Kitab Pusaka Jilid 24

Jilid : 24

"SICU tak perlu kuatir, sebab segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sudah diatur oleh takdir, sejak dulu barang mestika hanya akan diperoleh bagi mereka yang berjodoh, sekalipun Sam yap koai mo berhasil memperoleh kitab pusaka tersebut, oleh karena dia tidak mengetahui rahasianya, maka benda tersebut sama artinya dengan benda yang tak berguna, kecuali memusnahkan-nya, tak mungkin ada cara lain yang dapat di tempuh."

Suma Thian yu mengira ucapan itu hanya kata-kata menghibur dari Keng ken taysu, karenanya penderitaan serta rasa masgulnya sama sekali tidak berkurang.

Keng sim taysu yang bermata jeli dapat menebak hati

Suma Thian yu, namun dia tidak menegur atau menghiburnya, seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun, ia duduk tenang disamping.

Tak lama kemudian Keng Khong taysu sudah muncul kembali didalam ruangan.

Dengan wajah berseri Keng sim taysu segera berkata: "Sicu, kecurigaanmu kini sudah hilang, nah, Keng Khong,

berikan botol air Biau heng sui tersebut kepada siauhiap" Keng khong taysu menyodorkan botol kecil itu kehadapan

Suma Thian yu, kemudian katanya:

"Harap kau suka menyimpannya baik-baik sebab air obat ini dapat membantumu untuk memperoleh kepandaian sakti"

Seraya bertata, dia pun mengajarkan bagaimana caranya mempergunakan air tersebut.

Air didalam botol kecil itu nampaknya saja biasa tapi bila dibubuhkan diatas kertas, maka kertas itu akan robek sehingga terlihat tulisan yang tertinggal didalamnya.

Suma Thian yu menerima air Biau heng sui itu dengan perasaan terharu, sambil menjura dalam-dalam pada Keng sim taysu, katanya:

"Terima kasih banyak toa suhu, budi kebaikan ini entah sampai kapan baru dapat terbalas"

Setelah berhenti sejenak, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, tanyanya:

"Toa suhu, bila kitab pusaka tersebut berhasil kuperoleh, apakah harus kukembalikan kemari?" Keng sim taysu tertawa terbahak-bahak.

"Benda mestika hanya akan diperoleh bagi mereka yang berjodoh, lolap merasa tak punya jodoh dengan benda itu dan tak berani memikirkannya. Apalagi toa supek lolap Ku hay siansu pernah berpesan agar kami tidak terlibat dalam perebutan tersebut, karena nya sicu boleh memperoleh benda mana sebagai hadiah"

Sekali lagi Suma Thian yu menjura dalam-dalam kemudian baru berpamitan.

Gara-gara ulahku, kuil taysu sudah kubuat tak tenang, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan budi kebaikan kalian tak pernah akan kulupakan"

Diiringi It hok taysu, berangkatlah pemuda itu meninggalkan kuil Budhala si.

Dengan perasaan minta maaf It hok taysu berkata secara tiba-tiba:

"Tan siauhiap, apakah kau masih mendendam kepada pinceng karena sudah memabukkan dirimu?"

Suma Thian yu merasa tidak enak hati sendiri karena sudah berbohong selama ini cepat-cepat ujarnya:

"Lapor taysu, aku she Suma bukan she Tan, bila selama ini sengaja kurahasiakan namaku, harap taysu sudi memaafkan"

Mendengar ucapan mana, It hok taysu segera tertawa terbahak-bahak.

"Haa... haa... haaa... siapa yang tidak tahu dia tak bersalah, kita tak ada yang berhutang kepada siapa !"

Suma Thian yu pun mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak, sambil menggenggam tangan It hok taysu dengan terharu serunya:

"Taysu kau terlalu baik, Kebesaran jiwamu membuatku terharu, Thian yu pasti akan berusaha mengambil kebaikanmu demi kesejahteraan umat persilatan"

Sambil tertawa It hok taysu menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya: "Suma siauhiap tak usah menempeli emas diwajah pinceng, apakah perbuatanmu ini tidak akan membuatku kehilangan muka,

kemudian sambil memandang ke tempat kejauhan, dia menghela napas sedih sembari berkata lagi:

"Sinar fajar sudah mulai menyingsing, pinceng harus segera melakukan sembahyang pagi, biar kuhantar siauhiap sampai di sini saja, moga-moga kau dapat menjaga diri baik-baik"

"Harap taysu baik-baik pula menjaga diri" kata Suma Thian yu pula sementara air matanya bercucuran membasahi seluruh wajahnya.

Cepat-cepat dia berpaling ke arah lain dan segera berangkat meninggalkan kuil Budhala si.

Menanti bayangan punggung pemuda itu sudah lenyap dari pandangan mata, It hok taysu baru kembali ke kuil.

Sepanjang jalan Suma Thian yu merasa hatinya girang tak terlukiskan sebab per jalanannya kali ini tidak sia-sia, selain memperoleh sebotol air Biau heng sui, dia pun banyak memperoleh penjelasan tentang kitab pusaka Kun tun kan kun huan siu cin keng.

Paling tidak ia merasa berlega hati sebab kitab tersebut di tangan Sam yap koay mo hanya ibarat kertas tak berguna, bayangkan saja tanpa air biau heng yok sui, bagaimana mungkin dia dapat memperoleh isi dari kitab pusaka tersebut!

Dengan membawa perasaan yang gembira dan mengayunkan langkah yang ringan ia berjalan keluar dari pintu kota Lhasa.

Diluar kota Lhasa terbentang sebuah hutan yang lebat, jalan raya disitu memang diapit oleh pepohonan yang sangat lebat.

Sambil bersiul dan menikmati keindahan alam, Suma Thian yu menempuh perjalanan nya dengan santai.

Yaaa, saat ini perasaan Suma thian yu memang diliputi kegembiraan yang luar biasa, terutama sekali sesudah mengetahui kalau kulit kertas tersebut adalah sebuah kitab pusaka yang dicari, ia semakin gembira lagi. Menurut rencana, setibanya di daratan Tionggoan nanti, dia akan mencari sam yap koay mo serta Coa tau jin mo

kemudian merebut kembali kitab pusaka itu. Jika kepandaian silat yang berada di dalam kitab pusaka itu sudah berhasil dipelajari, bukan saja dendam sakit hatinya akan terbalas, sakit hati pamannya pun akan dilunasi.

manusia memang mahkluk yang aneh, sewaktu berangkat dari Tionggoan menuju ke Tibet, Suma thian yu merasa perjalanan amat jauh dan tidak sampai sampai, sebab dia merasa tidak memiliki keyakinan dengan keberhasilan perjalanannya, dia kehilangan rasa percayanya pada diri sendiri serta harapan.

Berbeda sekali dalam perjalanan kembalinya dari Tibet ke tionggoan, kali ini dia membawa pengharapan yang besar, pulang dengan perasaan gembira, maka perjalanan pun terasa jauh lebih cepat.

Mosha adalah nama suatu tempat terpenting yang harus dilewati bagi orang dalam perjalanan Tibet menuju ke Kimkhong.

Suatu hari, sampailah Suma thian yu di kota Mosha.

Sewaktu memasuki pintu kota, tiba-tiba dari arah depan sana muncul seorang pemuda.

Dengan ketajaman mata yang dimiliki Suma Thian yu, dalam sekilas pandangan saja dapat mengenali pemuda tersebut sebagai Chin Siau, terkesiap hatinya, buru-buru dia membalikkan badannya dan mengurangkan niatnya masuk kedalam kota.

Siapa tahu pihak lawan telah mengetahui jejaknya, baru saja Suma Thian yu membalikan badan, mendadak terdengar Chin Siau membentak keras:

"Bocah keparat, jangan kabur dulu!"

Suma thian yu sama sekali tidak jeri kepadanya, melainkan kuatir kalau kesalahan paham tersebut tak dapat dihilangkan sehingga mengakibatkan terjadinya pembunuhan yang tak berguna. Apalagi dia sudah terlalu banyak menanamkan bibit permusuhan, jika dia mesti menghadapi si pendeta buta lagi, berarti dia mesti menghadapi seorang musuh yang amat tangguh.

Bukan begitu saja, bahkan kesalahan paham orang persilatan terhadap dirinya akan semakin sukar dihilangkan.

Oleh karena itu kecuali menyingkir rasanya tiada cara lain yang bisa dipergunakan lagi.

Tanpa berpaling dia menelusuri jalan ke cil dan buru-buru menjauhi tempat tersebut.

Bagaikan sepotong besi semberani saja, dengan ketat Chin Siau mengejar tiada hentinya dibelakang pemuda itu, bahkan sambil mengejar teriaknya berulang kali:

"Bocah keparat! Kalau kau memang bernyali jangan kabur, saat kematianmu sudah tiba, pokoknya kau mesti membayar nyawa sekeluarga yang telah kau bunuh itu!"

Suma Thian yu sama sekali tidak menggubris, malah kabur semakin cepat.

Begitulah, yang satu kabur yang lain mengejar, mereka saling berkejar kejaran ba gaikan bermain petak umpat.

Lambat laun ujung jalan kecil sudah sampai, dihadapan mereka terbentang sebuah hutan belukar yang sangat lebat.

Suma thian yu yang berlarian dimuka kelihatan agak sangsi sejenak, namun akhirnya dia menerobos masuk ke dalam hutan dengan kecepatan tinggi. Chin Siau yang mengejar dibelakangnya pun seakan-akan sudah lupa atas pantangan untuk mengejar ke dalam hutan, tanpa berpikir panjang dia mengejar masuk. Di dalam keadaan begini, Suma Thian yu tidak memilih arah lagi, dia hanya tahu pergi secepatnya menjahui musuh.

Mendadak pandangan matanya menjadi terang, didepan mereka terbentang sebuah bukit yang gundul dengan batuan karang yang tajam, bentuknya seperti kuburan sedangkan batuan yang mencuat ke sana ke mari bagaikan batu nisannya. Suma thian yu berhenti sejenak untuk memperhatikan sekeliling tempat itu, mendadak ia jumpai batu peringatan yang terpasang disebelah kanan.

Ketika diamati, maka tampak olehnya batu peringatan tersebut berbunyi demikian:

"Lembah lebah beracun, pendatang harap berhenti!"

Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak, dengan cepat dia menjejakkan kakinya menerobos masuk kedalam tanah perbukitan tersebut.

Chin Siau yang menyusul dari belakang serentak menghentikan langkahnya di tepi hutan sambil berteriak keras:

"Hei bocah keparat! Mengapa kau lebih suka mampus  diujung sengatan lebah beracun daripada mati diujung pedang aku orang she Chin?"

Suma Thian yu segera menghentikan langkahnya, lalu sembari berpaling dan tertawa terbahak-bahak jengeknya:

"Saudara Chin, diantara kita belum pernah terjalin permusuhan apapun, hari ini tanpa sebab tanpa musabab mengapa kau mengejar diriku terus menerus? Thian yu bukan manusia yang takut urusan, tapi aku tak ingin melakukan pembunuhan yang tak berguna, bersediakah kau untuk mendengarkan perkataanku?"

"Orang she Suma, kau tak usah banyak berbicara yang bukan-bukan, jemu aku mendengarnya, bila punya keberanian, ayo keluar dari dari sana dan kita bereskan dengan pertarungan" bentak Chin Siau penuh kegusaran.

Suma Thian yu segera menghela napas panjang. "Aai.....kalau toh urusan ini tak bisa diselesaikan  secara

baik-baik, silahkan saudara Chin masuk kemari."

"Hmm, kau anggap lembah lebah beracun bisa membuat aku orang she Chin menjadi takut?"

Begitu selesai berkata, dia lantas melejit ke udara dan melompat kehadapan Suma thian yu sambil meloloskan pedangnya. Pelan-pelan Suma Thian yu meloloskan pula pedangnya, kemudian sambil tertawa getir ia berkata.

"Saudara Chin sampai hari ini apakah kau masih tetap menuduh aku sebagai musuh besar pembunuh ayahmu? Kau keliru besar, kekeliruan yang runyam, aku berani bersumpah tak pernah melakukan perbuatan yang merugikan orang banyak, bila kau ingin berduel boleh saja, andaikata aku sampai tewas diujung pedangmu nanti, aku harap kau suka menyelidiki masalah ini bagiku hingga duduknya persoalan menjadi jelas"

"Inikah pesan terakhir mu?" tanya Chin Siau dengan suara sedingin salju.

"Betul! Harimau mati meninggalkan kulit, manusia mati meninggalkan nama, bagi orang persilatan, nama adalah masalah yang amat penting melebihi segala-galanya.

Seandainya aku adalah manusia yang benar-benar rendah seperti apa yang kau bayangkan, buat apa aku mesti merengek kepadamu?"

"Sebab kau takut mati, hanya jalan merengek baru bisa membebaskan dirimu dari kematian" Chin Siau seperti binatang berdarah dingin saja, menjawab dengan ketus.

"Ooh, kalau begitu kau menganggap aku takut kepadamu?" seru Suma thian yu kemudian sambil tertawa nyaring.

"Kalau bukan begitu, mengapa kau harus menghindar dan memohon pengampunan dariku?"

Tanpa terasa Suma thian yu mendongakkan kepalanya dan tertawa nyaring, suaranya keras memekikkan telinga sehingga seluruh angkasa mendengung keras dan menggema sampai dimana-mana.

Selesai tertawa, dengan sorot mata yang memancarkan cahaya tajam, dia menatap wajah Chin Siau lekat-lekat, kemudian serunya:

"Saudara Chin, silahkan kau lancarkan seranganmu, tak  usah sungkan-sungkan, silahkan menyerang seluruh bagian mematikan tubuhku, dalam sepuluh gebrakan mendatang aku akan membuatmu takluk...". Chin Siau meraung gusar, pedangnya disodokkan datar kemuka dengan jurus jit gwat cing kong (matahari rembulan berebut cahaya), sedemikian cepatnya serangan ttersebut bagaikan serentetan cahaya tajam yang menembusi angkasa.

Suma Thian yu merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu dia merasa cahaya pedang lawan yang berhawa dingin sudah menyentuh pundaknya.

Dalam terkesiapnya dia mengegos kesamping lalu meluncur ke arah luar arena.

Kepandaian silat andalan dari Chin Siau adalah ilmu pedang Tay hap kok dan ilmu silat negeri asing, gurunya Bu bok ceng merupakan seorang jago pedang kenamaan, dia adalah pencipta ilmu pedang mata buta yang termasyur.

Disaat hendak melancarkan serangannya Chin Siau selalu memejamkan matanya rapat-rapat, dia selalu mempergunakan pen dengarannya yang tajam untuk mengawasi gerak-gerik lawannya.

Berbicara dari tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, entah seekor nyamuk, entah selembar daun yang lewat disisinya, tak pernah ada yang terlepas dari pengawasan-nya.

Ilmu pedang semacam ini boleh dibilang merupakan sejenis ilmu pedang yang maha dahsyat dan luar biasa.

Suma Thian yu sudah terlanjur mengatakan akan menaklukan musuhnya dalam sepuluh gebrakan, dia tak berani berayal lagi, dengan mengembangkan ilmu pedang Bu beng kiam hoat ajaran Ciong liong lo sianjin, ia lancarkan beberapa serangan balasan.

Cahaya tajam memancar kemana-mana, angin serangan menderu-deru, dua lapis cahaya pedang yang menyilaukan mata sebentar kedepan sebentar lagi kebelakang, sebentar kekiri sebentar lagi kekanan, hanya didalam sekejap mata saja delapan jurus serangan telah dilancarkan.

Melihat tinggal dua jurus lagi, Chin Siau segera tertewa terbahak-bahak.

"Haa...haaa...haaa...tinggal dua jurus lagi, bocah keparat, rupanya kaupun punya gentong nasi belaka” Suma Thian yu tertawa nyaring, mendadak seluruh tubuhnya melejit ketengah udara, pedangnya bergetar keras dan mengembangkan cahaya yang amat menyilaukan mata, bagaikan titiran hujan deras senjata tersebut mengurung seluruh tubuh Chin Siau.

"Hanya satu jurus inipun sudah cukup untuk merenggut nyawamu...!" seru Thian yu nyaring.

Betapa terkesiapnya Chin Siau setelah menyaksikan datangnya ancaman tersebut, ternyata dibalik selapis cahaya pedang terselip pula kekuatan maha dahsyat yang menekan kearahnya.

Terdesak oleh keadaan, Chin Siau segera mengeluarkan jurus Ki hwee liau thian (mengangkat obor membakar langit), diam-diam segenap tenaga dalamnya disalurkan keujung pedang lalu digetarkan kearah depan.

Bentrokan nyaring bergema memecahkan keheningan, menyusul kemudian terdengar jerit kesakitan.

Chin Siau mundur dengan sempoyongan.

Pakaian pada bahu kirinya robek besar dan muncul sebuah mulut luka sepanjang tiga inci, darah segar mengucur keluar tiada hentinya.

Pada saat yang bersamaan Suma Thian yu melayang turun pula keatas tanah, katanya sambil menjura:

"Terima kasih atas kebesaran jiwa Chin heng!"

Mimpi pun Chin Siau tidak menyangka kalau Suma thian yu memiliki ilmu pedang yang tiada tandingannya di kolong langit, dengan kekalahannya yang begini tragis ini, maka dia merasa tak punya muka lagi untuk hidup terus disitu.

Setelah tertawa sedih, dia menyimpan kembali pedangnya dan kabur kearah lembah.

Menyaksikan pemuda itu bukan menuju keluar lembah, sebaliknya malahan memasuki lembah terlarang tersebut, dengan terkejut Suma Thian yu berseru:

Saudara Chin, jangan masuk lebih kedalam, tempat tersebut adalah lembah lebah beracun!" Sayang sekali keadaan sudah terlambat, karena Chin Siau sudah tidak nampak lagi bayangan tubuhnya.

Suma Thian yu tak berani berayal, cepat dia menjejakkan kakinya ketanah, kemudian secepat kilat meluncur masuk juga kedasar lembah tersebut. Tatkala tiba didasar lembah, tibatiba seluruh udara dipenuhi oleh suara dengungan

yang amat nyaring, ketika Suma Thian yu mendongakkan kepalanya, terlihat ada sekelompok lebah beracun sedang menerjang kearahnya dengan dahsyat.

Serentak Suma Thian yu meloloskan pedangnya,

menjumpai datangnya terjangan dari kawan lebah tersebut, ia membentak keras, pedangnya digetarkan menciptakan selapis cahaya tajam dan menyambar kawanan lebah tersebut.

Didalam waktu singkat puluhan ekor lebah beracun telah berguguran ditanah.

Suma Thian yu sangat menguatirkan keselamatan jiwa Chin Siau, memanfaatkan kesempatan tersebut dia melirik kesamping. Tampak olehnya Chin Siau sedang maju sempoyongan kearah lapisan hutan yang amat lebat itu, keadaannya tidak berbeda dengan orang yang sedang mabuk arak.

Dari situ dapat diketahui bahwa dia sudah terluka oleh sengatan lebah beracun.

Suma Thian yu segera berpekik nyaring, dia melejit   keudara sambil memutar pedangnya menciptakan selapis kabut pedang yang berkilauan, sementara telapak tangan kiri nya melepaskan pula segulung pukulan yang maha dahsyat.

Dalam waktu singkat serombongan besar lebah-lebah beracun itu sudah pada mati di ujung pedangnya, ada pula yang takut oleh tenaga pukulanya yang maha dahsyat, serentak membubarkan diri.

Dengan cepat Suma Thian yu mengeluarkan ilmu meringankan tubuh Pat poh kan sian (delapan langkah mengejar comberet) nya yang lihay, cukup didalam berapa  kali lompatan saja ia sudah berhasil mengejar kehadapan Chin Siau. Rupanya Chin Siau yang menerobos masuk kedasar lembah bertindak kurang cermat dan terlampau gegabah sehingga tak ampun tubuhnya tersengat lebah beracun.

Racun yang ganas dan cepat menyebar seluruh badannyn dan menggerogoti per tahanan tubuhnya, lambat laun dia menjadi lemah dan kehabisan tenaga.

Menyadari ancaman bahaya yang mengincar keselamatan jiwanya, dengan sekuat tenaga Chin Siau mengerahkan sisa kekuatan yang dimilikinya untuk meloloskan diri.

Baru saja dia bersyukur karena berhasil lolos dari pengejaran kawanan lebah beracun itu, mendadak tampak olehnya Suma Thian yu melayang turun tepat dihadapan mukanya.

Merasa jalan perginya terhadang, meluap hawa amarah Chin Siau, dengan sorot mata membara dan menggertak gigi menahan benci, umpatnya keras-keras:"Bocah keparat, kau enggan melepaskan aku?"

Tanpa menjawab sepatah katapun jua se cepat kilat Suma Thian yu menotok tiga buah jalan darah penting di tubuh Chin Siau, kemudian sambil menggertak gigi lagi masuk kedalam hutan lebat itu.

Setibanya didalam hutan, Suma Thian yu mencari suatu tempat yang kosong dan se cepatnya membaringkan Chin  Siau ketanah, tangan kirinya cepat ditempelkan ke atas mulut luka bekas sengatan lebah beracun, dan menghisapnya dengan tenaga dalam.

Kalau dibicarakan memang aneh kedengarannya, berbareng dengan hisapan tersebut, segumpal darah kental yang membawa bau busuk yang sangat amis menyembur

keluar dari tubuh Chin Siau, tatkala menyentuh telapak tangan kiri Suma Thian yu, segera berubah menjadi segumpal air hitam dan meleleh ketanah.

Dengan berhati-hati sekali Suma Thian yu mengobati lukanya itu, lebih kurang seperminum teh kemudian paras muka Chin Siau berubah menjadi memerah kembali. Melihat usaha pertolongan mulai berhasil, Suma Thian yu pun membebaskan kembali pengaruh totokannya.

Ketika Chin iau mendusin, orang pertama yang terlihat olehnya adalah Suma thian yu, mendadak dia melompat bangun sambil berteriak gusar:

"Bocah keparat, bagus amat perbuatanmu? Kalau kau memang jantan, bunuhlah aku!"

"Eeh...aku toh sudah menyelamatkan jiwa saudara Chin, kenapa kau malah mengumpatku?" Suma Thian yu tersenyum.

"Bocah keparat yang tak tahu diri, kau tak usah membuat pahala untukku, percuma aku orang she Chin tak sudi menerima budi kebaikanmu itu!"

"Plaaak!" Suma Thian yu menampar wajah Chin Siau keraskeras, lalu bentaknya gusar:

"Kau manusia yang tak punya liangsim, seandainya aku berniat membunuhmu, hal ini bisa kulakukan dengan mudah sekali bagaikan membalikan telapak tangan, buat apa jiwamu mesti kuselamatkan? Dengarkan Perkataanku baik-baik, orang yang membunuh ayahmu adalah orang-orang dari Hek bin pang yang sedang merajalela dalam dunia persilatan dewasa ini, dan kau telah dibodohi mereka untuk bermusuhan dengan

Bila kau adalah manusia yang pintar dengan pikiran yang wajar, semestinya segala persoalan kau pikirkan tiga kali sebelum bertindak, mengapa kau percaya dengan perkataan orang dengan begitu saja?"

"Kau mempunyai bukti apa yang menunjukkan bahwa pihak Hek bin pang yang melakukan pembunuhan ini?" bantah Chin Siau.

"Justru karena duduk persoalannya belum jelas, maka aku selalu berusaha menghindarimu, sebelum masalahnya menjadi je las aku tak ingin berbicara denganmu"

"Kalau toh demikian, bagaimana pula dengan masa ah perkosaan yang kau lakukan terhadap perempuan-perempuan muda dari keluarga Kang serta menghabisi seluruh anggota keluarganya?"

"Keluarga Kang? Keluarga Yang mana?" Chin Siau tertawa seram, "orang she Suma, kau tak usah berlagak pilon, permainan semacam itu sudah ku kenali, buat apa mesti kau ulangi taktik yang sama?"

Secara ringkas dia lantas menceritakan bagaimana dia mengalami pelbagai kejadian setelah kepergian Suma Thian yu dari bukit Ngo tay san tempo hari....

Setelah itu dia balik bertanya:

"Bagaimana kau hendak membantah?"

Dengan wajah serius Suma Thian yu meng gelengkan kepalanya berulang kali, sahut nya sambil menghela napas:

"Aaai, nasibku benar-benar sangat buruk, dimana-mana selalu difitnah orang, aku tak ingin membantah apapun, sebab aku memang tak kenal dengan manusia she Kang tersebut."

Chin Siau segera bangkit berdiri, setelah melototi Suma Thian yu sekejap, dia berseru:

"Hadiah tusukanmu pada hari ini... tidak pernah akan kulupakan, selama gunung nan hijau, air tetap mengalir, bila kita bersua kembali, saat itulah kematianmu akan tiba!"

Kemudian tanpa berpaling lagi dia turrun dari bukit tersebut.

Memandangi bayangan punggungnya, Suma Thian yu kembali merasakan hatinya seakan-akan diselubungi selapis bayangan hitam, dia lupa memanggil Chin Siau, padahal memanggilpun percuma karena kesalah pahaman kedua belah pihak kelewat mendalam dan tak mungkin bisa diselesaikan dengan sepatah dua patah kata saja.

Saat ini, dia seakan-akan sudah kehilangan kegembiraan,  api harapan yang baru saja timbul seketika padam oleh perkataan dari Chin Siau tersebut, dia merasa terbuai kembali ketepi jurang keputus asaan.

Entah berapa lama dia termenung, dalam pandangan matanya seolah olah muncul banyak sekali iblis berwajah seram yang me narik, meraung dan mengejek dihapannya, dia benci, dia amat membenci.

Akhirnya ia tak kuasa menahan diri lagi, pedang Kit hong kiam nya segera diloloskan. Pekikan nyaring yang menusuk pendengaran memancar keluar dari mulutnya menyusul kemudian terdengar dia meraung gusar:

"Setan iblis, aku akan beradu jiwa dengan kalian!"

Ditengah gelak tertawa yang menyeramkan,pedangnya diputar kencang dan membelah bayangan semu yang muncul dihadapan mukanya.

Tapi bayangan bayangan semu yang mengelilingi sekitarnya masih saja berteriak, menjerit sambil tertawa seram.

Kesedihan yang melampaui batas membuat kesadaran Suma Thian yu menjadi kalut dan menghilang.

Pada mulanya bayangan semu yang menari-nari dihadapannya hanya berapa gelintir, namun lambat laun semakin bertambah hingga akhirnya bayangan yang muncul dihadapannya hanyalah bayangan dari musuh-musuhnya.

Suma Thian yu mengembangkan permainan Kit hong kiam hoatnya dengan membacok kekanan membabat ke kiri, mencukil keutara menyayat keselatan.

Tapi semua bayangan tersebut tidak pernah membuyar, ketika ia mendesak kemuka bayangan itu mundur ke belakang, lambat laun dia mulai menyerbu masuk kedalam hutan belantara.

Setiap babatan pedang Kit hong kimm di lancarkan,  sebatang bambu segera roboh ke tanah, bayangan semu yang muncul dihadapan-nya juga turut lenyap sebuah.

Akhirnya Suma Thian yu  peroleh kemenangan,  disaat semua bayangan semu dihadapan matanya lenyap, kesadarannya pulih kembali, tetapi semua tulang belulangnya terasa linu dan sakit, saking lelahnya dia sampai roboh terjengkang keatas tanah.

Saat itulah dia baru menemukan dirinya telah balik kembali kesisi lembah lebah beracun.

Selisihnya hanya sedikit sekali, asal Suma Thian yu maju selangkah lagi dan masuk kedalam lembah maka pemandangan yang semakin aneh akan bermunculan. Empat sekeliling merupakan pepohonan besar yang berusia ribuan tahun dengan bukiit karang ditengahnya, antara bukit dan hutan merupakan sebuah selat sempit yang mungkin dulunya berupa sebuah sungai, tapi air surgai yang mengering membuat tempat tersebut berubah menjadi sebuah lembah.

Didalam lembah tersebut berdiam beribu ekor lebah beracun, yang paling aneh lagi lebah-lebah beracun itu selalu hidup didalam lembah dan tak pernah terbang ke luar hutan atau terbang kebukit karang yang gundul.

Suma Thian yu duduk diantara perbatasan antara lembah dengan hutan, disitu dia tak usah kuatir diserang lebah beracun.

Adakalanya seregu kecil lebah beracun melintas dihadapan matanya, namun tak seekorpun yang menyerang pemuda itu.

Bayangkan saja, bukankah hal ini aneh sekali?

Ketika pikiran dan kesadaran Suma thian yu menjadi jernih kembali, dia baru menemukan bahwa baru saja dia mendapat impian yang menakutkan dan berakibat dia kehabisan tenaga dan lemas.

Serta merta pemuda itu duduk bersilah di lantai sambil mengatur pernapasan, berapa saat kemudian kekuatan tubuhnya baru pulih kembali sedia kala.

Ingatan demi ingatan baru mulai melintas di dalam benaknya, dia mulai memperhatikan lebah-lebah beracun yang terbang melintas di hadapan mukanya.

Ketika ia jumpai lebah-lebah beracun dalam lembah itu tak pernah berani terbang melewati perbatasan lembah, dengan wajah berseri segera guman-nya:

"OOhh, rupanya di dalam lembah ini berdiam seorang gembong iblis, akan kulihat manusia macam apakah yang memiliki kepandaian sedemikian hebatnya sehingga dapat mengendalikan lebah-lebah beracun tersebut "

Dengan pedang Kit hong kiam terhumus, dia menelusuri sisi hutan dan selangkah demi selangkah memasuki lembah itu, tiba-tiba ia jumpai serombongan besar lebah beracun bergerombol disitu bagaikan selapis awan hitam. Dengan cepat Suma Thian yu menghentikan langkahnya sambil melongok sekejap ke dalam lembah, lebih kurang dua kaki dihadapannya ia saksikan ada seorang manusia setengah telanjang sedang berbaring di situ.

Melihat kejadian terseeut, Suma Thian yu menjadi sangat terkejut, timbul kembali sifat ksatrianya untuk menyelamatkan orang tersebut dari ancaman, tanpa berpikir panjang dia langsung menerjang kearah orang itu.

Siapa tahu baru saja dia melangkah masuk ke dalam lembah, kawanan lebah beracun yang berada di angkasa itu memisahkan diri menjadi dua rombongan dan disertai suara berisik satu rombongan menyerang Suma thian yu sementara rombongan lain melayang ketubuh kakek setengah telanjang itu.

Berpuluh ribu ekor lebah beracun bersama-sama menempel ditubuh kakek itu sehingga tinggal sepasang matanya saja yang nampak.

Suma Thian yu ingin menolong orang itu secepatnya,  sambil berpekik panjang pedangnya diputar menciptakan berlapis-lapis cahaya sinar yang menciptakan selapis jaring pedang yang melindurgi seluruh badannya, kemudian dengan suatu kecepatan luar biasa menyerang kawanan lebah beracun itu.

Ketika kawanan lebah beracun itu menyerang hingga kehadapannya, binatang-binatang tersebut segera terhenti diluar la pisan cahaya pedang itu.

Mengetahui bahwa kawanan lebah tersebut tak sanggup menyerang kedalam, Suma Thian yu melejit kedepan dan menerjang ke sisi si kakek yang sedang berbaring diatas tanah itu sembari teriaknya:

"Jangan bergerak, akan kubantu kau untuk membebaskan diri dari kurungan"

Pedang Kit hong kiam nya dibabat mendatar kedepan membuat beratus-ratus ekor lebah menempel di tubuh kakek itu rontok ketanah, menyusul kemudian sebuah pukulan angin dingin yang menusuk tulang menerjang ke depan dada kakek setengah telanjang tersebut...

Dalam waktu singkat kawanan lebah beracun itu tersapu bersih oleh angin serangannya itu.

Suma Thian yu menjadi girang serengah mati, cepat dia berjongkok disamping tubuh kakek itu berniat menariknya bangun.

Siapa tahu pada saat itulah terdengar suara tertawa itu berasal dari sikakek setengah telanjang tersebut.

Betapa terkejutnya Suma Thian yu, dengan cepat dia menahan diri sambil melom pat mundur sejauh beberapa langkah.

Sambil tertawa seram kakek yang berbaring ditanah itu melompat bangun, matanya yang hijau tajam nampak mengamati wajah Suma thian yu tanpa berkedip.

"Manusia liar dari mana yang berani mencari gara-gara dilembah lebah beracun?" hardiknya sambil menyeringai, "ayo cepat berlutut untuk menerima kematian!"

Suma thian yu hanya menjerit kaget, dia menjerit bukan lantaran ucapan si kakek setengah telanjang tersebut, melainkan kekebalan si kakek terhadap sengatan lebah beracun. Apakah dia tak takut lebah? Betul-betul suatu kejadian yang sangat aneh.

Tanpa terasa dia memperhatikan sekejap kakek setengah telanjang itu, dia berusia tujuh puluh tahunan, berwajah penuh codet, berewok dan rambutnya kaku, bulu dadanya tebal, potongannya selain aneh juga menyeramkan.

Mendadak kakek setengah telanjang itu merentangkan tangannya ketengah udara, serombongan lebah beracun segera terbang hinggap diatas telapak tangannya itu.

Menyaksikan hal mana, Suma thian yu menjadi paham, rupanya kakek aneh tersebut tak lain adalah Raja lembah lebah beracun.

Berpikir demikian, diapun mengamati kawanan lebah beracun tersebut dengan lebih seksama akhirnya dia berhasil menyaksikan sesuatu kejanggalan. Mendadak terdengar kakek setengah telanjang itu berseru sambil tertawa seram:

"Manusia liar, ayo cepat berlutut, kau anggap masih bisa keluar dari lembah ini dalam keadaan hidup?"

"Aku hanya secara kebetulan lewat disini" ujar Suma Thian yu dengan wajah serius, "justru karena melihat nyawamu terancam dan tak tega membiarkan tubuhmu disengat lebah beracun, aku khusus kemari untuk menolongmu, siapa tahu kau tak cuma mem balas air susu dengan air tuba, hendak membunuhku lagi. Bayangkan sendiri, sebenarnya kau ini manusia atau hewan?"

Kakek setengah telanjang itu tertawa seram.

"Anak jadah aku adaIah dewa yang turun dari kahyangan untuk menguasahi lembah lebah beracun, entah manusia entah hewan, asal berani melangkah masuk kedalam lembah ini maka dia tak boleh dibiarkan hidup terus. Barusan kau  telah membunuh beribu ekor anak buahku, hanya dengan jalan melumat tubuhmu dan memberikannya seba gai mangsa lebah baru dapat melampiaskan, rasa benciku"

Suma Thian yu memperhatikan kakek itu dengan seksama, semakin dipandang dia merasa kakek itu semakin tak mirip dengan orang jahat, akhirnya sambil tertawa hambar dia berkata:

"Tolong tanya cianpwee, apakah kau masih punya peraturan lain yang bisa mengampuni kesalahanku yang tak disengaja ini?"

"Tidak ada!" kakek setengah telanjang itu menggeleng. Suma thian yu adalah pemuda yang cerdik dan cekatan,

menghadapi manusia liar seperti ini dia hanya boleh menghadapi dengan sikap menghormat dan mengalah, dengan begitu dia baru lolos dari ancaman bahaya.

Maka ujarnya sambil tersenyum:

Seandainya aku bisa melakukan suatu pekerjaan untuk menebus dosa atau menukar dosa dengan sesuatu benda misalnya?"

"Tidak ada!" Sikap kakek setengah telanjang itu masih tetap seperti sedia kalah, angkuh dan kaku seakan-akan dia memang benar-benar dewa dari kahyangan.

Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:

"Haaa... haaa... haaa... aku benar-benar sudah dipecundangi, tak disangka telah salah melihat orang!"

"Hei, apa yang kau tertawakan?" bentak kakek setengah telanjang itu keheranan, "kematian sudah berada didepan mata, apa lagi yang perlu kau tertawakan?"

"Katanya saja dewa dari kahyangan yang di tugaskan menjadi Tay ong (Raja) di lembah lebah beracun, nyatanya tidak bisa membuat peraturan, apakah hal ini tidak lucu?"

Mendengar perkataan tersebut, si kakek setengah telanjang itu tertegun, kemudian setelah termenung

sejenak dia tertawa tertawa terbahak-bahak:

"Haaaa... haa... haaa... benar, sebagai tay ong memang dapat membuat pe raturan, peraturan apa yang harus kubuat?"

Suma Thian yu semakin geli lagi setelah menyaksikan ketololan si kakek tersebut pikirnya:

"Manusia liar ini benar-benar menggelikan sekali, baru saja sikapnya garang dan mengerikan, tapi sekarang dia malahan jinak dan halus.... nampaknya ucapan Khong cu memang benar bila kita bersikap manis budi, biar manusia biadap pun bisa di bikin takluk "

oOoooooooooo

BERPIKIR demikian, diam-diam pemuda itu membuat suatu tekad, dia hendak manfaatkan kesempatan tersebut untuk menjinakkan manusia liar tersebut.

"Tay ong" katanya kemudian sambil tersenyum, "kalau toh kau sanggup memimpin begitu banyak panglima langit lebah beracun, sudah jelas kau adalah seorang manusia yang pintar dan hebat, sayang sekali kawanan panglima langit tersebut hanya bisa men celakai orang dan tak bisa menolong orang, akibatnya orang hanya akan mengumpat tay ong dan tiada yang bersedia menghormati mu"

"Apa? Siapa yang berani mengumpat aku?"

Suma Thian yu tertegun dan diam-diam mengeluh:

"Aduh celaka, seandainya sampai menggusarkan manusia liar ini, entah bagaimanakah akibatnya...?"

Berpikir demikian, buru-buru katanya:

"Ketika aku datang kemari, sepanjang jalan kudengar banyak penduduk yang mengeluh dan mengomel, katanya lebah bera cun milik Tay ong itu banyak mencelakai orang"

Ucapan itu tidak saja menggusarkan kakek setengah telanjang itu, sebliknya dia malah tertawa terbahak-bahak:

"Haaah... haaa... haa... hahahaa... sunggahkah perkataanmu itu? Ada orang menyebut Tay ong kepadaku? Haa... hahah... aku harus meninggalkan tempat ini, aku hendak menguasai mereka semua!"

Sambil berteriak dan menari-nari dia mencak-mencak dalam lembah tersebut.

Suma Thian yu semakin gelisah setelah mendengar orang itu hendak meninggalkan lembah tersebut, cepat teriaknya:

"Tay ong, jangan, kau jangan meninggalkan lembah ini"

Serentak si kakek setengah telanjang itu menghentikan tariannya, sambil menunjukkan wajah gusar, bentaknya keras:

"Siapa berani membangkang perintahku harus dibunuh!" Seraya berkata telapak tangannya dihadapkan ke langit, seketika itu juga nampak dua rombongan lebah berkumpul

dan berterbangan disekeliling tempat itu.

Dengan pandangan gusar kakek setengah telanjang itu berseru kembali:

"Anak jadah, asal kau dapat menjelaskan maksud dari perkataanmu itu, aku bersedia mengampuni jiwamu, kalau tidak, cukup sebuah komando dariku, kulit badanmu tak akan ada yang utuh"

Muak rasa hati Suma Thian yu menyaksikan kakek aneh  yang wataknya luar biasa ini, tapi ingatan lain segera melintas lewat dia merasa bila manusia aneh ini bisa dibawa ke jalan yang benar, niscaya hal ini merupakan suatu kebahagiaan bagi semua orang, maka diapun menyabarkan diri.

Maka sambil tertawa paksa dia berkata:

"Seandainya tay ong sampai meninggalkan lembah ini, semua panglima langit mu akan kehilangan pemimpin dan berkelana kemana-mana, bisa jadi mereka akan mengigit orang dan merugikan masyarakat, seandainya peristiwa ini sampai terjadi, niscaya nama besarmu akan hancur, itulah sebabnya harap Tay ong sudi berpikir tiga kali sebelum bertindak!"

"Tak usah banyak berbicara, ayo cepat berlutut untuk menerima kematian!" bentak kakek setengah telanjang itu gusar.

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, lebah-lebah beracun yang bergerombol ditengah udara itu menukik kebawah dengan kecepatan tinggi dan menyerang batok kepala Suma Thian yu.

Suma Thian yu membentak keras, pedang Kit hong kiamnya diputar menciptakan selapis bunga pedang.

Kali ini lebah-lebah beracun tersebut bersikap cukup cerdik, seolah-olah mengetahui akan kelihayan dari ilmu pedang musuhnya, serentak mereka menyebar keempat penjuru kemudian membalik arah dan menyerang kembali.

Bila Suma Thian yu sampai teledor dalam keadaan seperti ini, atau cahaya pedang nya sedikit teledor, segera rombongan lebah beracun itu menerjang masuk.

Dengan demikian, Suma Thian yu menjadi kerepotan sekali, disamping harus meng hadapi serbuan kawanan lebah tersebut, ia pun harus berjaga-jaga terhadap sergapan si kakek telanjang yang mungkin akan memanfaatkan kesempatan tersebut.

Dalam keadaan demikian si anak muda itu segera menjejakkan kakinya ketanah dan kabur meninggalkan lembah lebah beracun tersebut.

Kalau dibicarakan memang sangat aneh, kawanan lebah beracun itu hanya mengejar sampai perbatasan lembah mereka, tak seekorpun diantaranya yang berani terbang melewati batas tersebut.

Suma Thian yu segera berdiri ditepi hutan itu sambil serunya kepada kakek setengah telanjang tersebut:

"Tay ong lebah beracun, kau cuma panas disebut raja dalam lembahmu, bila ke luar dari sini maka keadaanmu

seperti harimau masuk kota, mengenaskan sekali keadaannya"

Kakek setengah telanjang itu berjalan maju kedepan dan berhenti lima langkah dihadapan Suma Thian yu, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak katanya:

"Oh... betapa gagahnya gayamu bisa masuk keluar dari lembah lebah beracun seperti memasuki daerah tak bertuan saja, tapi pernahkah kau pikirkan bahwa lembah lebah beracun adalah tempat kuburan mu?"

Suma Thian yu tidak memahami apa arti dari ucapan kakek setengah telanjang itu, dia balik bertanya dengan nada tercengang:

"Apakah kau hendak keluar dari lembah mu untuk membekukku kembali?"

Kakek selengah telanjang itu tertawa seram, dia mengalihkan sorot matanya kearah belakang Suma thian yu, kemudian sambil menyeringai seram katanya:

"Tentu saja ada orang yang akan menghantar domba gemuk kehadapanku, asal kau berpaling segala persoalan akan menjadi jelas dengan sendirinya"

Bergidik hati Suma Thian yu setelah mendengar perkataan tersebut, dia kuatir kakek setengah telanjang itu memakai tipu daya, cepat dia berpaling, tapi paras mukanya segera berubah hebat, jeritnya kaget:

"Aaaa !"

Apa yang sebenarnya telah terlihat olehnya sehingga pemuda itu sangat terkejut.

Rupanya dibelakang tubuhnya sekarang telah bertambah dengan seorang kakek berambut kusut yang mempunyai bulu tebal diseluruh badannya, disisi kakek itu mendekam seekor harimau belang yang sedang mengawasi gerak-geriknya dengan buas.

Memandang perubahan wajah dari Suma Thian yu tersebut, si kakek setengah telanjang tersebut kembali tertawa terbahak-ba hak.

"Bagaimana anak jadah? Lebih baik melangkah masuk kedalam lembah lebah beracun saja, kalau tidak... heeh...heheh.... aku lihat si harimau belang di belakangmu kebetulan lagi kelaparan"

Baru saja kakek setengah telanjang itu menyelesaikan katakatanya, mendadak terdengar si kakek aneh yang berada di belakang tubuhnya telah membentak dengan suara yang menyeramkan"

"Hei bocah, kau jangan mencoba untuk meloloskan diri, setelah berada di daerah kekuasaanku, kau harus menuruti segala perintahku..."

Agak lega Suma thian yu setelah mendengar perkataan tersebut, dia mengira kakek aneh tersebut berniat menolong dan melindungi jiwanya, dengan girang dia berseru:

"Kau bersedia menolongku?"

Kakek menyeramkan itu kembali tertawa keas:  "Dalam kamus hidupku tak pernah mengenal arti kata

menolong, aku hanya tahu lebih baik seseorang mati diterkam harimau daripada mati disengat lebah beracun, oleh sebab itu kau tak usah kesitu, kalau toh harus mati, lebih baik mati didalam perut harimauku saja."

Sekali lagi Suma Thian yu merasakan hatinya tegang, dia mendongkol bercampur ge lisah, akhirnya setelah menghela napas panjang, diputuskan akan beradu jiwa saja.

Mendadak satu ingatan melintas lewat dalam benaknya, kemudian sambil tertawa ia berkata:

Kalian berdua tak perlu berebut sendiri aku bersedia mati, hanya saja "

"Hanya saja kenapa?" ke dua orang kakek itu bertanya bersama. Suma Thian yu memandang sekejap lebih dulu ke arah kakek setengah telanjang itu, kemudian menatap pula kearah si kakek aneh sebelum pelan-pelan berkata:

"Seekor kuda mustahil mempunyai dua pelana, seorang gadis tidak mungkin menikah dengan dua orang pria, aku hanya mempunyai sesosok tubuh, padahal kalian berdua sama-sama menginginkannya, bagaimana ini persoalan bisa diselesaikan?"

Baru selesai Suma Thian yu berkata, kedua manusia aneh tersebut telah menyahut bersama sambil tertawa terbahakbahak:

Haaah...haah.....haah..., soal itu mah tidak perlu kau risaukan, kita bagi seorang setengah kan urusan menjadi beres"

Tergetar keras perasaan Suma Thian yu setelah mendengar ucapan itu, diam-diam dia mengeluh.

Semula dianggapnya kedua orang itu tak lebih cuma manusia liar yang bodoh dan tak punya otak, dengan dua tiga patah kata hasutan saja dia sudah dapat mengadu domba mereka,

sedang dirinya akan duduk sambil menyaksikan dua  harimau saling bertarung. Siapa sangka kedua orang manusia aneh itu tidak mudah terperangkap, malahan gelagatnya semakin merugikan pihaknya.

Terpaksa dia menggeserkan tubuhnya kesamping sambil memperkokoh posisinya, lalu katanya sambil tersenyum dia berkata:

"Siapakah di antara kalian berdua yang akan maju lebih dulu?"

Kakek setengah telanjang itu memandang sekejap kearah si kakek aneh, kemudian bertanya:

"Hu hou sia san (dewa sesat penakluk harimau), locu boleh menyebrangi perbatasanmu?"

Manusia aneh berambut kusut dan berbulu yang bernama dewa sesat penakluk ha rimau itu segera membentak gusar: "Tak bisa! Siapapun dilarang menginjak kan kakinya diwilayahku, tunggu saja sampai kubunuh dirinya baru kita bagi mayatnya menjadi dua bagian!"

Mendadak dari tengah udara bergema suara pekikkan nyaring, ditengah pekikkan tersebut terdengar seseorang berseru dengan suara yang nyaring:

"Hitung aku dalam bagian, kita bertiga bagi rata si bocah tersebut."

Dari kejauhan nampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa dan melayang turun tepat di hadapan Suma thian yu.

Tiga orang tersebut sama-sama terkejut, tapi begitu mengetahui siapa yang datang, Suma Ihian yu segera berseru dengan girang:

"Cianpwee, rupanya kau?"

Pendatang tersebut mengenakan pakaian compangcamping dengan model seorang sastrawan, wajahnya rudin dan mengenaskan, tak salah lagi dia adalah Sin sian siang su (peramal dewa) Yu Seng si.

Sebagaimana diketahui, tokoh aneh dari dunia persilatan ini mendapat tugas dari Ciong liong losianjin untuk melindungi Suma Thian yu, tapi dia datang terlambat sehingga belum tahu kalau perjalannya ke Tibet telah berhasil dengan sukses.

Tak terlukiskan rasa gusar Dewa sesat penakluk harimau ketika melihat munculnya orang ketiga dalam kesempatan tersebut, bentaknya-keras keras:

"Setan malaikat dari mana yang berani membuat keonaran disini? Ayo cepat berlutut minta ampun, kau ingin mampus rupa nya?"

Sin sian siangsu tertawa terkekeh-kekeh. "Heeeh...heeeh...heeeh... apakah san tayong berdua tidak

merasa menurunkan gengsi dan martabat sendiri dengan saling berebut mangsa disini? Aku si orang perantauan mempunyai sebuah cara yang baik untuk menyelesaikan persoalan ini, entah bagaimana pendapat kalian?" Tergerak hati si Dewa sesat penakluk harimau maupun pemilik lembah lebah beracun sotelah mendengar ucapan itu.

Dari gusar si Dewa sesat penakluk hari mau menjadi gembira, katanya:

"Harap kau jelaskan caranya, aku pasti akan menyetujuinya"

"Bagaimana kalau kita bagi tiga saja korban tersebut? batok kepala bocah ini buat harimau, tubuhnya buat lebah beracun sedang sepasang kakinya untukku"

"Tutup mulut!" tukas Dewa sesat penakluk harimau dengan gusar, "sekali lagi kau berani berbicara kurobek mulut busukmu itu..!"

"Baik...baiklah, tak boleh bicara yaa sudah, bila kalian berdua memang keberatan, lebuh baik hadiahkan saja seutuhnya kepadaku"

Kakek setengah telanjang itu jadi naik pitam, sambil berpaling kearah rekannya dia berseru:

"Rupanya kakek celaka ini berniat mencari gara-gara, Dewa sesat, lebih baik dia pun sekalian ditahan"

Sebelum Dewa sesat penakluk harimau sempat menjawab, Sin sian siangsu telah berkta lagi sambil tertawa terbahakbahak.

"Betul, betul, aku mengerti, bocah itu dihadiahkan kepada lebah beracun sedang kan aku si tua bangka untuk harimau, dengan begitu kedua belah pihak sama-sama peroleh hasil dan sama-sama gembira, kesulitan yang dihadapi tay ong berduapun akan beres dengan sendirinya?"

Sementara Suma Thian yu masih tercengang oleh perkataan tersebut, mendadak dari sisi telinganya terdengar ada suara bi sikan seperti suara nyamuk:

"Hiantit, kedua orang siluman tua ini sama-sama merupakan manusia pengacau masyarakat dan pengracun dunia, mereka tak boleh dibiarkan hidup, sebentar kau boleh

pusatkan semua perhatianmu untuk mengawasi gerak-gerik si kakek setengah telanjang itu, selain lebah beracun hasil pemeliharaannya, kepandaian silat yang dimiliki biasa saja, tak ada yang perlu dikuatirkan.

Suma Thian yu baru memahami duduk persoalan setelah mendengar bisikan dari Sin sian siangsu yang berbicara dengan mempergunakan ilmu menyampaikan suara tersebut.

Mendadak terdengar suara auman harimau dari sisi si Dewa sesat penakluk hari mau.

Dengan cepat Sin sian siangsu berpaling lalu serunya sambil tertawa terbahak-bahak:

"Bagaimana? Mengapa tidak turun tangan degan segera?

Aku sudah tak sabar untuk menanti terus"

Sembari berkata, dia berlagak seakan-akan siap meninggalkan tempat tersebut.

Siapa tahu si Dewa sesat penakluk hari mau malahan tertawa terbahak-bahak:

Haaa...haaa...kalau ingin pergi, silahkan pergi, asal kau dapat berjalan melebihi seratus langkah, kamu berdua boleh meninggalkan tempat ini dengan selamat"

Mendadak Sin sian siangsu menghentikan langkanya, sambil melejit ketengah udara, dalam sekali lejitan tiga kaki sudah dicapainya, kemudian sambil menarik napas panjang, sepasang tangannya diayunkan ke muka menyerang kedua ekor harimau belang yang mendekam disisi Dewa sesat penakluk harimau.

Serangan yang dilancarkan oleh Sin sian siangsu kali ini  telah mempergunakan tenaga dalam sebesar sepuluh bagian, semula Dewa sesat penakluk harimau mengira serangan tersebut ditujukan ke arahnya, dia baru terkejut setelah mengetahui bahwa serangan mana ditujukan kearah sepasang harimaunya.

Dengan perasaan gelisah ia lantas membentak: "Terkam!"

Mendapat perintah tersebut kedua ekor harimau itu mengaum gusar dan menerjang ke muka dari kiri dan kanan.

Baru saja kedua ekor harimau itu mementangkan cakarnya, angin serangan dari Sin sian siangsu sudah mengenai tubuhnya secara telak. Diiringi rintihan kesakitan kedua ekor harimau itu bergulingan ke atas tanah tapi dengan cepat telah melejit kembali sambil melancarkan terjangan berikut.

Dewa sesat penakluk harimau segera mengejek sambil tertawa seram:

"Tua bangka celaka, kau jangan belagak sok pintar, percuma saja kelicikan otakmu itu. Sepasang panglimaku ini sudah berpengalaman dalam beratus kali pertempuran, kalau hanya angin pukulan biasa mah tak akan mengapa-apakan mereka. Heee... heehe... inilah yang dinamakan mencari penyakit buat diri sendiri!"

Beberapa kali Sin sian siansu berhasil menyarangkan pukulannya ketubuh sepasang harimau tersebut, tapi saban kali tak mendatangkan hasil apapun kecuali harimau-harimau itu terdorong mundur, mereka tak menderita cedera sama sekali.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini segera dapat menangkap gelagat kurang baik, tiba-tiba ia berteriak keras:

"Cianpwe, kalau ingin menangkap bajingan, lawan dulu pentolan-nya, kau hadapi saja siluman tua itu, biar aku yang menghadapi sepasang harimaunya.

Dengai cepat dia melompat kemuka dan menerobos dari samping Sin sian siangsu untuk menggantikan kedudukannya.

Sementara itu, seekor harimau buas telah melompat keudara dan menerkam kearahnya dengan ganas.

Sesungguhnya Suma Thian yu sendiripun hanya bermaksud mencoba-coba, dia sendiripun tak mempunyai keyakinan untuk berhasil.

Telapak tangan kirinya dengan menghimpun tenaga sebesar delapan bagian mendadak melepaskan pukulan dengan ilmu Hui poo sian hong ciang, serangan yang tajam segera meluncur kemuka.

"Blaaammm...!" suatu benturan keras terjadi, menyusul kemudian harimau itu terbanting keras-keras ketanah, napasnya mendengus ngos-ngosan dan empat kakinya menghadap kelangit. Suma thian yu tidak berani berayal lagi, begitu pukulan dilepaskan, tangan kanan-nya meloloskan Kit hong kiam dari sarungnya sambil meluncur kemuka secepat kilat.

Begitu tiba dimuka harimau yang terbaring tadi, pedangnya langsung ditusukan kedepan.

Harimau tersebut meraung kesakitan, perutnya segera robek dan usus serta darah berhamburan kemana-mana.

Pada saat itulah, harimau yang lain telah menerkam dari belakang tubuhnya.

Tak terlukiskan rasa kaget Suma Thian yu ketika merasakan datangnya sergapan dari belakang, pedangnya yang digenggam erat-erat mendadak terasa seperti terhisap oleh sesuatu kekuatan sehingga sama sekali tak mampu bergerak.

Dengan perasaan tergetar keras dia membuang pedang sambil melejit kesamping, kemudian sambil membalikan telapak tangan dia lepaskan sebuah serangan dengan jurus Jiau hui pie pa (mengayun alat pie pa) yang disertai tenaga sebesar delapan bagian.

Berhubung jarak harimau tersebut terlampau dekat, ayunan tangannya itu persis menghantam benak harimau tersebut.

Suma thian yu merasakan telapak tangan-nya menjadi kaku dan buru-buru ditarik kembali, lalu cepat-cepat dia berpaling.

Sungguh aneh sekali, harimau itu seperti tertidur secara tiba-tiba, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun tahu-tahu sudah roboh diatas tubuh harimau pertama.

Dalam waktu singkat Suma Thian yu berhasil membunuh dua ekor harimau buas, bukan cuma Sin sian siangsu saja yang terperanjat, si Dewa sesat penakluk harimau sendiripun dibikin sampai terbelalak dengan mulut melongo, untuk beberapa saat dia seperti lupa untuk naik darah.

Padahal Suma Thian yu sendiripnn tidak habis mengerti dengan keadaan tersebut, dia tak tahu darimanakah datangnya kekuatan dan keberanian tersebut.

Ketika dilihatnya dua ekor harimau tersebut sudah tergeletak kaku ditanah, dia baru bisa bersyukur dihati. Sin sian siangsu menjadi sangat gelisah terutama setelah melihat Suma thian yu menerbitkan bencana besar. Dengan cepat dia melompat kesisi pemua itu, kemudian bisiknya lirih:

"Cepat bereskan pedangmu dan meninggalkan tempat ini, kalau sampai terlambat bisa jadi kita tak dapat pergi!"

"Kenapa?"

"sekarang jangan banyak bertanya, cepat laksakan saja menurut apa yang aku ucapkan!"

Menyaksikan kecemasan orang, Suma thian yu segera menendang bangkai harimau, mengambil kembali pedangnya dan segera siap berlalu dari tempat kejadian.

Siapa tahu pada saat itulah terdengar si Dewa sesat penakluk harimau berpekik nyaring.

Sin sian siangsu segera menarik tangan sang pemuda sambil berseru lagi dengan gugup:

"Ayo cepat pergi, apakah kau ingin berdiam disitu sambil menunggu saat kematian?"

Tanpa berpikir banyak, dia menarik tangan Suma Thian yu dan diajak melarikan diri dari situ.

Sambil tertawa seram si Dewa sesat penakluk harimau berteriak nyaring:

Sayang terlambat sudah, sekeliling hutan ini sudah  terkepung rapat-rapat, kalau ingin pergi, silahkan saja terbang kelangit!"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dari balik hutan bergema suara lolongan srigala dan auman singa yang makin lama semakin mendekat, agaknya suara-suara tersebut sedang mengepung mereka dari empat penjuru.

Dalam terdesaknya Suma Thian yu peroleh akal bagus, dia menarik tangan Sin sian siangsu sambil berseru:

Mari kita terjang dari lembah lebah beracun!" Sin sian singsu tertegun dan tidak menjawab.

Menyaksikan sikap serba salah dari rekan-nya, buru-buru Suma Thian yu berseru lagi:

"Kau cukup menghadapi siluman tua setengah telanjang itu, sedang lebah beracun-nya biar aku yang hadapi" Sembari berkata mereka berdua melompat masak kedalam lembah tersebut.

Dari arah belakang kedengaran si Dewa sesat penakluk harimau berseru sambil tertawa terbahak-bahak:

"Haaa...haaa. ..percuma, jalan kesitupun hanya merupakan jalan kematian"

Ketika mereka berdua menerjang masuk kedalam lembah, si kakek setengah telanjang telah menghadang dihadapan mereka.

Sin sian siangsu tertawa terkekeh-kekeh, dia melejit kesamping dan menerobos kesisi tubuh kakek setengah telanjang itu, sebuah sodokan segera dilancarkan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar