Lembah Tiga Malaikat Jilid 08

Jilid 8

"Mungkin hanya itu saja yang kuketahui, mungkin aku malah tahu yang lain, tapi jika kau tidak tanyakan, aku juga tidak tahu bagaimana musti menjawabnya." Tong Thian hong segera memegangi kembali tangan kanan Siau Po cha dan menyambungkan jari tangannya yang putus itu, pelan-pelan katanya. "Sekarang

kau boleh pergi! Ingatlah, di sini perbedaan antara Sam seng bun dengan kami, apa yang telah kukatakan selamanya pasti akan kami pegang teguh"

Siau Po Cha berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng serta Tong Thian hong, kemudian memandang juga kedua sosok mayat itu, setelah itu baru katanya. "Kalian tidak usah mengurusi soal mayat-mayat itu lagi, mereka dapat membereskannya sendiri."

"Nona boleh pergi dari sini," tukas Tong Thian hong sambil mengulapkan tangannya.

Siau Po cha manggut-manggut, pelan-pelan dia berjalan keluar dari ruangan itu. Memandang hingga Siau Po cha pergi jauh, Tong Thian hong baru berkata lagi. "Im-heng, kita juga harus pergi dari sini."

"Kalian berdua akan pergi kemana...?" bisik Siau Ling ling dengan lirih.

"Entah kemana saja, sebab tempat ini sudah tak dapat ditinggali lebih lama lagi." Siau Ling ling berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian ujarnya, "Kau harus ingat dengan janji pertemuan itu, Siau Po cha telah menaruh curiga kepadaku, tempat ini tak bisa ku diami lebih lama lagi."

"Setelah kepergian kami nanti, mungkin kah mereka akan menyulitkan diri nona?" 

"Sudah barang tentu akan menyulitkan diriku, oleh karena itu sebelum pergi meninggalkan tempat ini, lebih baik kalian bisa membantu diriku lebih dahulu." "Membantu apa?"

"Totoklah jalan darahku, cuma tenaga dalamku tidak begitu sempurna, maka sewaktu turun tangan nanti harap pelan-pelan sedikit, sehingga andaikata tak ada yang membebaskan jalan darahku, aku bisa membebaskan sendiri pengaruh totokan itu."

Tong Thian hong memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian katanya. "Lebih baik kau saja yang turun tangan!"

Buyung Im seng segera mengayun tangannya menotok jalan darah di tubuh Siau Ling ling setelah itu katanya, "Mari kita pergi!"

Dengan langkah lebar dia lantas berjalan ke luar dari ruangan itu...

"Tak usah memanggil Li Ji hek lagi." kata Tong Thian hong, "Orang ini seringkali hilir mudik dalam sarang pelacuran, sudah jelas dia pun bukan manusia baik-baik, biar saja merasakan sedikit siksaan, agar ia tahu bahwa kejahatan selalu ada balasannya."

Dengan langkah tergesa-gesa kedua orang itu berjalan keluar dari rumah pelacuran itu dan langsung menuju keluar kota, dalam waktu singkat mereka sudah berada belasan li jauhnya.

Ketika tiba di sebuah tanah pegunungan yang sepi dan jauh dari keramaian manusia, Buyung Im seng baru berhenti, katanya sambil tertawa. "Tampaknya sarang dari Sam seng bun betul-betul sangat rahasia sekali, sehingga diantara anak murid Sam seng bun sendiri juga sedikit sekali yang mengetahui dimana markas besar mereka berada!"

Tong Thian hong manggut2, katanya: "Sepanjang sejarah dunia persilatan, sekalipun dalam dunia ini sudah seringkali terjadi pelbagai peristiwa besar yang beraneka macam, tapi belum pernah terjadi ada suatu perguruan yang begitu rahasia dan misteriusnya seperti perguruan Sam seng bun..."

Mendadak ia seperti teringat akan suatu masalah besar, setelah berhenti sebentar, katanya lagi. "Buyung heng, apakah Siau Ling ling adalah anggota perkumpulan Li ji pang?"

"Benar!"

"Apakah ia telah menjanjikan saat pertemuan denganmu?" "Yaa, pada malam ini, untuk menjumpai pangcu mereka!" "Apakah siaute tidak diundang?"

"Soal ini tidak ia bicarakan, cuma aku rasa tak ada salahnya untuk pergi berdua." "Aku rasa tak perlu," ujar Tong Thian hong, "kalau memang Siau Ling-ling tidak mengundangku, mungkin hal ini dikarenakan kehadiran siaute pasti akan membuat suasana menjadi canggung, lebih baik kira cari tempat untuk beristirahat dulu, setelah nanti, kau pergi menjumpai Pangcu dari Li ji pang lebih dulu, kemudian kita baru pergi meninggalkan tempat ini." 

"Sam seng bun terkenal karena mata-matanya yang tersebar luas sampai dimanamana, mungkin saja sekarang sudah ada orang yang mencari kita di sini!"

"Oleh karena itu kita tak boleh menuju ke tempat yang ada orangnya, tapi harus pergi ke tempat yang tak ada orangnya, dengan begitu kita baru bisa beristirahat dengan tenang, selihai-lihainya orang Sam seng bun, tak nanti ia bisa menggunakan pepohonan sebagai pengganti mata-matanya."

"Pendapat Tong heng memang tepat sekali, mari kita cari sebuah hutan sebagai tempat persembunyian, tak mungkin pihak Sam seng bun bisa menemukan jejak kita."

Setelah berunding sejenak, Buyung Im seng berangkat ke tempat pertemuan seorang diri."

Ketika Buyung Im seng tiba ditempat tujuan, Siau Ling-ling sudah lama menunggu kedatangannya di sana.

Malam ini adalah malam yang gelap sebab rembulan tertutup awan yang tebal, meski begitu suasana di sekeliling sana secara lamat-lamat masih bisa terlihat. Dengan langkah cepat Siau Ling-ling maju menyongsong kedatangannya, kemudian berbisik.

"Buyung kongcu, kau datang seorang diri?" "Betul", Buyung Im seng manggut2.

"Pangcu kami merasa tempat ini kurang aman, maka saya diperintahkan supaya mengantar kongcu pindah ke tempat lain!"

Mendengar perkataan itu, Buyung Im seng segera berpikir. "Tampaknya Pangcu dari Li ji pang juga seorang yang terlalu banyak curiga!"

Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata: "Kalau begitu merepotkan nona untuk membawa jalan!"

"Silahkan kongcu mengikuti aku di belakang, seraya berkata perempuan itu lantas beranjak pergi.

Buyung Im seng mengikuti di belakang Siau Ling-ling dengan ketat, lebih kurang enam tujuh li kemudian, sampailah mereka di depan sebuah rumah pertanian. "Harap kongcu tunggu sebentar!" Siau Ling-ling segera berbisik.

Ia mendekati rumah petani itu dan membunyikan gelang pintu. Terdengar pintu dibuka orang dan seorang nona baju hijau yang menyoren pedang membuka pintu dan menyambut kedatangan mereka.

"Buyung kongcu telah tiba" bisik Siau Ling-ling, "Pangcu telah menunggu lama, cepat persilahkan kongcu masuk ke dalam...!"

Nona berbaju hijau itu mendorong pintu dan berbisik. "Silahkan kongcu!" Buyung Im seng mengangguk dan pelan berjalan masuk ke dalam rumah gubuk itu.

Dengan cepat nona berbaju hijau itu merapatkan kembali pintu gubuk, kemudian bisiknya, "Pangcu kami menunggu di ruangan dalam!" 

Suasana dalam ruangan itu gelap gulita, sedemikian gelapnya sehingga melihat lima jari tangan sendiripun tidak bisa.

Buyung Im seng segera berpikir. "Suasana dalam ruangan ini begini gelap, kemana aku harus berjalan masuk?"

Sementara dia masih berpikir, terlintas setitik cahaya api, menyusul kemudian suara gadis berkata dengan suara merdu.

"Kongcu, silahkan duduk di sini!"

Buyung Im seng menurut dan segera berjalan kesana.

Tampak seorang nona cilik berusia lima enam belas tahunan yang berkepang dua sedang membuka pintu kayu. Cahaya lampu mencorong keluar dari balik ruangan itu.

Buyung Im seng segera masuk ke dalam ruangan, dengan cepat ia memperhatikan di sekeliling tempat itu, sekarang baru tahu kalau tempat itu sebuah ruangan kecil yang diatur sangat bersih dan indah.

Empat penjuru ruangan dilapisi oleh kain tirai berwarna kuning, sebuah lilin besar berwarna merah ada di atas meja kayu yang beralaskan kain kuning, beberapa hidangan kecilpun sudah siap di situ.

Buyung Im seng segera berpikir. "Tak nyana kalau didalam rumah gubuk ini terdapat sebuah ruangan yang begini indahnya, kalau diperiksa dari luarnya saja, siapa pun tak akan menyangka sampai ke situ."

Menanti Buyung Im seng sudah masuk ke dalam ruangan, nona cilik berkepang dua itu baru menutup pintu dan mengundurkan diri.

Di depan meja duduklah Pangcu dari perkumpulan Li ji pang yang memakai baju berwarna kuning. Agaknya dia tidak membiarkan wajahnya yang amat jelek itu sampai terlihat oleh Buyung Im seng, dia masih tetap duduk dengan membelakangi si anak muda itu.

Buyung Im seng menjura, lalu ujarnya. "Aku Buyung Im seng memberi hormat untuk pangcu!"

Nona baju kuning itu menggelengkan kepalanya sambil berseru. "Tidak berani ku sambut hormat dari Kongcu itu!"

Buyung Im seng berjalan sendiri menuju kehadapan nona itu dan duduk, kemudian sapanya. "Pangcu sejak berpisah dulu, baik-baikkah kau?"

"Terima kasih banyak atas perhatian saudara Buyung..." setelah berhenti sebentar, terusnya. "Entah urusan apa kongcu ingin berjumpa denganku?"

Buyung Im seng termenung sebentar, lalu sahutnya. "Panjang sekali kalau diceritakan."

"Situasi dunia persilatan sudah sering kudengar dari anak buahku," tukas nona baju kuning itu, "lebih baik kongcu terangkan secara ringkasnya saja!"

"Aku mengucapkan banyak terima kasih dulu atas pertolongan pangcu, selain itu ada satu hal ingin memohon bantuanmu!" 

"Soal apa?" "Tolong pangcu suka mengusahakan kontak dengan nona Ciu Peng!" "Apa yang hendak kau beritahukan kepadanya?" "Minta agar dia suka memperingatkan nona Im agar lebih berhati-hati dalam beberapa waktu belakangan ini, sebab Im Hui sudah dipaksa oleh Ji seng, bila nona Im tak mau

masuk menjadi anggota Sam seng bun, maka dia hendak direnggut jiwanya agar Im Hui bisa memperkokoh kedudukannya sebagai seorang tongcu."

Nona baju kuning itu termenung sebentar, lalu berkata. "Belum ada laporan dari anak buahku tentang masalah ini, tolong tanya kongcu memperoleh kabar ini darimana?"

"Tanpa sengaja aku telah berjumpa dengan malaikat kedua dari Sam seng bun dan turut mendengar pembicaraannya dengan Im Hui, jadi kabar ini tak mungkin bisa salah lagi."

Pelan-pelan nona baju kuning itu berkata. "Im Hui dua bersaudara masing-masing memiliki kepandaian silat yang hebat, andaikata benar-benar sampai terjadi pertarungan, belum tentu Im Hui sanggup menangkan adiknya."

"Serangan secara terang-terangan bisa ditangkis tapi bagaimana dengan serangan gelap? Untuk mempertahankan kedudukannya sebagai Tongcu di perguruan Sam seng bun, hanya tersedia dua jalan bagi Im Hui yakni kecuali turun tangan untuk melenyapkan adiknya, dia hanya bisa memakai bujuk rayu untuk menyeret nona Im masuk ke dalam perguruan Sam seng bun."

"Nona Im suci bersih bagaikan bunga bwe di tengah salju, bukan hanya satu dua kali Im Hui menganjurkan agar bergabung dalam perguruan Sam seng bun, akan tetapi selalu ditampiknya dengan tegas."

"Justru karena itu, keadaan nona Im menjadi gawat dan sangat berbahaya, itu pula sebabnya aku ingin berjumpa dengan pangcu!"

Nona baju kuning itu tertawa lirih, serunya kemudian. "Tampaknya selain berjiwa pendekar, kongcu juga sangat romantis..."

Kontan saja Buyung Im seng merasakan pipinya menjadi panas, buru-buru tukasnya. "Aku merasa bahwa nona Im adalah seorang yang baik sekali, setelah ku peroleh berita tentang dirinya, sudah menjadi kewajibanku untuk menyampaikan kabar ini padanya."

Kembali nona baju kuning itu tertawa cekikikan. "Aku toh cuma bergurau saja, harap kongcu jangan menanggapinya secara serius."

Buyung Im seng menghela napas panjang, ujarnya kemudian. "Andaikata nona Im sampai tertimpa musibah, aku kuatir anggota perkumpulan anda, nona Ciu Peng juga sulit untuk meloloskan diri dari ancaman bahaya maut."

Pelan-pelan nona baju kuning itu mengangguk. "Baik!" katanya, "aku akan segera turunkan perintah dan minta nona Ciu Peng menyampaikan kabar kepada nona Im agar secara diam-diam ia melakukan persiapan."

"Terima kasih pangcu!" "Kongcu, apakah kau masih ada pesan lainnya?" "Tidak berani, apa yang ingin ku utarakan kini sudah habis ku utarakan semua." 

"Besok pagi, nona Im sudah akan mendapat tahu tentang kabar ini, harap kongcu jangan kuatir."

Buyung Im seng segera merangkap tangan dan menjura. "Semua perkataanku telah selesai ku utarakan, aku ingin memohon diri lebih dulu."

"Kongcu, pernahkah kau memikirkan tentang sesuatu?" mendadak nona baju kuning itu menyela.

Mendengar pertanyaan itu, Buyung Im seng menjadi tertegun. "Memikirkan apa?" tanyanya.

"Persoalan yang pernah kita bicarakan di kota Hong ciu tempo hari..." Buyung Im seng segera tertawa hambar. "Aku masih tetap dengan pendirian semula, pangcu terangkan dulu duduknya persoalan, kemudian aku pertimbangkan."

"Buyung kongcu, ada satu hal aku rasa kau pasti mengerti dengan jelas." "Persoalan apa?"

"Mata-mata Li ji pang tersebar dimana-mana, sekalipun didalam perguruan Sam seng bun juga terdapat mata-mata dari Li ji pang kami."

"Benar, memang mata-mata perkumpulan pangcu ada dimana-mana, aku merasa kagum sekali."

"Kongcu yang budiman selalu mendapat bantuan dari semua orang selain Bian hoa lengcu beserta anak buahnya, pada budak dan Hoa linya, kaupun memperoleh bantuan dari Tong sau cengcu dari benteng Tong kee ceng..."

Buyung Im seng agak tertegun, kemudian katanya, "Pangcu benar-benar sangat lihai, bukan saja dalam Sam seng bun punya mata-mata, tampaknya di sekelilingku pun terdapat orang-orangmu yang selalu melakukan pengintaian."

"Dalam ilmu silat, mungkin Li ji pang sanggup untuk beradu tanding, tapi kalau berbicara soal ketajaman mata dan pendengaran, di dunia dewasa ini belum ada partai atau golongan lain yang sanggup beradu kekuatan dengan kami, termasuk juga Sam seng bun dan Biau hoa bun."

Sudah berulang kali Buyung Im seng mendapat bantuan dari pihak Li ji pang, ia tahu bahwa ucapan tersebut bukan Cuma bualan kosong belaka.

Terdengar nona baju kuning itu berkata lagi dengan suara dingin dan kaku. "Seandainya aku mau, asal kugunakan sedikit tipu muslihat dunia persilatan dapat kubuat kacau balau tidak keruan, akupun bisa mengadu domba antara satu partai dengan partai yang lain sehingga berkobar pertumpahan darah yang mengerikan." "Aku percaya perkumpulan pangcu mampu berbuat demikian, tapi aku percaya pangcu tidak akan melakukannya."

"Sulit untuk dikatakan, andaikata aku didesak oleh keadaan, terpaksa akupun akan berbuat demikian." 

Buyung Im seng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian berkata. "Jika ku dengar dari perkataan pangcu itu, tampaknya aku hendak memaksa diriku untuk meluluskan satu hal?"

"Benar, ada persoalan yang penting sekali artinya bagi kami semua..."

Setelah berhenti sebentar untuk menarik napas, terusnya. "Persoalan itu selain menyangkut mati hidup aku pribadi, juga menyangkut mati hidupnya perkumpulan Li ji pang."

"Apakah ada sangkut pautnya dengan diriku?" "Sulit untuk kuterangkan." "Kenapa?"

"Sebab bila kukatakan maka hal ini akan mendekati pemaksaan kepada kongcu untuk mau tak mau harus menerimanya."

"Apa salahnya pangcu katakan dulu."

"Singkat saja, sekalipun kongcu enggan bekerja-sama dengan kami, paling tidak kau harus membantu aku satu hal!"

Setelah berhenti sebentar, terusnya. "Sudah ku perhitungkan waktunya dengan tepat, paling lama lima belas hari paling cepat sepuluh hari, dalam 15 hari ini asal kongcu bersedia menuruti perkataanku dan menyelesaikan satu masalah buat kami, tentu saja kamipun tak akan minta bantuan kongcu dengan begitu saja, kami juga akan membalas jasa kongcu itu dengan memberitahukan alamat dari Seng tong perguruan Sam seng bun kepadamu."

Tampaknya syarat ini sangat menarik perhatian Buyung Im seng, tampak keningnya berkernyit, mimik wajahnya bergetar, ia tampak seperti girang tampak juga seperti murung. Jelas dalam hati kecilnya telah terjadi pertentangan bating yang sangat besar.

Pelan-pelan nona baju kuning itu berkata lagi. "Kongcu harap kau pikirkan dengan seksama dan ambillah keputusan menurut suara hatimu sendiri, aku tidak bermaksud untuk memaksa dirimu..."

Diam-diam Buyung Im seng berpikir. "Aku dan Nyo Hong ling telah mempergunakan pelbagai cara untuk menyelidiki letak Seng tong dari Sam seng bun, tapi usaha kami itu selalu gagal, sungguh tak kusangka pihak Li ji pang telah berhasil mendapatkan berita itu, dari sini dapat diketahui bahwa ketajaman pendengaran orang2 Li ji pang memang sungguh mengagumkan sekali, jika bisa bekerja sama dengannya sehingga mengetahui siapakah pembunuh orang tuaku, hal ini pasti akan banyak membantu diriku."

Berpikir sampai di situ, dia lantas menghembuskan napas panjang, katanya kemudian. "Jika perkumpulan kalian memang sedang menghadapi persoalan, aku bersedia untuk memberi bantuan."

"Jadi kau meluluskan permintaanku?" tanya nona baju kuning itu kemudian. Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Cuma aku musti melakukan pemilihan dulu antara yang jahat dan baik, jika perkumpulan kalian menyuruh aku pergi melakukan kejahatan, sekalipun hal ini bisa membantuku untuk membalaskan dendam, aku juga tidak akan menyanggupi!" 

Nona baju kuning itu segera tertawa hambar. "Kalau tujuanku hanya ingin melakukan kejahatan, tak usah merepotkan kongcu, kami juga bisa melakukannya sendiri, toh dalam perkumpulan masih banyak terdapat jago-jago yang cekatan." Agaknya ia merasa kata-kata tersebut agak berat, maka buru-buru sambungnya lebih jauh. "Mungkin Buyung kongcu tak akan percaya dengan kemampuan ilmu silat dari Li ji pang kami, tapi kecerdasan orang-orang kami rasanya kongcu juga memaklumi, sekalipun rak bisa meraih kemenangan secara terang-terangan, kami masih sanggup untuk meraih kemenangan dengan cara menggelap...!" Mendengar perkataan itu, Buyung Im seng menjadi tertegun, segera pikirnya. "Betul juga perkataannya itu, dengan organisasi Li Ji pang mereka yang begitu rahasia rasanya serangan gelap dari mereka memang susah untuk diatasi." Terdengar nona baju kuning itu tertawa merdu, lalu katanya. "Mungkin Buyung kongcu tidak percaya, selain aku bisa mengatur orang-orang Li ji pang lagi pula akupun bisa memperoleh banyak dukungan jago lihai dari pelbagai perguruan dan partai yang ada di persilatan dewasa ini."

Buyung Im seng mendehem, lalu menjawab. "Yaa, aku memang merasa setengah percaya setengah tidak dengan perkataanmu itu."

"Kongcu jangan lupa, seorang enghiong susah untuk melewati gadis cantik, kecuali aku si pangcu seorang, hampir sebagian besar anggota perkumpulan Li ji pang adalah gadis-gadis muda yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, betul kalau mereka berdiri sendiri mungkin tak akan mampu, tapi ingat pohon tunggal

tak mungkin jadi hutan, di bawah pendidikan ku yang ketat, kecerdasan mereka bisa mereka gunakan hingga sebagaimana mestinya, sekalipun seorang lelaki yang gagah, jika sudah terpengaruh oleh rayuan perempuan cantik, sekali pun kau suruh ia bunuh diripun mungkin ia tak akan menolak."

"Sekalipun 80-90% lelaki di dunia ini suka perempuan, toh masih ada satu dua puluh persen yang tak terpengaruh oleh kecantikan perempuan."

"Ucapan kongcu memang benar, tapi kau telah melupakan sesuatu, selera setiap orang meski berbeda namun anggota Li ji pang kami terdiri dari beraneka ragam perempuan cantik yang cukup mendebarkan hati siapapun yang menjumpainya, apalagi yang sudah mendapat pendidikan untuk merayu dan menarik hati lelaki, kadangkala mereka bisa bersikap manja dan mempesona hati, kadangkala pula mereka bisa menunjukkan sikap patut dikasihani, pokoknya secara ringkasnya saja, asal mereka sudah menggunakan ilmu kepandaian tersebut, maka lelaki macam apapun pasti akan tunjuk di bawah perkataannya dan bersedia digunakan tenaganya oleh kami."

Buyung Im seng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian katanya. "Oooh... rupanya kalian orang-orang Li ji pang menggunakan cara semacam itu untuk beradu kekuatan dengan orang-orang persilatan di dunia ini..." Selama ini nona baju kuning itu tak pernah membalikkan badannya untuk menengok Buyung Im seng barang sekejappun, maka hanya saja pemuda itu menentukan sikap dan perasaan lawannya itu. 

Terdengar ia berkata dengan suara dingin dan kaku. "Apakah kongcu merasa bahwa cara yang dipergunakan orang-orang Li ji pang kami agak kurang sedap didengar?"

"Aku hanya merasa cara yang dipergunakan kalian ini kurang begitu terbuka dan jujur."

"Janganlah kau anggap orang2 Li ji pang kami Cuma perempuan2 liar saja, sesungguhnya anggota perkumpulan kami hampir sebagian besar adalah gadis yang masih suci bersih, misalnya saja Siau Ling ling sudah banyak tahun dia terjun dalam rumah pelacuran, akan tetapi sampai sekarang dia masih tetap seorang gadis yang perawan dan suci bersih."

"Pangcu jangan salah paham, yang kumaksudkan kurang jujur dan terbuka bukan berarti orang-orangnya yang tidak suci dan liar."

Nona baju kuning itu termenung dan tidak berbicara, rambutnya yang panjang tampak gemetar keras, hatinya sedang mengalami gejolak keras.

Buyung Im seng menjadi sangat tidak tentram, pikirnya. "Jika sikapku tetap keras terus seperti ini, bisa jadi dia akan merasa tersinggung, padahal selama ini Li ji pang selalu baik padaku, jika sampai bentrok pada malam ini, jadi posisiku dalam dunia persilatan dikemudian hari akan bertambah sulit."

Sementara itu si nona baju kuning itu telah berkata lagi. "Kalau begitu, Buyung kongcu merasa tidak sudi untuk berhubungan dengan orang-orang Li Ji pang?" "Itu sih tidak, asal tujuan kalian demi kebenaran dan keadilan, sekalipun didalam tindakan kurang terbuka, rasanya juga tidak terlalu menjadi persoalan."

Nona baju kuning itu segera tertawa cekikikan. "Suatu penjelasan yang bagus sekali dari kongcu, Cuma persoalan dalam tubuh Li ji pang kami tak usah kau pikirkan."

Mendadak suaranya menjadi dingin dan katanya lagi. "Sekarang kita hanya membicarakan soal kerja-sama, apakah kongcu dapat mengambil keputusan...?" "Sudah terlalu banyak bantuan yang diberikan perkumpulan kalian kepadaku, sepantasnya akupun harus menolong kalian, Cuma sebelum kau terangkan bentuk bantuan itu, sebenarnya sukar buatku untuk mengambil keputusan."

Mendadak nona baju kuning itu bangkit berdiri, lalu katanya. "Jika kali ini kongcu enggan bekerja-sama dengan kami, di kemudian hari tentu sulit diketemukan kesempatan baik untuk bekerja sama lagi."

Buyung Im seng juga pelan-pelan bangkit berdiri, lalu sambil menjura katanya. "Terima kasih banyak atas bantuan perkumpulan anda selama ini kepadaku, budi kebaikan ini pasti akan Buyung Im seng balas jika di kemudian hari ada kesempatan, baik-baiklah pangcu menjaga diri, aku ingin mohon diri dahulu." Sambil membalikkan badan dia lantas berjalan keluar dari ruangan tersebut. "Berhenti!" mendadak nona baju kuning itu membentak keras dengan suara dalam. Buyung Im seng segera berhenti, lalu tanyanya. "Pangcu, masih ada pesan apa?" 

"Kongcu, bila engkau enggan bekerja-sama dengan perkumpulan kami, mungkin kau segera akan merasa menyesal sekali."

"Apakah pangcu sedang menggertak aku?" "Bukan suatu gertakan, tapi setiap patah kata yang kuucapkan dari hari sanubariku."

Buyung Im seng termenung sebentar, kemudian katanya sambil tertawa. "Mengapa pangcu tidak bersedia untuk menerangkan dulu persoalan apakah itu dan bagaimana kerja-samanya? Asal perbuatan itu tidak mengganggu ketentraman umat manusia, aku pasti akan meluluskan permintaan pangcu itu."

Nona baju kuning itu segera menghela napas panjang. "Kau sangat keras kepala!" keluhnya.

"Kalau aku tidak keras kepala, bukankah sedari tadi permintaan pangcu telah kululuskan?" jawab Buyung Im seng sambil tertawa.

"Baiklah! Akan kujelaskan sebagian, soal meluluskan atau tidak, itu adalah urusanmu sendiri!"

Tidak menanti Buyung Im seng memberi jawaban, dia telah berkata lebih lanjut. "Kami ingin minta tolong kepada kongcu untuk mendapatkan kembali sejilid kitab pusaka ilmu pedang dari perkumpulan Li ji pang kami."

"Dalam perkumpulan Li ji pang penuh dengan manusia lihai dan pintar, mengapa kau malahan membutuhkan bantuanku?"

"Sebab semua anggota perkumpulan kami adalah perempuan, sedang orang itu juga perempuan, maka terpaksa kami membutuhkan bantuan dari kongcu."

Buyung Im seng menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian. "Untuk merebut kembali kitab pusaka, selain mengandalkan ilmu silat juga mengandalkan kecerdasan apa pula bedanya lelaki dan perempuan?"

"Dia sudah tahu kalau aku sangat bernapsu untuk mendapatkan kitab pusaka ilmu pedang itu, maka dia menaruh kewaspadaan yang khusus terhadap kaum wanita, hanya lelaki saja yang bisa menyelundup masuk ke dalam penjagaannya yang sangat ketat itu."

"Ada betulnya juga perkataannya itu." Diam-diam Buyung Im seng berpikir didalam hati.

Berpikir demikian, diapun lantas berkata. "Tak terhitung jumlah lelaki di dunia ini, dalam perkumpulan Li ji pang juga terdapat banyak anggota yang sanggup menaklukan lelaki untuk berbakti kepadanya, mengapa pula kau harus memilih diriku...?"

"Karena apa yang kulakukan ini merupakan siasat, bukan sembarangan orang yang bisa melaksanakan siasatku ini."

"Siasat apakah itu?" tanya Buyung Im seng dengan sepasang alis matanya berkernyit.

"Itulah yang musti kongcu pikirkan sendiri, tapi kongcu memang merupakan orang yang paling cocok untuk melaksanakan siasatku itu." 

"Dari tiga puluh enam macam siasat, terdapat siasat Bi jim ka (siasat perempuan cantik) lantas apa pula namanya jika mempergunakan diriku?"

"Nona berbaju kuning itu segera tertawa terkekeh-kekeh. "Tentu saja Bi lam ki (lelaki tampan). Kalau perempuan bisa dipakai untuk bersiasat, mengapa tidak dengan lelaki?"

"Oooh... kiranya begitu!" seru Buyung Im seng dengan paras muka berubah hebat. "Cuma kongcu juga tak usah kuatir, segala sesuatunya akan kami atur dengan sebaik-baiknya, tak nanti kami biarkan kau menyerempet bahaya..."

"Aku tidak takut menyerempet bahaya, Cuma ku ragu cara begini kurang begitu baik." "Bagaimana tidak baiknya?"

"Aku adalah seorang lelaki sejati, kalau sampai kalian gunakan sebagai umpan, rasanya... yaaa, rasanya kurang sedap dipandang orang lain...!"

"Itulah sebabnya kenapa aku tak mau memberitahukan kepadamu, aku tahu setelah memberitahukan hal ini kepadamu maka kau pasti enggan untuk mengabulkannya."

Buyung Im seng menjadi amat sedih, dan serba salah, setelah termenung lama sekali, katanya. "Soal ini sungguh membuat aku merasa serba salah..." Setelah berhenti sejenak, terusnya. "Bagaimanakah watak orang itu?"

"Licik, banyak tipu muslihatnya dan banyak melakukan kejahatan dan kebuasan." "Bolehkah kau menyebutkan juga nama dan julukannya?"

"Dia bernama Li Hui-nio julukannya Giok hong siancu (Dewi lembah kemala)" "Dewi lembah kemala? Belum pernah kudengar nama orang ini disebut orang..." "Giok hong siancu sudah lama mengasingkan diri, ia sudah tidak melakukan perjalanan lagi didalam dunia persilatan."

"Sekarang dia diam dimana?"

"Buyung kongcu!" Pelan-pelan nona baju kuning itu bertanya, "Apakah kau tidak merasa terlalu banyak bertanya? Ketahuilah, tempat tinggal dari Giok hong siancu merupakan tempat yang ingin diketahui oleh banyak jago persilatan, bersediakah kongcu meluluskan permintaanku, harap kau cepat mengambil keputusan."

"Baik! Aku masih akan mengajukan satu pertanyaan lagi!" "Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Giok hong siancu itu orang baik atau orang jahat?"

"Orang jahat, orang yang jahat sekali, jahatnya bukan alang kepalang...!"

"Baik, atas dasar perkataan pangcu itu, aku akan meluluskan permintaanmu...!" "Sungguh?" perkataan nona baju kuning itu sangat girang.

"Tentu saja sungguh!"

Mendadak nona baju kuning itu membalikkan badannya dan menyingkap rambutnya yang menutupi wajahnya itu, kemudian tertawa.

157 

"Buyung kongcu, setelah kau meluluskan permintaanku itu, apakah kau tak menyesal?"

Buyung Im seng memandang sekejap wajahnya yang jelek itu, kemudian tersenyum.

"Setelah kululuskan permintaanmu itu, sekalipun harus naik ke bukit golok atau turun ke kuali minyak, aku tak akan merasa menyesal, Cuma akupun berharap nona jangan membohongi aku."

"Giok hong siancu adalah orang jahat, setiap orang persilatan mengetahui akan hal ini, jika aku membohongimu, biar aku tidak mati dengan tenang."

"Baiklah kita tentukan dengan sepatah kata, bantuan apa yang harus kuberikan, harap nona suka memberi penjelasan."

"Aku pikir kau pasti ada banyak persoalan yang harus diselesaikan, bagaimana kalau bertemu lagi besok malam di sini?"

Dengan cepat Buyung Im seng menggelengkan kepalanya. "Tolong pangcu perhitungkan dulu sebetulnya kau membutuhkan waktu berapa lama?"

Nona baju kuning itu termenung dan berpikir sebentar, kemudian jawabnya. "Bila besok baru bertemu dengan segera berangkat, lebih kurang sepuluh hari kemudian urusan pasti sudah beres."

"Kalau begitu aku akan beritahu pada rekanku sebentar kemudian segera balik ke sini, bila kita bisa berangkat hari ini bukankah kita dapat memperpendek waktunya dengan sehari lagi?"

"Tidak bisa, aku harus mengadakan persiapan dulu, paling tidak besok tengah hari baru siap semuanya."

"Kalau begitu sekarang aku ingin mohon diri lebih dulu."

"Jika kau tidak merasa canggung untuk berhadapan dengan seorang perempuan jelek, aku akan menyuruh mereka untuk siapkan hidangan dan arak, untuk mengiringi kita bergadang."

Tiba-tiba Buyung Im seng dapat merasakan suatu kepedihan dibalik ucapan tersebut, maka buru-buru sahutnya. "Jika pangcu mempunyai kegembiraan itu tentu saja aku dapat mengiringi keinginanmu."

"Kongcu jangan berpikir demi aku, dapat kulihat kau terpaksa meluluskan karena menaruh rasa kasihan kepadaku." Sehabis berkata ia lantas tertawa sehingga kelihatan sebaris giginya yang putih.

"Baik, maksud hati pangcu akan kuterima."

Nona baju kuning itu segera bertepuk tangan dua kali. Seorang bocah perempuan muncul dalam ruangan sambil bertanya.

"Pangcu kau ada pesan apa?" "Siapkan sayur dan arak, aku hendak bersantap bersama tamu agung...!"

Bocah perempuan itu mengiakan, lalu membalikkan badan dan berlalu dari sana. 

Tak lama kemudian bocah perempuan itu muncul kembali sambil membawa sebuah baki kayu, di atas baki tersedia empat macam sayur, sepoci arak dan dua buah cawan kecil.

Nona baju kuning itu mengambil poci arak dan memenuhi setengah cawan, kemudian tanyanya. "Kongcu, bagaimana dengan takaran arakmu?"

"Jelek sekali!" "Baik, kalau begitu minum setengah cawan saja."

Memandang setengah cawan kecil arak yang berada di depannya itu, diam-diam Buyung Im seng tertawa geli, pikirnya. "Sekalipun aku tak bisa minum arak, kalau dengan cawan sekecil ini mah delapan sampai sepuluh cawan arak masih bisa kuminum tanpa kuatir mabuk."

Sementara itu bocah perempuan tadi telah meletakkan cawan arak dan mengundurkan diri.

0 -

BAGIAN KE DUABELAS

Agaknya nona baju kuning itu dapat menebak suara hari Buyung Im seng, sambil tersenyum segera katanya.

"Arak ini merupakan sejenis arak istimewa dari perkumpulan Li ji pang kami yang disebut Pek hoa lok, mungkin boleh dibilang merupakan arak paling mahal di dunia ini, bukan saja harum baunya, setelah diminum pun besar sekali pengaruhnya, arak ini dinamakan juga It ti cui (setetes pun memabukkan), toh selisihnya juga tidak terlampau jauh."

"Kalau mendengar perkataan pangcu, agaknya kau punya takaran minum yang hebat."

"Hebat sih tidak, Cuma sewaktu berada di Sui lo tay, aku seringkali mencoba untuk meminumnya, memang kenyataannya lumayan juga takaranku."

"Selama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, apakah pangcu selalu menyiapkan arak?"

Nona baju kuning itu menggeleng, sahutnya sambil tertawa. "Aku sih belum sampai tergila-gila dengan arak, beberapa botol arak yang kubawa kali ini hanya bermaksud untuk diberikan kepada orang lain."

"Hendak kau berikan kepada siapa?"

"Barang bermutu hanya dijual pada orang yang mengerti, tentu saja arak wangi ini akan kuhadiahkan bagi mereka yang suka meminumnya."

"Kalau memang begitu, aku jadi ingin sekali mencicipinya."

Nona baju kuning itu segera mengangkat cawan araknya sambil berkata. "Akan kulayani keinginanmu itu."

Buyung Im seng mengangkat cawannya, betul juga terhembus bau bunga yang harum semerbak, ketika dicicipi setegukan ternyata rasanya memang juga enak sekali, belum ia rasakan arak seenak itu. 

Nona baju kuning itu meneguk pula setegukan, lalu tanyanya sambil tertawa. "Bagaimana?"

"Sekalipun aku bukan seorang yang terbiasa minum arak, tapi bisa kurasakan kalau rasanya sedap sekali, belum pernah kurasakan arak seharum dan seenak ini."

Nona baju kuning itu segera menurunkan cawan araknya, lalu berkata sambil tertawa. "Malam yang sepi dengan sinar lilin yang redup, suasana semacam ini paling enak dilewatkan dengan bercakap-cakap, sayang wajahku amat jelek, jauh bisa memenuhi selera kongcu, sedikit banyak hal ini tentu mempengaruhi suasana bukan?"

"Cantik buruknya wajah seseorang hanya merupakan sebagian kecil dari kepribadian seseorang, dengan kecerdasan dan keberhasilan yang nona capai sekarang, lelaki manapun sukar untuk menandingimu, memang tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini, buat apa nona mesti memikirkan soal ini didalam hati?" Nona baju kuning itu segera tertawa merdu, katanya. "Kongcu, seandainya aku ingin mengikat tali persahabatan denganmu, apakah kau bersedia untuk menerimanya?"

Buyung Im seng agak tertegun setelah mendengar ucapan tersebut. "Bukankah kita sudah bersahabat sekarang?"

Nona baju kuning itu termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian berkata. "Maksudku seandainya kau mempunyai teman seorang perempuan jelek seperti aku yang tiap hari berada di sampingmu terus menerus, maka bagaimanakah perasaanmu?"

Buyung Im seng menjadi termangu. "Soal ini... Belum pernah kupikirkan sampai ke situ", katanya kemudian.

Nona baju kuning itu segera tertawa. "Kalau begitu sekarang pikirkanlah dengan matang, aku berharap bisa mendengar jawaban yang muncul dari hati sanubarimu."

"Memilih orang dengan memandang paras muka merupakan kebiasaan dari umat manusia, aku..."

"Kongcu!" itukah nona baju kuning itu, yang kita bicarakan sekarang adalah suasana pribadi antara kongcu dengan diriku."

Buyung Im seng segera tertawa.

"Setiap orang mempunyai sifat suka yang indah dan cantik, bila kita kesampingkan soal baik buruknya watak manusia, sudah barang tentu kongcu terletak pada pihak yang dirugikan."

Nona baju kuning itu segera tertawa hambar, katanya kemudian. "Oleh karena itu, akupun cukup tahu diri, selama berada bersama kongcu kita hanya berbicara soal dinas, tidak menyinggung soal perasaan pribadi." 

"Mungkin lantaran nona merasa wajahnya kurang menguntungkan, maka perhatianmu baru bisa tertuju ke dalam dunia persilatan, itu pula sebabnya usiamu masih terlalu muda namun berhasil mendapatkan kesuksesan luar biasa."

"Itulah yang dinamakan orang jelek banyak tingkahnya." Kata nona berbaju kuning itu sambil tertawa. "Hidup secara baik-baik tidak dicari, justru repot-repotnya membentuk organisasi Li ji pang yang menyebabkan diriku semakin repot, paling sibuk, tiap hari berkelana dalam dunia persilatan, hilir mudik kesana kemari,

wajah yang dasarnya sudah jelek, ditambah lagi timpaan hujan teriknya matahari, makin lama wajah ini semakin bertambah jelek..."

Ia membereskan rambutnya yang panjang, kemudian pelan-pelan melanjutkan. "Konon Biau hoa lengcu adalah seorang gadis yang cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan, bagaimana pendapat kongcu tentang hal ini...?"

"Betul, dia memang cantik dan diketahui setiap orang, rasanya akupun tak usah banyak komentar lagi."

"Kalau begitu aku mengucapkan selamat kepada kongcu karena mempunyai seorang kekasih hati yang cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan, apalagi gadis cantik itu memiliki pula ilmu silat yang tak terlukiskan kelihaiannya,

harapan kongcu untuk membalas dendam bila sudah terlaksanakan, kau tentu bisa berpesiar kemana mana sambil menikmati kehidupan sorgawi, suatu kebahagiaan hidup yang didambakan setiap umat manusia."

"Apa? Membalas dendam bukan suatu masalah yang gampang, Sam seng bun tidak lebih hanya suatu titik terang yang ada saja, benarkah mereka adalah musuh besar pembunuh ayahku, hal ini masih merupakan suatu tanda tanya besar."

"Kongcu tak perlu berputus asa, tiada pekerjaan sukar di dunia ini, yang penting adalah kemauan, apalagi banyak jago persilatan di dunia ini yang membantu dirimu."

"Terima kasih anjuran dari pangcu itu, di kemudian hari aku masih banyak memerlukan bantuan dari perkumpulan anda."

Nona baju kuning itu tertawa, katanya. "Asal kongcu bersedia membantu Li ji pang kami untuk mendapatkan kembali kitab pusaka ilmu pedang kami, sudah barang tentu perkumpulan kami pun akan membantu kongcu dengan sepenuh tenaga." "Kitab ilmu pedang itu disimpan dimana? Bagaimana pula caraku untuk turun tangan?" tanya Buyung Im seng kemudian sambil tersenyum.

"Soal itu tak perlu kau pikirkan, semuanya aku telah mengatur secara sempurna, yang kami nantikan sekarang adalah datangnya angin timur..."

Buyung Im seng merasa heran sekali, pikirnya kemudian. "Kalau didengar dari ucapannya itu, menggunakan aku atau tidak, tampaknya bukan suatu urusan penting, lantas mengapa dia selalu mendesakku untuk membantunya?"

Agaknya nona baju kuning itu dapat mengetahui kecurigaan didalam hati Buyung Im seng, tak tahan ia segera melanjutkan. "Kongcu adalah angin timur yang sedang kami nantikan, sudah berapa tahun aku mencari dimana-mana, kongcu adalah

satu-satunya orang yang berhasil kutemukan, juga merupakan orang yang paling cocok untuk melaksanakan rencana itu." 

"Keteranganmu itu semakin membuat aku tidak habis mengerti."

Nona baju kuning itu segera tertawa, sahutnya. "Sampai waktunya nanti, kongcu akan tahu sendiri."

"Aku telah meluluskan permintaanmu itu, masa pangcu belum dapat mengungkapkan sedikit latar belakang dari persiapan itu?"

Nona baju kuning itu termenung dan berpikir sejenak, kemudian jawabnya. "Bukannya aku tak dapat mengatakannya, hanya saja bila keterangan kuberikan terlampau pagi, maka kongcu malahan tidak akan tertarik lagi oleh tugas ini." Buyung Im seng mengangkat cawannya dan menghabiskan separuh cawan arak yang tersisa, kemudian berkata lagi. "Kalau begitu aku mohon diri dulu, sebelum fajar nanti sebisanya aku akan balik kemari, harap nona juga membuat persiapan. Aku berharap sebelum terang tanah nanti kita bisa melakukan perjalanan." "Baiklah!" ucap nona baju kuning itu sambil tertawa, "aku akan sebisanya melakukan persiapan."

Buyung Im seng segera beranjak dan melangkah pergi dari situ, tapi baru dua langkah mendadak ia berpaling lagi sambil bertanya. "Nona dapatkah kau memberitahukan letak markas Sam seng tong itu kepadaku?"

Nona baju kuning itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya. "Bila kuberitahukan kepadamu sekarang, maka pikiranmu akan menjadi kalut, lebih baik rahasia itu kuberitahukan kepadamu bila kau telah berhasil mendapatkan kitab ilmu pedang itu saja."

"Betul juga ucapan pangcu!"

Dia lantas membalikkan badan dan melanjutkan langkahnya untuk berlalu dari situ.

Buru-buru nona baju kuning itu memburu ke samping Buyung Im seng, kemudian bisiknya. "Setelah melakukan persiapan nanti, aku akan pergi meninggalkan tempat ini, bila kongcu datang kemari besok, mungkin aku sudah pergi dari sini." "Lantas jika aku sampai di sini, siapa yang akan kujumpai?"

"Akan ku pilihkan seorang murid perkumpulan kami yang paling lemah lembut dan paling cantik wajahnya untuk menemani dirimu."

Buyung Im seng tersenyum, katanya "Itu mah tidak perlu, asal ada seorang yang bisa menjadi penunjuk jalan, itu sudah lebih dari cukup."

"Suka akan kecantikan adalah watak setiap manusia, apalagi kongcu sedang bertugas demi kepentingan Li ji pang kami, paling tidak aku harus memberi kepuasan kepadamu."

Dengan cepat ia mengulurkan tangannya yang putih halus sambil menambahkan, "Sebelum fajar menyingsing besok, pasti ada orang yang akan menantikan dirimu di sini. Nah, aku tak akan menghantar lagi."

Buyung Im seng mengulurkan juga tangannya untuk menggenggam tangan si nona baju kuning itu, ia merasa tangan orang halus dan lembut, enak sekali digenggam. 

Hal mana segera menimbulkan satu pikiran dalam benaknya, diam-diam ia pikir. "Pangcu ini bertubuh lembut, bersikap halus dan menawan hati, Cuma sayang wajahnya jelek dan tidak menarik hati."

Sementara dia masih melamun, nona baju kuning itu sudah menarik kembali tangan kanannya dan berkata sambil tersenyum. "Kongcu, selamat jalan!" "Tidak merepotkan pangcu!"

Buru-buru dia membalikkan badannya dan berjalan ke arah depan sana. Nona baju kuning itu berdiri di depan rumah gubuk sampai bayangan tubuh

Buyung Im seng lenyap dari pandangan mata, kemudian baru membalikkan badan dan masuk kembali ke dalam gubuk.

Dalam pada itu, Buyung Im seng telah berangkat menuju ke tempat dimana Tong Thian hong sedang menunggu, setelah itu dia lantas menceritakan semua kejadian yang telah dialaminya barusan.

Mendengar penuturan tersebut, Tong Thian hong tampak termenung dan berpikir sebentar kemudian baru berkata sambil tertawa. "Saudara Buyung, apa yang hendak kau lakukan sekarang?"

"Aku telah meluluskan permintaannya, tentu saja aku akan pergi memenuhi janjiku."

"Seandainya benar-benar hanya sepuluh hari, hal itu mah tak akan mempengaruhi keadaan, lantas saudara Buyung bermaksud kapan baru berangkat?"

"Aku pikir sekarang juga aku hendak berangkat!" jawab Buyung Im seng pelanpelan.

Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya. "Kalau mengikuti perhitungan pangcu dari Li ji pang, mungkin sepuluh hari pun sudah cukup."

Tong Thian hong menghela napas panjang, katanya kemudian. "Saudara Buyung, harap kau suka baik-baik menjaga diri, setengah bulan kemudian kita akan bersua kembali dimana?"

Buyung Im seng termenung dan berpikir sejenak, lalu sahutnya. "Dewasa ini aku masih belum tahu mereka hendak membawaku kemana, lebih baik waktu perjanjian itu diperpanjang beberapa hari lagi. Tong heng lebih memahami situasi dalam dunia persilatan, lebih baik kau saja yang memikirkan tempat pertemuan tersebut, kemungkinan kau lebih gampang menemukan tempat yang ideal."

Tong Thian hong termenung sejenak, kemudian katanya. "Bagaimana kalau kita bersua di gedung Li yong hu kota Lu ciu Propinsi An hui?"

"Gampangkah mencarinya?"

"Setiba di kota Lu ciu, asal kau menyebut nama Li Yong maka semua orang akan tahu, jika siaute kebetulan tidak ada di sana, sudah pasti aku meninggalkan berita tentang diriku di sana, saudara Buyung... andaikata aku belum sampai maka katakan kalau kau akan menunggu kedatangan diriku, mereka pasti akan melayanimu sebagai tamu agung, Cuma kau harus ingat, nama siaute baru boleh kau sebut setelah berjumpa dengan Li Yong pribadi." 

Buyung Im seng manggut2. "Siaute mengerti!"

"Andaikata aku bertemu dengan Biau hoa lengcu, siaute pasti akan suruh mereka menanti kedatanganmu di gedung keluarga Li."

"Kalau begitu terima kasih kuucapkan."

"Harap saudara Buyung baik-baik menjaga diri."

Buyung Im seng buru-buru menjura seraya menjawab. "Siaute pun mohon diri lebih dulu."

"Aku tak mau mengantar lebih jauh!"

Buyung Im seng segera membalikkan badan dan berangkat menuju ke rumah gubuk dimana nona baju kuning itu berada.

Tong Thian hong memandang bayangan punggung Buyung Im seng sehingga lenyap meninggalkan tempat tersebut.

Dalam pada itu, Buyung Im seng telah tiba di depan pintu rumah gubuk itu, sementara fajar sudah mulai menyingsing.

Tampak seorang gadis berbaju hijau bertubuh ramping dengan ikat kepala warna putih sudah menunggu kedatangannya di depan gubuk. Baru saja Buyung Im seng menghentikan langkah kakinya, nona baju hijau itu telah menyongsong kedatangannya, setelah menjura ia menyapa.

"Buyung kongcu!"

Buyung Im seng agak tertegun, lalu menegur. "Siapakah kau?"

Nona baju hijau itu tertawa ewa, sahutnya: "Aku anggota Li ji pang, mendapat perintah dari pangcu untuk melayani kongcu."

"Tidak berani, apakah nona mendapat tugas untuk membawa aku menuju ke tempat tujuan?"

Sambil tertawa nona baju hijau itu manggut-manggut. "Benar, aku mendapat tugas untuk menerima perintah dari kongcu!"

Meminjam cahaya fajar, Buyung Im seng amati gadis itu tajam-tajam, tampak ia berwajah cantik dengan rambut sepanjang bahu yang diikat dengan pita putih, ujung rambut berkibar terhembus angin pagi yang lembut. Tanpa terasa Buyung Im seng memuji didalam hati.

"Perkumpulan Li ji pang benar-benar penuh dengan perempuan cantik, berbicara dari gadis yang berada di hadapanku sekarang, mana cantik ramping, memiliki pula sikap anggun yang mempesonakan, tampaknya apa yang diucapkan Li ji pangcu bukan Cuma bualan belaka.

Sementara itu, nona baju hijau berkata, "Aku yang rendah dapat perintah dari pangcu untuk datang melayani kongcu, apalagi kongcu bersedia membantu partai kami untuk menyelesaikan suatu masalah besar, pangcu telah berpesan agar aku tidak melakukan segala perbuatan yang bisa menimbulkan ketidak senangan kongcu." 

Mendengar perkataan itu buru-buru Buyung Im seng berkata. "Nona siapa namamu?"

"Aku yang rendah bernama Kwik Soat kun." Jawab nona baju hijau itu sambil tertawa.

"Oooh... rupanya nona Kwik!" kata Buyung Im seng sambil merangkap tangannya memberi hormat.

Nona baju hijau itu tertawa ewa. "Jika kongcu ada perintah, silahkan diutarakan saja pada diriku yang rendah."

"Dimana ketua kalian?"

"Pangcu kami telah pergi karena masih ada urusan lain, segala diserahkan kepadaku."

"Oooh, apakah kita berangkat?"

"Segala sesuatunya terserah pada keputusan kongcu!"

"Kita akan berjalan kaki saja?" "Tidak, pangcu telah menyiapkan kereta untuk kongcu."

Sehabis berkata ia lantas bertepuk tangan dua kali.

Bunyi roda kereta bergema, sebuah kereta yang dihela seekor kuda muncul dari balik rumah gubuk itu.

Buyung Im seng mendongakkan kepalanya dan memandang kereta itu sekejap, dia lihat kusirnya adalah seorang manusia berbaju hitam memakai topi lebar, hampir sebagian besar wajahnya tersembunyi dibalik topi lebar tersebut, dia membawa sebuah cambuk panjang.

"Silahkan kongcu!" kata Kwik Soat kun lagi sambil membukakan tirai kereta. Buyung Im seng tidak banyak bicara, ia lantas beranjak naik ke dalam kereta. Kwik Soat kun mengikuti di belakang Buyung Im seng dan naik juga ke dalam kereta.

Setelah menurunkan tirai kereta itu, dia baru berkata sambil tertawa. "Kongcu, kau ingin makan sesuatu?"

"Masa dalam keretapun tersedia makanan?" Buyung Im seng balik bertanya dengan wajah keheranan.

Kwik Soat kun segera tersenyum. "Yaa, kami memang sengaja menyiapkan makanan dalam kereta, berhubung waktu yang tersedia bagi kongcu amat mendesak, padahal kita harus melakukan perjalanan jauh, maka ada baiknya jika kita selalu waspada... kongcu, pohon yang besar gampang memancing datangnya hembusan angin, dengan nama besar kongcu, pihak Sam seng bun pasti akan berusaha untuk melacaki terus jejakmu..."

"Kalau didengar dari perkataan nona, apakah sepanjang perjalanan aku dilarang meninggalkan kereta ini barang selangkahpun?" tukas Buyung Im seng.

"Betul! Menurut apa yang telah dipersiapkan pangcu, kongcu memang dipersilahkan makan tidur didalam kereta ini." 

"Jika kita harus melakukan perjalanan siang malam tanpa berhenti, sekalipun ada kuda yang jempolan rasanya lama-lama tak tahan..."

"Soal itu kongcu tak usah kuatir." Ujar Kwik soat kun sambil tersenyum, "pangcu kami telah mempersiapkan segalanya dengan seksama, setiap enam jam sekali, kuda penghela kereta itu akan mengalami pergantian, setelah melakukan perjalanan siang malam selama dua hari, keretapun akan diganti, apalagi siang dan malam kita akan naik kereta yang berbeda, selain makan minum, di atas tiap kereta kami juga mempersiapkan tempat tidur."

Mendengar itu, Buyung Im seng manggut2. "Ehmm, aku lupa kalau pangcu kalian seorang yang teliti dan cermat sekali."

"Sungguh beruntung aku yang rendah bisa menemani kongcu sepanjang jalan, bila kongcu ada urusan, silahkan disampaikan kepadaku."

Dengan sorot mata yang tajam Buyung Im seng memperhatikan wajah Kwik Soat kun tanpa berkedip, dipandang secara begini rupa, mengapa tiba-tiba merah padam selembar pipi Kwik Soat kun karena jengah...

Kwik Soat kun mengedipkan sebentar sepasang matanya yang bulat besar, kemudian pelan-pelan berkata. "Eeeh, apa yang kau lihat? Memangnya di atas wajahku terdapat lukisannya...?"

"Apakah sepanjang perjalanan nona yang akan mendampingi diriku?" "Kenapa? Apakah kongcu merasa tidak puas terhadapku" (Bersambung ke jilid 9)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar