Lembah Tiga Malaikat Jilid 13

Jilid 13

Buyung Im Seng segera menampakkan diri dari balik selimut, setelah memandang sekejap ke arah Siau Tin, katanya: "Letakkan saja di situ, kau boleh pergi!"

Siau Tin tertawa, katanya lagi: "Perlukan kulayani dirimu untuk berpakaian?" "Tak perlu, tak perlu!" jawab Buyung Im Seng dengan gelisah, "aku bisa melakukannya sendiri, harap nona mengundurkan diri lebih dahulu."

"Apakah kau takut aku melihat badanmu? Aiii...! Padahal setelah mabuk semalam akulah yang melepas pakaian dan sepatumu, aku pula yang membimbingmu naik keranjang."

Buyung Im Seng menjadi tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, katanya kemudian: "Waktu itu aku sedang mabuk hebat dan tidak sadarkan diri, tentu saja akupun apa boleh buat, tapi sekarang..."

Siau Tin segera tertawa cekikikan: "Kau takut malu bukan? Kalau begitu aku akan memejamkan mataku." katanya.

Selesai berkata dia benar-benar menutupi matanya dengan tangan, lalu membalikkan badan dan berdiri menghadap ke dinding.

Melihat itu, Buyung Im Seng lantas berpikir. "Usia budak ini paling banyak cuma lima-enam belas tahunan, masih polos dan kekanak-kanakan, kalau dia enggan keluar, akupun dibuat apa boleh buat, yaa, tak perlu membuang waktu lagi." Berpikir sampai di situ, dia lantas bangun berdiri dan buru-buru berpakaian.

Pakaian itu adalah sebuah pakaian baru yang dibuat oleh orang Li ji pang, warna biru langit dan indah sekali.

"Sudah selesai?" terdengar Siu Tin bertanya dengan suara yang amat lembut. "Sudah selesai!"

247 

Siau Tin segera menurunkan tangannya dan berpaling, setelah memperhatikan sekejap wajah Buyung Im Seng, ujarnya sambil tertawa: "Pakaian ini sangat indah."

"Hanya pakaiannya saja yang indah?" tanya Buyung Im Seng tersenyum. Siau Tin segera tertawa cekikikan, "Tentu saja orangnya lebih bagus daripada pakaiannya."

"Siau Tin!" bisik Buyung Im Seng kemudian, "Aku ingin menanyakan satu hal kepadamu, bersediakah kau untuk memberitahukan kepadaku?"

"Itu mah tergantung pada pertanyaan apa yang hendak kau tanyakan."

Buyung Im Seng tertawa hambar, katanya. "Apakah kedudukan nona Kwik Soat kun didalam perkumpulan Li ji pang kalian?"

Tiba-tiba Siau Tin menarik kembali senyumannya ditatapnya wajah Buyung Im Seng lekat-lekat, kemudian balik bertanya. "Dia tidak mengatakannya kepadamu?" "Tidak!"

"Lebih baik kau tanyakan sendiri kepadanya!" "Kau tak berani mengatakannya?"

Ternyata Siau Tin cukup jujur, sahutnya sambil mengangguk. "Yaa, benar, aku tak berani untuk mengatakannya."

"Kalau begitu, kedudukannya didalam perkumpulan Li ji pang tinggi sekali."

Siau Tin segera menunjukkan sikap serba salah, setelah termenung beberapa saat katanya. "Yaa, dia memang mempunyai kedudukan yang tinggi sekali."

Buyung Im Seng lantas berpikir. "Benar-benar lihai, aku harus berusaha keras untuk mengorek keterangan dari mulutnya."

Berpikir demikian diapun lantas berkata. "Bagaimanakah kedudukannya bila dibandingkan dengan pangcu kalian...?"

"Aku... aku tidak tahu." Siau Ting menggelengkan kepalanya berulang kali. Tiba-tiba terdengar Kwik soat kun tertawa terkekeh-kekeh, kemudian berkata.

"Kongcu, dia masih suci dan polos, bila kau memaksanya lebih lanjut, ia pasti akan menangis."

Tirai disingkap orang, pelan-pelan Kwik soat kun berjalan masuk ke dalam. Buyung Im Seng tertawa hambar, katanya. "Kau sudah berdiri cukup lama di luar pintu bukan?"

"Yaa, sudah datang sesaat sebelumnya, sebenarnya aku hendak menanyakan dirimu akan sesuatu, tapi aku tidak berniat untuk menyadap pembicaraanmu." Buyung Im Seng segera mengalihkan pembicaraannya kesoal lain, katanya kemudian, "Sekarang aku boleh pergi bukan?"

"Kongcu hendak kemana?" "Pergi mencari Biau hoa lengcu." 

"Pangcu telah menurunkan perintah untuk melacaki jejak Biau hoa lengcu, hingga kini belum ada kabar yang masuk, kami telah mempersiapkan santapan siang buat kongcu, silahkan bersantap dulu sambil menunggu kabar, setelah mendapat kabar nanti, kongcu baru berangkat."

"Sampai kapan baru ada kabar?"

"Paling cepat satu-dua jam, paling lambat kentongan kedua malam nanti kongcu sudah dapat melanjutkan perjalanan."

"Setelah mabuk semalam, aku merasa perut masih kenyang, enggan rasanya untuk bersantap lagi."

"Kalau begitu, silahkan kongcu beristirahat sebentar, kemudian baru bersantap." Buyung Im Seng tertawa hambar.

"Soal makan mah tak perlu, tapi sebelum mendapat kabar sekalipun aku ingin pergi juga tak bisa pergi, mumpung ada kesempatan, aku ingin bersemedi sebentar."

Kwik soat kun tampak agak tertegun setelah mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian. "Kenapa sih kau?"

"Aku baik sekali."

"Walaupun kongcu pandai berlagak namun jangan harap bisa meloloskan diri dari ketajaman mataku, aku lihat kongcu mempunyai sesuatu persoalan yang tak menyenangkan hatimu."

ooo(O)ooo BAGIAN KE 19

Setelah rahasia hatinya dibongkar oleh Kwik soat kun, Buyung Im Seng tak menyangkal lagi, setelah tertawa hambar katanya.

"Ya, aku memang mempunyai perasaan tersebut." "Tidak puas terhadap diriku?"

"Kau bukan pangcu, tentu saja tak bisa mengambil keputusan, seandainya aku tak puas, maka hal ini hanya bisa ditujukan kepada pangcu kalian."

"Dapatkah kongcu mengungkapkan persoalan yang sebenarnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan hatimu?"

Buyung Im Seng menjadi tertegun, kemudian katanya. "Aku tak bisa mengatakan keseluruhannya, aku hanya merasakan perasaan seperti diperalat dan dibodohi orang."

Kwik soat kun menghela napas panjang, lalu katanya. "Kongcu jangan banyak curiga, kau telah mencurikan kitab ilmu pedang buat kami, atas jasamu itu segenap anggota perkumpulan kami merasa amat berterima kasih sekali, apa yang kami lakukan semua ini atas dasar perintah pangcu, suatu ketika bila kongcu ada urusan, maka setiap anggota Li ji pang kami pasti akan membantu kongcu dengan sepenuh tenaga." 

"Ya, kedengarannya memang menarik sekali." kata Buyung Im Seng tertawa hambar.

"Aiii...! tampaknya kesalah pahaman kongcu terhadap kami semakin besar..." "Tidak, aku mendapat pesan dari pangcu kalian untuk melakukan suatu tugas, beruntung sekali aku dapat melaksanakannya secara baik, bagaimana selanjutnya akupun tak ingin banyak bertanya lagi."

Setelah berkata dia lantas memejamkan matanya dan duduk bersemedi, lalu mengatur napasnya dengan pelan. Walaupun ia tak menitahkan untuk mengusir tamu, tapi sikap tersebut, tak berbeda dengan mengusir tamu.

Memandang Buyung Im Seng yang sedang duduk bersemedi, tiba-tiba Kwik soat kun merasa kehormatannya tersinggung, dari malu dia sampai gusar, mendadak terlintas hawa membunuh di atas wajahnya, pelan-pelan dia mengangkat telapak tangan kanannya ke tengah udara...

Asal serangan ini dilepaskan, dalam keadaan bersiap sedia begini, niscaya Buyung Im Seng akan tewas di ujung telapak tangan Kwik soat kun.

Ketika ujung telapak tangan Kwik soat kun sudah mendekati jalan darah Thian leng hiat di ubun-ubun Buyung Im Seng, mendadak ia menarik kembali serangannya dan menghela napas, kemudian pelan-pelan mengundurkan diri dari sana.

Sementara itu Buyung Im Seng membutuhkan waktu hampir satu jam lamanya untuk mengatur pernapasannya.

Menanti dia selesai melatih diri dan membuka kembali matanya, tampaklah Nyo hong leng dengan pakaiannya yang putih bagaikan salju itu berdiri di depan pintu. Agaknya Buyung Im Seng tidak percaya dengan kenyataan yang berada di depan mata, dia mengucek matanya berulang kali, ternyata tidak salah, itulah Nyo hong leng.

Tak terlukiskan rasa kaget dan girang yang berkecamuk dalam benak pemuda ini, sambil melompat turun dari atas ranjang, katanya. "Benarkah kau? Bagaimana caranya kau bisa menemukan tempat ini...?"

Nyo Hong leng mendesis lirih, tiba-tiba ia menubruk ke dalam pelukan Buyung Im Seng.

Dengan cepat Buyung Im Seng merentangkan tangannya untuk menyambut kedatangan tubuh Nyo Hong leng, kedua orang itu segera berpelukan dengan mesranya.

Semenjak dilahirkan Nyo Hong leng belum pernah dipeluk orang lelaki, saking emosinya dia sampai merasakan sekujur badannya gemetar sangat keras.

Buyung Im Seng sendiripun merasakan dorongan emosi yang tak bisa dibendung, tangan dan kakinya tanpa terasa gemetar keras. 

Setelah berpelukan beberapa saat lamanya, pelan-pelan Nyo Hong leng mendongakkan kepalanya sambil berkata. "Toako, entah mengapa, aku selalu terbayang-bayang akan dirimu?"

Buyung Im Seng menghela napas panjang, dia ingin berbicara tapi niat itu lalu diurungkan. Entah mengapa, tiba-tiba Nyo Hong leng mengucurkan air matanya dengan amat deras.

"Hai, kenapa kau menangis?" Buyung Im Seng segera menegur dengan perasaan kaget.

"Aku tidak tahu, aku hanya ingin menangis dengan sepuasnya." "Apakah aku telah menyalahi dirimu?"

"Hal ini sama sekali tiada hubungannya dengan dirimu, aku hanya merasa hatiku amat sedih dan tak terkendalikan, akupun merasa gembira sehingga tak tahan aku ingin menangis sepuas-puasnya."

"Lantas mengapa kau menangis?"

"Entahlah aku tak dapat mengatakannya, aku hanya merasa hatiku amat kesal, asal dapat terlampiaskan keluar, aku baru merasakan hatiku menjadi lega." "Aiii... selama beberapa hari ini, akupun merasakan hatiku tidak tentram, seringkali merindukan dirimu."

Tiba-tiba Nyo Hong leng tersenyum. "Benarkah itu?" dia bertanya. "Tentu saja benar!"

Nyo Hong leng menyeka air matanya dengan ujung baju, lalu berkata: "Baikkah sikap orang-orang Li ji pang kepadamu?"

Buyung Im Seng tertawa hambar. "Secara terang-terangan atau secara diam-diam mereka selalu membantu diriku, tak ada salahnya jika akupun membantu mereka satu kali."

"Aku tak menyalahkan dirimu, aku hanya ingin tahu, baikkah sikap dia kepadamu?"

Buyung Im Seng termenung dan berpikir sebentar, lalu sahutnya. "Sikap mereka kepadaku baik sekali."

"Kalau begitu betul sudah, ternyata mereka tidak membohongi aku."

Buyung Im Seng tertawa hambar, tanyanya. "Jadi kau sudah berjumpa dengan orang-orang Li ji pang, siapa yang kau temui?"

"Seorang nona she Kwik, dia beritahu kepadaku bahwa semalam kau mabuk berat, dia selalu melayani kau sebagai seorang tamu yang terhormat."

"Ooh... rupanya begitu."

Nyo hong leng tertawa, lalu katanya. "Berbicara bagi kaum lelaki seperti kalian, tempat ini boleh dibilang sebagai tempat yang nyaman dan hangat, apalagi anggota Li ji pang rata-rata cantik jelita..."

"Hei, kau sudah melantur sampai kemana?" tukas Buyung Im Seng. 

"Apakah kau takut aku menjadi marah?" ujar Nyo hong leng sambil tertawa, "Padahal aku merasa gembira sekali, bila setiap perempuan yang berada di dunia ini menyukai dirimu, hal ini membuktikan bila pandangan dan pilihanku tidak salah!"

setelah sering bergaul dengan wanita, lama kelamaan kulit muka Buyung Im Seng menjadi jauh lebih tebal, dia lantas tersenyum seraya menggoda. "Kau benar-benar tidak cemburu?"

Nyo Hong leng menggeleng. "Aku tak akan cemburu, tapi akupun tak akan membiarkan mereka terlalu rapat bergaul denganmu, aku hanya memberi kesempatan kepada mereka untuk memandangi saja dirimu."

Dengan pembicaraan yang berlangsung santai ini, tanpa terasa hubungan kedua orang itu pun menjadi lebih pendek banyak.

Buyung Im Seng lantas mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya: "Berapa banyak anggota Li ji pang yang telah kau lukai?"

"Ehmmm... memangnya kau sakit hati ya?"

"Bukan sakit hati, aku cuma merasa dalam keadaan begini, apalagi kita sedang memusatkan semua tenaga dan pikiran untuk menghadapi Sam seng bun, agaknya tak usah kita bermusuhan dengan Li ji pang, toh hal ini hanya merugikan kita

saja."

"Memangnya kau anggap aku ini bodoh?"

"Aku dengar kau telah melukai orang Li ji pang, apakah kesemuanya ini tidak benar?"

"Benar sih benar, cuma aku hanya melukai urat nadinya saja, dan lagi caraku bertindak pun sangat berhati-hati, asal mereka dapat beristirahat dalam waktu

yang cukup, tanpa obatpun mereka dapat pulih kembali kesehatannya seperti sedia kala, mungkin pangcu dari Li ji pang memahami tindakanku itu, maka mereka

sama sekali tidak mencari kesulitan kepada diriku." "Mereka selalu berusaha menghindari dirimu."

"Kenapa?" "Mungkin lantaran ilmu silat yang kau miliki sangat lihai, maka mereka rada takut kepadamu."

"Kenapa tidak kau katakan, lantaran mereka membutuhkan kau, maka jadinya enggan bentrok denganku?" goda Nyo Hong leng sambil tertawa cekikikan. "Kedengarannya apa seperti lelucon dalam kenyataan memang begitu kejadiannya, nama besar Biau hoa lengcu telah menggetarkan seluruh dunia persilatan."

"Sungguhkah perkataanmu itu?" "Masa kau tak tahu?"

Dengan wajah serius Nyo Hong leng berkata. "Bila orang lain yang memujiku, menyanjung diriku, aku tak pernah memikirkannya dihati, dengan perguruan besar yang ada dalam dunia persilatan dewasa inipun tak dendam kesumat, tentu saja akupun tak perlu bermusuhan dengan Sam seng bun atau Li ji pang..." 

"Aku tahu, kau bersikap demikian karena aku."

Nyo Hong leng kembali menghela napas. "Dulu memang aku mempunyai banyak kejelekan, seperti aku mempunyai sifat kebersihan, asal benda yang sudah disentuh orang lain aku selalu merasa benda itu sangat kotor, entah dengan siapapun, aku enggan bersentuhan badan."

Ditatapnya wajah Buyung Im Seng dengan penuh perasaan cinta dan kasih sayang, kemudian melanjutkan. "Tapi semenjak berjumpa dengan kau, aku mulai merubah diriku..."

"Kenapa? Bukankah hal ini malah menyiksa dirimu?"

"Sebab aku harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan dirimu, aiiii! Seandainya aku tidak merubah semua penyakitku itu, bagaimana mungkin bisa bergaul dan hidup bersamamu?"

Tiba-tiba ia mengerutkan dahinya, kemudian menambahkan. "Hanya beberapa hari tak bersua, tampaknya kau sedikit berubah."

"Dimana letak perubahan itu?" tanya Buyung Im Seng keheranan.

"Kau berubah menjadi lebih berani..." Kemudian sambil menutupi bibirnya sambil ketawa, sambungnya. "Kaupun jauh lebih nakal daripada dulu."

Kontan saja paras muka Buyung Im Seng berubah hebat, dia lantas terbungkam dalam seribu bahasa. Nyo Hong leng menghela napas panjang, katanya lagi. "Mengapa tidak berbicara? Apakah lagi marah kepadaku?"

Buyung Im Seng mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arah Nyo hong leng, kemudian sahutnya. "Aku mana berani marah?"

"Kalau kau tidak marah mengapa tidak berbicara?"

"Aku hanya merasa bahwa ucapanmu itu benar, dalam beberapa hari ini aku memang benar-benar telah berubah."

"Berubah menjadi baik, atau berubah jelek?"

"Berubah mata keranjang dan suka menggoda perempuan!"

"Kalau toh sudah tahu kesalahannya, lain kali jangan dilanggar lagi..."

Kemudian setelah membereskan rambutnya yang panjang, dia melanjutkan. "Apa yang kukatakan tak perlu kau masukan ke dalam hati, aku tak lebih hanya bergurau saja."

"Aku tahu, kau tak lebih hanya memperingatkan diriku, cuma aku heran mengapa aku bisa kehilangan ketenangan serta ketetapan hatiku?"

Tiba-tiba tirai disingkap, dan Siau Tin pelan-pelan berjalan masuk ke dalam, setelah memberi hormat katanya. "Kongcu, Nona, perjamuan telah dipersiapkan, dipersilahkan kalian berdua untuk menghadirinya."

Buyung Im Seng segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyo Hong leng, kemudian tanyanya. "Bagaimana kalau kita makan sedikit lebih dulu sebelum berangkat?" 

Tiba-tiba sikap Nyo Hong leng berubah menjadi lebih lembut dan halus, sahutnya lirih. "Terserah kepadamu!"

"Aku yang harus mengambil keputusan?" tanya Buyung Im Seng keheranan. "Betul, bila seorang gadis sedang berada bersama dengan seorang lelaki, jika si gadis yang harus mengambil keputusan, bukankah sang pria akan merasa sedih sekali?"

Buyung Im Seng tersenyum, katanya kemudian, "Sedari kapan sih kau berubah menjadi begini lembut?"

"Sedari tadi!" "Sedari tadi?"

"Ya, sedari aku melihat kau tertunduk tanpa berbicara, hatiku merasa sedih sekali."

"Urusan itu tak menyangkut kau, tak usah banyak curiga."

"Aku tahu, kau tak akan menyalahkan aku, cuma aku merasa tidak seharusnya bersikap terlalu menyolok terhadap orang lain."

Buyung Im Seng manggut-manggut, katanya : "Menyembunyikan diri memang agak baik, juga lebih gampang bergaul dengan orang lain."

"Kalau dengan orang lain aku tak ambil perduli, tapi terhadap kau aku merasa takut apabila kau menjadi marah." kata Nyo hong leng seraya menggelengkan kepalanya berulang kali.

Siau Tin sudah menunggu lama sekali di situ, melihat kedua orang itu hanya berbincang-bincang sendiri seakan-akan telah melupakan dirinya, tak tahan dia lantas berkata. "Hei, aku datang untuk mengundang kalian pergi makan!" "Nona!" ucap Buyung Im Seng setelah melirik Siau tin sekejap, "Apakah pangcu kalian sudah datang?"

Siau tin segera menggeleng.

"Belum, cuma ada nona Kwik pun sama saja."

Mendadak Nyo Hong leng mengalihkan sinar matanya ke wajah Siua Tin, kemudian tanyanya. "Seandainya kubawa kau pergi, bersediakah kau mengikuti diriku?"

"Membawa aku pergi? Pergi kemana?"

Nyo Hong leng melirik sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu sahutnya sambil tertawa, "Dia tidak pernah memberitahukan kepadaku, tapi aku tahu dia amat menyukai dirimu, maka kuajak kau pergi untuk merawat dirinya."

Urusan sebesar itu ternyata diucapkan olehnya dengan nada yang santai, seakanakan suatu pembicaraan rutin saja.

Siau tin menjadi tertegun, "Santai betul perkataanmu itu," katanya, "Ketahuilah, peraturan perkumpulan kami amat ketat, mana boleh aku pergi datang semau hati sendiri?" 

"Itu mah tidak menjadi soal, aku hanya ingin bertanya kepadamu, bersedia atau tidak?"

Buyung Im Seng mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian timbrungnya dari samping, "Nona Hong leng jangan bergurau yang bukan-bukan."

Urusan diantara kami orang-orang perempuan, lebih baik jangan kau urusi..." tukas Nyo hong leng.

Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Siu tin, kemudian sambungnya lebih jauh. "Beritahu saja kepadaku, bersedia atau tidak, soal selanjutnya tak perlu kau campuri."

Siau tin tertawa hambar dengan perasaan serba salah, katanya kemudian, "Aku tidak tahu, lebih baik kau bicarakan sendiri dengan pangcu kami..."

Mendadak sambil merendahkan suaranya dia melanjutkan. "Sekalipun aku bersedia, juga tak berani kukatakan keluar."

Nyo hong leng segera mengangguk. "Aku sudah mengerti, mari kita pergi makan." Mendadak dia berubah menjadi amat berani, sambil menggandeng tangan Buyung Im Seng dia lantas beranjak keluar.

"Nona Hong, di luar banyak orang..." bisik Buyung Im Seng.

"Aku tahu." tukas Nyo Hong leng, "apa yang kau takuti? Aku seorang gadis saja tidak takut." Setelah tertawa manis, selanjutnya. "Nama kecilku adalah Hong ji, lain kali kau memanggil aku dengan nama kecilku saja, mau bukan?"

"Aku kuatir hal ini kurang begitu baik."

"Orang lain memanggilku sebagai nona Nyo, mengapa kau harus meniru orang lain dengan menggunakan panggilan yang sama?"

Siau Ting yang mengikuti di belakang mereka dapat mengikuti pembicaraan tersebut dengan cepat, diam-diam ia tertawa geli.

Sementara itu ia sudah melangkah masuk ke ruang tengah. Tampak Kwik Soat kun dengan memimpin 12 orang gadis berpakaian ringkas menyambut kedatangan mereka di luar ruangan.

Saat itu Nyo Hong leng baru melepaskan tangan kiri Buyung Im Seng, kemudian katanya.

"Kami akan mengganggu nona!"

"Buyung kongcu telah membantu perkumpulan Li ji pang kami, mulai dari pangcu sampai segenap anggota perkumpulan kami merasa berterima kasih kepadanya. Terhadap Nyo pun sudah lama kami merasa kagum serta menaruh hormat, sudah sewajarnya bila kami memberi pelajaran yang sebaik baiknya untuk kalian." "Aaah.., kau terlalu sungkan." kata Nyo hong leng, "terhadap keberhasilan perkumpulan kalian serta ketajaman pendengaran dari kalian, akupun merasa kagum sekali, cuma sayang kami belum sempat untuk bersua dengan pangcu kalian."

"Sudah lama sekali pangcu kami menaruh perasaan kagum terhadap nona, siapa tahu dalam beberapa waktu belakangan ini dia akan menyambangi diri nona." 

"Jejakku tak menentu, tempat tinggalku tak tetap, kemana dia akan datang mengunjungiku?"

"Soal itu mah belum menyusahkan perkumpulan Li ji pang kami...!" sahut Kwik soat kun.

"Aaah... betul, aku lupa kalau mata2 kalian tersebar sampai di seantero jagat, setiap urusan yang terjadi di seantero jagat, setiap urusan yang terjadi dalam dunia persilatan memang sukar mengelabui partai kalian."

Kwik soat kun tersenyum. "Kau terlalu memuji!" katanya.

"Nona Kwik, aku ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu, bersediakah nona untuk menjawabnya?"

"Ini tergantung persoalan apakah yang sedang ditanyakan, asal aku tahu, sudah barang tentu akan kusampaikan kepadamu."

"Selama pangcu tak ada di sini entah siapakah yang akan bertindak sebagai tuan rumah?"

"Tentu saja siau-moay, bila nona ada suatu persoalan silahkan saja kau sampaikan."

Nyo Hong leng berpaling dan memandang sekejap ke arah Siau Tin, kemudian katanya.

"Aku ingin memohon kepada perkumpulan kalian, agar menyerahkan Siau Tin kepadaku."

"Minta orang?"

"Benar, tapi nona tak usah kuatir, sudah tentu aku takkan melukai diri Siau Tin."

"Hoa-li dan dayang-dayang nona sudah tak terhitung jumlahnya, buat apa kau menginginkan anggota perkumpulan kami?"

"Aku amat menyukainya, dan berharap dia bisa selalu mendampingi diriku...!" "Aaah..." Kwik soat kun berseru tertahan, setelah menengok Siau Tin sekejap, terusnya.

"Bagaimana menurut pendapatmu?"

Apa yang diajukan Nyo Hong leng benar-benar merupakan suatu persoalan yang sama sekali di luar dugaan Kwik Soat kun, untuk sesaat lamanya dia menjadi bingung dan tak tahu bagaimana harus menghadapi keadaan semacam itu.

Tampak Siau Tin segera membungkukkan badannya memberi hormat. "Tecu akan menurut perintah!" sahutnya.

Kwik soat kun termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya lagi. "Nona Nyo bermaksud meminjamnya ataukah memintanya?"

"Apa yang kukatakan sudah jelas sekali, aku meminta dirinya...!" 

"Soal ini mah... maaf seribu kali maaf, siau moay tak dapat mengambil ketetapan, tapi siau moay bersedia untuk menyampaikan tujuan nona itu kepada pangcu kami, sebab segala sesuatu dialah yang lebih berhak untuk memutuskan."

"Aaaiii, nona Kwik, aku mempunyai beberapa patah kata yang kurang pantas untuk disampaikan, bila ku utarakan nanti, kuharap kau jangan menjadi marah." "Tidak berani, silahkan nona ucapkan!"

"Watakku terburu napsu dan tak sabaran, aku kuatir tak sempat lagi untuk bertemu dengan pangcu kalian."

"Soal ini, soal ini..."

Dengan lembut kembali Nyo Hong leng berkata. "Nona Kwik, aku ingin menerangkan kepadamu, bila kau bersedia, ini lebih baik lagi, bila kau tidak meluluskan, akupun tetap akan membawanya pergi!"

"Maksud nona, bagaimanapun juga kau tetap akan membawanya pergi dari sini?" "Begitulah kejadiannya, cuma aku ingin menyampaikan secara lebih sungkan saja." "Hong ji!" Buyung Im Seng segera menimbrung, "setiap perkumpulan mempunyai peraturan perkumpulan, setiap rumah mempunyai peraturan rumah, Siau tin adalah anggota perkumpulan Li ji pang, sebelum memperoleh persetujuan dari pangcunya, mana boleh kita membawanya pergi dari sini?"

Nyo Hong leng memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu memandang kembali kepada Kwik soat kun, kemudian dia baru berkata. "Nona Kwik, begini saja, aku akan membawanya pergi lebih dulu, seandainya pangcu kalian merasa keberatan, kau boleh membawanya pulang kembali."

"Nona Nyo, apa yang kau ucapkan benar-benar membuat siau moay merasa serba salah..."

Nyo hong leng segera mengalihkan sepasang matanya yang jeli dan bening itu ke atas wajah Kwik soat kun, diapun tidak berbicara apa-apa.

Kwik soat kun pelan-pelan membereskan rambutnya yang kusut, kemudian pelanpelan melanjutkan. "Seandainya aku tidak meluluskan permintaan nona untuk mengajak Siau Tin pergi, nona pasti tak akan berdiam diri belaka, siapa tahu hal ini akan berakhir dalam suasana tak gembira..."

"Oleh sebab itu, aku harap kau mau meluluskan permintaan kami!"

"Begini saja!" kata Kwik soat kun kemudian, "Siau moay akan mengambilkan keputusan kali ini dengan meminjamkan Siau Tin kepada nona, tapi statusnya masih tetap anggota Li ji pang."

"Baiklah! Bila tiada cara lain yang lebih baik lagi, terpaksa kita harus bertindak begitu."

"Kini keputusan telah diambil, suasana pun menjadi santai kembali, aku yakin perasaan nona juga lebih lega, bagaimana kalau bersantap lebih dulu?" "Maksud baikmu biar kuterima dalam hati saja, sayang siau moay masih ada urusan lain, aku tak ingin berdiam terlalu lama lagi ditempat ini..." 

"Masa waktu untuk bersantap saja tidak ada?"

"Urusan amat mendesak dan waktunya kebetulan, terpaksa siau moay akan menerima maksud baikmu itu dihati saja."

"Kalau memang begitu, siau moay takkan menahan lebih jauh", ujar Kwik soat kun hambar.

Nyo Hong leng segera memberi hormat. "Selamat tinggal!" katanya.

Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berjalan menuju ke luar. Buyung Im Seng mengikuti di belakang Nyo Hong leng bertindak keluar, bagaimanapun laparnya dia kini, bagaimanapun lezatnya hidangan yang disediakan di atas meja, pemuda itu enggan untuk menahan Nyo Hong leng dan memaksanya bersantap lebih dulu sebelum berangkat.

Ketika sampai di depan pintu gerbang, mendadak Nyo hong leng berhenti dan berpaling sambil memandang Siau Tin sekejap, kemudian serunya dengan lantang. "Hayolah!"

Siau Tin segera menunjukkan wajah serba salah, melihat wajah Kwik soat kun, bisiknya. "Tecu, tecu..."

"Pergilah mengikuti nona Nyo!" tukas Kwik soat kun, "Dia pasti akan baik-baik bersikap kepadamu, cuma kau harus ingat, hingga kini kau masih berstatus murid Li ji pang."

"Tecu siap melaksanakan perintah" jawab Siau Tin setelah termenung sejenak. Sorot matanya dialihkan sekejap memandang ke arah gadis-gadis berpakaian ringkas yang berada di sekeliling ruangan, kemudian melanjutkan. "Para cici sekalian, untuk sementara waktu siau moay ingin mohon diri dulu."

Selesai berkata, dia lantas melangkah menuju keluar.

Kwik soat kun mengantar beberapa orang sampai keluar dari ruang tengah, tampak sebuah kereta berkuda telah menanti di depan pintu gerbang.

Nyo Hong leng lantas berpaling sambil mengulapkan tangannya. "Silahkan kembali nona, Siau moay mohon diri lebih dulu."

"Semoga kalian selamat di jalan."

Nyo Hong leng segera melompat naik lebih dulu ke atas kereta, disusul oleh Siau Tin di belakangnya.

Buyung Im Seng naik ke atas kereta paling belakang, sebelum naik, dia tertawa, berpaling dan kemudian ujarnya. "Nona terima kasih atas pelayananmu yang baik selama beberapa hari ini."

Kwik soat kun tersenyum. "Semoga apa yang kongcu ucapan itu benar-benar keluar dari hati sanubari yang jujur"

Buyung Im Seng tidak menanggapi ucapan dari Kwik soat kun lagi, dia masuk ke dalam kereta dan segera menurunkan tirai. Sang kusir mengayun cambuk, roda kereta itu mulai berputar dan kereta itu meluncur ke depan. Memandang hingga 

bayangan kereta itu lenyap dari pandangan mata, Kwik soat kun menghela napas panjang dan balik kembali ke dalam perkampungan.

Sementara itu Nyo hong leng yang berada didalam kereta sedang menepuk tempat duduk di sisinya sambil berseru kepada Buyung Im Seng. "Mari, duduklah kemari! Buyung Im Seng menurut dan segera duduk disampingnya. "Apakah kereta ini bukan kereta milik perkumpulan Li ji pang...?" tanyanya.

Nyo Hong leng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Bukan, aku sendiri yang membawanya kemari!"

Kemudian sambil berpaling dan memandang ke arah Siau tin, dia melanjutkan. "Sebenarnya apa sih kedudukan Kwik Soat kun didalam perkumpulan Li ji pang?" Siau Tin termenung dan berpikir sebentar kemudian, jawabnya. "Harap nona suka memaafkan diriku, sampai kini budak masih berstatus anggota Li ji pang, budak tidak berani membocorkan rahasia penting perkumpulan kami."

"Apakah kedudukan Kwik soat kun dalam perkumpulan termasuk juga rahasia yang teramat besar?"

"Kami kakak beradik yang bergabung dalam perkumpulan Li ji pang mempunyai hubungan yang serat sekali antara yang satu dengan yg lainnya namun peraturan dari perkumpulan kamipun sangat ketat dan berdisiplin tinggi, kami tak ingin melanggar peraturan2 tersebut."

"Apakah selanjutnya kau masih ingin balik kembali ke dalam perkumpulan Li ji pang?" tanya Nyo Hong leng sambil tertawa.

"Tentu saja harus kembali, aku adalah anggota Li ji pang, kenapa tidak balik ke situ?"

Nyo Hong leng menghela napas panjang, katanya. "Dilihat dari sini, dapat diketahui bahwa pangcu dari Li ji pang benar2 merupakan seorang tokoh yang amat cerdas sekali, tanpa suatu kemampuan serta kecerdasan yang luar biasa, mustahil dia bisa membuat segenap anggotanya begitu sayang dan hormat kepadanya."

"Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan pangcu Li ji pang amat hebat dan seksama, menandakan kalau dia memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa." Buyung Im Seng berkata pula, "tak nanti dia bukan pergunakan ilmu silat untuk berebut nama dan kedudukan didalam dunia persilatan, tapi kewibawaannya justru tersohor sampai dimana-mana, apa yang berhasil diraihnya itu tak lain diperoleh berkat kecerdasan otaknya itu."

"Kami kakak beradik bergabung dalam perkumpulan Li ji pang, hampir seluruhnya dipilih dan dicari oleh pangcu sendiri." kata siau tin pula. "yang dipelajari bukannya ilmu silat saja melainkan setiap kepandaian yang bisa digunakan terutama sekali mereka dipilih untuk mendalami salah satu macam kepandaian sesuai dengan kelebihan yang dimiliki, itulah sebabnya dalam perkumpulan Li ji pang kami, boleh dibilang hampir terdapat segala macam manusia dalam segala bidang..."

"Lantas apa pula yang kau pelajari?" tanya Buyung Im Seng kemudian. 

Merah padam selembar wajah Siau Tin karena jengah. "Kongcu, terus terang saja yang kupelajari adalah bagaimana cara memanfaatkan kecantikan yang kumiliki." Buyung Im Seng termenung sebentar, lalu sahutnya: "Oleh karena itu, mereka baru mengutusmu untuk melayani segala kebutuhanku?"

"Benar, cuma kongcu amat berdisiplin dan amat ketat menjaga diri, budak tak sanggup mempraktekkan kelebihan yang budak miliki."

"Sebenarnya apa yang hendak kau praktekkan kepadaku?" "Merayu dan memikat dirimu!"

"Pangcu kalian memang sangat cerdik", kata Nyo Hong leng kemudian, "tapi cara kerjanya itu sku nilai terlalu rendah mutunya, sebab itu setiap umat persilatan yang menyinggung soal Li ji pang, lebih baik rasa takutnya dihati mereka daripada rasa menghormat."

"Kami adalah perempuan-perempuan lemah yang tak bisa apa-apa untuk mempertahankan kedudukan dan nama yang kami miliki dalam dunia persilatan, jika tidak digunakan cara yang lain, memangnya kami harus beradu kekerasan dengan mereka?"

Nyo Hong leng segera tersenyum. "Buka kalian dari Li ji pang berprinsip demikian, hal ini memang tak bisa disalahkan, cuma aku masih tetap merasa kagum atas kehebatan serta kemampuan yang dimiliki oleh pangcu kalian." Setelah berhenti sebentar, terusnya. "Kau sudah pernah bertemu dengan pangcu kalian?"

"Tentu saja pernah, kami sebagai anggota Li ji pang masa tak pernah bertemu dengan pangcu sendiri?"

"Bagaimana paras muka pangcu kalian?" tanya Buyung Im Seng.

Siau Tin agak tertegun kemudian tanyanya. "Buat apa kau ajukan pertanyaan semacam itu?"

Agaknya Buyung Im Seng juga tak mengira kalau dia bakal balik bertanya, maka setelah tertegun beberapa saat, dan termenung sejenak, sahutnya. "Sebab akupun pernah berjumpa dengan pangcu kalian, namun aku curiga kalau dia tidak menjumpai diriku dengan raut wajah yang sesungguhnya...!"

"Kau pernah bersua dengan pangcu kami?" "Betul!" "Coba kau terangkan, bagaimana paras mukanya?"

"Ia berwajah jelek sekali, namun memiliki rambut yang sangat indah."

Siau Tin tertawa ewa, membungkam dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Dengan kening berkerut Buyung Im Seng lantas berkata. "Bagaimana? Apakah aku telah salah bicara?"

"Aku tidak tahu, pangcu kami bisa berubah-ubah menjadi seribu satu macam bentuk muka, kalau bukan anggota Li ji pang, sudah barang tentu tidak mudah untuk dapat bersua muka dengan wajah aslinya." 

"Oleh karena itu, aku ingin bertanya kepada nona, bagaimana paras muka pangcu kalian yang sebenarnya?"

"Haruskah aku berbicara yang sebenarnya?" "Tentu saja kau harus berbicara sejujurnya."

"Kalau harus berbicara sejujurnya, maka aku hanya bisa mengatakan tidak tahu." "Nona, sewaktu pertama kali berjumpa denganmu, aku merasa usiamu masih kecil, polos dan lucu, tak kusangka ternyata kau begini nakalnya..."

Sambil menutupi mulutnya Siau Tin tertawa cekikikan. "Setiap anggota Li ji pang bisa bergerak dalam dunia persilatan, tak lain karena masing-masing memiliki suatu keahlian khusus, sejak berusia tujuh tahun budak masuk anggota Li ji pang, tahun ini telah 15 th, aku telah peroleh pendidikan yang ketat selama delapan tahun, bayangkan saja bila kongcu ingin menemukan sesuatu dari luarku, bukankah usahamu akan gagal total?"

"Lihai, lihai... kalau nona tak mengaku sendiri, aku benar-benar tak mengira dengan usia nona yang masih begini muda, ternyata sudah memiliki kelicikan dan kelihaian yang sedemikian hebatnya." seru Buyung Im Seng sambil gelengkan kepala dan tertawa.

Siau Tin menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan sesuatu, tapi niat itu diurungkan. Nyo hong leng segera berkata sambil tertawa.

"Nona Siau tin, tahukah kau mengapa aku bawa kau untuk melakukan perjalanan bersama?"

Siau Tin tertawa. "Aku tak tahu, entah disebabkan apapun juga, aku takkan merasa takut."

"Kalau begitu, nyalimu benar-benar amat besar." "Bukan nyaliku yang besar, adalah aku sudah mempunyai persiapan yang cukup matang."

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang dari belakang kereta sana, menyusul kemudian terdengar seseorang dengan suaranya yang parau dan tua berseru. "Nona, orang-orang Li ji pang telah mengejar sampai di sini."

Paras muka Nyo Hong leng berubah hebat, sorot matanya segera dialihkan ke wajah Buyung Im Seng seraya berkata. "Orang ini benar-benar harus dibunuh, kau telah membantu mereka, sekarang bukan saja mereka tidak mengingat budi kebaikan itu, malahan membawa orang melakukan pengejaran di sini, tampaknya lantaran dia tidak melihat aku membawa pembantu, maka mereka lantas bermaksud untuk main kerubut."

Siau tin segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nona tak usah banyak curiga," katanya. "Perkumpulan kami merasa berterima kasih sekali kepada Buyung kongcu, tak nanti mereka akan bermain kerubut, lebih baik nona menanyakan dulu duduknya persoalan, kemudian barulah turun tangan."

Nyo Hong leng segera tertawa dingin, "He.. he.. tentu saja harus kutanyakan dulu sampai jelas..." 

Sesudah berhenti sebentar, dia lantas berseru dengan suara lantang. "Berhenti!" Kereta yang sedang lari kencang itu segera terhenti. Terdengar suara derap kaki kuda bergema datang dengan cepatnya, beberapa ekor kuda melewati kereta itu dan berhenti.

Buyung Im Seng kuatir Nyo Hong leng tanpa menanyakan dulu duduknya persoalan lantas turun tangan melukai orang, maka dengan cepat dia menyingkap tirai dengan menengok keluar.

Tampak Kwik soat kun dengan membawa empat orang gadis berpakaian ketat telah menghadang jalan perginya.

Menyaksikan keadaan tersebut, ia menjadi tertegun. Pelan-pelan Nyo Hong leng berjalan keluar dari kereta, kemudian ujarnya dengan dingin. "Nona Kwik dengan membawa jago-jago lihaimu, kau telah menyusul kemari, boleh aku tahu apa maksudmu?"

"Perkumpulan kami telah berjanji dengan kongcu, bila kongcu telah mendapatkan kembali kitab pusaka ilmu pedang kami, maka pihak kami akan memberitahukan alamat dari Sam seng tong..."

Rasa girang segera terlintas di wajah Buyung Im Seng, buru-buru tanyanya: "Apakah perkumpulan kalian telah berhasil menemukan letak dari Sam seng tong tersebut?"

"Benar, jika kalian berdua mau bersantap tadi, akupun tak usah terburu menyusul kemari, belum lama kalian berangkat, aku telah memperoleh surat kiriman dari anggota kami yang menerangkan letak alamat dari Sam seng tong."

"Dimanakah tempatnya?" tanya Buyung Im Seng lagi dengan gelisah.

Kwik soat kun segera melemparkan sebuah kantong sutera ke depan seraya ujarnya: "Dalam kantong itu bukan saja diterangkan letaknya, bahkan disertai pula dengan sebuah peta yang cukup jelas, silahkan kongcu memeriksanya sendiri." Buyung Im Seng segera memeriksa kantong itu. "Terima kasih banyak nona!" serunya. "Tidak berani, kami sudah berhutang budi kepada kongcu, sudah sewajarnya kalau budi ini kami balas..."

Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Apabila Kongcu ingin segera berangkat menuju ke Sam seng tong, aku masih mempunyai waktu tiga hari untuk mengantar kongcu sampai ke tempat tujuan."

Buyung Im Seng segera berpaling ke arah Nyo Hong leng sembari bertanya: "Bagaimana menurut pendapat nona?"

Nyo Hong leng segera tersenyum. "Setiap saat aku siap untuk melanjutkan perjalanan."

Buyung Im Seng termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia bertanya lagi. "Apakah dalam perkumpulan Sam seng bun terdapat anak murid dari perkumpulan kalian?"

Kwik soat kun segera tertawa. "Setiap ada lubang, Li ji pang berusaha untuk menyusupnya masuk, asal diriku ada perempuan, kemungkinan besar terdapat pula mata-mata dari Li ji pang kami." 

Nyo Hong leng melompat turun dari kereta, disusul Buyung Im Seng dan Siau Tin dari belakang. "Nona Kwik, kapan kau bisa menemani kami untuk berangkat?" tanya Buyung Im Seng kemudian.

"Setiap saat aku siap mengantar kalian!"

Nyo Hong leng segera membisikkan sesuatu kepada si kusir kereta, mendadak kereta itu berangkat ke depan dan meninggalkan tempat itu.

Kemudian sambil memandang kembali ke arah Kwik soat kun, katanya lebih lanjut. "Apakah nona bermaksud untuk membawa serta pula ke empat orang pembantumu itu?"

Kwik soat kun segera menggelengkan kepala berulang kali, sahutnya sambil tertawa. "Siau moay rasa sepanjang jalan menuju ke lembah tiga malaikat sudah pasti akan melewati suatu penjaga yang sangat ketat, sehingga aku rasa tak bisa membawa diri mereka..."

Kepada empat gadis berpakaian ringkas yang berada di belakangnya itu, pelanpelan dia berseru. "Pulanglah kalian lebih dulu!"

Ke empat orang gadis berpakaian ringkas itu segera menjura, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari situ.

Sepeninggal ke empat orang itu, Kwik soat kun memandang sekejap ke arah Siau Tin sambil bisiknya. "Nona Nyo, kau bermaksud membawanya serta?"

"Ini tergantung pada nona Kwik sendiri?" sahut Nyo Hong leng.

"Siau tin amat cerdas dan pandai menghadapi segala perubahan keadaan, tapi sayang ilmu silatnya mungkin belum bisa memadai apa yang diharapkan."

Tiba-tiba Siau tin berkata dengan suara yang lembut dan halus. "Walaupun ilmu silat yang budak miliki masih belum cukup apabila dipakai menghadapi musuh tangguh, namun budak yakin masih sanggup untuk menjaga diri secara baik, budak tidak akan berani merepotkan diri nona..."

"Dia sangat percaya pada kemampuannya sendiri, itu berarti hak penentuan berada ditangan nona Nyo!" seru Kwik soat kun.

"Bila aku yang harus mengambil keputusan, aku lebih setuju untuk membawanya serta."

"Baiklah, setiap anggota Li ji pang bila sudah sampai pada saatnya tidak mampu melindungi diri, mereka memiliki kepandaian untuk menghabisi nyawa sendiri."

Nyo hong leng lantas berpaling sekejap ke arah Siau tin, lalu ujarnya dengan lembut, "Kau memiliki kemampuan apa untuk menghabisi nyawa sendiri?" "Aku membawa obat racun yang sangat lihai, asal ditelan ke perut, sudah pasti jiwaku akan melayang."

"Apakah setiap anggota Li ji pang berbuat sama pula dengan apa yang kau lakukan?" 

"Budak membawa obat beracun, tapi tidak ku ketahui apakah orang lain juga membawa obat beracun."

"Setiap anggota Li ji pang yang mengetahui rahasia besar perkumpulan, kebanyakan selalu membawa obat beracun yang mematikan."

"Aku memahami maksud nona Kwik, mari kita berangkat."

"Kita harus memeriksa dulu peta rahasia yang berada dalam kantung sutera ditangan Buyung kongcu itu sebelum bisa berangkat."

Buyung Im Seng dengan segera membuka kantung itu dan mengambil keluar secarik peta, lalu dibentangkan lebar-lebar. Terlihatlah di atas kain putih itu terlukis sebuah pohon Liu yang sangat luas, dibalik hutan itu nampak bangunan dinding pekarangan yang tinggi. Di sebelah hutan nampak juga sebuah bukit yang menjulang tinggi ke angkasa.

"Tempat apakah ini?" seru Buyung Im Seng kemudian, "apakah dinding bangunan yang tampak itu adalah Sam seng bun?"

"Nona Kwik," kata Nyo Hong leng kemudian, "peta ini berasal dari anggota perkumpulanmu, rasanya nona pasti dapat mengenalinya bukan?"

Kwik soat kun tertawa hambar, "Peta ini dibuat secara kasar, dibalik hal itu pasti ada rahasia lainnya."

Dia lantas menerima peta tadi dari tangan Buyung Im Seng, kemudian merobek menjadi dua bagian.

Betul juga, dibalik peta tersebut tersembunyi secarik kertas putih lainnya.

"Benar-benar hebat sekali cara kerja anggota perkumpulan kalian." Puji Nyo Hong leng, "seandainya tiada nona Kwik, sekalipun kami berhasil mendapatkan peta ini juga tak akan memahaminya."

Kwik soat kun tertawa. "Dengan kecerdasan nona Nyo, aku rasa tak akan sulit untuk mengetahui rahasia tersebut, sekalipun benar-benar tidak mengerti sampai akhirnya jika amarah telah meluap dan peta itu dirobek, rahasianya toh akan diketahui juga."

"Benar2 sangat lihai hanya mempergunakan secarik peta kecil saja, kalian dapat menyimpan rahasia besar didalamnya, untuk mewujudkan hal tersebut, entah berapa besar tenaga yang digunakan oleh anggota kalian?"

Kwik soat kun tertawa ewa. "Nona Nyo, terus terang saja perkumpulan Li ji pang kami muncul dikala pengaruh Sam seng bun makin meraja-lela, bila kami anggota perkumpulan Li ji pang tidak mengandalkan kecerdasan, bagaimana mungkin kami bisa berdiri dalam dunia persilatan?"

-ooo0oooBAGIAN KE 20

Nyo hong leng segera tersenyum. "Nona amat berterus terang, mari kita periksa apa yang dicantumkan di atas kertas putih itu."

Ketika Kwik soat kun merentangkan kertas putih tadi, maka terbacalah beberapa tulisan: 

"Nama hutan Ciu liu kok, nama kuil Ban hud wan, Sam seng thong terletak di belakang Ban hud wan di atas puncak bukit tinggi, cuma menurut kabar, untuk menuju ke pintu rahasia Sam seng thong di belakang bukit, orang harus melewati dulu di kuil Ban hud wan."

Selesai membaca tulisan itu, Nyo Hong leng lantas berkata. "Apa yang dituliskan di atas kertas itu jelas sekali, cuma sayang tidak diterangkan dimanakah letak lembah Cui liu kok tersebut, padahal jagad begini luas, apakah kita harus mencarinya dengan pelan-pelan?"

"Bukan suatu hal yang sulit untuk mencari letak lembah Cui liu kok tersebut", kata Kwik Soat kun.

"Kalau begitu, harap nona suka membawa jalan!"

Sambil tertawa Kwik soat kun manggut2. "Aku tak akan menampik, cuma..." "Cuma apa?" "Dibalik kesemuanya itu masih terdapat banyak hal yang belum sempat kita pahami."

"Soal apa?" "Mungkin nona Nyo akan menganggap apa yang aku ucapkan adalah persoalan-persoalan tetek bengek..."

"Lebih baik kau sebutkan lebih dulu!" tukas Nyo hong leng.

"Kita harus menyusup ke dalam kuil Ban hud wan dengan cara apa, serta bertindak secara bagaimana agar para pendeta yang menghuni kuil tersebut tak sampai menaruh curiga kepada kita?"

"Persoalan ini toh bisa saja kita rundingkan ditengah jalan nanti?"

"Disinilah terletak perbedaan antara cara kerja Li ji pang kami dengan kebanyakan orang, selain teliti, serius juga seksama, mungkin nona menganggap persoalan ini hanya suatu masalah kecil, setiap saat dapat dirubah menurut keadaan dan menghadapinya menurut apa yang dihadapi ketika itu, dengan kecerdasan nona sudah barang tentu hal ini bukan persoalan, tapi orang lain toh tidak memiliki kemampuan serta kepandaian silat seperti apa yang nona miliki!"

Kening Nyo hong leng segera berkerut, seakan-akan hendak mengumbar hawa amarahnya, tapi kemudian niat itu diurungkan, setelah tertawa hambar, sahutnya. "Betul, apa yang kau ucapkan memang ada benarnya juga!"

"Nona pandai sekali menyesuaikan diri."

"Apakah kau merasa, aku adalah seorang perempuan yang suka menuruti adat sendiri?"

Kwik soat kun segera tertawa, katanya "Karena kau terlampau cantik, kecantikan yang membawa kedinginan dan keketusan, membuat orang tak berani menilai mu secara langsung."

(Bersambung ke jilid 14)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar