Jilid 7
"Aku mengerti," tukas Tong Thian-hong sambil tertawa, "malam ini kita akan tidur bersama sambil bermesraan, sebelum fajar menyingsing tak akan berpisah." Agaknya Siau Po-cha tidak menyangka kalau Tong Thian-hong bakal menggunakan cara semacam itu, untuk sesaat lamanya dia menjadi termangu-mangu.
Tapi ia memang seorang yang cerdas, setelah tertegun sejenak, dengan cepat wajahnya telah pulih kembali seperti sediakala, setelah tertawa hambar katanya, "Che-ya, aku rasa kurang leluasa!"
Dengan wajah bersungguh-sungguh Tong Thian-hong berkata, "Aku percaya masih sanggup untuk menjaga diri dan takkan sampai mengusik kehormatan nona."
Siau Po-cha termenung beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya sambil tertawa, "Che-ya seandainya aku tidak akan meluluskan permintaanmu itu, apakah Che-ya bakal marah ?"
"Bagus sekali," pikir Tong Thian-hong, "aku tak mau mencari gara-gara, justru dia terus memaksa."
Berpikir sampai di situ, dengan suara dingin segera katanya, "Kalau aku bersikeras hendak memaksamu tinggal di sini, mau apa kau?"
"Ah, tidak mungkin," kata Sian Po-cha sambil tertawa, "Che-ya bukanlah seorang yang tidak tahu aturan."
"Dugaan nona keliru besar" kata Tong Thian-hong sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, "Bila aku sudah merasa bahwa jalan pikiranku betul, sekalipun ada delapan ekor kerbau yang menyeretku juga tidak akan berpaling." Siau Po-cha tertawa, sahutnya, "Che-toaya kau menganiaya seorang perempuan penghibur bukanlah suatu perbuatan enghiong."
"Seorang enghiong tentu saja tak akan berbuat begitu, tapi sayang aku bukan seorang enghiong."
"Che ya pandai amat bergurau!"
"Semua yang kuucapkan bukan kata-kata gurauan, aku berbicara dengan tulus hati dan muncul dari hati sanubariku."
Sekarang, paras Siau Po Cha baru berubah hebat.
"Che-ya seandainya aku bersikeras tidak meluluskan che-ya tinggal di sini, mau apa kau?"
Tong Thian-hong segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah.... haaah... haaah... soal ini tergantung pada kemampuan nona Po cha dengan cara apakah kau hendak mengusir diriku?"
Mendadak Siau Po-cha bangkit berdiri, kemudian berseru, "Im-toaya, maaf aku tidak bisa menemanimu!"
Sambil membalikkan badan dia lantas berjalan menuju keluar ruangan itu.
Tong Thian-hong berpaling ke arah Buyung Im-seng, pemuda itu segera manggutmanggut.
Manggut berarti dia memberi ijin kepada Tong Thian-hong untuk turun tangan tanpa memikirkan hal-hal yang lain lagi.
Tong Thian-hong segera mendehem, kemudian bentaknya. "Berhenti!"
Tanpa berpaling Siau Po-cha berseru, "Aku sedang tidak enak badan, maaf tidak bisa menemani lebih lama, meski aku ini seorang pelacur, tapi tidak akan mempersoalkan sedikit uang. Uang persenmu tidak usah dibayar lagi, silahkan Che-ya pergunakan untuk kepentingan sendiri!"
Di desak oleh keadaan, mau tak mau Tong Thian-hong harus memperlihatkan ilmu silatnya. Sambil menekuk pinggang, tubuhnya secepat anak panah yang terlepas dari busurnya segera melewati tubuh Siau Po-cha dan membalikkan badan menghadang jalan perginya.
"Seorang pelacur itu tidak boleh bebas semaunya sendiri." katanya dengan dingin. "Sekalipun nona tidak suka dengan uangku, tapi tempat inipun bukan tempat nona untuk mengumbar watakmu!"
"Mau apa kau ?" bentak Siau Po-cha dengan wajah penuh kegusaran. "Memaksamu untuk tetap tinggal di sini dan menemani kami minum arak!"
"Aku tidak mau mendapat untung dari uangmu itu, harap segera menyingkir dari hadapanku!"
"Apakah nona tidak merasa terlalu lambat berkata begitu?"
Mendadak Siao Po-cha memperkeras suaranya. "Che-ya kalau kau tidak mau menyingkir lagi, jangan salahkan kalau aku akan berteriak."
"Cukup banyak sudah pengalamanku di dalam bidang ini, bila nona ingin berteriak, silahkan saja berteriak!"
Ternyata Siau Po-cha benar-benar berteriak keras, "Ada pembunuh!"
Buyung Im-seng agak tertegun setelah menyaksikan kejadian itu, pikirnya. "Menyentuh badannya saja tidak, kenapa dia berteriak semaunya sendiri?"
Terdengar Tong Thian-hong tertawa terbahak-bahak. "Haaaah....haaahhhh.... haaahhhhnona kau benar-benar amat keji!"
Terdengar suara langkah manusia berkumandang datang, lalu menyusul bayangan manusia muncul di balik ruangan, lelaki baju hitam yang menjaga pintu serta Li Jihek telah berdatangan di sana.
"Ada apa ?" lelaki berbaju hitam itu segera bertanya. Tong Thian-hong tertawa dingin, katanya. "Tanyakan sendiri kepada nona Po-cha!"
Lelaku berbaju hitam itu segera mengalihkan sinar matanya ke wajah Siau Po-cha, lalu bertanya,
"Nona, apa yang telah terjadi ?"
"Uang Che-ya terlalu banyak, tapi aku tak ingin mendapatkannya, aku hendak kembali ke kamar untuk beristirahat."
Lelaki baju hitam itu segera menengok kembali ke arah Tong Thian-hong, kemudian katanya,
"Che-ya adat para nona memang agak jelek, harap Che-ya memakluminya."
"Aku hanya mendengar nona Ling-ling adatnya jelek, tapi belum pernah kudengar nona Siau Po-cha juga adatnya jelek!"
"Sekarang toh sudah tahu, Che-ya punya uang, kamu punya nona, kaupun tak usah memaksa aku untuk tetap tinggal di sini, daripada menghilangkan kesenangan
Che-toaya."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Tong Thian-hong berpikir.
Budak ini sungguh pandai amat berbicara, air mukanya tidak nampak berubah atau gugup, seakan-akan dia punya tulang punggung yang kuat di belakangnya, mungkinkah dalam sarang pelacur ini terdapat juga orang-orangnya ?"
Berpikir demikian, dia lantas berkata.
"Oleh karena itu aku orang she Che tertarik padamu, maka aku baru bersedia menghamburkan uang, kalau aku suka pada nona yang lain, buat apa pula kau kusuruh tetap tinggal di sini ?"
Li Ji-hek yang berada disamping segera menimbrung.
"Nona Siau Po-cha, kalau begitu kaulah yang salah, Che tanya toh suka dengan kau, orang lain mana bisa mewakili dirimu ?"
"Li Hek-cu!" bentak Siau Po-cha ketus. "di hari biasa kau mencari sesuap nasi dengan mencari keuntungan di sini, hari ini berani betul berlagak cukong dengan menjelek-jelekkan nona besarmu ?"
"Aaaah, aku Li Ji hek-cu tak pernah makan minum milik nona Po-cha dengan percuma, tamu yang kucarikan untuk rumah pelacuran ini paling tidak juga sudah mencapai delapan puluh orang."
Mendadak Siau Po-cha maju selangkah ke depan, tangan kanannya segera diayunkan ke depan dan ... "Plok!" sebuah tamparan keras membuat Li Ji hek terjungkal ke atas tanah, sebuah bekas telapak tangan yang merah membengkak tertera jelas di atas pipinya.
Tong Thian hong yang menonton kesemuanya itu dari samping, dapat menyaksikan betapa cepat dan tepatnya serangan dari Siau Po-cha tersebut, sudah jelas perbuatan semacam ini tak mungkin bisa dilakukan oleh perempuan lemah biasa.
Dalam hati dia lantas berpikir.
"Budak ini jelas memiliki ilmu silat yang lihay sekali!"
Tampak Li Ji hek muntahkan segumpal darah dari mulutnya, dia gigi depannya kena di gaplok sampai patah.
Sambil tertawa dingin Tong Thian hong segera berseru.
"Berat betul tamparan nona, rupanya kau juga seorang ahli silat, tak heran kalau lagaknya tengik benar!"
Sementara itu Li Ji hek telah menyeka darah dari mulutnya, kemudian teriaknya keras-keras.
"Lonte busuk, kau berani memukul orang ? Hari ini Li JI ya akan beradu jiwa dengan mu."
Sambil berteriak keras, tiba-tiba dia menerkam ke tubuh Siau Po-cha dengan garangnya.
Mendadak lelaki berbaju hitam itu melintangkan badannya ke depan, tangan kanannya segera diangkat dan mencengkeram pergelangan tangan kanan Li Ji hek, kemudian dibantingnya tubuh orang itu ke samping, serunya dengan keras.
"Li heng, kalau kau bikin gara-gara di sini, bukankah sama artinya dengan berusaha menghancurkan mangkuk nasiku?"
"Bagaimana caramu mengurusi lonte busuk itu ..." teriak Li Ji hek dengan gusar. Lelaki berbaju hitam itu segera mengerahkan tenaga dalamnya pada lengan kanannya itu, kontan saja Li Ji hek menjerit kesakitan, air matanya sampai jatuh bercucuran membasahi pipinya.
"Ooooh, rupanya lelaki itupun seorang jago silat." pikir Tong Thian hong. Dihampiri lelaki berbaju hitam itu, kemudian serunya.
"Lepaskan dia!"
Lelaki berbaju hitam itu berpaling dan memandang sekejap ke arah Tong Thianhong, kemudian, ujarnya.
"Che-toaya, kalau manusia masih makan nasi, tak urung suatu ketika badannya akan panas atau sakit, lumrah jika Siau Po Cha tak sehat badan, mengapa Che ya harus memaksakan terus kehendaknya"
"Darimana kau bisa tahu kalau badannya tidak sehat?" "Selamanya Siau Po cha bersikap baik kepada tamunya"
"Dan justru tidak baik hanya kepadaku" tukas Tong Thian-hong, "Siapa yang akan tahan merasa rasa mendongkol ini ?"
Tangan kirinya lantas diangkat dan mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan lelaki berbaju hitam itu, kemudian serunya dengan suara dingin. "Lepaskanlah dia!"
Baru saja lelaki berbaju hitam itu hendak berbicara, mendadak Tong Thian-hong memperkencang cengkeraman tangannya.
Lelaki berbaju hitam itu segera mendengus dingin, sambil melepaskan cengkeramannya pada pergelangan tangan kanan Li Ji hek katanya.
"Che ya, apakah kau benar-benar ingin menerbitkan keonaran di tempat ini ?"
Tong Thian-hong segera mengayunkan tangan kanannya, "Ploook! Ploook!" dengan telak pukulan tersebut menghajar di atas sepasang bahu lelaki berbaju hitam itu. "Setelah kau berkata demikian, rasanya jika tidak ku bikin keonaran di sini, bisa hilang nama baikku." katanya.
Tampak kelima jari tangan kanan lelaki berbaju hitam itu pelan-pelan mengendor melepaskan cengkeramannya pada lengan Li Ji hek, kemudian sepasang lengannya juga terjulur lemah ke bawah, peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Ternyata didalam dua tepukan yang dilancarkan Tong Thian hong tadi, secara diam-diam ia telah menggunakan persendian tulang bahu dari lelaki berbaju hitam itu.
Kontan saja lelaki berbaju hitam itu merasa kesakitan setengah mati, tapi sambil menggigit bibir dia menahan diri dan tidak mengeluarkan sedikitpun suara. Tapi tak selang beberapa saat kemudian, akhirnya dia tak kuasa menahan diri dan mulai berteriak-teriak keras.
"Sungguh keji amat cara anda turun tangan !" seru Siau Po cha dengan kening berkerut.
Dengan langkah-langkah lebar dia menghampiri lelaki berbaju hitam itu, sepasang tangannya mencengkeram tubuh lelaki itu kemudian lengan kanannya diangkat ke atas "Krak!" dia sambung persendian tulang si lelaki berbaju hitam yang
terlepas itu.
-ooo0ooo-
-Bagian ke SEPULUH
Terdengar lelaki berbaju hitam itu mendengus tertahan, tahu-tahu persendian tulang bahunya sudah disambung. Tong Thian hong sama sekali tidak menghalangi nona itu, setelah melihat caranya menyambung tulang persendian di atas bahu lelaki itu, dia baru berkata dengan dingin. "Nona, akhirnya kau memperlihatkan
juga kepandaianmu!"
"Rupanya Che toaya datang kemari dengan membawa jutaan tentara" kata Siau Pocha.
"Mana, mana" Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Apabila disini tiada
orang lain yang lebih tangguh daripada nona, sekaranglah saat nona untuk memberi tanggungan jawab kepadaku."
Sementara itu, orang yang datang menonton keramaian makin lama semakin banyak, dengan dingin Siau po-cha memandang sekejap ke arah lelaki berbaju hitam itu, kemudian serunya lirih. "Manusia yang tak berguna, enyah dari sini." Lelaki itu mengiakan dan segera dia putar badan meninggalkan tempat itu. "Suruh semua orang yang menonton keramaian itu juga mundur semua dari sini." bisik Siau po-cha lagi.
Kemudian sambil menggandeng tangan kanan Tong Thian hong, terusnya "Che-ya, mari kita duduk di ruangan."
"Kalau dilihat, budak ini masih muda belia, tapi pandai sekali menyesuaikan diri dengan keadaan, manusia macam ini bisa dihadapi dengan gampang" pikir Tong Thian hong. Berpikir demikian, dia lantas mengulurkan tangan kanannya dan bergandengan dengan Siau po-cha.
Dipandang dari luar, mereka berdua seakan sedang bergandengan tangan masuk kamar, suasana amat akur dan mesra, padahal sewaktu tangannya saling menggenggam itulah masing-masing pihak telah mengerahkan tenaga dalamnya dengan harapan bisa menundukkan lawannya. Tong Thian hong pikir apa salahnya mencoba kekuatan lawan? Maka dia tidak menggunakan seluruh kekuatannya untuk melawan. Terasa olehnya tenaga jepitan dari ke lima jari tangan Siau po-cha tersebut makin lama makin kuat, bagaikan jepitan baja saja, makin lama semakin kencang.
Dari luar ruangan sampai ruangan dalam jaraknya paling banter cuma tiga sampai lima langkah, meski dekat jaraknya tapi lama rasanya untuk dilewatkan. Agaknya Siau po-cha sudah tahu kalau ia telah bertemu dengan musuh tangguh, terasa makin lama cengkeraman jari tangannya kian kuat dan keras, dengan cepat dia mengendorkan tangannya sambil berkata. "Pertanggungan jawab apakah yang diharapkan Che-ya dari diriku ini?"
"Dengan kepandaian silat yang nona miliki, seharusnya kau bukan seorang wanita penghibur, aku yakin di balik kesemuanya itu pasti ada hal-hal lain yang rahasia artinya."
"Daripada lebih banyak urusan lebih baik kurangi satu masalah, apakah Che-ya tidak merasa persoalan yang kau campuri sudah terlampau banyak?"
"Aku mempunyai alasan sendiri untuk mencampuri urusanmu itu."
"Kau petugas dari pengadilan?"
"Bila nona bersedia memberitahukan asal usulmu dan apa tujuanmu menyelundup ke dalam rumah hiburan ini, tentu saja akupun akan memberitahukan asal usulku yang sebenarnya kepadamu."
"Seorang perempuan penghibur yang lemah tak punya kemampuan apa-apa, beruntung dapat berkenalan dengan seorang pendekar dunia persilatan, karena dia kasihan kepadaku maka diwariskan serangkaian ilmu silat kepadaku untuk melindungi keselamatan sendiri."
"Oooh... sungguh suatu cerita yang menarik sekali, cuma sayang waktu untuk mengisahkan cerita tersebut kurang cocok."
"Saat macam apakah baru bisa dikatakan saat yang paling cocok?" tanya Siau pocha.
"Andaikata di saat kita berkenalan tadi nona sudah menceritakan keadaan tersebut, waktu itulah baru bisa dikata sebagai saat yang paling tepat dan akupun tak akan menaruh curiga apa2."
Mendadak dia maju dua langkah ke depan, kemudian serunya kembali, "Aku harap nona bersedia untuk menerangkan asal usulmu yang sebenarnya daripada aku musti melukai dirimu dengan kekerasan."
Siau Po-cha membelai rambutnya yang kusut, kemudian katanya sambil tertawa. "Bagaimana? Apakah Che-toaya tidak percaya dengan perkataanku?"
Tong Thian hong segera menggerakkan tangannya, secara tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Siau Po-cha. Menghadapi ancaman tersebut, Siau Po-cha menggerakkan pinggangnya dan secara lincah dan manis menghindarkan diri dari cengkeraman ke lima jari tangan Tong Thian-hong tersebut. "Che toaya" katanya, "seorang lelaki sejati menganiaya seorang wanita penghibur, kalau berita ini
sampai tersiar di luaran, jelas bukan suatu perbuatan yang mengagumkan." "Aaaah, tak menjadi soal, aku tak lebih cuma seorang prajurit yang tak bernama, bila berhasil menangkan nona, maka hal itu merupakan keberuntunganku, jika kalah juga bukan suatu yang memalukan."
Sambil berkata dia lantas menerjang maju ke depan, dengan ilmu Ki-na jiu hoat dicobanya untuk mencengkeram urat nadi penting pada pergelangan tangan Siau Po-cha. Di bawah desakan Tong Thian hong yang gencar, mau tak mau Siau Po-cha harus membalikkan tangannya melancarkan serangan balasan sambil berusaha melindungi diri.
Tampak pergelangan tangannya digerakkan indah, jari tangannya yang lentik menari-nari di udara, dengan suatu gaya serangan yang manis dia lepaskan serangkaian serangan yang semuanya ditujukan pada jalan darah penting di tubuh Tong Thian hong, hal ini memaksa lelaki itu mau tak mau harus menarik diri
untuk melindungi badan.
Dalam waktu singkat kedua belah pihak telah bertarung sebanyak dua puluh jurus lebih, ternyata masing-masing pihak bisa memperhatikan diri dalam posisi seimbang tanpa ada yang menang dan tidak ada pula yang kalah.
Sementara itu, Siau Ling-ling sudah ketakutan setengah mati, dia berbaring dalam pelukan Buyung Im seng tanpa bergerak barang sedikitpun jua...
Agaknya Tong Thian-hong tidak menyangka kalau Siau Po-cha memiliki kepandaian silat sedemikian gesit dan lincahnya, diam2 dia merasa terkejut bercampur keheranan, pikirnya, "Kalau aku tak bisa memenangkan pertarungan ini secepatnya, bisa jadi Buyung Im seng akan menertawakan ketidak-becusanku." Berpikir demikian, gerak serangannya segera berubah, serangan2nya semakin jarang dan ganas, diantaranya diselingi totokan dan bacokan ke arah nadi yang aneh tetapi sakti, sesungguhnya sukar dilukiskan dengan kata2 serangannya itu.
Kembali Siau Po-cha bertahan belasan jurus lagi, tapi lama kelamaan dia makin terdesak hingga kalang kabut tak karuan, peluh dingin membasahi sekujur badannya.
Siau Ling-ling yang berbaring dalam pelukan Buyung Im seng, tiba-tiba berbisik lirih, "Siapakah dia? Lihay amat ilmu silat yang dimilikinya."
"Temanku, sebelum memperoleh persetujuannya, aku merasa kurang leluasa untuk menyebutkan namanya."
Siau Ling-ling manggut-manggut. "Cepatlah berusaha untuk membekuk Siau Pocha" pintanya, "dia sedang mempergunakan siasat untuk menunggu datangnya bala bantuan."
"Baik! Akan ku tawan dia." kata Buyung Im seng.
Baru saja akan bangkit meninggalkan tempat duduknya, mendadak terdengar Siau Po-cha berseru tertahan, pertarunganpun segera berhenti. Ketika ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya, terlihat urat nadi pada pergelangan tangan kanan Siau Po-cha sudah dicengkeram oleh Tong Thian hong. Ketika ke lima jari tangan Tong Thian hong ditarik ke belakang, kontan saja Siau Po-cha bermandikan keringat yang membasahi seluruh wajah dan tubuhnya. Tapi dia memang memiliki kemampuan yang luar biasa sekali, kendatipun seluruh wajahnya basah oleh keringat, akan tetapi dia masih menahan diri tanpa bersuara barang sedikitpun
jua.
Dengan suara dingin Tong Thian hong segera berkata. "Nona, bila kau tidak bersedia menjawab pertanyaanku, hati-hati kalau sampai kupatahkan tulang pergelangan tanganmu itu."
Siau Po-cha menggunakan tangan kirinya untuk menyeka keringat yang membasahi wajahnya lalu berkata, "Che toaya, seseorang cuma bisa mati sekali, aku sudah tahu ilmu silat yang dimiliki Che toaya sangat lihay, nyawaku saja sudah berada dalam genggamanmu, apalagi cuma sebuah lengan."
Tong Thian hong segera tertawa dingin. "Heehhhh....heehhhhheehhhh. nona,
tampaknya sebelum melihat peti mati kau tak akan mengucurkan air mata, bila aku tidak memberi sedikit kelihayan kepadamu, mungkin nona masih mengira aku tak berani turun tangan keji kepadamu."
"Sedari tadi sudah kukatakan, barang yang terkeji dari Che-ya paling tidak hanya membunuhku, ketahuilah, nonamu sudah mengesampingkan masalah mati dan hidup."
"Hmm.! Tidak akan segampang itu, aku tak akan membiarkan kau mampus
begitu saja."
"Memangnya di dunia ini masih ada kejadian lain yang lebih menakutkan daripada kematian?"
"Betul, itulah ingin mati tak bisa, ingin hidup tak bisa. Tidak percaya nona? Baik, akan kubuktikan nona, sekarang akan kutotok dulu jalan darah Ngo-im-ciat-meh mu, agar peredaran darahmu mengalir balik ke dalam jantung."
Seraya berkata dia lantas turun tangan menotok dua buah jalan darah di tubuh Siau Po-cha. Seketika itu juga Siau Po-cha merasakan peredaran darahnya mengalir balik ke jantung, dia tahu penderitaan semacam ini melebihi penderitaan apapun juga, kesemuanya ini membuat hatinya gelisah sekali....
Tanpa berpikir panjang, dia lantas berteriak-teriak keras, "Pembunuh"
Tong Thian hong segera mengayunkan tangannya dan menotok jalan darah bisu di tubuh Siau Po-cha. "Nona, sekarang kau sudah tak sanggup berbicara lagi" demikian dia berkata, "tapi masih ada cara lain bagimu untuk menjawab pertanyaan ini"
Tampak sekujur badannya Siau Po-cha gemetar keras, peluh membasahi sekujur badannya bagaikan hujan gerimis.
Jelas ia sedang merasakan suatu penderitaan dan siksaan yang luar biasa sekali. Buyung Im-seng merasa tak tega menyaksikan siksaan dan penderitaan semacam itu, dia lantas melengos ke arah lain dan memperhatikan tulisan yang digantung pada dinding.
Tong Thian hong mendehem pelan, lalu katanya, "Andaikata nona bersedia menjawab pertanyaanku itu, silahkan kau menganggukkan kepala, bila kau tidak bersedia menjawab pertanyaanku, maka anggap saja tak pernah mendengar pertanyaanku itu."
Ditunggunya beberapa saat dengan tenang, ketika tidak dijumpai suatu gerakan dari Siau Po-cha, dia lantas mengulapkan tangan kanannya sambil berseru, "Sekarang aku hendak menotok jalan darah Im-hiat di atas sepasang kakimu itu!" Siau Po-cha menjadi ketakutan setengah mati, buru-buru dia menganggukkan kepalanya. Tong Thian hong segera mengayunkan tangan kanannya dan menepuk bebas jalan darah bisu di tubuh Siau Po-cha, kemudian tanyanya, "Nona sesungguhnya siapa?"
"Bebaskan dulu jalan darahku yang tertotok."
"Baik!" kata Tong Thian hong sambil tertawa hambar, "jika nona berani membohongi aku, maka akan kuhadapi dirimu dengan cara yang jauh lebih keji lagi."
Seraya berkata dia lantas menotok bebas jalan darah di tubuh Siau Po-cha. Begitu jalan darahnya bebas, Siau Po-cha segera menggerakkan sepasang lengannya untuk
melemaskan otot, kemudian setelah menengok sekejap ke luar jendela, katanya, "Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Bila nona ingin kabur dari sini, itu berarti kau sedang mencari jalan kematian buat diri sendiri!"
"Aku ingin tahu apa yang hendak kau tanyakan?"
"Asal usul nona siapa dan apa tujuanmu menyelundup ke rumah pelacuran ini?" "Aku tidak lebih seorang wanita penghibur yang tak ternama, harap Che-ya jangan menilai diriku terlampau tinggi."
Tong Thian hong segera menggerakkan tubuhnya dan melintang lewat sisi Siau Pocha, kemudian sambil menghadang di depan pintu, katanya dengan dingin, "Nona, bila kau tidak bersedia menjawab pertanyaanku ini, jangan salahkan bila aku bertindak kejam terhadap seorang wanita seperti kau!"
"Che toaya, kau bisa berkata begitu kepadaku, tentunya kau sudah mempunyai pegangan buka dalam hatimu?"
"Jika dugaanku tidak salah, tentunya nona adalah anggota Sam-seng-bun?"
Siau Po-cha berpikir sebentar, kemudian sahutnya, "Benar, dugaanmu tepat sekali, aku adalah anggota perguruan Sam seng-bun!"
Tong Thian hong tertawa hambar, katanya kembali, "Nona pandai benar bekerja sama!"
"Terima kasih atas pujianmu, sekarang aku sudah membuka kartu, aku minta kalian berduapun mau menerangkan asal usul kalian...!"
Kontan saja Tong Thian hong tertawa dingin. "Jika nona merasa punya kemampuan untuk memaksa kami bicara, tentu saja kami akan mengatakannya, cuma sayang nona tidak memiliki kemampuan itu, jadi aku hendak berbicara atau tidak, terserah kepada keputusanku sendiri."
Siau Po-cha termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya lagi, "Sekarang kalian sudah tahu kalau aku adalah anggota Sam seng bun, apa yang diinginkan juga sudah terpenuhi, entah apa lagi yang ingin kalian tanyakan?"
"Kalau didengar dari ucapan nona itu, tampaknya tidak sedikit yang kau ketahui tentang..."
"Itu tergantung persoalan apa yang hendak kalian tanyakan."
"Apa saja yang nona ketahui?"
"Menurut apa yang kuketahui, setiap orang yang berani bermusuhan dengan Sam seng-bun, maka dia tak akan bisa hidup selama sebulan lagi...!"
Mendengar perkataan itu, Tong Thian-hong segera tertawa ewa. "Nona tak usah menakut-nakuti aku" jengeknya, "bila aku takut dengan gertakan semacam itu, tak nanti kami berani memusuhi Sam seng-bun."
Kemudian sambil menarik muka, katanya lagi dengan suara dingin. "Sekarang, aku mempunyai dua hal yang hendak ditanyakan kepada nona, bila nona bersedia
untuk menjawab dengan sejujurnya maka akan kulepaskan nona untuk meninggalkan tempat ini, jika berani berbelit-belit dalam jawaban, maka aku tak akan mengampuni jiwa nona."
Menyaksikan nafsu membunuh yang menyelimuti wajah Tong Thian-hong, kemudian menyaksikan sorot matanya yang memancarkan sinar tajam, Siau Po-cha merasa agak takut, pelan-pelan sahutnya. "Tanyalah!"
"Markas besar Sam seng-bun terletak dimana?" "Tidak tahu!" jawab Siau Po-cha sambil menggeleng.
Tong Thian-hong termenung sebentar, kemudian sahutnya, "Aku percaya dengan perkataan nona itu!"
Setelah mendehem pelan, lanjutnya, "Kau mendapat perintah dari siapa dan apa kedudukanmu dalam Sam seng-bun?"
"Aku mendapat perintah dari Seng-tong, dalam perguruan Sam seng-bun berkedudukan sebagai huhoat Seng-tong!"
Tong Thian-hong manggut-manggut. "Kalau memang perintahmu datang dari markas, mengapa tidak kau ketahui letak dari Seng-tong?"
"Setiap kali memberi perintah kepada kami, pihak Seng-tong selalu menggunakan burung merpati untuk menyampaikan perintah tersebut atau melalui kurir yang menyampaikan perintah tersebut, tentu saja kami tak perlu berhadapan langsung dengan Seng-cu!"
"Dalam rumah pelacuran ini selain kau, masih ada berapa orang lagi yang bermukim di sini?"
"Pertanyaan ini seharusnya kau ajukan sedari tadi!" seru Siau Po-cha kemudian. "Ditanyakan sekarang juga belum terlambat!"
"Terlambat setindak!" "Kenapa?"
"Berikut aku, di sini ada tiga orang, tetapi sekarang dua diantaranya sudah pergi meninggalkan tempat ini untuk mencari bala bantuan. Kalau dihitung-hitung bala bantuan pun segera akan sampai di sini "
"Oh jadi selama ini nona selalu mengulur waktu, tujuanmu adalah untuk
menunggu datangnya bala bantuan?"
"Benar, kalau dihitung waktunya mereka seharusnya sudah tiba, cuma heran, kenapa sampai sekarang belum ada juga yang datang."
"Mungkin mereka tak akan datang lagi."
"Kenapa?" tanya Siau Po-cha dengan wajah tertegun.
Dalam hati Tong Thian hong segera berpikir. "Biasanya perhitungan waktu dari orang2 Sam seng-bun selalu tepat, kali ini mengapa mereka belum juga datang? Mungkin di tengah jalan sudah terjadi suatu peristiwa? Yaa, kenapa tidak kugunakan kesempatan ini untuk menggertak mereka?"
Siau Po-cha merasa gelisah sekali, ketika dilihatnya Tong Thian hong cuma membungkam melulu, tak tahan lagi dia lantas bertanya. "Apakah kalian telah mengutus orang untuk menghadangnya di tengah jalan?"
Baru saja Tong Thian hong menjawab, mendadak terdengar suara seseorang berkata dengan dingin. "Kami sudah datang sendiri tadi, juga mendengar dengan mata kepala sendiri nona membocorkan rahasia perguruan kita!"
Paras muka Siau Po-cha segera berubah hebat, tapi dalam waktu singkat telah pulih seperti sedia kala, katanya kemudian dengan nada tenang. "Kalau memang kalian sudah datang, kenapa membiarkan aku tersiksa tanpa bermaksud untuk memberi pertolongan?"
Orang yang berada di luar itu segera menyahut dengan dingin. "Kami tidak melihat nona tersiksa atau menderita, tapi kami mendengar nona sedang membocorkan rahasia perguruan."
Menyusul suara tersebut, tirai pintu disingkap dan muncullah seorang kakek dan seorang pemuda masuk ke dalam ruangan. Buyung Im-seng mengalihkan sorot matanya ke wajah orang itu, tampak kakek itu berusia 50 tahunan, berjenggot putih, bertangan kosong dan tidak membawa senjata.
Sedangkan si pemuda berusia dua puluh tiga empat tahunan, memakai baju ringkas dengan sebilah pedang tersoren di pinggangnya, pemuda itu termasuk ganteng, tapi sayang mukanya pucat agak kehijau-hijauan sehingga kelihatan agak menyeramkan.
Dengan suara dingin Siau Po-cha berkata. "Sekarang, jangan singgung dulu tindakanku untuk membocorkan rahasia perguruan, sebab ada peraturan perguruan yang akan menghukum diriku, apa yang menjadi tugas kalian sekarang adalah menaklukan musuh yang berada di depan mata."
Kakek itu mengalihkan sorot matanya memandang sekejap ke sekeliling ruangan, kemudian tanyanya, "Cuma ke dua orang ini saja?"
"Siau Ling-ling juga ada persoalan, berikut dia tangkap semua, aku harus menanyai mereka secara baik-baik."
Kakek itu segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Tong Thian hong, lalu tanyanya, "Sobat, kau berasal dari aliran mana?"
"Aku adalah seseorang yang berdiri diantara golongan putih dan golongan hitam." jawab Tong Thian hong ketus.
Kakek itu tertawa hambar, lalu katanya lagi. "Orang yang berdiri diantara golongan putih dan hitam itu termasuk golongan yang mana?"
Siau Po-cha segera tertawa dingin, tukasnya, "Bodoh, orang lain sengaja menggoda kalian, kalian masih menanggapinya dengan serius, hayo cepat turun tangan, apalagi yang harus ditunggu?"
"Oooh, kiranya begitu!" kakek itu mendengus dingin.
Tangan kanannya segera digerakkan memberi tanda, pemuda itu segera melolos pedangnya dan maju ke muka, tiba di hadapan Tong Thian hong, katanya, "Silahkan kau meloloskan juga senjatamu."
Tong Thian hong segera tertawa hambar. "Kalau hanya untuk menghadapi manusia seperti kau, aku masih belum perlu untuk memakai senjata tajam."
Pemuda berbaju hijau itu mendengus dingin, pedangnya segera digetarkan menusuk dada Tiong Thian hong. Menghadapi tusukan tersebut, dengan cekatan Tong Thian hong menghindarkan diri ke samping, kemudian sambil mengayunkan tangannya melancarkan sebuah serangan balasan. Rupanya pemuda itu tak berani menghadapi pukulan lawan dengan kekerasan, dengan cepat dia berkelit ke samping, lalu ujarnya, "Kalau didengar dari nada ucapanmu, tampaknya kau punya ilmu simpanan, terbukti kau memang hebat."
Pedangnya segera diputar kencang melancarkan serangan kilat.
Ilmu pedang yang dimiliki pemuda itu sangat aneh sekali, semua serangannya boleh dibilang dilancarkan dengan ancaman yang sangat mengerikan hati.
Tampaknya Tong Thian hong merasakan kejadian ini sangat di luar dugaan, sepasang telapak tangannya segera melancarkan serangan berantai, ditambah pula dengan ilmu menotok jalan darah memutuskan nadi, dengan susah payah berhasil juga ia bendung serangan pedang dari anak muda itu.
Secara beruntun pemuda berbaju hijau itu sudah melancarkan hampir dua puluh jurus serangan pedang, tapi kenyataannya bukan saja gagal melukai Tong Thian Hong, bahkan orang itu masih tetap berdiri di tempat semula tanpa mundur barang setengah langkahpun.
Sekarang, pemuda berbaju hijau itu baru sadar bahwa ia telah berjumpa dengan musuh tangguh yang belum pernah dijumpai selama ini, buru-buru sambil menarik kembali serangannya mundur ke belakang, kemudian sambil berpaling ke arah kakek itu, katanya, "Bocah keparat ini lihay sekali."
"Aku sudah tahu" jawab si kakek dingin, "mari kita kerubuti bersama-sama"
Tong Thian hong segera berpikir. "Jurus pedang yang digunakan keparat muda itu sudah aneh dan sukar dihadapi, ilmu silat yang dimiliki si kakek itu tentu tak berada di bawah kepandaiannya, bila mereka berdua sampai turun tangan bersama, terpaksa aku harus menghadapinya dengan mempergunakan Tong keh sin kun (pukulan sakti keluarga Tong).
Berpikir sampai di situ, dia lantas tertawa dingin, lalu katanya, "Silahkan kalian berdua maju bersama, daripada aku musti repot-repot, paling baik lagi kalau Siau Po-cha juga turut maju!"
"Hmm, enak benar jalan pemikiranmu itu, cuma sayang aku tak bakal memenuhi keinginanmu itu!" seru Siau Po-cha.
"Jadi kau merasa tak sudi untuk bertarung denganku?"
"Ilmu silat yang kau miliki lihay sekali, dengan tangan kosong bisa melayani pedang dari Gi heng kiam hoat, ini menunjukkan kalau kau memang sangat hebat."
Mendengar perkataan itu, Tong Thian hong segera berpikir. "Oh, rupanya pemuda itu berasal dari perguruan Gi heng bun, tak aneh kalau ilmu pedang yang dimilikinya lihay sekali.
Terdengar Siau Po-cha berkata lebih jauh. "Bila mereka berdua turun tangan bersama, maka paling tidak kau harus bertarung sebanyak ratusan jurus dengan mereka tanpa diketahui yang menang dan siapa yang kalah. Bila ingin menentukan mati hidup, tentu saja harus menggunakan waktu yang cukup lama."
"Yaa, tentunya nona ingin menggunakan kesempatan ini untuk mencari beberapa orang pembantu lagi bukan?"
"Benar, kau memang cukup pintar." "Nona terlalu memuji!"
"Siau Po-cha!" tiba-tiba Buyung Im-seng menyela, "kenapa kau melupakan diriku?" "Tidak, tapi aku percaya bila sampai terjadi pertarungan, maka aku masih sanggup untuk merobohkan dirimu."
Seraya berkata, mendadak ia melompat ke belakang kakek itu dan serunya kembali. "Halangi mereka, jangan biarkan mereka mengikuti di belakangku!" Pemuda berbaju hijau itu segera maju ke depan, pedangnya diayunkan dan melepaskan Siau Po-cha lewat di sampingnya. Tong Thian hong menjadi gelisah sekali, seraya miringkan badan dia menerjang lewat dari sisi tubuh pemuda berbaju hijau itu, dia berharap masih bisa menghalangi jalan pergi Siau Po-cha.
Dengan suatu gerakan cepat, kakek itu segera mengayunkan telapak tangan kanannya melancarkan sebuah pukulan kilat ke arah dada Tong Thian hong... Menghadapi ancaman tersebut, Tong Thian hong segera mengayunkan tangan kirinya untuk menyambut datangnya serangan dari kakek tersebut, kemudian kaki kanannya dilayangkan ke depan menendang muka pemuda bersenjata pedang itu, sedangkan telapak tangannya dengan disertai tenaga penuh melepaskan sebuah pukulan sakti. Pukulan itu sebat sekali, begitu meluncur ke depan langsung menghajar persendian tulang lutut dari Siau Po-cha.
Dalam perhitungan Siau Po-cha tadi, ke dua orang rekannya pasti bisa menghalangi Tong Thian hong bila orang itu hendak melakukan pengejaran, bila mereka bertiga sampai terjadi pertarungan, maka jalan keluar akan tertutup oleh pertempuran itu, dalam keadaan demikian seandainya dia kabur maka Buyung Imseng juga tak akan mampu menembusi gelanggang arena itu untuk mengejarnya meski ilmu silatnya tinggi, kecuali kalau dia bisa keluar dengan menjebol dinding. Dengan demikian, itu berarti dia mempunyai waktu cukup untuk meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu dalam cemasnya, Tong Thian hong telah menyerempet bahaya dengan melepaskan sebuah pukulan sakti keluarga Tongnya.
Pukulan sakti dari keluarga Tong sudah puluhan tahun lamanya termasyhur dalam dunia persilatan, bagaimana mungkin Siau Po-cha bisa menahan kedahsyatan serangan itu, diiringi jeritan tertahan tubuhnya segera jatuh berlutut di tanah.
Ketika mendengar jeritan kaget dari Siau Po-cha, si kakek dan pemuda itu menjadi tertegun, masing2 menarik kembali serangannya sambil mundur ke belakang.
Ketika berpaling, mereka saksikan Siau Po-cha sudah berlutut di atas tanah. Ternyata dalam gelisahnya tadi, Tong Thian hong telah sertakan pukulannya dengan tenaga serangan yang hebat, akibatnya tulang persendian lutut gadis itu menjadi remuk yang menyebabkan Siau Po-cha untuk sesaat lamanya tak sanggup berdiri.
Tong Thian hong segera melompat keluar dari ruangan itu dan menghadang di depan Siau Po-cha.
Pada saat itu Siau Po-cha sedang berlutut dengan air mata jatuh bercucuran, agaknya saking sakitnya yang tak tertahan.
Dengan cepat Tong Thian hong mengayunkan tangannya menotok jalan darah Siau Po-cha.
Si kakek dan si pemuda itu menjadi termangu-mangu untuk beberapa saat lamanya, mereka dibikin terkejut sekali oleh perubahan situasi yang terjadi secara mendadak itu.
Menanti Tong Thian hong telah menotok jalan darah Siau Po-cha, ke dua orang itu baru teringat untuk memberi pengetahuan, serentak mereka maju ke muka menubruk diri Tong Thian hong.
Dengan cepat Tong Thian hong mencengkeram tubuh Siau Po-cha, lalu ancamnya dengan ketus, "Jika kalian berdua berani turun tangan, kugunakan tubuhnya
untuk menangkis serangan kalian, agar mereka mampus di tangan sendiri, dengan begitu mungkin hati kalian baru agak tenteram.
Mendengar ancaman itu, ke dua orang tersebut menjadi terperanjat dan tak berani melancarkan serangan secara gegabah.
Pelan2 kakek itu berkata, "Saudara, kau telah melukai nona Siau Po-cha dengan senjata rahasia apa?"
Tong Thian hong tidak menjawab langsung pertanyaan tersebut, sebaliknya berkata dengan dingin, "Jika kalian berdua tidak mau menyerahkan diri, Siau Pocha adalah contoh yang paling tepat untuk kalian berdua."
Kakek itu memandang sekejap ke arah pemuda berpedang tersebut, tiba-tiba ia menerjang maju ke muka, kemudian sebuah pukulan langsung dihantamkan ke dada Tong Thian hong.
Menghadapi ancaman itu, Tong Thian hong tidak menjadi gugup, dengan cepat dia berkelit ke samping, lalu tangan kanannya mencengkeram ke depan dan dengan paksa menarik rubuh Siau Po cha untuk menyambut datangnya serangan dari kakek itu.
Menghadapi ancaman ini, si kakek menjadi terperanjat, dia kuatir serangannya menghajar telak diri Siau Po cha, buru-buru serangannya ditarik kembali kemudian mundur dua langkah ke belakang.
Di kala kakek tadi menyerang Tong Thian hong tiba-tiba pemuda berpedang itu membalikkan badannya dan menerjang keluar dari ruangan tersebut.
Siapa sangka pada saat bersamaan Buyung Im seng juga sedang melompat ke depan menyongsong tubuhnya.
Tangan kana di ayunkan sebuah pukulan segera dilancarkan secara dahsyat. pemuda itu hanya memperhatikan Tong Thian hong, dia tidak menyangka kalau dari belakang pun meluncur ancaman kilat, menanti ia menyadari akan hal itu, keadaan sudah terlambat.
"Blammmm." sebuah pukulan dahsyat dengan telak menghajar bahu kana
pemuda itu.
Rupanya Buyung Im seng tahu bila keadaan dibiarkan berlarut terus maka keadaan akan sangat tidak menguntungkan dirinya, maka ia lantas mengambil keputusan untuk melangsungkan pertarungan kilat, tak heran kalau serangan yang di lancarkan itu luar biasa dahsyatnya.
Tampak pemuda itu maju beberapa langkah dengan sempoyongan, kemudian roboh terjungkal ke atas tanah.
Setelah merobohkan pemuda bersenjata pedang itu, Buyung Im seng segera membalikkan telapak tangannya mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan si kakek.
Inilah ilmu Ki na jiu hoat yang lihay dari Buyung Im seng.
Kaget sekali kakek itu menyaksikan datang nya tangan musuh, belum sempat ia menghindarkan diri, tahu-tahu urat nadi pada pergelangan tangannya sudah di cengkeram oleh lawan.
Hanya dalam bua gebrakan saja, ia berhasil merobohkan satu orang dan membekuk orang yang lain, bukan saja kejadian ini mengejutkan si kakek dan pemuda itu,
Siau Ling-ling sendiri pun diam-diam merasa sangat kagum.
Tong Thian hong dengan tangan kiri mengempit Siau Po cha, tangan kanan mengempit pemuda berpedang itu, dengan langkah lebar segera berjalan masuk ke dalam ruangan.
Sedangkan Buyung Im seng menarik jari tangannya, dengan paksa dia pun menyeret kakek itu masuk ke dalam ruangan.
Siau Ling-ling segera memandang sekejap kepada Buyung Im seng, kemudian bisiknya lirih.
"Im ya, Che ya, aku ingin memohon sesuatu kepada kalian, sudikah kalian mengabulkannya?"
"Dalam soal apa?" tanya Buyung Im seng.
"Aku dan enci Po cha sudah lama bergaul aku harap kalian berdua sudi memandang di atas wajahku dengan tidak melukai nona Siau Po cha!"
"Soal inisoal ini harus bertanya kepada che toaya"
Tong Thian hong memandang sekejap wajah nona itu, Lalu berkata dengan dingin, "Mati hidupnya tergantung pada nona Siau po cha sendiri"
Tangan kanannya segera diayunkan berulang kali dan menotok jalan darah kematian di tubuh sang pemuda berbaju hijau itu serta si kakek, tanpa menimbulkan suara kedua orang itu segera binasa.
Melihat rekannya turun tangan keji, Buyung Im seng menjadi tertegun, kemudian diam-diam pikirnya "Kalau tidak kejam bukan lelaki sejati, nampaknya Tong Thian hong jauh lebih hebat dari pada aku"
Setelah membunuh kedua orang itu, Tong Thian hong segera menepuk bebas jalan darah Siau Po cha, kemudian katanya.
"Kedua orang rekanmu sudah mampus semua sekarang apa yang ingin kau ucapkan boleh dikatakan dengan hati lega."
Siau Po cha mencoba untuk memeriksa dengusan napas kedua orang itu, ternyata mereka benar-benar telah meninggal dunia.
Dengan wajah dingin dan kaku serta hawa pembunuhan menyelimuti seluruh wajahnya, Tong Thian hong segera berkata. "Kami tak punya waktu terlalu lama untuk tinggal di tempat ini lagi, sekarang hanya ada dua pilihan buat nona, selamanya aku suka bekerja secara terang terangan dan berbicara jelas, asal nona mau menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan jujur, aku pun bersedia untuk melepaskan kau pergi dari sini"
"Bila terlampau banyak yang ku beritahukan kepada kalian, sudah pasti aku akan di hukum oleh peraturan perguruanku!"
"Itu masih urusan mu sendiri, dunia begini luas dan lebar, tidak sulit toh untuk mencari suatu tempat untuk menyelamatkan diri"
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Pokoknya aku tak mau mencampuri urusanmu, jika kau tidak mau menjawab pertanyaanku maka nyawamu akan segera ku cabut, aku pun bisa menggunakan siksaan yang paling keji untuk memaksamu mengaku, Atau kuambil cara yang paling cepat yakni menotok jalan darah kematianmu, agar kau mampus tanpa mengeluarkan sedikit suarapun" Ketika mengucapkan kata-kata tersebut wajahnya tampak dingin dan kaku, membuat orang mendapat kesan seakan akan setiap saat mungkin dia akan turun tangan.
Siau Po cha termenung sebentar, kemudian katanya, "Apa yang ku ketahui sangat terbatas sekalipun akan ku beritahukan semuanya kepadamu, belum tentu kau akan mempercayainya."
"Aku percaya masih sanggup untuk membedakan mana pengakuan yang palsu dan mana pengakuan yang sebenarnya"
Baiklah! Aku akan menyerempet bahaya tanyalah apa yang ingin kau tanyakan!" "Dimanakah letak markas besar Sam seng bun?"
"Aku tidak tahu, tapi ka tahu Seng tong yang berada di atas bukit Tay hu-san, bukan lembah tiga malaikat markas besarnya perguruan Sam seng bun" "Kau kenal Im Hui?"
"Im kongcu mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, sukar rasanya untuk berjumpa dengannya, tapi beruntung aku pernah menjumpainya satu kali"
"kau ditugaskan dalam rumah pelacuran aku yakin pasti ada tujuan tertentu, bolehkah aku tahu apa tujuannya?"
"Aku tak lebih cuma seorang mata-mata, seorang mata matanya dari Sam seng bun, soalnya orang yang berlalu lalang dalam rumah pelacuran amat banyak dan terdiri dari pelbagai lapisan manusia, paling gampang mencari berita dalam suasana begini, bila mendapat berita besar maka berita itu segera kulaporkan ke seng tong melalui burung merpati"
"Aku rasa kau tidak mirip seorang mata-mata, mendadak Buyung Im seng menyela. "Aku adalah komandan mata-mata yang mengepalai wilayah seratus li di sekeliling tempat ini di bawahnya masih ada puluhan cabang mata-mata yang mengepalai ranting, jika mereka mendapat berita segera dilaporkan kepadaku dan akulah yang melaporkan ke seng tong melalui burung merpati!"
"Andaikata kami lepaskan nona, apakah kau kan membocorkan rahasia hari ini kepada atasanmu?"
"Kecuali kalau kau tidak takut mati"
"Aku ingin mengajukan pertanyaan terakhir, "Soal apa?" "Belakangan ini berita apa yang berhasil kalian dapatkan?" Sambil merendahkan suaranya Siau Po cha berbisik.
"Buyung Im seng yang berhasil ditangkap oleh perguruan kami, tapi kemudian ditolong oleh orang ditengah jalan."
"Bagaimana dengan nasib Buyung kongcu?" Buyung Im seng segera bertanya dengan cepat.
"Sampai sekarang masih belum diketahui, aku sedang melakukan penyelidikan" "Tampaknya perguruan Sam seng bun kalian bertekad untuk mendapatkan Buyung kongcu, sesungguhnya mengapa bisa demikian ?"
"Dari pihak Seng tong diturunkan perintah yang mengatakan barang siapa yang dapat menawan Buyung kongcu, maka dia akan mendapat hadiah sebiji Hoo siu ho dan sebilah pedang yang tajam, selain itu juga dinaikkan pangkatnya menjadi Siau yau tongcu"
"Lagaknya sih besar sekali, pedang tajam meski bukan suatu benda yang hebat, Hoo siu ho berusia seribu tahun merupakan benda langka dalam dunia persilatan, yang paling kupahami adalah Siau yang tongcu tersebut, sebenarnya apa yang dinamakan Siau yau tongcu san apa pula kedudukan tersebut?"
"Siau Yau tongcu adalah suatu kedudukan paling tinggi dalam perguruan Sam seng bun ko tersebut hanya setingkat di bawah tiga malaikat sedemikian tingginya kedudukan tadi bukan saja Seng tong tak bisa memberi perintah kepadanya, diapun diperbolehkan berpesiar dimana saja dia inginkan, dimana dia berada di
situ orang-orang sang seng bun akan menghormatinya selain melindungi keselamatannya dengan sepenuh tenaga.
"Ehmm, tak usah dijelaskan lagi, aku sudah mengerti sekarang!" tukas Tong Thian hong kemudian. "Sekarang apa yang hendak kalian tanyakan lagi?" kemungkinan yang kau ketahui tentang kekuatan Sam seng bun!"
"Kalian sudah mengetahui kedudukanku, berapa banyak rahasia yang ku ketahui aku rasa di hati kalian pun ada perhitungannya"
"Oleh karena itu, lebih baik kau saja yang mengatakan semua yang kau ketahui" "Apa yang ku ketahui semuanya telah ku utarakan"
"menurut apa yang ku ketahui, paling tidak masih ada sedikit persoalan yang belum kau katakan" tukas Tong Thian hong dengan suara yang dingin seperti es. "Soal yang mana?" "Jika semua yang kau katakan itu jujur, maka kau tak akan menerima perintah langsung dari Song tong, semestinya seorang atasan yang mengurusi dirimu?"
Siau Po cha menjadi tertegun "Soal ini....soal ini...
Ia menjadi tergagap dan untuk sesaat lamanya tak sanggup melanjutkan perkataan itu.
"Nona, aku lihat usiamu masih sangat muda paling tidak juga bisa hidup puluhan tahun lagi bila harus mati pada saat ini, tidakkah kau merasa kalau hal ini terlampau sayang?"
Dengan kening berkerut Siau po cha lantas berseru, "Adapun atasanku itu...dia....dia berada di"Kau jangan sembarangan menuduh lagi aku bisa segera
mendapatkan bukti kebohonganmu itu!" seru Tong Thian hong memperingatkan. Tiba-tiba Siau Po cha menuding ke arah kakek yang sudah menjadi mayat itu sambil berseru, "Dia, dia yang sudah mampus itulah atasanku, Tong Thian hong tertawa dingin, ia segera mencengkeram ibu jari tangan kanan Siau Po cha dan di tekannya keras-keras.
"Kraaak. !" ibu jari kanan Siau Po cha itu segera patah menjadi dua.
"Aku rasa kedudukan nona jauh di atas kedudukan mereka bukan?" ejeknya sinis. Dengan cepat tangan kanannya mencengkeram pergelangan tangan kanan Siauw po cha, sementara tangan kirinya mencengkeram tulang persendian sikut tangan kanan gadis itu seterusnya. Jika nona tidak mengaku secara jujur lagi, jangan salahkan kalau ku patah kan tulang persendian sikut kananmu ini!"
Ketika jari tangan kanannya dipatahkan tadi, seluruh wajah Siau po cha sudah basah oleh keringat, ketika didengarnya Tong Thian hong. mengancam akan mematahkan juga tulang persendiannya, paras muka perempuan itu kontan saja berubah hebat.
"Orang ituorang itu juga berada dirumah pelacuran ini" buru-buru serunya.
"Siapa?"
"Mungkin kalian sudah tak akan menemukan orang itu lagi", "Aku tanya siapakah orang itu?"
"Dia adalah perempuan tua yang membawa kalian berdua masuk ke dalam ruangan tadi"
"Apakah germo tua itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada dirimu?" Sekarang Siau po cha sudah makin keder oleh kebengisan dan keganasan Tong Thian hong, semua pertanyaan yang diajukan pasti di jawab sejujurnya, ketika mendengar pertanyaan itu, buru-buru dia mengangguk.
"Betul, dia mempunyai kedudukan satu tingkat lebih tinggi dari pada kedudukanku" Setelah berhenti sebentar, terusnya.
"Cuma sepertanak nasi sebelumnya, ia telah mendapat panggilan lewat burung merpati dan buru-buru pergi, coba kalau dia berada di sini, tak nanti dia akan membiarkan kalian bikin keonaran di sini"
Satu ingatan segera melintas dalam benak Tong Thian hong, tanyanya. "Siapa yang telah mengundangnya pergi?"
Dengan cepat Siau Po-cha menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya. "Aku tidak tahu."
"Apa lagi yang kau ketahui ?" pelan-pelan Tong Thiang hong mengendorkan cengkeramannya pada sikut orang.
(Bersambung ke jilid 8)