nyoo Hong leng hanya berdiri dengan pandangan menatap kosong ke depan, agaknya dia sedang memikirkan suatu perasaan yang amat penting, selama ini dia terus membungkam dan tidak mengucapkan sepatah katapun.

Diam-diam Buyung Im seng berpikir :

"Kini kami terkurung dalam ruangan batu, sedang ilmu silat yang kami miliki pun tak bisa menangkan mereka, padahal cepat atau lambat anak buahnya bakal datang kemari memberi bantuannya, bila sampai begitu sudah pasti kami akan tewas di sini. Andaikata kau bisa memaksakan sebuah syarat hingga Nyoo Hong leng bisa lolos dari sini dengan selamat, sekalipun harus mati di sini, rasanya hal inipun tak sampai menyia-nyiakan cinta kasihnya."

Dia merasa semua persahabatan, cinta maupun hubungan pribadinya tergantung pada pertarungan yang menentukan ini, tanpa disadari perasaannya menjadi cerah, dadanya lebih terang, dengan wajah berseru ujarnya kemudian.

"Aku harus mengetahui dia sudah lolos dari sini dengan selamat lebih dahulu sebelum bisa melangsungkan pertarungan dengan perasaan lega melawanmu." "Kalian tidak percaya kalau membiarkan aku pergi meninggalkan ruangan ini, agaknya terpaksa kalianlah yang harus percaya kepada lohu." 

"Aku akan membuka pintu ini dan kau harus menyuruh mereka menghantar nona Nyoo meninggalkan tempat ini."

"Kini di luar pintu ruangan sudah berkumpul bala bantuannya" sela Nyoo Hong leng tiba-tiba, "jika membuka pintu ruangan tersebut, maka kita akan kehilangan peluang untuk menguasai keadaan."

"Lohu adalah manusia macam apa, masa ucapanku tidak bisa diterima ?" seru Buyung Tiang kim marah.

"Itu toh menurut ucapanmu, padahal tempat ini letaknya dibawah tanah, andaikata kami mati dibunuh, maka ucapanmu barusan juga tak akan diketahui oleh siapapun, baginya hal ini dengan kedudukanmu sekarang ?"

"Lantas apa yang harus lohu lakukan ?"

"Kami mempercayai dirimu, tentu saja kaupun harus mempercayai kami satu kali saja !"

"Coba kau katakan !"

"Jalan darahmu akan kutotok lebih dahulu, kemudian pintu ruangan baru dibuka dan membiarkan anak buahmu masuk, jika kau dapat melaksanakan janji seperti apa yang dikatakan, kami akan meninggalkan Buyung Im seng di sini agar dia melangsungkan duel satu lawan satu melawanmu."

"Soal ini, soal ini.."

"Soal ini apalagi ?" tukas Nyoo Hong leng, "tempat ini milikmu, orang-orang di luar juga anak buahmu, ucapanmu memang tak salah, bila kami membunuh dirimu maka jangan harap bisa meninggalkan tempat ini."

Buyung Tiang kim termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya : "Baiklah, lohu akan membiarkan jalan darahku kau totok."

Selesai berkata dia lantas memejamkan matanya rapat-rapat.

Perubahan sikap yang gagah ini sungguh di luar dugaan, pedangnya segera diletakkan dan sepasang pedangnya ditelikung ke belakang, jelas dia sudah melepaskan niatnya untuk melakukan perlawanan.

Nyoo Hong leng memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian katanya : "Toako, benarkah kau hendak tetap tinggal di sini ?"

"Jika kau tidak pergi, entah bagaimanakah hasil dari peristiwa ini, yang pasti kita akan sama-sama mati di sini, benar bukan ?"

"Aku memahami tujuan hatimu, tapi aku mempunyai pandangan yang berbeda." "Dalam keadaan genting dan berbahaya, jelas terlihat kecerdasanmu yang melebihi orang lain, sekarang kau masih mempunyai pandangan istimewa apa lagi ? Akan kudengarkan dengan seksama." 

"Aku rasa setelah lewat suatu jangka waktu tertentu, ilmu silatmu benar-benar

bisa mengungguli dia, pertarungan dan percobaan yang kau alami beberapa waktu ini jauh melebihi latihan selama sepuluh tahu menghadapi dinding"

Sesudah menghembuskan napas panjang, dia melanjutkan :

"Setiap orang memuji kecerdikan ku, tetapi aku tahu kemampuan yang kumiliki terbatas sekali, namun sejak memasuki kota batu ini, setiap saat aku harus menggunakan otakku untuk berpikir, maka aku benar-benar jauh lebih cerdik lagi. Begitu juga dengan kau, dalam suatu percobaan dan perjuangan yang diliputi penderitaan serta mara bahaya, kau pasti akan berubah menjadi seorang tokoh ilmu silat."

"Moga-moga saja apa yang kau katakan itu benar" Buyung Im seng tertawa lirih. Nyoo Hong leng menghela nafas sedih, kembali dia berkata :

"Selesai ini akupun berhasil menemukan satu hal, yakni antara lelaki dan perempuan sesungguhnya terdapat perbedaan, karena berbeda bentuk tubuh maupun fisik maka bagaimanapun lihainya seorang perempuan, jika ilmu silatnya telah mencapai suatu batas tertentu, maka selamanya dia tak akan berhasil melampaui orang pria. Sewaktu kita berjumpa dulu, ilmu silatku jauh lebih mengungguli dirimu, bahkan sebelum memasuki kota batu ini kungfuku masih jauh lebih tangguh dari padamu, akan tetapi setelah terjadi pertarungan sengit melawan kakek itu, aku tak mampu melebihi dirimu, setiap saat setiap detik kau seperti memperoleh kemajuan yang sangat pesat, sebaliknya aku seperti mogok, tak bisa maju lagi meski hanya selangkahpun."

"Aah, nona terlalu memuji"

"Selain itu, setelah kusaksikan sikapmu tadi dapat kurasakan bahwa kau memang mempunyai semangat seorang pendekar besar, wibawa seorang tokoh dunia persilatan, bila pada generasi lalu terdapat Buyung Tiang kim, maka pada generasi saat ini kaulah yang melanjutkan kedudukannya.

"Aku tidak mempunyai perasaan bisa mengungguli dia, yang paling penting adalah aku berhasil melampaui pikiran takut mati, serta memahami pula arti dari suatu kehidupan."

Mendadak terdengar Buyung Tiang kim berteriak.

"Mengapa kau belum juga turun tangan ? Lohu menunggu sampai kapan lagi ?" Pelan-pelan Nyoo Hong leng berjalan menghampirinya, lalu melancarkan dua totokan di atas dua buah jalan darah penting di tubuh Buyung Tiang kim.

Ternyata Buyung Tiang kim memegang teguh apa yang telah dijanjikan tadi dan sama sekali tidak melakukan perlawanan atau melancarkan serangan balasan, dia membiarkan Nyoo Hong leng menotok dua jalan darah penting di tubuhnya.

Mendadak Nyoo Hong leng mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan kiri Buyung Im seng, kemudian katanya lirih :

"Berjanjilah kepadaku, kau harus menggunakan segenap kecerdasan dan kekuatan yang kau miliki untuk melanjutkan hidup." 

Buyung Im seng hanya merasakan tangan kirinya yang digenggam gadis itu seperti diberi segulung hawa panas dan dengan cepat menyusup ke seluruh tubuhnya, segera timbul satu pergolakan emosi yang amat keras dalam dadanya.

Mendadak dia mengeluarkan pula tangan kanannya dan merangkul pinggang Nyoo Hong leng yang ramping itu.

Akan tetapi dengan cepat dia menjadi teringat akan kedudukan Nyoo Hong leng sekarang, meskipun belum sampai kawin, namun dia sudah berstatus istri orang lain.

Teringat akan hal ini dengan cepat Buyung Im seng melepaskan kembali rangkulannya dan mendorong tangan Nyoo Hong leng yang sedang menggenggam tangannya itu. Ujarnya sambil menghela napas panjang.

"Nona, kau sudah harus pergi dari sini !"

Di atas wajah Nyoo Hong leng terlintas perasaan cinta kasih yang amat mendalam, sorot matanya memancarkan penantian, tapi gerak geriknya seperti merasa takut, seperti pula merasa tersipu-sipu karena jengah, suatu daya tarik yang amat mempesonakan hati orang.

Namun angin puyuh yang dibayangkan tidak sampai terjadi, Buyung Im seng telah menarik diri sebelum keduanya terjerumus ke dalam jurang...

Entah kecewa atau menderita, Nyoo Hong leng tertawa sedih, pedang pendek yang berada dalam genggamannya itu berikut sarung pedangnya diserahkan ke tangan Buyung Im seng, kemudian ujarnya :

"Kedua belah pedang ini selalu berpasangan dan tak pernah berpisah, kau harus menyimpannya baik-baik."

Buyung Im seng tertawa rawan.

"Jika aku bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup, sepasang pedang pendek ini pasti akan kukembalikan kepada nona."

"Tak usah dikembalikan, simpan saja untukmu ! Ibuku pernah berkata, sepasang pedang pendek ini sangat berharga, tapi aku tidak berhasil menemukan dimanakah letak keistimewaannya, mungkin aku memang tak berjodoh dengan pedang itu, atau mungkin aku kelewat bodoh sehingga tidak berhasil menemukan kegunaannya."

Pelan-pelan dia membalikkan tubuhnya, membuka pantekan besi dan pelan-pelan menggeser pintu ruangan itu ke samping.

Tampak dua orang dayang serta seorang lelaki bermuka pucat dan berbaju serba hitam membawa pedang terhunus berdiri di luar pintu.

Dengan cepat Buyung Im seng mengayunkan pedang pendeknya mengancam dada Buyung Tiang kim, kemudian serunya.

"Cepat turunkan perintah agar mereka tidak melukai dirinya."

Pelan-pelan Buyung Tiang kim membuka kembali sepasang matanya, setelah itu dengan suara dingin dan serius katanya : 

"Hantar dia meninggalkan tempat ini, jangan lukai atau mencelakai dia..." Kedua dayang itu segera mengiakan dan mengajak Nyoo Hong leng berjalan menuju keluar.

Lelaki berbaju hitam itu masih tetap berdiri serius ditempat dengan pedang terhunus.

Dengan keras Buyung Im seng berseru :

"Setelah berjumpa Khong Bu siang nanti suruh mereka membawa pesan kemari, aku harus membebaskan jalan darahnya dan melangsungkan pertarungan dengannya."

Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah Buyung Tiang kim, lanjutnya :

"Jika nona Nyoo sampai menjumpai mara bahaya, kau tak akan mempunyai kesempatan untuk bertarung melawan diriku lagi."

"Apa maksud perkataanmu itu ?"

"Aku pasti akan memegang janji tersebut dan akupun berharap demikian juga dengan kau, jangan menyuruh orang lain membantu dirimu."

"Aku akan menutup rapat pintu ruangan ini sebelum bertarung melawannya, harap nona tak perlu kuatir," seru Buyung Im seng.

"Jika kau tidak memegang janji dan mencelakai nona Nyoo, maka akupun tak akan membebaskan jalan darahmu, sekali tusuk kubunuh dirimu, tentu saja kau tak akan mempunyai kesempatan lagi untuk melangsungkan pertarungan denganku." "Setelah lohu setuju menghantar dia meninggalkan tempat ini, tentu saja aku tak akan mencelakai dia lagi."

Waktu itu Nyoo Hong leng sudah berjalan keluar dari ruangan tersebut, ketika mendengar tanya jawab antara kedua orang itu, sambil tertawa dia lantas berpaling dan berkata :

"Oooh toako ! Sekarang kau telah mengalami kemajuan yang amat pesat..." "Budak cilik," dengus Buyung Tiang kim dingin, "aku harap kau bisa memegang janji dengan mengirim surat kemari."

Nyoo Hong leng menghela napas panjang, dia seperti hendak berbicara tapi kemudian mengurungkan niatnya, lalu membalikkan badan dan bersama dua orang dayang itu beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

Memandang hingga bayangan punggung dari Nyoo Hong leng sudah lenyap dari pandangan mata, Buyung Im seng baru mengangkat kepalanya dan memandang sekejap ke arah manusia berbaju hitam itu.

Tampak lelaki itu berwajah dingin, kaku dan pucat pias seperti mayat yang baru diseret keluar dari dalam peti mati, dipandang secara bagaimanapun dia tidak mirip dengan seorang manusia hidup.

Tanpa terasa serunya dengan kening berkerut, 

"Dia bernama Tok kim (si pedang beracun) Phang Hong beng, ilmu pedangnya telah mencapai puncak kesempurnaan, selain itu jurus-jurus serangannya juga jahat dan keji. Sewaktu masih berkelana di dalam dunia persilatan dahulu, belum pernah ada korban yang berhasil lebih dalam keadaan hidup dari ujung pedangnya."

"Mau apa dia datang kemari ?"

"Dia datang untuk membantu diriku."

"Tapi dia tidak mempunyai kesempatan untuk turun tangan !"

"Jika dia turut memegang janji, tentu saja dia tak akan turun tangan terhadap dirimu !"

"Lihai kah ilmu silat yang dimilikinya ?" "Mau apa kau ?"

"Dia bisa datang sampai di sini, tentu saja orang itu termasuk orang kepercayaanmu."

"Benar."

"Aku lihat orang itu macam mayat hidup saja, ditambah lagi mempunyai sebutan si pedang beracun, aku duga tindak tanduknya pasti kejam, ganas dan tak kenal perikemanusiaan."

"Kalau betul kenapa ?"

"Aku ingin membinasakan dia lebih dulu !"

"Kau belum tentu sanggup membinasakan dirinya."

"Tapi sebelum aku turun tangan, akan kutotok kembali dua buah jalan darahmu." "Kenapa ?"

"Tenaga dalammu amat sempurna, jika tidak menotok lagi dua buah jalan darah dalam tubuhmu, sementara aku sedang bertempur melawan dia nanti, bisa jadi kau akan mengerahkan tenaga dalam untuk membebaskan diri dari pengaruh totokan, apabila kemudian kalian berdua mengerubuti aku seorang, bukankah sudah pasti aku akan menderita kekalahan total ?"

Tidak menunggu suara jawaban dari Buyung Tiang kim lagi, dia segera menotok dua buah jalan darah lagi di tubuh orang itu.

Buyung Tiang kim mendengus dingin serunya :

"Aku lihat kau si bocah keparat sudah bosan hidup !"

Buyung Im seng tidak memperdulikan Buyung Tiang kim lagi, dia segera memungut pedang milik Buyung Tiang kim dan menggapai ke arah manusia berbaju hitam itu sambil berseru :

"Kau boleh masuk !"

"Mundur !" buru-buru Buyung Tiang kim berteriak cemas.

Sebenarnya manusia berbaju hitam itu sudah melangkah masuk ke dalam ruangan, akan tetapi setelah mendengar bentakan dari Buyung Tiang kim, tiba-tiba ia mengundurkan diri lagi dari situ. 

Sementara itu Buyung Im seng telah menyimpan sepasang pedang pendek pemberian Nyoo Hong leng itu, sambil menggenggam pedang panjang katanya sambil tertawa.

"Mengapa tidak membiarkan saja dia masuk kemari ?" "Kau bukan tandingannya"

Buyung Im seng segera tertawa hambar.

"Mengapa secara tiba-tiba kau menguatirkan mati hidupku ?"

"Jika aku tidak terlalu menguatirkan mati hidupmu, sekalipun kau mempunyai jiwa rangkap sepuluh pun tak akan bisa hidup sampai sekarang." kata Buyung Tiang kim dingin.

"Kecuali waktu masuk kemari tadi, kita habis melalui wilayah yang diliputi kabut beracun, aku benar-benar tidak berhasil menemukan pada bagian manakah kau telah membantu kami."

Sesudah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh :

"Disamping itu, akupun tidak percaya kalau manusia berbaju hitam yang berada di luar ruangan itu sanggup menandingi aku."

"Berbicara dari soal ilmu silat, dia sanggup bertarung seratus gebrakan melawan dirimu apalagi didalam pedangnya tersimpan jarum beracun, membuat orang tak akan menduga serangan mautnya."

Buyung Im seng agak tertegun setelah mendengar perkataan itu, segera tanyanya : "Mengapa kau memberitahukan kesemuanya itu kepadaku ?"

"Sebab aku tak ingin kau mampus di sini." "Mengapa ?"

Bukan menjawab pertanyaan itu, Buyung Tiang kim kembali berkata :

"Ia telah menelan sejenis obat beracun, setelah bertarung lima puluh jurus dengan orang maka obat itu akan mulai bekerja, tenaga serangan yang terpancar keluar dari pedangnya pun kian lama kian bertambah tangguh, tapi selewatnya dua tiga ratus gebrakan, daya kerja obat tersebut akan lenyap kembali tak berbekas." "Sebetulnya dimanakah letak maksud dan tujuanmu memberitahukan kesemuanya itu kepadaku ?"

Buyung Tiang kim tetap tidak menjawab pertanyaan anak muda tersebut, dia berkata lebih jauh :

"Sekalipun seorang jagoan yang dikatakan berilmu tinggi, jangan harap ia sanggup menahan tiga ratus jurus serangan dahsyatnya."

"Bila ada orang yang sanggup bertahan selama tiga ratus jurus, menanti obat yang bekerja dalam tubuhnya telah lenyap baru melancarkan serangan, bukankah untuk membunuh orang itu gampang sekali ?" 

"Bila seseorang mampu bertahan selama tiga ratus gebrakan, maka dia tak perlu dibunuh lagi, karena secara otomatis dia akan mampus dengan sendirinya karena kehabisan tenaga."

"Betul-betul sebuah cara yang amat keji."

Terdengar Buyung Tiang kim berseru lagi dengan gelisah :

"Cepat bebaskan jalan darahku !"

"Kabar dari Nyoo Hong leng belum kuterima, maaf kalau aku tak sanggup memenuhi harapanmu itu, tapi aku tak akan mencelakai dirimu."

Mendadak terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, sewaktu dia mendongakkan kepalanya, tampak manusia berbaju hitam itu berjalan memasuki ruangan dengan langkah lebar.

Sebenarnya para muka manusia berbaju hitam itu pucat pias seperti mayat, tapi sekarang mukanya telah berubah menjadi merah padam, dari matanya terpancar keluar hawa pembunuhan yang menggidikkan hari.

Dengan suara keras Buyung Tiang kim segera berseru :

"Naik ! Cepat bebaskan jalan darahku, bila kau mengulur waktu lagi, bukan hanya kita saja yang akan tewas di tangannya, bahkan rahasia dari seluruh kota batu ini tak akan kau ketahui untuk selamanya."

Sambil diam-diam menghimpun tenaganya mempersiapkan diri, Buyung Im seng berkata dingin :

"Sebenarnya siapakah kau ? Mengapa kau menyaru sebagai Buyung Tiang kim. ?"

"Bebaskan dulu jalan darahku, lohu berjanji akan memberitahukan rahasia ini kepadamu, selama banyak tahun lohupun sudah jemu tinggal di ruang bawah tanah yang pengap dan tak ada sinar matahari ini."

Sementara itu manusia berbaju hitam itu sudah semakin mendekati tubuh Buyung Im seng, kini jaraknya tinggal lima depan saja, sementara pedangnya sudah diangkat siap melancarkan serangan.

Diam-diam Buyung Im seng berpikir :

"Banyak persoalan yang diucapkan Buyung Tiang kim kepadaku bersifat rahasia sekali bagi orang ini, entah mengapa ternyata dia berlagak seakan-akan tidak mendengar, buka saja tidak marah, juga tidak bermaksud menegur. Kalau dibilang kesadarannya sudah kalut, mengapa pula dia bisa memahami arti dari perkataan Buyung Tiang kim tersebut ? Dibalik kesemuanya ini jelas terdapat hal-hal yang aneh sekali."

Sementara berpikir sampai di situ, dengan suara dingin ia lantas bertanya : "Apakah kau ingin sekali bertarung melawan diriku ?"

Paras muka manusia berbaju hitam itu dingin, kaku tanpa emosi, membuat orang tak bisa menduga apakah dia bisa memahami arti dari pada perkataan itu atau tidak. 

Sikapnya, perubahan mimik wajahnya mendatangkan suatu perasaan mengerikan, kosong dan hampa bagi orang lain, satu-satunya yang mirip dengan manusia hidup hanyalah sepasang matanya yang bersinar tajam dan bergerak kian kemari.

Walaupun Buyung Im seng telah memperhatikan wajah manusia berbaju hitam itu beberapa kejap, dia merasa wajah orang itu pucat pias, gerak geriknya kaku bagaikan sesosok mayat hidup, namun setelah diperhatikan lebih seksama, suatu perasaan yang lain muncul kembali dalam hati kecilnya.

Dia merasa selain gerak geriknya kurang lincah dan cekatan, sikap orang berbaju hitam itu dingin dan mengerikan, sorot matanya memancarkan cahaya buas, membuat orang merasa bergidik dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

Terdengar Buyung Tiang kim berteriak lagi.

"Nak, cepat bebaskan jalan darahku, kau tak bisa menunggu sampai dia mulai bergerak, mungkin sekarang sudah kau saksikan bukan bahwa dia jauh berbeda dengan manusia biasa."

"Benar, aku dapat merasakan bau ganas dan kejam yang melilit tubuhnya, tanpa bertarung saja sudah dapat dirasakan segulung hawa pembunuhan yang menggidikkan hati."

"Benar nak, dia sudah ibaratnya anak panah yang berada di ujung gendewa, jika kau memberi kesempatan lagi kepadanya maka keadaannya akan mirip air bah yang menjebolkan bendungan, bila sampai dibiarkan berlangsung terus, maka dia sukar ditaklukkan lagi."

Lagi-lagi Buyung Im seng dipancing emosinya oleh beberapa kata tersebut, sambil tertawa dingin serunya :

"Aku tidak percaya kalau dia akan sedemikian hebatnya, dia belum tentu bisa menangkan aku."

Ketika mengalihkan sorot matanya ke depan, dilihatnya paras muka manusia berbaju hitam itu kian lama kian bertambah merah, dari balik matanya memancarkan cahaya buas yang menggidikkan hati dan cahaya itu kian lama kian bertambah tajam, tak terlukiskan rasa terkesiap yang segera mencekam perasaannya.

Akan tetapi suatu perasaan ingin tahu yang sangat kuat muncul kembali dalam hatinya, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Tiang kim, kemudian tanyanya :

"Seandainya dia berhasil membinasakan dirimu juga bukan ?" "Benar" Buyung Tiang kim mengangguk.

Buyung Im seng segera tertawa.

"Keadaannya dan keadaanku sedikit berbeda, entah siasat licik apa saja yang hendak kau gunakan, janji apapun yang kau pernah ucapkan, semuanya tak mungkin bisa membuatnya percaya."

Buyung Tiang kim menjadi gusar sekali, segera bentaknya : 

"Cepat bebaskan jalan darah lohu, bila kau mengulur waktu lagi, keadaan benarbenar akan terlambat."

Tergerak hati Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, mendadak dia mundur dua langkah ke belakang, kemudian menyelinap ke belakang tubuh Buyung Tiang kim.

Kejadian ini sama sekali di luar dugaan Buyung Tiang kim, segera tegurnya agak heran :

"Mau apa kau ?"

"Dalam dunia persilatan terdapat banyak sekali orang yang sama sekali tidak kukenal yang membantu diriku, karena mereka semua percaya kalau aku adalah putra dari Buyung Tiang kim."

"Dengan nama besar serta kedudukan Buyung Tiang kim dalam dunia persilatan, menjadi putranya bukan suatu kejadian yang mempermalukan dirimu bukan ?" tukas Buyung Tiang kim.

"Tapi dimanakah Buyung Tiang kim yang sebenarnya ? Dan siapa pula diriku ini ? Selama beberapa waktu belakangan ini aku selalu dibelenggu dan dimurungkan oleh persoalan ini, aku selalu merasa terkejut dan menghadapi mara bahaya. Apa tujuan semuanya itu ? Tak lebih hanya ingin berjumpa muka dengan Buyung Tiang kim, akupun tak segan-segannya mengorbankan cinta kasih seorang gadis cantik, akan tetapi apa yang kuharapkan ternyata sukar tercapai, sekarang.."

"Jika kau tidak segera membebaskan jalan darahku, kematian sudah berada di depan mata, mana mungkin masih ada sekarang atau di kemudian hari lagi ?" tukas Buyung Tiang-kim.

"Aku memang tak berani membayangkan masa yang akan datang, bahkan tiada pula sekarang, perduli kau adalah Buyung Tiang kim yang asli atau bukan, siapakah orang tuaku yang sebenarnya, aku mulai segan untuk melakukan penyelidikan lebih jauh."

Sewaktu mengucapkan perkataan itu, suaranya tenang dan kalem, sedikitpun tidak diliputi oleh dorongan perasaan atau emosi, tapi justru demikian, hal ini membuktikan bahwa cita-citanya menjadi tenggelam setelah dia kenyang menderita dan tersiksa. Kini ia sudah berada dalam suatu keadaan yang paling puncak, keadaan rela mati begitu saja.

Buyung Tiang kim menjadi terkejut sekali, buru-buru serunya :

"Setiap manusia tentu mempunyai ayah dan ibu, demikian pula dengan kau, masa kau tidak ingin mengetahui riwayat hidupmu sendiri ? Cepat bebaskan jalan darah lohu, nanti lohu pasti akan membantumu untuk menyingkap rahasia dari riwayat hidupmu itu."

Dengan cepat Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali, tampiknya: "Tidak usah, kau sendiri telah mengakui sebagai putramu, perduli kau adalah Buyung Tiang kim yang asli atau palsu, tapi yang jelas kau bukan orang baik dan rasanya kitapun tak usah berdebat karena persoalan ini. Aku tak tega membunuh dirimu dengan tenagaku sendiri, maka akan ku pinjam tangan manusia berbaju hitam ini untuk membantuku membinasakan kau..." 

"Seandainya lohu adalah ayah kandungmu, apakah kaupun tak akan ambil perduli

? "tukas Buyung Tiang kim.

"Setelah dia membinasakan dirimu, aku akan membunuhnya untuk membalaskan dendam bagimu, seandainya diantara kita benar-benar mempunyai hubungan, maka anggap saja hal tersebut sebagai balasanku atas budi kebaikanmu... "

"Di bawah sarang yang porak poranda tiada telur yang utuh, lohu tidak habis mengerti bagaimana caramu menghitung hutang piutang ini ?"

"Aku memang tak punya sarang, darimana bisa muncul sarang yang porak poranda

?"

Sementara itu manusia berbaju hitam tersebut sudah mulai menggerakkan langkahnya dan pelan-pelan berjalan menghampiri mereka berdua.

Menyaksikan kejadian tersebut Buyung Tiang kim segera menghela napas panjang. "Nak, cepat bebaskan jalan darah pada lengan kananku, kemudian berikan sebelah pedang kepadaku, biar ku lawan dia beberapa jurus, setuju bukan..?"

Buyung Im seng termenung dan berpikir sejenak, lalu ujarnya.

"Aku tidak habis mengerti, kau menyebut manusia berbaju hitam ini sebagai orang kepercayaanmu. Mengapa kau tak sanggup menguasai dia, bahkan membiarkan dia berbalik menggigit dirimu ?"

"Persoalan yang tidak kau pahami pasti akan lohu terangkan kepadamu, andaikata aku terbunuh di tangannya maka rahasia besar dunia persilatan akan lenyap bersama jasadku, sekalipun kau selidiki, paling tidak juga membutuhkan waktu selama sepuluh tahun lamanya, itupun hanya akan berhasil kau temukan sedikit saja latar belakangnya, sedang keadaan yang sesungguhnya akan tetap menjadi teka-teki terbesar bagi umat persilatan."

Tampaknya Buyung Im seng telah terpikat oleh rasa ingin tahunya yang amat besar dan menggelora di dalam dadanya, dengan cepat dia menepuk bebas dua buah jalan darah Buyung Tiang kim yang berada di sebelah kanan tubuhnya, selain itu diapun menyerahkan pedang yang berada di tangannya itu ke tangan Buyung Tiang kim.

Dengan cepat Buyung Tiang kim meronta bangun lalu pelan-pelan mundur lima langkah ke belakang, kini punggungnya bersandar pada dinding, sementara pedang ditangan kanannya di obat-abitkan kian kemari.

Setiap kali Buyung Tiang kim menggerakkan satu kali pedangnya, manusia berbaju hitam itupun segera memperlambat gerakan tubuhnya yang sedang maju ke depan, dimana akhirnya dia berhenti tak berkutik di situ.

Akan tetapi setelah lewat beberapa saat lagi, kembali dia bergerak maju ke depan. Diam-diam Buyung Im seng memperhatikan semua gerak gerik Buyung Tiang kim dengan seksama, ia temukan pedang yang berada di tangan Buyung Tiang kim itu seakan-akan sedang membuat semacam lukisan, bisa diduga kalau lukisan mana tentu ada sangkut pautnya dengan manusia berbaju hitam itu maka hal itulah yang membuat gerak maju manusia berbaju hitam itu selalu terhadang. 

Maka katanya kemudian :

"Agaknya dia sudah tidak mau mendengarkan perintahmu lagi ?"

"Benar ! Dia sudah melepaskan diri dari kontrol serta kendaliku, sekarang keadaannya ibarat kuda liar yang lepas dari kandang, tiada seorang manusiapun dikolong langit yang sanggup mengendalikan dirinya lagi."

Lambat laun manusia berbaju hitam itu sudah semakin mendekat kehadapan Buyung Tiang kim, kini dia mulai mengangkat pedang yang berada di tangannya. Semua gerakan yang dilakukan manusia berbaju hitam itu dilakukan dengan amat lamban dan berat, seakan-akan tiada kekuatan didalam tubuhnya yang menunjang gerakan mana.

Sementara itu Buyung Im seng telah mengundurkan diri sejauh delapan depa lebih dan menyembunyikan diri di belakang sebuah tempat duduk, diam-diam ia merasa keheranan, pikirnya :

"Tampaknya Buyung Tiang kim seperti merasa takut sekali terhadap manusia berbaju hitam itu, entah apa sebabnya ternyata dia segan untuk melancarkan serangan lebih dulu. Padahal gerak gerik dari manusia berbaju hitam itu lamban sekali. Mungkin saja dalam sekali tusukan dia sudah dapat membunuhnya, atau paling membuatnya terluka parah, jika tubuh seseorang sudah mengalami beberapa kali tusukan, bagaimanapun kerasnya obat perangsang yang telah bersarang dalam tubuhnya, tak mungkin akan muncul suatu kekuatan yang maha besar."

Tampak manusia berbaju hitam itu sudah mengangkat pedangnya tinggi-tinggi kemudian pelan-pelan diayunkan ke bawah membacok tubuh Buyung Tiang kim. Gerakan pedang itu dilakukan amat lamban, sekalipun seseorang yang sama sekali tidak mengerti akan ilmu silatpun dapat menghindarkan diri dengan mudah sekali.

Tapi anehnya Buyung Tiang kim tidak mencoba untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, malahan dia pun menggunakan suatu gerakan yang amat lamban pula bergeser ke samping.

Dengan kening berkerut Buyung Im seng segera berpikir :

"Aaah, betul, dia licik dan punya akal busuk amat banyak, tentu ia sedang memancing manusia berbaju hitam itu agar bertarung melawan diriku."

Tatkala tusukan yang dilancarkan manusia berbaju hitam itu mengenai sasaran kosong, serangan kedua segera dibacokkan kembali ke arah depan...

Didalam melancarkan serangan yang kedua ini agaknya gerakan tersebut dilakukan jauh lebih cepat daripada gerak serangan yang pertama tadi...

Separuh badan Buyung Tiang kim masih kaku karena darahnya belum ditotok bebas, akibatnya sulit juga baginya untuk menghindarkan diri dari ancaman lawan. Walaupun serangan yang kedua ini lagi-lagi berhasil dihindari olehnya, akan tetapi akibatnya dia sendiri pun ikut tersandung dan jatuh terjerembab ke atas tanah.

Tiba-tiba saja pedang yang berada ditengah manusia berbaju hitam itu membentur ruangan.

"Blaaam..." suatu benturan keras yang memekikkan telinga segera bergema di situ. 

Mendadak paras muka Buyung Tiang kim berubah hebat, "weees... !" ia segera melancarkan tusukan ke lutut manusia berbaju hitam itu.

Buyung Im seng yang menyaksikan kejadian itu kembali berpikir didalam hati : "Padahal separuh badan bagian bawah dari manusia berbaju hitam itu terbuka sama sekali, entah mengapa dia tidak menusuk lambungnya ?"

Tampak manusia berbaju hitam itu menarik kembali pedangnya, menyusul kemudian tubuhnya turut berputar pula ke samping.

Tusukan pedang yang dilancarkan Buyung Tiang kim secara tepat sekali menghajar di atas kaki sebelah kiri dari manusia berbaju hitam itu, sementara tubuhnya menggunakan kesempatan itu melejit ke tengah udara.

"Traaaanng.. !" agaknya pedang tersebut menghajar di atas sepotong lempengan besi.

Sekali lagi Buyung Im seng merasakan hatinya tergerak, sekarang sadarlah dia apa gerangan yang sebenarnya terjadi, rupanya manusia berbaju hitam itu menggunakan lempengan baja di dalam tubuhnya dan lempengan tersebut tidak terlihat dari luar.

Baru saja ingatan tersebut melintas di dalam benaknya, jurus serangan yang dilancarkan manusia berbaju hitam itu sudah berubah dari lambat menjadi cepat sekali.

Buyung Tiang kim masih tetap menghadapi serangan lawan dengan punggung menempel di atas dinding, berhubung dua buah jalan darah yang mengendalikan separuh badannya belum dibebaskan maka gerak geriknya menjadi kurang leluasa, dia harus menggunakan dinding tersebut untuk bantu menyangga badannya.

Dengan cepat, Buyung Im seng kembali menemukan suatu kejadian yang sangat aneh, serangan pedang manusia berbaju hitam itu makin menyerang semakin cepat, tubuhnya pun semakin lama bergerak semakin lincah, kini Buyung Tiang kim sudah tak sanggup melancarkan serangan balasan lagi, dia hanya dapat menggerakkan pedangnya untuk melakukan penangkisan. Hal itu pun segera membuka pikiran Buyung Im seng, apa sebabnya Buyung Tiang kim enggan melancarkan serangan lebih dahulu, tampaknya ilmu silat manusia berbaju hitam itu baru akan terangsang keluar setelah mendapatkan daya pantulan yang terpancar dari ujung senjata seseorang....

Mendadak terdengar sepasang pedang saling membentur hingga menimbulkan suara yang amat nyaring, termakan oleh tenaga pantulan yang sangat kuat itu, Buyung Tiang kim terpental hingga jatuh sejauh empat lima depa dari posisi semula.

Gerakan tubuh dari manusia berbaju hitam itu cepat sekali, "Sreeet !" kembali ia lepaskan sebuah tusukan.

Buyung Tiang kim segera menggelinding ke samping menghindarkan diri, bacokan pedang manusia berbaju hitam itu dengan cepat merobek pakaiannya.

Dengan perasaan terkejut Buyung Im seng segera berpikir. 

"Ilmu pedang yang dimiliki manusia berbaju hitam ini benar-benar cepat sekali, tampaknya dia bukan seperti membohongi aku."

Tampak manusia berbaju hitam itu mengayunkan pedangnya berulang kali melepaskan serangkaian serangan beruntun, cahaya tajam berkilauan menyengat pandangan, sedemikian cepatnya serangan itu sehingga sukar diikuti dengan pandang mata.

Semestinya Buyung Tiang kim sudah terluka di ujung pedang manusia berbaju hitam itu, tapi dia telah meminjam sebuah meja rendah di atas meja dan sebuah tempat duduk untuk melindungi diri dari ancaman, dia menggelinding masuk kedalamnya.

Jurus pedang manusia berbaju hitam yang cepat bagaikan sambaran petir itu bukan cuma digerakkan sangat cepat, bahkan di ujung pedang tersebut disertakan pula tenaga dalam yang amat besar.

Dalam waktu singkat meja rendah dan tempat duduk itu sudah hancur semua dihajar oleh bacokan pedangnya.

Buyung Im seng dapat menyaksikan betapa berbahayanya situasi waktu itu, besar kemungkinan Buyung Tiang kim akan terluka di ujung pedang orang itu dalam sepuluh jurus mendatang.

Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, diam-diam pikirnya : "Hingga kini aku masih belum mengetahui bagaimana nasib Nyoo Hong leng, seandainya dia benar-benar mati di ujung pedang manusia berbaju hitam itu, bukankah aku sama sekali tidak berpegangan lagi ?"

Berpikir sampai di situ, dia lantas meloloskan sepasang pedang pendek jantan betinanya, kemudian menggelinding ke hadapan Buyung Tiang kim, bisiknya : "Akan kubebaskan kedua buah jalan darahmu yang lain."

Pedang pendek ditangan kanannya digerakkan dan menghadang gerak serangan pedang dari manusia berbaju hitam itu, sementara tangan kirinya diayunkan ke depan membebaskan dua buah jalan darah Buyung Tiang kim yang tertotok.

Begitu jalan darahnya bebas dari totokan, Buyung Tiang kim segera merasakan tubuhnya jauh lebih gesit dan enteng, dia segera melompat bangun, secara beruntun pedangnya melancarkan tiga buah serangan balasan.

Ketiga buah serangan itu seharusnya merupakan serangan keras lawan keras yang menggunakan tenaga besar, serentetan suara benturan nyaring segera berkumandang memecahkan keheningan.

Dalam pada itu, Buyung Im seng telah mengundurkan diri ke samping begitu selesai membebaskan jalan darah Buyung Tiang kim yang tertotok, dia menghindarkan diri dari pertarungan sengit yang sedang berlangsung itu.

Setelah diamati dengan seksama, akhirnya diketahui bahwa manusia berbaju hitam itu sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk membedakan musuhnya, bagi orang itu, asal sudah turun tangan maka dia akan segera menyerang dengan mempergunakan semua jurus mematikan yang dimilikinya... 

Ilmu silat yang dimiliki Buyung Tiang kim beraneka ragam, jurus serangannya kebanyakan aneh dan luar biasa, setelah melepaskan belasan jurus serangan balasan, boleh dibilang semua serangan dari manusia berbaju hitam itu telah terbendung semua.

Buyung Im seng yang menonton dua harimau bertarung secara diam-diam mulai mempertimbangkan apa tindakan yang harus diambil setelah kedua orang itu berhasil mengetahui menang kalahnya.

Andaikata manusia berbaju hitam itu yang menang, dia akan segera turun tangan untuk membalaskan dendam bagi Buyung Tiang kim.

Sebaliknya kalau Buyung Tiang kim yang menang, apa yang harus dia lakukan ? Menggunakan peluang sewaktu kekuatannya belum pulih, dia harus menotok kembali jalan darahnya atau untuk sementara waktu berdiam diri sambil menyelidiki rahasia dari kota batu di bawah tanah ?

Walaupun Buyung Im seng mempunyai waktu yang cukup untuk berpikir, namun ia tak berhasil menemukan suatu cara untuk mengambil keputusan.

Mendadak terdengar Buyung Tiang kim membentak keras, pedangnya menyambar ke muka dan tahu-tahu pinggang manusia berbaju hitam itu sudah terbabat hingga kutung menjadi dua bagian.

Buyung Im seng memandang sekejap mayat manusia berbaju hitam itu, untuk sesaat ia menjadi terheran.

Ternyata darah yang mengalir keluar dari tubuh manusia berbaju hitam itu sedikit sekali, ketika pinggangnya kena dibabat sampai kutung oleh Buyung Tiang kim, darah yang mengalir keluar tak lebih cuma semangkuk kecil.

Tampaknya Buyung Tiang kim merasa lelah sekali, pedangnya dipakai untuk menopang badannya, sementara punggungnya menempel di atas dinding, pelanpelan ujarnya :

"Mengapa kau berubah pikiran lagi dengan menolong diriku ?"

"Terus terang saja kukatakan, hal ini disebabkan berita yang ditulis sendiri oleh nona Nyoo belum kuterima, hingga kini aku masih belum tahu akan mati hidupnya."

"Hanya karena alasan ini ?" tanya Buyung Tiang kim dingin.

"Aku menyaksikan sikap manusia berbaju hitam itu sangat aneh, apalagi setelah menyaksikan dia mati di ujung pedangmu, rasa curiga dan ingin tahuku semakin menjadi-jadi."

"Maka rasa ingin tahumu lantas timbul dan kau ingin mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya ?" sambung Buyung Tiang kim.

"Aku dilahirkan terlalu lambat, pengetahuanku soal dunia persilatan masih amat cetek tapi baru terjun ke dunia sudah kujumpai masalah besar yang paling misterius dalam dunia persilatan ini, aku rasa liku-liku serta perubahan diantaranya pasti amat menarik hati." 

"Dalam ruang ini cuma ada kita berdua... bila aku tidak memegang janji, dalam sepuluh jurus gagal membunuhmu, aku akan menggunakan dua puluh jurus bahkan seratus jurus untuk membunuhmu, memangnya orang di dunia mengetahui akan hal ini ?"

Buyung Im seng tertawa hambar.

"Soal itu mah telah kupikirkan juga, tetapi aku rasa latar belakang yang penuh liku-liku dan perubahan dari persoalan ini masih cukup berharga bagiku untuk diketahui, kendatipun harus mengorbankan selembar nyawaku."

Buyung Tiang kim segera tertawa terbahak-bahak.

"Haah... haaah.... haaah... setiap orang pasti mempunyai perasaan ingin tahu, biasanya semakin orang itu tidak terbiasa bergaul, rasa ingin tahunya justru semakin kuat, seringkali lohu berpikir, orang-orang itu dapat membuang jauh-jauh sifat kemaruk harta dan kedudukan tapi justru tak dapat membuang rasa ingin tahunya. Seringkali rasa ingin tahu justru akan merupakan titik kelemahan yang berakibat kematian dari para enghiong, hohan, usiamu masih muda, tak nyana kalau kaupun mengidap penyakit semacam itu ?" 
(Bersambung ke Jilid 34) 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar