Lembah Tiga Malaikat Jilid 11



Jilid 11

BUYUNG IM SENG menjadi tertegun, tapi sekuat tenaga dia berusaha untuk menenangkan hatinya, kemudian katanya: "Kenapa?" "Sebab paman Ong... "

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia yang sangat ramai berkumandang datang, terpaksa Buyung Im seng melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan kanan Lan hong.

Tampak Sing hong dengan langkah cepat telah masuk kembali ke dalam ruangan. "Apa kata suhumu ?" tanya Buyung Im seng.

"Suhu bilang dipersilahkan kau datang sebentar ke ruang tengah"

"Kenapa?" "Sebab di hadapan tamu agung, suhu telah mengumumkan kejadian ini, bila aku tidak pergi maka suhu pasti akan merasa kehilangan muka..."

Buyung Im seng termenung dan berpikir sejenak, kemudian katanya: "Baiklah, bawalah aku serta ke tempat pertemuan itu."

Sim Hong memandang sekejap ke arah Lan Hong, kemudian katanya: "Cici, aku telah memberitahukan kepada suhu, bahwa kau sedang menemani paman Ong" "Apa kata suhu ?" "Suhu bilang, kau juga dipersilahkan turut serta" "Tapi aku sedang bertugas..."

"Suhu telah mengutus orang lain untuk menggantikan kedudukanmu" "Kalau memang begitu, mari kita berangkat bersama"

Dengan Sim hong membawa jalan, Buyung Im seng mengikuti ditengah dan Lan hong berjalan dipaling belakang, berangkatlah mereka menuju ke tempat itu.

Dalam pada itu Buyung Im seng telah meningkatkan kewaspadaannya terhadap Lan hong pikirnya: "Tampaknya budak ini sudah menaruh rasa curiga kepadaku,

207 

jika dia turut serta ke ruang tengah dan memberitahukan kejadian ini kepada Giok hong siancu, sesungguhnya kejadian ini betul-betul merupakan sesuatu kejadian yang merepotkan."

Terdengar Lang hong berkata dengan suara lembut: "Paman Ong, walaupun kau sudah sepuluh tahun meninggalkan lembah Giok hong kok, tapi suhu sama sekali tak nampak menjadi tua"

"Tenaga dalam yang dimiliki suhumu sudah mencapai puncak kesempurnaan, tentu saja sepuluh tahun masih belum dapat menimbulkan perubahan besar baginya" Diluaran dia berkata begitu, sementara dalam hati kecilnya diam-diam berpikir: "Dibalik ucapan budak itu sudah jelas mengandung maksud lain, tapi aku tidak mengerti apa maksud yang sebenarnya? Jika aku kena ditangkap basah selama berada dalam lembah Giok hong kok, sudah pasti hal ini ada hubungannya dengan budak tersebut".

Sementara masih termenung, mereka sudah tiba di depan sebuah ruangan besar. Tampak Sim hong mendorong sebuah pintu dan melangkah masuk ke dalam...

Serentetan sinar lampu yang tajam dan kuat segera memancar keluar dari balik ruangan.

Buyung Im seng melongok ke dalam, tampak ruangan tersebut bermandikan cahaya lentera, ditengah ruangan diatur empat buah meja perjamuan... Sambil tersenyum dan membungkukkan badan memberi hormat, Sim hong berkata: "Silahkan paman !"

Sambil membusungkan dada dan mendongakkan kepalanya, Buyung Im seng masuk ke dalam ruangan dengan langkah lebar. Sim hong maupun Lan hong segera mengikuti di belakangnya masuk pula ke dalam ruangan.

Setelah berada ditengah ruangan, sekali lagi Buyung Im seng mengalihkan perhatiannya untuk memperhatikan keadaan disekitar sana, tampak di kursi utama duduklah seorang perempuan setengah umur yang berbaju tipis berwarna hijau. Walaupun usia perempuan itu sudah mencapai setengah umur, namun memiliki daya tarik yang cukup mempesonakan hati.

Dengan cepat dia berpikir: "Mungkin perempuan itulah yang bernama Giok hong siancu !"

Benar juga, perempuan setengah umur itu pelan-pelan bangkit berdiri, kemudian katanya: "Giok long, sejak perpisahan, baik baikkah dirimu ? Sudah sepuluh tahun kita tak pernah bersua, kau masih tetap setampan dulu."

"Para hwesio Siau lim si telah menyekapku selama sepuluh tahun lamanya, dalam sepuluh tahun ini aku selalu duduk menghadap dinding tentu saja dalam hal tenaga dalam aku memperoleh sedikit kemajuan"

Menggunakan kesempatan ini dia memperhatikan sekejap para jago yang berada dalam ruangan. Tampak di meja yang ditempati Giok hong siancu, kecuali perempuan tersebut masih tampak seorang lelaki setengah umur berbaju biru yang duduk di hadapan Giok hong siancu.

Orang itu masih tetap duduk ditempat semula sambil meneguk arak, jangankan memperhatikannya, berpaling pun tidak. 

Tampaknya orang ini adalah tamu utamanya selain itu masih ada pula tiga meja, dalam setiap meja duduklah empat orang sehingga jumlahnya mencapai dua belas orang.

Giok hong siancu segera menarik tangan Buyung Im seng sambil berkata dengan merdu: "Giok longkun, mari kuperkenalkan beberapa orang kepadamu."

Sambil berkata dia menarik Buyung Im seng untuk duduk disampingnya. Lelaki setengah umur berbaju biru itu duduk tepat di hadapan Buyung Im seng, namun dia tidak pernah mendongakkan kepalanya untuk memperhatikan wajah Buyung Im seng.

Sedang Giok hong siancu segera berkata dan tertawa sesudah memandang lelaki setengah umur itu sekejap. "Dia adalah Giok long kun Ong ciu yang baru saja kubicarakan dengan dirimu."

Lelaki setengah umur itu mendongakkan kepalanya dan memperhatikan Buyung Im seng sekejap, kemudian manggut-manggut seraya berkata: "Sudah lama kudengar akan nama besarmu, beruntung kita dapat berjumpa hari ini"

"Tidak berani, tolong tanya siapa kau ?"

"Dia adalah Tongcu Tuang Hoat lun tong dari perguruan Sam seng bun... " Giok hong siancu segera menerangkan.

Belum lagi ucapan tersebut selesai, buru-buru lelaki setengah umur itu menukas. "Siancu aku seharusnya menghormati saudara Ong dengan secawan arak." Kemudian sambil mengangkat cawannya dia menambahkan.

"Saudara Ong, silahkan!"

"Silahkan", sahut Buyung Im seng sambil mengangkat pula cawan araknya. Sementara dalam hati ia berpikir. "Tampaknya dia takut sekali jika Giok hong siancu sampai menyebutkan namanya, entah apa maksud tujuannya?" Oo0oO

BAGIAN KE 16

Sementara itu terdengar Giok hong siancu sedang berkata. "Giok long, untung saja kau pulang pada malam ini, coba kalau kau belum pulang, aku sudah menggabungkan diri dengan perguruan Sam seng bun..."

"Bagaimana dengan sekarang?" tanya lelaki setengah umur itu. "Apakah Giok hong siancu hendak berubah pikiran?"

Giok hong siancu segera tertawa. "Berubah pikiran sih tidak, cuma aku akan menunda keberangkatanku selama beberapa hari lagi.

"Siancu adalah seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi." Ucap lelaki setengah umur itu sambil tertawa hambar, "ucapan yang telah diutarakan masa diurungkan kembali? Apakah kau tidak takut ditertawakan oleh orang persilatan?"

Giok hong siancu segera tersenyum. "Aku bersedia menggabungkan diri dengan Sam seng bun, tak lain karena aku ingin menolong Giok long kun, tapi sekarang dia telah pulang kembali." 

"Maka siancu hendak membatalkan perjanjian itu..." tertawa sinis dan mendehem beberapa kali, kemudian setelah menatap sekejap wajah Giok hong siancu dan Buyung Im seng secara bergantian, sambungnya lebih jauh.

"Ibaratnya suatu perjudian besar, kami telah memasang suatu taruhan yang cukup besar, andai kata Ong heng tidak kembali maka kami akan mengeluarkan sejumlah kekuatan yang maha besar untuk menyerbu masuk ke dalam kuil Siau lim si guna menyelamatkan saudara Ong, kalian toh tahu selama ini kuil Siau lim si dianggap sebagai tulang punggungnya umat persilatan, seandainya sampai terjadi pertempuran langsung dengan pendeta-pendeta Siau lim si, bayangkan sendiri betapa sengitnya pertarungan yang bakal berlangsung, masa sebagai gantinya kami hanya peroleh sepatah kata saja dari Siancu?"

"Tapi aku toh tidak mengingkari janji! Aku tak lebih hanya minta perpanjangan waktu selama beberapa hari lagi." Sambung Giok hong siancu dengan cepat. Lelaki setengah umur iru termenung dan berpikir sebentar, lalu ujarnya. "Jadi siancu bersedia untuk berkata besok pagi?"

"Betul!"

"Begini saja, biar aku yang memutuskan bagimu, bagaimana jika keberangkatan kita di undur sampai besok tengah hari?"

Giok hong siancu menggelengkan kepalanya. "Aku sudah sepuluh tahun tak berjumpa dengan Giok long, entah berapa banyak perkataan yang hendak kami bicarakan, apakah artinya perpanjangan waktu selama setengah hari itu?"

Lelaki setengah umur itu segera tertawa, ucapnya: "Waktu di kemudian hari toh masih panjang, dan lagi kesempatan buat kalian untuk berbincang-bincang juga tak akan terbatas, kenapa mesti terburu-buru pada saat ini?"

"Aku benar-benar tidak habis mengerti, jika kita berangkat beberapa hari lebih lambat apa pengaruhnya terhadap perguruan kalian?"

"Sam seng tidak akan sembarangan berjumpa dengan orang luar, oleh karena Siancu mempunyai nama yang terlalu besar maka beliau sengaja melanggar kebiasaan dengan menerima kedatanganmu, apabila kita harus menyuruh mereka untuk menunggu kedatangan siancu dengan sia-sia hal ini apakah tidak terlalu berlebihan?"

Giok hong siancu mengerdipkan sepasang matanya yang besar dan bulat itu, kemudian katanya sambil tertawa. "Ucapan tongcu terlampau serius, cuma ada satu hal perlu kuterangkan terlebih dulu."

"Soal apa?" "Sebelum aku masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun, agaknya akupun tak usah terlalu menuruti peraturan yang berlaku dalam perguruan Sam seng bun, bukan? Kewibawaan tiga malaikat rasanya tidak pula menjadi kewajibanku untuk melindunginya."

"Harap siancu maklum." Kata lelaki setengah umur itu dengan kening berkerut. "Kalau toh Siancu dengan kami telah membuat perjanjian, berarti perjanjian itu lebih berat dari bukit karang, apakah siancu dapat mengingkarinya dengan begitu saja?" 

Giok hong siancu segera menghela napas panjang, katanya kemudian. "Lantas bagaimanakah menurut pendapatmu?"

"Aku harap siancu suka mengabulkan permintaanku dengan mengundurkan saat keberangkatan menjadi sehari lebih lambat, kita berdua sama mengalah satu langkah, toh apa gunanya jika sempat timbul pertentangan?"

"Jika aku tidak menyetujui usulmu itu?"

Lelaki setengah umur tadi segera tertawa terbahak-bahak. "Haa.. ha... kalau sampai demikian, akulah yang menjadi serba salah."

"Aku tidak habis mengerti, kesulitan apakah yang bakal Tongcu hadapi...?" ujar Giok hong siancu sambil tersenyum.

Paras muka lelaki setengah umur itu segera berubah. "Kalau kudengar pembicaraan siancu, tampaknya kau ada maksud untuk mengingkari janji?"

"Aku tidak bermaksud demikian, tapi seandainya Tongcu bersikeras mengatakan begitu, ya sungguh membuat aku merasa serba salah."

Dengan cepat lelaki setengah umur itu bangkit berdiri, lalu pelan-pelan berkata. "Aku harap siancu bisa mempertimbangkan persoalan ini lebih matang lagi, daripada salah langkah dan menyesal sepanjang masa."

Giok hong siancu tersenyum. "Baiklah!" ia berkata, "malam ini aku akan memikirkan masalah tersebut dengan lebih seksama, bila aku beranggapan untuk pergi, maka kita akan bersua muka di depan mulut Giok hong kok, jika selewatnya tengah hari aku belum pergi, itu berarti jalan pemikiranku belum sampai di situ." "Baiklah! Selewatnya tengah hari esok, bila kami tidak melihat kehadiran siancu, itu berarti siancu bertekad mau membatalkan perjanjian."

"Bila besok tengah hari aku tak bersua dimulut lembah dengan Tongcu, kemungkinan besar aku benar-benar telah membatalkan perjanjian, entah tindakan apa yang akan kau tunjukkan kepadaku, dengan senang hati akan kunantikan."

Lelaki setengah umur itu segera tertawa dingin. "Lembah Giok hong kok bukanlah terbuat dari dinding baja beralas tembaga, aku harap nona berpikir tiga kali lebih dulu sebelum mengambil keputusan."

"Aku mengerti, lembah Giok hong kok memang bukan terdiri dari dinding baja beralas tembaga, tapi tempat ini bukan suatu tempat yang bisa didatangi semua orang secara gampang."

"Baik! Aku berharap siancu bisa mengingat baik-baik ucapan ini daripada menyesal kemudian tak ada gunanya, nah aku mohon diri lebih dulu."

"Silahkan, maaf jika aku tidak mengantar!"

Lelaki setengah umur itu tidak memperdulikan Giok hong siancu lagi, dia lantas mengulapkan tangannya sambil berseru. "Hayo kita pergi!"

Selesai berkata dia lantas beranjak dan melangkah pergi lebih dahulu... Kawanan jago yang berada di meja perjamuan pun serentak bangkit berdiri, kemudian mengikuti di belakang lelaki setengah umur itu berlalu dari sana.

211 

Tak selang beberapa saat kemudian, semua tamu agung yang berada dalam ruangan itu sudah pergi semua sehingga tak seorangpun yang masih tertinggal. Giok hong siancu segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, lalu ujarnya sambil tertawa. "Coba kau tidak pulang hari ini, aku benar-benar sudah bergabung dengan perguruan Sam seng bun."

"Bagaimana sekarang? Kau benar-benar akan membatalkan perjanjian tersebut?" tanya Buyung Im seng.

"Yaa, betul, aku hendak membatalkan perjanjian tersebut."

"Sepanjang jalan datang kemari, aku sering mendengar orang berkata bahwa Sam seng bun memiliki kekuatan yang amat besar dengan anak buah yang terdiri dari jago-jago tangguh, mana mungkin lembah Giok hong kok kita ini sanggup untuk menandingi kehebatan Sam seng bun?"

"Jika mereka berani mendatangi lembah Giok hong kok, saat ini aku sudah bukan orang bebas lagi, mungkin sedari dulu mereka sudah mengirim pasukannya kemari untuk memaksaku menjadi anggota Sam seng bun..."

"Kenapa?" "Lebah kemala..."

"Aaah, masa beberapa lebah peti kemala itu sudah sanggup untuk menghalangi serbuan dari para jago Sam seng bun?"

Giok hong siancu segera tertawa, katanya. "Sekarang bukan cuma seratus ekor lebah lagi, asal kuturunkan perintah maka dalam waktu singkat didalam lembah Giok hong kok ini akan banjir keluar berpuluh-puluh laksa ekor lebah kemala yang akan menutupi jagat, sekalipun seseorang memiliki ilmu silat yang sangat lihai, jika sudah dikerubuti oleh begitu banyak lebah, memangnya mereka masih bisa bertahan terus?"

Buyung Im seng tersenyum, lalu katanya. "Selama banyak tahun belakangan ini, banyak sekali perguruan dan partai yang dilalap Sam seng bun, apakah lembah Giok hong kok kita ini bisa aman tentram lantaran mengandalkan kemampuan lebah kemala tersebut...?"

"Betul!" sahut Giok hong siancu sambil tertawa, "lembah Giok hong kok memang mengandalkan kemampuan lebah-lebah kemala tersebut untuk mempertahankan diri, sehingga jago-jago persilatan tak ada yang berani masuk kemari secara sembarangan. Ada suatu kali, entah jagoan lihai darimanakah yang telah datang ke lembah ini, sungguh hebat sekali serbuan orang itu, sewaktu aku mendapat laporan, dia telah berhasil menembusi tiga lapis pos pertahanan kita, lagi pula anak murid kita yang menghalangi gerak majunya telah tewas semua di tangannya, kemudian akupun melepaskan lebah kemala tersebut, mungkin karena sengatan yang bertubi-tubi, kontan ia lari terbirit-birit, sejak kejadian itu tak ada orang yang berani memasuki lembah Giok hong kok lagi."

"Selama beberapa tahun ini, apakah kau pernah melakukan perjalanan didalam dunia persilatan lagi?" 

Giok hong siancu segera menjawab. "Aku tak berani keluar, aku tahu banyak orang didalam dunia persilatan yang ingin membunuhku, bila kutinggalkan lembah Giok hong kok, hal ini akan terlalu berbahaya bagi keselamatan jiwaku."

"Bagaimana ceritanya sehingga kau bisa mengadakan kontak dengan orang-orang Sam seng bun?"

"Aaai... apalagi kalau bukan gara-gara kau, ada orang dari pihak Sam seng bun yang berkunjung kemari, kata mereka kau telah disekap didalam kuil Siau lim si, mereka mengajakku untuk bekerja-sama, dan mereka akan bertanggung jawab untuk menyelamatkan kau dari kuil Siau lim si..."

"Sungguh hebat dan tajam pendengaran dari orang-orang Sam seng bun." Puji Buyung Im seng sambil tersenyum.

Agaknya secara tiba-tiba Giok hong siancu seperti teringat sesuatu, dengan sorot mata yang amat tajam dia mengawasi raut wajah Buyung Im seng lekat-lekat.

Diam-diam Buyung Im seng merasa terkesiap, segera pikirnya. "Jangan-jangan ia telah menemukan suatu titik kelemahan pada penyaruanku ini?"

Berbikir demikian, dia lantas menegur. "Hai, apa yang kau lihat? Setelah berpisah sepuluh tahun, apakah wajahku mengalami perubahan?"

"Giok long, aku lihat makin lama wajahmu semakin bertambah muda!"

Buyung Im seng segera tersenyum. "Aku sudah disekap hampir 10 th lamanya didalam kuil Siau lim si, dalam sepuluh tahun ini aku tiada pekerjaan yang lain kecuali setiap hari hanya duduk dan bersemedi, lama kelamaan tenaga dalamku bisa menjadi bertambah maju dengan pesatnya, mungkin itulah sebabnya wajah makin lama jadi makin muda."

Pelan-pelan Giok hong siancu menyandarkan tubuhnya ke dalam pelukan Buyung Im seng, kemudian katanya dengan aleman. "Giok hong, bagaimana dengan aku? Apakah aku sudah bertambah tua...?"

Ketika Buyung Im seng menyaksikan dalam ruangan itu terdapat banyak dayang, tanpa terasa dia sudah bersiap-siap untuk mendorong tubuh Giok hong siancu, tapi ketika sepasang tangannya sudah menyentuh kulit badan Giok hong siancu mendadak hatinya tergerak.

"Jika aku mendorong badannya dari rangkulan, maka aku bukanlah Giok hong kun!" demikian dia berpikir. Maka secara tiba-tiba dia merapatkan tangannya dan segera memeluk tubuh Giok hong siancu kencang-kencang, sahutnya. "Kau masih seperti dulu saja!"

Giok hong siancu segera menghela napas panjang, katanya. "Kalau dibicarakan sungguh aneh sekali, sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang suka akan yang baru dan bosan dengan yang lama, tapi entah mengapa aku begitu terpesona dan tergila-gila kepadamu."

"Akupun demikian! Kecuali kepada dirimu, tiada seorang perempuan lagi di dunia ini yang bisa meninggalkan kesan mendalam didalam hati kecilku."

"Semoga saja apa yang kau ucapkan itu adalah kata-kata yang sejujurnya..." 

"Aku telah kabur secara diam-diam dari kuil Siau lim si dan langsung datang kemari, apakah kau belum percaya kepadaku?"

"Selama banyak tahun ini, sudah ada puluhan orang banyaknya yang berusaha mendekati hatiku, tapi mereka tak pernah berhasil untuk merebut kedudukanmu didalam hatiku."

"Yaa, akupun demikian!"

Giok hong siancu segera menegakkan kembali badannya dan menggandeng tangan Buyung Im seng, lalu katanya. "Hayo! Kita kembali ke belakang saja!"

Diam-diam Buyung Im seng merasa kegirangan, pikirnya. "Aku memang lagi kuatir tak berhasil menemukan tempat tinggalnya, dengan begini akupun tak usah repotrepot untuk mencarinya sendiri.

Dengan lembut dan penuh kasih sayang Giok hong siancu menggandeng tangan Buyung Im seng menuju ke belakang ruangan dengan langkah lebar, sambil berjalan katanya sambil tertawa lirih. "Jangan kuatir, sekalipun Sam seng bun akan memasuki lembah, kitapun tak usah takut kepada mereka, paling tidak kita tak bisa keluar lembah saja, aku percaya dalam dunia persilatan dewasa ini masih belum ada seorang manusiapun yang memiliki kemampuan untuk melawan kerubutan berpuluh puluh laksa ekor lebah kemala..."

"Daya pengaruh dari Sam seng bun sangat luar dan kekuatannya sangat luar biasa sekali, semua partai dan perguruan yang berada dalam dunia persilatan tiada yang berani melawan kekuatan mereka."

"Entah pengaruh dari Sam seng bun besar atau tidak, entah berapa banyak jago lihai yang mereka miliki, asal kita tidak meninggalkan lembah Giok hong kok, merekapun akan kehabisan daya untuk menghadapi kita."

"Kalau kudengar dari perkataanmu itu, tampaknya kau sudah bertekad tak akan pergi memenuhi janji itu?"

Giok hong siancu kembali tersenyum. "Menurut pendapatmu, haruskah aku turut serta dalam perguruan Sam seng bun, atau lebih baik jangan?"

"Berbicara yang sebenarnya, kau toh jelek-jelek juga seorang ketua lembah, betul lembah Giok hong kok belum membuka aliran secara resmi, tapi selama ini kita telah membentuk suatu posisi tersendiri didalam dunia persilatan, entah siapapun orangnya, mereka akan tetap menghormati dirimu sebagai kongcu, bila kau sampai menggabungkan diri dengan pihak Sam seng bun..."

Berbicara sampai di situ, sinar matanya segera dialihkan ke atas wajah Giok hong siancu, kemudian membungkam dan tak berbicara lagi.

"Mereka menawarkan kedudukan yang sangat tinggi kepadaku!" kata Giok hong siancu sambil tersenyum.

"Kedudukan apakah itu?" "Toa-huhoat dari ruang Seng tung..."

Setelah tersenyum, dia melanjutkan. "Tapi kesemuanya itu bukan merupakan alasan yang sebenarnya bagiku untuk menggabungkan diri dengan mereka, yang terpenting adalah demi kau, terkecuali Sam seng bun, didalam dunia persilatan 

dewasa ini masih belum ada perguruan lain yang sanggup dan berani untuk bermusuhan dengan Siau lim si secara terang-terangan dan lagi, mereka berjanji akan menyerbu ke dalam kuil Siau lim si untuk menyelamatkan jiwamu dari sana." "Justru karena itulah, kita tidak seharusnya bermusuhan dengan pihak Sam seng bun!"

"Itupun belum tentu," kata Giok hong siancu sambil tertawa. "dalam dunia persilatan dewasa ini, aku tahu ada dua orang yang berani memusuhi kekuatan Sam seng bun!"

"Siapakah kedua orang itu?"

"Yang seorang bernama.... Apa itu, ehmm... seperti Biau hoa lengcu atau apa, pokoknya dia seorang gadis muda yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, ilmu silatnya juga sangat lihai, konon lencana Hoa leng yang dimilikinya juga tak berani dibangkang oleh umat persilatan."

Setelah tertawa terkekeh-kekeh, dia melanjutkan. "Cuma saja, kau tak usah mempunyai angan-angan yang bukan-bukan, sebab Biau lengcu ini sudah mempunyai kekasih."

"Siapakah kekasihnya?"

"Putera tunggal dari Buyung Tiang Kim yang bernama Buyung Im seng, dia adalah orang kedua yang berani menentang perguruan Sam seng bun dalam dunia persilatan dewasa ini."

"Aaah...! Kenapa Buyung Im seng begitu bernyali besar berani memusuhi Sam seng bun?"

Sementara pembicaraan berlangsung, sampailah ia di depan ruangan yang sangat indah.

Pelan-pelan Giok hong siancu mengetuk pintu ruangan itu dua kali, pintu pun segera dibuka orang.

Seorang dayang muda berbaju hijau segera muncul di depan pintu.

Buyung Im seng segera mengalihkan sinar matanya ke dalam, ia saksikan ruangan yang sangat indah bermandikan cahaya lentera, ternyata empat dindingnya berwarna hijau pupus.

Sambil tertawa Giok hong siancu lantas berkata. "Dekorasi ruangan ini masih persis seperti dekorasi ketika kau belum pergi dulu, cuma warna serta perabotannya telah kuganti semua dengan model baru."

Buyung Im seng segera tersenyum, "sudah sepuluh tahun aku tidak menginjak ruangan ini, keadaan dan pemandangan didalam ruangan ini terasa menjadi samar-samar kembali rasanya..."

"Kalau begitu perkataan yang mengatakan, Hati perempuan lebih mendalam dalam soal cinta daripada hati pria memang tepat sekali." Sambung Giok hong siancu sambil tertawa hambar.

Sambil menggandeng tangan Buyung Im seng, ia mengajak pemuda itu masuk ke dalam kamar tidur. 

Tampak dekorasi didalam ruangan itu sangat indah dan serasi, tirai hijau yang melapisi dinding dibilang tidak ditemukan warna lainnya, sementara diatas lantai tampak terhampar lapisan permadani elok begitu tebal yang berwarna hijau pula, sebuah pembaringan besar diletakkan menempel dinding ruangan belakang, empat sudut ruangan tergantung lentera kristal yang indah, sehingga suasana dalam ruangan itu nampak syahdu dan menawan hati.

Giok hong siancu segera mengulapkan tangannya, kedua orang dayang cantik yang berada disana segera menjura dan mengundurkan diri dari tempat itu.

Buyung Im seng berpaling sekejap ke sekeliling ruangan, kemudian ujarnya sambil tertawa. "Sungguh tak kusangka sepuluh tahun kemudian aku masih bisa menginjak kembali tempat lama, aiii... kejadian ini sungguh membuat hatiku terasa terbuai dalam impian, sekalipun ditempat lain ada kelembutan bagaikan dalam sorgawi, aku lebih suka memilih tempat ini bersamamu!"

"Yaa, sebab tempat ini adalah rumahmu!" kata Giok hong siancu dengan nada yang lembut. Dia mengambil sebuah bangku kecil dan diletakkan di depan pemuda itu sambil katanya dengan senyuman dikulum.

"Duduklah! Aku akan berganti pakaian dulu, kemudian baru menemanimu untuk berbincang-bincang."

"Tak usah berganti pakaian lagi", cegah Buyung Im seng sambil menarik tangan perempuan itu, "aku masih ada banyak persoalan yang hendak dibicarakan denganmu."

Giok hong siancu segera tertawa. "Mengapa harus tergesa-gesa? Waktu di kemudian hari toh masih panjang, mulai sekarang aku akan menemanimu sepanjang masa, aku takkan membiarkan kau tinggalkan lembah Giok hong kok ini seorang diri lagi!"

Mula-mula Buyung Im seng agak tertegun, menyusul kemudian sambil tertawa hambar katanya, "Tidak bisa, kau besok harus pergi dari sini!"

"Kenapa?"

"Aku telah berpikir dan berpikir lagi, aku rasa lebih baik kau jangan menyalahi pihak Sam seng bun!"

"Maksudmu kau suruh aku menggabungkan diri dengan pihak perguruan Sam seng bun?"

"Benar, menurut apa yang kuketahui, daya pengaruh Sam seng bun terlampau besar, kita tak boleh menanam musuh setangguh itu..."

Pelan-pelan Giok hong siancu berjalan kembali dan duduk disamping Buyung Im seng, kemudian katanya, "Giok long benarkah kau tega membiarkan aku pergi, meninggalkan dirimu?"

Buyung Im seng segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tentu saja aku merasa berat hati untuk berpisah denganmu, tapi kau harus pegang janji dan memenuhi janjimu dengan Sam seng bun, kau toh bisa mempergunakan kesempatan itu untuk menampik jabatan Tay-hohoat yang mereka tawarkan, lalu 

tetap berdiam dalam lembah Giok hong kok. Dengan tindakan tersebut, selain kau bisa hidup terus bersamaku di sini, kau pun tak usah mengikat tali permusuhan dengan Sam seng bun, bukankah tindakan ini baik sekali?"

"Yaa, cara ini memang bagus sekali, cuma itu besok aku tengah hari harus memenuhi janji!"

"Aku rasa dalam menghadapi masalah besar seperti ini, si Tongcu itu pasti tak akan berani mengambil keputusan, maka kau pergi berangkat ke markas mereka dan bersua sendiri dengan ketiga malaikat tersebut," kata Buyung Im seng lagi sambil tersenyum.

Giok hong siancu termenung dan berpikir sebentar, kemudian ia pun mengangguk. "Baiklah, besok tengah hari aku akan pergi menjumpainya, cuma aku agak takut." "Apa yang kau takuti?"

"Konon orang-orang Sam seng bun lebih mengutamakan tujuan daripada memikirkan soal tindakan apa yang harus dipergunakan, kalau berada dalam lembah Giok hong kok, aku tak perlu takut kepada mereka, tapi setelah keluar dari lembah keadaannya jadi berubah, kalau hanya mengandalkan ilmu silat saja, aku sudah pasti bukan tandingan dari orang-orang Sam seng bun."

"Aku sih mempunyai akal bagus." Kata Buyung Im seng dengan kening berkerut. Giok hong siancu segera tersenyum manis, serunya. "Kau memang selalu mempunyai banyak akal busuk, ayo cepat katakan, apa akalmu itu!"

"Bila kau keluar dari lembah besok, berusahalah untuk membawa beberapa orang muridmu yang berilmu silat paling tinggi, kemudian suruh mereka membawa dua keranjang lebah kemala, seandainya terjadi bentrokan kekerasan, maka kaupun lepaskan lebah-lebah kemala tersebut untuk menghadapi mereka."

"Bagus, memang cara ini sangat bagus sekali", puji Giok hong siancu sambil tertawa, "sepanjang jalan kemari, aku rasa kau akan lelah sekali, mari kita pergi istirahat!"

Mendengar ajakan tersebut, Buyung Im seng segera merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya.

"Waah, bisa celaka kali ini, apabila harus tidur seranjang dengannya, sudah pasti badan menempel badan, saat itu seandainya aku sanggup menguasai diri, rahasia perayuanku bisa ketahuan, aaiii... sewaktu datang tadi, kenapa tidak kupikirkan hal tersebut... sekarang keadaannya ibarat jenggot yang sudah terbakar, kecuali aku turun tangan secara tiba-tiba untuk membekuknya, aku rasa tidak ada cara lain yang lebih baik lagi... aiii, kenapa sampai sekarang orang-orang Li ji pang belum juga menampakkan diri? Tampaknya aku harus mengambil keputusan sendiri..."

Berpikir sampai di situ, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan cepat diapun berhasil menemukan suatu cara pertolongan yang sangat bagus.

Dengan cepat dia lantas berkata. "Dalam melakukan perjalanan kali ini, aku lupa makan lupa tidur, sebelum berjumpa denganmu, aku hanya merasa seluruh benakku penuh berisi bayangan tubuhmu, tapi sekarang setelah bersua denganmu, aku merasa mulai lapar sekali..." 

"Aaiii Kenapa tidak kau katakan sedari tadi?" seru Giok hong siancu.

"Dikatakan sekarang toh belum terlambat?"

"Perpisahan melebihi pengantin baru, sudah sepuluh tahun kita tak pernah bersua muka, setelah bertemu kembali hari ini aku benar-benar merasa bagaikan terbang di tengah awan saja, kenapa dalam suasana begini kau malah teringat kalau perut lagi lapar?"

Buyung Im seng tersenyum. "Yaa, apa boleh buat lagi!"

Giok hong siancu segera menghela napas panjang, kemudian bertepuk tangan dua kali. Pintu segera terbuka dan muncullah seorang dayang berbaju hijau. Sambil masuk ke dalam ruangan dan memberi hormat, katanya. "Siancu ada pesan apa?" "Sediakan sepoci arak dan beberapa macam sayur!" "Siapkan saja dulu semangkok bakmi!" timbrung Buyung Im seng.

Dayang berbaju hijau itu mengiakan, dan segera berlalu dari ruangan tersebut. "Dalam lembah tersedia arak wangi yang sudah berusia tua, malam ini kita harus minum sampai mabuk kepayang."

"Takaran arakku tidak becus. "

Giok hong siancu menjadi tertegun, sekali lagi dia menatap wajah Buyung Im seng lekat-lekat sampai lama sekali, dia baru berkata. "Kau tidak pandai minum arak?" Buyung Im seng tahu bahwa ia telah salah berbicara, tapi untuk sesaat diapun tak mungkin meralat kata-katanya itu, maka pelan-pelan katanya lagi. "Sudah sepuluh tahun lamanya aku disekap dalam kuil Siau lim si, didalam sepuluh tahun ini tak setetes arakpun yang pernah kuminum, bayangkan sendiri bagaimana takaran minum arakku sekarang?"

Giok hong siancu tertawa hambar, lalu ujarnya. "Sepeninggal dari kuil Siau lim si, apakah kau tak pernah meneguk setetes arakpun?"

"Tidak, aku sangat merindukan dirimu, maka terburu buru aku berangkat menuju ke lembah Giok hong kok, mana ada waktu bagiku untuk minum arak lagi?" Kembali Giok hong siancu tertawa hambar. "Aku tahu kau adalah seorang lelaki yang tidak serius dalam bercinta, sungguh heran, kenapa sekarang berubah menjadi begitu romantis? Aiiiucapan ini muncul dari mulutmu, kendatipun cuma

kata-kata bohong, kedengarannya juga begitu syahdu dan merdu."

"Setiap manusia pasti akan mengalami banyak perubahan, apalagi aku," kata anak muda itu sambil tersenyum. "selama penghidupan yang tersiksa 10 th belakangan ini, kendatipun banyak penderitaan yang telah kurasakan, namun akupun mempunyai banyak kesempatan untuk memikir yang telah kulakukan selama ini, meski terlalu berlebihan, tapi aku tahu cuma kau seorang yang sesungguhnya sangat baik terhadapku."

"Semoga saja ucapanmu itu muncul dari dasar sanubarimu yang sejujurnya" kata

Giok hong siancu sambil membereskan rambutnya yang kusut.

"Tampaknya kau masih juga seperti dulu, banyak menaruh curiga kepada orang." 

"Aaaiii... tahu kalau kau bakal mengalami perubahan yang begitu besar, akupun tak akan membuat anak kita..."

"Anak apa?" tanya Buyung Im seng tertegun.

"Aiii...! Sejak kau lenyap tak berbekas aku baru menemukan bahwa aku telah berbadan dua."

"Anaknya sudah kau lahirkan belum? Lelaki atau perempuan?"

Tiba-tiba Giok hong siancu mengucurkan airmatanya dan menangis, bisiknya agak terisak. "Anak itu... tak sampai dilahirkan..."

Sambil menyeka air matanya yang membasahi wajahnya, pelan-pelan dia melanjutkan.

"Aku berpendapat bahwa kau adalah lelaki yang tak bertanggung jawab, jika anak itu ku lahirkan maka dia pasti akan tersiksa di kemudian hari, apalagi sepanjang hidup kita sudah banyak melakukan kejahatan, mungkin saja kita bakal mendapat pembalasan di kemudian hari, kalau kita yang terkena masih tak mengapa, tapi kalau sampai anakpun ikut berkorban, hal ini akan terlalu kasihan. Aku pernah dengar orang berkata cinta kasih seorang ibu ke anak adalah cinta kasih yang agung, di kemudian hari jika dia seorang ayah yang tak mau mengakui dia sebagai anaknya, dan bocah itu bertanya kepadaku, bagaimana pula aku harus menjawab?" Mendengar semua perkataan itu, diam-diam Buyung Im seng berpikir. "Tampaknya Giok hong siancu bukanlah seorang manusia yang benar-benar berhati jahat, asal dia bisa diberi pendidikan yang benar, tak sulit untuk membawanya kembali ke

jalan yang benar, siapa tahu kalau di kemudian hari dia malah akan berbakti demi keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan?"

Sementara itu Giok hong siancu berkata lagi, "Sebenarnya aku yang melatih ilmu Cay pun-khi khang tidak mudah untuk mengandung, hari-hari itu setelah cekcok hebat dengan kau, kemudian malamnya kau rayu kembali diriku sehingga hatiku merasa girang sekali, membuat aku tak bisa mengendalikan diri hingga menjadi bunting, Aiii, siapa tahu keesokan harinya sewaktu aku masih tertidur pulas, kau telah pergi tanpa pamit!"

Setelah menengok sekejap ke arah Buyung Im seng, katanya lebih lanjut. "Kejadian semacam ini, mungkin sudah kau lupakan sama sekali bukan...?"

"Ooh, masih ingat! Masih ingat!"

"Kalau masih ingat, itu lebih baik lagi, Aaaii..! dalam anggapanku waktu itu, dalam 10 hari sampai setengah bulan kau pasti sudah kembali kemari, siapa tahu kepergianmu itu tak pernah kembali lagi, kabar berita tentang kaupun seakan akan hilang lenyap."

"Tapi apa hubunganmu dengan anak itu?"

"Oleh karena aku tak ingin anak itu ikut menderita nantinya, maka aku telah menggunakan obat obatan..."

"Kau pergunakan obat-obatan untuk apa?" 

"Kugunakan obat-obatan untuk menggugurkan kandungan itu!"

"Jadi mati?" seru Buyung Im seng tertegun. Ternyata dia masih belum memahami arti hubungan antara lelaki dan perempuan, sehingga untuk sesaat dia belum bisa menarik makna perkataan yang sebenarnya dari Giok hong siancu.

"Ketika aku pakai obat-obatan tersebut, usia kandunganku belum lagi mencapai dua bulan..." sambung Giok hong siancu lebih jauh.

Tanpa terasa dua tetes air mata kembali menetes keluar membasahi pipinya. Pelan-pelan Buyung Im seng berkata. "Seandainya bocah itu tidak kau gugurkan..." "Yaa, tahun ini dia sudah berusia belasan tahun, aaiii... sejak dulu akupun sudah dipanggil mama!" sahut Giok hong siancu dengan amat sedihnya.

"Sekarang, tentunya kau menyesal bukan?"

"Bukan cuma menyesal, kesedihan benar-benar tak terkirakan, hanya memikirkan seorang anak, entah sudah berapa kali aku menangis tersedu-sedu..."

"Kalau tahu begini, kenapa harus berbuat diwaktu itu?"

"Yaa, kalau bukan gara-gara kau, juga takkan terjadi hal yang menyedihkan macam ini."

"Aku?"

"Betul, andaikata kau tak pergi, akupun takkan sampai menggugurkan kandunganku."

"Kraak... tiba-tiba terdengar pintu kamar dibuka orang dan dua orang dayang berjalan masuk. Dayang yang pertama membawa sebuah mangkok sedangkan dayang yang berada di belakangnya membawa sebuah baki, di atas baki telah siap empat macam sayur dan sepoci arak panas. Sedangkan isi mangkuk itu adalah semangkuk bakmi yang masih panas mengepul.

Cepat-cepat Giok hong siancu menyeka air matanya, dan berkata sambil tersenyum. "Tak perlu disedihkan lagi, hayo cepat habiskan mie itu! Kejadian yang sudah lewat biarkan saja lewat, sekarang asal kau mau baik-baik bersikap kepadaku, aku masih dapat memberikan seorang anak untukmu!"

"Melahirkan seorang anak untukku? Waah... angkat tangan saja!" pikir Buyung Im seng didalam hati.

Berpikir sampai di situ, dia lantas menerima mangkuk mie itu dan segera melahapnya. Sesungguhnya Buyung Im seng memang benar-benar lapar maka dia menyikat bakmi itu dengan lahapnya.

Tak selang beberapa saat kemudian, semangkuk mie sudah habis dimakan sehingga tidak ada sisanya. Giok hong siancu menghembuskan napas panjang, dengan lembut bisiknya. "Tampaknya kau lapar sekali?"

Ia mengambil poci arak dan memenuhi cawan Buyung Im seng, kemudian katanya pula. "Giok long, minumlah secawan arak!"

Buyung Im seng tahu bahwa suguhan itu tak bisa ditolak, sebab jika ditampik lagi niscaya akan mengakibatkan kecurigaan Giok hong siancu, maka sambil 

mengangkat cawan araknya ia berkata. "Sudah lama kita tak pernah bersua, mari kita keringkan secawan arak...!"

Pelan-pelan Giok hong siancu menjatuhkan diri ke dalam pelukan Buyung Im seng, bisiknya. "Giok long kau benar-benar telah berubah!"

"Berubah dalam hal apa?" "Sejak kembali ke dalam lembah, kau tak pernah mengucapkan sepatah kata mesrapun kepadaku!"

"Berubahnya lebih baik atau lebih jelek?" "Tentu saja berubah lebih baik, berubah lebih gagah dan tegas, membuat orang merasa percaya untuk menggantungkan nasibnya kepadamu..."

"Sungguhkah begitu?" kata Buyung Im seng sambil tersenyum. "Tentu saja sungguh, memangnya aku bakal membohongimu?"

"Bila seseorang telah disekap selama sepuluh tahun lamanya, mana mungkin tak akan terjadi perubahan pada dirinya?"

Giok hong siancu segera menarik napas panjang. "Aaaiii...kau telah berubah menjadi begini baik, aku benar-benar merasa berat hati untuk menggabungkan diri dengan perguruan Sam seng bun, aku ingin tinggal dalam lembah Giok hong kok, melahirkan beberapa orang anak untukmu, dan hidup dengan penuh kebahagiaan bersama anak-anak dan suami."

Setelah meneguk secawan arak, dia menggandeng tangan Buyung Im seng dan diajak menuju ke pembaringan.

Buyung Im seng jadi amat gelisah, pikirnya. "Bila sudah naik ranjang, maka kejadian selanjutnya pasti akan seram mana aku bisa menghadapinya?"

Berpikir sampai ke situ, hatinya menjadi tegang dan tanpa sadar sekujur badannya gemetaran. Mendadak Giok hong siancu menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegurnya. "Giok long, apakah kau tidak enak badan?"

Tergerak hati Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, sahutnya dengan cepat. "Benar, setelah melakukan perjalanan jauh entah lantaran lapar atau terkena angin malam, aku merasa badanku kurang segar."

Giok hong siancu segera mengulurkan tangannya untuk memegang kening Buyung Im seng, setelah itu katanya. "Masih untung tak panas badan, cepat berbaring, akan ku pijit badanmu agar segar..."

"Bagus, bukan mau pura-pura menjadi sungguhan...?" kata Buyung Im seng di hati. Baru saja dia termenung, dia sudah didorong oleh Giok hong siancu sehingga berbaring di atas ranjang. Dengan cepat Giok hong siancu menggunakan jari-jari tangannya yang halus dan lembut untuk memijiti badan anak muda itu, ujarnya sambil tertawa. "Pejamkan matamu!"

Dalam keadaan serta suasana begini, kendati Buyung Im seng merasa amat gelisah dan cemas, namun di atas wajahnya tersungging sekulum senyuman, mau tak mau dia harus menuruti perkataan Giok hong siancu dan memejamkan matanya. 

Giok hong siancu segera bertekuk lutut dan berlutut di tanah, kemudian melepaskan sepatu yang dikenakan Buyung Im seng.

Selama hidup baru pertama kali ini si anak muda merasakan kehangatan dan kemesraan seperti itu, sehingga untuk sesaat lamanya dia tak tahu bagaimana harus menghadapinya.

Giok hong siancu segera tertawa terkekeh-kekeh, serunya. "Bau amat kakimu, sudah berapa hari kau tidak mandi?"

Buyung Im seng melompat bangun, serunya pula. "Benar, aku harus membersihkan badan lebih dulu!"

Dengan cepat Giok hong siancu menekan dada Buyung Im seng, lalu katanya dengan lembut. "Tak usah gugup, biar ku pijit dulu badanmu, kemudian baru membersihkan badan."

"Tidak, kita toh sudah bertemu, kalau ingin bermesraan juga tak perlu tergesagesa, biar aku membersihkan badan lebih dulu, kemudian baru kita berbincangbincang."

Giok hong siancu tersenyum, dia lantas bangkit berdiri seraya berkata pelan. "Baiklah! Akan kutemani dirimu."

Buyung Im seng merasa amat gelisah, pikirnya didalam hati. "Waaah...makin lama semakin runyam, aku benar-benar terjepit sekarang. Maksud mau menghindar, jadinya malah menyongsong..."

Sementara itu Giok hong siancu telah menggandeng tangan Buyung Im seng seraya berkata. "Mari, akan ku mandikan kau!"

Sementara suasana bertambah kritis dan Buyung Im seng benar-benar tak mampu menghadapi Giok hong siancu, tiba-tiba terdengar suara langkah manusia datang, menyusul suara seorang perempuan menegur. "Apakah suhu ada?"

"Siapa?" seru Giok hong siancu. "Tecu, Lan hong."

Buyung Im seng segera berpikir didalam hati. "Semoga saja dalam lembah Giok hong kok telah terjadi sesuatu perubahan yang di luar dugaan."

Sementara dia masih termenung, Giok hong siancu telah berkata. "Masuklah!" Dengan cepat Buyung Im seng mengenakan sepatunya sambil berbisik. "Telah terjadi sesuatu?"

Giok hong siancu manggut-manggut. "Yaa, andaikata tidak terjadi sesuatu, mereka tak akan berani mengganggu ketenanganku."

"Sudah pasti orang-orang Sam seng bun yang sedang membuat kekacauan..." Terdengar pintu terbuka, Lan hong melangkah masuk ke dalam, memberi hormat, lalu katanya. "Tecu bertugas malam ini..."

"Ringkasnya saja, apa yang telah terjadi?" tukas Giok hong siancu.

"Tecu mendengar suara aneh bergema disekitar tempat bertugas, ketika berpaling ternyata tidak nampak apa-apa, karena tidak puas maka tecu melakukan 

pemeriksaan dengan seksama, ternyata dua orang dayang kita yang bertugas menjaga gudang mustika telah dibunuh orang."

"Apakah gudang mustika sudah dibuka orang?" tanya Giok hong siancu dengan kening berkerut.

"Belum, pintu gudang mestika masih tertutup rapat." "Sudah kau periksa?"

"Sudah, pintu gudang masih tetap utuh dan tertutup rapat!"

-ooo0ooo-

BAGIAN KE 17

"Sudah kau periksa jenasah dari kedua orang dayang tersebut?" "Sudah, bahkan tecu telah memeriksanya dengan amat teliti." "Sudah berapa lama kedua orang itu terbunuh?" "Paling tidak sudah satu jam berselang."

Giok hong siancu segera tertawa dingin, katanya: "Ketika itu, mereka masih belum pergi!"

"Sesudah terjadi peristiwa semacam ini, kita tak boleh cuma berpeluk tangan belaka, pencarian dan pemeriksaan harus kita lakukan dengan lebih teliti lagi!" sela Buyung Im seng.

Giok hong siancu manggut-manggut, sorot matanya segera dialihkan ke arah Lan hong, kemudian tanyanya. "Apakah kau telah mengirim orang untuk melakukan pemeriksaan?"

"Belum, tecu melaporkan dulu kejadian tersebut kepada suhu dan mohon petunjuk kepada suhu."

"Perintahkan kepada segenap anggota lembah untuk bersiap sedia menghadapi musuh, sedangkan dia yang tak bertugas dipersiapkan untuk melakukan pencarian secara besar-besaran!"

Lan hong mengiakan dan segera mengundurkan diri dari situ.

Sepeninggal Lan hong, Giok hong siancu segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian katanya. "Giok long, aku akan pergi melakukan pemeriksaan sebentar, kau tentu letih sekali, tunggulah saja di sini, sebentar aku kembali."

Buyung Im seng termenung sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah! Cepatlah pergi dan cepat kembali. Jika bertemu dengan musuh tangguh yang susah dirobohkan, kirim seorang dayang untuk memberi kabar kepadaku, aku segera datang untuk memberi bantuan."

"Aku rasa tak perlu sampai merepotkan kau dalam lembah Giok hong kok ini, kita lebih mengandalkan lebah kemala daripada orang, jika pendatang itu benar-benar seorang musuh tangguh, akan kulepaskan lebah kemala untuk menghadapinya." "Aku rasa kurang cocok jika kita lepaskan lebah kemala ditengah malam begini." 

Giok hong siancu segera tertawa. "Lebah kemala itu sudah mendapat pendidikan yang cukup lama, terhadap pemandangan didalam lembahpun mereka sudah cukup hapal."

"Tampaknya selama sepuluh tahun belakangan ini, kepandaianmu menjinakkan lebah sudah memperoleh kemajuan yang pesat sekali."

"Benar, selama 10 th ini hampir segenap pikiran dan tenaga yang kumiliki telah ku curahkan pada mengembang-biakkan lebah kemala tersebut, untuk memeliharanya yang hari kian bertambah banyak, aku telah membuka tanah lembah sebelah belakang sana dan merubahnya menjadi sebuah kebun yang sangat luas, untuk membuat kebun itu saja aku telah mengerahkan beratus orang dan membutuhkan waktu selama 5 th untuk mengumpulkan pelbagai bunga aneh dari seantero dunia. Dalam kebun itupun aku telah membangun sebuah loteng yang sangat indah, besok kita pindah ke loteng itu saja."

"Sekarang gudang mustika telah kedatangan pencuri, peristiwa ini merupakan satu masalah yang sangat penting, lebih baik tengoklah dulu keadaan di situ."

Giok hong siancu segera tertawa manis, tanyanya. "Sekarang, aku baru merasa bahwa diriku benar-benar mirip dengan seorang istri." Dia lantas membalikkan badan dan keluar dari ruangan.

Menanti bayangan tubuh Giok hong siancu sudah lenyap dari pandangan mata, Buyung Im seng baru berpikir.

"Menurut keterangan yang diberikan Kwik Soat kun kepadaku, katanya kitab ilmu pedang milik Li ji pang itu disimpan dalam sebuah ruangan rahasia yang letaknya berada didalam kamar tidurnya Giok hong siancu, tapi sekeliling ruangan ini telah diberi tirai yang tebal, bagaimana caraku untuk menemukan tombol rahasia untuk membuka ruang rahasia tersebut? Apalagi katanya dia sudah membuat gudang mustika lain, siapa tahu kalau kitab itu sudah disimpannya didalam gudang mestika tersebut?"

Berpikir sampai di situ, dia lantas menghampiri pembaringan dan mulai mengetuk dinding ruangan itu. Setelah diperiksa sekian lama dengan teliti, akhirnya dia menjumpai dalam dinding tersebut terdapat ruang kosong, hatinya menjadi girang sekali, pikirnya.

"Apabila kitab itu dapat kutemukan dengan lancar, kenapa tidak kugunakan kesempatan dikala Giok hong siancu belum kembali untuk pergi meninggalkan tempat itu?"

Tapi dinding ruangan itu tertutup semua oleh tirai, empat penjuru tidak nampak bekas robekan, hal ini membuat anak muda tersebut kembali mengerutkan dahinya. "Jangan2 pintu rahasia tersebut tak pernah dibuka selamanya...?" Untuk sesaat lamanya dia menjadi tertegun dan tak tahu bagaimana caranya mengatasi keadaan tersebut.

Sementara dia masih sangsi, mendadak pintu kamar dibuka orang, dan seorang dayang muncul dalam ruangan. 

Buyung Im seng segera mengalihkan perhatiannya ke atas wajah dayang itu, dia baru berusia 16 tahun, memakai pakaian ringkas dengan sebilah pedang tersoren di punggungnya.

Begitu masuk ruangan, dengan sepasang matanya yang tajam dia mengawasi sekejap wajah Buyung Im seng, kemudian tegurnya. "Apa yang hendak kau lakukan?"

Buyung Im seng merasa terkejut, segera pikirnya, "Ternyata ia telah mengutus orang untuk mengawasi aku secara diam-diam, kenapa tidak kuduga sampai ke situ? Tapi urusan telah menjadi begini, terpaksa aku haru menghadapi sebisanya." Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata dengan dingin. "Apa kedudukanmu di sini?"

"Aku adalah dayang kepercayaan dari Siancu!" sahut dayang itu sambil tertawa hambar.

Buyung Im seng segera maju dan menghampiri dayang tadi, katanya lagi sambil tertawa. "Masa kau tidak kenal padaku?"

Walaupun masih muda, ternyata dayang itu amat cekatan dan pintar, pelan-pelan dia turut mundur pula, sahutnya. "Bila kau ada pesan silahkan diutarakan, aku tak lebih cuma serang dayang, tidak berani terlalu dekat dengan dirimu."

Buyung Im seng segera berpikir lagi. "Dayang ini belum dewasa tapi kewaspadaannya cukup tinggi, untuk menghadapi orang semacam ini aku tak boleh bertindak terlalu gegabah."

Berpikir demikian, diapun lantas berhenti, lalu setelah tertawa hambar, katanya: "Sudah lamakah kau tinggal bersama siancu?"

"Tidak terlalu lama, belum sampai tiga tahun", sahut dayang itu sambil tertawa. "Nona datang dari mana?"

Dayang itu tertawa sahutnya: "Aku datang dari timur, barat, utara, selatan empat arah !" Buyung Im seng agak tertegun, kemudian serunya: "Beberapa hari ini awan, hujan, petir, guntur turut beruntun..."

Tidak sampai Buyung Im seng menyelesaikan kata katanya, dayang itu sudah memberi hormat sambil menyela: "Budak bernomor induk tiga puluh tujuh !" (Bersambung ke jilid 12)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar