Jilid 24
BAIKLAH LOCIANPWE, akan boanpwe simpankan buat sementara waktu dikemudian hari tentu akan kuserahkan kembali kepada Locianpwe.”
“Bila kau dapat manfaatkan benda tersebut manfaatkanlah sekehendak hatimu” kata Thian khing, “Bila aku masih dapat lolos dari sini dalam keadaan selamat, rasanya benda tersebut sudah tak dibutuhkan lagi ……”
Setelah berhenti sebentar dia melanjutkan :
“Ketiga orang Seng-cu tersebut merupakan orangorang yang suka mencari menangnya sendiri, mustahil mereka akan menyiarkan penghianatanku terhadap Sam seng bun kedalam dunia persilatan, mungkin dengan keadaan seperti ini, lencana roda emas itu masih dapat kami manfaatkan untuk sementara waktu, Cuma, aku lihat kau kelewat jujur tak tahu menggunakan kelicikan, moga-moga nona Kwik sudi memberi petunjuk.”
“Akan boanpwe laksanakan ajaran tersebut.” Kwik Soat kun segera mengiakan.
Sementara itu, si pemuda berbaju hitam yang menggembol pedang telah menyusup masuk lagi secara tiba-tiba, setelah memberi hormat katanya.
“Delapan orang gagah pelindung junjungan telah menyebarkan diri berjaga-jaga diluar istana Kim lun tong.”
Phu Thian Khing manggut-manggut, belum sempat dia menjawab, suara bentrokan senjata tajam telah berkumandang dari luar istana, dalam kegelapan malam, suara itu kedengaran sangat nyaring.
“Dari pihak Seng tong telah ada orang kemari” Kwik Soat Kun segera berbisik. “Cepat atau lambat, memang bakal terjadi pertarungan semacam ini.” Kata Phu Thian Khing dengan wajah serius.
Dia menyambar sebilah golok dari atas rak senjata, kemudian lanjutnya. “Harap kalian berdua menyiapkan senjata pula!”
Kwik Soat kun dan Buyung Im seng segera mengambil sebilah pedang dan disoren pada pinggannya.
“Sebentar, bila kalian berdua harus bertaruh melawan musuh jangan sekali-kali turun tangan dengan belas kasihan…..” kembali Phu Thian King menambahkan.
Belum habis dia berkata, mendadak ……” Blaammmm !” suara benturan senjata tajam telah berkumandang dari luar ruangan.
Tampaknya sudah ada orang yang berhasil menmbusi hadangan yang berlapis-lapis dan berhasil menyusup keluar gedung Kim lun tong.
Menyaksikan hal itu, Kwik Soat kun segera berpikir didalam hati kecilnya. “Ilmu silat yang dimiliki orang ini sangat lihay, cepat sekali kedatangannya!”
Terdengar bentrokan senjata tajam memecahkan keheningan, lalu terdengar seseorang menjerit kesakitan, rupanya ada orang telah terluka parah.
Phu Thian khing segera menenteng goloknya melangkah keluar menuju keluar gedung.
Siapa tahu, baru saja dia menggerakkan tubuhnya untuk melangkah keluar, nampak bayangan manusia berkelebat lewat, seorang pemuda berbaju putih melompat masuk kedalam ruangan.
Tampak dia membawa sebilah pedang yang penuh berlepotan darah, titik-titik darah masih menetes tiada hentinya.
Keadannya waktu itu benar-benar menggidikan hati siapa yang melihatnya.
ooOoo
BAGIAN KE TIGA PULUH EMPAT
PHU THIAN KING tertawa dingin tiada hentinya, katanya.
“Heeehh ….. heehh …. Heehh …. Aku kira siapa yang dating, rupnya Thio heng yang telah berkunjung kemari, tak heran kalau mereka semua menghalangi dirimu.”
Dengan pandangan dingin pemuda berbaju putih memandang sekejap ke arah Buyung Im seng serta Kwik Soat kun, lalu ujarnya.
"Siapakah lelaki dan perempuan ini ?"
"Siapa pula yang sedang kau cari ?" Phu Thian khing balas menegur dengan suara dingin.
"Aku mendapat perintah dari Seng tong untuk membekuk kembali dua orang tawanan yang kabur."
"Kalau begitu saudara tidak salah mencari, walaupun pihak Seng tong menuduh mereka berdua sebagai buronan, tapi tahukah kau asal usul mereka yang sebenarnya ?"
"Aku tak ingin tahu."
"Tapi aku harus menerangkannya juga kepadamu."
Sambil memandang ke arah Buyung Im seng, dia melanjutkan:
"Dia adalah Buyung Im seng, putra kesayangan Buyung Tiang kim tayhiap..." "Kalau anaknya Buyung Tiang kim, lantas kenapa ?" dengus orang berbaju putih itu.
Dengan wajah serius Phu Thian khing berkata.
Buyung tayhiap adalah seorang toa enghiong yang disegani dan dihormati oleh setiap umat persilatan, kau berani bicara kurang hormat kepadanya... ?"
Tiba-tiba orang berbaju putih itu menundukkan kepalanya sambil termenung sebentar, kemudian pelan-pelan menjawab.
"Sekalipun Buyung Tiang kim mempunyai banyak hal yang patut dihormati namun Buyung kongcu bukanlah Buyung Tiang kim, harap saudara Phu maafkan siaute bila terpaksa mesti bertindak kasar."
Tiba-tiba dia maju menghampiri Buyung Im seng, kemudian ujarnya dengan suara dingin.
"Saudara, bila kau tidak segera menyerahkan diri untuk dibelenggu, silahkan untuk meloloskan senjata"
Buyung Im seng berpaling dan memandang sekejap ke arah Phu Thian khing kemudian pelan-pelan meloloskan pedangnya.
Dengan suara dingin kembali orang berbaju putih itu berkata.
"Senjata tak bermata, bila pertarungan sampai berkobar maka siapa luka siapa tewas pasti tak bisa dihindari, cuma kau tak usah kuatir, paling tidak aku hanya melukai dirimu, tak sampai merenggut selembar jiwamu."
Phu Thian khing mengayunkan goloknya dan... Sreet, sreet ! secara beruntun melancarkan dua buah bacokan kilat yang memaksa orang berbaju putih itu terdesak mundur dua langkah.
"Tidak sulit bila saudara Thio ingin bertarung melawan Buyung kongcu. Cuma, kau mesti menangkan dulu golok di tanganku."
Orang berbaju putihpun tidak banyak bicara, dia segera menggerakkan senjatanya, mendadak saja tampak selapis cahaya pedang berkilauan di udara, lalu dengan merubah diri menjadi titik-titik cahaya tajam langsung menyerang tubuh Thian khing.
Phu Thian khing tak mau menyerah begitu saja, dia segera menggerakkan goloknya sambil melancarkan serangan balasan, seketika itu juga berkobarlah suatu pertarungan yang amat seru.
Dengan tatapan mata yang sangat dingin sekali, Buyung Im seng memperhatikan jalannya pertarungan dari sisi arena, dia menjumpai jurus pedang yang digunakan orang berbaju putih itu amat cepat dan lincah, benar-benar jarang dijumpai di dunia ini, setiap kali dia telah melancarkan serangan sebanyak tiga kali, Phu Thian khing baru sempat membalas dengan sebuah bacokan golok.
Walaupun begitu, permainan golok Phu Thian khing amat mantap dan bertenaga, sekalipun masih belum mampu untuk menandingi kelincahan serta kecepatan gerak ilmu pedang dari orang berbaju putih itu, namun pertahanannya boleh dibilang amat ketat.
Bagaimanapun cepatnya serangan pedang dari orang berbaju putih itu, namun dia selalu gagal untuk menembusi lapisan golok yang melindungi sekeliling badan Phu Thian khing.
Pertarungan yang berlangsung dalam ruangan berkobar dengan serunya, tampak cahaya golok bayangan pedang menyelimuti wilayah seluas berapa kaki lebih, sementara benturan senjata tajam di luar ruangan pun berkumandang makin nyaring.
Jelas, di luar ruanganpun sedang dilangsungkan suatu pertarungan yang tak kalah serunya.
"Saudara Buyung" dengan suara pelan Kwik Soat kun segera berbisik, "situasinya telah berkembang sampai suatu detik yang tak dapat di ulur lagi, rasanya kitapun tak usah terlalu menuruti peraturan dunia persilatan lagi..."
Buyung Im seng mengangguk, sambil menggetarkan pedangnya dia berkata cepat. "Phu locianpwe, boanpwe akan datang membantu !"
Dia segera menerjang ke depan dan turut menyerang si orang berbaju putih itu.
Melihat datangnya serangan tersebut, orang berbaju putih itu segera tertawa terbahak-bahak, permainan pedangnya diperketat dan dia menghadapi serangan gabungan dari kedua orang itu dengan serius.
Ilmu pedang yang dimilikinya sungguh hebat dan luar biasa, sekalipun harus menghadapi pula serangan gencar Buyung Im seng, namun dia tetap lebih banyak melancarkan serangan dari pada bertahan, posisinya jauh lebih menguntungkan. Sejak menerima warisan ilmu pukulan dan ilmu pedang peninggalan ayahnya, hingga kini Buyung Im seng tak pernah bertarung secara sungguh-sungguh melawan orang lain, begitu mendapat kesempatan untuk melangsungkan pertarungan, dengan cepat dia mengembangkan ilmu pedang yang pernah dipelajarinya itu.
Seluruh perhatian dan pikirannya dipusatkan ke ujung pedang, terhadap situasi pertarungan disekitar arena boleh dibilang seakan-akan tak acuh sama sekali. Sekalipun demikian, ilmu pedang hasil ciptaan Buyung Tiang kim yang menyerap inti sari ilmu pedang dari pelbagai aliran perguruan di dunia itu justru semakin menunjukkan kehebatannya.
Benar baru pertama kali ini Buyung Im seng mempraktekkan kepandaian tersebut sehingga semua kelihaiannya belum dapat dipergunakan sebaiknya, namun orang berbaju putih itu makin lama merasakan daya tekanan yang menindih badannya makin berat.
Pada mulanya pertarungan masih belum terasa seberapa, setelah dua puluh jurus kemudian, ilmu pedang Buyung Im seng semakin berkembang, bagaikan awan putih yang menyelimuti angkasa saja, hawa pedang membentuk lingkaran cahaya yang makin lama makin membesar.
Menghadapi keadaan seperti ini permainan pedang si orang berbaju putih yang lebih mengutamakan kecepatan gerak itu lambat laun semakin terdesak dan semakin sempit lingkaran pengaruhnya.
Seolah-olah terbelenggu oleh suatu kekuatan yang tak berwujud, perubahan gerak tubuhnya serta sistem pertahanan dan pengerahan tenaganya sukar untuk mengikuti kehendak niat sendiri.
Rupanya permainan pedang Buyung Im seng selalu berhasil merebut posisi yang lebih menguntungkan, membuat perubahan jurus pedang orang berbaju putih makin lama semakin kacau balau.
Pada saat itulah Phu Thian khing merasakan juga timbulnya suatu kekuatan yang maha besar yang memaksa permainan goloknya tak sanggup dikembangkan lebih jauh.
Daya pengaruh yang besar itu datangnya bukan dari pihak lawan melainkan dari permainan pedang Buyung Im seng makin lama semakin berkembang sehingga terbentuklah suatu kekuatan yang maha besar dan kuat.
Dalam pertarungan, gerakan golok yang semula menyelimuti suatu ruangan gerak yang amat besar, lambat laun semakin mengecil sehingga akhirnya Phu Thian khing merasa bahwa kehadirannya dalam pertarungan tersebut sama sekali tak
ada artinya lagi, malahan besar kemungkinan akan mempengaruhi perubahan jurus pedang dari Buyung Im seng.
Berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia menarik kembali serangannya sambil mundur.
Sementara itu Buyung Im seng sendiri semakin lancar mempergunakan ilmu pedangnya sesudah melalui suatu pertarungan yang sengit, bagus di dalam hal perasaan maupun permainan, dia sudah dapat menyesuaikan diri dengan sebaikbaiknya dengan perubahan jurus pedang itu.
Maka diapun lantas memiliki sisa kekuatan untuk mulai dan memperhatikan perubahan situasi pertarungan ditengah arena.
"Tapi justru demikian, permainan ilmu pedang yang meliputi inti sari ilmu pedang pelbagai aliran ini justru memancarkan kekuatan serta pengaruh yang lebih jauh lebih besar.
Permainan pedang si orang berbaju putih yang lincah dan cepat itu seolah-olah sudah ketinggalan jaman, bagaikan seekor binatang buas yang dikurung dalam terali besi saja, meski sudah menerjang kesana kemari, namun belum berhasil juga untuk meloloskan diri dari kurungan.
Menyaksikan permainan pedang Buyung Im seng yang begitu dahsyat dan mengagumkan itu tanpa terasa Phu Thiang khing segera bergumam.
"Betul-betul suatu permainan ilmu pedang yang luar biasa, betul-betul suatu permainan pedang yang hebat."
"Locianpwe, ilmu pedang apakah yang kau maksudkan ?" Kwik Soat kun menegur. "Yang kumaksudkan adalah permainan pedang Buyung Im seng, jurus serangan itu benar-benar merupakan jurus pedang yang dipergunakan Buyung tayhiap dimasa lalu."
Mendadak terdengar orang berbaju putih itu membentak keras, secara ketat dia lepaskan tiga buah serangan berantai, kemudian hardiknya.
"Tahan !"
Buyung Im seng segera menghentikan permainan pedangnya sambil menegur. "Saudara, kau ada petunjuk apa ?"
"Kau benar-benar adalah Buyung kongcu ?"
"Sebagai putra manusia, buat apa aku mesti mencatut nama orang lainnya." jawab Buyung Im seng dingin.
"Menurut apa yang kuketahui, Buyung tayhiap tidak berputera putri, maka dari itu, sewaktu dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan munculnya
seorang Buyung kongcu untuk membalaskan dendam kematian ayahnya, aku sama sekali tidak memikirkannya dihati, akan tetapi setelah kusaksikan permainan pedangmu sekarang, terbukti sudah bahwa ilmu pedang itu benar-benar adalah ilmu pedang ciptaan Buyung tayhiap."
Tergerak juga hati Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, pikirnya. "Kalau didengar dari ucapannya itu, agaknya dia mengenal sekali dengan ayahku." Berpikir demikian, diapun berkata.
"Bagaimana sekarang ? Kau sudah percaya ?"
"Masih sulit untuk membuatku percaya, karena sekalipun bukan Buyung kongcu, orang juga dapat mempelajari pedang warisan Buyung Tiang kim."
"Bila kau memang tidak percaya, buat apa kita mesti banyak berbicara lagi ? Hayolah kita lanjutkan pertarungan yang belum selesai !"
Orang berbaju putih itu mencoba untuk pasang telinga dan memperhatikan keadaan disekitar tempat itu secara seksama, dirasakan suara bentrokan senjata yang sedang berkumandang di luar gedung makin lama semakin santer, jelas pertarungan yang sedang berlangsung di luar sana telah mencapai puncaknya.
Dengan suara rendah Kwik Soat kun segera berbisik.
"Dia sedang menggunakan taktik mengulur waktu sambil menunggu datangnya bala bantuan, Saudara Buyung, kau tak boleh menuruti kemauannya." Sementara itu orang berbaju putih itu telah berkata lagi.
"Seandainya engkau mempunyai cara untuk membuktikan bahwa kau adalah Buyung kongcu, lebih baik segera perlihatkan bukti tersebut kepadaku, betul kau mewarisi ilmu silat dari Buyung Tiang tayhiap, bukan berarti kau bisa merenggut nyawaku, bila kau bertahan mati-matian, paling tidak kita melangsungkan pertarungan sebanyak dua tiga ratus gebrakan lagi sebelum menang kalah bisa ditentukan."
"Aku tidak mengerti, bukti tersebut akan mendatangkan manfaat apa bagi diriku ?" "Besar sekali manfaatnya, bila benar-benar kau Buyung kongcu, keadaannya akan sama sekali berbeda."
"Aku bersedia mendengarkan penjelasanmu." Dengan wajah serius orang berbaju putih itu berkata.
"Bila kau dapat membuat aku percaya bahwa kau adalah Buyung kongcu, keadaannya akan mengalami perubahan yang besar sekali."
"Apa yang kau kehendaki sehingga mau percaya ?"
"Bila kau dapat menunjukkan suatu kode rahasia di atas badanmu, aku baru mempercayainya."
Setelah tertawa, dia melanjutkan.
"Seandainya kau adalah Buyung kongcu asli, aku percaya kau tak akan menyebutkan kode rahasia yang palsu di atas badanmu, karena dengan cepat aku dapat mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya."
"Darimana kau bisa tahu ?"
"Maaf tak dapat kuungkapkan sekarang"
Mendadak orang berbaju putih itu memperkeras suaranya sambil menegur keraskeras.
"Sebenarnya kau ini Buyung Im seng apa bukan ?"
"Kenapa tidak ? Tapi bila kau tidak jelas alasannya, akupun tak akan mengatakan apa-apa" jawab pemuda itu dengan dingin.
Belum habis dia berkata, sesosok bayangan manusia berkelebat lari lewat, seorang lelaki berbaju hitam secepat sambaran kilat telah menerobos masuk ke dalam ruangan gedung.
Orang itu membawa pedang berkait yang aneh sekali bentuknya.
Begitu sampai di dalam ruangan, lelaki itu memandang sekejap ke arah orang berbaju putih itu, kemudian katanya.
"Thin heng, bala bantuan telah datang secara besar-besaran"
Kemudian sambil menatap wajah Buyung Im seng, dia menambahkan. "Diakah Buyung kongcu ?"
"Benar" orang berbaju putih itu mengangguk.
Mendadak ia membalikkan tangannya sambil melancarkan serangan, tahu-tahu orang berbaju hitam itu sudah roboh terkapar di atas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Serangan ini dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, dalam keadaan sama sekali tak siap, orang berbaju hitam itu segera kena tertusuk dadanya hingga tembus dan tewas seketika.
Kejadian ini tentu saja membuat Buyung Im seng tertegun. "Kau"
"Sekarang, tentunya kau sudah dapat menerangkan ciri rahasiamu bukan ?" tukas orang berbaju putih itu dingin.
"Saudara, kau mendesakku terus menerus, sesungguhnya apa maksud tujuanmu yang sebenarnya ?" Buyung Im seng bertanya dengan wajah keheranan. "Karena di dunia ini banyak terdapat orang-orang yang mencatut nama Buyung kongcu, bila sekali bertindak gegabah, niscaya akan mudah masuk perangkap." "Apa enaknya menjadi Buyung kongcu ? Dimana saja dia berada, yang datang selalu bencana, pembunuhan dan usaha yang tiada habisnya"
"Benar, tapi banyak orang juga yang berusaha dengan sepenuh tenaga untuk melindungi keselamatannya, entah menang entah kalah, mereka akan berbakti dengan mati-matian. Padahal orang-orang itu adalah mereka yang pernah menerima budi kebaikan dari Buyung Tiang kim. Justru budi kebaikan dari Buyung Tiang kim itulah, Buyung kongcu memperoleh manfaat dan bantuan dari
banyak orang. Meski benar, kehadirannya selalu menimbulkan pelbagai persoalan dan kejadian, tapi kenyataannya semakin banyak kesulitan yang dijumpai, semakin banyak pula yang secara diam-diam melindungi keselamatannya."
"Dan kau adalah salah seorang diantaranya ?" sela Kwik Soat kun dengan suara dalam.
"Justru karena itulah aku harus bertanya sampai jelas, aku tak ingin menyerempet bahaya dan mengorbankan tenaga dan pikiran sendiri demi membela seorang Buyung kongcu gadungan."
Mendengar sampai di situ, Buyung Im seng lantas berkata.
"Tindakan orang ini dalam membunuh rekannya tadi, jelas bukan dilakukan secara berputar-putar, sejak tadi dia menanyakan terus ciri rahasia di badanku, mungkin itulah tujuannya untuk membuktikan keaslianku"
Berpikir demikian, diapun lantas berkata.
"Ciri rahasiaku berada dimata kaki sebelah kiri."
"Kau benar Buyung Im seng atau bukan, aku percaya dapat membuktikannya." "Betul, toh urusan di kemudian hari, seandainya pada suatu hari kau benar-benar dapat membuktikan identitasku yang sebenarnya, entah aku benar adalah Buyung Im seng atau bukan, yang pasti aku sama saja akan berterima kasih kepadamu.
Tapi sekarang apa yang anda siap lakukan ?"
"Aku bernama Koey kiam (pedang cepat) Thio Kin, setelah kau berani mengungkapkan ciri rahasia di atas badanmu, terpaksa untuk sementara waktupun akan kupercayai dirimu sebagai Buyung kongcu."
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Phu Thian khing, kemudian melanjutkan. "Harap saudara Phu suka melindungi Buyung kongcu, siaute akan membersihkan jalan keluar."
Tidak menunggu jawaban dari orang itu lagi, dia segera membalikkan badannya dan berjalan keluar gedung. Sementara itu suara bentrokan senjata yang berlangsung di luar gedung Kim lun tong berlangsung makin seru, tapi begitu orang berbaju putih itu menampilkan diri keluar gedung, suara bentrokan senjata secara tiba-tiba berkurang banyak, malah kerap terdengar suara jeritan yang menyayat hati.
Dengan suara lirih Phu Thian khing segera berbisik "si pedang kilat Thio Kin benar-benar lihai sekali, kelihaiannya justru terletak dalam permainan pedangnya,
dimana ia berjumpa dengan orang yang bukan tandingannya, dengan cepat korban akan berjatuhan tanpa ampun, meski pihak lawan baru mati bila bertarung sebanyak ratusan gebrakan denganku, biasanya orang itu tak akan tahan menghadapi sepuluh jurus serangan dari Thio Kin."
Ketika Buyung Im seng menyaksikan Phu Thian khing sama sekali tidak menyinggung soal keberangkatan mereka tinggalkan tempat ini, hatinya menjadi keheranan, diam-diam pikirnya.
"Kalau memang sekarang tidak akan pergi, akan menunggu sampai kapan lagi ? Entah apa sebabnya ternyata ia tidak menyinggung soal keberangkatan kita meninggalkan tempat ini?"
Meski dalam hati kecilnya mempunyai banyak persoalan yang mencurigakan hati, namun dia merasa kurang leluasa untuk banyak bertanya.
Agaknya Phu Thian khing dapat merasakan pula kecurigaan didalam hati Buyung Im seng, sambil tersenyum katanya kemudian.
"Lohu percaya Liam Giok seng dan Im Cu siu pasti akan mengirim kabar beritanya kemari dengan cepat".
Mendadak dia mengayunkan tangan kanannya ke depan, dua titik cahaya tajam segera lewat dan meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Terdengar dua kali dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan. Dua orang lelaki bersenjata pisau terbang tahu-tahu menggelinding jatuh dari atas atap rumah.
Ternyata meski dia sedang bercakap-cakap dengan Buyung Im seng, sepasang matanya masih mengawasi perubahan di luar ruangan sana, diapun melihat bagaimana tingkah dua orang lelaki berbaju hitam yang berhasil menerobos pertahanan anak buahnya serta bersiap-siap melancarkan serangan itu.
Kwik Soat kun memandang sekejap ke tubuh dua orang lelaki yang terkapar di atas tanah itu, kemudian pelan-pelan berkata:
"Phu tongcu, bila kau sudah mempunyai rencana yang matang, dan kira akan menunggu kedatangan Loan Giok seng serta Im Cu siu untuk menjemput kita, sepantasnyalah bila kita memberi kabar kepada si pedang cepat Thio Kin....
"Biar boanpwe yang pergi mengundangnya kembali", seru Buyung Im seng dengan cepat.
Phu Thian king segera menghalangi kepergian Buyung Im seng, katanya sambil tertawa.
"Kau tak perlu memanggilnya lagi, asal dibiarkan membunuh beberapa orang anggota Seng tong lagi, niscaya orang itu tak akan membalik lagi....
Buyung Im seng berseru terhadap dan segera berhenti, pikirnya dengan cepat. "Yaa, nampaknya jahe tua memang selalu lebih pedas daripada jahe muda"
Mendadak suara bentrokan senjata yang sedang berlangsung di luar gedung berhenti semua secara serentak.
Paras muka Phu Thian khing segera berubah hebat. "Aaaaah, terjadi perubahan yang besar.", bisiknya.
Belum habis dia berkata tampak bayangan putih berkelebat lewat, si pedang cepat Thio Kin telah melompat balik ke dalam ruang gedung.
"Saudara Thio, siapa yang datang?" Phu Thian khing segera menegur dengan cepat. Belum sempat Thio Kin menjawab pertanyaan itu, dari luar ruangan sana telah terdengar suara jawaban yang berat dan berwibawa.
"Aku!". Menyesal! jawaban tersebut, tampak Toa sengcu yang berkain kerudung hitam pelan-pelan berjalan masuk ke dalam.
"Toa sengcu..?" bisik Phu Thian king tertegun.
Orang berkerudung hitam itu segera tertawa dingin. "Betul memang aku!"
Setelah berhenti sebentar lanjutnya.
"Phu Thian khing, kau sebagai kaucu suatu ruangan gedung tentunya tak pernah menerima pelayanan yang kurang baik dariku selama ini bukan?".
Kegagahan Phu Thian khing mendadak sontak hilang lenyap tak berbekas, ia segera menundukkan kepala dan menjawab dengan cermat.
"Budi kebaikan Sengcu tak terkira besarnya"
"Hmmm, tapi kau berani menghianati aku sekarang!" dengus orang berbaju hitam itu cepat.
"Hamba pernah menerima budi pertolongan dari Buyung tayhiap dimasa lalu, budi pertolongan yang berulang-ulang itu membuat hamba berhutang budi sebukit kepadanya, karena itu hamba tak tega menyaksikan Buyung kongcu disekap dan sengaja menolong sekalian".
Tergelak tawalah orang berbaju hitam itu setelah mendengar perkataan tersebut. "Haaahhhh......haaahhhhaaahhhhh, enak benar perkataanmu itu".
"Hamba berbicara dengan sejujurnya !"
Orang berbaju hitam itu termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya lagi.
"Anggap saja jawabanmu itu memang jujur, tapi kenyataannya kau telah menghianati perguruan kami."
"Hamba tahu salah!".
"Tahukah kau, apa hukumannya bagi mereka yang telah berkhianat dan melanggar dosa besar?".
"Kau akan urus tangan sendiri, ataukah aku yang harus turun tangan?.
Puh Thian khing termenung dan berpikir beberapa saat lamanya cuma....
"Cuma apa?"
"Sudah banyak tahun hamba mengikuti Seng Cu betul selama ini tiada pahala yang ku perbuat, namun suatu jasa yang telah ku sumbangkan selama ini untuk perguruan, sebelum hamba bunuh diri untuk menebus dosa, mohon Sengcu bersedia mengabulkan permohonan itu.
"Apa permintaan itu??""
"Lepaskan Buyung Im seng! bila Sengcu bersedia meluluskan, meski hamba harus mati, hamba akan mati dengan mata meram."
Orang berbaju hitam itu memandang sekejap ke arah Buyung Im seng berdua, lalu tegurnya.
"Apakah kau hanya memohonkan pengampunan buat Buyung Im seng seorang..?"
Phu Thian king agak tertegun setelah mendengar perkataan itu, cepat-cepat sahutnya:
"Bila akupun ingin memohonkan permohonan bagi nona Kwik, apakah Sengcu bersedia pula untuk mengabulkannya?"
"Aku sedang bertanya kepadamu"
Phu Thian king kembali termenung, kemudian ujarnya.
"Hamba tak berani memohon kelewat batas banyak, asal Sengcu bersedia melepaskan Buyung Im seng hal ini sudah lebih dari cukup".
Orang berbaju hitam itupun termenung beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata.
"Phu Thian king, sebelum kuambil suatu keputusan ingin kuajukan sebuah pertanyaan lagi kepadamu."
"Hamba siap mendengarkan pertanyaan itu".
"Seandainya tidak kululuskan permintaanmu itu, apa yang hendak kau lakukan?" "Jika Sengcu bersedia meluluskan permintaan hamba, maka seketika itu juga hamba akan bunuh diri, tapi bila Sengcu tidak bersedia meluluskan, terpaksa hamba harus memberikan perlawanan sampai titik darah penghabisan".
Orang berbaju hitam itu segera tertawa dingin.
"Heeh.. heeh...heeh... kau bermaksud hendak melakukan pertarungan melawan diriku?"
"Keadaan yang memaksa hamba untuk bertindak demikian, disebabkan hamba sudah disudutkan hingga hamba tidak memiliki pilihan lain".
Sorot mata orang berbaju hitam itu dengan cepat dialihkan ke wajah si pedang cepat Thio Kin, kemudian ujarnya dengan dingin.
"Berapa orang yang telah kau bunuh?"
Meski wajahnhya tertutup oleh kain kerudung hitam, namun masih mendatangkan suatu perasaan yang menggidikkan hati bagi siapapun yang dipandangnya, terutama sekali sepasang matanya yang memancarkan cahaya tajam, betul-betul mencarikan bulu roma semua orang.
"Hamba telah membunuh delapan orang" jawab s ipedang cepat Thio Kiok cepat. Kembali orang berbaju hitam itu tertawa dingin.
"Heehh... heeehhh.. heehhhbagus orang bayar nyawa, hutang benda bayar uang,
apa yang siap kau lakukan?".
"Dimasa lampau hamba pernah menerima budi kebaikan Buyung tayhiap, selama ini hatiku murung karena tak dapat balas budi kebaikan ini, maka budi tersebut terpaksa harus kubayarkan kepada keturunannya. Bila Sengcu bersedia lepaskan Buyung kongcu meninggalkan tempat ini, hamba bersedia mengikuti jejak Phu Tongcu, mati dengan mencincang tubuhku sendiri, terpaksa hamba akan
berhadapan dengan Pha Tongcu untuk melakukan perlawanan terhadap diri Sengcu !"
"Bagus punya semangat !" puji orang berbaju hitam itu.
Sorot matanya segera dialihkan ke tubuh Buyung Im seng, kemudian melanjutkan. "Sudah hampir dua puluh tahun ayahmu tak pernah munculkan diri di dalam dunia persilatan, namun kewibawaan serta kekuasaannya masih tetap amat besar, boleh dibilang dia adalah pendekar besar yang tiada duanya di dunia ini."
"Boanpwe menyesal tak dapat meniru keadaan ayahku meski sepersepuluhnya pun."
"Walaupun hubungan persahabatan yang dijalin ayahmu dimasa lalu sangat luas, berarti mereka sanggup menyelamatkan selembar jiwamu, apa yang siap kau lakukan untuk menghadapi situasi seperti pada malam ini ?"
"Tujuan boanpwe datang kemari hanya bermaksud untuk membuktikan suatu persoalan bila persoalan tersebut bisa kupahami, sekalipun mati juga tak akan menyesal !"
"Lagi-lagi kau hendak menanyakan soal pembunuh yang telah menyerbu gedung keluarga Buyung."
"Inilah keinginan boanpwe yang paling besar dalam kehidupan kali ini..."
"Aku hanya dapat memberitahukan kepadamu, peristiwa itu bukan perbuatanku. Tapi sudah pasti kau tak akan percaya sebab dalam dunia persilatan saat ini, kecuali pihak Sam seng bun, agaknya memang tidak terdapat orang lain yang memiliki ilmu silat yang amat lihai serta sanggup membunuh ayahmu."
"Kecuali kau dapat menyebutkan orang yang telah membunuh ayah ibuku, kalau tidak, hal ini memang sukar untuk membuatku percaya."
Orang berbaju hitam itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh..... haaaahhh.... haaaahhh... mau percaya atau tidak terserah kepadamu, aku hanya ingin mengungkapkan persoalan ini saja dan tidak berniat untuk meminta pengertian orang lain."
"Kalau begitu kau sendiripun tak tahu siapakah orang tersebut ?"
"Kau belum pantas untuk memperbincangkan persoalan ini berhadapan dengan diriku." tukas orang berbaju hitam itu dingin.
Diam-diam Buyung Im seng berpikir,
"Bila tidak kutanyakan persoalan tersebut sampai jelas pada hari ini, mungkin sulit untuk menemukan lagi kesempatan sebaik ini di kemudian hari"
Berpikir sampai di situ, pelan-pelan dia lantas berkata.
"Apa yang harus kulakukan sebelum dapat berbincang-bincang dengan dirimu ?" "Bila kau sanggup bertahan sebanyak sepuluh gebrakan di ujung tangan lohu, lohu bersedia pula memperbincangkan persoalan ini dengan dirimu"
"Aku bersedia untuk bertarung sebanyak sepuluh gebrakan melawan dirimu ?"
Phu Thian khing yang mendengar perkataan itu jadi cemas, buru-buru serunya. "Keponakan Buyung, kau bukan tandingannya, bukan aku memandang rendah dirimu, tapi kenyataannya lima jurus pun belum tentu kau mampu untuk membendungnya."
Buyung Im seng segera tertawa getir.
"Demi mencari tahu keadaan yang sebetulnya dari ayahmu, akan kuberitahukan kepadamu nama-nama pembunuh yang telah mengerubuti Buyung Tiang kim dimasa lalu." kata orang berbaju hitam itu lagi.
"Baik ! Entah Toa sengcu hendak beradu jiwa dengan diriku, ataukah hendak beradu tangan kosong ?"
"Soal itu mah terserah pada pilihanmu sendiri" ucap orang berbaju hitam itu sambil tertawa dingin.
"Buyung Im seng termenung dan berpikir sebentar, kemudian ujarnya. "Aku ingin mencoba ilmu pedang dari Toa sengcu !"
Orang berbaju hitam itu segera mengalihkan sorot matanya ke arah rak senjata, kemudian sambil mengambil sebilah pedang katanya.
"Baiklah, sekarang kau boleh turun tangan !"
"Sreet !" Buyung Im seng melepaskan pedangnya sambil berkata dengan suara dingin.
"Toa sengcu hati-hatilah kau !"
Pedangnya segera digetarkan sambil melepaskan sebuah tusukan kilat ke muka. Orang berbaju hitam itu hanya mengangkat pedangnya sejajar dengan dada tanpa bergerak barang sedikitpun jua, menanti pedang Buyung Im seng sudah hampir menusuk ke atas dadanya, mendadak ia baru membalikkan pedangnya sambil menekan pedang Buyung Im seng ke samping.
"Traang... !" mengikuti gerakan tersebut mata pedangnya langsung membabat ke atas pergelangan tangan kanan Buyung Im seng.
Walaupun serangan ini yang dilancarkan amat sederhana dan biasa, namun dimainkan oleh Toa sengcu yang lihai, ternyata pengaruh serta daya kekuatannya jauh sekali berbeda.
Buyung Im seng amat terkejut, buru-buru dia menarik kembali tangannya sambil melompat mundur sejauh dua langkah.
Kembali orang berbaju hitam itu menggetarkan pedangnya menciptakan tiga kuntum bunga pedang, dimana secara terpisah mengancam tiga buah jalan darah penting di tubuh Buyung Im seng.
Andaikata Buyung Im seng tak pernah bertarung melawan Thio Kin tadi, serangan tersebut niscaya akan melukainya, tapi sekarang dia sudah banyak mendalami makna dan arti yang sesungguhnya dari jurus pedang warisan Buyung Tiang kim ini, perubahan jurus serangannya otomatis jauh sekali berbeda.
Buru-buru pedangnya digetarkan keras menciptakan selapis kabut pedang untuk melindungi badan.
"Traaang, traaaang !" benturan keras yang sangat memekikkan telinga berkumandang memecahkan keheningan, Buyung Im seng kena digetarkan sehingga dia mundur dua langkah dari posisi semula.
Tampaknya orang berbaju hitam itu merasa tercengang dan tidak menyangka kalau Buyung Im seng mau menghindarkan diri dari serangan tersebut dengan sangat cepat, dia menghentikan serangannya sambil memuji.
"Suatu permainan ilmu pedang yang sangat bagus !"
Begitu selesai berkata, pedangnya kembali bergetar ke depan dengan cepat. "Sreeetsreettt ! Sreeet !" Secara beruntun dia melancarkan dua buah tusukan
maut.
Kedua buah serangan pedang itu datangnya sangat aneh, dahsyat ibarat gulungan air bah yang menyapu daratan, selapis cahaya tajam segera saja berkilauan diangkasa lalu menyergap tiga dari empat penjuru.
Bunga pedang yang menyilaukan mata segera membuat orang sukar untuk menentukan dari arah manakah serangan itu datang.
Buyung Im seng pun selama hidupnya belum pernah menjumpai gerakan pedang sedahsyat ini, untuk sesaat dia menjadi terkesiap.
Dengan gugup dan terburu napsu, mendadak ia teringat akan jurus Hwe pau kim hoa (letupan api menimbulkan bunga emas) dalam ilmu pedang ayahnya, tiba-tiba saja pedangnya digetarkan keras, kemudian langsung menusuk masuk ke balik kabut pedang tersebut, bersamaan itu juga tenaga dalamnya disalurkan dan menggoyangnya ke kiri dan ke kanan.
"Traaang, traaang!" serentetan suara bentrokan senjata yang amat nyaring
bergema memecahkan keheningan, kabut pedang yang melanda tiba bagaikan gulungan air bah itupun mendadak buyar tak berwujud lagi.
Buyung Im seng segera merasakan lengan kanannya kaku dan kesemutan, hampir saja pedangnya lepas dari cekalan.
Sambil menggertak giginya kencang-kencang, dia segera menggenggam pedang itu erat-erat.
Orang berbaju hitam itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaaaahhhtidak kusangka, benar-benar tak kusangka !
Secara beruntun sanggup menahan dua buah serangan pedangku." Diam-diam Buyung Im seng menarik napas panjang, sahutnya. "Kita telah beradu tenaga sebanyak tiga gebrakan."
"Betul, masih ada tujuh gebrakan."
Buyung Im seng segera berpikir didalam hati.
"Bila ia lancarkan dua buah serangan lagi, kendatipun tak sampai melukaiku di ujung pedangnya niscaya senjataku akan terlepas, aku harus mendahului dia lebih dulu."
Berpikir sampai di situ, tanpa menggubris apakah lengannya masih kaku dan linu, pedangnya kembali digetarkan keras, lalu dengan jurus Thian gwa lay im (mega tebal dari luar langit) dia menyerang ke depan.
"Apakah serangan yang kulancarkan juga masuk hitungan ?" serunya. "Tentu saja masuk hitungan."
Pedangnya diangkat dan menyapu secara datar ke atas pedang Buyung Im seng. Buyung Im seng cukup mengerti, bila senjatanya sudah tersapu secara telak oleh serangan musuh, sudah dapat dipastikan pedangnya akan terlepas dari genggaman. Buru-buru dia menghindar ke samping untuk meloloskan diri dari serangan orang berbaju hitam itu.
"Inilah jurus yang ke empat !" serunya lantang.
Orang berbaju hitam itu mendengus dingin, pedangnya dengan cepat segera digetarkan menusuk ke dada Buyung Im seng.
Sedemikian dahsyatnya serangan itu tiba, Buyung Im seng hanya merasakan betapa ganasnya ancaman tersebut, ternyata ia tak sempat melihat jurus apa yang digunakan orang itu.
Buru-buru dia menarik napas panjang, lalu berkelit tiga depa lebih ke samping. Siapa tahu pedang yang berada ditangan orang berbaju hitam itu seakan-akan mempunyai mata, ternyata diapun turut berputar mengikuti gerakan putaran dari Buyung Im seng.
Padahal serangan tersebut sangat sederhana dan boleh dibilang sama sekali tidak disertai perubahan apapun, namun keanehannya justru terletak pada kemampuannya untuk menempel terus di belakang tubuh lawan.
Buyung Im seng segera berkelit ke kiri menghindar ke kanan, secara beruntun dia sudah berpindah enam tujuh tempat, akan tetapi pedang ditangan orang berbaju hitam itu masih saja mengikuti dengan ketat, tak pernah senjata tersebut berada lebih dari setengah depa di depan tubuh si anak muda tersebut.
Kwik Soat kun maupun Phu Thing khing yang menonton jalannya pertarungan itu dari sisi arena menjadi terkejut sekali.
Sebab dalam keadaan seperti ini, setiap saat kemungkinan besar Buyung Im seng bakal terluka di ujung pedang orang berbaju hitam itu.
Walaupun mereka berdua merasa amat terkejut menyaksikan adegan tersebut, namun tak seorangpun yang berani berteriak, kuatir kalau teriakan tersebut justru akan memecahkan perhatian dari Buyung Im seng.
Sementara itu, seluruh jidat Buyung Im seng sudah mulai basah oleh air keringat, tapi gerakkan tubuhnya yang berkelit justru nampak semakin cepat lagi.
Diam-diam Phu Thian khing menghimpun hawa murninya dan menyalurkan ke ujung golok, dia telah bersiap turun tangan untuk mewakili Buyung Im seng guna menyambut datangnya tusukan maut yang mengejar terus bagaikan bayangan itu. Tapi sebelum dia turun tangan, kepalanya sempat berpaling dan melirik sekejap ke arah si pedang kilat Thio Kin.
Tampak seluruh perhatian Thio Kin ditujukan ke atas badan Buyung Im seng, pedangnya kelihatan bergetar keras, agaknya dia sudah bersiap-siap untuk turun tangan.
Melihat itu Phu Thian khing merasa agak lega juga, pikirnya dengan cepat. "Walaupun ilmu silat Toa sengcu miliki sangat lihai, tapi bila kau dan si pedang cepat Thio Kin turun tangan bersama, ditambah pula dengan
Buyung Im seng, dengan kekuatan kami bertiga rasanya masih sanggup untuk membendung serangan."
Baru saja ingatan tersebut berputar, tiba-tiba Buyung Im seng membentak keras, tubuhnya berputar kencang dan.... "Triiingg, tringtrang, trang !" ditengah suara
dentingan nyaring, ancaman pedang si orang berbaju hitam yang menempel terus bagaikan bayangan itu tahu-tahu sudah kena ditangkis oleh Buyung Im seng.
Agaknya jurus serangan tersebut sama sekali tak beraturan, seingat Phu Thian khing maupun Thio Kin, belum pernah mereka jumpai gerakan tubuh semacam ini. Ketika perhatian mereka dialihkan kembali ke tengah arena, tampaklah beberapa bagian tubuh Buyung Im seng telah robek dan berlepotan darah, agaknya dia sudah menderita banyak sekali luka-luka kulit.
Akan tetapi Buyung Im seng masih tetap berdiri tegak di tempat semula, sepasang matanya memancarkan sinar yang sangat tajam, maka jelaslah walaupun lukanya banyak, tak sebuahpun yang mengenai bagian yang mematikan.
Thio Kin dan Phu Thian khing sebenarnya ingin turun tangan membantu Buyung Im seng guna meloloskan diri dari ancaman pedang itu tapi setelah dilihatnya Buyung Im seng sedang kekuatan sendiri masih sanggup untuk menghindarkan diri dari ancaman maut lawan, untuk sementara waktupun mereka urungkan niat itu.
Orang berbaju hitam itu mendehem pelan, lalu ujarnya.
"Aku lihat, ilmu silatmu secara tiba-tiba seperti bertambah kuat"
Dengan wajah yang gagah dan sama sekali tidak menggubris luka yang diderita di atas tubuhnya, sahut Buyung Im seng.
"Apakah kita masih akan melanjutkan pertarungan ?"
"Tentu saja, kan batas sepuluh jurus belum dilampaui" jawab orang berbaju hitam itu sangat hambar.
"Ketika aku menghindarkan diri dari ancaman pedangmu tadi apakah gerakangerakan mana tak mencapai sepuluh jurus lebih ?
"Itu mah urusanmu pribadi" tukas orang berbaju hitam itu dingin, "gerakan pedangku sama sekali tak berubah, aku hanya menganggapnya sebagai satu gebrakan."
Buyung Im seng termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya. "Ehmm, ada benarnya juga perkataanmu itu !"
Tiba-tiba nada suara orang berbaju hitam itu berubah menjadi lebih lembut dan halus, katanya.
"Cara yang dipergunakan tadi merupakan satu-satunya cara yang bisa digunakan untuk menghindari jurus seranganku tadi, entah siapakah yang telah mewariskan jurus serangan tersebut kepadamu ?"
"Bila toa sengcu berhasil membunuh diriku dalam beberapa jurus berikutnya, mungkin selama hidup jangan harap kau bisa mengetahui keadaan yang sebenarnya."
"Itulah sebabnya, kuajukan pertanyaan tersebut sekarang !"
"Andaikata setitik rahasia ini dapat menambah kesempatanku untuk meloloskan diri, tentu saja aku tak akan mengungkapkannya keluar."
Pelan-pelan orang yang berbaju hitam itu mengangkat kembali pedangnya ke udara, kemudian berkata.
"Akan kulihat masih ada cara apa lagi yang bisa kau gerakkan untuk menyambut serangan pedangku ini."
"Toa sengcu, ampunilah selembar jiwanya" buru-buru Phu Thian khing berseru dengan cemas.
"Phu Thian khing, bila kau ingin membantunya, lebih baik turun mengalah bersama dia untuk menghadapi diriku."
Yang dinantikan Phu Thian khing selama ini justru ucapan tersebut, dengan cepat dia berkata.
"Tampaknya Toa sengcu merasa enggan untuk melepaskan hamba" Orang berbaju hitam itu segera mendengus dingin.
"Hmm, kalian sudah jelas berniat menghianati aku, bahkan di depan mataku pun berani bicara terang-terangan, sudah barang tentu aku tak dapat mengampuni dirimu dengan begitu saja."
"Demi membalas kebaikan di masa lalu, aku harus menolong jiwa Buyung kongcu dan demi menyelamatkan selembar jiwaku sendiri, mau tak mau aku harus bekerja sama dengannya untuk menghadapi dirimu."
"Paling baik lagi kalau Thio Kin pun ikut turun tangan daripada aku mati repotrepot melayanimu seorang" seru orang berbaju hitam itu dingin.
"Kalau memang begitu aku akan turut perintah !"
Walaupun dimulut dia menjawab pertanyaan dari Toa sengcu, namun sepasang matanya justru dialihkan ke wajah Thio Kin.
Tiba-tiba si pedang cepat Thio Kin berkata.
"Perintah dari Toa sengcu, tak berani hamba bantah !"
Sambil mempersiapkan pedangnya dia segera maju ke depan dan berdiri di samping Buyung Im seng.
Phu Thian khing berdiri pula disamping Buyung Im seng dengan golok terhunus, katanya kemudian.
"Setelah kami bertiga bekerja sama, apakah janji Toa sengcu dengan Buyung Im seng tadi masih berlaku atau tidak ?"
Yang paling dikuatirkan Buyung Im seng adalah persoalan ini, dendam kesumat orang tuanya dinilai lebih dalam dari samudra, sebagai seorang putra yang berbakti, ternyata ia tak tahu siapakah pembunuhnya, hal ini dinilai suatu kejadian yang mengenaskan sekali.
Itulah sebabnya dia berani mempertaruhkan selembar jiwanya untuk menyambut sepuluh jurus serangan dari mereka itu.
Terdengar orang berbaju hitam itu berkata lagi dengan nada suaranya yang sangat dingin.
"Setiap orang sepuluh jurus, berarti bila kalian bertiga bergabung menjadi satu seharusnya menjadi tiga puluh jurus baru adil, tapi aku hendak memberikan kesempatan lagi bagimu, bila kalian bertiga bisa menahan sepuluh jurus seranganku saja, tentu kupenuhi janjiku dengan
Buyung Im seng tadi, bahkan melepaskan pula kalian berdua dari sini"
"Sungguhkah ini ?" Phu Thian khing berseru. "Kapan aku pernah berbohong ?"
Phu Thian khing melirik sekejap ke arah Thio Kin, lalu ujarnya.
"Saudara Thio, urusan sudah menjadi begini, kita mesti cari kehidupan ditengah kematian."
Si pedang cepat Thio Kin segera mengangguk mengiakan.
"Baik ! Dengan Buyung kongcu sebagai titik pusat, kita berdua membantunya dari samping !"
Pelan-pelan orang berbaju hitam itu mengangkat kembali pedangnya ke tengah udara, kemudian ujarnya.
"Nah, sekali lagi akan kuberi kesempatan saat kalian bertiga untuk turun tangan terlebih dahulu."
Thio Kin maju selangkah ke depan, kemudian ujarnya. "Maaf !"
Pedangnya digetarkan, lalu secara beruntun melancarkan tiga kali bacokan kilat.
Dia tersohor sebagai si pedang cepat, nyatanya serangan pedang yang dilancarkan memang cepat lagi ganas, tampak selapis cahaya pedang yang amat tebal secara terpisah menyerang tiga buah jalan darah penting di tubuh Toa sengcu.
Tatkala Phu Thian khing menyaksikan Thio Kin sudah mulai menyerang, goloknya secara diayunkan pula ke depan mengancam tubuh bagian bawah dari orang yang berbaju hitam itu.
Cahaya golok, sinar pedang dalam waktu singkat bercampur aduk menjadi satu. Tampak Toa sengcu menggetarkan pedangnya, sekilas cahaya bianglala berwarna perak menggulung ke depan, ke atas membendung serangan pedang, ke bawah mendesak serangan golok.
"Traaang, traaaang !" dua kali benturan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, cahaya pedang, sinar golok segera terpental balik ke belakang. Padahal serangan gabungan dari dua orang jago lihai itu amat ganas dan dahsyat, tapi toh sulit untuk menghadapi ancaman dari Toa sengcu, nyatanya hanya dalam sekali tebasan saja serangan lawan kena dipunahkan semua.
Tergerak hati Buyung Im seng, mendadak dia maju selangkah, kemudian pedangnya diayunkan ke depan melepaskan sebuah serangan dahsyat.
Ternyata didalam menggetarkan golok dan pedang lawan tadi, bukan saja Toa sengcu berhasil mendesak mundur Phu Thian khing serta Thio Kin, bahkan diapun berhasil memaksa kedua orang itu untuk membuka sendiri titik kelemahannya.
Meski Buyung Im seng hendak melancarkan serangan untuk membuka pertolongan, sayang keadaan sudah terlambat, tampak orang berbaju hitam itu
telah menggetarkan pedangnya dan memancarkan selapis bunga pedang yang amat menyilaukan mata.
Diantara kilatan bunga pedang tersebut, terdengar dua kali dengusan tertahan berkumandang memecahkan hening, tahu-tahu Phu Thian khing dan si pedang cepat Thio Kin sudah terkena tusukan.
Luka Phu Thian khing berada di atas kaki kiri, sedangkan luka Thio Kin berada di atas lengan kanan yang menggenggam pedang.
Agaknya orang berbaju hitam itu bermaksud untuk menggunakan jurus pedang yang cepat untuk menghadapi Thio Kin yang termasyhur sebagai si pedang cepat, sewaktu serangan pedang dari Buyung Im seng menyerang tiba tadi, orang berbaju hitam itu telah menarik kembali pedangnya untuk menangkis datangnya ancaman dari anak muda tersebut.
Melihat serangan pedangnya kena ditangkis orang, Buyung Im seng tak berani menggunakan jurus pedang itu, cepat-cepat dia menarik kembali pedangnya sambil mundur.
Ternyata orang berbaju hitam itu tidak segera melancarkan serangan balasan, setelah memandang sekejap ke arah Thio Kin dan Phu Thian khing, ujarnya. "Hanya mengandalkan sedikit kepandaian silat yang kalian berdua milikipun, ingin melindungi keselamatan dari Buyung kongcu ?"
Luka tusukan yang diderita kedua orang itu cukup parah, darah kental telah membasahi separuh bagian tubuhnya, namun mereka masih tetap menggertakkan gigi menahan diri dan berdiri tak berkutik di tempat semula.
Buyung Im seng menghela napas panjang, katanya kemudian.
"Ilmu pedang yang sengcu miliki memang benar-benar lihai sekali, dalam gerakan tangkisan ternyata masih mampu untuk memancing timbulnya titik kelemahan pada permainan pedang mereka, kemudian dengan suatu gerakan yang cepat berhasil melukai kedua orang itu"
Orang berbaju hitam itu nampak sangat tertegun, setelah termenung sesaat pelanpelan dia berkata.
"Sekalipun kau benar-benar putra Buyung Tiang kim, namun sewaktu Buyung Tiang kin diserang orang sepantasnya kau masih bayi, sudah barang tentu mustahil bagimu untuk mempelajari ilmu pedang dari Buyung Tiang kim, sebenarnya siapa yang telah mengajarkan ilmu silat tersebut kepadamu ?" "Toa sengcu, apa maksudmu untuk mengajukan pertanyaan ini ?"
"Aku tidak dapat menduga siapakah gerangan orang yang telah mewariskan rangkaian ilmu pedang tersebut kepadamu, sehingga pertahananmu bisa begitu ketat tanpa titik kelemahan ?"
Mendadak Buyung Im seng seperti teringat akan sesuatu, sekulum senyuman bangga segera menghiasi wajahnya, mendadak ia menggetarkan pedangnya sambil berkata.
"Kita masih ada enam jurus serangan yang belum diselesaikan !"
Begitu selesai berkata, pedangnya sudah meluncur ke depan melancarkan serangan kilat.
Buru-buru orang berbaju hitam itu mengangkat pedangnya untuk menangkis, kemudian bersiap-siap menggunakan kesempatan itu untuk melancarkan serangan balasan.
Siapa tahu, begitu Buyung Im seng melihat pedangnya bergerak, dengan cepat dia berganti jurus sambil melancarkan serangan kembali.
Setiap serangan yang dilancarkan olehnya hampir semuanya tertuju ke bagian penting yang harus diselamatkan oleh orang berbaju hitam itu.
Terpaksa orang berbaju hitam itu harus menarik kembali pedangnya untuk melakukan pertolongan, belum lagi serangan balasan dilancarkan, untuk ketiga kalinya Buyung Im seng telah berganti jurus.
Begitulah seterusnya, sehingga hampir boleh dibilang, orang berbaju hitam itu sama sekali tak berkesempatan untuk melancarkan serangan balasan.
Setelah melepaskan tujuh buah serangan secepat sambaran petir, tiba-tiba Buyung Im seng menarik kembali pedangnya sambil mundur ke belakang, katanya.
"Bila seranganku barusan masuk dalam hitungan pula, semestinya aku sudah melepaskan tujuh buah serangan pedang !"
Mendadak orang berbaju hitam itu mengangkat pedangnya kemudian mematahkan menjadi dua bagian, setelah itu sambil membuang kutungan pedang tadi ke atas tanah, dia berkata.
"Benar, kau sudah melebihi sepuluh jurus."
"Nah, Toa sengcu telah mengaku sendiri, dan berarti kau pun boleh segera memperbincangkan soal mati hidup ayahku, bukan ?"
"Apa yang telah kululuskan, tentu saja takkan kusesali kembali."
Tiba-tiba paras muka Buyung Im seng berubah menjadi amat serius, selama dua puluh tahun ia berharap-harap bisa membongkar rahasia besar itu dan sekarang rahasia tersebut sudah hampir terbongkar. Bagaimana pun juga hatinya terasa menjadi tegang disamping gembira tentu saja.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, sepatah demi sepatah dia bertanya. "Siapakah pembunuh yang telah membinasakan mendiang ayahku ?"
"Buyung Tiang kim tidak mati, darimana bisa muncul pembunuhnya ?" jawab orang berbaju hitam itu dingin.
Buyung Im seng segera merasakan hatinya bergetar keras, tanpa terasa sepasang matanya yang tajam mengawasi wajah orang berbaju hitam yang berkerudung itu tanpa berkedip, untuk beberapa saat lamanya diapun tak sanggup untuk mengucapkan sepatah katapun.
Sampai lama kemudian, ia baru bisa bertanya. "Sungguhkah itu ?"
"Tentu saja sungguh"
Sekalipun Buyung Im seng telah mendengar kalau Buyung Tiang kim belum mati, namun dia tak berani percaya seratus persen
oooOooo
Akan tetapi setelah perkataan tersebut diutarakan oleh Toa sengcu dari perguruan tiga malaikat, bagaimanapun juga. mau tak mau dia harus mempercayainya.
Setelah berhasil menenangkan hatinya yang bergolak keras, pelan-pelan katanya lagi.
"Kalau ayahku masih hidup di dunia ini, tolong tanya dia ini berada dimana ?" oooOooo
BAGIAN KETIGA PULUH LIMA
"Soal ini, maaf kalau aku tak bisa memberitahukan kepadamu" ujar orang berbaju hitam itu dingin.
Buyung Im seng segera menarik napas panjang-panjang, katanya kemudian. "Seandainya mendiang ayahku masih hidup di dunia ini, apa gunanya penjagaan yang sangat ketat di luar kuburannya ?"
"Aah, itu hanya suatu perangkap belaka, salah mereka sendiri kenapa tak tahu diri dan mudah terpancing. Bayangkan saja, andaikata Buyung Tiang kim benar-benar
493
dikubur dalam kuburan tersebut, jenasahnya pasti sudah membusuk, apa gunanya kuburannya dijaga orang ?"
"Orang-orang yang menjaga kuburan itu adalah jago-jago yang diutus pihak Sam seng bun, entah benarkah kabar ini ?"
Orang berbaju hitam itu segera tertawa dingin.
"Betul, memang perguruan kami yang mengirim orang-orang itu."
"Selama dua puluh tahun belakangan ini, telah puluhan orang jago persilatan yang tewas karena hendak menyambangi kuburan ayahku, apakah hal inipun perbuatan Toa sengcu ?"
"Jika tidak berbuat demikian, mana mungkin kami bisa memaksa orang persilatan percaya kalau kuburan tersebut adalah kuburannya Buyung Tiang kim ?"
"Jadi kuburan itu adalah sebuah kuburan yang kosong ?"
"Dalam kuburan itu mah ada jenazahnya, cuma jenazah tersebut bukan jenazah Buyung Tiang kim."
"Maksud tujuan orang itu benar-benar amat kejam, sekalipun puluhan tahun kemudian ada oaring yang membongkar kuburan untuk melakukan pemeriksaan, dengan adanya jenasah dalam kuburan itu, sudah pasti jenazah itu tinggal setumpuk tulang putih belaka, apakah jenazah itu adalah ayahku atau bukan, orang lain jelas tak akan bisa membedakannya. Bagus, bagus sekali, siasat ini memang amat tepat."
"Banyak sudah yang telah kuberitahukan kepadamu, mengingat kau masih sanggup untuk bertarung sebanyak sepuluh gebrakan denganku, aku bersedia melepaskan kau untuk pergi meninggalkan tempat ini," Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan keluar dari situ
(Bersambung ke jilid 25)