Kitab Pusaka Jilid 27

Jilid : 27

SiAN POO HUT HONG CIANG atau ilmu pukulan Angin puyuh bergelombang, merupakan ilmu pukulan hasil ciptaan

dari Cong Liong Lo sianjin, manusia paling aneh didalam dunia persilatan.

Kini Suma Thian yu telah mengerahkan tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian untuk menghadapi serangan musuhnya, bisa dibayangkan betapa hebatnya keadaan tesebut.

Coba kalau kondisi badan Suma Thian yu tidak terpengaruh lebih dulu oleh keletihan akibat perjalanan sepanjang hari, hasil pengaruh yang dihasilkan dari serangannya tersebut tentu setingkat lebih hebat lagi.

Gara-gara sikapnya yang memandang enteng musuh, Wan Wan cu telah menderita luka dalam yang sangat parah, dia sama sekali tak menyangka kalau bocah ingusan yang berada dihadapannya ini ternyata memiliki ilmu Silat yang luar biasa.

Begitulah, kedua orang itu sama-sama duduk bersila sambil memejamkan matanya rapat-rapat, keadaan mereka tak jauh berbeda seperti dua orang pendeta tua yang sedang bersemedi.

Suma Thian yu betul-betul kehabisan tenaga, dia memerlukan waktu yang cukup lama uutuk memulihkan kembali kekuatannya. Luka pukulan yang di derita oleh Wan Wancu pun cukup parah, luka tersebut mustahil bisa dipulihkan kembali dalam waktu yang relatif singkat.

Sementara kedua orang itu sedang bersemedi dan mencapai pada keadaan yang paling keritis...

Mendadak dari kejauhan sana terdengar suara ujung baju yang terhembus angin, nampaknya ada seseorang sedang mendekat bahkan jumlahnya lebih dari satu orang saja.

Mereka berdua sama-sama tidak menggubris mereka pun tak ambil pusing si pendatang itu musuh atau teman, karena keadaan yang dihadapi kedua orang itu sama-sama berbahaya.

Selang beberapa saat kemudian....

Tiba-tiba dari luar hutan sana kedengaran seseorang berseru lantang:

"Wan Wan cu locianpwee, Wi goan khusus datang menyambangi dirimu "

Bersamaan dengan bergemanya seruan tadi, suara ujung baju yang terhembus angin kedengaran semakin jelas.

Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar nama "Wi goan" disebutkan, dia tahu orang itu adalah musuh bebuyutannya, si Kun lun indah Siau Wi goan.

Bila gembong iblis tersebut sudah menampakkan diri, maka bisa dipastikan Suma Thian yu lebih banyak menghadapi bencana daripada rejeki.

Sementara Suma Thian yu masih gelisah bercampur cemas, dari balik hutan telah muncul dua sosok manusia, seorang  tua dan seorang muda.

Tatkala kedua orang itu menjumpai keadaan Suma Thian yu serta Wan Wan cu, mereka serentak menjerit kaget:

"Aaaaah !"

Kemudian bersama-sama lari menuju ke arah Wan Wan cu berada.

Kakek berusia lima puluh tahunan itu bukan lain adalah Kun lun indah Siau Wi goan, sedangkan sang pemuda adalah Siucay berwajah tampan Si Kok Seng. Dengan sikap yang hormat Kun lun indah berjalan menuju kehadapan Wan Wan cu, setelah memberi hormat diapun bertanya:

"Apakah locianpwee menderita luka? Wi goan telah datang terlambat sehingga tak dapat membantu apa-apa, kejadian semacam ini benar-benar merupakan suatu dosa yang besar”

Wan Wan cu membuka sedikit matanya untuk memandang sekejap kearah Kun lun indah Siau Wi goan, lalu setelah tersenyum dia menjawab:

"Hanya sedikit luka saja sih tak berarti apa-apa, Wi goan, suratmu sudah kuterima, memang isinya sesuai dengan jalan pemikiran ku, satelah bermalas-malasan cukup lama, memang aku harus berjalan-jalan dalam dunia persilatan, apalagi dendam sakit hati dimasa lampau pun sudah sepantasnya dibereskan.

Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak. Namun isi perutnya segera mengalami goncangan keras,

setelah mendehem beberapa kali, dengan cepat dia memejamkan matanya kembali sambil melanjutkan semedinya.

Buru-buru Kun lun indah Siau Wi goan menghibur:

"Luka yang locianpwee derita belum sembuh kembali, kau tak usah repot-repot, urusan disini biar diserahkan saja kepada Wi goan untuk menyelesaikan"

Wan Wan cu mengangguk dan tidak berbicara lagi.

Semua peristiwa itu terlihat semua oleh Suma Thian yu dengan jelas, diam-diam dia mengumpat kemunafikan dan kelicikan Sian Wi goan, dimana hari ini ekor rasenya baru kelihatan.

Tiba-tiba ia melihat Kun lun indah Siau Wi goan bangkit berdiri dan berjalan menuju ke arah Suma Thian yu berada, Siucay berwajah tampan Si Kok seng mengikuti pula dibelakangnya.

Diam-diam Suma Thian yu merasa amat gelisah dia tahu ke dua orang itu tidak bermaksud baik, mungkinkah dia harus mengorbankan selembar jiwanya disini? Setibanya didepan Suma Thian yu, Kun lun indah Sian Wi goan baru tertawa terbahak-bahak sambil serunya:

"Suma siauhiap, kau sudah terluka, aaai... kau pun akan mengalami kejadian seperti hari ini, haaahh...haaahh... haaahh...”

Pada waktu itu kekuatan tubuh Suma Thian yu belum pulih kembali, ditambah pula dengan luka yang dideritanya, ia tahu bangkit berdiripun bakal mampus juga, maka diputuskan untuk tetap memejamkan matanya sambil tak ambil perduli.

Melihat mimik wajah Suma Thian yu itu, Kun lun indah Siau Wi goan kembali tertawa bangga.

Kemudian serunya dengan suara yang menyeramkan: "Suma siauhiap, sayang sekali kau dilahirkan pada jam

yang sial sehingga akhirnya mesti bertemu aku disini, setelah terjatuh kembali ke tangan aku Siau Wi goan hari ini, anggaplah arwah nenek moyangmu memang tak melindungimu, haaahh... haaahh... sebentar, setibanya dihiadapan raja akhirat, kau boleh melaporkan semua perbuatan mu ini kepadanya. Haaah... haaa... haah... kok seng mengapa kau tidak segera turun tangan?"

Siucay berwajah tampan Si Kok seng tertawa seram, tibatiba dia meloloskan pedangnya, lalu sambil menuding ke arah Suma Thian yu, serunya:

"Orang she Suma, jangan lupa sekalian adukan juga sauyumu didepan raja Akhirat!"

Selesai berkata pedangnya secepat sambaran petir langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu.

Dengan senyuman dikulum Suma Thian yu menantikan datangnya saat maut, jangan lagi gemetar, memandang sekejap kearah Si Kok seng pun tidak.

Nampaknya ujung pedang itu segera akan menembusi dadanya... Di saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba terdengar seseorang membentak keras"

"Lihat serangan!" Siucay berwajah tampan Si Kok seng tidak sempat lagi menghindarkan diri, tiba-tiba pergelangan tangan kanannya terasa kaku, tahu-tahu pedangnya sudah rontok keatas tanah.

Kun lun indah Siau Wi goan menjadi tertegun melihat kejadian ini, dia tahu pasti sudah terjadi sesuatu yang tak beres.

Dengan suatu lompatan cepat dia memburu ke sisi Siucay berwajah tampan Si Kok seng dan menariknya ke belakang, kemudian sambil mengawasi sekeliling tempat itu, bentaknya penuh amarah:

"Siapa disitu? Jagoan dari manakah yang sudah datang?

Ayo segera menampilkan diri!"

Mendadak dari atas sebatang pohon dimana Suma Thian yu berada, melompat turun seorang pemuda, ternyata pemuda itu bukan lain adalah Chin Siau, orang yang dicari-cari Suma Thian yu selama ini...

Dengan senyuman angkuhnya menghiasi bibir, Chin Siau berjalan santai menuju kehadapan Kun lun indah Siau Wi goan serta Siaucay berwajah tampan Si Kok seng

Begitu melihat wajah Chin Siau, Siucay berwajah tampan Si kok seng segera berseru:

Lapor susiok, orang ini pernah bersua dengan bibi, dia adalah orang sendiri.

"Haahh...haahahha... jadi pendekar kecil yang dijumpai Lan eng sewaktu berada di bukit Ngo tan san adalah orang ini, kalau begitu kita memang orang sendiri, hampir saja saling gebuk-gebukan sendiri."

000oo000

Dari pembicaraan yang barusan berlangsung, Chin Siau segera mendapat tahu kalau orang yang berada dihadapannya sekarang adalah Kun lun indah Siau wi goan, tanpa terasa ia mendengus dingin:

"Hmmm, kita tak pernah saling berkenalan, siapa bilang orang sendiri? Lagipula aku Chin Siau adalah seorang lelaki sejati, aku tak sudi melakukan perbuatan munafik seperti kaum pencoleng yang beraninya main licik, apalagi cara persekongkelan kalian berdua, huuuh! Bikin hatiku merasa muak saja"

Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melotot sekejap ke arah Siau Wi goan dengan sorot mata tajam, katanya lebih jauh: "Mungkin kau adalah Bengcu kaum hitam dan putih dari dunia persilatan, Kun lun indah Siau Wi goan? Sungguh hatiku meras pedih bagi kebutaan mata kawanan jago persilatan  yang mendukung dirimu, aaai.. belakangan ini memang dunia sudah terbalik, mereka yang mempunyai mata terang justru lebih tolol ketimbang mereka yang matanya secara sungguhan"

Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia menghela napas, dari kata katanya yang penuh penghinaan, boleh di bilang ia kelewat memandang rendah orang-orang tersebut.

Siucay berwajah tampan Si Kok seng tak bisa menahan cemoohan tersebut dengan begitu saja, tiba-tiba dia menyambar pedangnya lalu melompat ke hadapan Chin Siau teriaknya sambil mengumpat:

"Bocah keparat, kau benar-benar tak tahu diri, sauya perlu memberi pelajaran kepadamu!"

Kata 'mu' masih di mulut, pedangnya dengan jurus benih bunga baru tumbuh sudah melepaskan sebuah bacokan kilat.

Chin siau sama sekali tak bergerak dari posisi semula, mengawasi datangnya sambaran ujung pedang lawan, ia tidak terburu-buru untuk meloloskan senjatanya.

Menanti ujung pedang sudah berada dihadapannya ia berkelit kesamping secara tiba-tiba, kemudian sambil meloloskan pedang, dia menyapu dua inci diujung pedang Siucay berwajah tampan Si Kok seng dengan jurus menyapu rata seribu prajurit.

Bukan begitu saja, bahkan secepat sambaran kilat pedangnya menyambar ke dalam mengancam lambungnya. Tampaknya seperti dua jurus, padahal  bersamaan waktunya dengan serangan dari Si Kok seng, hanya tahu-tahu saja senjata itu sudah bersarang di perut lawan.

Tahu-tahu Si Kok seng menjerit kesakitan, perutnya robek, ususnya berhamburan dan darah segar bercucuran ke manamana, sambil memegangi perutnya dengan ke dua belah tangan dia roboh terjengkang diatas tanah dan tak pernah berkutik lagi.

Gerak serangan tersebut benar-benar cepat dan sangat luar biasa...

Tanpa terasa Bi Kun lun indah Siau Wi goan menghembuskan napas dingin, seluruh tubuhnya menjadi dingin separuh.

Bila kita mau perhatikan dengan seksama maka tidak sulit untuk mengetahui kunci keberhasilan Chin Siau barusan, yakni taktik menghadapi gerak dengan ketenangan, suatu taktik yang hebat sekali.

Biarpun Kun lun indah Siau wi goan sudah hidup sekian puluh tahun, baru pertama kali ini ia saksikan ilmu pedang yang begitu aneh, cepat dan cekatan, hal ini membuatnya berdiri termangu-mangu sesaat sambil mengawasi pemuda tersebut.

Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya: "Yaa, apabila jago pedang muda ini bersedia

menggabungkan diri menjadi anak buahku, biar kehilangan Si Kok seng, aku toh tak akan merasa rugi sebab kepandaian orang ini nampaknya jauh lebih bebat dari padanya..."

Berpikir begitu, bukan saja ia segera melupakan kematian dari Si Kok seng malahan dari marah dia menjadi tertawa.

Sambil menunjukkan sikap serta mimik wajah yang sok alim dan lembut, segera pujinya kepada Chin Siau:

Sebuah ilmu gerakan tubuh yang hebat, sunguh membuat aku Siauw wi goan merasa sangat kagum, bila Chin siauhiap tidak keberatan, wi goan memberanikan diri untuk mengajak kau mengangkat saudara..."

Belum habis ia berkata, tiba-tiba Chin Siau menyela: "Jadi kau tak akan menjadi marah karena kematian pemuda itu?"

Kun lun indah Sini wi goan tertawa terbahak-bahak: "Haaa...haaa... dalam suatu pertarungan, luka atau tewas

adalah kejadian yang lumrah, apalagi bagi oramg persilatan yang kehidupannya sehari-hari bergelimpangan di ujung golok, siapa sih yang dapat menjamin bakal panjang usia?"

Mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa lagi Chin Siau tertawa terbahak-bahak.

"Haaa... haaa... barang siapa berteman denganmu, orang itu benar-benar lagi sial delapan keturunan, bila sang korban ini masih bisa mendapat tahu, dia tentu akan berubah jadi setan untuk memakan daging dan tulangmu. Orang she Siau, aku Chin Siau tak kenal dengan manusia macam dirimu itu, lebib baik padamkan saja niatmu tersebut!"

Didamprat secara terang-terangan oleh pemuda itu, Kun lun indah Siau wi goan merasakan wajahnya menjadi panas karena jengah, ia betul-betul menderita sekali.

Dari malunya, ia menjadi marah, selembar wajahnya berubah lagi menjadi beringas dengan hawa napsu membunuh menyelimuti di mukanya, ia berseru sambil tertawa seram:

"Ternyata kau tak lebih hanya seorang cecunguk yang tak tahu diri, kuberitahukan kepada mu, lebih baik jangan menolak arak kemenangan dengan memilih arak hukuman, Siau wi goan bukan manusia yang gampang dihadapi.

Walaupun Chin Siau belum cukup berpengalaman, namun ia masih dapat mengetahui sikap Kun lun indah yang panas dingin tak menentu itu, timbul perasaan jengah dan muakk dalam hati kecilnya.

Ketika Siau Wi goan baru selesai berkata, ia sudah mencibirkan bibir sambil mengekek:

"Bajingan tua yang munafik dan terkutuk, sauya tidak doyan dengan permainan macam itu, bila kau memang menganggap dirimu sebagai seorang lelaki sejati cabutlah pedangmu dan hadapilah aku secara jantan, bila tidak berani lebih baik sipat ekormu dan cepat menggelinding pergi, sauya tidak punya banyak waktu untuk berurusan denganmu lagi"

Meledak hawa amarah Kun lun indah SiauWi goan sesudah diejek habis-habisan oleh lawan, dia berpekik nyaring, tahutahu diantara dentingan pedang tajam genggamannya telah bertambah dengan sebilah pedang mestika.

Chin Siau hanya menyaksikan semua gerak-geriknya itu tanpa komentar, kemudian setelah mendengus sinis, dia alihkan pedangnya ketengah, lalu sambil melepaskan tusukan katanya:

"Siau tayhiap, beginilah baru terhitung seorang lelaki sejati, sekarang waktu berharga sekali, silahkan kau lepaskan serang anmu...!"

Selama ini Kun lun indah Siau Wi goan masih ragu-ragu melancarkan serangan karena terpengaruh oleh kehebatan Chin Siau terutama sekali kematian dari Si Kok seng boleh dibilang merupakan contoh yang terbaik baginya.

Maka dari itu dia tidak berani memandang enteng musuhnya, ia selalu berjaga-jaga dengan ketat, sebab sedikit saja teledor dalam keadaan demikian, hal tersebut akan mengakibatkan kematian bagi dirinya.

Itulah sebabnya Kun lun indah tidak berani bergerak secara sembarangan, dia kuatir bila sampai salah bertindak bisa jadi selembar jiwanya malah akan lenyap dibukit Pek hok nia tersebut.

Sebagai pemuda yang pintar sudah barang tentu Chin Siau dapat melihat hal ini sambil mendengus dingin, kembali ejeknya:

"Bagaimana? Ketakutan rupanya! Oya, aku bisa mendengar debaran jantungmu yang berdetak keras, yaa sudahlah, siau tayhiap memang ada baiknya kau pertahankan jiwamu itu  agar bisa pulang kerumah untuk melakukan kesenangan hidup lebih lama!"

Kata-kata ejekan semacam ini bagi pendengaran Kun lun indah merupakan pisau tajam yang menusuk-nusuk hatinya, menghancur lumatkan harga dirinya. Ya, berbicara sejujurnya, dia memang ketakutan. Terutama sekali ketenangan dan sikap teguh yang diperlihatkan Chin Siau, benar-benar telah menggetarkan perasaannya. Sebab semakin tenang seseorang menghadapi ancaman, berarti semakin berbahaya manusia tersebut.

Akhirnya Kun lun indah Siau Wi goan menurunkan pedangnya kembali....

Dia sudah kalah sama sekali, mati kutu. Suatu kekalahan yang benar-benar mengenaskan dan memalukan sekali.

Seorang pemimpim dunia persilatan yang memimpin kaum hitam maupun putih ternyata keok dan menyerah kepada jagopedang yang masih muda beliau.

Dengan penuh kebencian serta perasaan dendam ia mengundurkan diri dari situ, pikirannya sangat kalut, tak bisa disangkal lagi ia sedang menyusun suatu rencana busuk.

Dia tidak mengaku sudah menyerah, bagi manusia yang pandai menyusun rencana keji macam dia, tak pernah ia letakkan pancing ikannya terlalu jauh.

Atau dengan perkataan lain, dia menganggap dengan mundur mencari keberhasilan merupakan tindakan yang lebih tepat dari pada menerima kekalahan dan kerugian yang berada didepan mata.

Malah kepada diri sendiri ia bersumpah:

"Lihat saja nanti, coba kita buktikan siapakah yang akan muncul sebagai pemenang nya"

Ia berjalan menuju ke hadapan Wan wancu, waktu itu Wan wancu juga telah selesai mengatur napas untuk menyembuhkan luka dalamnya.

Kun lun indah Siau Wi goan segera memayang badan wan wancu sambil katanya:

"Mari kita pergi saja!"

Wan wancu mengawasi Chin Siau dan Suma Thian yu sekejap, kemudian bibirnya bergerak seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun niat tadi segera diurungkan kembali. Kun lun indah Siau Wi goan yang melihat hal ini, dengan cepat berkata:

"Mereka tak bakal balik ke daratan Tionggoan lagi, sebab disaat kaki mereka kembali daratan Tionggoan, maka saat itulah nyawa mereka akan berakhir!”

Kemudian dengan cepat dia melanjutkan perjalanannya meninggalkan tempat itu.

Memandang bayangan punggung ke dua orang itu, Chin Siau tertawa senang, sejak terjun ke dunia persilatan baru pertama kali ini dia benar-benar dapat merasakan bagaimana enaknya suatu kemenangan.

Setelah bayangan kedua orang tadi lenyap, tanpa berpaling lagi ke arah Suma Thian yu, Chin Siau segera beranjak pergi pula meninggalkan tempat tersebut.

Mendadak dari arah belakang ia mendengar Suma Thian yu berteriak keras:

"Saudara Chin, tunggu dulu!"

Waktu itu Chin Siau telah berada di tepi hutan, mendengar seruan tersebut ia berhenti, lalu sambil membalikkan badan tanyanya:

"Ada apa?"

Suma thian yu berhasil memulihkan kembali kekuatannya, ia segera berjalan kehadapan Chin Siau, lalu sambil menjura katanya:

"Terima kasih banyak atas pertolonganmu!"

"Anggap saja sebagai balasanku atas sebuah hutangku kepadamu, tak usah berterima kasih" jawan Chin Siau ketus.

"Tidak, aku perlu berterima kasih kepadamu, sebab bila kau tak muncul pada waktunya, mungkin habis sudah riwayatku" sewaktu berbicara, sekulum senyum menghiasi wajah Suma thian yu.

"Hanya disebabkan perkataan inikah kau memanggilku?" tegur Chin Siau dingin, "kalau begitu aku tak bisa melayanimu lagi"

Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan segera beranjak pergi. Cepat-cepat Suma thian yu menyusul dibelakangnya sambil berteriak lagi:

"Harap tunggu sebentar, masa kau masih membenciku?"

Tiba-tiba Chin Siau membalikan tubuhnya, kemudian berseru dengan marah:

"Jangan kau kira setelah kubantu dirimu untuk mengusir musuh tadi berarti aku telah memaafkan dirimu. pokoknya urusan diantara kita berdua bakal di selesaikan suatu ketika, sekarang kau tak usah banyak berbicara lagi, lebih-lebih tak perlu menggunakan berbagai muslihat untuk melemahkan hatiku!"

Selesai berkata dia membalikan badan dan segera meninggalkan tempat itu.

Suma Thian yu yang bermaksud bersahabat dengnnya ternyata harus menerima dampratan yang ibaratnya guyuran sebaskom air dingin, memandang bayangan punggung Chin Siau yang menjauh, dia hanya bisa nggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang, lalu gumamnya seorang diri:

"Benar-benar seorang pemuda yaeg keras kepala, biarpun mendendam namun masih dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, manusia seperti inilah baru dapat disebut seorang lelaki sejati..."

Hari ini, Suma Thian yu telah kembali ke Eng bun kwan.

Dari sini menuju ke propinsi Hopak, orang mesti melalui bukit Ngo tay san, terbayang kembali Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay, ia segera merasa jalan tersebut merupakan sebuah jalan yang penuh resiko.

Maka selewatnya Eng bun kwan, dia mengambil jalan menuju benteng Yang beng poo, menjelang magrib tibalah dikaki bukit Ki ciok san.

Sepanjang perjalanan dalam benaknya ia teringat selalu ucapan dari Siau Wi goan dan Wan wancu, akibat ia kelewat berhati-hati sehingga setiap bayangan yang terlihat di anggapnya sebagai bayangan musuh.

Tentu saja perjalanan yang ditempuh dalam suasana begini terasa berat sekali. Tapi didalam kenyataan dia memang harus berbuat begini, sebab bagi manusia durjana berhati hitam seperti Siau Wi goan, apa yang pernah diucapkan memang dapat pula dilaksanakan olehnya.

Tapi dalam kenyataannya kemudian, selama beberapa hari dia selalu aman tenteram tidak menjumpai marusia yang mecurigakan.

Biar begitu, Suma Thian yu sama sekali tidak berarti mengendorkan kewaspadaannya.

Mendadak dari tengah jalan berkumandang suara keleningan, pada mulanya dia mengira suara keleningan kuda, tapi alhasil yang muncul dari tikungan halan adalah orang penjajah barang yang menarik sebuah pedati.

Melihat orang itu cuma seorang pedagang kecil, akhirnya Suma Thian yu mengendorkan kembali kewaspadaannya.

Jalanan dimana ia tempuh amat sempit, buru-buru Suma Thian yu menyingkir kesamping untuk memberi jalan.

Apa mau dibilang, 'manusia tidak berniat melukai sang harimau, si harimau justru berniat mencelakai orang', pedagang itu justru mendorong keretanya langsung menumbuk ke tubuh Sama Thian yu.

Menghadapi kejadian seperti ini, Suma Thian yu menjadi terkesiap, dengan cepat satu ingatan melintas didalam benaknya.

Tergesa-gesa dia menggerakkan tubuhnya sambil mengegos ke samping, kemudian tegurnya:

"Hei, kalau jalan kenapa tidak hati-hati?"

Pedagang itu berusia tiga puluh tahun, bertubuh kekar dan bertelanjang dada sehingga kelihatan bulu dadanya yang lebat. Orang itu segera mendengus dingin:

"Suruh aku berhati-hati? Hai bocah kunyuk, kenapa tidak kau cari kabar dari orang, apakah si penjual obat Kho Ciu sui dari bukti Ki ciok san adalah seorang manusia yang gampang diusik? Suruh aku berhati-hati "

"Hmm, nampaknya kau sudah meminjam nyali dari Lo Thian ya ?" Selama beberapa hari belakangan ini, Suma Thian yu selalu dicekam perasaan murung dan kesal, ia menjadi teramat mendongkol atas perkataan si tukang jual obat tersebut, jawabnya kemudian ketus:

"Biar pun aku tak pernah meminjam nyali dari Lo Thian ya, tapi aku justru dibesarkan karena selalu makan nyali beruang!"

Mendadak si tukang obat Kbo Cui Sui meletakkan keretanya dan bertolak pinggang, hardiknya penuh amarah:

"Bocah keparat, tak heran kalau kau berani memusuhi Siau tayhiap, rupanya kau memang punya tiga kepala enam lengan hanya sayang, kau salah jalan, sebab jalan ini adalah jalan kematian, kau sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk melanjutkan hidup"

"Waah sungguhkah itu?" Suma Thian yu pura-pura kaget, "celaka... kalau begitu aku mesti kabur ke belakang..."

Sambil berkata tiba-tiba saja dia membalikkan badan, tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya kembali tertegun.

Entah sejak kapan, ternyata dibelakang tubuhnya telah berhenti pula sebuah kereta, orang yang menarik kereta itu juga seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan yang berwajah mirip sekali dengan si penjual obai Kho Cui sui.

Suma Thian yu mengira syarafnya kelewat tegang sehingga menimbulkan bayangan yang keliru, serta merta dia berpaling lagi, alhasil si penjual obat Kho Ciu sui masih tetap berdiri tegak ditempat semula.

Ketika melihat pemuda itu berpaling dengan wajah tercengang, penjual obat Kho Cui sui segera berkata sambil tertawa angkuh:

"Bocan keparat, toaya lupa memperkenalkan, si penjual obat yang berdiri dibelakang mu itu bernama Kho Tong sui, dia adalah adik kandung toaya mu, kenapa? Dengan ke munculan kami berdua, tentunya tak sampai mengecewakan kau bukan?"

Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera berpikir didalam hati: "Dikolong langit ini menang banyak terdapat kejadiankejadian aneh, Wu san siang gi sudah terhitung sepasang saudara kembar yang luar biasa, nampaknya kedua orang ini pun merupakan saudara kembar juga"

Berpikir demikian, dia lantas berseru sambil tertawa terbahak-bahak:

Haah...haah... haah... kalau cuma sepasang siluman kerbau dan kuda mah masih belum cukup untuk menakut-nakuti sauya, kalau dilihat dari perbuatan kalian yang menghadang dari depan maupun dari belakang, tampaknya kalian benarbenar bermaksud untuk turun tangan?"

Si penjual obat Kho cui sui tertawa seram:

"Suma thian yu, sikap Siau tayhiap terhadapmu cukup baik, dengan berbagai cara dia berusaha mengajakmu masuk rombongan, tapi kenyataannya kau tak tahu diri dan selalu saja memusuhi dirinya, toaya benar-benar tidak mengerti, sebenarnya apa sih maksud tujuanmu?"

Suma thian yu tertawa tergelak.

"Setiap orang mempunyai cita-cita dan tujuan yang berbeda dan tiada orang yang dapat memaksakan kehendaknya, orang kuno bilang, mereka yang tak sepaham tak akan berkelompok, sauya tak ingin sampai sepasang tanganku turut berlepotan darah pula!"

“Apa maksudmu berkata demikian?" seru Kho cui sui keheranan, "Siau tayhiap adalah seorang lelaki yang berjiwa besar, penegak keadilan dan suka membantu kaum lemah, siapa yang tak kagum dan hormat kepadanya? Boleh dibilang setiap umat persilatan yang bergerak dalam dunia persilatan sama-sama menaruh hormat dan salut kepadanya, kau enggan berlepotan darah, apa kau anggap perbuataanmu itu tidak menodai tangan mu dengan darah?"

Suma thian yu segera menggelengkan kepalanya sambil menghela napas setelah mendengar perkataan itu, ujarnya:

"Perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan kuda, pergaulan yang lama akan menunjukkan watak manusia. Bin kun lun Siau wi goan adalah seorang manusia licik yang berjiwa pengecut, munafik dan keji, dia hanya pandai berbicara serta memikat hati orang sehingga sembilan puluh persen umat persilatan tertipu olehnya serta bersedia menaati perintahnya. Ku anjurkan kepada kalian berdua biar tahu diri serta membatasi diri dalam pergaulannya dengan orang itu, kalau tidak, sekali tersesat kau akan menyesal sepanjang masa "

Mendengar perkataan tersebut, si penjual obat Kho cui sui segera tertawa seram, tiba-tiba ia mendorong keretanya kesisi jalan, lalu dari balik kotak kereta diambilnya sebuah senjata tajam.

Diiringi suara gemerincing keras, tahu-tahu didalam genggaman Kho Ciu sui telah bertambah dengan sebuah senjata rantai besi.

Kho Tong sui yang berdiri dibelakangnya tidak ambil diam, dari balik peti keretanya dia mengeluarkan sepasang palu gada, senjata tersebut paling tidak berbobot seratus kati, tapi dalam genggaman Kho Tong sui justru seperti enteng sekali.

Melihat hal mana, Suma Thian yu tertawa lagi, katanya sambil menggelengkan kepala.

"Tampaknya kalian berdua ada maksud untuk mencari gara-gara denganku? Baiklah, terpaksa aku akan menyertai kalian dengan pertaruhkan selembar jiwaku"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, pedang Kit hong kiam telah digenggam dalam tangannya.

Cahaya biru yang menyilaukan mata dengan cepat memancar ke empat penjuru.

Ketika menjumpai pedang Kit hong kiam tersebut si penjual obat Kho Ciu sui nampak agak tertegun, menyusul kemudian serunya sambil tertawa tergelak:

"Haaah...haah...haah...rupanya kau adalah ahli waris Wan Liang, tak heran kalau kelicikanmu luar biasa"

Diiringi suara gemerincinq nyaring, dengan jurus naga panjang menghisap air' dia serang tubuh Suma Thian yu. Dengan suatu pandangan kilat Suma Thian yu telah memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, dengan cepat ia sudah mempunyai suatu garis besar pandangan atas keadaan di sana

Menghadapi serangan musuh yang mengcagatnya dijalan bukit yang sempit ini, tiba-tiba saja ia mendapatkan sebuah akal bagus untuk menghadapi kepungan ini.

Mendadak dia melompat mundur sejauh dua langkah untuk menghindarkan diri dari sergapan tersebut, tapi desingan angin tajam telah menyapu tiba dari belakang punggungnya, Kho tong sui dengan memutar sepasang senjata palunya telah menyergap dari belakang tanpa menimbulkan sedikit suarapun.

Tindakan ini sudah diduga sebelumnya oleh Suma thian yu dan justru cocok sekali dengan taktik pertarungannya.

Serta merta pemuda itu merendahkan tubuhnya sampai separuh bagian, sepasang kakinya menjejak tanah lalu melejit ke udara dengan suatu gerakan yang luar biasa. Lejitan tersebut boleh dibilang mencapai ketinggian enam kaki, dari situ dia bertekuk pinggang sambil menjejakkan kakinya kebelakang, setelah berjumpalitan beberapa kali dan melewati kepala Kho Tong sui, dia melayang turun dibelakang tubuh mereka.

Dengan demikian, Suma Thian yu telah terlepas dari kepungan lawan, dan sebagai akibatnya dua bersaudara Kho menjadi saling ber hadapan muka.

Tapi dua bersaudara Kho pun bukan manusia sembarangan, dengan kepandaian silat yang mereka miliki, mereka merupakan jago kelas satu yang termashur dalam dunia persilatan.

Dengan jurus pelangi panjang membungkus bulan, Kho Ciu sui mengayunkan rantai panjangnya menyerang dada Suma Thian yu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

Kho Tong sui tak berani berayal, dia membalikkan badan sambil memutar sepasang palunya, bayangan hitam segera menderu-deru diudara untuk mengacaukan pandangan lawan, tujuannya untuk memecahkan perhatian musuh sehingga ia berkesempatan untuk mele paskan sergapan mautnya.

Kerja sama kedua orang bersaudara dengan senjata panjang dan pendek yang berbeda ini boleh dibilang amat rapat dan luar biasa.

Semenjak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah Suma Thian yu mendengar tentang nama sepasang bersaudara tersebut, mungkin juga hal ini disebabkan ia tak pernah berserak diwilayah San say.

Oleh sebab itu dia selalu menggunakan sikap yang memandang enteng untuk menghadapi lawannya, dengan ilmu silatnya yang melebihi orang, memang tak ada salahnya memandang enteng lawan, cuma kali ini dia telah salah perhitungan.

Sejak kecil dua saudara Kho telah menerima didikan ilmu silat dari tokoh sakti, mereka mempunyai kemampuan yang hebat terutama dalam pertarungan dimana mereka turun tangan bersama, kerja sama yang terbina oleh kedua orang itu sangat ketat dan kuat, ditambah lagi mereka berdua memiliki ilmu gerakan tubuh yang aneh tapi sakti, kesemuanya itu membuat mereka ganas bagaikan serigala.

Seketika itu juga Suma Thian yu dipaksa mundur berulang kali, posisinya pun mulai goyah.

Melihat kejadian ini, sambil meneruskan serangannya, Kho Ciu sui berkata:

"Toaya mengira kau memiliki tiga kepala enam lengan, ternyata tak lebih cuma tombak terbuat dari lilin, sama sekali tak berguna....

Kemudian kepada adiknya Kho Tong sui serunya:

"Adikku, kau mundur saja lebih dulu, biar aku seorang diri yang membekuk cunguk ini!"

Kho Tong sui benar-benar mengundurkan diri.

Kho Ciu sui segera memutar senjata rantainya menyelimuti seluruh angkasa, secara beruntun dia lepaskan tiga buah serangan berantai yang sekali lagi memaksa Suma Thian yu mundur sejauh beberapa langkah. Atas desakan demi desakan yang menghimpitnya, meledak juga amarah Suma Thian yu, sebetulnya dia tak ingin menyusahkan lawannya selama urusan belum memerlukan.

Sebab selama ini dia selalu menganggap ke dua Kho bersaudara itu belum bejad betul moralnya, asal diberi bimbingan yang benar mereka tentu akan mengerti dan sadar.

Siapa tahu musuh malah mendesaknya semakin hebat, bahkan berniat untuk membunuhnya, jangan lagi Suma Thian yu tak mampu menahan diri lagi, biar manusia yang terbuat dari tanah liat pun akan naik darah juga dibuatnya.

Disaat dia sudah bersiap melancarkan serangan yang mematikan, tiba-tiba terdengar Kho cui sui mengejek sambil tertawa.

"Bocah keparat, kau masih belum juga mau menyerah?"

Suma Thian yu segera memutar otak, kemudian sahutnya sambil tersenyum:

"Kho tayhiap, kau mesti sadar bagaimana akibarnya bila mengikuti jejak Siau wi goan, kau bakal rusak nama dan kehilangan pamor, akhirnya keadaanmu sendiri akan mengenaskan"

"Hmm!" Kho cui sui mendengus dingin, "lebih baik ucapan semacam itu kau utarakan bila sudah berhasil mengalahkan toayamu nanti"

Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma thian yu segera berpikir:

"Tampaknya aku tak akan berhasil membujuknya hanya dengan perkataan belaka, kalau begitu aku mesti berusaha untuk menaklukkan mereka berdua lebih dulu"

Berpikir demikian, Kit hong kiamnya segera diputar berganti jurus dan memainkan ilmu Kit hong kiam hoat ajaran Wan liang.

Seketika itu juga cahaya pedang menyilaukan mata, hawa dingin menusuk tulang, bagaikan arus deras sungai Tiang kang, serangan tersebut serentak menggulung tubuh Kho Ciu sui. Sekarang Kho Cui sui baru terperanjat, ia tak berani gegabah lagi, rantainya digetarkan menciptakan lapisan bayangan yang beratus-ratus banyaknya diudara, dimana bayangan tadi bersama-sama menyerang Suma Thian yu.

Dalam sekejap mata itulah Suma Thian yu telah berhasil merebut posisi yang menguntungkan dan duduk diatas angin, sebaliknya si penjual obat Kho Ciu sui terdesak mundur berulang kali, biarpun ia telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki pun belum juga berhasil untuk memperbaiki posisinya.

Dalam pada itu, Kho Tong sui yang menonton pertarungan dari sisi arena sudah kehabisan sabar, tidak menunggu sampai dipanggil kakaknya, dia memutar sepasang palunya dan menyerbu dari samping arena.

Sayang sekali Suma Thian yu sudah bertekad hendak menaklukkan kedua orang itu sekarang, justru serangan yang digunakan semuanya ganas dan hebat, jurus demi jurus serangan dilancarkan untuk meneter lawan, betul pihak musuh bertambah seorang, namun mereka tak berhasil memperbaiki keadaan.

Dalam waktu singkat bahu kanan Kho Cui sui sudah terluka, serangannya makin lambat dan kacau tak beraturan sebaliknva dada Kho Tong sui kena babatan pedang lawan sehingga muncul sebuah luka yang memanjang.

Berhasil dengan serangannya itu, Suma Thian yu segera tertawa tergelak, serunya:

"Tayhiap berdua terhitung manusia-manusia pintar, seharusnya kalian bisa membedakan mana yang benar dan mana yang jahat, mengapa sih kalian malah bersedia diperbudak oleh seorang manusia munafik yang berwajah Buddha tapi berhati ular berbisa?"

"Tutup malut baumu bangsat!" bentak Kho Ciu sui marah, "urusan toaya biar diputuskan oleh toaya sendiri, kau tak usah banyak ngebacot, lihat serangan!"

Sekali lagi rantai bajanya meluncur kedepan dengan kecepatan tinggi, ketika hampir mendekati wajah lawan, tibatiba rantai itu terlepas dan menyambar datang dengan kekuatan yang berlipat ganda.

Suma Thian yu sangat terkejut, dia mencoba menangkis dengan pedangnya, tapi ia pun sadar bila hal ini dilakukan, rantai itu

pasti akan membalik membelenggu senjatanya, alhasil Kho Tong sui akan memanfaatkan kesempatan baik ini untuk melepaskan serangan yang mematikan kearahnya.

Ia lantas berpekik keras, satu ingatan melintas lewat, dengan mempergunakan jurus Naga dan burung hong berbahagia, sebuah jurus serangan dalam ilmu pedang tanpa nama ajaran ciong liong lo sianjin, ujung pedangnya mencukil kedepan dan secara jitu menutul diatas rantai yang sedang menyambar datang.

Bukan saja ancaman yang datang dari sepasang palu itu berhasil dipunahkan, malahan diantara kilauan cahaya tajam, ia berhasil menghadiahkan sebuah bacokan pedang lagi dibawah dada kiri Kho tong sui.

Gagal total dengan usahanya, bahkan menderita pula luka yang cukup parah, membuat dua bersaudara itu menjadi putus asa.

Dengan mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam ujung pedang tersebut, jangan dilihat cukilan itu enteng, tapi didalam kenyataan-nya berhasil mencongkel rantai tadi sehingga mercelat ke arah lain.

Betul juga, pada saat itulah sepasang palu raksasa Kho Tong sui telah membacok tiba dari atas dan bawah dengan kekuatan serangan yang mengerikan.

Suma Thian yu, pemuda bernyali besar yang berilmu hebat ini sama sekali tidak menjadi gugup, mengikuti gerak pedangnya dia mengeluarkan jurus Bintang dan rembulan berebut sinar, ternyata jurus ini merupakan gerak sambungan dari serangan sebelumnya.

Pertama-tama Kho Cui sui yang menghentikan serangannya lebih dulu, kemudian sambil memunggut rantai miliknya dan menatap Suma thian yu dengan sinar mata buas dan penuh amarah, katanya:

"Kepandaian silat yang kau miliki memang sangat hebat, toaya merasa amat kagum, cuma sayang manusia seperti kau bukan melakukan perbuatan yang bajik, sebaliknya malah melakukan kejahatan".

Belum habis perkataan itu diucapkan, Suma Thian yu telah menukas perkataan tersebut dengan cepat:

"Percuma saja kau membedakan antara baik dan buruk secara sembarangan, karena aku percaya keadilan ada dihati manusia, suatu ketika semua orang akan menjadi paham siapa yang benar!"

Sebenarnye Kho Ciu sui hendak membantah lagi tapi Kho Tong sui segera menimbrung:.

"Toako, buat apa mesti kita ribut dengan keparat ini? Aku tak percaya dengan mengandalkan kemampuan kita berdua tak mampu untuk membekuknya"

Selesai berkata dia lantas menubruk kedepan sambil menahan rasa sakit akibat luka yang dideritanya pada bagian dada, dia memainkan sepasang palunya mernciptakan dua bayangan yang rapat, kemudian diiringin dengan desiran angin kencang langsung menyambar kemuka.

Suma Thian yu mendengus dingin, ia mengeluarkan ilmu langkah Cok tiong luan poh sin hoat untuk menghindarkan diri, hanya sedikit bahunya bergetar, tahu-tahu tubuhnya sudah menyelinap kebelakang punggung Kho Tong sui, ejeknya sambil tertawa dingin:

Kho tayhiap, apakah kau masih saja tak mau sadar?

Mengingat kalian berdua jujur dan berbudi luhur sedang perbuatan kalian sekarangpun tak lebih hanya terpengaruh oleh hasutan manusia laknat, aku tak tega untuk berbuat keji kepada kalian, ketahuilah bila aku betul-betul turun tangan, jangan harap kalian bisa bertahan sebanyak sepuluh gebrakan"

Sebetulnya perkataan ini diucapkan dari hati sanubarinya yang jujur dan memang begitulah kenyataannya, namun bagi pendengaran dua bersaudara Kho tersebut justru merupakan sindiran yang tajam, hinaan yang membuat mereka menjadi kalap.

Kh cui sui menjadi gusar, segera bentaknya keras:   "Manusia keparat, kau benar-benar amat takabur, baik, hari

ini ada kau tiada aku, Kho Ciu sui akan beradu jiwa denganmu!"

Rantai besinya seperti naga sakti meluncur kedepan

dengan cepat, tapi setibanya di tengah jalan tiba-tiba berubah arah dengan menyembar lewat samping.

Sama Thian yu baru menyesal sekali setelah melihat kedua bersaudara Kho menjadi kalap oleh perkataan-nya itu, padahal maksudnya semula, ia berharap mereka tahu diri dan segera mengurungkan niatnya itu.

Tentu saja kata-kata yang sudah diucapkan tak mungkin bisa ditarik kembali, setelah menghela napas panjang, diapun mengembangkan lagi ilmu pedang tanpa namanya.

Bu Beng kiam boat merupakan hasil ciptaan Ciong liong lo sianjin yang merupakan seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi, tidak heran kalau jurus serangan ilmu pedang itu luar biasa hebatnya.

Yang lebih istimewa lagi dengan ilmu tersebut adalah jurusjurus serangannya bisa digunakan sepotong-seporong untuk menyelamatkan diri sambil menyerang musuh, tapi bisa juga dipergunakan sebagai serangkaian serangan berantai yang ketat.

Berhubung Suma Thian yu sudah terlanjur sesumbar untuk meraih kemenangan dalam sepuluh gebrakan saja, maka dia memilih untuk mempergunakan serangkaian serangan berantai, hal ini berarti cukup dalam enam gebrakan saja ia akan berhasil menggulung keok ke dua orang bersaudara Kho.

Inupun berkat kebijaksanaan Suma Thian yu yang berhati luhur dan tak ingin menghancurkan pamor lawan yang  dibentuk dengan susah payah, coba kalau tidak, semenjak tadi mereka berdua sudah mampus. Kadang kala manusia memang menjadi makhluk yang paling aneh, suatu sikap bermaksud baik seringkali disalah artikan oleh pihak lain seperti halnya dengan Suma thian yu sekarang, sesungguhnya dia berniat mengalah kepada musuhnya, siapa tahu sikap tersebut justru ditanggapi dua bersaudara Kho sebagai niat musuh untuk menghina dan mengejek diri mereka.

Itulah sebabnya meski sudah terluka di badan, namun kedua orang itu tetap enggan berhenti.

Tentu saja Suma Thian yu yang dibikin semakin gelisah, mendadak sambil berpekik keras teriaknya:

"Hati-hati kalian sekarang, aku akan melancarkan serangan yang terakhir!"

Dalam seruan mana suma thian yu sudah melejit keudara,  Kit hong kiamnya menciptakan selapis bayangan pedang yang rapat mengurung kedua orang lawannya ditengah arena.

Menghadapi kurungan lapisan bayangan pedang yang tertuju kearah mereka, dua bersaudara Kho itu menjadi terperanjat, pekik mereka tanpa terasa:

"Habis sudah riwayatku kali ini!"

Disaat yang kritis dan amat berbahaya itulah, mendadak Suma Thian yu merasakan datangnya segulung angin pukulan yang sangat kuat langsung menghantam belakang kepalanya.

Bersamaan itu juga ia mendengar suara tertawa seram yang menggidikkan hati berkumandang menyusul datangnya ancaman ini.

Apabila Suma Thian yu tidak membatalkan ancamannya terhadap dua bersandara Kho, niscaya dia sendiri akan termakan pula oleh ancaman maut yang datangnya dari belakang itu.

Berada di dalam keadaan seperti ini, sudah barang tentu Suma Thian yu tidak mau mengambil resiko terlalu besar.

Cepat dia menarik napas panjang, sepasang kakinya menjejak tanah keras-keras dan secepat sambaran kilat dia melewati atas kepala dua bersaudara Kho serta melayang turun di muka situ. Lolos dari ancaman bahaya maut, dua bersaudara Kho mandi peluh dingin, pekiknya dihati:

"Ooh, syukur berhasil lolos dari maut"

Dengan mengendornya ketegangan yang mencekam perasaan mereka, tiba-tiba saja mereka merasakan sakit yang luar biasa dari luka-luka yang dideritanya.

Sementara itu orang yang menyergap Suma Thian yu secara licik tadi telah berdiri ditengah jalan.

Begitu tahu siapakah orang itu, berkobar hawa amarah di dalam dada Suma thian yu, tegurnya ketus:

"Kukira siapakah manusia yang telah melakukan perbuatan terkutuk ini, rupanya kau si mahkluk setan bermuka hijau!"

Orang yang baru datang memang tak lain adalah Setan muka hijau Siang Tham.

Dalam pada itu si setan muka hijau Siang Tham telah berjalan menghampiri dua bersau dara Kho, lalu tegurnya sambil tertawa seram:

"Kalian berdua tentunya sudah dibikin kaget setengah mati? Silahkan untuk beristirahat dulu, biar aku orang she Siang yang membalaskan aib kalian berdua ini"

Habis berkata, dengan senyuman angkuh dan wajah licik pelan-pelan ia mendekati Suma Thian yu, sambil berjalan mendekat, katanya:

"Selamat berjumpa Suma siauhiap, walaupun dunia persilatan sangat lebar namun kita benar-benar selalu berjumpa dimana pun juga, sebelum aku orang she Siang datang kemari tadi, aku telah meramalkan nasibmu, dapat kudengar bahwa usia siauhiap sudah mendekati masa akhir karena hari naasmu kebetulan sekali jatuh pada hari ini!"

Suma Thian yu tetap berdiri tenang, dengan seksama diawasinya si setan muka hijau Siang Tham itu lekat-lekat, ketika melihat sepucuk panji segitiga yang berada ditangan kirinya, satu ingatan segera melintas lewat, katanya kemudian sambil tertawa terbahak-bahak:

"Haah...haah...haah... orang she Siang, sauya cukup mengetahui berapa banyak kemampuan yang kau miliki, dengan mengandalkan barang rongsokan macam kau, belum tentu kau bisa berbuat banyak kepadaku. Kalau kau memang pintar, lebih baik cepat kau goyangkan panji mu itu untuk meminta bala bantuan, biarkuhadapi bantuan mu itu seorang demi seorang "

perkataan yang persis mengenai sasaran ini kontan saja membuat si Setan muka hijau Siang Tham kehilangan muka, dari malu dia menjadi naik darah, serunya kemudian sambi tertawa seram:

"Bocah keparat, tak kusangka kau bisa menebak secara  jitu, coba kau lihat dulu, seluruh bukit Ki ciok san telah penuh dengan kawanan jago yang mengepungmu, hari ini, biarpun kau bersayap pun jangan harap bisa lolos dalam keadaan selamat!"

oooOooo

Panji segi tiga itu segera dikibarkan ke tengah udara, bersamaan waktunya segera muncul beberapa sosok bayangan hitam yang meluncur datang dengan kecepatan tinggi, dalam wakta singkat diatas jalan raya tersebut telah bertambah dengan tiga orang.

Melihat siapa yang bermunculan itu, Suma Thian yu kembali tertawa terbahak-bahak:

"Haah... haah... haah... sudah kuduga sejak tadi pasti lah kawanan anjing budukan seperti kalian ini, kedatangan kamu semua memang kebetulan sekali!"

Ternyata orang yanq datang adalah harimau angin hitam Lim Khong, si ular berekor nyaring Mo pun seng, serta kakek tujuh bisa Kwa lun.

Yang membuat Suma Thian yu merasa terkejut adalah kemunculan si kakek tujuh bisa Kwa lun tersebut, mengapa dia bisa muncul di bukit Ki ciok san bersama harimau angin hitam Lim Khong sekalian?

Keempat orang tersebut hampir semuanya merupakan jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan, seorang saja diantara mereka sudah cukup membuat Suma thian yu pusing menghadapinya, terutama sekali si kakek tujuh bisa Kwa lun dan si harimau angin hitam Lim Khong yang licik, banyak tipu muslihatnya dan berilmu silat tinggi.

Biarpun Suma Thian yu masih tetap menampilkan sikap  yang tenang, toh tak urung bergidik juga dalam hati kecilnya, ia mengeluh karena harus menghadapi serangan musuh yang begitu banyak.

Berbareng dengan kemunculan tiga gembong iblis tersebut, dari balik gunung segera bermunculan bayangan manusia, ternyata orang-orang itu merupakan anak buah dari Kho Cui sui.

Pertama-tama si kakek tujuh bisa Kwa Lun yang berbicara lebih dulu, katanya:

"Bocah, ayo cepat serahkan kitab pusaka itu kepadaku"

Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar perkataan inim segera pikirnya:

"Hmm, mengapa gembong iblis ini bisa tahu kalau kepergianku ke Tibet adalah dalam rangka mencari kitab? Jangan-jangan ada mata-mata didalam selimut?"

Berpikir demikian, sahutnya kemudian:

"Kitab pusaka? Tolong tanya apa maksud Kwa cianpwe dengan perkataan tersebut?"

Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa licik:

"Bocah, kau masih ingin berlagak pilon. Siapa sih yang tak tahu kalau kepergianmu ke Tibet adalah dalam rangka mencari kitab pusaka?"

Sambil mendengar perkataan itu, diam-diam Suma Tmian yu mencoba untuk mengawasi mimik wajah si kakek tujuh bisa Kwa Lun, me lihat sepasang matanya berkedip tak menentu, ia segera mengerti bahwa musuh sedang bermaksud menyelidik dan belum mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya.

Maka diapun bilik bertanya:

"Tolong tanya kitab pusaka apa yang kau maksudkan?" Kakek tujuh bisa Kwa Lun seketika terbungkam dalam seribu bahasa, tapi selang sesaat kemudian katanya sambil tertawa dingin:

"Bocah, bila kau tak ingin orang lain tahu kecuali dirinya, tidak berbuat, kuanjurkan kepadamu lebih baik serahkan saja kitab pusaka itu, mungkin dengan berbuat begini kau dapat membeli kembali selembar jiwamu, buat apa sih mesti mengorbankan jiwa dengan percuma?"

"Kau benar-benar membuat sensasi yang tak lucu", Suma Thian yu tertawa tergelak, "aku tak punya benda apapun, mana mungkin datang sejilid kitab pusaka?"

"Lantas mengapa kau jauh-jauh meninggalkan daratan Tionggoan menuju ke Tibet?" Suma Thian yu tersenyum.

"Berbicara soal cengli, tak sepantasnya kau menanyakan  soal urusan pribadiku ini, disamping itu akupun tidak berkepetingan untuk memberi tahukan sesuatu kepadamu, cuma bila kau ingin tahu tak salahnya kukatakan padamu, aku pergi ke Tibet karena hendak mem buktikan suatu persoalan"

"Persoalan apa?"

"Persoalan tentang Kun lun indah Siau Wi goan, setiap orang didunia ini mengatakan dia sebagai pendekar besar yang berhati bajik, tapi menurut hasil penyelidikanku dia justru seorang manusia laknat berwajah Buddha berhati ulat yang amat jahat dan berbahaya bagi keamanan dunia persilatan"

Mendengar perkataan tersebut, si Harimau angin hitam Lim Khong segera membentak keras:

"Bocah keparat, hati-hati jika berbicara, malaikat elmaut sudah didepan mata, kau masih berani bicara kurangajar!"

Ular berekor nyaring Mo Pun ci yang selama ini hanya membungkam, mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya yang tungal, sambil menggertak gigi serunya:

"Saudara Lin, waktu sudah siang, lebih baik kita secepatnya mengusir dia pergi, banyak bicara tak berguna, apalagi sampai membiarkan harimau ganas pulang kegunung, menyesal pun percuma" "Tak usah gelisah" sahut Harimau angin hitam Lim Khong sambil tertawa 1icik, "keadaan-nya sekarang ibarat burung dalaam sangkar, biar punya sayap pun jangan harap bisa terbang lepas, bila sekali bacok menghabisi nyawanya itu mah terlalu keenakan bagi bocah keparat ini "

Ular berekor nyaring Mo pun ci segera menganggap ucapan tersebut ada benarnya, pemuda itu memang patut dicemooh dan permainkan lebih dulu sebelum menghabisi nyawanya, dengan begini semua rasa benci dan dendamnya baru dapat dilampiaskan.

Dalam kenyataan Suma Thian yu sama sekali tidak terpengaruh oleh ejekan maupun cemoohan musuh, pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa semakin berbahaya keadaan yang dihadapi, dia semakin wajib mempertahankan ketenangannya.

Ia cuma tertawa hambar, tangannya meraba gagang pedang kemudian sambil mengawasi empat pontolan penyamun itu katanya sambil tertawa dingin:

"Mo Pun ci, bila kau masih sayang dengan sisa sebiji matamu itu, kuharap kau segera menyingkir dari sini serta tutup bacotmu, tak usah menggersah tak usah pula membacot, kalau tidak, bila sepasang matamu sampai buta sehingga tak dapat melihat matahari lagi, tentu besar sekali penderitaannya"

Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi kepada si Harimau angin hitam Lim Kong:

"Lim tayhiap, aku hendak membacok kutung sepasang telingamu itu didalam sepuluh gebrakan!"

Ular berekor nyaring Mo Pun ci yang dikatai demikian menjadi berkaok-kaok karena gusarnya, segera dia meraba ke pinggangnya dan neloloskan sebilah golok yang digembol.

Diiringi suara desingan keras, golok itu menyambar ke  muka dengan jurus Membacok karang bukit wu san, serangan itu langsung membacok pinggang Suma Thian yu. Menghadapi datanggnya ancaman, Suma thian yu memutar pedangnya dengan jurus angin dingin memuji rembulan, begitu berhasil menahan ancaman tersebut, ia pun berkata:

"Orang she Mo, sauya tentu akan memberi selembar kehidupan untukmu..."

Belum selesai dia berkata, si ular berekor nyaring Mo Puon ci telah membalikkan pergelangan tangannya memainkan jurus serat emas membelit tangga, bagaikan sambaran petir cepatnya membacok pergelangan tangan anak muda itu.

Suma Thian yu sama sekali tidak gugup ataupun gelisah, dia memutar tubuhnya sembari berkelit kesamping, lalu selanya:

"Selama ini sauya mu selalu bekerja secara jujur dan terbuka, belum pernah ku tuduh orang baik secara sem barangan, sebelum kubuktikan bahwa kaulah manusia yang telah menghancurkan rumah tangga ku, aku tak akan menghabisi nyawamu itu!"

Dua kali serangannya mengenai sasaran yang kosong, ditambah pula ejekan dan Suma Thian yu membuat amarahnya ibarat bensin bertemu api, ia menjadi nekad dan melupakan mati hidupnya.

Secara beruntun goloknya diayunkan ke muka melepaskan tiga buah bacokan berantai, semua serangan boleh dibilang tertuju ke bagian tubuh lawan yang berbahaya.

Siapa tahu kemampuannya memang sudah kalah setingkat, apalagi matanya buta sebelah hingga mempengaruhi daya pandangannya. Biarpun dia sudah berkeras hati untuk memperjuangkan sepenuh tenaga, alhasil untuk mencuwil ujung baju lawanpun tak mumpu.

Harimau angin hitam Lim Khong yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi tidak sabar, dia segera berpekik nyaring, sepasang lengannya diayunkan dan menyerbu ke arena pertandingan.

Kepalanya dengan jurus dunia gempar jagad bergetar, secara beruntun melepaskan pukulan beruntun ke jalan darah tay yang hiat dikening lawan, deruan angin pukulan secara menusuk pendengaran.

Suma Thian yu tertawa keras, dengan cekatan sekali dia menghindarkan diri ke samping kemudian serunya:

"Mengapa kalian berdua tidak maju bersama-sama saja?

Sauya masih mampu menyembelih kalian berdua dalam empat lima puluh gebrak an saja..."

Benar-benar suatu ucapan yang sangat takabur, biarpun Cong liong lo sianjin hadir di arena pun belum tentu ia berani berkata demikian.

Bayangkan saja, harimau angin hitam Lim Khong serta

setan muka hijau Siang Tham adalah dua murid kebanggaan si mayat hidup Ciu jit wee, dalam kalangan kaum rimba hijau  saat ini kecuali Kun see mo tau seorang, pada hakekatnya tak ada yang mampu menahan mereka.

Terlepas kedua orang tua itu, pada dasarnya si ular berekor nyaring Mo Pun ci memang seorang penjahat pemetik bunga yang berilmu silat sangat hebat, dia malang melintang dalam dunia persilatan sambil memperkosa disana sini, belum pernah hamba negara berhasil membekuknya, setiap kali kaum pendekar berhasil mengurungnya, dia selalu berhasil pula lolos dengan selamat, dari sini dapat diketahui betapa licik, pandai dan lihaynya kemampuan orang ini.

Kakek tujuh bisa Kwa Lun lebih-lebih terhitung seorang gembong iblis yang berhati hitam dan bertangan keji, dia sudah membunuh orang tak terhitung, dulu pun Sin sian siangsu pernah kalah di tangannya, ini menunjukkan kalau kemampuan yang dimilikinya tak boleh dipandang enteng.

Dalam penghadangan yang diatur oleh Kun lun indah Siau wi goan sekarang dia telah mempersiapkan empat jago orang lihay pilihan tersebut untuk melaksanakan tugasnya, ia percaya kemenangan sudah pasti berada di pihaknya.

Namun didalam kenyataannya, Suma Thian yu malah

berani mengucapkan kata-kata sesumbar, jangan lagi keempat gembong iblis itu merasakan sebagai kata-kata yang menusuki pendengaran, bahkan seorang manusia misterius yang berada disekitar situ pun merasa tercengang bercampur geli.

Tapi siapakah manusia misterius itu?

Tak seorang pun diantara kawanan jago yang hadir tahu secara pasti, sebab mereka sedang memusatkan semua perhatiannya untuk mengawasi jalannya pertarungan ditengah arena.

Dalam pada itu Kakek tujuh bisa Kwan lun serta Setan  muka hijau Siang Tham telah ikut terjun pula ke dalam arena pertarungan. Mereka berempat mengambil posisi ditimur dan selatan sehingga mengepung Suma Thian yu ditengah arena.

Bagaikan seekor singa jantan yang disekap didalam kerangkengan, Suma Thian yu membentak berulang kali, dia telah bertekad untuk mengerahkan seluruh kemampuan yang dipelajarinya selama puluhan tahun ini untuk melangsungkan pertarungan tersebut.

Angin gunung tidak berhembus lagi, dahan dan ranting pun tidak lagi bergoyang.

Suasana disekeliling tempat itu dicekam ke heningan, udara bagaikan berhenti mengalir.

Dengan sorot mata yang mencorongkan sinar tajam Suma Thian yu mengawasi keempat musuhnya satu per satu, sementara dalam hati kecilnya dia pun mengambil sebuah keputusan.

Bagaikan seorang panglima perang kawakan yang sedang mengatur siasat untuk menerjang lepas dari kepungan musuh dari empat penjuru!

Akhirnya dia mengambil keputusan untuk bertindak.  Dia tahu sikap yang terlampau berbelas kasihan dan berjiwa besar, kemungkinan besar akan mendatangkan

bencana kematian untuk dirinya sendiri.

Hanya dengan jalan melenyapkan semua musuh secara kejilah dirinya baru bisa di selamatkan.

Membayangkan kesemuanya itu, diam-diam berpekik didalam hati:

"Bunuh! Bunuh! Bunuh!" Mendadak terdengar Harimau angin hitam Lim Kong berpekik keras memecahkan keheningan yang mencekam sekeliling tempat itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar