Lembah Tiga Malaikat Jilid 09

Jilid 9

"Aaah, mana, mana, Aku justru merasa berbangga hati karena siang malam sepanjang perjalanan ada seorang gadis secantik nona yang mendampingiku." Kwik Soat kun ternyata manis, setelah membereskan rambutnya yang panjang dia berkata. "Aaah, mana bisa menangkan kecantikan Biau hoa lengcu mu itu? Aku tahu, meski orangnya berada di sampingku, namun hatimu sudah melayang jauh ke sisi tubuhnya."

Mendengar perkataan itu, Buyung Im seng menjadi tertegun. "Darimana kau tahu kalau aku kenal dengan Biau hoa lengcu?" tanyanya.

"Hubungan kongcu dengan Biau hoa lengcu telah tersebar sampai di seantero jagat, setiap orang tahu akan persoalan ini, setiap orang juga mengetahui akan hubungan kalian berdua."

"Sungguhkah perkataan itu?" tanya Buyung Im seng agak tertegun.

Kwik Soat kun segera tertawa. "Bisa mendapat pasangan yang begitu cantik, lihai dan berbudi luhur seperti Biau hoa lengcu, sesungguhnya merupakan suatu kebanggaan bagimu, Mengapa kau takut diketahui orang?"

Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Harap nona jangan salah paham, hubungan kami berlangsung belum lama, saat berkumpul pun cuma beberapa hari, seandainya sampai tersiar berita sensasi didalam dunia persilatan, hal itu akan merupakan suatu kejadian yang merikuhkan sekali."

Kwik Soat kun segera tertawa geli, "Jangan gelisah dulu," serunya, "Aku Cuma membohongi mu, orang yang betul-betul mengetahui akan hubungan kalian hanyalah perkumpulan Li ji pang kami, selain itu masih jarang sekali yang tahu!"

Buyung Im seng segera mengalihkan pokok pembicaraannya kesoal lain, katanya. "Kini kita sudah berada di perjalanan, apakah nona bersedia memberitahukan kepadaku, kemana sebenarnya kita akan pergi?"

Kwik Soat kun termenung sebentar, lalu menjawab. "Apakah pangcu kami tidak memberitahukan kepadamu?"

"Tidak." Kata Buyung Im seng sambil menggeleng.

"Jika pangcu kamipun tidak menyinggung soal itu kepadamu, maka aku berani untuk memberitahukan hal ini kepadamu pula?"

"Waktu itu pangcu kalian kuatir kalau aku sampai membocorkan rahasia tersebut, karena itu ia tidak bersedia memberitahukan kepadaku, tapi sekarang aku telah berada dalam satu kereta bersama nona, apakah nona masih kuatir juga?"

"Aku merasa percaya sekali dengan kongcu, cuma sayang peraturan yang berlaku dalam perkumpulan Li ji pang ketat dan keras, segala sesuatu yang tidak dipesankan pangcu kami, aku yang rendah tak berani memutuskannya." Mendengar itu Buyung Im seng segera tersenyum. "Aaah, masa urusan kecil itupun melanggar peraturan perkumpulan..."

"Yaa, karena aku percaya, ketidak-percayaan pangcu kami terhadap kongcu adalah disebabkan karena dia kuatir kau membocorkan rahasia tersebut!"

Dengan sinar mata yang tajam Buyung Im seng menatap wajah Kwik Soat kun lekat-lekat, setelah itu katanya sambil tertawa. "Kenapa kau begitu yakin?"

"Sudah lama sekali aku mengikuti pangcu akupun cukup mengetahui perangainya, tak mungkin dia memberi jawaban secara blak-blakan begitu."

Buyung Im seng tertawa hambar. "Aku sendiripun menduga demikian." Setelah berhenti sejenak dan termenung beberapa saat lamanya, kembali ia berkata. "Sekarang pangcu kalian berada dimana?"

"Walaupun aku tidak mengetahui jejaknya tapi aku percaya sebelum kongcu naik gunung pangcu kami sudah pasti telah sampai di sana."

"Oooh... rupanya Giok hong siancu tinggal di atas gunung!" seru Buyung Im seng, Kwik Soat kun segera tertawa. "Banyak bicara pasti akan salah, ucapan tersebut nyatanya memang tepat sekali, cuma gunung yang ada di dunia ini terlalu banyak, kendatipun kongcu amat cerdik, sebelum tiba ditempat tujuan tak nanti kau bisa menduga apa nama gunung itu."

Mendadak kereta yang ditumpangi itu berhenti.

"Aneh, kenapa begitu?" gumam Kwik Soat kun dengan kening berkerut. Terdengar sang kusir berkata dari luar kereta, "Di depan ada sebuah kereta yang merintangi jalan lewat kita!"

Dengan perasaan tergerak, pelan-pelan Kwik Soat kun menyingkap tirai dan mengintip keluar. Betul juga, tampak sebuah kereta berhenti lebih kurang dua kaki di depan sana dan menghadang lewat mereka. 

Kwik Soat kun meneliti juga jalan lewat kereta tersebut, ternyata merupakan sebuah jalan datar, entah mengapa kereta itu berhenti dan tidak berjalan.

Maka diapun berkata. "Coba kita lihat, apakah bisa melewati dari sampingnya!" "Aku rasa sulit untuk melewati dari sampingnya!" sahut kusir itu setelah memperhatikan sekejap keadaan di depan sana.

"Coba sajalah dulu! Seandainya tidak lewat, terpaksa kita dorong kereta mereka ke samping..."

Kusir mengiakan dan pelan-pelan menjalankan keretanya maju ke depan. Sambil menurunkan kembali tirai di depan kereta, Kwik Soat kun bergumam seorang diri. "Aneh... sungguh aneh!"

"Ada apa?" tanya Buyung Im seng.

"Sebuah kereta berhenti tepat ditengah jalan dan merintangi jalan lewat kita." "Macam apakah kereta itu?"

"Aaaa, kereta kan sama semua bentuknya, masa ada kereta yang bentuknya istimewa?"

"Coba kulihat!"

Dia membuka tirai dan mengintip keluar. Tampak kereta tersebut berkerudung kain hitam di sekelilingnya, bentuk maupun keadaannya persis seperti kereta yang ditumpangi oleh Ji-seng (malaikat kedua) pada malam itu.

Buru-buru ia menurunkan kembali tirainya, dan berkerut kening, katanya kemudian. "Nona kenal dari kereta itu?"

"Tidak kenal, cuma aku sedikit mengerti tentang kereta kuda, kalau dilihat dari bentuknya yang istimewa, tampaknya kereta tersebut memang khusus dipakai untuk menempuh jarak jauh."

"Selama ini kalian orang-orang Li ji pang tersohor karena ketajaman pendengarannya, tahukah kau siapa penumpang kereta tersebut?" tanya Buyung Im seng lagi.

"Soal itu aku tidak tahu!" "Aku tahu!"

"Waah, kalau begitu tidak sedikit dunia persilatan yang kongcu ketahui?" seru Kwik Soat kun sambil tersenyum manis.

Buyung Im seng berkata. "Bila dugaanku benar, tampaknya persoalan ini tidak begini sederhana...!"

"Siapakah orang dalam kereta itu?"

"Ji-sengcu (malaikat kedua) dari Sam seng bun!" Paras muka Kwik Soat kun segera berubah hebat. "Kau tidak salah melihat?" serunya. 

"Aku merasa kereta itu mirip sekali bentuknya, cuma dalam hati aku tak begitu yakin."

Tiba-tiba Kwik Soat kun menggulung tirai dan berbisik kepada sang kusir kereta. "Hati-hati sedikit, jangan sampai terjadi bentrokan kekerasan dengan mereka!" Setelah menurunkan kembali tirainya, dia melanjutkan. "Kongcu, andaikata terjadi sesuatu peristiwa, biar aku saja yang menghadapi, sedang kongcu dipersilahkan beristirahat saja sambil menahan diri."

"Baik, aku akan mengintip Ji sengcu tersebut dari dalam kereta, ingin kulihat bagaimanakah bentuknya."

Sementara pembicaraan sedang berlangsung, mendadak terdengar seseorang membentak suara dingin.

"Hai, sudah butakah matamu? Tidak kau lihat di sini ada kereta sebesar ini?"

Kwik Soat kun segera menyingkap tirai dan pelan-pelan berjalan keluar dari dalam kereta. Jelas perempuan itu tak ingin sampai terjadi bentrokan kekerasan dengan pihak lawan.

Diam-diam Buyung Im seng juga menyingkap ujung tirai serta mengintip keluar. Tampa seorang kakek berwajah bersih berdiri disamping kereta dan melotot ke arah kusir kereta tersebut dengan wajah penuh kegusaran. Bocah kusir kereta itupun tampak wajah gusar tampaknya kemarahan itu sudah hampir meledak. Pelan-pelan Kwik Soat kun berjalan menghampirinya, setelah membentak mundur si bocah kusir, dia menjura kepada kakek itu seraya berkata.

"Locianpwe, jangan marah, dia masih muda tak tahu urusan, buat apa cianpwe musti ribut dengannya?"

Sementara Buyung Im seng sedang berpikir, "Sayang aku tak bisa melihat jelas pada malam itu, entah betulkah kakek itulah si kusir kereta tersebut?"

Terdengar kakek bermuka bersih itu tertawa dingin, dengan cepat dia menangkap pinggiran kereta tersebut, kemudian tanpa mengerahkan banyak tenaga, tahu-tahu ia sudah menarik ke samping, lalu serunya. "Nah sekarang kalian boleh lewat!" "Terima kasih banyak cianpwe!"

Kembali kakek itu mengalihkan sorot matanya ke wajah si bocah kusir tersebut, kemudian katanya dingin. "Masih muda sudah tak tahu sopan santun coba kalau tidak memandang di atas wajah nona ini, lohu akan penggal batok kepalamu itu." Bocah kusir itu hendak membantah, tetapi segera dibentak Kwik Soat kun agar mundur.

Kwik soat kun kuatir bocah kusir itu bentrok lagi dengan si kakek bermuka bersih, sampai kereta mereka berada beberapa kaki jauhnya, ia baru naik ke dalam kereta. Melihat itu, Buyung Im seng segera berkata. "Nona hati-hati benar kau!"

Bukan menjawab Kwik Soat kun, melainkan balik bertanya. "Apakah kau melihat jelas, kereta tersebut adalah kereta yang ditumpangi Ji sengcu dari Sam seng bun?" "Sampai sekarangpun aku masih belum begitu yakin!" 

Kwik Soat kun tersenyum. "Perduli kereta itu adalah kereta yang ditumpangi Ji sengcu dari Sam seng bun atau bukan, yang pasti kakek bermuka bersih itu adalah seorang manusia yang amat sukar dihadapi."

"Kau kenal dengannya?"

Kwik Soat kun manggut-manggut. "Yaa, aku memang kenal dengannya, cuma dia tidak kenal aku, meski dunia persilatan sangat luas, tidak sedikit gembonggembong iblis dan jago-jago kenamaan dalam dunia persilatan yang diketahui oleh perkumpulan Li ji pang."

"Siapakah kakek itu?"

"Thiau lui ciang (pukulan angin geledek) Sim Hong, wataknya persis seperti pukulannya, panas, berangasan dan kasar, tiga patah kata salah berbicara, ia segera turun tangan membunuh orang."

"Oleh sebab itu, sikap nona terhadapnya baru sangat berhati-hati?"

"Titik kelemahan yang paling besar dari orang ini adalah tidak tega menyerang orang yang berwajah manis, sikapnya yang selalu sopan santun, senyuman dikulum dan mengalah justru sangat mengena pada titik kelemahannya itu."

Mendengar keterangan tersebut, Buyung Im seng segera menghela napas panjang. "Aaaaii... Li ji pang benar-benar sangat lihai, bukan cuma ketajaman mata dan pendengarannya saja yang lihai, sehingga banyak jago kenamaan yang dikenal, lagi pula memahami jelas semua watak dan titik kelemahan dari orang-orang itu... yaa, jika tahu diri dari lawan, semua pertempuran baru bisa dimenangkan."

"Berbicara dari kemampuan Sim Hong, tak mungkin ia termasuk salah seorang dari tiga malaikat, tapi kalau dia hanya berkedudukan sebagai kusir dari Ji sengcu, kemungkinan tersebut besar sekali."

-ooo0ooo-

BAGIAN KE 13

"Bagaimanakah kedudukan Sim Hong dalam dunia persilatan?" tanya Buyung Im seng kemudian.

"Kedudukannya tinggi sekali, baik golongan hitam maupun golongan putih semuanya menaruh rasa was-was kepadanya."

"Kalau begitu , dia adalah seorang manusia yang sulit dihadapi..."

"Benar, siapa saja yang berani mengusik dirinya, sudah pasti akan dibikin pusing juga kepalanya."

"Nona, tampaknya tidak sedikit jagoan dunia persilatan yang kau pahami." "Sudah kukatakan tadi, perkumpulan Li ji pang kami sangat memperhatikan keadaan situasi dalam dunia persilatan, serta gerak gerik dari orang kenamaan

dunia persilatan, asal orang itu merupakan salah seorang tokoh termasyhur dalam dunia persilatan, dengan cepat kami akan mengingat raut wajahnya serta keistimewaannya, dan keterangan tersebut kami sebar luaskan kepada semua 

anggota perkumpulan kami, sehingga bila berjumpa di kemudian hari, dengan cepat mereka dapat mengenalinya."

Mendengar perkataan itu, diam-diam Buyung Im seng merasa amat menyesal, pikirnya. "Aku bisa bertemu dengan kereta itu tapi tak bisa memastikan apakah Sim Hong adalah kusir kereta itu atau bukan, sesungguhnya tindakanku ini boleh dibilang terlampau gegabah."

Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata. "Aku hanya teringat dengan bentuk keretanya, tapi tak bisa memastikan apakah kusir kereta itu adalah Sim Hong atau bukan."

Kwik Soat kun segera tersenyum. "Aku rasa kusir itu pasti duduk di depan kereta tanpa berkutik pada waktu itu, maka kau baru tidak menaruh perhatian kepadanya."

Buyung Im seng menjadi tertegun. "Kagum, sungguh mengagumkan!" serunya "kalau didengar dari ucapan tersebut seakan-akan waktu itu kaupun hadir di sana." "Aaaah, aku cuma menduga saja, tak kusangka kalau dugaanku ternyata tepat sekali."

"Perkumpulan kalian termasyhur karena ketajaman pendengarannya, tentunya tak sedikit bukan masalah ketiga orang Sengcu dari Sam seng bun yang kalian ketahui?"

"Demi masalah tersebut perkumpulan kami sudah mengerahkan banyak tenaga, tapi belum pernah berhasil menjumpai raut wajah dari ketiga orang Sengcu dari Sam seng bun itu."

Diam-diam Buyung Im seng berpikir kembali. "Tampaknya tidak sedikit rahasia dunia persilatan yang diketahui budak ini, berbincang-bincang dengannya jauh melebihi membaca buku selama sepuluh tahun, aku harus mengajaknya berbicara baik-baik, dengan begitu baru banyak manfaat yang bisa ku petik darinya."

Berpikir sampai di situ, ia pun lantas bertanya. "Sampai sekarang aku masih tidak mengerti, kenapa ketiga orang Sengcu itu selalu menyembunyikan diri, dan enggan berjumpa dengan masyarakat...?"

"Tentu saja ada sebab musababnya." "Apa sebab musababnya?"

"Soal ini tak berani kukatakan, cuma kalau dipikir kembali ada tiga macam kemungkinan."

"Tolong nona terangkan tiga macam apa saja?"

"Pertama, kemungkinan besar mereka tokoh-tokoh kenamaan dalam dunia persilatan yang bahkan mungkin sekali mempunyai nama baik dimata umum, maka mereka tak bisa menampakkan diri."

"Lalu?"

"Kemungkinan kedua adalah mungkin mereka sengaja menciptakan semacam suasana yang serba misterius agar bisa mengelabui pendengaran para jago di dunia ini. Sedangkan kemungkinan yang ketiga, kalau dibilang sesungguhnya agak khayal" 

"Kenapa?"

"Sebab alasan itu tidak masuk akal, malahan orang bisa tidak percaya bila kita kemukakan keluar."

"Coba katakanlah kepadaku!"

"Aku curiga kalau beberapa orang itu adalah mereka yang sudah lama meninggal dunia."

Buyung Im seng benar-benar terkejut sekali setelah mendengar perkataan itu. "Ucapanmu benar-benar sangat mengejutkan sekali." Katanya. "Kau bilang orangorang itu adalah sukma gentayangan, maka sengaja keadaannya menjadi serba misterius?"

Kwik Soat kun segera tertawa. "Apakah Buyung kongcu percaya dengan setan?" ia balik bertanya.

"Aku tidak percaya...!" dengan cepat Buyung Im seng menggelengkan kepala berulang kali.

"Aku juga tak percaya ada setan, apalagi sekalipun ada setan, setan pun tidak akan seseram manusia."

"Ucapan nona itu mengandung maksud yang sangat mendalam sekali, aku tak mengerti."

"Sederhana sekali, aku mengatakan bahwa orang-orang itu cuma pura-pura mati, padahal mereka masih segar bugar hidup di dunia ini, hanya saja orang di dunia ini mengira mereka sudah mati, tentu saja takkan menduga kalau perbuatan tersebut adalah hasil karya dari mereka."

"Siapa-siapa saja orang itu?"

"Setiap jago kenamaan dalam dunia persilatan yang dalam dua puluh tahun terakhir ini mati tanpa ditemukan mayatnya, boleh dibilang mencurigakan semua, termasuk ayahnya."

Paras muka Buyung Im seng berubah hebat, agaknya dia ingin mengumbar hawa amarahnya tapi perasaan itu kemudian dikendalikan kembali, sambil tertawa ewa katanya. "Yaa, alasan ini memang terhitung sangat khayal dan tidak masuk akal..." "Aku juga tahu, sekalipun ku utarakan belum tentu orang akan mempercayainya!" kata Kwik Soat kun sambil tersenyum.

"Setelah itu, kemungkinannya juga kecil sekali, apakah pemikiran ini adalah hasil analisa dari pangcu kalian?"

"Aku sendiri yang memikirkan alasan tersebut."

"Sungguh mengagumkan, sungguh mengagumkan! Ucapanmu itu benar-benar amat mengejutkan hati orang."

Kwik Soat kun sama sekali tak menjadi gusar, sambil tertawa manis kembali katanya. "Kita tak usah membicarakan persoalan ini lagi, bagaimana kalau kita berganti acara saja?" 

"Yaa, bagaimana kalau kita membicarakan soal Giok hong siancu?" Kwik Soat kun termenung dan berpikir sebentar, lalu jawabnya.

"Tidak banyak yang kuketahui tentang Giok hong siancu, harap kongcu jangan menaruh harapan yang terlampau besar kepadaku."

"Biar sedikit asal tahu daripada sama sekali tidak tahu menahu tentang dirinya." "Kalau begitu tanyalah! Apa yang kuketahui tentu akan kujawab dengan semestinya."

"Bagaimana ilmu silat yang dimiliki Giok hong siancu?"

"Lihai sekali, sebab itu dalam tugas yang dilaksanakan kongcu kali ini, kau hanya boleh menggunakan akal, tak boleh dengan kekerasan!"

"Mengapa dia dinamakan orang sebagai Giok hong siancu 'Dewi lembah kemala'? apakah dibalik namanya itu masih ada hal-hal yang lain?"

"Berhubung dia pandai sekali memelihara lebah kuning, wajahnya juga cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, maka orang persilatan menyebutnya sebagai Giok hong siancu."

"Memelihara lebah kuning? Suatu kepandaian yang menakutkan sekali", bisik Buyung Im seng.

"Ya benar, memang menakutkan sekali, cuma kami sudah mengaturkan segala sesuatunya buat kongcu secara baik dan sempurna, dua puluh empat orang anggota perkumpulan kami akan menyambut kedatangan kongcu nanti."

"Waah... tampaknya kepandaian yang terutama dari perkumpulan kalian adalah menggunakan gadis-gadis cantik untuk mengendalikan orang, agar kami orang lelaki bersedia melakukan segala sesuatunya bagi kalian hingga sampai matipun tidak menyesal!" keluh Buyung Im seng sambil tertawa.

"Aku yakin kongcu jauh berbeda dengan lelaki lain!"

"Tapi aku tidak merasa dimanakah letak perbedaan tersebut?"

"Tak ada lelaki di dunia ini yang tidak suka dengan perempuan, lagi pula kebanyakan bersikap seperti monyet kepanasan bila bertemu perempuan, namun sikap Buyung kongcu amat tenang dan kalem, tampaknya kau seperti tidak tergerak sama sekali hatinya."

Agaknya dia merasa telah salah berbicara, sambil tersenyum segera ujarnya lagi. "Mungkin kecantikan wajahku sama sekali tidak menarik perhatian kongcu?" "Tadi pangcu kalian mengutus kedatanganmu kemari adalah bertujuan untuk merayu diriku agar aku terpikat oleh kecantikan wajah nona itu...?"

"Walau pangcu kami tidak menerangkan apa-apa, tapi dia menyuruh aku baik-baik 'melayani' kongcu, kata 'melayani' di sini mengandung arti serta makna yang banyak sekali."

Sesudah menghela napas panjang, terusnya. "Apalagi dalam usaha kongcu kali ini, kau sudah terlalu banyak membantu perkumpulan Li ji pang kami." 

"Maksudmu menceritakan kembali sejilid kitab ilmu pedang untuk perkumpulan kalian."

"Yaa, kitab ilmu pedang itu mempunyai pengaruh yang amat besar buat perkumpulan Li ji pang kami, bila kitab pusaka ilmu pedang itu berhasil kami peroleh kembali, maka kamipun dapat beradu kekuatan dengan para jago dari pelbagai perguruan besar serta merebut sedikit nama didalam dunia persilatan." "Jadi kalau begitu, isi kitab ilmu pedang itu adalah intisari dari ilmu silat yang dimiliki Li ji pang kalian?"

Kwik Soat kun termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya. "Benar, isi kitab pusaka itu adalah serangkaian ilmu pedang yang justru merupakan semua inti sari dari kepandaian silat perkumpulan Li Ji pang kami."

"Oooo... kalau begitu, tugas yang dibebankan di atas pundakku kali ini teramat besar sekali, hal mana sedikit banyak menimbulkan rasa tidak tentram dalam hatiku."

"Manusia berusaha Thian lah punya kuasa, asal kau sudah memperjuangkan dengan segala kemampuan, hal mana lebih dari cukup buat kami."

Buyung Im seng memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun, kemudian pikirnya. "Kalau didengar dari ucapannya yang begitu besar, tampaknya tidak kecil kedudukan gadis ini dalam perkumpulan Li ji pang."

Sementara dia masih termenung, Kwik Soat kun telah mendongakkan kepalanya sambil membereskan rambutnya yang panjang terurai, kemudian sambil tertawa katanya. "Kongcu, maafkan aku bila sikapku kurang menyenangkan..." "Kenapa?"

"Aku merasa sudah terlalu banyak berbicara, sikapku menjadi mengambang dan agak merayu, mungkin Buyung kongcu benar-benar menganggap aku sedang merayu dirimu?"

"Aku sama sekali tidak mempunyai perasaan semacam itu." Kwik Soat kun tertawa dan tidak berbicara lagi.

Tiba-tiba suasana didalam kereta itu berubah menjadi sepi, hening dan tak kedengaran sedikitpun suara. Kwik Soat kun seolah-olah berubah menjadi seorang yang lain, dengan wajah bersungguh-sungguh dia duduk tak berkutik di tempatnya. Meskipun beberapa kali Buyung Im seng ingin mengajaknya berbincang-bincang, tapi menyaksikan sikapnya yang serius itu, terpaksa dia membatalkan niat tersebut.

Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba kereta yang sedang melakukan perjalanan itu terhenti.

Lalu kedengaran suara berkumandang dari luar kereta. "Silahkan kongcu untuk berganti kereta!" 

Kwik Soat kun menyingkap tirai dan meloncat turun terlebih dahulu dari dalam kereta. Menyusul kemudian Buyung Im seng mengikuti di belakang Kwik Soat kin melompat turun dari dalam kereta.

Di bawah sinar matahari senja, tampak sebuah kereta berwarna hijau telah menanti di luar sebuah hutan di sebuah tanah pegunungan yang sangat sunyi... Kusir kereta itu masih saja seorang yang masih muda, berbaju ringkas berwarna hitam dan memakai topi hitam pula, orang itu berdiri di depan kereta dengan tangan diluruskan ke bawah.

Setibanya di depan kereta itu, Kwik Soat kun segera menyingkap tirai seraya berkata. "Kongcu, silahkan naik kereta!"

Setelah Buyung Im seng naik ke atas kereta, Kwik Soat kun turut juga naik ke dalam kereta, tirai segera diturunkan dan kereta itupun meneruskan perjalanannya dengan cepat.

Agaknya kereta itu memang khusus dipakai untuk melakukan perjalanan malam, dalam kereta tergantung sebuah tempat tidur gantung yang dikedua belah sisinya masing-masing diikat tali yang memantek di atas dinding kereta, bila seseorang tidur diatasnya maka takkan terpengaruh akibat goncangan kereta.

Terdengar Kwik Soat kun berkata dengan lembut. "Kongcu, silahkan naik ke atas pembaringan gantung itu untuk beristirahat."

"Bagaimana dengan nona?"

"Aku? Aku mempunyai tempat duduk lain," Buyung Im seng segera tersenyum. "Nona, kau tampak teramat serius!" katanya.

Kwik Soat kun segera menghela napas panjang, sahutnya : "Aku merasa ada baiknya untuk bersikap lebih serius selama berkumpul dengan seorang Kongcu sejati seperti Kongcu."

Ketika Buyung Im seng menyaksikan wajahnya serius sekali ketika mengucapkan kata-kata tersebut, bahkan jauh berbeda dengan sikapnya yang manja dan gent ketika pertama kali naik ke atas kereta tadi, tanpa terasa dia lantas berpikir. "Orang-orang Li ji pang memang pandai sekali bersikap, bahkan pandai pula menyembunyikan perasaannya, sungguh membuat orang menjadi bingung dan tak tahu apakah sikapnya sekarang itu bersungguh sungguh atau cuma bohong belaka."

Berpikir sampai di situ, dia lalu berbicara. "Aku ingin sekali mengajukan satu pertanyaan kepada nona, apakah persoalan itu boleh kuajukan?"

"Itu mah tergantung pada persoalan apa yang akan kau ajukan?"

"Selama ini pangcu kau bisa melakukan gerakan dengan sangat cepat, dalam satu hari saja beberapa ratus li bisa dilampaui, apakah biasanya diapun mempergunakan cara pergantian seperti ini?"

"Ehmmm... kadang kala iapun menunggang kuda, tapi biasanya ia bisa menjaga kondisi badan dan kerahasiaan jejaknya sebagian besar adalah berkat kereta ini." 

"Ooh... kiranya begitu!" "Kongcu, bila kau ada urusan silahkan katakan saja kepadaku!"

Selesai berkata dia lantas bersandar di atas dinding kereta dan duduk sambil memejamkan mata.

Buyung Im seng segera naik ke atas pembaringan gantung itu untuk beristirahat, menanti sadar kembali, kentongan ke empat sudah lewat. Kereta itu masih jalan terus tiada hentinya. Terasa goncangan pada kereta itu makin lama semakin keras, agaknya mereka sedang menelusuri sebuah jalan sempit di tanah perbukitan.

Tanpa terasa hatinya kembali tergerak, pikirnya.

"Kelihatannya mereka membuat kereta ini secara khusus."

Ketika fajar telah menyingsing, kembali mereka bertukar kereta untuk melanjutkan perjalanan.

Semua hidangan yang dipersiapkan dalam kereta rata-rata hidangan yang lezat dan pilihan, dengan demikian waktu untuk bersantap pun bisa dia hemat untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah tujuh kali berganti kereta, mereka telah melakukan perjalanan selama empat hari tiga malam. Hari itu, ketika senja menjelang tiba, sampailah mereka di sebuah tanah perbukitan yang terjal.

Setelah turun dari kereta, Buyung Im seng tidak menjumpai kereta lain yang menanti di situ, maka dengan suara rendah dia lantas bertanya. "Sudah sampai?" "Ya, sudah sampai, kentongan ketiga malam nanti kongcu akan naik gunung." "Tempat manakah yang akan ku tuju?"

"Lembah Giok hong kok, daerah terlarang yang diciptakan oleh Giok hong siancu," Buyung Im seng mendongakkan kepalanya dan memperhatikan sekejap cuaca di sana, kemudian mereka berkata. "Saat ini masih terpaut jauh sekali dengan kentongan ketiga."

"Kami telah mempersiapkan pakaian untukmu, kongcu harus mempergunakan waktu ini untuk berganti pakaian, masih ada banyak perkataan yang hendak kuucapkan pada kongcu."

Buyung Im seng memandang sekejap sekeliling tempat itu lalu katanya. "Tempat ini amat sepi dan jauh dari keramaian manusia, rumah penduduk pun tidak kelihatan..."

"Perkumpulan Li ji pang bisa tancapkan kaki didalam dunia persilatan, tentu saja karena mempunyai banyak syarat yang tak bisa dilampaui orang lain, harap kongcu bersedia mengikuti di belakangku."

Buyung Im seng tahu bahwa mereka pasti mempunyai sarang rahasia disekitar tempat itu, maka tanpa banyak bertanya lagi dia berjalan ke depan mengikuti di belakang Kwik Soat kun. 

Dalam waktu singkat, Kwik soat kun telah mengajak pemuda itu menuju ke bawah bukit, di situ tampak sebuah bangunan rumah gubuk yang dibangun dengan menempel dinding bukit.

Ketika Buyung Im seng mencoba untuk memperhatikan ke depan, maka terlihatlah seorang perempuan setengah umur yang berusia empat puluh tahunan sedang duduk didalam ruangan sambil menjahit sepatu kain.

Kwik soat kun segera maju menghampirinya, sambil mendehem pelan katanya. "Enso, numpang bertanya..."

Perempuan setengah umur itu mendongakkan kepalanya dan memperhatikan Kwik soat kun sekejap, kemudian balik bertanya. "Nona datang dari mana?"

Mendengar pembicaraan tersebut, diam-diam Buyung Im seng berpikir kembali. "Apa yang ditanyakan dan apa yang berhubungan, mungkin itulah kata sandi yang mereka pakai untuk melakukan kontak rahasia."

Benar juga, terdengar Kwik soat kun segera berseru. "Thian lam Tee pak datang dari Hu tiong."

Perempuan setengah umur itu segera meletakkan jahitannya ke meja dan bangkit berdiri, katanya pula. "Tiada awan tiada bintang, malam bulan purnama."

Diam-diam Buyung Im seng tertawa geli, sesudah mendengar kata-kata itu, kembali pikirnya. "Kalau tiada awan bulan sedang purnama, mana mungkin tiada berbintang? Tak nyana pihak Li Ji pang bisa memikirkan kata-kata sandi yang begini bagusnya."

Sementara itu terdengar Kwik soat kun telah menjawab. "Tengah hari panas menyengat hujan terus dengan deras."

Buyung Im seng segera berpikir kembali. "Bagus sekali! Ternyata kata-katanya cuma kata-kata yang ngaco belo belaka, orang bilang perempuan paling pandai berbohong, ucapan itu ternyata memang benar, jika kau pria yang disuruh membuat kata sandi, tak nanti mereka bisa menggunakan kata-kata seperti itu." Tampak perempuan setengah umur itu menjura dalam-dalam lalu menegur. "Tolong tanya kedudukan nona yang sesungguhnya?"

Tiba-tiba Kwik Soat kun maju beberapa langkah ke muka dan membisikkan sesuatu dengan suara lirih.

Beberapa patah itu diucapkan dengan suara yang rendah sekali, sehingga Buyung Im seng sendiripun tidak mendengar apa-apa.

Ia hanya melihat bahwa sikap perempuan setengah umur itu bertambah hormat, setelah memberi hormat lagi kepada Kwik Soat kun, katanya. "Silahkan kalian berdua masuk ke dalam ruangan!"

Kwik Soat kun lantas berbisik lirih kepada Buyung Im seng. "Sebenarnya Giok hong siancu menyebar banyak sekali mata-matanya disekitar bukit, asal ada orang berani mendekati lembah Giok hong koknya dalam jarak sepuluh li, dia pasti sudah memperoleh laporan, tapi selama banyak tahun belakangan ini belum pernah terjadi suatu peristiwapun dalam lembah Giok hong kok oleh karena itu tanpa 

disadari penjagaan merekapun lambat laun menjadi makin mengendor, sekalipun demikian kita tetap tak boleh bertindak gegabah."

Sembari berkata, dia sudah melangkah masuk ke dalam ruangan. Ketika Buyung Im seng mendengar perkataan itu diucapkan dengan wajah serius, dengan langkah cepat diapun turut melangkah masuk ke dalam ruangan.

Perempuan setengah umur itu langsung membawa kedua orang itu menuju ke ruang dalam, lalu berkata dengan lirih. "Agar penyaruan tampak bersungguhsungguh seperti aslinya, silahkan kalian duduk."

Buyung Im seng mencoba untuk memperhatikan keadaan sekeliling tempat itu, tampak didalam ruangan dalam terdapat sebuah pembaringan kayu yang sederhana sekali, di atas pembaringan itu ditutup dengan seprei yang sudah kumal dan banyak tambalannya di sana sini.

Kwik Soat kun segera mengulapkan tangannya seraya berkata. "Kau duduklah di luar sana, perhatikan dengan seksama apakah jejak kami sudah diketahui musuh atau belum."

Perempuan setengah umur itu segera memberi hormat dan mengundurkan diri dari situ. Menanti bayangan tubuh dari perempuan itu sudah lenyap dari pandangan, Buyung Im seng baru bertanya dengan suara lirih.

"Apakah dia seorang anggota dari Li ji pang?"

"Perkumpulan Li ji pang kami mempunyai suatu peraturan yang boleh dibilang sangat memenuhi perasaan manusia."

"Jika peraturan kalian bisa memenuhi perasaan anggotanya, hal ini semua menunjukkan betapa bijaksana dan pandainya pangcu kalian."

"Mana, mana..!"

"Entah peraturan apakah yang kau maksudkan dapat memenuhi perasaan manusia itu? Dapatkah kau terangkan kepadaku?"

"Tentu saja dapat..." sesudah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.

"Dalam perkumpulan Li ji pang kami berlaku suatu peraturan, barang siapa sudah mencapai usia 25 th maka dia akan dipunahkan ilmu silatnya, keluar dari perkumpulan dan menjadi istri orang lain serta anak beranak, mereka bisa melakukan kehidupan normal seperti juga perempuan-perempuan lainnya, sebaliknya jika dia sudah pernah melakukan suatu usaha besar dan berjasa bagi perkumpulan, maka ia boleh mengajukan permintaan untuk kawin dengan orang sebelum tiba waktunya..."

"Dalam perkumpulan kalian terdapat banyak sekali rahasia besar, bila mereka sampai meninggalkan perkumpulan, apakah kalian tidak kuatir mereka sampai membicarakan rahasianya?"

"Selamanya Li ji pang kami menghadapi anggota dengan perasaan persaudaraan, sekalipun sudah lepas dari perguruan, kehidupan mereka diatur pula dengan sebaik baiknya dan ilmu silat yang mereka miliki telah punah, itu berarti mereka tak akan mencampuri urusan dalam dunia persilatan lagi, selain dari itu cara kerja 

Li ji pang kami cukup seksama, pengetahuan seorang anggota terbatas sekali, sebelum meninggalkan perkumpulan merekapun diwajibkan mengangkat sumpah besar yang melarang untuk membocorkan rahasia perkumpulan, oleh karena itu kebanyakan mereka lebih suka mati bunuh diri daripada membocorkan rahasia perkumpulan."

"Seandainya mereka enggan meninggalkan Li ji pang, bagaimana pula tindakannya?"

"Tentu saja ada juga mereka yang enggan meninggalkan perkumpulan, pangcu kami telah mempersiapkan juga suatu penyelesaian buat mereka secara baik-baik seandainya usia anggota perkumpulan itu sudah melebihi 25 th, tapi dalam hatinya masih belum menemui kekasih idaman hatinya, lagi pula mereka sudah terbiasa dari penghidupan dalam perkumpulan Li ji pang, maka pertama tama mereka harus masuk dulu ke dalam kamar dan menutup diri selama satu tahun, dalam setahun ini kehidupan mereka akan terpisah dari keduniawian, setelah keluar dari pengasingan apabila dia masih bertekad untuk tinggal dalam perkumpulan maka ia mengangkat sumpah berat yang mana selama hidupnya tak akan kawin lagi, saat itulah dia akan memperoleh warisan ilmu silat perkumpulan yang lebih dalam sepanjang hidupnya berbakti untuk Li ji pang."

"Apakah semua tugas dan pekerjaan yang berada dalam anggota perkumpulan yang berkeputusan tetap tinggal dalam perkumpulan?"

"Seharusnya demikian, cuma lantaran perkumpulan kami baru muncul dalam dunia persilatan maka anggota yang sudah melewati usia 25 th pun baru tiga-lima orang saja."

Buyung Im seng segera tertawa. "Berapa usia perempuan tadi?" tanyanya. "Menurut pendapat kongcu?"

"Paling tidak usianya juga mencapai 30 th! Mungkin merupakan anggota yang berusia paling besar didalam perkumpulan kalian."

Kwik soat tertawa hambar. "Soal ini lebih baik kita bicarakan lagi di kemudian hari."

Kemudian sambil mengalihkan pokok pembicaraan, katanya. "Seandainya tiada orang yang mengejar sampai di sini, kami akan segera turun tangan untuk menggantikan kongcu dengan pakaian lain."

"Jika kau masih ada banyak persoalan hendak disampaikan kepadaku, katakanlah sekarang."

"Tentu saja banyak yang hendak disampaikan kepadamu. Cuma kita harus menunggu sampai sekembalinya nanti, aku harus mengetahui dulu apakah jejak kita sudah ketahuan atau belum, setelah itu aku baru akan memberitahukan kepadamu cara untuk mengatasi keadaan..."

Setelah tersenyum, terusnya. "Cuma, kau tak usah kuatir, selama bertugas kau tak akan merasa kesepian, pangcu kami telah mengutus kedua puluh empat orang anggotanya untuk membantu dirimu, kedua puluh empat orang itu semuanya merupakan jago-jago kelas satu dalam perkumpulan kami, baik soal kecerdasan 

maupun soal kepandaian silat, mereka boleh dibilang sangat hebat dan bisa diandalkan."

"Tentang persoalan ini, nona telah memberitahukan kepadaku."

"Sebentar akan kuterangkan lebih teliti lagi kepadamu, meski mereka terdiri dari 24 orang namun kedudukannya saling berbeda, untuk mengadakan kontakpun diperlukan kata-kata sandi, jika kongcu tidak mengetahui kata-kata sandi tersebut, sekalipun mereka tahu kalau kau adalah Buyung kongcu, tidak ada bantuan yang bisa mereka berikan kepadamu."

Sementara pembicaraan berlangsung, tampak perempuan setengah umur itu berlari masuk ke ruangan dalam dengan langkah tergopoh-gopoh. Kwik Soat kun segera bangkit berdiri seraya bertanya. "Ada yang tidak beres?"

"Yaa, agaknya gelagat kurang menguntungkan," sahut perempuan itu dengan suara rendah, "hamba menyaksikan ada cahaya api di tempat kejauhan."

"Ada apa lagi?"

"Dari tebing curam sebelah depan sana meluncur datang dua sosok bayangan manusia, jika mereka berdua tidak pandai ilmu silat tak nanti mereka berani melayang turun dari atas tebing curam yang seribu kaki tingginya itu." "Apakah mereka datang karena kehadiranku?" "Soal itu hamba masih kurang jelas."

"Baiklah, kau boleh berdiri di depan pintu untuk melakukan pengawasan, kami akan melakukan persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diharapkan."

Perempuan setengah umur itu mengiakan dan segera mengundurkan diri dari ruangan itu.

"Apakah yang harus kita lakukan untuk menghadapi kemungkinan yang tak diinginkan?" tanya Buyung Im seng.

"Bersembunyi, agar dia tidak berhasil menemukan segala sesuatunya disekitar tempat ini."

"Ruangan ini amat sempit, kita harus menyembunyikan diri kemana?"

"Tentu saja ada tempat persembunyian yang terbaik, cuma saja terpaksa harus menyiksa kongcu sebentar."

Tidak menunggu Buyung Im seng menjawab, dia sudah merendahkan tubuhnya lebih dulu dan menerobos masuk ke kolong ranjang.

Menyaksikan kejadian itu, Buyung Im seng mengerutkan dahinya rapat-rapat, terpaksa diapun harus ikut menerobos masuk pula.

Sementara itu Kwik soat kun telah memindahkan sebagian barang yang berada dikolong ranjang itu dan menyingkap sebuah papan penutup besi, dibalik lapisan besi itu muncul sebuah mulut gua yang lebarnya sekitar dua jengkal.

"Kongcu silahkan masuk!" bisik Kwik soat kun kemudian dengan suara lirih. 

Buyung Im seng mengiakan dan segera masuk ke dalam gua tersebut. Dibalik mulut gua terbentang sebuah lorong bawah tanah yang membujur jauh ke dalam sana.

"Lorong bawah tanah ini berhubungan dengan sebuah gua, harap kongcu berlega hati!" kata Kwik soat kun.

Mendengar perkataan itu, diam-diam Buyung Im seng berpikir. "Setelah sampai di sini, mau tak mau aku harus melanjutkan perjalanan ke depan."

Maka dia lantas mempercepat langkahnya bergerak menuju ke depan sana....

Sebaliknya Kwik soat kun berjaga-jaga di depan mulut gua sambil memasang telinga memperhatikan keadaan sekeliling sana, menanti dari luar ruangan sudah berlangsung tanya jawab, dia baru menutupkan tutup besi itu dan menyusul Buyung Im seng,

Ketika berjalan 4-5 kaki kemudian, Buyung Im seng telah sampai di suatu ujung lorong tersebut, sebuah dinding batu merintangi jalan perginya.

Dengan langkah cepat Kwik soat kun segera menyusul ke belakang Buyung Im seng, kemudian bisiknya. "Di sudut kanan dinding sebelah kanan terdapat batu tonjolan, tekanlah tonjolan batu itu kongcu, kemudian mendorongnya kuat-kuat dinding batu itu akan membuka dengan sendirinya."

Buyung Im seng menurut dan segera menggerakkan tangan kanannya mendorong kuat-kuat, betul juga dinding batu itu segera terbuka.

Kwik soat kun segera berjalan melewati Buyung Im seng dan melangkah masuk lebih dulu ke dalam ruangan tersebut.

Di bawah sinar api, tampak di sudut ruangan tersebut sebuah meja batu, di atas meja terdapat sebuah lampu lentera. Kwik soat kun menghembuskan napas panjang, lalu berkata. "Silahkan duduk kongcu!"

Dalam ruangan batu itu selain terdapat sebuah meja batu, juga terdapat dua buah bangku yang terbuat dari batu. Buyung Im seng mengambil tempat duduk di bangku sebelah kiri, sebaliknya Kwik soat kun berjalan hilir mudik tiada hentinya didalam ruangan itu sembari bergumam.

"Semoga saja dia sanggup menghadapi segalanya dengan beres, sehingga rencana matang yang sudah dilakukan secara teliti dan cermat selama banyak tahun ini

tidak akan sia-sia belaka."

Sebetulnya Buyung Im seng ingin menanyakan persoalan itu dengan lebih jelas lagi, akan tetapi setelah menyaksikan kegelisahan orang, terpaksa ia harus menahan diri dan tidak bicara.

Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, tiba-tiba terdengar suara ketukan berkumandang datang. Kwik soat kun segera membuka pintu batu itu, tampak perempuan setengah baya itu berjalan masuk dan memberi hormat, kemudian ujarnya.

"Mereka telah melakukan penggeledahan tapi tidak berhasil menemukan apa-apa, akhirnya mereka pergi tanpa membawa hasil." 

Rasa murung dan kesal yang semula menghiasi wajah cantik Kwik soat kun segera lenyap tak berbekas, bagaikan salju yang melumer, sekulum senyuman manis segera menghiasi bibirnya.

"Apakah mereka berhasil menjumpai sesuatu yang mencurigakan?"

"Tampaknya mereka tidak berhasil menemukan apa-apa."

Kwik soat kun segera menghela napas panjang. "Aaaai... semoga saja demikian, pergilah kau!"

Perempuan setengah baya itu mengiakan, kemudian setelah memberi hormat mengundurkan diri dari sana.

Kwik soat kun segera menutup pintu kembali, kemudian katanya sambil tertawa, "Kongcu! Sekarang kau boleh bertanya."

Buyung Im seng memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian seraya berpaling katanya. "Bertanya kepada siapa?"

"Bertanya kepadaku!"

"Semua gerak gerikmu setelah berada di sini akan menuruti perkataan dari nona." "Tidak berani, aku akan berbuat sebaik mungkin demi kongcu."

"Baiklah, sekarang boleh kau katakan, apa yang harus kulakukan?"

"Harap kongcu bersedia menyaru menjadi seorang..." "Menjadi siapa?" "Seorang yang jahat, jahat sekali, orang itu she Ong bernama Ciu dengan gelar Giok longkun 'lelaki tampan berwajah kemala'!"

"Kenapa kau mencampur baurkan antara orang ini dengan Giok hong siancu...?" "Sesungguhnya antara Giok hong siancu dengan Giok longkun Ong Ciu punya hubungan cinta yang amat erat, dasar setali tiga uang mereka berdua ibaratnya lem yang saling melekat, begitu bertemu tak pernah berpisah lagi, malahan kedua orang ini sempat mencicipi kehidupan berumah tangga yang cukup harmonis." "Lantas apa hubungannya antara kisah tersebut dengan usahaku untuk mencuri kitab pusaka ilmu pedang tersebut?"

"Erat sekali hubungannya, cuma Giok longkun Ong Ciu seorang yang bisa masuk ke dalam lembah Giok hong kok dengan bebas serta memperoleh pelayanan langsung dari Giok hong siancu sendiri, kitab pusaka ilmu pedang itu disimpan olehnya didalam sebuah ruangan rahasia yang berada di dinding kamar tidur Giok hong siancu."

Mendengar keterangan tersebut, Buyung Im seng menghembuskan napas panjang, katanya. "Kalau begitu, untuk bisa memperoleh kitab pusaka ilmu pedang itu, aku harus bisa masuk ke dalam kamar tidurnya?"

"Benar, cuma kongcu tak perlu kuatir, kami telah mempersiapkan sejenis obat pemabuk yang sangat lihai, asal dia mengendus bau obat pemabuk itu niscaya dia akan jatuh tak sadarkan diri."


BAGIAN KE 14

"Jadi aku juga harus mempergunakan obat pemabuk?" tanya Buyung Im seng sambil membelalakkan matanya.

"Yaa, terpaksa kita harus bertindak demikian, sebab ilmu silat yang dimiliki Giok hong siancu lihai sekali, andaikata sampai terjadi pertarungan, mungkin pertarungan itu akan berlangsung lama, sengit dan ramai sekali."

Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Buyung Im seng berkata. "Baik, lanjutkan kata-katamu!"

"Setelah kongcu berhasil membuka pintu ruangan tersebut, tak ada salahnya bagimu untuk mengurus semua barang berharga yang ada di sana, Giok hong siancu bukan orang baik, benda yang diperolehnya sudah pasti bukan diperoleh dengan cara yang halal, jadi kongcu pun tak usah sungkan-sungkan terhadapnya." "Sekarang Giok longkun berada dimana?"

"Disekap didalam kuil Siau lim si!"

"Oooh... jadi kau suruh aku membohongi Giok hong siancu dan mengatakan kalau aku baru lolos dari kuil Siau lim si?"

"Jarang sekali jago dalam dunia persilatan yang tahu kalau Giok hong siancu sendiripun belum tentu tahu, seandainya dia mengetahui akan hal ini, mungkin semenjak dulu ia sudah turun tangan."

"Darimana pula perkumpulan kalian bisa mengetahui akan kejadian ini?" "Ketajaman pendengaran dan penglihatan perkumpulan kami termasyhur dimanamana, bukankah kongcu telah mengetahui tentang hal ini?"

Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Sekarang aku akan melayani kongcu untuk berganti pakaian, kemudian merubah raut wajahmu, setelah itu kita boleh berangkat!"

Diam-diam Buyung Im seng lantas berpikir. "Tak dapat disangka lagi aku sudah naik di atas perahu penyamun, sekalipun tak kusanggupi sekarang juga tak bisa..." Berpikir demikian, terpaksa katanya. "Baiklah! Bawa kemari pakaian tersebut." Kwik soat kun segera mengeluarkan satu stel pakaian ringkas berwarna hitam yang bersulamkan benang putih, sambil diangsurkan ke muka, katanya. "Kongcu akan berganti pakaian sendiri, ataukah minta bantuanku?"

"Tak usah merepotkan nona,"

Kwik soat kun segera tersenyum dan melangkah keluar dari tempat tersebut. Setelah menutup pintu batu itu, Buyung Im seng bertukar dengan satu stel baju perlente yang berwarna hitam dengan tepi benang putih, ternyata pakaian itu cocok sekali dikenakan dibadan, seakan-akan baru saja digunting.

Terdengar suara Kwik soat kun di luar pintu berkumandang kembali. "Kongcu, kau telah selesai bertukar pakaian?"

"Sudah!" jawab Buyung Im seng sambil membuka kembali pintu batu itu. 

Kwik soat kun memperhatikan sekejap dandanan dari Buyung Im seng, kemudian katanya, "Pakaiannya sih cocok sekali, asal ku dandani sedikit raut wajahmu, kita segera bisa berangkat."

Pelan-pelan Buyung Im seng duduk di bangku kemudian katanya. "Andaikata Giok hong siancu mengetahui persoalan dari Giok longkun itu berarti kepergianku sekarang lebih banyak bahayanya dari pada kemujuran."

"Seandainya keadaan tidak mengijinkan dan penyaruan kongcu ketahuan belangnya, silahkan kau berteriak 'siapa berani membantuku' sebanyak tiga kali, sudah pasti akan melompat keluar jago-jago yang akan membantu kongcu." "Apakah ucapan itu selalu akan manjur, entah disaat dan tempat apapun juga?" "Sesungguhnya perkataan itu suatu kata sandi, asal mereka mendengar perkataan ini niscaya mereka akan datang membantumu, cuma yang paling di titik beratkan oleh perkumpulan kami adalah disaat kongcu masuk ke lembah Giok hong kok untuk pertama kalinya, sebab waktu itulah keadaan paling berbahaya, mereka semua pasti bersiap siap di sekeliling tempat itu sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan..."

Sesudah berhenti sebentar, terusnya. "Andaikata waktu itu Giok hong siancu tidak mengetahui kalau kau adalah Giok longkun gadungan, maka kesempatan di kemudian hari tak akan terlampau besar."

"Menurut pendapatku, justru keadaan jauh berbeda dengan keadaan yang dibayangkan oleh perkumpulan kalian."

"Harap kongcu bersedia memberi keterangan." "Menurut pendapatku, masih ada satu kemungkinan jejakku bisa diketahui oleh Giok hong siancu." "Dimana?" "Menurut pendapatku selama pembicaraan berlangsung antara diriku dengan Giok hong siancu, justru merupakan saat-saat yang paling berbahaya, andaikata ia menanyakan soal kejadian lama kepadaku, dan aku tak mampu menjawab, bukankah kebohonganku akan segera terbongkar?"

Kwik soat kun termenung sebentar, kemudian sahutnya. "Walaupun ucapan kongcu masuk diakal, cuma aku rasa hal ini termasuk dalam kemampuan dan kecenderungan seseorang didalam menghadapi keadaan tersebut, misalkan saja sikap atau perasaan kongcu, sangat mempengaruhi pertanyaannya yang bakal diajukan."

Ganti Buyung Im seng yang termenung beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata. "Masuk diakal juga perkataan dari nona itu, cuma aku rasa perkumpulan kalian pasti sudah mengumpulkan bahan-bahan yang menyangkut soal hubungan Giok longkun dan Giok hong siancu dimasa lalu, bukan?"

"Tentu saja, cuma kalau musti diceritakan dengan terperinci, tiga hari tiga malam pun belum tentu habis, tapi kalau garis besarnya saja, dalam dua tiga patah kata saja segalanya telah beres."

"Kalau begitu ringkasnya saja!"

185 

"Yang lelaki romantis, suka bermain cinta dan dimana mana punya perempuan, sedang yang perempuan cabul, busuk, keji dan banyak tipu muslihatnya."

"Aku sudah mengerti sekarang!"

"Ingat dalam mengucapkan perkataan apapun asal dalam sekali hembusan napas saja menyebut kata-kata timur, barat, utara, selatan, maka mereka semuanya adalah orang-orang Li ji pang kami, dan mereka adalah bala bantuanmu!"

"Aku harus menjawab dengan perkataan apa?"

"Kau harus berusaha mencari akal untuk menjawab dengan kata mega, hujan, guntur dan kilat, lebih baik lagi kalau perkataan ini pun bisa diselesaikan dalam sekali hembusan napas."

"Selanjutnya?"

"Jika pihak lawan bukan anggota Li ji pang dan tak memahami kata sandi tersebut tentu saja tak akan menunjukkan reaksi apa-apa, sebaliknya jika dia adalah anggota Li ji pang kami, maka mereka akan belum berani mempercayai kongcu 100%, maka kongcu harus menyebut lagi kata-kata yang berbunyi: 'Gioklong bukan datang memetik bunga'. Setelah mendengar perkataan itu, otomatis mereka akan mengajakmu untuk berbincang-bincang."

Buyung Im seng segera mengangguk. "Yaa, aku ingat sekarang!"

"Ingat, dengarkan dulu nomor anggota mereka, bila tidak menyebut nomor anggota, harap kongcupun jangan mengucapkan kata-kata sandi tersebut..!"

"Selain menyebutkan nomor anggota, apa pula yang mereka ucapkan?" tanya Buyung Im seng lagi.

"Hanya melapor nomor anggota!"

"Baik, pesan nona itu akan kuingat didalam hati." "Baik! Sekarang kongcu boleh pergi!"

Buyung Im seng bangkit berdiri dan segera beranjak keluar dari tempat itu.

Kwik soat kun segera menyambar sebilah pedang panjang bergagang emas dan menyusul di belakang Buyung Im seng. Selesai menelusuri lorong rahasia dan keluar dari rumah gubuk, tampak rembulan bergantung di atas awang-awang, binatang bertaburan di seluruh angkasa.

Pelan-pelan Kwik soat kun menggantungkan pedang tadi dipinggang Buyung Im seng, kemudian dengan suara rendah katanya. "Giok longkun paling suka dari segala kebagusan, kalau bukan pakaian perlente, pedangnya pasti berbeda dengan orang lain, pakaian yang dipakai selalu bertepi putih, sedang gagang pedangnya terbuat dari batu kemala dan di ujung pedang terdapat tiga biji mutiara."

"Sreet...!" Buyung Im seng segera meloloskan pedang itu, di bawah sinar rembulan pedang itu memancarkan sinar berkilauan, tiga biji mutiara sebesar kelengkeng membuat pedang tersebut kelihatan mewah sekali.

Tanpa terasa ujarnya sambil tersenyum. "Tampaknya Giok longkun adalah seorang manusia yang tidak jujur dan suka kemewahan."

"Tepat sekali, bagaimana watak Giok longkun yang sebenarnya, bisa dilihat dari caranya berpakaian dan pedang yang digembol, bila kongcu dapat memahami maka keadaan yang sebenarnya tak akan jauh berbeda..."

(Bersambung ke jilid 10) 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar