Kitab Pusaka Jilid 26

Jilid : 26

BOCAH KEPARAT, mau apa kau datang kemari? Enyah, cepat enyah dari sini, aku orang she Chin tak sudi menerima kebaikanmu itu, aku tak sudi menerima uluran tanganmu "

Belum habis dia berkata, mendadak....

"Plaaak!" sebuah tamparan yang amat keras telah membuat kepala Chin Siau pening dan pipinya membengkak besar

"Siapa kau?" teriak Chin Siu dengan mata melotot, "atas dasar apa kau memukulku?"

"Binatang bedebah! Kau manusia berhati binatang yang tak tahu budi, dengan susah payah orang lain mengorbankan segala sesuatunya untuk datang menolongmu, kau malah membalas air susu dengan air tuba. Manusia keparat, kau pernah mendengar nama Yu Seng-see belum?"

Itulah aku!

Paras muka Chin Siau bebulah hebat, kepalanya tertunduk rendah-rendah dan tak berani diangkat kembali.

Ternyata dari gurunya "Bu bok ceng" ia pernah mendapat tahu tentang Sin sian siangsu. Konon dia mempunyai hubungan yang amat akrab dengan perguruannya, berbicara soal tingkatan, Chin Siau semestinya menyebut "Susiok" atau paman guru kepadanya.

Melihat Chin Siau sudah tak berbicara lagi, Sin sian siangsu baru membalikkan badan sambil mengawasi kakek itu.

Sementara si kakek itu sudah mundur kesisi pohon siong dan duduk bersila disitu, sikapnya acuh tak acuh seakan-akan tidak ambil peduli terhadap orang yang hadir.

Jelas terlihat tadi bahwa dia bersikap seakan-akan membunuh Chin Siau, mengapa setelah kehadiran kedua orang itu, bukan saja kakek itu tidak gusar, malahan mundur ke samping dan bersemedi?

Suma Thian yu merasa tercengang sehingga tanpa terasa memandang sekejap lebih lama, dia lihat kakek itu berusia lima puluh tahunan, panca inderanya utuh, wajahnya tampan, jenggot hitamnya sepanjang dada dan mengenakan pakaian rapi, wajah alim tidak mirip kaum penjahat, tapi anehnya mengapa berhati kejam dan buas?

Sin sian siangsu segera bertanya:

"Siapakah kau? Apakah kau Jit yang san sin (dewa gunung Jit yang) ?"

Dengan mata masih terpejam rapat, kakek itu menjawab dingin:

"Jit yang san sin adalah guruku, aku sendiri bernama Jit yang sian ang (dewa sakti Jit yang) Bun Thian lui. Kalian berdua berani memasuki daerah terlarang, berarti kalian adalah orang kenamaan, ayo cepat sebutkan nama kalian untuk menerima kematian." Baru saja Sin sian siangsu hendak menjawab, Chin Siau yang berada di belakang nya telah membentak nyaring:

"Dia adalah  saudara Tee, kalian jangan  tertipu!" "Jadi dia adalah kakak seperguruanmu yang memberi

pelajaran silat kepadamu? Kau tidak bohong?" tanya Sin sian siangsu sambil berpaling.

"Aku tidak bohong kata Chin Siau bersungguhsungguh"coba kau linat saja sepasang matanya buta, dia adalah murid pertama guruku"

Sin sian siangsu menjadi tertegun dan berdiri bodoh, sudah lama dia bersahabat dengan Bu bok ceng namun belum  pernah mendengar kalau dia mempunyai murid, mengapa saat ini bisa muncul seorang muridnya...?"

Jit yang sian ang Bun Thian lui tertawa dingin.

"Benar, aku adalah murid pertama dari Bu bok ceng, cuma ini sudah berjalan lama sekali, lebih baik kalian tak usah menanyakan lebih jauh daripada menyesal dikemudian hari!"

Tiba-tiba Sin sian siangsu mendongakkan kepalanya dan berpekik panjang:

"Oooh, rupanya kau adalah murid penghianat dari Bu bok ceng yang lari kesini untuk menjadi muridnya Jit yang san sin, kalau begitu Jit yang san sin sudah tidak ada didunia lagi?"

"Naco belo, dia orang tua masih menutup diri untuk melatih semacam kepandaian yang maha tinggi"

"Mendengar itu, Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak. "Haaa.. haaa.. kau si anjing bedebah, selama Jit yang san

sin masih hidup didunia ini, belum pernah dia membunuh orang dengan sembarangan, jelas dia sudah mati terbunuh olehmu, kau anggap tipu dayamu masih dapat mengelabuhi orang banyak?"

Jit yang sian ang Bun thian hui menjadi tertegun, kemudian bentaknya keras:

"Hei, siapa kau si setan tua?"

Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak. "Haaa... haaa... aku she Yu, orang menyebutku sin sian siangsu, kepandaianku bisa meramalkan kejadian dimasa mendatang dan bisa tahu pula peristiwa yang sudah lewat"

Kemudian setelah maju dua langkah, katanya lebih jauh: "Kalau dilihat dari jidatmu yang berwarna hijau, matamu yang merah darah, jelas banyak sudah kejahatan yang telah

kau lakukan, pembunuhanpun sering kau lakukan ini mengakibatkan jalan kematianmu semakin dekat..."

Belum habis perkataan itu diutarakan, Jit yang sian ang Bun Thian lui sudah membentak gusar, mendadak ia melompat bangun, telapak tangannya dilontarkan kedepan

melepaskan sebuah pukulan dengan angin pukulan yang maha dahsyat.

Tampaknya Sin sian siangsu sudah menduga sampai kesitu, padahal dia memang sengaja berkata begitu untuk membangkitkan amarah lawan, begitu melihat datangnya ancaman, ia lantas mengegos kesam ping dan berkata sambil tertawa:

"Bun Thian lui, sukma-sukma penasaran didepan hutan sedang memanggilmu, coba kau lihat apa yang sedang mengepungmu dari empat penjuru...?"

Jit yang sian ang Bun Thian lui adalah manusia licik, dia segera tertawa seram, sepasang telapak tangannya di lontarkan bersama ke depan, dua gulung angin pukulan segera bergabung menjadi satu dan menyambar ke tubuh Sin sian siangsu.

Sejak berjumpa dengan Sin sian siangsu, belum pernah Suma Thian yu menyaksikan kemampuan dari orang itu, sewaktu bertarung melawan orang-orang pedalaman tadi, diapun merasa penampilan dari Sin sian siangsu kurang gagah, selalu menjaga diri sehingga tidak mencerminkan kegagahan seorang pendekar besar dari dunia persilatan.

Mungkinkah dia menpunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan? Ambil contoh ketika dia memasuki hutan tadi serta caranya memecahkan barisan, tidak seharusnya seorang pendekar menunjukkan penampilan seperti ini. Pokoknya, penampilan dari Sin sian siangsu amat sederhana tanpa suatu keistimewaan, bahkan banyak hal menunjukkan kelemahan.

Dan sekarang merupakan kesempatan yang paling baik baginya untuk menguji kemampuan orang ini, Suma thian yu berharap dengan memanfaatkan kesempatan ini ia dapat menyaksikan kelihayan dari Yu seng see.

Sayang sekali, dia hanya menghindarkan diri terus, meski kadangkala melepaskan serangan balasan, tapi tidak terlihat suatu keistimewaan apapun, hal mana membuat pemuda ini makin menggerutu.

Jit yang sian ang Bun Thian lui memang buta sepasang matanya, ternyata hal itu tidak mempengaruhi gerak-geriknya, seringkali serangan-nya dilancarkan secara tepat dan jitu.

dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah bertarung sebanyak dua puluh gebrakan tanpa diketahui siapa unggul siapa kalah.

Sementara itu Jit yang sian ang makin bertarung makin bertambah kosen, sebaliknya keadaan dari Sin sian siangsu tidak jauh berbeda, dia masih tetap bergerak selincah kupu lupu yang terbang diantara aneka bunga, saban kali menempuh bahaya, tiba-tiba dia sudah lolos dari tekanan.

Makin dipandang, Suma thianyu makin paham, akhirnya dia berhasil melihat keadaan yang sebenarnya, hal ini segera menimbulkan rasa kekaguman.

Perlu diketahui, setiap jurus serangan yang dilancarkan Jit yang sian ang hampir semuanya merupakan jurus-jurus mematikan, bila berganti orang lain, sudah pasti orang tua terluka sedari tadi.

Tapi SIn sian siangsu tetap santai seperti sedia kala, dari sini dapat disimpulkan bahwa dia memang memiliki kemampuan yang melebihi siapapun.

Mendadak Jit yang sian ang Bun thian lui membentak keras lalu mundur beberapa langkah, setelah itu dari punggungnya dia meloloskan sebilah pedang mestika. Terdengar dia membentak dengan penuh kegusaran: "Orang she yu, ayo kita tentukan kehebatan kita di ujung senjata !"

Sin sian singsu tertawa hambar.

"Buat apa sih?" katanya, "senjata tidak bermata, terluka bahkan tewas bisa terjadi setiap saat, buat apa kita musti saling ngotot sehingga tak karuan?"

Jit yang siang ang Bun Thian lui mendengus dingin. "Hmmm! Aku orang she Bun tak sudi mendengarkan

obrolanmu yang palsu itu, ayo cepat loloskan senjatamu"

Didesak terus menerus, akhirnya Sim sian siangsu menghela napas panjang, gumannya:

"Yaa, kalau tetap keras kepala percuma saja aku mesti bersusah payah"

Berguman sampai disini, mencorong sinar tajam dari balik matanya, di tatapnya Jit yang sian ang Bun Thian lui dengan penuh amarah, kemudian sambil menggertak gigi, bentaknya: "Kalau kesalahan yang tak disengaja bisa dimaafkan kalau kesalahan yang disengaja tak boleh diampuni, Bun Thian lui,

kau gemar membunuh, maka hari ini akan merupakan saat terakhir bagimu untuk melaku kan kejahatan, aku terpaksa harus memenuhi keiginanmu, nah, lancarkan serangan mu!"

"Selamanya aku orang she Bun tak akan menghabisi nyawa orang yang tak bersenjata!" Jit yang sian ang Bun thian lui tertawa seram.

"Kali ini kau boleh membuat pergecualian, aku memang tak pernah bersenjata, sekalipun bertangan telanjang, aku yakin masih dapat menaklukkan dirimu" Begitu perkataan tersebut diutarakan, bukan

hanya Jit yang sian ang Bun thian lui yang terkejut bercampur tercengang, bahkan Chin Siau dan Suma Thian yu pun turut terkejut.

Bayangkan saja ilmu silat dari Chin Siau pun bisa dibilang setaraf dengan Suma Thian yu, sebagai kakak seperguruannya, sudah pasti Bun Thian lui memiliki keistimewaan tersendiri. Tapi kenyataannya, Sin sian siangsu berani menghadapinya dengan tangan kosong belaka, seandainya dia belum gila, keberanian orang ini benar-benar mengagumkan.

Terdengar Jit yang sian ang Bun Thian lui membentak keras:

"Kalau toh kau bosan hidup, jangan salahkan aku lagi!"

Begitu selesai berkata, cahaya perak berkelebat lewat dan secepat kilat menusuk ketubuh Sin sian siangsu.

Kali ini Sin sian siangsu tidak menghindar lagi, dia bergeser sambil mengawasi pedang lawan, sampai ujung pedang lawan hampir menyentuh tubuhnya, tiba-tiba tangannya balik mencengkeram,dua jari tangan kirinya dengan mengerahkan sepuluh bagian ilmu Lim kong ci khi menjepit gagang pedang lawan, semenara jari tangan kanannya secepat petir menotok jalan darah sian ki hiat ditubuh musuh.

"Lepas tangan!" hardiknya.

Mendadak terdengar Jit yang sian ang Bun Thian lui mendengus tertahan, pergelangan tangannya menjadi kaku dan pedang nya terlepas dari pegangannya. Menjepit pedang, menotok jalan darah, merampas senjata, semuanya dilakukan Sin sian singsu dengan cepat dan serentak, belum lagi orang melihat jelas, tahu-tahu peristiwa nya telah berlangsung hingga selesai.

Sim sian siangsu menyambut pedang pusaka lalu munculnya di tengah udara, jalan darah Jit yang sian ang yang tertotok pun segera dibebaskan kembali.

Jit yang siang ang yang secara tak sadar dibuat tak  berkutik, seolah-olah baru saja mendapat impian yang buruk, begitu jalan darahnya dibebaskan, kontan saja dia mencaci maki kalang kabut:

"Bajingan tua, kau hanya pandainya mengunakan ilmu sihir, mengapa tidak sekalian kau bunuh diriku?"

Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:

"Haaahh... haaahh... haaahhh... membunuh orang palingpaling cuma mengedip kan mata apanya yang luar biasa? Aku ingin melihat sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki, nih, sambutlah pedang tersebut"

Sambil berkata, dia lantas melemparkan pedang itu ke depan.

Jangan dilihat sepasang mata Jit yang sian ang buta, ternyata ia pandai sekali membedakan datangnva suara, sekali menyambar, pedang tersebut sudah digenggam olehnya.

Tiba-tiba terdengar Sin sian siangsu berkata lagi:

"Kau boleh menusuk jalan darah dise luruh tubuhku secara bebas sekehendak hati mu dengan batas sepuluh jurus, aku hendak membuat kau kalah secara benar-benar puas"

Baru sslesai perkataan itu diuatakan, mendadak terdengar Jit yang sian ang meraung gusar, pedangnya dengan jurus perselisihan langit dan bumi menciptakan beribu-ribu titik hujan pedang yang semuanya mengurung seluruh tubuh Sin sian siangsu.

Menyaksikan hujan pedang yang menyelimuti seluruh angkasa itu Sin sian siangsu malah tertawa keras, kemudian bentaknya nyaring:

Jurus pertama, hati-hati dengan telinga mu!"

Begitu ucapan terakhir diutarakan, bayangan tubuhnya seketika hilang lenyap dari arena sementara Suma Thian yu masih tertegun karena keheranan, mendadak terdengar Jit yang sian ang menjerit kelakitan, lalu sambil memutar badan pedang nya dimainkan semakin ketat lagi untuk mengurung seluruh badan Sin sian siangsu.

"Bajingan tua, serahkan jiwa anjingmu!" umpatnya keraskeras.

Ditengah gelak tertawa keras yang menggema lagi di angkasa, untuk kedua kalinya terdengar Jit yang sian ang menjerit kesakitan.

Anehnya, kedua orang pemuda yang mengikuti jalannya pertarungan dari sisi arena itu hampir tak pernah melihat bayangan tubuh dari Sin sian siangsu.

Diam-diam Suma Thian yu menggerutu didalam hatinya: "Jangan-jangan dia memang benar-benar pandai ilmu sihir atau ilmu untuk melenyapkan badan? Kalau tidak, mengapa bayangan tubuhnya sama sekali tidak terlihat?"

Dalam tertegun serta rasa herannya, tiba-tiba dia jumpai bayangan tubuh dari Sin sian siangsu sebentar nampak sebentar 1enyap dibalik kabut pedang yang menyelimuti angkasa itu.

Kejadian mana dengan cepat menyadarkan Suma Thian yu akan apa yang sebenarnya telah terjadi, rupanya ia sudahmempelajari semacam ilmu gerakan tubuh yang benarbenar luar biasa.

Dengan begitu Suma Thian yu menjadi sama sekali paham, bisa melihat ilmu simpanan dari Sin sian siangsu, dia merasa kagum disamping amat puas.

Pikirnya kemudian dalam hati kecilnya: "Pertarungan semacam ini baru bisa dibilang suatu

pertarungan yang benar-benar asli, ooah... benar-benar puas melihat kejadian tersebut "

Mendadak dari tengah arena berkumandang suara gelak tertawa yang amat keras, menyusul kemudian kedengaran Sin sian siangsu berteriak keras:

"Jurus kesepuluh, Bun tayhiap, kau mesti berhati-hati dengan pedang mestikamu!"

Jit yang sian ang membentak penuh amarah, pedangnya diputar membentuk lingkaran cahaya bianglala berwarna perak yang melindungi seluruh tubuhnya, ia berusaha mempertahankan diri mati-matian pada jurus yang terakhir itu.

Mendadak terdengar suara bentakan keras menggelegar ditengah udara:

"Lepas tangan!"

Bayangan manusia nampak berkelebat lewar, Sin sian siangsu dengan senyuman dikulum telah mengundurkan diri kembali keposisi semula, malah dalam tangannya mencengkeram sebilah pedang. Ketika memandang pula kearah Jit yang sian ang, dia seperti ayam jago yang kalah beradu, tubuhnya berubah menjadi marah karena darah yang mengucur keluar tiada hentinya, sepasang telinganya sudah terpapas kutung sehingga keadaannya sungguh mengenaskan.

Melihat keadaan musuhnya itu, Sin sian Siangsu menjadi tak tega sendiri, ia serahan kembali pedang itu ketangan Jit yang sian ang, kemudian hiburnya:

"Menang atau kalah adalah suatu kejadian yang lumrah dalam setiap pertarungan aku cuma berharap kau bisa bertobat serta kembali ke jalan yang benar, kembalilah kegurumu Bu bok ceng serta menyesali perbuatan mu dimasa lampau, aku tahu kau memang seorang lelaki yang gagah perkasa.

Jit yang sian ang menerima kembali pedangnya dengan sepasang tangan gemetar keras, sepasang matanya yang pada dasarnya sudah berwarna merah, kini semakin merah membara.

Ketika selesai berkata tadi, Sin sian siangsu segera membalikkan badan dan menghampiri Suma thian yu.

Tiba-tiba Suma thian yu menjerit kaget:

"Tahan!"

Sin sian singasu mengira Jit yang sian ang melancarkan sergapan dari belakang, serentak dia membalikkan badan sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak di inginkan.

Namun dengan cepat dia mendapat tahu bahwa dugaannya tidak benar, sebab ditemuinya Jit yang sian ang sedang mundur sempoyongan, pedangnya telah menembusi perutnya sehingga darah dan usus berceceran dimana-mana, kemudian dia roboh terjengkang dan mati seketika....

Sin sian siangsu berniat untuk memberi pertolongan, sayang sekali tindakannya terlambat selangkah, dengan perasaan sedih ia segera menghampiri korban serta membangunkan tubuhnya, sayang sekali jiwa nya telah melayang. "Huuuh, tolol!" akhinya Sin sian siangsu hanya bisa mengumpat sambil menggigit bibir.

Sementara hati kecilnya merasa sakit seperti ditusuk dengan jarum tajam, ia menyesal dan amat sedih.

Suma Thian yu telah menghampiri pula Jit yang sian ang, sambil menggelengkan kepala dan menghela katanya kemudian:

"Orang ini memang tak malu disebut seorang lelaki sejati, begitu kalah lantas merobek perut untuk bunuh diri, heran, mengapa sih jalan pemikiran orang ini tak bisa terbuka?"

Sin sian singsu menghela napas panjang.

"Perguruan yang dipimpin oleh pendeta buta Bu bok ceng memang mempunyai peraturan yang sangat ekstrim, barang siapa ilmu silatnya kalah dari orang dan mengakibatkan dirinya malu atau terhina, hanya kematian baru bisa menebus  kejadian itu, gara-gara lupa akan hal ini, membuat aku jadi menyesal sekali. Aaaiii....biarpun aku tidak membunuh pek jin, pek jin justru mati karena aku, dosa..dosa.."

Setelah mendengar perkataan tersebut, Suma thian yu jadi teringat kembali dengan Chin Siau, dia segera berpaling, tapi sayang bayangan tubuh Chin Siau sudah tak nampak lagi.

Didalam gelisahnya, tanpa sadar Suma thian yu berteriak keras sekali.

"Saudara Chin... saudara Chin "

"Dia sudah pergi, diteriakan sampai tenggorokanmu serak juga percuma" seru Sin sian siangsu sama sekali tanpa berpaling.

"Cianpwe, darimana kau bisa tahu kalau dia sudah pergi meninggalkan kita?"

"Apa susahnya? Kesalahan paham diantara kalian toh belum beres, mau apa dia tetap tinggal di sini?"

"Jadi kalau begitu, dia masih membenci ku?"

"Tentu saja, masa tidak kau lihat pancaran sinar amarah dibalik sorot matanya?"

"Aaah, kalau begitu tindakan bunuh diri yang dilakukan Jit yang sian ang, tentu semakin mengobarkan amarahnya, bagaimana baiknya sekarang? Andaikata gurunya main tuduh tanpa melakukan penyelidikan, bukankah berarti kita akan mendapat musuh baru?"

"Betapapun besarnya masalah itu, biar aku si peramal nasib yang memutuskan, tanggung tak bakal terjadi masalah" kata Sin sian siangsu kemudian sambil tertawa, tampaknya ia sudah mempunyai suatu rencana yang matang.

Lalu setelah berhenti sejenak, terusnya:

"Mari kita kubur dulu jenasahnya sebelum berbicara lebih jauh!"

"Mengapa tidak kita taruh dalam gua pohon disana? Kan lebih menghemat waktu dan tenaga?" seru Suma Thian yu kemudian sambil menunjuk gua yang berada dibagian batang pohon besar.

"Suatu ide yang bagus sekali, hianit, aku paling suka dengan otakmu yang encer itu"

Batang pohon siong yang berusia ribuan tahun itu besarnya mencapai dua puluh rangkulan manusia, pada dasar akar dengan batang terdapat sebuah gua setinggi manusia, gua inilah yang dinamakan gua air Jit yang sin tong.

Memandang lubang pohon itu, Suma Thian yu kembali berkata:

Orang persilatan memang suka sok aneh, sudah jelas gua itu merupakan sebuah lubang pohon, tapi mereka justru mengatakan sebagai gua air, sudah jelas gua ini sederhana tanpa sesuatu yang aneh, mereka justru mengatakan sebagai tempat yang berbahaya sekali, betul-betul membingungkan orang. Hari ini kita sudah berkunjung sendiri kemari, hitunghitung sebagai penambah pengalaman saja"

Kemudian setelah memandang sekejap kearah Sin sian siangsu, terus lanjutnya:

"Kalau dibilang sejak seratus tahun yang lampau tiada jago persilatan yang bisa ke luar dalam keadaan hidup, jelas itu omong kosong, aku sudah mencoba kemampuan Jit yang sian ang, ilmu silatnya sama sekali tiada yang aneh atau luar biasa, masakah orang-orang yang mampus disini mati di tangan Jit yang sian ang?"

Perkataan itu seakan-akan diutarakan sebagai gumanan, padahal tujuannya hendak menyindir rekannya Sin sian siangsu.

Sebagai seorang yang berpengalaman luas, tentu saja Sin sian siangsu dapat menangkap arti lain dibalik perkataan itu.

Ia cuma tertawa hambar saja menanggapi sindiran mana, malah sama sekali tak memberikan tanggapannya.

Suma thian yu berjalan menuju kedalam gua ditengah batang pohon itu serta melongok kedalam, suasana disitu gelap gulita dan tidak nampak sesuatu apapun.

Maka kepada Sin sian siangsu katanya"

"Gua ini begini kecil lagi sempit, bagaimana cara Jit yang sian ang melanjutkan hidupnya?"

"Darimana kau bisa tahu?" sahut Sin sian siangsu tak sabar. "Benar-benar menghilangkan kegembiraan aku orang"

kembali Suma thian yu berkata sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, "tahu begini, buat apa kita mesti menyerempet bahaya datang kemari?" Yu cianpwe, "ayo secepatnya kita letakkan jenazah Jit yang sian ang disitu lalu meninggalkan tempat ini selekasnya".

Sin sian siangsu menganggap pemuda ini polos, lincah dan menarik, ada kalanya bahkan bersifat kekanak-kanakan, tapi cara kerjanya justru cekatan dan amat teratur.

Dalam pergaulannya selama beberapa hari ini, Sin sian siangsu boleh dibilang sudah dapat meraba watak sebenarnya dari Suma thian yu, dia merasa pemuda ini berbakat baik, cerdas dan hatinya putih bersih seperti selembar kertas, setitik noda pun belum mengotori hatinya. Kalau dibilang dia mencelakai orang dengan siasat untuk kejadian semacam ini benar-benar suatu fitnahan yang keji.

Begitulah, Sin sian siangsu segera membopong jenasah Jit yang sian ang dan masuk ke dalam gua pohon, Suma Thian yu mengikuti dibelakangnya. Sebagai penerangan, dia mengeluarkan mutiara Ya beng yu, dengan ketajaman matanya yang bisa melihat dalam kegelapan pun ternyata kali ini gagal menyaksikan sesuatu.

Dengan keheranan Suma Thian yu segera bertanya: "Cianpee, bagaimana mungkin Jit yang sian ang bisa hidup

dalam gua yang begini gelap?"

Tolol, sepasang mata Jit yang sian ang sudah buta, baginya gelap gulita atau terang benderang adalah sama saja, sama sekali tidak berpengaruh baginya.

Suma Thian yu mengangkat mutiaranya tinggi-tinggi, suasana dalam ruang gua itu menjadi terang benderang seperti siang hari.

Menggunakan cahaya itu, sang pemuda memeriksa sekejap sekitar situ, namun ia segera tertegun.

Rupanya keadaan didalam ruang gua itu sangat lebar, keempat dindingnya terbuat dari batu granit, sedang dihadapannya terbentang sebuah lorong yang entah berhubungan sampai dimana?

Segulung angin kencang berhembus lewat dari dalam lorong gua tersebut, udara menjadi sangat dingin dan mendirikan bulu roma....

Sin sian siangsu segera menurunkan jenazah Jit yang sian ang keatas tanah, lalu ujarnya kepada Suma thian yu:

"lorong ini tembus sampai kemana, hingga kini belum diketahui siapa pun, sebab pernah pernah ada orang yang berhasil menembusinya. Tatkala Jit yang san sin menemukan gua ini dulu, untuk mencegah orang lain menyerempet bahaya, maka ia pun berdiam disini sambil berusaha membujuk orang lain agar tahu diri dan mengundurkan diri tetapi masih ada juga yang membandel, enggan menuruti nasehat dan nekad menyerempet bahaya, akhirnya mereka pun pergi untuk tak kembali lagi”

"Apakah ujung lorong tersebut adalah gua air Jit yang sui tong?" "Menurut penyelidikan, lorong ini memang merupakan jalan utama menuju ke gua air Jit yang sui tong, bisa jadi ujung lorong tersebut adalah sungai perak!"

Kata terakhir dari Sin sian siangsu itu tak lebih hanya katakata gurauan belaka namun Suma Thian yu menganggapnya sebagai sungguhan, pelan-pelan dia mulai bergeser menuju kearah lorong itu.

Tiba-tiba terasa lagi segulung angin puyuh berhembus lewat membuat kulit tubuhnya terasa sakit.

Terdorong oleh rasa ingin tahunya, Suma Thian yu meneruskan perjalanannya menuju kedalam lorong itu, dia ridak ingin pulang tanpa hasil setelah bersusah payah datang kesitu.

Mendadak terdengar Sin sian siangsu menegur dengan marah:

"Keponakan, kau sudah bosan hidup rupanya?"

Suma Thian yu membuat wajah setan sambil membalikkan badan, ketika dia balik kesisi Sin sian siangsu dan mendongakkan kepaknya, mendadak dilihatnya dia atas dinding terdapat ukiran huruf.

Cepat dia mengangkat tinggi mutiaranya dan berseru: "Cianpwee, cepat kau lihat, disini ada tulisan!"

"Lebih baik kau jangan membaca tulisan itu, banyak orang yang telah menjadi korban gara-gara tulisan tersebut!" sahut Sin slan siangsu lagi dengan suara hambar.

Suma Thian yu menjadi keheranan, segera pikirnya: "Sungguh aneh, masa tulisan pun bisa mencelakai orang,

sungguh suatu lelucon besar, sayang aku justru tak akan percaya dengan kata-kata tersebut"

Berpikir demikian, tanpa terasa ia mengangkat kepalanya dan memperhatikan tulisan itu dengan seksama.

Diatas dinding tertera empat baris kalimat yang kesemuanya diukir dengan gaya tulisan yang kuat dan bertenaga, sudah jelas tulisan yang dibuat seorang jago persilatan dengan ilmu jari Kim kong ci. Bila dilihat dari ukiran kalimat yang mendesak sampai kedalam dinding batu tersebut dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimiliki orang tersebut amat sempurna.

Adapun kalimat kalimat tersebut berbunyi begini: Dalam gua Jit yang tersimpan matahari dan rembulan.

Matahari bersembunyi rembulan bergeser air mengalir. Bila ingin memperdalam ilmu dewa. Silahkan menyerempet bahaya menemui dewa"

Dibawahnya tertanda "Wan wan cu" tiga huruf.

Sementara Suma Thian yu masih mencoba untuk memikirkan arti yang sebenarnya dari kalimat diatas, mendadak terdengar Sin sian siangsu menjelaskan:

"Yang dimaksud 'Dalam gua Jit yang tersimpan matahari  dan rembulan' adalah didalam gua ini tersimpan sebilah pedang mestika yang dinamakan pedang matahari rembulan yakni pedang mestika yang berada ditangan Jit yang sian ang tersebut, sedang kalimat kedua mungkin mengartikan didasar lorong ini terdapat sebuah sumber air yang sangat dalam, barang siapa bisa memasuki sumber air itu, maka dia akan peroleh ilmu silat yang tinggi"

oooOooo

SUMA THIAN YU merasa gembira sekali sesudah mendengar penjelasan tersebut, buru-buru serunya:

"Cianpwee, harap kau menunggu disini, biarboanpwe memasuki lorong tersebut untuk mmeeriksa keadaan yang sebenarnya"

"Jangan, hal ini tidak dapat kau lakukan!" teriak Sin sian siangsu sambil melototkan matanya penuh amarah.

Suma Thian yu segera memutar otak dan mencari akal, tubuhnya segera meluncur keluar dari gua itu tak selang berapa saat kemudian ia masuk kembali kedalam gua, hanya didalam tangannya telah bertambah dengan seutas tali rotan sepanjang sepuluh kaki. Tali rotan itu disambung-sambung satu dengan lainnya, sambil menyerahkan ujung yang satu kehadapan Sin sian singsu, ujar si anak muda tersebut:

"Cianpwee, harap kau mengikat ujang yang satu itu disini, biar boanpwe menelusuri lorong tersebut sampai kedalam, jika menemui bahaya, aku akan menarik tali itu untuk memohon pertolongan, pada saat itu, kau boleh menarik tali tersebut,  aku pikir dengan cara begini bisa terhindar dari segalamusibah yang tak diinginkan.

Melihat ketidak puasan anak muda tersebut, Sin sian siangsu merasa mendongkol disamping geli, terpaksa dengan perasaan apa boleh buat dia menghela napas panjang serta menerima ujung tali rotan itu, kemudian katanya:

"Hiantit, kau mesti berhati-hati, andaikata sampai terjadi sesuatu kesalahan, bagaimana aku bisa mempertanggung jawabkan diri terhadap Cong liong lo siansu?"

"Boanpwee mengerti"

Kemudian ia membuat lingkaran tali simpul pada ujung rotan yang lain yang mengikatnya diatas pinggang sendiri, kemudian dengan tangan kiri membawa mutiara Ya beng cu dia memasuki lorong tersebut selangkah demi selangkah....

Akan tetapi, ketika ia melihat dasar lorong yang rasanya begitu dalam dan tak berdasar, tiba-tiba muncul perasaan seram di dalam hati kecilnya.

Segulung angin kencang seperti hembusan angin dingin yang menggidikan hati menerjang wajahnya yang menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk dengan jarum yang amat tajam.

Tapi operkataan seorang lelaki sejati yang telah diucapkan harus dilaksanakan, bila ia mundur dalam keadaan begini, sudah jelas perbuatannya itu akan ditertawakan orang.

Tentu saja pemuda itu tak ingin dicemooh orang lain, maka tanpa ragu-ragu lagi, pelan-pelan dia melanjutkan perjalanannya menerobo lorong rahasia tersebut.

Tiba-tiba..... Segulung angin kencang kembali berhembus lewat menyeret badan bagian bawahnya, begitu kencang angin itu berhembus sehingga tubuhnya bagaikan mengambang di udara dan tak dapat meluncur ke bawah lagi.

Tak terlukiskan rasa gelisah Suma Thian yu menghadapi kejadian tersebut, buru-buru dia pergunakan ilmu bobot seribu untuk memaksa badannya merosot jatuh kebawah.

Namun hembusan angin makin lama semakin kencang, kini pendengaran pemuda itu sudah dipenuhi oleh suara gemuruh yang memekikkan telinga, membuat dia seakan-akan kehilangan perasaan.

Perasaan ngeri dan tak tenang mulai mencekam perasaan Suma Thian yu, ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya, satu kaki di kejauhan sana terlihat olenhya awan hitam yang amat tebal, ketika diperiksa ke bagian bawah disitupun hanya kegelapan yang gulita.

Hawa dingin mulai menyusup masuk lewat sepasang kakinya serta menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, begitu hebatnya rasa dingin itu, membuat sekujur badannya gemetar keras.

Seketika itu juga perasaan ngeri dan seram menyelimuti seluruh perasaannya, dia mulai menyesal mengapa tidak menuruti nasihat da ri Sin sian siangcu.

Dalam keadian begini, sekali lagi terlintas ingatan untuk mengundurkan diri dari situ.

Namun sebelum ingatan tersebut menjadi padam, ingatan yang lain kembali menyerang didalam benaknya. Belakangan di menggeretak gigi dan bertekad untuk melanjutkan usahanya untuk melakukan penyelidikan lebih jauh.

Tiba-tiba saja hembusan angin puyuh terhenti secara tibatiba.

Seketika juga Suma Thian yu tak dapat menahan tubuhnya lagi, bagaikan bintang yang jatuh, secepat kilat dia meluncur menuju kearah bawah. Mendadak tubuhnya terhenti, agaknya rotan pemikat tubuhnya sudah habis digunakan padahal dia belum mencapai ujung dari lorong tersebut.

Dengan demikian tubuhnya jadi bergelantungan ditengah udara.

Suma Thian yu segera mengerti bahwa usahanya telah menemui kegagalan total, maka dia pun menarik tali rotan dengan maksud memberi tahu kepada Sin sian siangsu yang berada diatas agar mengereknya naik keatas.

Tali rotan itu mulai bergerak, tubuh Suma Thian yu pelanpelan ikut terderek naik pula keatas.

Mendadak dari balik lorong itu berkumandang suara hembusan angin yang amat ken cang, Suma Thian yu segera merasakan segulung tenaga hisapan yang sangat kuat menahan tubuhnya yang sedang bergerak naik.

Kejadian tersebut membuat hatinya bergetar keras, sekuat tenaga dia menggoncang-goncangkan tali tersebut, maksudnya hendak memberitahukan kepada Sin sian siangsu agar mempercepat tarikannya.

Sin sian siangsu yang berada diatas, agaknya sudah mendapat tanda bahaya tersebut, dengan cepat Suma thian yu tertarik lebih tinggi ke udara.

Tapi sayang tenaga hisapan yang muncul dari balik lorong tersebut makin lama semakin bertambah kuat.

"Tarik !"

Mendadak dari balik lorong berkumandang suara yang

amat nyaring. Rupanya tali rotan itu sudah putus menjadi dua, putus persis pada bagian tali simpulnya.

Dengan begitu tubuh Suma thian yu pun kehilangan keseimbangan tubuhnya, tak ampun lagi tubuhnya segera merosot jatuh kebawah.

Jeritan kaget yang penuh rasa kejut dan ngeri segera bergema dalam lorong itu, dari keras menjaidi kecil dan akhirnya hilang lenyap tak berbekas. Sin sian siangsu yang berada diatas lorong menjadi sedih sekali hatinya, dia berpekik panjang sementara air matanya jatuh bercucuran membasahi wajahnya.

Sementara itu tubuh Suma Thian yu telah meluncur kedalam jurang dengan kecepatan luar biasa.

Dalam kejut dan ngerinya, pemuda tersebut segera terjatuh tak sadarkan diri.

Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba saja Suma Thian yu merasakan sekujur badan-nya terasa dingin dan ia menjadi sadar kembali dari pingsannya.

Sewaktu membuka matanya kembali, pemuda itu menemukan dirinya berbaring di dalam air.

Pada mulanya dia masih mengira hal tersebut merupakan suatu impian belaka, namun setelah merasakan bagaimana tali rotan masih melilit pada punggungnya, dia baru sadar bahwa jiwanya telah selamat dari kematian.

Tak kuasa lagi dia menghela napas panjang sambil bergumam:

"Sungguh berbahaya! Untung saja ujung lorong ini terdapat air, coba kalau tidak, sudah dapat dipastikan tubuhku akan hancur berantakan tak karuan lagi wujudnya"

Ternyata dasar dari lorong tersebut adalah sebuah sungai besar dibawa tanah, hembusan angin kencang tadi timbul karena desakan tekanan udara akibat pasangnya air sungai tersebut, dengan surutnya permukaan air sungai, dengan sendirinya hembusan angin puyuh itu pun merosot kebawah sehingga berubah menjadi tenaga hisapan.

Apa yang dialami Suma Thian yu barusan tidak lain adalah gejala alam yang normal, pemuda itu hanya merasa bahwa sungai di bawah tanah ini membentang bagaikan samudra luas, sekilas pandangan tak nampak tepian, hal tersebut membuat perasaannya amat tak tenang...

Dalam tubuhnya sekarang, selain tali rotan yang telah  putus itu sudah tidak terdapat lagi benda lainnya, bila ia diharuskan berenang sampai ditepi daratan situ, dengan ilmu berenangnya yang baru mencapai taraf permulaan, jelas hal ini tak mungkin bisa dilakukan olehnya.

Mendadak....

Seekor ikan besar berenang siap menerkam tubuhnya.....

"Mampus aku kali ini!" pekik Suma thian yu dengan perasan gelisah.

Buru-buru dia membalikkan badannya berusaha untuk melarikan diri, siapa sangka baru berenang sejauh depa lebih tiba-tiba ia merasakan gerakan tubuhnya menjadi sangat berat.

Serta merta dia berpaling, rupanya ikan besar tadi telah berhasil mengigit ujung tali rotan yang masih melilit diatas pinggangnya itu.

Peluh dingin segera jatuh bercucuran membasahi

tubuhnya, dia semakin ngeri lagi menghadapi kejadian seperti itu.

Andaikata dia berada didarata, jangankan seekor ikan besar, biarpun sedang menghadapi sepuluh ekor harimau buas pun, dia masih mampu untuk melarikan diri.

Tapi setelah didalam air, dia hanya bisa pasrahkan nasib pada kemauan takdir.

Setelah menghela napas panjang, anak muda itu segera mengendorkan segenap kekuatan yang dimilikinya dan menyerahkan nasib pada kemauan ikan besar tadi.

Ikan tersebut panjangnya mencapai dua kaki dan beratnya luar biasa, sambil menggigit ujung tali rotan tadi, dia membalikkan badan sambil berenang kedepan, dengan menyeret tubuh Suma thian yu, ikan tesebut meluncur ke muka dengan kecepatan luar biasa.

Sepanjang tubahnya terseret, Suma thian yu hanya bisa menongolkan kepalanya untuk menarik napas, sekarang dia sudah menyerahkan soal mati hidupnyakepada takdir.

Anggapannya, toh bagaimanapun dia mencoba meronta, mustahil keadaan yang berbahaya ini bisa diatasi olehnya. Dalam keadaan begitu, dia hanya bisa menanti perkembangan selanjunya, sebab banyak berpikir malah akan mendatangkan bibit bencana bagi diri serdiri.

Matahari sudah tenggelam 1agi dibalik air, senja yang merah menyelimuti ketengah angkasa.

Setelah seharian penuh dicekam perasaan tegang, Suma thian yu mulai terlelap tidur tanpa terasa.

Sebaliknya ikan besar itu malah bergerak semakin lincah, kecepatan berenangnya bukan saja tidak berkurang, malah kian lama Kian bertambah cepat.

Kini perasaan Suma Thian yu sudan semakin tenang, menurut pengamatannya selama satu harian itu, ikan besar yang menyeretnya itu hanya berenang terus ke depan tanpa menunjukkan gejala atau sikap yang tidak menguntungkan baginya.

Bukan cuma begitu, atas perlindungan si ikan, banyak mara bahaya yang justru dapat ter atasi olehnya.

Setiap kali terdapat ikan pemakan manusia berusaha mendekati tubuhnya, setelan melihat ikan besar tadi, si ikan ikan buas itu malah melarikan diri terbirit-birit.

Hal tersebut membuat si ikan besar tanpa terasa sudah berubah menjadi sang pelindung keselamatan anak muda tersebut.

Satu-satunya yang membuat ia menderita adalah tubuhnya yang mesti berendam sehari penuh didalam air, hal mana membuat tubuh bagian bawahnya menjadi kaku dan kesemutan.

Selain itu, dia pun kuatir akan nasibnya setelah ini,

samudra begitu luas, kemanakah dia hendak diseret oleh ikan besar tersebut,kalau seandainya ikan tersebut menyeretnya terus menerus, bukankah pada akhirnya dia bakal tewas juga.

Matahari sudah mulai lenyap dibalik air, malampun mencekam seantero jagad.

Angin malam berhembus kencang, ombaknya makin membesar, kian lama suasana kian bertambah mengerikan. Suma thian yu mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekitar situ, tapi semuanya gelap gulita sekali, dia merasa seolah-olah sedang menghadapi dunia yang hampir kiamat.

Mendadak.......

Hembusan angin malam yang menyapu lewat membawa suara pekikkan panjang yang sangat nyaring, suara itu guntur yang menembusi angkasa, luas, begitu keras, nyaring dan memekikan telingga.

Sungguh aneh, begitu mendengar suara pekikan tersebut, Suma Thian yu segera merasakan semangatnya bangkit kembali, rasa mengantuk yang semula mencekam perasaannya seketika hilang lenyap tak berbekas.

Ketika si ikan besar tersebut mendengar suara pekikan tersebut, binatang itu segera timbul dari permukaan air dan menggerakkan ekornya dengan riang gembira, kemudian dengan gerakan cepat bergerak menuju ke arah mana berasalnya suara itu.

Suma Thian yu menjadi tertegunmenghadapi keadaan begitu, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, tanpa terasa pemuda itu berpikir dihati:

"Jangan-jangan ikan besar itupun hasil pemeliharaan orang?"

Sementara dia masih termenung, tiba-tiba terasa lagi segulung angin puyuh berhembus lewat disusul suara pekikan burung bangau yang keras.

Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu mendongakkan kepalanya, ternyata ada seekor burang bangau raksasa berwarna putih keperak-perakan sedang menukik kebawah.

"Habi sudah riwayatku kali ini, bisa mampus aku bila diserang burung itu!" pekiik Suma Thian yu terkejut.

Sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat siap menerima kematian.

Tahu-tahu punggungnya terasa amat sakit, sepisang cakar yang amat tajam mencengkeram

pakaiannya dan membetotnya ketengah udara. Bersamaan itu pula si ikan besar yang menggigit ujung tali rotan tadi segera melepaskan gigitannya dan menyelam kedalam air, hanya sekejap saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

Suma Thian yu merasa dirinya dibawah terbang bangau raksasa tadi, dalam keadaan begini dia hanya bisa berdiam diri saja pasrah kepada nasib, berapa kali dia mencoba untuk meronta, namun niat tersebut segera diurungkan kembali.

Tak selang beberapa saat kemudian, bangau raksasa itu sudah berpekik keras sambil meluncur kebawah dan hinggap ditengah hutan yang lebat, begitu melepaskan anak muda ter sebut diatas tanah, burung bangau itu terbang kembali keudara dan lenyap dibalik awan.

Suma Tnian yu cepat bangkit berdiri, namun sebelum ia sempat melakukan sesuatu, mendadak dari balakang tubuhnya terdengar seseorang tertawa tergelak dengan suara yang amat nyaring.

Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu membalikkan badan, ternyata dibelakang tubuhnya sudah berdiri seorang kakek berjenggot panjang berwarna perak.

Kakek itu mempunyai sepasang mata yang memancarkan sinar tajam, sambil mengawasi anak muda itu dari atas sampai kebawah, pelan-pelan dia menegur:

"Hei bocah cilik, siapa namamu?"

"Aku She Suma bernama Thian yu, boleh aku tahu siapa nama besar locianpwee?"

"Aku bernama Wan Wan cu"

Begitu mendengar nama Wan Wan cu, Suma Thian yu   segera merasakan hatinya menjadi tegang, dia segera teringat kembali dengan bait syair yang tertera diatas dinding Jit yang sui tong tadi, bukankah si pembuat itu pun mengaku bernama Wan Wan cu?

Mungkinkah si kakek yang berada dihadapannya sekarang adalah Wan Wan cu si pembuat syair? Kalau memang begitu, sungguh aneh sekali, kalau toh dia berdiam di sini, mengapa pula harus meninggalkan syair nya di atas bukit Jit yang san? Agaknya kakek itu dapat menebak suara hati Suma Thian yu, setelah tertawa dingin segera ujarnya:

"Hei bocah, apakah kau datang kemari karena melihat tulisan yang ditinggalkan aku?"

Sebenarnya Suma Thian yu hendak membenarkan, namun setelah menyaksikan sikap engkuh, dingin dan takabur dari si kakek tersebut, timbul perasaan antipati dalam hati kecilnya.

"Bukan" jawabnya kemudian.

Jawaban tersebut nampaknya sama sekali diluar dugaan si kakek berjenggot perak itu, dia tertegun beberapa saat, lalu bentaknya lagi:

"Lantas, mengapa kau harus menyerempet bahaya?"

"Aku hanya terdorong oleh perasaan ingin tahu, lain tidak!" Ternyata kakek berjenggot perak ini tak lain adalah Wan

Wancu, seorang manusia aneh yang disegani manusia diri golongan putih maupun hitam dalam dunia persilatan enam puluh tahun berselang.

Kakek ini berasal dari Khong tong pay, kepandiaan silatnya berasal dari aliran Khong tong pay yang kemudian secara kebetulan memperoleh pennemuan luar biasa, dimana ia berhasil mendapatkan sejilid kitab pusaka pe ninggalan seorang gembong iblis.

Hanya sayangnya orang ini berwatak aneh dan berjiwa kejam, dia tak pernah berkedip bila membunuh orang.

Karenanya, pembunuhan demi pembunuhan yang seringkali dilakukan olehnya lama kelamaan menimbulkan amarah bagi umat persilatan, akhirnya dalam suatu serangan yang tiba-tiba ia kena diusir dari keramaian dunia, waktu itu Wan Wancu melarikan diri ke bukit Jit yang san dan menemukan gua tersebut, dia sengaja menimbulkan syair diatas dinding gua mana dengan harapan kejadian ini bisa memancing datangnya kawanan jago lihay ke tempat tinggalnya.

Dan dia sendiri segera memanfaatkan kesem patan yang sangat baik itu untuk membunuh mereka satu per satu sebagai rangka pembalasan dendamnya. Titik kelemahan dari umat persilatan adalah kemaruk akan ilmu silat atau benda mestika serta sebangsanya, menurut kebiasaan pada umumnya, bila disuatu tempat terdapat memacam mestika, maka berbondong-bondong mereka akan mendatangi tempat tersebut dan berusaha untuk mendapatkannya, entah secara halal maupun tidak.

Wan wancu justru telah mempergunakan titik kelemahan

ini sebagai umpannya untuk memancing kedatangan kawanan manusia tersebut.

Wan Wan cu benar-benar merasa tercengang dan diluar dugaan setelah melihat orang yang ditawan bangau raksasanya hari ini tak lebih hanya seorang pemuda, terutama seka1i setelah mendengar perkataannya, dia semakin bertambah curiga.

Dari dalam sakunya diapun mengeluarkan sejilid kitab kecil berwarna kuning kemudian sambil diiming-imingkan dihadapan pemuda itu, katanya lagi sambil tertawa licik:

"Bocah, aku tak menyangka kalau kau bisa sampai disini dalam keadaan selamat. Coba kau lihat, kitab kecil ini berisikan Ilmu silat yang luar bisa sekali, biar kuhadiahkan saja kepadamu sebagai tanda mata perjumpaan kita hari ini"

"Terima kasih banyak atas kebaikan mu, sahut Suma Thian yu sambil menggelengkan kepalanya, "biarlah maksud baikmu kuterima didalam hati saja. Ilmu sakti tiada gunanya bagiku, yang kupersoalkan sekarang adalah bagaimana caranya untuk kembali ke daratan Tionggoan, harap cianpwe sudi memberi petunjuk"

"Bocah, kau benar-benar tidak menghendaki kitab pusaka ini?" tanya Wan Wancu dengan wajah menyelidik.

"Tidak, aku tidak membutuhkan benda itu"

"Aaah..aaaah, sungguh aneh!" Wan Wancu menggelengan kepalanya berulang kali sambil menyatakan keheranannya.

Suma Thian yu tertawa.

"Pusaka ilmu silat atau pedang mestika hanya kan   diperoleh mereka yang berbudi luhur, sedang aku sama  sekali

tidak berbudi, sedang dengan aku pun hanya berjumpa  begini saja, orang kuno bilang: Tiada pahala tak akan menerima balas jasa, apa sih yang perlu diherankan?"

Wan Wancu segera tertawa terbahak: "Haah...haah...haah....haah... bagus sekali!, memang tanpa

jasa jangan menerima pahala. Hei bocah, aku lihat kau pasti pernah belajar silat, siapa sih nama gurumu?"

"Guruku adalah Put Gho chu" jawab pemuda itu tanpa berpikir panjang lagi.

"Put Gho cu? dari Bu tong pay? tanya Wan Wancu dengan wajah diliputi selapis hawa dingin.

Suma Thian yu sama sekali tak memperhatikan perubahan tersebut, kembali sahutnya:

"Yaa betul, dia memang guruku!"

Sekali lagi Wan Wan cu men dongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak, suaranya begitu keras dan nyaring membuat seluruh bukit terasa bergoncang keras.

Suma Thian yu merasa jantungnya berdebar keras oleh gelak tertawa ini, diam-diam pikirnya:

"Sempurna amat tenaga dalam orang ini, agaknya kepandaian silat yang dimilikinya tidak berada dibawah kepandaian guruku"

Ketika selesai tertawa, mencorons sinar buas di balik mata Wan Wancu, bagaik ular berbisa yang siap memagut mangsanya, dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat, kemudian serunya lagi:

"Bocah, kau pernah mendengar nama ku ini? Dulu gurumu pernah memimpin kawanan manusia dari golongan putih untuk mengerubutiku dan memaksa aku hingga tak dapat menancapkan kaki lagi di daratan Tionggoan sehingga harus mengungsi disini. Beruntung sekali Thian telah mengirim kau kehadapanku hari ini, hmm, hmm, terpaksa kau harus mewakili gurumu untuk menerima hukuman!"

Tiba-tiba saja Suma Thian yu merasakan sekujur badannya bergetar keras tanpa sadar dia mundur beberapa langkah kebelakang.

Sambil tertawa seram kembali Wan Wancu berkata: "Hei bocah, kau jangan mencoba untuk melarikan diri. Sejak dulu hinngga sekarang belum pernah ada seorang manusia pun yang dapat lolos dari bukit bangau putih ini dalam keadaan selamat. Percuma saja kau mencoba melakukan perlawanan, sebab hal semacam ini hanya akan menambah siksaan saja bagi dirimu"

Suma Thian yu segera meraba gagang pedangnya sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, sorot matanya yang tajam mengawasi setiap gerak-gerik Wan Wancu tanpa berkedip, bilamana perlu, dia berniat melepaskan serangan yang mematikan untuk mengajak lawannya beradu jiwa.

Wan Wancu tertawa seram, dengan sikap yang angkuh dia maju kedepan, sementara sekulum senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya.

"Lepaskan tanganmu, percuma kau lakukan kegiatan yang tak bermanfaat, sebab biarpun gurumu yang hadir sendiri ditempat ini pun, dia akan segera kutumpas, apalagi kau? Bila kau memang pintar, ayo cepat berlutut minta ampun, siapa tahu aku masih bersedia memberikan kematian yang memuaskan bagimu"

Sembari berkata, selangkah demi selangkah dia maju terus kedepan....

Mendadak terdengar Suma Thian yu membentak keras: "Jangan sembarangan bergerak, bila kau berani maju lagi,

sauya akan bertindak tegas kepadamu!"

Wan Wancu mendengus dingin sambil maju melangkah lagi kedepan, dengan wajah menyeringai seram, serunya:

"Cabut saja pedangmu, disaat pedangmu sebelum lolos dari sarung nanti, aku hendak menotok tiga buah jalan darah penting diatas tubuhmu!"

Suma Thian yu segera menekan tombol rahasia pedangnya, diiringi kiluauan cahaya biru pedang tersebut sudah tercabut keluar, bersamaan waktunya dengan saat Wan Wancu menyelesaikan perkataannya. Orang kuno bilang: Diri gerakan seseorang, dapat diketahui apakah dia berilmu atau tidak. Wan Wancu menjadi tertegun setelah melihat cara Suma Thian yu meloloskan senjata nya, mau tak mau dia harus menilai kembali kemampuan anak muda tersebut.

Sambil tertawa dingin, Suma Thian yu berkata lagi:  "Kalau masalahnya sudah terjadi lama sekali, biarkan saja

masalah itu mengalir lewat dengan begitu saja, buat apa sih kau masih memikirkannya dalam hati? Guruku sudah enam puluh tahan lamanya meninggalkan dunia persilatan dan hidup mengasingkan diri, jika cianpwe masih saja teringat akan dendam lama, tidakkah kau merasa bahwa cara pemikiranmu itu terlalu sempit?"

Dengan penuh amarah Wan wancu segera menukas:

"Kau mengerti apa bocah dungu? Kalau punya dendam tak mampu membalas, bukan lelaki namanya. Dulu aku mempunyai keluarga yang berbahagia, tapi gara-gara ulah Put gho cu, bukan saja isteri kabur anak hilang, aku pun tak dapat menancapkan kaki kembali di daratan Tionggoan, bayangkan saja apakah dendam kesumat semacam ini tak boleh   kubalas?"

"Aku tidak melarang atas niatmu untuk membalas dendam, tapi cara yang kau tempuh justru licik dan sangat memalukan, andaikata kau ingin membalas dendam, toh secara terangterangan kau bisa pergi ke Gi im hong untuk mencarinya dan menantangnya berduel, janganlah meniru cara kura kura, bersembunyi terus ditempat ini, tapi justru melakukan lempar batu sembunyi tangan, terhitung jagoan macam apakah diri mu itu...?"

Wan Wan cu segera mendongakkan kepalanya sambil menyeringai seram:

"Betul, betul sekali, bocah muda, aku memang berniat kembali ke daratan Tionggoan sambil membuat perhitungan, walau pun demikian, kau masih tetap tiada kesempatan untuk melanjutkan hidup"

Sembari berkata tubuhnya bergerak maju, serangan telapak tangan berubah menjadi serangan jari, kelima jari tangannya di pentangkan lebar-lebar seperti cakar dan segera memenyerang kedepan.

Lima gulung desingan angin jari dengan ddiikuti suara yang tajam langsung menyerang si anak muda itu.

Buru-buru Suima Thian yu memutar pedangnya menciptakan lingkaran cahaya biru untuk melindungi badan.

"Triiing, traaang, triing traang...." Suara dentingan nyaring berkumandang silih berganti, Suma Thian yu segera merasakan pergelangan tangannya yang menggenggam pedang menjadi kesemutan dan sakit sekali, kejadian ini membuatnya merasa sangat terkejut.

"Betul-betul kuat sekali tenaga dalam yang dimiliki orang ini!" demikian dia berpikir.

Rupanya dentingan nyaring tsdi terjadi karena jari tangan wan wan cu yang saling beradu dengan tubuh pedang, dari sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki wan wancu memang benar-benar sudah mencapai puncak kesempurnaan.

Suma Thian yu segera berkerut kening, paras mukanya berubah hebat, dalam sekejap mata pemuda itu sudah dibuat terkesiap oleh kehebatan musuhnya.

Wan wan cu segera dapat melihat perasaan takut dan ngeri yang mencekam perasaan Suma Thian yu, untuk kesekian kalinya di menyentilkan jari tangannya ke depan dan melepaskan lima gulung serangan jari lagi, seru nya kemudian sambil tertawa seram:

"Ayo, sambutlah sebuah serangan lagi!"

Suma Thian yu segera mengem bangkan ilmu pedang Kit hong kiam hoat ajaran paman wan nya untuk mempertahankan diri, disamping memaainkan selapis kabut pedang untuk melindungi badan, secara beruntun dia melepaskan tiga buah serangan berantai yang semuanya menggunakan tiga jurus mematikan dari ilmu pedang ajaran wan Liang.

Wan wan cu tidak malu disebut seorang jagoan yang berilmu tinggi, dengan cekatan, dia segera mengegos kekiri menghindar kekanan. ke tiga serangan dahsyat tersebut dengan mudah sekali berhasil dihindari semua.

Kemudian tiba-tiba ia menjerit kaget. "Aaaah...!"

Dengan cepat dia melompat mundur ke belakang, kemudian hardiknya keras-keras:

"Apa hubunganmu dengan Wan Liang?"

Suma Thian yu semakin bergairah melepaskan serangannya setelah melancarkan tiga buah serangan lagi, lapisan hawa pedang segera menyelimuti seluruh angkasa, sembari memburu ke depan, sahurnya lantang:

"Dia dalah paman dari sauyamu"

Mendadak wan wan cu melepaskan dua pukulan dengan menggunakan sepasang telapak tanganya, dua gulung angin pukulan dengan cepat bersatu padu menggulung tubuh anak muda itu dengan kekuatan luar biasa.

"Heehh... Heehh... Heehh... bocah keparat! serunya sambil tertawa seram, "dua dendam bergabung menjadi satu, kau lebih-lebih tiada kesempatan lagi untuk melanjutkan hiduppmu!"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, angin serangan telah menggulung tiba.

Senjata Suma Thian yu kontan tersapu miring oleh tenaga pukulan lawan yang maha dahsyat tersebut, bahkan tubuhnya turut ter hantam sampai mundur sejauh beberapa langkah dengan sempoyongan, dia harus berupaya dengan segenap kemampuan sebelum akhirnya bisa berdiri tegak kembali.

Namun dengan peristiwa tersebut Suma thian yu merasakan hatinya menjadi dingin separuh.

Dengan mengandalkan kepandaian yang dimilikinya sekarang, nyatanya dia masihj belum mampu untuk menghadapi serangan musuh yang begitu sederhana, terpaksa dia menarik kembali pedangnya dan sambil menggertak gigi, bentaknya penuh amarah: "Setan tua, sauya akan beradu jiwa denganmu, pokoknya hari ini kalau bukan kau yang musti mampus, aku yang mampus!"

"Bocah keparat, kau sedang bermimpi" jengek Wan Wancu sambil tertawa seram.

Telapak tangan tunggalnya diputar setengah lingkaran diudara kemudian diayunkan kedepan.

Ledakan keras segera berkumandang ditengah udara, menyusul kemudian desingan angin tajam menyebar ke empat penjuru dengan amat dahsyatnya.

Belum pernah Suma Thian yu menjumpsi ilmu iblis yang begitu hebatnya, ia terkesiap, lalu sambil menghimpun tenaga dalamnya

sebesar sepuluh bagian, ia lepaskan pula sebuah serangan dengan ilmu Sian poo shui hong ciang.

Begitu serangan dilontarkan, desingan angin tajam segera membelah angkasa, empat penjuru seolah-olah dipenuhi dengan angin pukulaa yang mampu menenggelamkan kapal, di mana serangan tersebut bersama-sama meluncur serta menggulung tubuh Wan Wancu.

Mendadak.....

Kembali terjadi ledakan keras yang memekikkan telinga diudara, begitu dua gulungan tenaga pukulan itu saling beradu, terjadilah pusaran angin berpusing yang memancar keempat penjuru.

Menyusul kemudian tampak pula dua sosok bayangan manusia terpental kebelakang:

Untuk beberapa saat lamanya, suasana di sekelling tempat itu menjadi sangat kalut dan tak karuan lagi bentuknya.

Pasir dan debu menyelimuti angkasa, burung dan binatang tercerai-berai ketakutan, dunia bagaikan menghadapi hari kiamat.

Lambat laun....

Angin puyuh mulai mereda, suasana yang semula gaduh pun kian lama kian menjadi tenang kembali.

Setitik cahaya mulai muncul disekitar tempat itu. Suma Thian yu nampak duduk disisi timur hutan dengan mata terpejam rapat, noda darah membasahi ujung bibirnya, ia kelihatan begitu lemah bagaikan baru sembuh dari sakit parah.....

Disudut barat hutan duduklah Wan Wan cu.

Sorot matanya nampak memudar, wajahnya hijau membesi, darah membasahi pula hidung serta bibirnya, keadaannya tidak jauh berbeda dengan Suma Thian yu, mengenaskan sekali.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar