Lambang Naga Panji Naga Sakti Jilid 08

 “Loo-te!” ujar si telapak besi bergelang emas. “Kalau memang kau tak pernah menemui mereka, bagaimana mungkin kau tahu bila orang-orang yang ada rencana hendak membegal barang kawalan kami dilakukan oleh

 beberapa orang iblis tua yang telah mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan?”

“Ada satu kali Bhee Poo terlanjur berbicara dan membocorkan sedikit rahasia, tetapi dengan cepat ia tersadar kembali dan tidak melanjutkan kembali katakatanya.”

“Kalau begitu Shen-heng cuma tahu kalau orang yang bermaksud membegal barang kawalan perusahaan Liong Wie Piauw-kiok dan perbuatan tersebut diselenggarakan oleh beberapa orang iblis tua yang telah mengundurkan diri dari dunia kangouw, siapakah orang itu dan secara bagaimana mereka hendak turun tangan, Shen-heng sama sekali tidak tahu……” ujar Nyoo Su Jan menimbrung.

Shen Cie San segera menggelengkan kepalanya. “Bhee Poo telah membocorkan nama dari salah

seorang di antara mereka” katanya.

Mendadak ia memperendah suaranya, dan menyambung kembali.

“Orang itu bernama “Hwee Sin” atau si Dewa Api Ban Cau!”

Phoa Ceng Yan serta Nyoo Su Jan mendengar disebutkannya nama orang itu kontan saja dibuat melengak, setengah harian lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

Lama sekali, Phoa Ceng Yan baru menghembuskan napas panjang.

“Si dewa api Ban Cau masih hidup di kolong langit?” tanyanya.

 “Benar! Menurut apa yang telah dibocorkan oleh Bhee Poo, sewaktu si dewa api Ban Cau mengasingkan diri dari keramaian dunia kangouw, bukan saja ilmu silatnya tidak ditinggalkan bahkan dilatih semakin giat lagi. Bukan saja kepandaian silatnya pada saai ini telah mencapai kesempurnaan bahkan di dalam hal senjata berapi-pun mempunyai kemampuan yang jauh lebih hebat.”

“Ehmmm….! Atas beritamu ini seharusnya aku mengucapkan banyak terima kasih untuk Loo-te!” kata Phoa Ceng Yan dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat.

“Orang-orang yang dapat berkumpul menjadi satu dengan si dewa api Ban Cau sudah tentu merupakan kaum penjahat serta iblis-iblis yang terkenal di dalam kalangan Liok-Lim” ujar Shec Cie San lebih lanjut memberi keterangan. “Kini apa yang hamba ketahui sudah aku utarakan semua, cuma sayang aku tak sanggup memberi apapun untuk Phoa Jie-ya, lain kali asalkan hamba memperoleh kabar berita lagi, tentu akan aku usahakan untuk mengabarkan kepada kalian.”

Sambil merangkap tangannya menjura, tambahnya. “Jie-ya! Lebih baik kau jangan menghantar aku,

kemungkinan sekali secara diam-diam ada orang yang menguntit diriku, aku hendak molor pergi secara diamdiam.”

“Baik! Kau pergilah, kami tidak menghantar lagi.” Phoa Ceng Yan mengangguk.

Tubuh Shen Cie San dengan cepat berkelebat keluar dari kamar tersebut kemudian lenyap ditengah kegelapan.

 Menanti si pencuri sakti itu telah pergi, dengan kening yang dikerutkan Phoa Ceng Yan berjalan hilir mudik, bolak-balik tiada hentinya di dalam kamar.

“Jie-ya!” bisik Nyoo Su Jan dengan suara yang lirih. “Jikalau si dewa api Ban Cau benar-benar ada maksud hendak membegal barang kawalan perusahaan Liong Wie Piauw-kiok kita, hal ini merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dihindarkan lagi. Untung saja kita telah mengirim berita ke markas kemungkinan sekali Cong Piauw taue akan berangkat sendiri atau paling sedikit dari perusahaan akan mengirim bala bantuan, pada saat ini kekuatan kita boleh dihitung tidak lemah, sedang jumnlah orangpun tidak sedikit, asalkan bisa dibagi dan diatur dengan susuai rasanya cukup untuk melindungi keselamatan dari seluruh kawalan kita.”

“Su Jan!” Ujar Phoa Ceng Yan tertawa pahit. “Selama ini Cong Piauw-tauw sangat mempercayai diriku, bilamana karena kawalanku kali ini sehingga mengakibatkan hancurnya merek dagang kita kali ini selalu akan membuat aku merasa sangat menyesal dan tidak tenang, selama hidup akan terasa menderita.”

Ia merandek dan menghela napas panjang, kemudian sambungnya kembali, “Jika didengar dari nada pembicaraan Shen Cie San agaknya kecuali si dewa api Ban Cau sendiri masih ada beberapa orang iblis tua yang sangat lihay ikut serta di dalam gerakan kali ini. Perkataan dari Shen Cie San sedikitpun tidak salah, orang yang bisa jalan bersama-sama dengan si dewa api Ban Cau tentu merupakan jago-jago lihay.”

“Jie-ya! Walaupun perkataan dari Shen Cie San sama sekali tidak salah, tetapi kitapun belum menemuinya sendiri, apakah tidak mungkin hal ini merupakan suatu siasat tipuan dari si dewa api Ban Cau sendiri.”

 “Aaakh…. kita jangan terlalu memandang enteng pihak musuh”.

“Sebaliknya kitapun tidak boleh memandang musuh terlalu berat,” sambung Nyoo Su Jan dengan cepat. “Jikalau semua hal persis seperti apa yang diucapkan oleh Shen Cie San seharusnya si dewa api Ban Cau sejak semula sudah turun tangan terhadap kita, di dalam hati tentu merasa rada jeri dan ragu-ragu terhadap kita.”

“Ehmmm….perkataanmu ini memang tidak salah” Phoa Ceng Yan mengangguk.

Walaupun nama besar si dewa api Ban Cau sudah terkenal di seluruh dunia kangouw dan ia merupakan seorang pentolan iblis dari kalangan Liok-lim, tetapi jikalau dibandingkan dengan si Kongcu tukang foya-foya Ke Giok Lang rasanya masih jauh ketinggalan.

“Bagaimanapun kita orang jangan terlalu memandang enteng diri si dewa api Ban Cau, walaupun nama besarnya pada saat ini tak dapat menandingi nama besar si Kongcu tukang Foya-foya Ke Giok Lang, tetapi hal inipun disebabkan ia sudah terlalu lamam mengasingkan diri dari pergaulan….”.

Ia merandek sejenak, lalau tambahnya.

“Su Jan! Kau pernah bertemu muka dengan si dewa api Ban Cau ….?”

“Hamba belum pernah bertemu muka” Nyoo Su Jan menggeleng, “kedengarannya ia sangat lihay di dalam hal peralatan senjata berapi….”

“Aku pernah melihat dia orang menggunakan senjata berapinya itu, hanya di dalam sekejap mata ia berhasil membakar    habis    dua    belas    orang    jagoan  lihay,

 penguasaan ilmu berapinya betul-betul telah mencapai taraf kesempurnaan.”

“Tapi rasanya ilmu permainan gelang emas dari Jie-ya pun belum tentu berada di bawah kepandaian si dewa api Ban Cau” Ujar Nyoo Su Jan coba memberi semangat.

“Kau sudah salah menduga” kata si telapak besi bergelang emas tersenyum pahit.

“Senjata berapi dari si dewa api Ban Cau memiliki perubahan luas yang amat banyak, kedashyatannya tak dapat dibandingkan dengan permainan gelang emasku”.

“Jie-ya! Kecuali kita, masih ada seseorang dapat mengundurkan musuh tangguh ….”

“Siapa?” tanya Phoa Ceng Yan melengak. “Nona Liauw!”

“Aaakh…..! Sedikitpun tidak salah!” teriak Hu Cong Piauw-tauw sambil menghantam pahanya sendiri. “Kenapa aku bisa melupakan jago lihay semacam dia itu??”

“Jie-ya!” Bisik Nyoo Su Jan lagi. “Bilamana kita mengharapkan nona Liauw bisa melakukan persiapan sejak sekarang, lebih baik kita buru-buru kasih kabar kepadanya.”

“Tetapi kau hendak menggunakan cara apa untuk mengabarkan hal ini kepadanya?”

“Kau boleh beritahukan soal ini kepada Liauw Thayjien.”

“Betul….”

Mendadak alisnya dikerutkan, sambungnya.

 “Jikalau kita dapat melihat perubahan paras muka nona Liauw sewaktu menyampaikan kabar tersebut kepadanya, barulah kita dapat mengetahui kejadian yang sebenarnya dan memahami apakah nona Liauw benarbenar merupakan seorang jagoan yang memiliki kepandaian lihay atau bukan, tetapi antara lelaki serta perempuan ada batas-batsnya, lagipula di adalah seorang gadis pembesar, bagaimana mungkin aku bisa pergi menemuinya?? Bagaimanapun aku tak dapat memeriksakan penyakit kedua kalinya!”

“Ssst… hamba punya satu akal!” tiba-tiba Nyoo Su Jan berbisik.

“Bagaimana akalmu itu??”

“Kita mencari kesempatan untuk melepaskan seorang musuh masuk ke dalam kamarnya, kemudian kita intip dengan cara bagaimana nona Liauw turun tangan menghadapi dirinya??” ujar Nyoo Su Jan dengan menggunakan suara yang paling lirih.

“Aku rasa cara ini kurang sesuai!” sahut Phoa Ceng Yan setelah termenung sebentar.

“Semisalnya nona Liauw benar-benar tidak mengerti akan ilmu silat bukankah kita akan menciptakan suatu peristiwa yang tidak diinginkan”.

“Kalau begitu bagaimana kalau hamba yang menyaru seperti kaum penjahat kemudian menerjang masuk ke dalam kamar nona Liauw guna melihat keadaan yang sebenarnya.”

“Cara inipun aku rasa tidak sesuai, semisalnya nona Liauw benar-benar merupakan seorang jago lihay yang memiliki kepandaian silat sangat tinggi, sampai si kongcu

 tukang foya-foya pun kena di tawan apalagi Nyoo Piauwtauw”.

“Tetapi tidak memasuki sarang macan bagaimana mungkin bisa berhasil memperoleh anak macan? jikalau ingin membuktikan nona Liauw benar-benar memiliki kepandaian ilmu silat atau tidak, kecuali menggunakan cara ini rasanya tak ada cara lainnya lagi yang sesuai!”

“Saat ini mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan musuh jauh lebih penting dari segala-galanya, kau pergi mengadakan persiapan terlebih dahulu dan sekalian peringatkan kepada semua orang agar mulai saat ini bertindak waspada, kepada Toa Hauw serta Giok Liong sampaikan pula pesan agar mereka jangan bergerak secara sembarangan, aku hendak pergi membicarakan persoalan ini dengan Liauw Thayjien!”

“Hamba turut perintah.”

Setelah menjura ia lantas mengundurkan diri dalam kamar.

Menanti Nyoo Su Jan telah pergi jauh, Phoa Ceng Yan baru menutup pintu dan berjalan bolak balik di dalam ruangannya.

Dalam hati ia merasa amat cemas dan kuatir sekali, secara samar-samar ia mulai merasa bahwa tugasnya kali ini terasa tidak gampang, dibalik semuanya ini tentu terselip suatu rahasia yang sangat misterius dan membingungkan, kemungkinan sekali Liauw Thayjien memang benar-benar tidak mengetahui akan urusan ini, kemungkinan juga ia sedang membohongi dirinya…..”

Berpikir sampai disitu, iapun mulai teringan akan kejadian-kejadian tempo dulu, ia merasa sejak permulaan, kejadian ini memang terasa rada tidak beres

 hanya minta dikawal menuju ke daerah selatan dengan membawa sedikit barang saja ternyata mereka tidak sayang-sayangnya membayar ongkos besar bahkan minta Cong Piauw-tauw mereka turun tangan sendiri, dirinya sebagai Hu Cong Piauw-tauw yang bertindak pun akhirnya hanya memperoleh perasaan ragu-ragu dari sang langganan.

Kejadian yang sangat tidak biasa ini seharusnya cukup memberikan suatu gambaran yang mencurigakan hati setiap orang, hanya sayang ternyata pada waktu itu tak seorangpun yang berpikir sampai di sana.

Setengah malamam bagi setiap orang terasa amat pendek, tetapi di dalam perasaan Phoa Ceng Yan, ia merasa seperti sedang melewati suatu masa yang amat panjang.

Dengan susah payah akhirnya haripun mulai terang, Phoa Ceng Yan sambil menghembuskan napas panjangpanjang membuka pintu dan berjalan keluar.

Tampaklah Nyoo Su Jan, Lie Giok Liong sekalian dengan mengembol senjara tajam berdiri di tengah tiupan angin kencang serta permukaan salju yang amat dingin, di atas paras muka setiap orang kelihatan amat letih.

Jelas, kemarin malam beberapa orang itu terus menerus melakukan perondaan disekeliling kuil dan sama sekali tiada waktu bagi mereka untuk beristirahat.

“Heeeei….!” tak terasa lagi Phoa Ceng Yan menghela napas panjang. “Su Jan! Suruh mereka mempersiapkan diri melanjutkan perjalanan, nanti kalian boleh beristirahat di dalam kereta!”

 “Jie-ya! Beruntung kemarin semalaman suasana tetap tenang……” kata Nyoo Su Jan tertawa paksa.

“Aku tahu, kalian semua terlalu menderita, suruh mereka mempersiapkan kereta untuk melanjutkan perjalanan, kalian beristirahatlah di dalam kereta…..”

Mendadak dari dalam ruangan tengah kuil tersebut berkumandang datang suara sampokan angin yang amat nyaring.

Suara tersebut tidak begitu keras, tetapi sewaktu terdengar oleh Nyoo Su Jan serta Phoa Ceng Yan, terasa bagaikan meledakkan bom di sisi mereka, dalam hati terasa sangat terperanjat.

Buru-buru mereka menoleh ke arah mana berasalnya suara tersebut, tampaklah di atas undak-undakan di depan kuil berdirilah seorang pengemis yang memakai pakaian sangat dekil dengan rambut yang awut-awutan, kakinya memakai sepatu dari rumput dan wajahnya penuh berminyak serta lumpur.

Walaupun wajahnya kotor sekali, tetapi dengan ketajaman mata si telapak besi bergelang emas, sekali pandang saja ia dapat mengetahui bila si pengemis tersebut ternyata berusia sangat muda, dan paling banyak tidak lebih dari dua puluh tahun.

Tak terasa lagi ia mengerutkan keningnya.

“Jie-ya!” bisik Nyoo Su Jan dengan cepat. “Di tengah tiupan angin kencang serta hujan salju yang sangat dingin, si pengemis cilik itu hanya memakai pakaian yang sudah kumal lagi robek, kakinya hanya memakai sepatu terbuat dari rumput dan sama sekali luar biasa. Kemungkinan sekali merupakan jagoan lihay dari perkumpulan Kay Pang.

 Perlahan-lahan Phoa Ceng Yan mengangguk, dengan menggunakan suara yang paling lirih ia menjawab.

“Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang sangat lihay sehingga kedatangannya sama sekali tidak menimbulkan sedikit suara, sudah cukup membuktikan bila ia punya kepandaian yang sangat luar biasa. Jikalau bukannya ia sengaja mengeluarkan suara kemungkinan sekali kita tak bakal tahu akan kedatangannya”.

“Hamba sangat menyesal sekali dengan kejadian ini, Jie-ya boleh beristirahat, biarlah hamba yang pergi menanyai dirinya.”

Ia lantas melangkah mendekati pengemis itu. “Kawan!” sapanya sambil menjura. “Jika dilihat dari

potonganmu agaknya mirip dengan seorang jagoan lihay dari pihak Kay Pang, entah dugaan cayhe ini benar atau tidak?”

Pengemis itu tersenyum, sehingga memperlihatkan sebaris giginya yang putih bersih.

“Jikalau aku katakan aku bukanberasal dari Kay Pang, tentunya kalian tak bakal percaya bukan” jawabnya.

“Ilmu meringankan tubuh dari kawan amat sempurna, hitung-hitung telinga aku memang sudah tuli semua! Anak murid perkumpulan Kay Pang mempunyai julukan sebagai kaum pendekar di dalam dunia kangouw dan selamanya melakukan pekerjaan secara terus terang dan blak-blakan, entah kedatangan kawan kecil ini ada maksud tujuan apa?”

“Haaa…..haaa…..haaa……. Nyoo Piauw-tauw! Perkataanmu yang meluncur keluar terus bagaikan air pancuran benar-benar membuat aku si pengemis cilik

 jadi sukar untuk membantah!” seru si pengemis tersebut sambil tertawa terbahak-bahak. “Sejak kemarin pagi-pagi aku si pengemis cilik sudah tertidur di dalam kuil ini, jikalau dikatakan siapa yang datang terlebih dahulu maka boleh dikata kedatanganku jauh lebih pagi beberapa jam dari kalian, maka dari itu aku harus jelaskan kepada kalian bahwa kedatanganku bukannya masuk secara sembunyi-sembunyi.”

Mendengar perkataan tersebut, Nyoo Su Jan jadi melengak.

“Kemarin malam Siauw-te sudah melakukan pemeriksaan dengan sangat teliti disekeliling tempat ini, mengapa waktu itu aku tak berhasil menemui saudara?” tanyanya.

Kembali si pengemis cilik itu tertawa.

“Aku tertidur di atas bangunan kuil ini, Apakah Nyoo Piauw-tauw telah memeriksa di atas ruangan kuil ini?”

“Oooouw kiranya begitu “ tak kuasa lagi Nyoo Su Jan menghembuskan napas panjang.

Ketika itulah Phoa Ceng Yan dengan langkah ke depan, “Loohu Phoa Ceng Yan!” ujarnya memperkenalkan diri sambil menjura.

“Oooouw…..si telapak besi bergelang emas Phoo Looenghiong!”

“Tidak berani……..tidak berani…..” Sekali lagi si pengemis itu tersenyum.

“Di dalam hati tentunya Phoo Loo-enghiong menaruh perasaan curiga terhadap kedatanganku ini bukan?”

Kiranya si pengemis cilik ini pandai bergurau, pikir Phoa Ceng Yan dalam hati.

 Walaupun begitu diluaran sahutnya.

“Menaruh curiga aku tak akan berani, hanya ingin sekali loolap mengetahui maksud kedatanganmu.”

“Kita bisa bertemu muka di dalam kuil ini, boleh dikata di antara kita memang ada jodoh…..”

“Oooouw…….ada jodoh?” sambung Nyoo Su Jan dengan cepat.

“Sudah tentu bukan karena itu saja, maka aku si pengemis cilik bisa berbicara demikian disebabkan sewaktu aku si pengemis tiba di dalam kuil ini benar tidak tahu bila perusahaan kalian bakal beristirahat di sini pula.”

“Atau paling sedikit kemarin malam kawan telah mengetahui bila kami dari perusahaan Liong Wie Piauwkiok sudah tiba di dalam kuil ini bukan,” kata Nyoo Su Jan kembali.

“Soal ini memang sedikitpun tidak salah, sewaktu saudara-saudara sekalian memasuki kuil ini, aku si pengemis memang sudah tahu, hanya saja saudarasaudara pada waktu itu sama sekali tidak mengetahui bila di dalam kuil masih ada aku si pengemis yang berdiam di sini.”

“Maaf, Loolap akan memanggil kau dengan sebutan saudara cilik saja” tiba-tiba Phoa Ceng Yan menimbrung sambil menjura.

“Phoa Loo-enghiong suka menyebut aku si pengemis sebagai saudara, hal ini benar-benar membuat aku merasa amat bangga.”

“Orang-orang Kay Pang kebanyakan merupakan jagojago  lihay  yang  memiliki  nama  besar  di  dalam  dunia

 kangouw, tolong tanya siapakah sebutan dari saudara cilik?”

Pengemis tersebut tersenyum.

“Aku si pengemis cilik she Pauw bernama Cing!”

“Aku dengar di dalam perkumpulan Kay Pang sudah muncul dua orang jagoan muda yang disebut Thian Tee Siang Liong atau sepasang naga langit dan bumi, di dalam sepasang naga tersebut agaknya ada seorang kawan she Pauw…..” nyeletuk Nyoo Su Jan dari samping.

Kembali si pengemis itu tertawa.

“Ooouw…..apakah orang itu tidak becus? Si naga langit Pauw Cing yang disebut tadi memang bukan lain adalah aku si Siauw-Pauw….”

“Ooouw…..kalau begitu cayhe sudah kurang hormat terhadap dirimu.”

“Tidak berani, tidak berani. Sebenarnya aku si pengemis cilik tidak ingin menganggu kalian dan secara diam-diam akan ngeloyor pergi, tetapi dalam hati aku kepingin sekali berbicara beberapa patah kata dengan kalian maka akhirnya aku telah munculkan diri.” 

“Entah Pauw Siauw-hiap ada urusan apa?” tanya Phoa Ceng Yan.

“Aaaakh….. Loo Enghiong terlalu memuji” si Naga Langit Pauw Cing tertawa, “Siauw-hiap dua kata cayhe tidak berani menerimanya jikalau Phoa Loo Eng-hiong suka memandan diriku, panggil saja aku dengan sebutan siauw Pauw!”

 “Haaa……haaa……haaa…… tidak nyana Si Naga Langit Pauw Cing benar-benar mengagumkan sekali, inilah yang dinamakan ombak belakang sungai Tiangkang mendorong ombak yang ada didepannya, orangorang baru mulai menggantikan orang-orang yang telah lama! Dengan usiamu yang masih kecil ternyata berhasil memiliki kepandaian yang sangat sempurnanya hal ini benar-benar membikin semua orang merasa sangat kagum”.

“Haaa……haaa……haaa…… Agaknya Loo Eng-hiong sedang mencekoki diriku dengan kuah pujian, maaf……maaf, aku si pengemis tidak doyan dengan kuah semacam ini.”

Mendengar perkataan tersebut paras muka Phoa Ceng Yan kontan saja berubah menjadi merah padam.

“Apa yang Loolap katakan adalah kata-kata yang sungguh!” serunya.

“Kalau begitu aku si pengemis pun ada beberapa patah kata yang hendak disampaikan kepada Phoa Loo Piauw-tauw!”

Agaknya Phoa Ceng Yan merasakan bahwa beberapa patah kata yang hendak disampaikan ini merupakan suatu persoalan yang sangat penting, wajahnya kembali berubah amat serius.

“Loolap tentu pentang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan perkataanmu!”

“Aku takut barang-barang kawalan dari perusahaan kalian bakal sukar tiba di kota Kay Hong Hu dengan selamat!” ujar Pauw Cing dengan serius. “Sekalipun bisa tiba di sana dengan aman inipun harus membayar dulu dengan  suatu  harga  yang  sangat  mahal  sekali, jikalau

 dibicarakan dari pihak kalian perusahaan Liong Wie Piauw-kiok kalian, kerugian ini benar-benar merupakan suatu kerugian yang tiada taranya….”

“Maksud saudara……” seru Phoa Ceng Yan yang dibuat melengak oleh perkataan tersebut.

“Bilamana dapat melepaskan barang kawalan ini, lebih baik cepat-cepat dilepaskan, hanya saja…..”

“Setiap pekerjaan ada peraturannya sendiri sendiri, kami yang bekerja dengan membuka perusahaan Piauwkiok boleh menolak tawaran orang, tetapi setelah menerima terpaksa dengan keraskan kepala harus dilaksanakan hingga selesai, melepaskan tanggung jawab di tengah jalan bukanlah sifat kami.” potong si telapak besi bergelang emas dengan cepat.

“Kalau begitu berusahalah mencari suatu tempat yang baik untuk mempertahankan diri dan menunggu bala bantuan dari markas pusat……”

Phoa Ceng Yan menghembuskan napas panjang. “Hingga kini Loolap masih tidak paham, sebenarnya

dimanakah letak berharganya kawalan kami kali ini, mengapa ada begitu banyak orang yang melakukan pengejaran dengan demikian ngotot sehingga tidak takutnya mengikat permusuhan dengan orang lain.”

“Aku si pengemis cilik ada beberapa patah kata yang hendak diucapkan keluar,” ujar Pauw Cing setelah termenung beberapa saat lamanya. “Tetapi setelah aku ucapkan keluar, harap Phoa Hu Cong Piauw-tauw jangan marah.”

“Haaaa……haaa……haaa….. tadi aku sudah katakan hendak menyebut dirimu dengan kata kata Pauw Loo-te, sudah  tentu  apa  yang  hendak   kau  ucapkan  silahkan

 diutarakan dengang terus terang, Loolap percaya masih bisa menerimanya!” seru Phoa Ceng Yan tertawa terbahak-bahak.

“Di dalam perkumpulan Kay Pang kami, ada sebuah peraturan yang tak tertulis di dalam daftar, ada dua macam orang yang tak boleh diajak berkawan.”

“Dua macam orang yang bagaimana?”

“Orang macam pertama adalah alap-alap serta kuku garuda perguruan Lak San Bun dan orang macam kedua adalah kawan-kawan kangouw yang mencari uang dengan membuka perusahaan Piauw-kiok seperti kalian………”

Ia menengadah ke atas lalu tertawa terbahak-bahak, tambahnya, “Haaaa……haaa…….haaa….. kami orangorang dari Kay Pang selamanya tidak berhubungan dengan orang-orang pihak Piauw-kiok, dan selamanya pun belum pernah turun tangan membegal barangbarang kawalan kalian.”

“Tentang soal ini Loolap paham!” Phoa Ceng Yan mengangguk. “Kebanyakan kawan-kawan Bu Lim memang pada tidak memandang sebelah mata kepada kami orang-orang yang mencari sesuap nasi dengan bekerja sebagai pengawal barang. Tetapi keadaan dari perusahaan Liong Wie Piauw-kiok kita rada berbeda…..”

“Perusahaan Liong Wie Piauw-kiok lebih mengutamakan keluhuran budi daripada harta kekayaan, asalkan kawan-kawan Bu Lim kita mencari mereka selamanya tidak pernah dibuat kecewa dan kembali dengan tangan kosong,” potong Pauw Cing di tengah jalan. “Kepandaian silat yang dimiliki oleh Cong Piauwtauw serta Hu Cong Piauw-tauw pun sangat tinggi, memandang  hormat  kepada  setiap  orang, keadaannya

 memang rada berbeda dengan keadaan perusahaan piauw-kiok lainnya. Tetapi kau harus tahu sembilan sembilan delapan satu, bagaimananpun Liong WIe Piauw-kiok kalian tetap merupakan sebuah perusahaan Piauw-kiok!”

“Perkataan dari Pauw Loo-te memang tidak salah, bagaimanapun Liong Wie Piauw-kiok kamu tetap merupakan sebuah perusahaan Piauw-kiok, sekalipun dibicarakan sampai dilangitpun tak akan bisa dibandingkan dengan para enghiong hoohan lainnya di dalam dunia kangouw, yang kita makan adalah nasi kerja keras, yang didapat adalah uang jual nyawa, hal ini tidak bisa dikatakan suatu keuntungan yang menonjol….”

“Phoa Loo Eng-hiong! Lebih baik kalau bicara jangan menyindir’ potong Pauw Cing sambil tersenyum. “Orang yang membuka perusahaan Piauw-kiok adalah bersungguh-sungguh hendak mencari untung, tidak mencuri tidak merampas dan pokoknya bukan merupakan suatu pekerjaan yang sangat memalukan. Cuma, kalian tak dapat membangkang lagi bahwa orang lain keluar uang maka kalian harus menjual nyawa. peduli pihak lawan punya kedudukan apapun baik itu seorang jagoan yang kerjanya tukang peras atau pembesar korup atau penguasa penghianat…….”

“Maaf Loolap hendak memotong perkataan dari Pauw Loo-te, perlu kau ketahui bahwa perusahaan Liong Wie Piauw-kiok kamu sudah menolak banyak sekali tawaran untuk mengawal barang. Jikalau orang yang mengajukan tawaran itu menurut kita kurang sesuai, maka peduli ia berani membayar seberapa besar biayanya pun kita tetap akan menolak.”

“Hhmmmm……..! Soal ini aku si pengemis cilik pun pernah mendengar orang berkata, perusahaan Liong Wie

 Piauw-kiok memang terdapat banyak hal yang keadaannya tidak sama dengan perusahaan-perusahaan lain, tetapi kendati bagaimana rapatnya kerja kalian tak urung sesekali akan tertembus juga.”

Mendadak ia memperendah suara dan tambahnya, “Cukup kita ambil contoh dengan kawalan kalian ini! Sebetulnya kalian sudah kena tertipu karena sebelum urusan ini diterima kalian tak mau melakukan penyelidikan terlebih dulu dengan teliti maka akibatnya terciptalah keadaan seperti ini hari.”

“Loolap kepingin sekali minta petunjuk akan satu hal terhadap diri Pauw Loo-tee, sampai saat ini Loolap masih merasa tidak paham dengan kawalanku ini, sebenarnya dimana-dimanakah terletak kesalahannya? Loolap sudah beberapa kali mengadakan pembicaraan dengan langgananku itu, tetapi aku rasa Liauw Thayjien bukanlah mirip seorang bersifat jahat.”

“Phoa Loo Eng-hion! Tahukah kau orang tua tempo dulu Liauw Thayjien pernah menjabat apa?”

“Tempo dulu dia adalah seorang pembesar tingkat dua.”

“Tidak salah!” seru Pauw CIng mengangguk. “Jabatannya memang pembesar tingkat kedua. Tetapi bagaimana keadaannya sewaktu menjabat sebagai pembesar? Apakah kau tahu?”

“Tentang soal ini ………., tentang soal ini cayhe rada kurang jelas.”

“Barang-barang apa saja yang mereka bawa? Phoa Hu Cong Piauw-tauw, tahukah??

“Benda-benda tak berharga keperluan sehari hari?”

 “Kalau cuma benda-benda tak berharga keperluan sehari-hari, dapat memancing daya tarik bagi para jagojago Bu Lim untuk turun tangan membegalnya?”

“Perkataan dari Pauw Loo-te sedikitpun tidak salah” sahut Phoa Ceng Yan membenarkan. “Tetapi Loolap sudah beberapa kali mengadakan pembicaraan dengan Liauw Thayjien selama ini aku belum pernah melihat mereka membawa suatu benda yang nilainya sangat berharga sekali.”

“Yang menghadapi bingung, yang menonton jelas! Kita yang sedang menonton jelas! Kita yang sedang menghadapi urusan ini kemungkinan sekali kurang jelas, kawan! Kau yang berada di luar garis persoalan ini, tentunya berita yang kau dengar sudah sangat banyak bukan?” nyeletuk Nyoo Su Jan dari samping.

“Bilamana saudara suka memberi tahu, cayhe tentu akan pentang lebar-lebar telinga untuk mendengar,” sambung Phoa Ceng Yan pula.

Pauw Cing tersenyum.

“Kerja sama kalian berdua memang sangat bagus” katanya. “Cuma aku si pengemis cilik merasa rada herang, barang-barang apa yang mereka bawa seharusnya Liauw Thayjien mengetahui jelas, aku si pengemis merasa rada tidak percaya bila mereka bisa memandang barang-barang itu jauh lebih penting daripada nyawa sendiri.”

“Walaupun Loolap tidak benar-benar tahu barang apa saja yang mereka bawa, tetapi ada satu hal yang Loolap ketahui dengan sangat jelas sekali!”

“Soal apa?”

 “Seluruh keluarga Liauw tidak mengerti akan ilmu silat!”

“Maka dari itu mereka baru mencari perusahaan Piauw-kiok kalian untuk menghantar?” sambung Pauw Cing sesudah termenung sebentar.

“Pauw Loo-tee!” ujar Phoa Ceng Yan tertawa pahit. “Bilamana kau telah mendengar sesuatu berita harap dibicarakanlah secara terus terang, aku orang she Phoa tentu akan merasa sangat berterima kasih sekali.”

Selesai berkata ia merangkap tangannya menjura. “Tidak berani……tidak berani…… aku tidak berani

menerima penghormatan yang demikian besarnya dari Phoa Loo Eng-hiong” buru-buru Pauw Cing membalas hormat.

Dengan suara yang sengaja dilirihkan sambungnya kembali.

“Menurut apa yang aku si pengemis dengar, agaknya keluarga Liauw mereka sudah membawa sebuah benda yang ada sangkut pautnya dengan Bu lim?”

“Apakah sebuah lukisan dengan pengagon kambing??”

Pauw Cing termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru jawabnya.

“Apa yang aku dengar agaknya bukan cuma sebuah lukisan saja, tetapi lukisan apakah satunya, ini cayhe merasa kurang jelas.”

“Lalu Pauw Loo-te mendapatkan berita ini dari mana??”

“Aku si pengemis mendengar berita ini dari beberapa orang   jagoan   Liok-lim   yang   siap-siap   hendak turun

 tangan membegal barang kawalan kalian, aku rasa sekalipun berbeda pun tidak akan terlalu jauh. Kalian berdua baik-baiklah berjaga diri, aku si pengemis mohon diri dulu…..”

Tubuhnya segera mencelat ke atas dan melayang ke atas genting kemudian hanya di dalam sekejap saja telah lenyap di tengah tiupan angin kencang yang berhawa sangat dingin itu.

Dengan termangu-mangu Phoa Ceng Yan memandang ke arah lenyapnya bayangan tubuh Pauw Cing, akhirnya menghela napas panjang.

“Heeei… sungguh cepat benar gerakan tubuhnya.” “Thian Tee Siang Liong dari perkumpulan Kay Pang

disebut orang sebagai jago-jago muda yang sangat cemerlang pada saat ini, sudah tentu kelihayan mereka sangat luar biasa. Ilmu meringankan tubuh dari Thian Liong boleh dikata sudah mencapai pada taraf kesempurnaan,” kata Nyoo Su Jan perlahan.

“Heeei….! Kalau begitu aku memang sudah rada tua!” seru Phoa Ceng Yan sembari mengelus jenggotnya yang terurai sepanjang dada.

“Akh…..! Tidak, Jie-ya masih gagah……” sambung Nyoo Su Jan dengan cepat.

Setelah merandek sejenak, ia menyambung kembali dengan pembicaraan yang lain.

“Orang-orang Kay Pang selamanya tidak pernah turun tangan membegal barang, jikalau tidak berbohong maka beberapa patah perkataannya itu boleh dipercaya beberapa bagian.”

“Bila kita pikirkan peristiwa ini secara lebih teliti maka dalam  hati  kita  akan  menemukan  kalau  persoalan  ini

 bukan semudah dan segampang seperti pikiran kita semua, oleh karena itu kita tak boleh seratus persen percaya, pun tidak boleh tidak percaya, yang aneh lagi, selama ini secara diam-diam Loolap selalu memperhatikan gerak-gerik dari Liauw Thayjien dan aku merasa dia tidak mirip seperti seorang bersifat jahat, dengan mengandalkan pengalamanku selama puluhan tahun lamanya, tidak bisa dikatakan bila sedikit titik terangpun tak berhasil aku dapatkan.”

“Jie-ya!” Nyoo Su Jan mendehem perlahan. “Aku rasa ada seharusnya kau pergi membicarakan persoalan ini dengan Liauw Thayjien, kita harus mengetahui dulu dengan jelas persoalan ini kemudia baru mengambil keputusan.”

“Menurut penelitianku selama beberapa hari ini, agaknya Liauw Thayjien tidak punya rahasia yang disimpan lagi, kecuali dia sebagai seorang pembesar negeri berhasil mengelabui sepasang mataku.”

“Jadi maksud Jie-ya Liauw Thayjien sudah menceritakan seluruh persoalan yang dipahami serta dimengerti olehnya kepadamu?”

“Sedikitpun tidak salah! Loolap rasa ia sudah tidak ada persoalan lagi yang dirahasiakan, jikalau dari pihak keluarga Liauw benar-benar masih memiliki sesuatu rahasia maka Loolap berani memastikan bila Liauw Thayjien tentu tidak tahu menahu ….”

Mendadak ia memperendah suara ujarnya.

“Saat ini kita sudah mengetahui bila di balik lukisan pengangon kambing masih terdapat lukisan lain, dan apa yang sebetulnya tersimpan di dalam rahasia ini kita masih belum mengetahui semua, urusan inipun Liauw Thayjien yang beritahukan kepadaku. Kini satu-satunya

 harapan kita adalah semoga saja Cong Piauw-tauw bisa cepat-cepat datang kemari, mengandalkan kecerdikannya kemungkinan sekali dengan sangat mudah ia akan berhasil memecahkan rahasia ini.”

“Jie-ya! Agaknya rasa curigamu terhadap nona Liauw sudah lenyap tak berbekas?” tegur Nyoo Su Jan.

“Walaupun nona Liauw memang patut dicurigai, tetapi menurut penglihatanku sudah mengalami perubahan yang amat banyak.”

“Mengalami perubahan apa saja?”

“Kemungkinan nona Liauw memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi semakin lama semakin kecil, kini peristiwa yang paling sukar untuk dipecahkan adalah mengenai terpukul mundurnya Lam Thian Sam Sah serta si Hoa Hoa Kongcu sehingga melarikan diri terbirit-birit!”

“Peristiwa ini memang sangat mengherankan sekali, mengapa Lam Thian Sam Sah serta Ke Giok Lang dapat menemukan tanda-tanda tersebut sebaliknya kita orang tak berhasil menemuinya?”

“Justru disinilah terletak bagian yang tak kupahami!” “Jie-ya!” seru Nyoo Piauw-tauw kembali. “Kini urusan

sudah mirip dengan anak panah di atas busur, bagaimanapun harus dilepaskan juga. Lebih baik secara terus terang dan terbuka kau orang langsung menanyakan persoalan ini kepada Liauw Thayjien, jikalau Liauw Thayjien tidak dapat memberi keterangan maka kita langsung pergi mencari nona Liauw, jikalau inipun akhirnya tak berhasil mendapatkan sesuatu, agaknya jauh lebih baik daripada kita berpeluk tangan saja. Entah bagaimana kalau menurut pendapat Jie-ya?”

 “Perkataanmu memang benar” Phoa Ceng Yan mengangguk. “Baiklah, biar aku pergi membicarakan persoalan ini sekali lagi dengan Liauw Thayjien.”

Perlahan-lahan Nyoo Su Jan mendehem ringan.

“Jie-ya, kapan kita hendak berangkat??” tanyanya. “Menurut Jie-ya lebih baik kita melanjutkan perjalanan ataukah tinggal di sini saja sambil menanti kedatangan dari Cong Piauw-tauw.”

“Bagaimana dengan keadaan tempat ini? rasanya bagus atau jelek??”

“Menurut penglihatan hamba, orang-orang Kay Pang tak akan membohong terutama sekali Thian Tee Siang Liong yang sudah memiliki nama sangat cemerlang di dunia kangouw, sudah tentu mereka tak bakal bicara sembarangan, hamba sudah melakukan suatu pemeriksaan yang amat teliti di sekeliling tempat ini, empat penjuru merupakan tanah kosong hal ini lebih mempermudah penjagaan, bahkan seluas beberapa lie tak kelihatan sebuah rumah penduduk, tempatnya pun cukup tenang dan bersih, bilamana kita sudah mengambil keputusan untuk menunggu kedatangan Cong Piauw-tauw, aku rasa lebih baik nunggu di sini saja karena rasanya jauh lebih aman daripada kita melanjutkan perjalanan.”

“Hhmmm…….! Perkataanmu memang sangat cengli!” “Jie-ya! Kau pergilah membicarakan persoalan ini

sekali lagi dengan Liauw Thayjien, jikalau mereka setuju untuk menunggu di sini maka hamba harus melakukan suatu penjagaan yang lebih teliti, dan akupun harus meninggalkan tanda-tanda rahasia sekeliling tempat ini.”

 Phoa Ceng Yan segera termenung berpikir keras, akhirnya ia menganggap hanya cara inilah yang paling aman, karena itu sahutnya kemudian.

“Baiklah! Biar aku pergi membicarakan persoalan ini dengan Liauw Thayjien, cuma saat ini hampir mendekati tutupan tahun, pekerjaan COng Piauw-tauw sangat repot, dapatkah dia orang datang kemari hal ini masih merupakan suatu tanda tanya?”

“Soal ini Jie-ya boleh berlega hati, jikalau pengawalan barang kali ini bukan ditangani oleh Jie-ya sendiri, dapatkah COng Piauw-tauw datang kemari sukar untuk dibicarakan, kini kecuali COng Piauw-tauw berangkat sendiri rasanya di dalam piauw-kiok sudah tak ada orang yang bisa dikirim lagi….”

Phoa Ceng Yan mendehem ringan.

“Tapi sekalipun COng Piauw-tauw datang sendiripun paling tidak dua tiga hari kemudian baru bisa tiba di sini, ia memliki seekor kuda jempolan.”

“Jie-ya!” seru Nyoo Su Jan dengan serius. “Asalkan kau sudah mengambil keputusan hendak tinggal di sini maka Liauw Thayjien bagaimanapun bisa dipaksakan untuk menurut. Sekalipun hendak melewati tahun baru di kota Kay Hong merupakan suatu kejadian yang penting tetapi aku rasa nyawa mereka jauh lebih penting daripada hal ini, asalkan Jie-ya bisa mengambil keputusan yang kukuh dan tegas rasanya Liauw Thayjien pun tak akan bisa berbuat apa-apa.”

“Tetapi…. soal ini rasanya kurang baik!”

“Kita kukuh hendak tetap tinggal di sini kesemuanya demi kebaikan keluarga Liauw, hamba telah melakukan pemeriksaan di sekeliling tempat ini, kurang lebih

 beberapa lie di sekitar kuil ini tidak kelihatan rumah penduduk, jikalau kita bisa mengatur penjagaan yang tepat, maka peduli siapapun akan sulit untuk menyelundup masuk kemari. Baiklah! Biar aku pergi melakukan pemeriksaan sekali lagi.”

Agaknya secara mendadak Phoa Ceng Yan teringat akan suatu persoalan yang sangat penting, tiba-tiba bisiknya.

“Su Jan! Kalian membawa kotak alat rahasia anakanak panah tidak.?”

“Kita membawa dua buah!” Nyoo Su Jan tertawa. “Sesudah memiliki dua buah kotak anak-anak panah

berantai maka berarti pula kita mempunyai kekuatan seperti dua puluh orang ahli ahli panah, jumlah kita tidak banyak, benda tersebut sangat membantu kita di dalam menghadapi serangan musuh.”

“Mungkin sekali pada saat ini Liauw Thayjien masih beristirahat,” ujar Nyoo Su Jan kembali sambil memandang cuaca. “Jie-ya! Kaupun semalaman tidak tidur, aku rasa di tengah siang hari bolong mereka tak bakal memperlihatkan gerakan apa-apa, apalagi mereka pun tidak bakal menduga bila secara mendadak kita berhenti di dalam kuil ini. Kau orang tua boleh beristirahat sebentar di dalam kamar, aku mau pergi mengatur mereka sekalian mempersiapkan makanan, paling sedikit kita harus mempersiapkan diri untuk tinggal di sini selama empat-lima hari lamanya.”

“Baiklah! Untuk sementara kita mempersiapkan diri seperti itu, tetapi jikalau dapat melanjutkan perjalanan sudah tentu jauh lebih baik kita buru-buru berangkat.”

 Nyoo Su Jan tidak berbicara lagi, segera ia putar badan berlalu.

Para anak buah perusahaan Liong Wie Piauw-kiok pada saat ini mulai ribut bekerja kembali untuk menurunkan barang-barang yang ada di kereta, membereskan kuda-kuda dan mengadakan persiapanpersiapan seperlunya guna menghadapi serbuan musuh.

Nyoo Su Jan sesudah memberi pesan kepada anak buahnya, dengan membawa Thio Toa Hauw serta Lie Giok Liong masing-masing menunggang seekor kuda perlahan-lahan berangkat menuju keluar kuil.

Ketika itu Phoa Ceng Yan telah kembali ke dalam kamar, dari jendela ia dapat melihat Nyoo Su Jan dengan membawa Lie Giok Liong serta Thio Toa Hauw berangkat meninggalkan tempat itu, walaupun di dalam hati kepingin sekali ia berteriak tetapi akhirnya ia paksakan diri untuk tutup mulutnya.

Terlihatlah ketiga orang itu bagaikan kilat cepatnya melarikan kudanya ke depan, hanya di dalam sekejap saja telah lenyap tak berbekas di balik permukaan salju nan putih.

Sebenarnya dengan meminjam kesempatan ini Phoa Ceng Yan hendak beristirahat sebentar, tetapi teringat mereka bertiga sudah pergi dan di dalam kuil pada saat ini tinggal Ih Coen beserta beberapa orang pembantu saja, hatinya mana mungkin bisa lega?. Akhirnya ia berjalan keluar meninggalkan ruangan dan meloncat naik ke atas kuil.

Pada waktu itu salju sudah berhenti, tetapi awan hitam masih menutupi seluruh angkasa dengan begitu tebal, bila ditinjau keadaannya mungkin tak bakal menjadi terang dalam beberapa saat.

 Perasaan hati Phoa Ceng Yan pun seperti halnya awan hitam tersebut, terasa amat gundah berat penuh dengan kemurungan dan kesedihan.

Ia sudah bekerja sebagai Piauw-tauw selama dua puluh tahun lamanya, telah menjelajahi hampir seluruh daerah utara maupun daerah selatan, pernah menemui berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus macam peristiwa semacam ini.

“Berpuluh-puluh orang jago-jago Liok-lim secara diamdiam mengincar mereka dan menanti saat yang bagus untuk turun tangan, tetapi sungguh aneh sekali jagoan lihay semacam Hoa Hoa Kongcu yang begitu terkenal, setelah hampir berhasil mencapai tujuannya lepas tangan di tengah jalan?

Kejadian yang aneh benar-benar terlalu banyak, perubahan-perubahan yang ada diluar dugaan dan sukar ditebak.

Dengan paksakan diri menekan perasaan murung tersebut perlahan Phoa Ceng Yan menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu.

Terlihatlah di atas permukaan tanah yang dilapisi salju nan putih kelihatan begitu sunyi hening dan kosong sama sekali tidak kelihatan tanda-tanda yang mencurigakan.

Setelah dirasanya tiada hal-hal yang patut dicurigai, si orang tua itu baru melayang kembali ke atas permukaan tanah.

Pada saat itu Ih Coen sedang memberi petunjuk kepada pembantu-pembantu perusahaan untuk menghela kereta-kereta serta kuda-kuda masuk ke dalam ruangan kuil.

 Dengan pandangan tawar Phoa Ceng Yan memperhatikan mereka bekerja, kecuali sebagai bekerja memindahkan barang-barang kereta serta kuda ternyata Ih Coen cukup pandai juga, ia membagi dua kelompok rombongan tersebut satu bagian bekerja bagian  yang lain beristirahat.

Menanti semua pekerjaan telah selesai, si telapak besi bergelang emas baru kembali ke dalam kamarnya untuk beristirahat sejenak.

Ia hendak berpikir secara tenang tindakan apa yang harus diambil untuk menghadapi kejadian yang amat kacau ini.

Mendadak………

Suara deheman ringan bergema datang diikuti terbukanya pintu kamar.

“Phoa-ya!” tegur orang itu yang kiranya bukan lain adalah Liauw Thayjien. “He-koan melihat kuda maupun kereta belum dipersiapkan, agaknya kalian tidak ada maksud untuk melanjutkan perjalanan.”

“Thayjien, mari duduklah, kita bicarakan persoalan ini perlagan-lahan,” kata Phoa Ceng Yan sambil menepuk sebatang kayi di sisinya.

Liauw Thayjien segera mengerutkan alisnya, tetapi ia menurut dan duduk juga ditempat yang diberikan kepadanya.

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw, kau ada persoalan apa lagi yang hendak dibicarakan denganku?”

“Setelah Loolap pertimbangkan secara masak-masak, maka aku rasa tetap tinggal di sini jauh lebih aman dari pada harus berangkat melanjutkan perjalanan.”

 Selesai mendengar perkataan tersebut, kontas saja Liauw Thayjien dibuat melengak.

“Jadi Phoa Hu Cong Piauw-tauw sudah mengambil keputusan untuk tetap tinggal di kuil ini dan membatalkan perjalanan??….” serunya

Menutut perasaan Loolap jikalau paksakan diri untuk melanjutkan perjalanan, kemungkinan besar kita semua bakal terjatuh ke dalam perangkap orang lain.”

“Phoa Hu Cong Piauw-tauw! Aku ingin minta keterangan tentang satu hal?” seru Liauw Thayjien kemudian dengan air muka berubah sangat hebat.

“Tidak berani……tidak berani, jikalau Thayjien ada perkataan silahkan diutarakan secara terus terang. Loolap tentu akan pentang telinga lebar-lebar untuk mendengarkan.”

“Aku pernah mendengar di dalam pekerjaan mengawal barang terdapat satu peraturan! Sekarang aku mau bertanya, di dalam perjalanan kali ini hendak menginap atau melanjutkan perjalanan sebetulnya ditentukan oleh sang langganan ataukah oleh Piauwtauw sendiri?”

“Sudah tentu ditentukan oleh sang langganan.” ujar Phoa Ceng Yan.

“Kalau begitu maka sekarang He-koan hendak menegur kau Phoa Hu Cong Piauw-tauw untuk segera melanjutkan perjalanan.”

“Thayjien!” perlahan-lahan Phoa Ceng Yan mendongak ke atas dan memandang sekejap ke arah Liauw Thayjien. “Sampai sekarang Loolap masih tidak paham sebenarnya kau ada urusan apakah sehingga begitu  tergesa-gesa  ingin  melanjutkan  perjalanan  dan

 memastikan diri sebelum Tahun baru harus tiba di kota Kay Hong? Hal ini menyangkut mati hidup kalian sekeluarga, apakah kalian hendak menempuh bahaya hanya dikarenakan ingin cepat-cepat tiba di tempat tujuan?”

“Heeei…..! Sebaliknya bilamana betul-betul ada orang yang hendak turun tangan membegal barang kawalan dari perusahaan Liong Wie Piauw-kiok kalian, sekalipun kita bertahan di dalam kuil inipun apakah mereka tak bisa datang kemari?” bantah Liauw Thayjien sembari menghela napas panjang.

“Tentang soal ini Loolap sudah mengadakan persiapan-persiapan yang teliti, sekeliling kuil ini merupakan sebuah tanah kaoang yang luas dan mudah dijaga apalagi berhentinya kita di tempat inipun akan membuat mereka kebingungan dan merasa ada di luar dugaan. Menantu mereka sadar akan persoalan ini dan datang kemari untuk mencari gara-gara, maka kita sudah cukup waktu untuk mengatur persiapan menghadapi mereka.”

“He-koan masih tidak memahami akan satu persoalan, sebetulnya kalian hendak mengatur persiapan apa lagi? jika benar-benar hendak mengatur persiapan bukankah menjaga di sini atau melanjutkan perjalanan adalah sama saja?”

“Thayjien! Lebih baik Loolap memberi penjelasan yang lebih terang lagi kepadamu, di depan sana pihak musuh telah memasang jebakan yang menanti kita orang untuk masuk perangkap, karena kita tak boleh pergi ke sana. Yang dimaksudkan dengan mengadakan persiapanpersiapan lain adalah menanti kedatangan dari Cong Piauw-tauw kami datang kemari, karena aku merasa bahwa peristiwa yang terjadi kali ini sangat aneh sekali

 dan terdapat banyak perubahan bahkan sangat menyimpang dari keadaan biasanya maka Loolap sudah merasakan bahwa beban seberat ini tak mungkin dapat dipikul lagi oleh diriku seorang diri, karena itu peristiwa ini sudah aku laporkan kepada Cong Piauw-tauw kami.”

“Perjalanan kesana lalu kembali lagi ke sini paling sedikit membutuhkan waktu dua puluh hari lamanya, kita tak bisa tinggal terus di dalam kuil ini.”

“Kita mengirim kabar tersebut dengan menggunakan burung merpati… ”

“Tetapi Cong Piauw-tauw kalian tak mungkin bisa tumbuh sayap untuk terbang kemari,” sambung Liauw Thayjien dengan cepat.

“Walaupun Cong Piauw-tauw kami tak dapat terbang kemari seperti burung tetapi ia memiliki seekor kuda jempolan yang dalam satu hari bisa melakukan perjalanan sejauh ribuan lie, jika melakukan perjalanan di malam hari bisa mencapai delapan ratus lie, semisalnya ia berangkat kemari maka hanya di dalam dua-tiga hari saja akan tiba disini.”

“Sekali-pun perhitungan kalian memang cengli tetapi karena kalian maka urusanku jadi terbengkalai.”

“Thayjien, saat ini merupakan saat-saat kritis yang menyangkut mati hidup kita semua, bilamana Thayjien mempunyai rahasia lain-nya aku rasa tak usah disembunyikan di dalam hati lagi.”

“Rahasia ini merupakan persoalan pribadi dari keluarga Liauw kami, hal ini sama sekali tiada sangkut pautnya dengan kalian orang-orang kangouw.”

 “Aaackh!bagus sekali” diam-diam pikir Phoa Ceng Yan di dalam hatinya. “Kendati kau orang licik bagaimanapun akhirnya kena aku desak juga.”

Walaupun di dalam hati ia berpikir demikian tetapi diluaran ia tetap menjawab dengan keren.

“Thayjien! Kemungkinan sekali kau merasa bahwa persoalan pribadimu itu tiada sangkut pautnya dengan kami orang-orang dunia kangouw, tetapi secara tidak kau sadari, persoalan tersebut sudah menyeret kalain ke dalam pertikaian yang terjadi di dalam Bu-lim.” 

“Kau tidak usah berpikir yang bukan-bukan, urusan ini sama sekali tiada sangkut pautnya dengan orang-orang dunia kangouw bahkan terseret sedikitpun tidak.”

“Kalau memang demikian adanya, mengapa Thayjien tidak suka menjelaskan kepada kami.”

“Harus diberitahukan?”

“Cayhe rasa urusan ini paling sedikit ada keuntungan dan tiada ruginya.”

“Baiklah! He-koan akan menjelaskan persoalan ini kepadamu, cuma saja….heeeei….kalian orang-orang Bulim benar-benar terlalu banyak menaruh curiga.”

“Kelicikan serta bahayanya dunian kangouw sangat besar sekali, Thayjien harap suka memaafkan kelancanganku ini”.

“Siauw-li sejak kecil sudah dijodohkan dengan orang lain, tidak beruntung calon suaminya telah menderita penyakit yang sangat berat, menurut perkataan dari para tabib-tabib lihay umurnya tak mungkin bisa melewati akhir tahun ini, He-koan yang sudah mengabulkan pinangan  mereka  tempo  dulu  sudah  tentu  harus buru-

 buru berangkat ke kota Kay Hong sebelum akhir tahun ini, bilamana terlambat aku takut perkawinan putriku akan menemui kegagalan.”

Phoa Ceng Yan yang mendengar kisah tersebut hanya bisa berdiri mendelong, untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, peristiwa ini memang benar-benar tiada sangkut pautnya dengan kejadian di dalam dunia kangouw apalagi terkait di dalam hubungannya dengan orang-orang kangouw.

‘Phoa Hu Cong Piauw-tauw, kau ingin bertanya lagi?” Liauw Thayjien mendehem perlahan.

“Soal ini…..soal ini……cayhe rasa tiada pentingnya untuk ditanyakan lagi.”

Perlahan-lahan Liauw Thayjien mendongakkan kepalanya memandang keadaan cuaca di luar ruangan, ujarnya kemudian.

“Walaupun salju sudah berhenti, tetapi awan masih menyelimuti seluruh angkasa. Jika dilihat dari keadaan ini aku takut ini hari tak mungkin bisa menjadi terang kembali.”

“Musim dingin tiba, salju sudah tentu bakal turun sepanjang bulan, kereta serta kuda-kuda kami merupakan kuda-kuda pilihan yang kuat dan dapat bertahan terhadap hawa dingin yang menyerang. Sekalipun hujan salju turun secara bagaimana derasnya tak bakal mempengaruhi perjalanan kita. Tetapi tujuan kita berhenti di dalam kuil ini sama sekali bukan sedang meneduh terhadap curahan hujan salju, melainkan keadaan kita sangat berbahaya, sedikit kurang berhatihati saja, kita bakal terjatuh ke dalam jebakan orang lain.”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar