Kitab Pusaka Jilid 33

Jilid : 33
TERDENGAR Chin Siau berkata:

"Saudara Suma, siaute merasa kangen sekali denganmu, semua kesalahan paham di masa lampau kini sudah menjadi jelas, akulah yang salah sehingga mau percaya perkataan orang dengan begitu saja, hampir aku menyusahkan kau, harap kau sudi memaaafkan"

"Aaah, mana, mana..."

Suma Thian yu yang mendengar bahwa kesalahan paham sudah dapat diselesaikan tentu saja merasa amat gembira, senyuman yang menghiasi wajahnya pun nampak semakin tambah cerah.

Tampaknya Chin Siau memang senang mengguyur orang dengan sebaskom air dingin, mendadak ia berkata lagi:

"Namun siaute masih ingin mencoba sekali lagi kelihayan ilmu silatmu itu"

"Apa? kau ingin bertaru lagi dengan ku?" Suma Thian yu termangu-mangu.

"Benar, tapi niatku ini berlandaskan maksud baik, lagipula menentukan menang kalah dibawah syarat yang sangat adil, tanpa dilandasi rasa dendam ataupun sakit hati, kitapun bisa bertarung dengan memakai bambu sebagai pengganti pedang. Dengan begitu kitapun tidak usah saling melukai, saudara Suma, apakah kau bersedia memberi muka kepada siaute...?" Semua perkataan dari Chin Siau ini diutarakan dengan nada tulus dan bersungguh-sungguh.

Sin sian siangsu yang berada disisinya, segera menyela pula:

"Bagus, bagus sekali, aku si pelajar rudin yang setuju  nomor satu, mari, mari, aku bersedia menjadi saksi, mari kita segera berangkat keluar kota"

Suma Thian yu yang menghadapi kejadian ini hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, namun dia pun merasa kagum atas keinginan Chin Siau yang begitu mantap dan tidak tergoyahkan oleh pengaruh apa pun.

Berangkatlah mereka berempat menuju keluar kota dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing, tak selang berapa saat kemudian mereka sudah tiba diluar kota.

Tampaknya Sin sian siangsu hapal sekali dengan daerah disekitar tempat itu, dia mengajak ketiga orang lain-nya menuju ketengah sebuah lapangan yang luas, kemudian katanya:

"Ayoh cepat persiapkan pedang bambu, waktu sudah tak banyak lagi, bila sampai terlambat dan pintu kota sudah tutup, kita bakal kerepotan sendiri"

Yang dimaksud sebagai pedang bambu tak lebih hanya sebatang bambu biasa, hampir pada saat yang bersamaan mereka berdua telah mempersiapkan sebuah bambu dan kembali ke tengah lapangan.

Sin sian siangsu segera berkata lagi:

"Apabila diantara kalian berdua tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, lebih baik batasilah pertarurgan dengan saling menutul daripada pertarungan ini mesti berekor panjang dikemudian harinya, nah sekarang kalian boleh mulai!"

Selesai berkata dia lantas mengajak Bi hong siancu wan pek lan mundur kesamping.

Chin Siau segera melompat ke depan arena, sedangkan Suma Thian yu pun pelan-pelan berjalan ke depan lawannya. Chin Siau adalah murid kesayangan Bu bok ceng (pendeta bermata buta), dia termashur karena ilmu pedang butanya.

Ketika ia sudah mengetahui posisi dari Suma Thian yu, sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat, pedang bambunya dilintangkan di depan dada, perhatian dipusatkan ke depan dan ia siap-siap melancarkan serangan pertama.

Suma Thian yu segera menghimpun pula segenap

perhatian dan pikirannya dengan, memusatkan pandangan ke ujung pedang, hatinya tenang bagaikan air dan tubuhnya kokoh bagaikan bukit Thay san.

Sin sian siangsu yang menyaksikan kejadian ini segera berbisik kepada Bi hong siancu:

"Chin Siau pasti kalah" "Darimana kau bisa tahu?"

"Tunggu saja nanti, kau pasti akan mengetahui dengan sendirinya bahwa perkataanku ini tak bakal salah"

Dalam pada itu, Chin siau telah turun tangan, dengan jurus naga sakti masuk samudra, secepat sambaran kilat dia melancarkan sebuah babatan ke wajah Suma thian yu.

Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Suma Thian yu sama sekali tidak gugup ataupun panik, ditunggunya serangan lawan dengan tenang, menanti ujung bambu itu hampir mencapai batok kepalanya, dia baru bertindak cepat  membabat pinggang Chin Siau dengan jurus memetik tali pie pa.

Sesungguhnya Chin Siau hanya bermaksud memancing musuhnya dengan jurus serangan tadi, karenanya ketika jurus pertama di lepaskan, ia telah mempersiapkan jurus kedua, karena itu serangan dari Suma Thian yu pun tidak berhasil mengenai sasaran.

Secara beruntun kedua orang itu bertarung sampai tujuh gebrakan lebih, namun posisinya tetap setali tiga uang alias sama-sama kuat, siapapun tak berhasil meraih ke untungan dari lawannya. Bagaimana pun juga Chin Siau adalah seorang pemuda yang ingin mencari menangnya sendiri, melihat usahanya gagal untuk meraih keuntungan, ia menjadi amat gelisah.

Mendadak gerakan tubuhnya dirubah, pedangnya dengan jurus Nuri terbang Hong menari, secepat kilat menusuk keulu hati Suma Thian ya dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.

Siapa tahu waktu serangan tersebut mencapai tengah jalan, tiba-tiba gerakan-nya berubah dengan jurus selaksa bunga dipersembahkan Buddha, ia melepaskan serangan berikut.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini diam-diam tertawa geli, ia tahu untuk menaklukan pemuda ini satusatunya jalan adalah mengalah kepadanya dengan begitu hubungan diantara kedua belah pihak pun dapat terjalin dengan lebih akrab.

Berpikir demikian, diapun segera merubah kembali serangannya.

Mendadak terdengar dua kali jerit kesakitan bergema memecahkan keheningan, tahu-tahu orang yang sedang bertarung di tengah arena itu sudah berpisah satu sama lainnya.

Sambil meraba bahu sendiri, Suma Thian yu segera berseru sambil tertawa:

"Saudara Chin memang benar-benar memiliki kepandaian tanggung, aku benar-benar merasa kagum"

Chin Siau sendiripun sedang memegang perut sendiri dengan kening berkerut, katanya kemudian sambil meringis:

"Aku mengaku kalah, kalah dengan setulus hati, kagum, sungguh mengagumkan, apabila Suma heng tidak memberi muka kepadaku, sudah dapat di pastikan aku pasti akan semakin malu"

"Aaaah, bila tidak menyerempet bahaya, mana mungkin aku bisa memukul saudara Chin" kata Suma Thian yu tetap merendah, "keberuntunganku kali ini tak lebih hanya karena saudara Chin sudi mengalah" "Saudara Suma, dengan ucapanmu itu aku merasa semakin malu sendiri" kata Chin Siau tertawa, "aku benar-benar sudah takluk, berbicara sesungguhnya aku dapat merasakan bahwa saudara Suma memiliki kepandaian silat yang amat tangguh, mau diserang tiada lubang kelemahan, kokoh dan tangguh bagaikan lapisan baja, betul-betul suatu kemampuan yang hebat"

Sin sian siangsu yang menonton jalan-nya pertarungan itu dari samping pun segera menimbrung pula sambil tertawa tergelak.

"Apa yang dikatakan Chin Siau memang benar, kali ini aku benar-benar merasa terbuka mataku, sampai aku sendiri pun dibuat kagum setengah mati, aku percaya diriku sendiripun tidak akan bisa menahan sebanyak sepuluh jurus di tangan setan cilik ini!"

"Sudah, sudahlah, tak usah kalian tempeli emas diwajahku, mari kita masuk kekota!"

Setelah kejadian hari ini, Chin siau semakin menaruh perasaan kagum dan hormat kepada Suma thian yu dan sejak itu pula persahabatan mereka berjalan semakin akrab dan rapat.

Ketika Suma thian yu dan Bi hong siancu kembali kerumah penginapan, dua bersaudara Thia segera menyambut kedatangan mereka.

Begitu bersua muka, sastrawan berpena baja Thin cuan segera menegur sambil tertawa tergelak.

"Haah...haahh... gembira kah hiante berpesiar?"

Dari pertanyaan tersebut Suma Thian yu tahu bahwa yang dimaksudkan dua bersaudara Thia adalah hubungannya dengan Wan pek lan, maka ia segera menggelengkan kepalanya sambil menghela napas:

"Merusak kegembiraan saja...merusak kegembiraan saja....

"Apa? Kalian berdua "

"Bukan!" tukas Suma Thian yu segera.

Secara ringkas dia pun segera menceritakan semua pengalaman yang baru saja dialaminya bersama wan pek lan. Mendengar kalau Suma Thian yu beradu kepandaian dengan Chin Siau, dua bersaudara Thia segera mendepakdepakan kakinya berulang kali sambil berseru:

"Sayang, sungguh sayang kami tak punya rejeki untuk turut menyaksikan tontonan bagus itu, mengapa kau tak kembali dulu untuk mengundang kami?"

"Aaah, mana mungkin? Baiklah biar aku perkenalkan dengan kalian besok pagi"

Keesokan harinya Sin sian siangsu dengan mengajak Chin Siau telah berkunjung, ketika mereka berkumpul, pembicaraan pun segera berlangsung hangat.

Yang paling hebat adalah Toan im siancu Thia yong segera tertarik pada ketampanan Chin Siau sejak pertemuan pertama sehingga dalam pembicaraan selanjutnya sorot matanya yang jeli sering melirik kearah Chin Siau.

Begitu pula keadaan-nya dengan Chin Siau, ia segera terpikat oleh kecantikan wajah Toan im siancu sejak pertemuan pertama bertemu, seakan-akan tergetar oleh aliran listrik bertegangan tinggi, keduanya merasa tergetar dan cepat-cepat melengos kearah lain.

Betapa gembiranya Sin sian siangsu yang menyaksikan peristiwa tersebut, dengan perasaan lega dia terbahak-bahak sambil katanya:

"Kali ini aku si pelajar rudin benar-benar bisa hidup santai dan menganggur.

Perkataan yang diutarakan sangat tiba-tiba ini kontan saja membuat Thia Cuan dan Suma Thian yu menjadi tertegun, apalagi setelah menyaksikan keadaan dari Sin sian siangsu itu, mereka semakin terheran-heran dibuatnya. Sin sian siangsu memandang sekejap ke arah Chin Siau dan Thia Yong berdua, kemudian sambil memejamkan matanya dan tertawa misterius ia berkata:

"Ayoh berangkat, pertunjukan yang menarik selalu berlangsung belakangan disaat permainan akan berakhir, kini langkah pertama sudah mulai, berarti aku si pelajar rudin akan menyakstkan tontonan yang menarik hati" Maka berangkatlah ke enam orang itu melanjutkan perjalanannya lagi.

Menjelang tengah hari mereka sudah berada dua puluh li dari perkampungan Lu ming ceng dibawah kaki bukit Hoa san, itu berarti menjelang senja nanti mereka sudah akan  mencapai tempat tujuan.

Lu ming ceng disebut sebuah perkampungan, padahal yang benar hanya terdiri dari lima enam keluarga saja yang diharihari biasa hidup sebagai pemburu, diantaranya terdapat sebuah keluarga yang hidup terpisah dari kelompok keluarga lain-nya.

Keluarga ini mendirikan bangunan-nya dibawah kaki bukit, selain megah pun indah dengan bunga dan bambu yang mengelilingi seputar bangunan.

Pemiliknya berasal dari marga Chin, ia pindah ketempat tersebut sejak setahun berselang.

Sebagai seorang kakek berusia enam puluh tahunan, dia sangat ramah terhadap semua penduduk perkampungan, hal ini dikarenakan kakek Chin ini memang seorang yang saleh, ramah dan suka menolong kaum yang lemah.

Orang ini tak lain adalah Tay Hoa kitsu (pertapa dari Tay hoa) Chin leng hui, seorang pendekar besar dari Bu tong pay dimasa lalu, yang tak lain adalah ayah kandung dari Hu yong siancu Chin Lan eng, perempuan cabul yang berhati keji itu.

Sejak disia-siakan anaknya yang menempuh jalan sesat, kakek ini menjadi tawar terhadap segala macam urusan keduniawian, sejak berdiam disini, saban hari dia menanam sayur di pagi hari dan melatih diri di malam hari, tak heran kalau ilmu silat yang dimilikinya dapat mencapai tingkatan yang lebih sempurna.

Entah dari mana Ciong liong lo sianjin mendapat tahu tentang alamatnya itu, ternyata dia telah memilih tempat tersebut sebagai pusat berkumpulnya para jago dari golongan lurus dalam pertarungan antara kaum sesat dan lurus yang akan berlangsung tak lama kemudian. Ketika senja menjelang tiba, matahari sudah mulai tenggelam dibalik bukit sana. Suara burung yang berkicau kembali kesarangnya membuat suasana diperkampungan Lu ming ceng tersebut terasa lebih ramai dan meriah.

Tiba-tiba dari dari luar perkampungan terdengar suara derap kaki kuda yang amat ramai, ternyata Suma Thian yu berenam telah tiba ditempat tersebut.

Tampaknya penduduk perkampungan Lu ming ceng sudah terlatih secara ketat dalam hal begini, segera ada orang yang lari ketempat kediaman Chin Leng hui untuk melaporkan kedatangan rombongan tersebut.

Tatkala Suma Thian yu sekalian sedang mencari tahu tempat tinggal dari Ciong liong lo sianjin dari penduduk setempat, Tay hoa kitsu Chin Leng hui dengan mengajak seorang bocah cilik telah muncul dimuka perkampungan.

Begitu bersua dengan Suma Thian yu, bocah cilik itu segera berteriak gembira:

"Engkoh Yu, kau telah membuatku menderita karena selalu memikirkan kau, aku harus meninjumu keras-keras"

Dengan kepalan tinjunya dia segera memukul tubuh Suma Thian yu dengan perasaan gemas.

Suma Thian yu sama sekali tidak membeti perlawanan, ia membiarkan dirinya dipukul, kemudian sambil tertawa tergelak baru katanya:

"Adik Liong, sudab cukupkah kau memukuli aku?" "Belum puas"

"Tapi kau toh mesti memberitahukan sebab musababnya lebih dahulu"

Gak Sin liong, si bocah cilik itu menghentikan pukulannya, lalu sambil cemberut katanya:

"Engkoh Yu, mengapa kau tidak memberi kabar secepatnya? Tahukah kau aku sudah setahun lebih menantikan kabarmu di dalam gua Hui im tong, hmm! Coba bayangkan sendiri pantaskah kau dipukul?"

Mengetahui apa alasannya, Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak, dia tangkap tubuh Gak Sin liong lantas memukul pantatnya dua kali kemudian ia baru membawanya masuk kedalam.

Sementara itu Tay hoa kitsu yang melihat kedatangan Sin sian siansu pu tampak gembira sekali, mereka sudah berangkat duluan kembali kerumahnya.

Ketika semua orang menuju kerumah kediaman Tay hoa kitsu, tampak Siau yau kay berjongkok didepan pintu macam pengemis kelaparan saja, disisinya nampak cawan bobroknya itu.

Sepasang manusia bodoh dari Wu san juga berada disitu, mereka hanya duduk ditepi sumur sedangkan didepan pintu berdiri seorang nyonya muda yang lembut dan cantik, dia adalah ibu dari Gak Sin liong, yakni Hui im tongcu Gak Say bwee.

Ketika orang-orang itu melihat kemunculan Suma Thian yu yang sama sekali tak terduga itu, mula-mula tertegun bercampur keheranan, sebab dalam anggapan mereka semua, Suma Thian yu sudah tewas.

Tak heran kalau mereka semua serentak maju mengerubungi Suma Thian yu.

Sambil tersenyum Hui tim tongcu Gak Say bwee segera berseru:

"Harap kalian masuk kedalam, mari kita berbincangbincang didalam saja"

Mereka semua pun bersama-sama masuk kedalam ruangan tengah, sementara Hui im tongcu segera menitahkan kepada Gak Sin liong untuk masuk kedalam dan mengundang keluar sucou nya.

Suasana dalam ruanganpun menjadi ramai sekali, semua orang berebut mengajukan pertanyaan kepada Suma Thian yu.

Dalam keadaan beginilah tiba-tiba terdengar Gak Sin liong berseru keras:

"Sucou ku datang!" Serentak semua orang menghentikan pembicaraan sambil berdiri disamping dengan serius, tampak dibelakang Gak Sin liong mengikuti Ciong liong lo sianjin yang segera manggutmanggutkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum:

"Silahkan duduk saudara sekalian, atas kehadiran kalian lolap ucapkan banyak terima kasih"

Setelah semua orang duduk, Suma thian yu baru maju kedepan dan berlutut dihadapan ciong liong lo sianjin dan Put Gho cu sambil berkata:

"Thian yu yang tidak berbakti baru sekaranng pulang kembali, untuk keterlambatan ini harap sudi dimaafkan"

Ciong liong lo sianjin tertawa terbahak-bahak. "Haah...haah...haah... sudah kuduga kalau anak Thian yu

dilindungi oleh rejeki dan umur panjang, ternyata dugaanku memang tidak meleset"

Sebaliknya Put Gho cu yang menyaksikan murid kesayangan-nya dapat kembali dengan selamat pun segera memperlihatkan perasaan yang sangat gembira.

Kedua orang tua itu segera memerintahkan kepada pemuda itu untuk duduk, menyusul kemudian Sin sian siangsu, Chin Siau, dua bersaudara Thia dan Bi hong siancu sekalian maju memberi hormat.

Ketika didesak oleh semua orang, Suma Thian yu pun  segera menceritakan kisah perjalanannya semenjak berangkat ke Tibet sampai pulang kembali kerumah.

Selesai mendengarkan penuturan tersebut, Put Gho cu segera berkata:

"Anak Yu, benarkan kokcu dari lembah put kui kok adalah Hui thian long cay (srigala bengis terbang kelangit) yang dulu pernah merajai wilayah See ih?"

Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya:

"Tecu tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, tapi tampang orang itu..."

"Tak usah dikatakan lagi, aku kenal dengan orang ini, bila ucapanmu benar maka kokcu dari lembah Put kui kok tersebut sudah benar adalah srigala bengis terbang kelangit dan bininya pun sudah pasti San hoa popo"

Ketika pembicaraan sampai disitu, Put gho cu pun menceritakan pula kisah pengalaman-nya dulu.

Peristiwa tersebut terjadi pada lima puluh tahun berselang sewaktu Put gho cu sedang dalam perjalanan menuju kewilayah See ih, dia telah berkunjung kerumah srigala bengis itu.

Tapi dalam suatu pembicaraan yang berbeda pendapat akhirnya kedua orang itu saling bermusuhan sendiri.

Sementara itu nama besar Put Gho cu termashur dan menggetarkan seluruh dunia persilatan, bahkan namanya sempat termasyur sampai wilayah See ih, karena itulah Hui thian long pay atau srigala bengis ini sudah bersiap mengajaknya berduel.

Akhir dari pertarungan tersebut, Put Gho cu menderita luka parah sedangkan serigala bengis itu terjerumus kedalam jurang dan tidak diketahui nasibnya.

Sungguh tidak disangka lima puluh tahun kemudian  ternyata srigala bengis itu masih hidup bahkan menjadi kokcu dalam lembah Put kui kok, peristiwa tersebut benar-benar jauh diluar dugaan siapa pun.

Mendengar penuturan dari Put Gho cu tersebur, semua orang pun menaruh kesan yang lebih mendalam terhadap serigala bengis itu.

Terdengar Hut Gho cu berkata lebih jauh:

"Menurut pendapatku, sudah pasti srigala bengis terbang dilangit telah bersengkongkol dengan Kun lun indah untuk melakukan perbagai macam kejahatan"

"Dari nana kau bisa tahu?" tanya Toa gi Khong Sian segera. "Hal ini menurut penilaianku saja, ketika Thian yu berhasil

kabur dari penjara, dia telah membunuh pula ketiga orang  jago dari srigala bengis itu, dalam keadaan demikian siapapun tak akan mampu menahan diri, apalagi bagi srigala bengis yang selalu angkuh dan tinggi hati" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia pun berkata lebih jauh:

"Sekalipun Kun lun indah tidak mengundangnyapun, dia sama saja akan mengajak anak buahnya untuk bergabung. Orang ini berhati keji dan buas, sudah pasti dia akan berusaha untuk membalas dendam dan tak akan melepaskan Thian yu dengan begitu saja"

Sian yau kay segera tertawa terbahak-bahak:

"Ha ha ha ha, kalau mau datang biarkan saja datang, kalau ingin pergi biarkan pergi, buat apa kita mesti merisaukan? Kali ini kita bertindak tegas, bukankah tujuannya untuk membersihkan dunia persilatan dari manusia-manusia kurcaci seperti mereka itu? Kalau dia datang sendiri kemari, hal ini malah kebetulan jadi kitapun tak usah repot-repot sendiri"

"Benar sih benar" kata Put Gho cu kembali, "cuma kau mesti tahu, serigala bengis terbang dilangit adalah manusia yang tidak mudah dihadapi"

"Bagi aku si pengemis, yang penting adalah menghabisi riwayat manusia durjana semacam itu, sampai waktunya aku si pengemis yang pertama-tama akan mencobanya"

Begitulah setelah pembicaraan berlangsung amat asyik, Ciong liong lo sianjin pun segera memanggil Suma Thian yu agar mendekatinya, lalu berbisik:

"Anak yu, mata kitab pusaka itu?"

"Berada disaku anak Yu" cepat-cepat Suma Thian yu mengeluarkan kitab tersebut dari sakunya dan diserahkan kepada Cong liong lo sianjin.

Setelah menerima kitab itu, Ciong liong lo sianjin pun tidak memeriksanya lagi, kepada semua orang dia berkata dengan suara dalam:

"Saudara sekalian, badai berdarah yang mengancam dunia persilatan saat ini sesungguhnya timbul karena kitab pusaka ini, sepintas lalu saja peristiwa ini terjadi seakan-akan karena perselisihan antar pribadi yang kemudian dihimpun menjadi satu, padahal yang sebenarnya adalah disebabkan kitab pusaka tersebut" Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia menyambung:

"Nasiblah yang mempermainkan manusia, sejak kitab pusaka ini muncul kembali, suasana didalam dunia persilatan sudah dicekam ketakutan, tampaknya Thian telah mengutus Thian yu untuk bertanggung jawab atas badai pembunuhan ini"

Kata-kata yang sederhana dari Ciong liong lo sianjin ini sesungguhnya kalau diperhatikan kembali justru mengandung arti yang lebih mendalam.

“Sebagai contoh adalah nasib Thian yu, sejak kecil sudah tertimpa bercana, lalu dia ikut Kit hong kiam kek, dan diterima sebagai murid oleh Put Gho cu, bahkan mendapat  perlindungan dan kasih sayang dari kalian semua, hingga sekarang nasibnya boleh dibilang kurang bahagia atau lebih tepat dikatakan penuh diliputi kemisteriusan. Setelah beberapa kali menemui musibah, dia selalu berhasil lolos dalam keadaan hidup sampai akhirnya membawa kembali kitab pusaka yang hilang, bukankah kesemuanya ini merupakan permainan dari takdir?”

Ketika Ciong liong lo sianjin menyelesaikan kata-katanya, sorot mata semua orang pun bersama-sama dialihkan ke wajah Suma Thian yu, membuat wajah pemuda itu berubah menjadi merah padam bagai kepiting rebus.

Tay gi Siu Khong Sian segera tertawa terbahak-bahak, serunya kemudian:

"Haaah...haah... haah...untung saja setan cilik ini berhasil merebut kembali kitab pusaka itu, kalau tidak, akulah yang pertama-tama tak akan membiarkannya hidup"

Kemudian sambil terpaling kearah adiknya Ji gi siu, terusnya:

"Bukankah begitu adikku?" "Hmmmm" Ji gi siu segera menyahut.

Sementara semua orang sedang berbincang-bincang dengan riang gembira, tiba-tiba dari belakang pintu muncul seorang penduduk yang berseru dengan napas tersengkalsengkal.

"Diluar ada tamu"

Tay hoa Kitsu sebagai tuan rumah kembali bangkit berdiri siap beranjak keluar, tapi Siau yau kay segera memanggilnya sambil berseru:

"Tak usah kesana, suruh saja dia mengajak kemari"

Tay hoa kitsu Chin leng hui pun mengurungkan niatnya dan memerintahkan penduduk itu untuk mengajak tamu tersebut masuk.

Tak lama kemudian penduduk itu sudah muncul kembali dengan seorang penunggang kuda, ketika Tay hoa kitsu melihat orang itu tak dikenal, diapun menjadi menyesal karena membiarkan tamu asing itu masuk sampai kedalam.

Orang itu adalah seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan yang berpakaian ringkas dan menyoren golok dipunggungnya, ia menunggang kuda hitam yang amat kekar.

Tiba di ruang depan, orang itu sama sekali tidak melompat turun dari kudanya, dia menjura kepada Tay hoa kitsu dengan hambar dan berseru lantang:

"Aku mendapat perintah dari Siau tayhiap menyampaikan kabar, besok malam pada kentongan pertama, dia akan datang tepat pada waktunya di lapangan Koan jit Pang!"

Sementara Tay hoa kitsu hendak menjawab, tiba-tiba Siau yau kay telah munculkan diri dan berseru kepada lelaki itu:

"Hey, apakah orang she Siau sudah datang?"

"Aku merasa kurang leluasa untuk menjawab pertanyaan itu!"

"Aku bilang orang she Siau itu sudah datang belum?" sekali lagi Siau yau kay mengulangi lagi kata-katanya.

"Aku tidak tahu!"

"Sepulangnya nanti beritahu kepadanya, aku si pengemis menyuruh dia datang membawa dupa besok malam" seru Siau yau kay kemudian sambil tertawa ketolol-tololan. Mendengar perkataan yang tak genah dari pengemis tua itu, lelaki tersebut tidak banyak bicara lagi, dia segera menggebrak kudanya dan berlalu dari situ.

Tay hoa kitsu pun segera melaporkan kejadian ini kepada Ciong liong lo sianjin. Mendapat laporan itu, lo sianjin hanya manggut-manggut saja kemudian meneruskan kembali katakatanya.

"Aku rasa isi dari kitab pusaka ini sudah dipelajari semua oleh Thian yu, dan dia pun sudah memahami semua rahasianya, berarti tak ada gunanya untuk disimpan lagi dari pada mendatangkan bencana dikemudian hari, maka lolap bermaksud hendak memusnahkan saja kitab ini"

Semua orang merasa amat terkejut setelah mendengar ucapan ini, sedangkan Put Gho cu segera menimbrung pula. "Maksud cianpwe memang bagus, cuma kalau kita rusak

kitab pusaka ini apakah tidak melanggar cita-cita dari Ku hay siansu yang dulu menciptakan kitab tersebut?"

Ciong liong lo sinjin segera manggut-manggut.

"Ketika Ku hay siansu membuat kitab ini sebenarnya dia bermaksud untuk menyiapkan kitab ini demi mengatasi bencana berdarah yang bakal terjadi, kini bila kitab tersebut tidak dimusnahkan, berarti pada generasi mendatang masih akan terjadi kekacauan demi kekacauan, sampai kapan dunia persilatan baru akan menjadi tenang?"

Mendengar ini, samua orang pun memberikan persetujuannya, maka Ciong lo sianjin pun segera memusnahkan kitab pusaka tersebut.

Sementara itu Hui im tongcu bangkit berdiri dan berkata sambil tersenyum:

"Sekarang Suma hiantit sudah kembali dengan selamat,  aku rasa kedudukan sebagai pemimpin rombongan pun harus dipikul oleh hiantit, entah bagaimana dengan pendapat kalian semua?"

Cepat-cepat Suma Thian yu menampik usul tersebut, sedangkan semua orang pun berpendapat lebih baik Hui im tongcu saja yang meneruskan mamegang jabatan itu. Sebab ia sudah lama mempersiapkan diri, disamping itupun sudah mempunyai gambaran terhadap situasi pada umumnya, maka jabatan harus dialihkan kepada Thian yu, mereka kuatir hal ini justru akan ditunggangi musuh.

Melihat semua orang masih tetap mendukungnya, terpaksa Hui im tongcu pun harus meneruskan kembali jabatan-nya untuk menjadi pemimpin rombongan. Maka dia pun membeberkan semua rencananya yang telah dipersiapkan selama ini.

Mendadak ia merasa masih ada dua orang yang belum hadir, segera tanyanya:

"Heran, mengapa Tam pak cu locianpwee dan Hian cing totiang belum nampak juga?"

Suma Thian yu segera menceritakan pengalamannya sewaktu berjumpa dengan Hian cing suheng.

Mendengar itu Put Gho cu berkata:

"Mereka tak mungkin akan mengingkari janji, hanya masalahnya mereka terlalu nakal, sudah jelas telah datang, siapa tahu justru bersembunyi diatas tiang rumah jadi pencuri kecil, apakah hal ini tidak menggemaskan saja!"

Mendengar perkataan itu semua orang segera mengangkat kepalanya dan memandang keatas, namun mereka tidak berbasil menemukan sesuatu apapun, maka tanpa terasa mereka pun mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Put Gho cu.

Melihat hal ini, Put gho cu hanya tersenyum saja tanpa menjawab.

Sebaliknya Ciong liong lo sianjin segera berkata sambil tertawa terbahak-bahak:

"Haa...haa...haah...sudah, sudahlah, kalian tak usah bermain-main lagi, waktu yang tersedia buat kita sudah tak banyak lagi, harus segera berangkat"

Semua orang mengira perkataan dari Ciong liong lo sianjin ini ditujukan kepada Put gho cu, siapa tahu Siau yau kay segera membentak keras: "Hey, masih juga belum mau menampakan diri, apakah menunggu sampai aku si pengemis tua yang membekuk batang leher kalian?"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba terdengar seseorang tertawa nyaring, lalu bersamaan dengan berkelebatnya bayangan manusia, Tam pak cu telah munculkan dirinya.

Tay gi siu Kong Sian kontan saja mengumpat:

"Main sembunyi macam tikus, rupanya kau hendak jadi mata-mata untuk menyelidiki kami?"

"Haah... haaah... yang lagi menjadi mata-mata berada di dapan"

Kemudian menghadap keluar pintu dia berteriak pula: "Hidung kerbau, mengapa kau belum masuk juga?"

Ketika semua orang berpaling, tampak Hian cing tojin telah muncul didepan pintu, dibawah ketiaknya nampak menjepit seorang lelaki, ternyata lelaki itu tak lain adalah manusia yang mendapat perintah untuk menyampaikan kabar dari Siau wi goan tadi. Rupanya setelah meninggalkan tempat itu tadi, lelaki tersebut telah balik kembali dan secara diam-diam menyelundup masuk ke dalam.

Siapa tahu gerak-geriknya itu sudah diamati terus oleh Tam Pak cu dan Hian cing to liang, belum lagi berhasil menyusup, ia sudah ditangkap oleh Hian cing tojin.

Hui im tongcu berseru dengan gembira:

"Tak nyana kalian bisa datang engan membawa hadiah, sungguh bagus sekali, totiang, letakkan bajingan itu ke tanah, silahkan minum secawan air teh sebagai jasa bagi jerih payahmu"

Hian cing tojin meletakkan lelaki ke atas tanah, kemudian ia memberi hormat kepada Ciong liong lo sianjin, setelah itu baru memberi salam kepada gurunya, Put gho cu.

Dalam pada itu, Hui im tongcu telah memberi tanda kepada Gak Sin liong agar menyekap lelaki itu ke dalam penjara, kemudian ia baru menanyakan banyak soal rahasia dari Tam pak cu sebagai persiapan untuk menghadapi musuh esok malam.

Sesungguhnya bentrokan yang terjadi antara golongan lurus dan sesat dimasa lalu sudah seringkali terjadi, hanya saja belum pernah diselenggarakan secara besar-besaran seperti kali ini.

Kalau dimasa lalu, pertarungan selalu diselenggarakan dipusat suatu partai atau perkumpulan, hanya kali ini kedua belah pihak setuju untuk melangsungkan pertarungan di lapangan Koan jit peng dipuncak bukit Hoa san.

Dengan cara demikian, maka tiada kemungkinan bagi ke   dua belah pihak untuk mempergunakan akal muslihat yang  licik keji ataupun persiapan jebakan serta alat perangkap yang licik, semua pertarungan akan diselenggarakan dengan mengandalkan kekuatan yang murnii dan ilmu silat yang  sejati.

Disamping itu, pertarungan pun bukan di langsungkan demi memperebutkan semacam benda mustika atau dendam kesumat, seandainya adapun hanya merupakan urusan pribadi segelintir manusia saja, seperti misalnya Suma Thian yu terhadap Kun lun indah, Siau yau kay terhadap Kun lun indah dan Chin Siau terhadap Siau hu yong.

Pertarungan yang berlangsung kali lni hanya boleh dibilang untuk mengadu kekuatan dan melihat siapa yang mampu merajai seluruh dunia persilatan, atau tegasnya pertarungan ini demi memperebutkan nama dan kedudukan.

Begitulah, keesokan harinya setelah Hui im tongcu mengatur segala sesuatunya, berangkatlah dia bersama rombongan besar menuju ketebing Koan jit pang dibukit Hoa san.

Bagi angkatan yang lebih tua, perjalanan ini ditempuh penuh dengan senda gurau, seakan-akan sedang berpesiar saja, sama sekali tidak dicekam oleh suasana tegang.

Sedangkan kaum mudanya sama-sama menggosok kepalan sambil bersiap sedia menjajal kemampuan yang dimiliki,  meski pun harus disertai dengan debaran jantung yang keras, diantaranya Gak Sin liong yang memperlihatkan penampilan paling tegang.

Sepanjang perjalanan tiada hentinya dia bertanya ini itu, sebentar berada disisi ibunya, sebentar lagi kembali kesisi Suma Thian yu, gerak-geriknya seperti tak ada tenang.

Sedangkan Chin Siau, mungkin ilmu silat yang dipelajari termasuk ilmu yang bersifat tenang, maka sepanjang jalan dia hanya membungkam diri dengan sikap yang tenang sekali, sekalipun Toan im siancu beberapa kali mengajaknya berbincang-bincang, dia selalu menjawab dengan ringkas dan tak banyak bicara.

Semakin demikian sikapnya, justru semakin besar perhatian Toan im siancu terhadapnya, olen sebab itu Toan im siancu belum pernah meninggalkan sisi tubuhnya.

Berbeda sekali dengan Bi hong siancu, dia selalu menunjukkan sikap yang murung dan mulut yang terbungkam, seringkali dia melirik kearah Suma Thian yu sambil menghela napas panjang.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut, segera bertanya dengan penuh perhatian:

"Adik Lan, apakah kau merasa tidak sehat?" "Tidak"

"Lantas mengapa selalu bermuram durja?" "Aku....aku menguatirkan dirimu"

Koan jit peng, terletak di puncak bukit Hoa san.

Hui im tongcu memimpin kawanan jago mencapai tanah lapang dipuncak tersebut dan menuju ke arah barat laut, karena dari arah barat daya sudah dipenuhi pihak musuh.

Sesudah masing-masing mengambil tempat duduk, Suma Thian yu pun mulai memperhatikan keadaan dari pihak lawan.

Dari sekian jago yang hadir, diantara hanya seorang kakek aneh yang belum pernah dijumpai selama ini. Tapi kalau ditinjau dari dandanan serta potongan wajahnya, tak sulit untuk menduga orang itu sebagai raja iblis nomor wahid dari rimba hijau, si mayat hidup Ciu Jit bwe. Sementara itu, Kun lun indah, Siau wi goan telah tampil ke tengah lapangan dan memberi hormat kepada semua orang sambil berkata:

"Sungguh gembira hatiku menyaksikan kehadiran anda sekalian tepat pada waktunya, malam ini udara cerah dan rembulan bersinar terang, sesunggulnya Wi goan sengaja memilih tempat ini dengan harapan tak ingin mengusik ketenangan orang lain. Baiklah, perkataan bertele-tele rasanya percuma untuk diutarakan, bagaimana kalau kita selesaikan saja masalahnya dengan kekerasan"

Sambil berkata ia sudah bersiap sedia untuk mengundurkan diri dari situ

Mendadak terdengar si harimau hitam Lim Kong berseru keras:

"Siiau tayhiap, apakah kau telah memberikan keterangan kepada mereka?"

"Oyaa..." Kun lun indah Siau Wi goan segera membalikkan badan dan berkata lagi:

"Benar, hampir saja Wi goan melupakan suatu masalah besar, mumpung pertarungan belum dilangsungkan, aku memang merasa perlu untuk memberi penjelasan lebih dulu. Kita sebagai anggota persilatan sudah sewajarnya kalau bertindak jujur dan terbuka, maka didalam pertarungan nanti, lebih baik kita bertarung seorang melawan seorang saja daripada terjadi suatu pertarungan secara massal"

Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan:

"Umat persilatan sebenarnya berasal diri satu keluarga, tapi selanjutnya dikuasai oleh segolongan kaum yang mengangkat dirinya paling murni, akibatnya banyak pendekar yang terdesak sehingga menyebabkan terjadinya gontokmenggontok diantara sesama sendiri. Kuanjurkan dalam pertarungan nanti, harap kalian semua bisa mengeluarkan segenap ilmu silat yang dimilikinya tanpa sungkan-sungkan, sehingga biar matipun tak perlu sayang, entah bagaimanakah pendapat kalian semua...?" "Segala sesuatunya kami akan turut perintah, silahkan Siau tayhiap mengutus orang untuk bertarung" kata Hui im tongcu mewakili golongan lurus.

Siau wi goan segera mundur kembali ke barisan, tak lama muncullah seorang kakek ke arena, dia adalah Boan thian hui (terbang memenuhi angkasa) Ya Nu, seorang piausu yang berhianat dari perusahaan Sin liong piankiok.

Orang ini langsung turun ke arena tanpa minta persetujuan lebih dulu dari Kun lun indah, sebenarnya Siau Wi goan hendak menghalanginya, namun niat tersebut kemudian diurungkan.

Begitu bertemu dengan Ya Nu, amarah Bi hong siancu segera berkobar, baru saja dia akan tampilkan diri, mendadak tubuhnya di tarik seseorang dari belakang ketika ia berpaling ternyata orang itu adalah Gak Sin liong.

Terdengar bocah itu berkata:

"Enci Wan, bagaimana kalau Liong ji yang turun ke arena dalam babak pertama ini?"

Melihat wajahnya yang patut dikasihani itu, Bi hong siancu segera mengangguk.

"Adik Liong mesti berbaik hati, ketahuilah setan tua itu liciknya bukan kepalang"

Melihat nona itu menyetujui, Gak Sin liong menjadi girang setengah mati, dia segara berjalan menuju ke tengah arena.

Tak terlukiskan rasa gusar Ya Nu ketika melihat seorang bocah berusia dua tiga belas tahunan terjun ke arena untuk menghadapinya, dia mengira Hui im tongcu sengaja hendak membuatnya malu, hal ini segera menimbulkan niatnya untuk menghabisi nyawa bocah tersebut.

Sementara itu Gak Sin liong sudah tiba didepan Ya Nu segera menjura seraya berkata:

"Setan tua, ayoh sebutkan dulu namamu sebelum menerima kematian..."

HAWA AMARAH YA NU semakin berkobar lagi setelah mendengar ucapan ini, dengan penuh amarah dia membentak: "Enyah kau dari sini!"

Sebuah tendangan kilat langsung diarahkan keperut Liong ji, serangan tersebut dilancarkan sangat kuat dan dahsyat, didalam anggapannya dalam sekali serangan saja Gak Sin liong tentu akan terpental seperti sebuah bola karet.

Siapa tahu perhitungannya sama sekali melesat, baru saja tendangan itu dilancarkan, tiba-tiba Sin Liong merendahkan tubuhnya sambil menyambut datangnya serangan, kemudian dengan tehnik meminjam tenaga memanfaatkan tenaga, dia betot tubuh Ya Nu lebih kemuka.

Akibat dari betotan ini, Ya Nu menjadi kehilangan keseimbangan badannya sehingga tak ampun lagi tubuhnya segera terjerembab kearah depan.

Gik Sin liong yang jeli dan pandai, sudah barang tentu tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu lagi, begitu melihat Ya Nu sudah roboh, ia segera menerjang kedepan sambil balas melancarkan sebuah tendangan.

"Duukk...!"

Tendangan tersebut bersarang telak sekali membuat Ya Nu segera menjerit kesakitan dan muntah darah segar, seketika itu juga ia roboh tak sadarkan diri.

Gak sin liong segera bertepuk tangan sambil tertawa tergelak, jengeknya:

"Rupanya dia tak lain hanya seorang gentong nasi yang sama sekali tak berguna"

Dia membalikkan badan siap mengundurkan diri.

Mendadak terasa desingan angin tajam menyambar tiba dari belakang tubuhnya, menyusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia melayang melewati atas kepalanya dan turun tepat dihadapannya.

Ketika Gak Sin liong mencoba untuk mengamati orang itu, ternyata dia adalah lotoa dari Tiang pek sam sat, si makhluk berekor sembilan Li Gi.

Sebagaimana diketahui, si makhluk berkepala sembilan Li   Gi sudah pernah merasakan kekalahan secara tragis di tangan Gak Sin liong, itulah sebabnya begitu menghadang dihadapannya, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia mengayunkan kepalan-nya menghantam tubuh bocah tersebut.

Biarpun Gak Sin liong belum cukup berpengalaman, bagaimanapun juga dia sudah terdidik oleh seorang guru kenamaan, ia sama sekali tidak gugup atau pun panik menghadapi datangnya ancaman, sambil miringkan badannya menghindarkan diri, segera ejeknya sambil tertawa cekikikan:

"Hey, apakah kaupun kepingin mampus?"

Makhluk berkepala sembilan Li Gi sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, secara beruntun dia melancarkan dua buah serangan, tapi semuanya berhasil dihindari Gak Sin liong secara mudah, lama kelamaan Gak Sin Hong yang masih muda dan berdarah panas habis juga kesabaran-nya.

Suatu ketika dia sengaja membuka pertahanan sendiri untuk memancing masuknya serangan dari Li Gi.

Nampaknya nasib Li Gi harus berakhir secara tragis, sekalipun selama ini dia malang melintang dibukit Tiang pek san, namun mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau seorang bocah cilik yang masih berbau tetek pun bisa mengambil resiko untuk mencari kemenangan.

Begitu melihat pertahanan bocah itu terbuka, dia lantas menyangka lawannya masih kurang berpengalaman sehingga tanpa sadar membuka titik kelemahan sendiri, dengan perasaan girang ia segera menggempur Gak sin liong dengan jurus harimau hitam mencuri hati.

"Serangan yang bagus!" bentak Gak Sin liong keras-keras.

Dengan cekatan dia mundur kebelakang sambil miringkan tubuhnya, menyusul kemudian sepasang tangannya mencengkeram lengan Li Gi erat-erat dan membetotnya kemuka.

Lalu dengan manfaatkan posisi badan lawan yang terhuyung kemuka, sebuah tendangan kilat langsung ditujukan kelambung musuh. Tiba-tiba saja terdengar Li Gi mengerang kesakitan, lambungnya pecah terkena tendangan yang menggeledek itu sehingga ususnya berhamburan keluar, tentu saja tubuhnya ikut roboh terkapar keatas tanah.

Penampilan Gak Sin liong yang cemerlang dan berhasil merontokan dua orang jago lawan secara beruntun, segera disambut kawanan jago dari golongan lurus dengan tepuk sorak yang gegap gempita.

Mimpipun Kun  lun indah tak menyangka kalau bocah cilik  itu memiliki kepandaian silat sedemikian hebatnya, dia merasa mendongkol di samping gelisah, cepat-cepat serunya kepada ketua perkumpulan Tiang ciau pang dari Hoang hoo yang bernama Kang Hong siang itu:

"Saudara Kang, lebih baik kau saja yang turun arena, bilamana perlu bunuh saja keparat itu!"

Kang Hong siang menyahut dan pelan-pelan menuju ke arena, siapa tahu pada saat itulah si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sudah memburu lebih dulu kedalam arena, terpaksa Kang Hong siang balik kembali ke tempat semula.

Gak Sin liong sama sekali tidak kenal dengan malaikat sakti bermata tunggal, tapi dia sedang dibuat asyik oleh pertarungan, maklumlah bagi seorang bocah yang secara beruntun sanggup merobohkan dua orang lawan, rasa gembiranya tentu tak terlukiskan dengan kata-kata.

Oleh sebab itu ia tak ambil peduli siapakah musuhnya kali ini, bahkan kendatipun lawan-nya adalah seekor harimau pun tak akan dipandang sebelah mata.

Sambil bertolak pinggang dan mata melotot segera serunya:

"Hey, apakah kaupun sudah bosan hidup?"

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sama sekali tidak menggubris, ditatapnya bocah itu dengan wajah dingin tapi serius, Kemudian setibanya di depan Sin liong sepasang tangannya segera dipentang lebar-lebar untuk mencengkeram tubuh bocah tersebut.  Sepuluh gulung desingan angin tajam yang berhawa dingin dan menusuk tulang segera menyambar kedepan dengan kecepatan luar biasa.

Tapi Gak Sin Liong adalah seorang bocah yang tak takut terhadap langit maupun bumi, dia menunggu sampai  kesepuluh jari tangan lawan tiba didepan mata kemudian sepasang telapak tangannya baru di rangkap menjadi satu dan di angkat keatas, menyusul  kemudian  lengannya di rentangkan untuk menangkis kedua lengan Ciong Eng hui.

Bukan begitu saja, menyusul gerak mata, sebuah lengannya dipakai untuk melindungi dada, lengan yang lain diayunkan ke depan melancarkan bacokan ke dada musuh.

Gerakan itu panjang untuk diceritakan tapi cepat bagaikan kilat dalam kenyataan-nya, Ciong Eng hui benar-benar dibuat terkecoh oleh musuhnya, dia tidak menyangka kalau Gak Sin liong bakal mengambil tindakan tersebut, ketika sadar keadaan sudah terlambat, terpaksa ia sambut pukulan itu dengan kekerasan.

"Blaaammm !"

Sambil menggertak gigi menahan diri, Ciong Eng hui sambut serangan tersebut, namun akibatnya dia harus mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, wajahnya berubah menjadi hijau membesi.

Sekali lagi berhasil meraih kemenangan membuat Gak Sin Hong semakin percaya dengan kemampuan yang dimilikinya, namun dengan cepat, dia mendesak maju lebih ke muka, kemudian melepaskan sebuah bacokan lagi dengan jurus membunuh naga di balik ombak.

Membara sorot mata tunggal Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui, dia berkaok-kaok penuh amarah, gerakan tubuhnya segera dirubah, ia sambut serangan lawan

dengan jurus angin menyapu sisa awan lalu sekejap kemudian dirubah menjadi serangan kepalan yang disodokkan kemuka dengan jurus menyambut datangnya gempuran ombak.

Gak Sin liong bukan seorang bocah bodoh yang mudah dipecudangi lawan, dia meski kecil orangnya tapi lincah dan cerdas, akibatnya Ciong Eng hui benar-benar dibuat bulanbulanan oleh lawannya.

Meski demikian pihak kaum lurus mengikuti pertarungan tersebut dengan perasaan yang berdebar juga, terutama sekali Bi hong siansu Wan Pek lan, dia benar-benar merasa kuatir sekali.

Mendadak dari arena bergema suara jerit kesakitan yang memilukan hati, segera Bi hong siansu memandang kedepan, setelah mengetahui apa yang terjadi, dia baru menghela napas panjang sambil berbisik didalam hati.

"Sungguh berbahaya"

Menyusul kemudian dia baru bertepuk tangan sambil berseru:

"Adik Liong, suatu prestasi yang bagus, ayoh kembali, kau harus menunggu giliran dilain saat"

Sekali lagi Gak Sin liong berhasil menghajar malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sehingga terluka parah dan roboh terjengkang diatas tanah.

Adapun kepandaian yang dipergunakan bocah itu dalam serangannya kali ini tak lain adalah ilmu pukulan Sian poo hui hong ciang ajaran suciu nya, Ciong liong lo sian jin, tidak heran kalau tak seorang pun di antara lawan-lawannya berhasil meloloskan diri.

Ketua Tiang ciau pang Kang Heng hui segera merasakan hatinya bergidik setelah menyaksikan malaikat sakti bermata tunggal kembali dibikin keok oleh musuhnya, tapi urusan sudah berkembang menjadi begini, tentu saja dia tak bisa mundur dengan begitu saja kalau tak ingin ditertawakan orang.

Maka setelah mempersiapkan diri, pelan-pelan dia terjun kedalam arena.

Hui im tongcu Gak Say bwee yang menyaksikan putra kesayangannya berhasil mengalahkan tiga musuh sekaligus, dalam hati kecilnya pun merasa gembira sekali, begitu melihat Kang Hong Siang tampilkan diri, ia kuatir Liong ji terluka,  maka segera teriaknya: "Liong ji, ayoh kembali, kali ini harus tiba giliran dari enci Thia mu!"

Mendengar namanya di sebut, Toan im sian segera melompat turun kearena, namun sesaat sebelum melangkah keluar dia sempat melirik sekejap kearah Chin Siau.

Secara kebetulan Chin Siau pun sedang memandang kearahnya, maka ketika empat mata saling bertemu bagaikan di sambar aliran listrik, perasaan kedua orang itu sama-sama merasa nyaman.

Setibanya ditengah arena, Toan im sian cu Thia Yong segera menjura sambil berkata:

"Sudah lama kudengar nama besar Kang pangcu, sungguh beruntung kita dapat saling bersua pada malam ini"

Kang Hong siang tertawa tergelak: "Haaaah...haaah...haaa... lebih baik nona Thia tak usah

banyak bicara, cepat loloskan pedangmu!"

Toam im siancu yang menghadapi musuhnya dengan sopan ternyata malah bibalas dengan sikap yang ketus membuat nona itu naik pitam, diapun tidak sungkan-sungkan lagi, sambil mencabut pedangnya ia berseru keras:

"Lantas mengapa Kang pangcu tidak meloloskan senjatamu?"

Sekali lagi Kong Hong siang tertawa tergelak: "Haaa...haah...haaah... biar kulayani dirimu dengan tangan

kosong belaka, daripada ditertawakan orang sebagai orang tua yang menganiaya anak kecil"

Amarah yang berkobar dalam dada Toan im siancu semakin membara, pikirnya:

"Bagus sekali....kalau toh kau bersedia menghantar kematianmu, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji"

Berpikir demikian, dia segera memusatkan seluruh perhatiannya sambil mengawasi lawan tanpa bergerak.

Kang Hong sing benar-benar amat jumawa, dia berdiri seenaknya dan berkata sambil tertawa angkuh:

"Silahkan melancarkan serangan!" "Lihat pedang! bentak Toan im siancu Kemudian sambil menhimpun tenaga dalamnya kedalam lengan kanan.

Lalu dengan  jurus  walet terbang mengejutkan naga, secepat kilat dia tusuk tubuh Kang Hong siang dengan diiringi desingan angin tajam.

Dalam pertarungan yang berlangsung kali ini kedua belah pihak sama-sama mengandalkan kecepatan masing masing untuk saling menyambar, dalam sekejap mata bayangan kepalan dan cahaya pedang telah menyelimuti angkasa.

Kang Hong siang dapat menjadi ketua terkumpulan Tiang ciau pang tentu saja memiliki kepandaian yang tangguh, buktinya dia sanggup menghadapi serangan pedang lawan dengan tangan kosong belaka.

Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah bergebrak dua puluh jurus, lambat laun kang hong siang mulai tak mampu menahan diri.

Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan kejadian ini menjadi gelisah sekali, cepat-cepat dia memerintahkan si setan muka hijiu Siang Tham agar tampilkan diri untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Pelan-pelan Setan muka hijau Siang Tham bangkit berdiri dan berjalan menuju ke tengah arena.

Hui im tongcu Gak Say bwee memang tak malu menjadi pemimpin wanita yang cekatan, melihat kejadian tersebut dia segera memerintahkan kepada sastrawan berpena baja Thia cuan untuk segera tampilkan diri pula kearena.

Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah tiba ditengah arena, sastrawan berpena baja Thia cuan segera melompat kehadapan-nya dan berseru sambil menjura:

"Apablia saudara Siang punya keinginan untuk bermain, bagaimana kalau kita bermain-main sendiri?"

"Persis dengan selera toayamu" jengek Siang Tham ketus.

Dari sakunya Sastrawan berpena baja mengeluarkan sepasang senjata poan koan pit nya, maka pertarunganpun segera berlangsung. Setan muka hijau memutar goloknya dengan jurus dewa menunjuk jalan membacok ketubuh sastrawan berpena baja.

Sebagai murid dari Heng see cinjin, sudah belasan tahun lamanya sastrawan berpena baja mendalami ilmu poan koan pit nya, boleh dibilang kepandaian tersebut telah dilatihnya mencapai puncak kesempurnaan, tentu saja ia tak mau unjuk kelemahan-nya, dengan cepat dia menangkis sambil melancarkan serangan balasan.

Dengan demikian, setan muka hijau Siang Tham pun tidak mempunyai kesempatan lagi untuk memperhatikan keadaan dari Kang Hong siang.

Dua pasangan yang sedang bertempur di arena sama-sama melangsungkan pertarungan-nya dengan amat seru.

Kali ini Kang Hong siang sudah berada dalam keadaan hanya bisa menangkis tanpa berkemampuan melancarkan serangan balasan lagi, Toan im siancu yang menyaksikan peluang baik tersebut tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dengan begitu saja.

Dia segera merubah gerakan tubuhnya, pedangnya diayunkan keangkasa dengan jurus bintang dan bulan saling bersinar untuk menciptakan beritik-titik cahaya bintang kemudian menusuk tubuh Kang Hong siang secara ganas.

Mendadak saja Kang Hong siang merasakan sekujur badannya bergetar keras dan mundur dua langkah kebelakang.

Siapa sangka jurus serangan dari toan im siancu ini justru bertujuan untuk memancing lawan, begitu melihat kang hong siang mundur, ia segera membentak keras:

"Lihat serangan!"

Ditengah jalan pedangnya berubah jurus dengan gerakan bintang bergerak awan berubah, lalu secepat sambaran petir, cahaya tajam itu menyambar kemuka.

Tahu-tahu saja terdengar Kang Hong siang mengerang kesakitan:

"Aduuh !"

Bunga darah segar memercik kemana-mana, ketua perkumpulan Tiang ciau pang yang sudah cukup lama malang melintang dalam dunia persilatan ini mati seketika dengan keadaan mengerikan.

Belum habis jerit kesakitan dari Kang Hong siang, dari pihak lain terdengar pula suara jeritan kesakitan.

Ketika mendengar suara jeritan tersebut, Toan im siancu segera merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan cepat dia berpaling dan berseru kaget:

"Aaah, toako!"

Secepat kilat tubuhnya menerjang kearah arena pertarungan, rupanya sebuah lengan dari sastrawan berpena baja telah dipapas kutung oleh setan muka hiju Siang Tham, bahkan pada saat itu si setan muka hijau sudah siap mengayunkan goloknya untuk menghabisi nyawa lawan-nya.

Untung saja Toan im siancu bertindak cepat dengan menangkis bacokan goloknya secara keras lawan keras.

Sastrawan berpena baja Thia Cuan segera manfaatkan kesempatan itu untuk menjatuhan diri menggelinding ke samping, akhirnya ia berhasil juga menghindarkan diri dari ancaman bahaya.

Hui im tongcu Gak Say bwee segera bertindak cepat dengan menyerobotnya dan membantu untuk menghentikan aliran darahnya.

Dalam pada itu, Toan im siancu dan setan muka hijau telah terlibat dalam pertempuran yang amat seru.

Sambil melancarkan serangkaian serangan-nya, Tham Siang mulai mencaci maki:

"Bocah perempuan, kau sakit hati bukan? Heeh...heeeh... heeeh... berikut ini adalah giliranmu. Aai sayang, sayang sekali, seorang nona yang begitu cantik sebentar lagi harus kehilangan sebuah lengannya, apakah hal ini tidak patut dikasihani?"

Perkataan dari Siang Tham ini semakin membangkitkan hawa amarah bagi Toan im siancu tapi menggusarkan pula Chin Siau yang sedang duduk menonton. Dengan cepat Chin Siau melompat bangun dan minta ijin kepada Hui im tongcu, kemudian melompat ketengah arena sambil serunya kepada Thia Yong:

"Nona Thia, kau boleh mengundurkan diri, biar aku yang membalaskan dendam untukmu!"

Toan im siancu merasa gembira sekali melihat kekasihnya turun tangan, dia segera melancarkan sebuah bacokan kemudian melompat mundur kebelakang.

Melihat bocah perempuan itu mundur, semua amarah dari setan muka hijau Siang Tham segera dilampiaskan kepada Chin Siau, teriaknya dengan gusar:

"Bocah keparat, kau ingin mencari mampus?"

Dengan wajah serius Chin Siau tertawa tergelak sambil sahutnya cepat:

"Lebih baik tak usah banyak bicara, kalau ingin mampus lebih baik pasang lehermu baik-baik untuk kubacok!"

"Anjing sialan!" teriak setan muka hijau Siang Tham penuh amarah.

Goloknya dengan jurus Angin puyuh menggetarkan ombak langsung membacok ketubuh Chin Siau.

Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Chin Siau tertawa dan tidak sampai golok musuh menyambar datang, pedangnya sudah ditutulkan keujung golok lawan sambil bentaknya:

"Serahkan nyawamu!" tiba-tiba cahaya tajam berkilauan, setan muka hijau Siang Tham hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu tengkuknya terasa dingin.

Belum sempat dia menjerit, darah segar sudah menyembur keluar dengan derasnya, tidak ampun tubuhnya segera roboh terjengkang keatas tanah dan tewas seketika.

Tampaknya Chin Siau merasa lega hatinya sesudah berhasil membalaskan sakit hati kekasihnya, tanpa memperdulikan orang ia dia balik kembali ketempat duduknya.

Sementara itu Toan im siancu telah kembali pula setelah menengok keadaan luka dari kakaknya, melihat mayat Siang Tham menggelepar diatas genangan darah, ia tahu kekasihnya berhasil membunuh orang tersebut, hatinya benar-benar gembira sekali.

Kalau bisa dia ingin segera memeluknya kencang-kencang dan memberikan sebuah ciuman sebagai perasaan terima kasihnya.

"Ooooh saudara Chin, aku sangat berterima kasih kepadamu" serunya dengan gembira.

Chin Siau tersenyum, dia merendah dulu kemudian baru mengambil tempat duduk.

Dengan tewasnya setan muka hijau Siang Tham, maka peristiwa ini segera bangkitkan amarah dari si mayat hidup, demikian pula si harimau angin hitam Lim Khong, sekujur tubuhnya segera gemetar keras karena gusarnya, sambil membalikkan badan dia segera menerobos maju ketengah arena sambil bentaknya:

"Orang she Chin, ayoh tampil ke depan untuk menerima kematian!"

Chin Siau sama sekali tidak menggubris, dia duduk di tempat dengan sikap yang tenang sekali tanpa ambil perduli,

sebab dalam hatinya hanya terdapat seorang musuh, orang itu adalah Siau hu yong Chin Lan eng yang banyak akal muslihat dan berdaya upaya untuk mencelakai dirinya.

Itulah sebabnya terhadap umpatan dan tantangan dari harimau angin hitam Lim Khong, boleh dibilang dia menganggapnya sebagai angin berlalu saja.

Tentu saja Hui im tongcu Gak Say bwee cukup mengetahui tentang maksud hati Chin Siau tersebut, ia segera meminta kepada Sin sian siangsu untuk menampilkan diri.

Dengan langkah yang seenaknya, Sin sian siangsu segera tampil kedalam arena, sebaliknya harimau angin hitam segera merasa terkesiap setelah mengetahui siapa lawan-nya.

Sin sian siangsu dengan lagaknya yang ketolol-tololan langsung menghampiri lawan-nya, lalu serunya sambil tertawa cekikikan:

"Kita berdua harus bergaul dengan lebih akrab lagi, tentu saja Lim tayhiap tidak menampik bukan?" Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari arah lain telah berkumandang pula suara bentakan keras.

"Lim lote, silahkan mundur dulu. Serahkan saja setan tua ini kepadaku"

Sin sian siangsu segera berpaling, ternyata orang itu adalah musuh bebuyutannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun.

Tanpa terasa Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak: "Haaahh...haaahh...haaahh...hey musuh bebuyutanku,

nampaknya sebelum seorang diantara kita mampus, pertarungan diantara kita berdua tak pernah akan berakhir, hiiiih...hiiiihh...hari ini kita mesti bermain sampai puas"

Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram pula.

"Setan rudin, Koan jit peng adalah tempat untuk mengubur mayatmu, percuma banyak bicara, lihat kampak!"

Begitu selesai berkata, dia lantas mengayunkan kampaknya kedepan dengan jurus menyapu rata lima bukit, serangan tersebut langsung membacok kearah batok kepalanya.

Sin sian siangsu segera berteriak kesakitan sambil jeritnya: "Aduuh mak, besar nian kampakmu!"

Dengan cekatan sekali dia menyelinap kesamping, memang benar, senjata yang di pergunakan kakek tujuh bisa Kwa Lun saat ini adalah sebuah kampak yang besar, panjang lagi berat.

Gagal dengan serangan yang pertama, kakek tujuh bisa segera melepaskan sebuah bacokan lagi kearah pinggang.

Sin sian siangsu segera merendahkan bahunya sambil menyelinap kebelakang, sebagai dua orang musuh bebuyutan, mereka sama-sama bergerak cepat dan jurus serangan pun seringkali ditujukan kebagian yang mematikan, hakekatnya semua ancaman merupakan serangan untuk beradu jiwa.

Pada mulanya Sin sian siangsu masih dapat bergerak santai dan sekehendak hati sendiri, malah disertai pula dengan senyuman dan ejekan, namun kemudian ia segera terjerumus dalam suatu pertempuran yang amat seru, terpaksa dia mesti mengeluarkan segenap ilmu simpanannya untuk bertarung melawan kakek tujuh bisa. Dengan mengandalkan kampak raksasanya, dalam waktu singkat si kakek tujuh bisa telah berhasil menempati posisi diatas angin, dia selalu berada dipihak penyerang dan melancarkan serangannya dengan kekuatan yang luar biasa.

Hui im tongcu Gak Say bwee yang menjumpai peristiwa ini diam-diam mengucurkan keringat dingin karena menguatirkan keselamatan Sin sian siangsu, katanya kemudian kepada Siau yau kay:
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar