Jilid 19
MENDADAK terdengar Si ular berekor nyaring berpekik nyaring, seluruh tubuhnya melejit ke tengah udara, sepasang telapak tangannya berubah menjadi serangan cakar, dengan sepuluh jari tangan yang dipeatangkan lebar-lebar, ibarat burung elang meaerkam kelinci, dia langsung saja menerjang ke atas tubuh Toan im siancu.
Nampaknya keadaan Toan im siancu jadi amat kritis dan keselamatan jiwanya terancam.
Di saat yang sangat gawat itulah, mendadak berkumandang suara pekikan nyaring dari dalam rumah kayu itu, disusul kemudian nampak dua sosok bayangan manusia
melesat keluar lewat jendela seperti anak panah yang terlepas dari busurnya.
Bayangan manusia yang pertama muncul kedepan dengan kecepatan yang luar biasa, sementara bayangan yang lain mengikuti dibe lakangnya dengan gerakan yang tak kalah ce patnya.
Begitu menyaksikan kemunculan orang ter-sebut, Heng si Cinjin tahbu kalau bintang penolongnya telah muncul, semua perasaan risau dan masgul yang semula menyelimuti perasa annya, kini tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Tampak bayangan manusia yang muncul di tengah arena terlebih dahulu tadi sama sekali tidak merubah gerakan badannya, dia langsung menerobos ke tengah tengah antara si Uarr berekor nyaring Bian Pun ci dengan Toan im siancu berdua.
"Blaammm....!" suatu benturan keras berkumandang memecahkan keheningan. Angin pukulan yang dilepaskan si Ular ber ekor nyaring seolah-olah membentur diatas sebuah dindiig yang tebal saja. angin pukulan-nya segera mental balik dan mendorong tubuhnya hingga tergetar mundur sejauh beberap langkah dengan sempoyongan.
Dengan bersusah payah dia harus menjaga keseimbangan tubuhnya, sebelum pada akhirnya berhasil mengendalikan tubuhnya secara dipaksakan.
00O00 00O00
MENGGUNAKAN kesempatan yang sangat baik itulah Toan im siancu segera menjatuh kan diri berguling ke samping tubuh gurunya, jantung serasa berdebar keras, andaikata Suma Thian yu tidak muncul pada saatnya untuk me nyelamatkan selembar jiwanya, mungkin dia sudah tewas semenjak tadi.
Waktu itu, sebenarnya si ular berekor nyaring Bias Pun ci masih diliputi perasaan ter kejut barcampur kaget, ketika ia mendongak kan kepalanya dan mengetahui kalau orang yang menyelamatkan Thia Yong barusan tak lain adalah musuh bebuyutannya, dia menjadi amat terkesiap, diam-diam dia mengeluh.
Suma Thian yu dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu memandang sekejap ke arah si Ular berekor nyaring, kemudian sapanya:
"Bian tayhiap, kalau bukan jodoh tak akan bertemu, kau kaget? Tidak menyangka kalau aku yang datang bukan?"
Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram. "Heeehh... heeeh... aku mengira siapakah yang bernyali
harimau sehingga berani mengginggu pekerjaan toaya. rupanya kau si bocah keparat. Kebetulan sekali kita saling bersua kembali, aku memang sedang risau karena tak bisa menemukan jejakmu didunia ini, tak nyana kalau kau malah menghantar diri sendiri kehadapanku "
Dipihak lain, ketika si Harimau angin hitam Lim Kong menyaksikan kemunculan Suma Thian yu disitu, serta merta dia meninggalkan lawannya Thi pit suseng dan bergeser ke arah Suma Thian yu.
Bi hong siancu Wan Pek lan pun segera turut munculkan diri pula disisi arena.
Dari dalam sakunya Suma Thian yu mengeluarkan lencana emas tersebut, kemudian tanyanya dengan gusar:
"Bian tayhiap, darimana kau dapatkan lencana emas tersebut?"
Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah hebat begitu menyaksikan lencana emas tersebut, tapi sesat kemudian telah menjidi tenang kembali, dia tertawa dingin lalu serunya dengan nada yang menyeramkan:
"Heehhh.....heeehh.... heeeehh....benda itu merupakan benda milik toanya, kau tak usah mengurus darimana kuperoleh benda terebut "
Betul-betul orang iblis yang berakal licik Bian Pun ci masih pandai berlagak pilon lagi.
Melotot gusar sepasang mata Suma Thian yu setelah mendengar ucapan itu, dengan wajah memerah bentaknya lagi:
"Memangnya benda itu milikmu pribadi?"
"Soal itu tak usah kau tanyakan, sebab kau tidak berhak untuk menyelidiki aku"
Suma Thian yu segera membalikkan telapak tangannya memperlihatkan tulisan yang terukir diatas lencana emas mana, kembali dia berseru dengan lantang:
"Bajingan keparat! Kau anggap anak muda gampang diiipu? Terus terang kuberitahukan kepadamu, benda ini milik sauya, ditinjau dari munculnya benda tersebut ditanganmu, ber arti kaulah yang membunuh orang tua ku, kau lah yang telah membakar rumahku, ayo mengaku!"
Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram. "Heeehh...heeehh...kalau memang toaya yang melakukan,
mau apa kau? Memangnya kau sanggup melalap diriku bulatbulat?" Hawa amarah Suma Thian yu sudah tidak terbendung lagi, sambil tertawa panjang dia menubruk kemuka dengan jurus Oh hou pu yo (harimau lapar menerkam domba), dia langsung mencengkeram wajah si Ular berekor nyaring Bian Pun ci.
Serangan yang dilancarkan oleh Suma Thian yu dalam keadaan gusar ini dilakukan dengan kecepatan luar biasa dan jurus serangan yang amat dahsyat sekali, menanti Bian Pun ci menyadari akan bahaya, cakar maut tersebut sudah muncul dihadapannya.
Dengan gugup Biaan Pun ci menyingkir kesamping, sekalipun berhasil meloloskan diri dari cengkeraman itu toh dadanya yang kena tersambar, lamat-lamat tera sa sakit.
Gagal dengan serangannya yang pertama, tentu saja Suma Thian yu tak sudi melepaskan musuhnya dengan begitu saja, dia maju ke de pan, serangan cakarnya berubah menJadi pukulan telapak tangan dan langsung membacok tubuh musuh.
Ketika berlangsungnya pertarungan sengit diatas perahu besar ditengah telaga Tong ting ou kemarin, dia telah menderita kerugian yang cukup parah.
Orang kuno bilang: Sekali terpagut ular, selama hidup ngeri dengan tali.
Begitu pula keadaannya dengan si ular berekor nysring Bian Pun ci sekarang, baru saja Suma Thian yu melepaskan pukulannya, Bian Pun ci sudah melompat mundur dengan terbirit birit karena ketakutan.
Keadaan mana tak ubahnya seperti semacam permainan dia selalu berusaha keras untuk menghindari bentrokan langsung dengan anak muda tersebut. Dengan begitu, Suma Thian yu malah berhasil menduduki posisi diatas angin dan berada dipihak yang memotori serangan.
Pertarungan antara jago lihay, paling pantang kalau keadaan dikuasai lawan, apalagi Suma Thian yu memiliki kepandaian silat yang luar biasa.
Begitu berhasil merebut posisi yang menggun tungkan, dia segera mengembangkan ilmu Tay kim to liong ciang yang amat lihay itu serta melepaskan serangkaian serangan berantai yang meluncur bagaikan gulungan ombak di sungai Tiangkang.
Dalam waktu singkat angin pukulan menderu deru, bayangan tangan berlapis-lapis, seperti gulungan awan hitam yang menyelimuti seluruh angkasa, si ular berekor nyaring Bian Pun ci segera terjerumus dalam kepungan musuh.
Si Harimau angin hitam Lim Kong yang menonton jalannya pertarungan dari sisi arena, dengan cepat menyadari betapa berbahayanya keadaan rekannya itu diam diam dia menghimpun hawa murninya, lalu sambil berpekik nyaring dia menerjang masuk ke arena pertarungan.
Begitu orangnya tiba, sepasang lengannya memainkan dua kuntum bayangan kepalan yang menerobos diantara tubuh kedua orang itu, bentaknya keras-keras:
"Tahan!"
Waktu itu, si ular berekor nyaring Bian Punci yang terjerumus dalam kepungan sedang gelisah dan berusaha untuk melepaskan diri dari kepungan lawan, maka begitu menyaksikan si Harimau angin hitam Lim Kong menyerbu ke tengah arena, dia segera manfaat-kan kesempatan tersebut untuk meloloskan diri dari kepungan lawan yang dahsyat.
Suma Thian yu naik darah apalagi setelah menyaksikan Harimau angin hitam Lim Kong mencampuri pertarungan mereka, serta merta semua amarahnya dilimpahkan ke atas tubuh orang ini.
Dengan mempergunakan ilmu Heng toan wu san (awan memotong bukit Wu) dia bacok tubuh Lim Kong keras-keras:
"Pingin mampus!" bentak si harimau angin hitam Lim Kong dengan penuh amarah.
Sepasang lengannya yang menerobos ke depan dipisahkan ditengan jalan, lalu dengan jurus Yu ma hun tiong (kuda liar membelah hulu) dia tahan serangan musuh dengan kekerasan, kemudian sambil mendesak kehadapan Suma Thian yu serunya: "Sebelum urusan menjadi jelas, lebih baik jangan menyerang secara mem babi buta, sebenarnya apa maksudmu?" Mendengar perkataan tersebut Suma Thian ya tidak melancarkan serangan lagi, dia berdiri tegak disana dan menyahut dengan suara sedingin salju.
"Bukti sudah berada disini, masa kalian hendak mungkir?
Orang she Lim apabila kau hedak mencampuri urusan ini, sauya akan sekalian memperhitungkan dirimu, sekalian boleh maju bersama-sama untuk menghadapi ku"
Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah manusia cerdik yang amat 1icik, sudah beberapa kali dia mencoba kepandaian silat dari Su ma Thian yu, dan dia cukup menyadari bahwa pertarungan satu lawan satu tak mungkin bisa mereka ungguli.
Sebaliknya bila mereka harus maju bertiga, kecuali pihak lawan masih terdapat dua bersaudara Thia, disitu pun berdiri seorang tokoh dunia persilatan yang lihay, berbicara soal jumlah orang maupun kekuatan nyata, mereka masih bukan tandingan orang.
Maka dia pun lantas mengambil keputusan untuk angkat kaki dan kabur saja dari situ.
Pepatah bilang: Selama gunung masih hijau, tak usah kuatir kehabisan kayu bakar.
Bagi seorang lelaki sejati, asal masih bisa bernapas setiap saat masih ada kesempatan untuk membalas dendam.
Begitulah, setelah mengambil pertimbangan dalam hatinya, maka dengan wajah yang aneh dan tertawa licik, Lim Kong si harimau angin angin hitam itu segera berkata:
"Siauhiap, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri, maksudku apakah kau tidak salah mencari sasaran?"
"Heeh... heeh... heeh... omong kosong! Bukti yang nyata sudah berada di depan mata, masa dapat salah lagi? Orang she Lim, kau tak usah menggunakan siasat untuk kabur, sau ya mu bukan seorang bocah berusia tiga tahun yang gampang ditipu dengan semaunya sendiri, mengerti?" Paras muka si Harimau anngin hitam Lim Kong tampak amat tenang, katanya segera sambil tertawa seram:
"Siauhiap, cara kerjamu terlalu kaku, kalau menuduh orang pun sekehendak hatinya sendi ri, kau anggap dia yang telah membantai keluarga Suma...?"
"Bukti sudah berada didepan mata, tak usah kau banyak ngebacot lagi...tukas suma Thian yu.
"Seandainya masih ada orang lain?" jengek Si harimau angin hitam Lim Kong sambil tertawa dingin.
"Jelas hal ini tidak mungkin!"
"Seandainya aku dapat menyebutkan nama orang itu? Apa yang hendak kau lakukan?" harimau angin hitam Lim Kong mendesak terus lebih jauh.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepa lanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haah...haaah... haah... kau adalah orang diluar garis, bagaimana mungkin bisa mengetahui akan hal ini? Seandainya masih ada orang lain, mengapa orang she Bian itu jadi gelagapan dan tak mampu menjawab?"
Si Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram pula. "Siauhiap hanya pintar sesaat, bodoh dilain waktu,
seandainya Bian Pun ci bersedia menjawab, apakah kau akan mempercayainya?"
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera berpikir di dalam hatinya:
"Perkataan ini memang masuk diakal juga, coba lihat dulu apa yang dia katakan sebelum mengambil keputusan lebih jauh.."
Sementara dia masih termenung, si harimau angin hitam Lim Kong telah berkata lebih jauh:
Orang yang melakukan pembantaian terhakan orang tuamu dan membakar perkampungan Suma keh ceng tempo hari adalah Sip hiat jin mu (manusia iblis penghisap darah) Pi Ciang hay, waktu itu Bian Pun ci sedang terjebak dalam keadaan bahaya, Sip hiat jin mo lah yang telah menolong selembar jiwanya" Berdebar keras jantung Suma Thian yu setelah mendengar perkataan itu, paras mukanya segera berubah hebat, cepat bantahnya:
"Mengapa lencana emas tersebut bisa terjatuh ketangan orang she Bian tersebut?"
Toaya yang kena ditawan merasa peristiwa tersebut
sebagai suatu aib besar" sambung si Ular berekor nyaring Bian Pun ci dengan cepat, "lencana emas itu ku minta dari Sip hiat jit mo sebagai kenangkenangan"
Mendengar ucapan mana, sekali lagi Suma thian yu tertawa terkekeh kekeh.
"Heeh... heehh... heehh... orang she Bian, perkataanmu yang pertama sangat bertentangan dengan ucapanmu yang terakhir, kau mengatakan bahwa tertawanmu merupakan aib, kalau toh dendammu berhasil di balas, mengapa pula harus meninggalkan lencana emas tersebut sebagai kenangan?
Apakah tindakan seperti ini tidak melanggar suatu kebijaktanaan?"
Berbicara sampai di situ, sepasang matanya segera melotot besar, mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil menahan rasa geram sepera benraknya keras-keras:
Bajingan keparat, menurut pengakuanmu Sip hiat jin mo adalah dalangnya, sauya pasti akan menyelidiki persoalan ini sampai tuntas untuk membuktikan kebenaran dari pengakuan mu hari ini, tapi... meski hukuman mati bisa dihindari, jangan harap kau bisa lolos dari hukuman hidup!"
Si Ular berekor nyaring Bian Pan ci segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Heeh... heeh... heeehh... bocah keparat, kau anggasp toaya benar-benar jeri kepadamu?? Aku orang she Bian adalah seorang lelaki jantan, kalau memang ada kepandaian, ayolah dikeluarkan semua!"
Suma Thian yu tidak banyak berbicara lagi dia segera membalikkan tangannya mencabut pedang yang tersoren di punggung. "Criiing...!" diiringi suara dentingan nya ring, tahu-tahu dalam genggamannya telah ber tambah dengan sebilah pedang sepanjang tiga depa, itulah pedang mestika Kit hong sin kiam.
Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah amat serius setelah menyaksikan pedang Kit hong sin kiam tersebut, dengan perasaan bergetar keras pikirnya:
"Rupanya kau adalah ahli waris dari orang she Wan, tak heran kalau dia begitu sombong dan takabur, hmmm!
Memangnya orang she Wan tersebut bisa menggertak aku?" Sementara dia menggerutu dihati, mendadak terdengar
Suma Thian yu membentak keras:
"Bajingan busuk, bila tahu diri cepat cokel keluar sebuah biji matamu, hari ini sauya akan membuka jaring dan untuk sementara waktu tak akan membunuhmu, apabila sauya telah berhasil menemukan Sip hiat jin mo dan mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, hmm, sekalipun kau hendak
bersembunyi sampai diujung langitpun jangan harap bisa lolos dari pengejaranku!"
"Hmm, bocah busuk, siapa yang bakal hidup siapa yang bakal mati masih sukar untuk diduga, kau anggap dengan mengandalkan ucapan tersebut lantas bisa menggertak toaya?"
Selesai berkata, dari dalam sakunya dia mencabut keluar pedang Boan liong to andalannya.
Begitu golok mestika sudah berada dalam genggaman, tampaknya nyali si ular berekor nyaring Bian pun ci pun turut menjadi lebih besar, sikap sombongnya yang semula tak nampak kini menghiasi kembali paras mukanya, senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya.
Mendadak dia tertawa aneh, golok Boan liong to nya menciptakan selapis cahaya tajam yang langsung membacok ke tubuh Suma Thian yu, bentaknya dengan suara aneh:
"kalau bukan kau tentu aku, mari kita berduel lebih dulu!"
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi geli, pikirnya diam-diam: "Aku tidak meringkus nyawamu pun sudah merupakan suatu kemujuran bagimu, sekarang masih berani berlagak sok buas dihadapanku... hmmmm, bedebah yang tak tahu diri!"
Sementara dia masih termenung, serangan ujung golok lawan sudah menusuk datang.
Suma Thian yu segera mengawasi mata golok tersebut lekat-lekat, menanti cahaya berkilat dari ujung golok itu, mendadak dia membentak dengan suara keras:
"Lepas golok!"
Berbareng dengan suara bentakan itu, bayangan manusia lenyap dari pandangan, menyusul kemudian terdengar suara dengusan tertahan bergema memecahkan kebeningan.
Golok Boan liong to yang semula berada di tangan si ular berekor nyanns Bian Put ci, tahu-tahu sudah terlepas dari genggaman dan mencelat ke udara.
Si Uiar berekor nyaring Bian Pun ci merasakan sekujur tubuhnya bergetar keras, dengan perasaan terkejut bercampur tercengang, buru-buru dia melompat ke samping.
Tentu saja Suma Thian yu tak akan melepaskan kesempatan yang sangat baik itu dengan begitu saja. sambil tertawa panjang serunya dengan lantang:
"Kena!"
Tampak cahaya pedang Kit hong kiam berkelebat lewat, menyusul kemudian terdengar si ular berekor nyaring Bian Pun ci menjerit kesakitan.....
Begitu berhasil dengan serangannya, Suma Thian yu tidak mendesak lebih jauh, ia segera mundur kembali keposisinya semula dengan sekulum senyuman kemenangan menghiasi ujung bibirnya.
Ketika berpaling kearah si ular berekor nyaring Bian Pon ci, tampak sepassng tangannya menutupi wajahnya rapat-rapat sementara da-rah segar bercucuran dengan deras, rupanya dia sudah kehilangan sebuah biji mata sebelah kirinya.
Bian pun ci memang seorang yang hebat, dia tidak mengeluh atau merintih, sambil me nutupi matanya dengan tangan sebelah, ia ber jalan ketempat golok Boan liong to nya jatuh dan memungutnya,
Kemudian sambil membalikan mata, dengan mata tunggalnya yang mencorongkan sinar ke bencian ibarat ular beracun sedang mencari mangsa, dia melotot sekejap kearah Suma Thian yu dengan gusar, lalu tanpa menyapa si Harimau angin hitam Lim Kong dan si setan muka hijau
Siang Tham lagi, dia segera membalikkan badan dan berlalu dari situ dengan kecepatan luar biasa.
Kepergian si ular berekor nyaring Bian Pun ci yang membawa perasaan dendam ternyata menimbulkan badai pembunuhan berdarah da lam dunia persilatan di masa mendatang, ke jadian ini tentu saja tak pernah diduga oleh Suma Thian yu.
Sementara itu, si Harimau angin hitam Lim Kong yang menyaksikan Suma Thian yu berhasil melukai Bian Pun ci hanya didalam sekali gebrakan saja, kontan hatinya menjadi terkesiap, dalam keadaan demikian dia tak berani berdiam disana lebih lama lagi.
Buru-buru dia menjura kepada Heng si Cin jin, kemudian katanya:
"Aku akan mohon diri lebih dulu, apabila selama ini aku mengganggu ketenangan mu, harap sudi dimaafkan"
Selesai berkata, dia lantas menarik tangan adik seperguruannya si Setan muka hijau dan segera berlalu dari situ.
Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah seorang jagoan yang terhitung tokoh kelas satu dalam dunia persilatan, kalau dimasa lalu dia pernah mendorong Suma Thian yu hingga tercebur ke dalam selokan, maka kali ini tiba gilirannya yang kabur terbirit-birit seperti anjing kena digebuk.
Padahal dalam kenyataannya dia amat jeri terhadap Heng si Cinjin, orang bilang: manusia punya nama, pohon punya bayangan.
Heng si Cinjin adalah seorang pendekar be sar pada generasi yang lalu, nama besarnya sudah termasyur sampai di mana-mana dan menggetarkan dunia persilatan, boleh dibilang setiap umat persilatan yang berada di dunia ini mengetahui tentang kelihayannya.
Si harimau angin hitam Lim Kong mempuryai janji dengan Thia si kakak ber adik, sama sekali tak menyangka kalau kedua orang muda mudi itu murid Heng si Cinjin.
Maka dari itulah, setelah dilihatnya keadaan tidak menguntungkan, dia segera angkat kaki dan melarikan diri terbirit birit.
Disamping itu, penampilan ilmu gerakan tubuh yang dilakukan Suma Thian yu tadi amat hebat dan melebihi keampuhannya dimasa
lampau, baik dalam dalam ilmu pukulan ataupun dida lam ilmu pedang, hampir semuanya dapat menjagoi dunia persilatan, terutama sekali kepandaiannya dalam menangkis golok mestika Bian pun ci dan gerakannya mencongkel biji mata rekannya, boleh dibilang cukup membuatnya terbelalak dengan jantung berdebar keras.
Dia segera sadar, apabila sekarang tidak angkat kaki untuk menyelamatkan diri, bisa jadi nanti akan menemui kesulitan besar
Padahal kemenangan yang berhasil diraih Suma Thian yu tadi hanya merupakan semacam pertaruhan saja, seandainya dia tak memiliki dasar tenaga dalam yang sempurna dan ilmu silat yang tinggi, sulit untuk mencapai tingkatan tan seperti itu.
Andaikata ilmu silat yang dimiliki si ular berekor nyaring Bian Pun ci lebih hebat setingkat lagi, sudah dapat di pastikan Suma Thian yu akan mendapat malu dan kehilangan muka.
Begitulah, sambil memandang ke tiga orang iblis bengis itu pergi jauh, semua orang tertawa terbahak-bahak.
Thi pit suseng Thia Cuan segera berjalan ke sisi Suma Thian yu dan menepuk bahunya sambil memuji:
"Hiante, sungguh hebat gerakan tubuhmu, In heng MERASA tak mampu untuk mengejar ke lihayanmu itu" "Aaah, kemenangan tersebut kuraih secara uamaguntungan saja, boleh dibilang kemenangan yang diperoleh dengan menyerempet bahaya" sahut Suma Thian yu sambil tetap merendah.
Toan im siancu juga segera maju ke depsn sambil mengucapkan rasa terima kasihnya atas pertolongan yang telah diberikan pemuda tersebut kepadanya.
Suma Thian yu segera mengucapkan beberapa patah kata merendah.
Sementara semua orang sedang berbincang-bincang dengan gembira, mendadak terdengar Heng si Cinjin berseru.
"Hiantit, kau tertipu!"
Suma Thian yu segera berpaling, lalu tanyanya dengan wajah tercengang dan tidak habis mengerti:
"Sungguh? Dalam hal apa aku tertipu?" Heng si Cinjin tersenyum.
"Apakab hiantit percaya dengan apa yang diucapkan oleh Bian Pun ci dengan Lim Kong tadi?"
"Setengah percaya setengah tidak, asal aku berkunjung ketempat tinggal Sip hiat jin mo dan menanyakan persoalan ini kepadanya, bu kankah masalahnya akan menjadi jelas?"
Heng si Cinjin segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaa... haaaaah... haaaaaa... apakah tidak pernah kau bayangkan bahwa gurunya si harimau angin hitam Lim Kong dengan Sip hiat jin mo selama ini tidak akur hubungannya, bahkan selalu saja saling bermusuhan? Sudah jelas Lim Kong sengaja melimpahkan bibit bencana tersebut kepada orang lain agar kau menghadapi Sip hiat jin mo dengan sepenuh tenaga, sementara mereka akan menjadi nelayan beruntung yang tinggal memungut hasil nya?"
Mendengar keterangan mana, Suma Thian yu menjadi sadar kembali, kontan saja keningnya berkerut dan sorot matanya berlilat, seakan-akan ia hendak mengejar musuhnya pada saat itu juga.
Heng si Cinjin yang menyaksikan kejadian itu, segera berkata lagi sambil tertawa: "Hiantit, lagi-lagi kau mengidap penyakit yang anEH, masa bagi orang muda, selamanya terburu napsu dan tidak sabaran, bahkan kadangkala melakukasn pekerjaan semaunya sen diri tanpa berpikir panjang, akhirnya sering kali akan menyesal sepanjang masa. Makanya dalam menghadapi persoalan apapun, kau harus mencari bukti yang jelas lebih dahulu sebelum melakukan tindakan lebih jauh"
Berbicara sampai disitu, dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya lebih jauh:
Bagi orang persilatan, yeng terpenting adalah "kesetiaan kawan", asal kau sudah mempunyai buku yang jelas, maka jangan kuatir kalau tiada orang yang bersimpatik kepadamu. Sampai pada waktunya, orang-orang pasti akan membayar usahamu itu dan harapanmu untuk membalas dendam pasti akan terwujud. Ambil misalnya seperti Bi kun lun Siau wi goan, meski orang persilatan yang menyanjungnya dan membela dia amat banyak, tidak sedikit pula yang menentangnya dan berusaha untuk melenyap kannya dari muka bumi, maka dari itu didalam mengimbil segala tindakan terutama untuk melenyapkannya, kau harus bertindak ber hati-HATI, jangan sampai menimbulkan kemarahan orang banyak, sebab kalau sampai demikian maKA kau akan terjerumus dalam posisi seorang diri, kau akan mengalami nasib seperti pamanmu
Wan Liang, dimana akhirnya harus mati dalam keadaan mengenaskan.
Ucapan tersebut diutarakan dengan kata-kata yang tegas, membuat Suma Thian yu merasa terharu sekali.
Dalam hati kecilnya dia mengambil keputusan bila urusan di Tibet telah beres, dia akan berangkat ke bukit Soat-san untuk men cari Sip hiat jin mo. kemudian melaksanakan rencananya untuk membalas dendam.
Demikianlah Suma Thian yu berdiam selama bebarapa hari dipuncak bukit Kun san, tapi berhubung dia sangat memikirkan perjalanannya ke Tibet sehingga makan tak enak tidur tak nyenyak, akhirnya dia memohon diri kepada Heng si Cinjin untuk melanjutkan perjalanannya mennju ke Tibet.. Bi hong siancu Wan Pek lan tak dapat melawan bujukan dari Toan im siancu sehingga akhirnya mengambil keputusan untuk tetap tinggal disana, Thi pit suseng Thia Cuan segera berjanji berapa waktu kemudian akan meng ajek mereka berdua untuk menantikan kepulangan Suma Thian yu.
Padahal Cong liong Lo sian jin telah ber pesan kepada Suma Thian yu ketika hendak meninggalkan gua Hui im tong tempo hari, bahwa perjalanannya menuju ke Tibet hanya boleb dilakukan oleh dia seorang diri dan tidak diperkenankan mengajak orang lain, berhubung urusan itu menyangkut rahasia langit, orang yang terlalu banyak malah lebih mudah menimbulkan hal-hal diluar dugaan.
Atas dasar alasan itulah, Suma Thian yu tak berani memaksa Bi hong siancu untuk mendampinginya.
Dikala Bi hong siancu Wan pek lan harus berpisah dengan Suma Thian yu, tentu saja merasa berat hati dan sedih sekali, sebab bagi manusia, berpisah dengan kekasih memang merupakan suatu peristiwa yang berat hati.
Akibatnya Toan im siancu harus menahan kekecutan hatinya menyaksikan adegan mana, ia merasa sedih dan perasaannya serasa saling bertentangan satu sama lainnya.
Hari ini, udara yang menyelimuti jalan raya menuju ke kota Siang yang amat panas, matahari bersinar terik seperti hendak menyengat badan, orang yang berlalu lalang pun amat sedikit.
Di depan pintu sebuah warung ditepi jalan Ku khing, tampak beberapa orang saudagar sedang duduk melepaskan lelah, mereka seakan-akan merasa tak tahan dengan udara panas yang amat menyengat badan itu...
Saat itulah dari kejauhan sana nampak sese orang berjalan mendekat dengan langkah yang gontai, diatas dadanya seakan akan digantungi dengan batu cadas seberat ribuan kati.
Setiap kali berjalan beberapa langkah, tubuhnya seakanakan terperosok kemuka dengan sempoyongan, seakan-akan harus bersusah payah untuk mempertahankan langkahnya saja. Beberapa orang saudagar yang sedang duduk didepan warung itu serentak berpaling menyaksikan keadaain orang itu, salah seorang diantaranya berkata:
"Orang itu sudah hampir roboh, hai Lim loji, bagaimana kalau kita kesana untuk memayang tubuhnya?"
Yang disebut "Lim loji" adalah seorang kakek yang berusia lima puluh tahunan, tampak dia mengangkat cawan air tehnya dan menghirup setegukkan lalau sahutnya sambil menggeleng:
"Lebih baik masing-masing orang mengurusi persoalan sendiri dan tak usah mencampari urusan oranglai, bagi kita yang sering melakukan perjalanan jauh, kalau bisa tidak mencampuri urusan orang, hal mana lebih baik lagi"
Orang yang menujukan usul tadi segera mendengus: "Hmm, kalau setiap orang yang berada dikolong langit
mempunyai mental seperti kau semua, jadi apakah dunia kita ini?"
"Lo kang", seru Lim loji dengan perasaan mendongkol, "kau tidak tahu apa lihat kau memang tidak terbiasa melakukan perjalanan jauh, ketahuilah berkelana dalam dunia persi latan bukan suatu pekerjaan yang gampang. Tempo hari, lohu pun seperti juga kau seka rang, suka mencampuri urusan orang lain, me rasa tidak terima kalau menyaksikan hal-hal yang tak adil, aku turun tangan menolong seorang nyonya yang sedang terluka parah, akibatnya terjadi suatu peristiwa yang hampir saja mengorbankan selembar nyawa tuaku."
"Mengapa?" orang she Kang itu ikut menimbrung dengan perasaan amat amat tertarik.
Baru saja kakek Lim hendak menjawab, tampaklah orang yang berada di tengah jalan itu sudah sampai didepan mereka dengan keadaan lemah dan napas tersengal-sengal, kemudian diiringi suara nyaring dia terjatuh ke tanah dan merintih tiada hentinya.
Semua orang yang menyaksikan keadaan orang itu, nyaris nasi mereka muntah keluar. Ternyata dia berusaha enam puluh tahunan, mengenakan pakaian compang camping dengan kepala mengenakan ikat kepala sebagai seorang sastrawan, tubuhnya penuh dengan salep obat dan bau busuk menyebar kemana-mana, sepatunya nya terbuat dari kain dengan beberapa ekor lalat menempel disekitarnya, ini menandakan kalau sepatunya berbau busuk sekali.
Kalau kau mengatakan dia sebagai pengemis, sesungguhnya tidak mirip sebab seorang pengemis tidak akan mengenakan pakaian ber dandan seorang sastrawan.
Kalau dibilang dia adalah seorang sastrawan, rasanya hal ini seperti suatu penghinaan buat kaum sastrawan lainnya.
Perlu diketahui, pada masa itu orang lebih memandang tinggi mereka yang tahu tentang sastra daripada ilmu silat asalkan kau mengetahui dua huruf saja maka kau akan disanjung orang, apabila jika kau adalah seorang sastra wan yang menguasahi seni dan sastra, bisa jadi setiap orang akan menyanjungmu setinggi langit.
Beberapa orang saudagar itu sudah terbiasa melakukan perjalanan ke utara maupun selatan sungai besar, pengalaman mereka amat luas dan banyak kejadian aneh yang pernah dijumpainya, namun belum pernah mereka menyak sikan manusia seaneh kakek tersebut.
Dengan suara lirih saudagar she Kang itu membisik kepada ketiga orang rekan lainnya:
"Orang ini sudah hampir mati, kalau diiihat dari tampangnya entah sudah berapa hari dia menderita kelaparan, mari kita membuat keba jikan dengan memberikan makanan padanya.
Mendengar perkataan tersebut, kakek Lim segera menggoyangkan tangannya berulang kali sambil mencegah:
"Jangan, jangan bertindak sembarangan, apakah kau menganggap perkataanku tadi sebagai angin yang berlalu? Kalau kau sudah tak ingin hidup lagi, berikanlah hidangan tersebut kepadanya!" Orang she Kang itu berusia empat puluh tahunan, meski kaya namun jadi orang sosial dan suka membantu kaum lemah, kendatipun kakek Lim memberi peringatan berulang kali, namun dia sama sekali tidak ambil perduli.
Diambilnya semangkuk nasi, diberi berapa macam sayur dan dihantar kedepan sastrawan rudin itu sembari berseru:
"Lotiang, makanlah nasi ini untuk menanggal perutmu yang sedang lapar..."
Sastrawan tua itu berhenti merintih dan mengawasi orang she Kang itu sekejap, kemudian dengan perasaan berterima kasih diterimanya nasi tersebut dengan tangan gemetar, kemudian dilahapnya dengan amat rakus.
Tak selang berapa saaat kemudian, hidangan tersebut sudah tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Selesai bersantap, dengan susah payah dia merangkak bangun dari tanah dan meletakan mengkuk dan sumpit itu kemeja, kemudian serunya dengan parau:
"Arak, aku minta arak!" Menyaksikan kejadian itu, si kakek lim segera tertawa terbahak-bahak, segera jengeknya:
"Sudah diberi nasi, masih minta arak, orang ini benar benar kebangetan sekali, rupanya semua harta kekayaannya dibikin ludas oleh arak "
Kemudian sambil berpaling ke arah lelaki setengah umur she Kang itu dan berkata lebih jauah:
"Bagaimana? Lo Kang, lebih baik jangan mencampuri
urusan orang lain, daripada mencari kesulitan bagi diri sendiri"
Seusai berkata, dia lantas menunjukkan sikap yang gembira menyaksikan kesusahan orang.
Saudagar she Kang itu Jin hoo, dia memang seorang yang sosial dan berhati mulia, hatinya merasa sangat tak puas sesudah mendengar perkataan dari kakek Lim.
Sambil menggebrak meja, dia memesan sepoci arak dan segera ujarnya kepada sastrawan rudin itu:
"Botiang, silahkan duduk, minumlah arak sebelum pergi!"
Sastrawan rudin itu tidak sungkan-sungkan, dia segera duduk, mengangkat poci arak ter sebut dan diteguk dengan lahapnya. Dalam waktu singkat seluruh isi poci tersebut telah berpindah ke dalam perut.
Kakek Lim yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, diam-diam dia mengomeli Kang jin hoo yang dianggapnya mencari penyakit buat diri sendiri.
Sehabis meneguk arak, sastrawan tua itu menyeka mulutnya dan berkata kepada Kang Jin-hoo:
"Lote, aku lihat pada bagian Ing thong mu sudah menghitam, itu berarti bencana sudah berada didepan mata, untung kau menjamuku bersantap pada hari ini, tanggung semua bencana akan hilang lenyap dengan sendirinya "
Kang Jin hoo menjadi antipatik sesudah men dengar ucapan si sastrawan tua yang dianggapnya perkataan orang
gila itu namun dia tidak sampai mengumbar hawa amarahnya.
Berbeda dengan kakek Lim, dia segera menyindir lagi: "Sialan-sialan......orang berhati bajik tidak memperoleh
balasan yang baik "
Belum selesai dia berkata, sastrawan tua itu sudah membalikkan kepalanya dan melotot sekejap kearah kakek Lim, kemudian serunya dengan lantang:
"Lote, kau jangan tertawa dulu, selamanya 1ohu hidup sebagai tukang ramal, aku bisa membaca nasib orang secara tepat sekali, Kalau dari raut muka lote, kau tak akan bisa hidup melebihi umur empat puluh sembilan tahun!"
Kontan saja kakek Lim menggebrak meja sambil melompat bangun, senbari menuding wajah sastrawan rudin tersebut, umpatuya:
"Telur busuk tua! Tahun ini lohu berusia empat puluh sembilan tahun, hidupku makmur harta kekayaanku berlimpah ruah, hmm, bila kau berani sembarangan berbicara lagi, jangan salahkan bila kupencet dirimu sampai mampus.
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri, tapi sejak dulu hingga kini, bila ada orang menganiaya orang lain dengan mengandalkan harta kekayaannya, maka umurnya akan dipotong separuh, apabila lote ingin hidup melebihi hari ini.... kecuali..."
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, ka kek Lim sudah mencengkeram ujung baju sastrawan tua itu dan mendorongnya kebelakang.
Sungguh kasihan sastrawan rudin yang ting gal kulit pembungkus tulang itu, dia jatuh terduduk diatas tanah dan merintih kesakitan tiada hentinya.
Kang Jin hoo segera memayang bangun sastrawan tua itu, lain omelnya pada kakek Lim:
"Lim loji, apakah kau tidak merasa kalau perbuatanmu itu kelewatan batas... ? Coba lihat, betapa kasihannya orang ini, masa kau masih begitu tega untuk mendorongnya? Coba kalau aku tahu bahwa kau orangnya kejam dan berpikiraan picik, tak mungkin akan melakukan perjalanan serombongan denganmu"
"Kalau keluar rumah berjumpa dengan kejadian yang tidak mujur seperti ini, jangan harap dagangannya bisa berjalan dengan lancar, aku lihat kau sudah dipengaruhi oleh siluman iblis" damprat kakek Lim mendongkol.
Sementara pembicaraan berlangsung, dari arah jalan raya sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat ramai mendekati tempat tersebut.
Sementara itu, Keng Jin-hoo sedang memayang tubuh sastarawan tua itu masuk kedalam ruangan, sementara kakek Lim juga sudah masuk ke dalam sebuah ruangan rumah makan, dalam waktu singkat dihadapan mereka semua telah muncul empat ekor kuda jempolan.
Terdengar suara kuda meringkik kemudian suara derap kaki kuda itupun terhenti, nampak empat sosok bayangan manusia melayang turun ke atas tanah.
Begitu menyaksikan raut wajah ke empat orang itu, beberapa orang saudagar itu merasakan hatinya tercekat.
Ternyata ke empat orang yang baru turun dari kuda itu semuanya mengenakan pakaian ringkas dengan senjata masih tersoren di pinggangnya, kalau dilihat dari tampang mereka, sudah jelas kalau orang-orang itu adalah para perampok yang biasa hidup dengan membegal harta kekayaan para saudagar kaya.
Selangkah demi selangkah ke empat orang lelaki bengis itu berjalan menuju ke rumah makan.
Salah seorang diantara mereka segera berteriak lantang kearah ke empat saudagar yang masih berada di dalam ruangan:
"Hei, apakah kalian berempat sudah kenyang? Ayo cepat menyingkir dan serahkan tempat duduk kalian kepada toaya sekalian!" Sembari berkata dia lantast memimpin tiga orang lelaki bengis lainnya berjalan masuk ke dalam ruangan, dengan suatu gerakan cepat dia mencengkeram tubuh kakek Lim dan melemparnya ke tengah jalan.
Kasihan kakek Lim yang lemah tak berkemampuan apa-apa itu, setelah kena dibanting keras―keras, dia harus merangkak bangun dari tanah seperti seekor anjing.
Kang Jin hoo menjadi ketakutan setengah mati setelah menyaksikan kakek Lim mendapat susah, buru-buru dia bangkit berdiri meningglkan tempat duduknya.
Dua orang saudagar yang 1ain pun buru-buru meninggalkan tempat duduk masing-masing.
Lelaki buas bercambang itu segera tertawa terkekeh-kekeh. "Nah, begitu baru benar, kalau tidak tua bangka tersebut
merupakan contoh yaug paling tepat."
Sementara itu, kakek Lim yang terbaring diatas tanah sudah dapat mengendalikan rasa sakitnya, dia segera
melompat bangun kemu dian secara diam-diam menyelinap ke kebelakang punggung lelaki bercambang itu dan langsung menghadiahkan sebuah pukulan keras.
Walaupun lelaki bercambang itu dapat melihat datangnya serangan dari kakek Lim, ter nyata dia tidak menghindar ataupan berkelit, ia membiarkan tubuhnya termakan pukulan tersebut.
Kakek Lim tak lebih hanya seorang saudagar, berapa besarkah kekuatan yang dimiliki olehnya?" "Blaaammm bersamaan dengan bergemanya suara benturan, terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan, kakek Lim segera terlempar mundur sejauh satu kaki lebih, ia berkelejetan dulu beberapa kali, kemudian tubuhnya membujur kaku ditanah dan tak pernah berkutik lagi.
Kasihan kakek Lim, selembar jiwanya turut melayang meninggalkan raganya.
Ternyata ramalan dari sastrawan tua itu tepat sekali, apa yang dikatakan memang tepat dan benar.
Sebenarnya lima hari lagi kakek Lim akan genap berusia empat puluh sembilan tahun, tapi, siapa sangka kalau datang bencana yang merenggut selembar jiwanya?
Melibat kakek Lim terbunuh, Kang Jin hoo merasa tidak terima, dia segera berjalan men dekati lelaki bercambang itu, kemudian tegur nya dengan suara lantang:
"Saudara, tolong tanya mengapa kau besikap begitu keji dan sama sekali tak berperikemanu siaan? Kau toh telah mengerti bahwa orang
itu bertubuh lemah dan sudah lanjut usia? Se kalipun dia telah menyalahi saudara, toh tidak seharusnya kau bunuh dirinya? kau toh tahu bahwa jiwa manusia itu berharga sekali? Sia pa membunuh orang dia harus membayar pula dengan nyawa sendiri, ayo ikut kami menuju ke pengadilan!"
Mendengar ucapan tersebut, lelaki bercambang itu segera tertawa seram, disusul kemudian ke tiga orang lelaki buas lainnya turut terbahak-bahak pula.
Selesai tertawa, lelaki buas itu berkata lagi: "Tampaknya sepasang matamu sudah buta? Mengapa,
tidak kau tanya-tanya dulu siapakah Thong tiu tay siu (Tay-siu berkepala tembaga) Oh Si-thian? Hendak menyeret ku ke pengadilan? Hmmmm.... sungguh menggelikan se kali, tampaknya toaya perlu untuk mengirim kau menuju ke akhirat seperti juga tua bangka tadi, agar dia tahu bagaimanakah akibatnya bila suka mencampuri urusan orang" Selasai berkata, dia lantas menangkap tubuh kang Jin hoo dan mengangkatnya tinggi-tinggi seperti lagi menangkap seekor anak ayam saja, kalau dilihat dari sikapnya, dia seperti hendak melemparkan pula tubuh kang Jin hoo ketengah jalan.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras: "Hohan, tunggu sebentar!"
Tampak sastrawan rudin itu berlarian menuju kehadapan Tay sui berkepala tembaga Oh Si thian, kemudian rengeknya dengan wajah memelas:
"Hohan, kumohon kepadamu agar jangan melukainya, dia adalah tuan penolong dari aku si tua rudin, berbuatlah kebaikan dan ampuni lah selembar jiwanya!"
Tay sui berkepala tembaga Oh Si thian tidak ambil perduli ucapan tersebut, mendadak ia membentak gusar:
"Enyah kau dari sini!"
Serta merta dia melemparkan tubuh Kang Jin hoo ke tengah jalan.
Menyaksikan kejadian tersebut, si sastrawan rudin itu tahu akan bahaya, dia siap menggerakkan tubuhnya untuk melakukan terkaman ke arah depan....
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia meluncur ke sisi tubuh Kang Jin hoo dengan kecepatan luar biasa, tahutahu tubuh Kang Jin hoo sudah diterima oleh seorang pemuda tampan.
00O00 00O00
SAKING kagetnya mungkin Kang Jin hoo sampai jatuh pingsan, ternyata dia sama seka li tak tahu bagaimana ceritanya sehingga dia dapat diselamatkan orang lain, menanti dia merasakan tubuhnya sedang berada dalam rang kulan seorang pemuda, dia bahkan mengira sedang bermimpi disiang hari bolong.
Ketika sastrawan rudin itu menyaksikan Kang Jin hoo sudah tertolong, hatinya menjadi sangat lega, maka sambil berlagak terperanjat dia berjalan menghampiri pemuda itu, lalu serunya: "Oooh, terima kasih kepada langit, terima kasih kepada bumi, saudara cilik, untung kau
datang tepat pada waktunya, kalau tidak tuan penolongku ini pasti sudah mati, terima kasih langit, terima kasih saudara cilik !"
Tay sui kepala tembaga Oh Si thian menjadi tak senang hati setelah dilihatnya buruannya ditolong orang, dengan kening berkerut dia melompat ketengah jalan raya, lalu bentaknya keras-keras:
"Bocah keparat! Siapakah kau? Berani benar bermain gila dengan taysui ya mu, Hmmm. Lebih baik jangan cari penyakit buat diri sendiri, ayoh cepat serahkan dia kepadaku!"
Pelan-pelan pemuda itu menurunkan Kang Jin hoo keatas tanah, kemudian sambil tersenyum dia menuding kearah kakek Lim yang sudah putus nyawa itu, lalu tanyanya:
"Apakah kematian orang ini merupakan hasil karyamu?" "Betul, memangnya kau tak puas?" jengek taysui kepala
tembaga Oh Si thian dengan angkuh.
"Dendam sakit hati apakah yang terjalin antara kau dengan dirinya....?" kembali pemuda itu bertanya.
"Masa untuk membunuh orang pun harus terikat dulu oleh dendam sakit hati? Omong kosong, hei bocah keparat, terus terang toaya memberitahukan kepadamu, asal toaya merasa tidak berkenan dihati, semuanya harus dibikin mampus. Jika kaupun ingin mencampuri urusan ini, kaupun akan kumasukkan dalam hitungan"
Taysui kepala tembaga Oh Si thian memang sudah terbiasa berbuat semena-mena dan membunuh orang tanpa berkedip, dia terhitung seorang gembong iblis yang disegani banyak orang.
Begitu selesai berkata, dia segera maju kedepan menghampiri Kang Jin hoo, saudagar itu sudah merasakan sukmanya seraya meninggalkan raganya, apalagi menyaksikan Taysui kepala tembaga Oh Si thian selangkah demi selangkah mendekatinya, dia merasa semakin ketakutan sehingga pucat pias selembar wajahnya. Pemuda tersebut segera menarik lengan Kang Jin hoo dan membawanya kebelakang punggung
nya, kemudian dengan sikap yang amat tenangia berdiri dihadapan Oh Si thian, katanya dengan suara dingin:
"Kalau toh kau boleh membunuh orang se cara sembarangan, hal ini lebih bagus lagi, selama ini sauya mengira hanya seseorang yang mempunyai dendam kesumat saja yang boleh membunuh seseorang, jadi akupun boleh mem bunuh orang secara sembtrangan bukan?"
Taysui barkepala tembaga tidak menjawab, dia masih maju ke depan selangkah demi selangkah, hanya kali ini dia mendekati Suma Thian yu. Sepasang matanya yang memancarkan cahaya bengis dan keji seakan-akan hendak menelan si anak muda itu bulatbulat.
Si anak muda segara merentangkan tangan nya dengan sikap yang angker, bentaknya nyaring:
"Kau tak boleh maju lagi, kalau tidak, kau sendiri yang akan menjidi roh gentayangan di akhirat!"
Dengan angkuhnya Tay sui berkepala tembaga Oh Si thian mendongakkan kepala sambil tertawa seram.
"Heeeh...heeeh...heeeh... jangan mengigau se perti orang bodoh, toaya akan menjadi peran tara untuk mengantarmu pulang ke langit, jum pai saja raja akherat yang kau cintai itu!"
Sebuah bacokan keras yang disertai dengan tenaga dahsyat segera dilontarkan ke tubuh pe muda tersebut.
Si pemuda itu tertawa dingin, pada hakekatnya dia tak memandang sebelah matapun ter hadap taysui kepala tembaga, ejeknya agak sinis:
"Bagus sekali kedatanganmu, ayo seranglah lebih hebat!" Tubuhnya berputar secara tiba-tiba seperti gasingan,
sementara tangannya menyambar tubuh Kang Jin hoo yang berada dibelakang tubuhnya keluar dari sisi arena, setelah itu dia melompat kembali ketengah arena pertarungan.
Gerakannya pergi maupun datang, semuanya dilakukan dengan kecepatan luar biasa. Pemuda itu melayang ke tanah dengan enteng, kemudian ujarnya kepada Kang Jin hoo:
"Sudah pernah melihat joget ketek (monyet)" Aku adalah ahli didalam mendidik monyet bermain, saksikan saja dari samping, bila kurang menarik harap kau sudi memaafkan"
Selesai berkata, dia lantas melirik kearah Taysui kepala tembaga sambil mengejek lagi:
"Hei, kau tak usah sungkan-sungkan, keluarkan saja segenap kekuatan yang kau miliki, bila ada jurus tangguh, silahkan dicobakan ke tubuh sicu coutiong mu, jangan lupa aku akan menyuruhmu berjoget seperti monyet...." Taysu kepala lembaga adalah seorang manusia bengis yang mempunyai nama besar di seputar ham leng, menyinggung soal Oh Si-thian, siapapun tak berani membangkang perintahnya.
Sejak terjun ke dunia persilatan hingga kini, belum pernah ia jumpa anak muda yang berani mencabut kumis harimau seperti apa yang diakukan si anak muda tersebut sekarang.
Tak heran kaiau dia menjadi naik darah setelah mendengar perkataan itu, cambangnya pada berdiri kaku seperti sebuah sikap, matanya melotot penuh kegusaran, dengan suara menggeledek segera bentaknya:
"Bocah keparat, rupanya kau sudah makan empedu beruang? Jadi kau kepingin mencoba kelihayaaku? Bagus, lihat serangan!"
Selesai berkata, dengan jurus Hek coa jut tong (ular keluar dari gua), dia langsung melancarkan sebuah bacokan ke arah depan.
Si anak muda itu segera menggerakkan sepasang bahunya dan menyelinap ke belakang tubuh Taysui kepala tembaga sekalian dihembusnya segulung udara ke belakang tengkuk lawan.
Taysui kepala tembaga hanya merasakan bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu tengkuknya terasa dingin, serta merta dia membalikkan tubuhnya sambil melancarkan sebuah serangan kedepan, teriaknya penuh amarah:
"Manusia yang tak tahu diri, keparat sialan, kau ingin mampus rupanya "
Si anak muda itu tertawa cekikikan, sekali lagi dia mengegos ke belakang tubuh Oh Si thian lalu menowel pantatnya keras-keras. Mungkin karena kegelian, kontan saja Oh Si thian mencak-mencak macam monyet lagi berjoget, tentu saja tindak tanduknya itu menimbulkan gelak tertawa orang banyak.
Sambil tertawa mengejek, pemuda itu berseru lagi: "Bagaimana? Enak bukan? Kau memang monyet yang
lincah dan pandai berjoget!"
Taysui kepala tembaga Oh Si thian benar-benar naik pitam karena dipermainkan orang, secara beruntun dia melancarkan tiga buah se rangan dahsyat yang semuanya di sertai dengan desingan angin pukulan yang menderu-deru, dia mengurung seluruh tubuh pemuda ter sebut rapat-rapat.
Anak muda itu tertawa, dia tetap tersenyum dikulum sementara tubuhnya bergerak ke sana kemari dengan lincah, pada hakekatnya sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap jurus mematikan dari lawannya.
Sembari mengegos ke samping, serunya ke mudian sambil tertawa:
"Aduh mak... monyet ini memang tak bisa tenang, mari, mari... bagaimana kalau ke tiga orang rekannya turut serta pula dalam pesta joget ini?"
Agaknya Taysui kepala tembaga cusup memahami keadaan situasi yang sedang dihadapinya, mendengar ucapan mana, buru-buru dia memberi tanda kepada ke tiga orang lelaki bengis lainnya agar terjun pula dalam pertarungan tersebut.
Ke tiga orang itu mengiakan dan masing-masing
meloloskan senjata sambil membentak nyaring, kemudian satu dari kiri, satu dari kanan dan yang lain dari tengah bersamasama menyerbu ke dalam arena dan mengepung si anak
muda itu rapat-rapat. Walaupun dikerubuti banyak orang, pemuda itu tidak menjadi gentar, malah sebaliknya tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaah... haaah... begini baru benar! Empat ekor monyet bermain bersama-sama, nah ini baru ramai namanya!"
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah para hadirin diseputar sana dan serunya lagi:
"Coba kalian perhatikan baik-baik, aku menginginkan ke empat monyet ini berbaringbersama-sama!" Selesai berkata, tubuhnya segera melompat dan berkelebat seperti kupu-kupu ditengah aneka bunga, empat kali jeritan kesakitan segera berkumandang memecahkan keheningan, bagaikan kena tenung saja tahu-tahu keempat lelaki bengis itu sudah roboh terjungkal keatas tanah.
Pemuda itu melayang balik ke tengah arena, memandang empat lelaki bengis yang tergeletak ditanah, serunya kepada para saudagar itu sambil bertepuk tangan:
"Coba kalian saksikan, bukankah keadaanya mirip sekali dengan monyet?"
Agaknya sastrawan rudin itu sudah melupakan mara
bahaya yang berada dihadapan matanya, dia segera bertepuk tangan sambil berteriak:
"Bagus sekali! Permainan yang menyenangkan! Engkoh cilik kau memang seorang ahli di dalam mendidik monyet berjoget, mereka memang mirip sekali dengan monyet-monyet ingusan"
Mendengar tepuk tangan tersebut, anak muda tersebut ikut merasa gembira, dengan cepat dia menepuk bebas jalan darah dari beberapa orang itu, ke empat lelaki bengis itu pun segera sadar kembali, rupanya jalan darah mereka telah tertotok.
Amarah yang meluap-luap agaknya membuat Taysui kepala tembaga Oh Si thian menjadi lupa segala-galanya, diapun tidak memikirkan sampai dimanakah kelihayan lawan, begitu jalan darahnya terbebas, kontan saja dia membentak gusar:
"Bocah keparat, kau benar-benar seorang manusia yang tak tahu diri, taysui akan beradu jiwa denganmu!" Sepasang kepalannya digetarkan kencangdan segera mengembangkan serangkaian serangan gencar.
Si anak muda itu masih tetap bersikap amat santai, serunya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaaah...haaah, mana ada monyet bisa berbicara?
Waah, betul-betul suatu kejutan bagi dunia persilatan!"
Sembari berkata, btubuhnya bergerak lagi kian kemari dengan mengerahkan ilmu silat maha saktinya, secara beruntun dia berhasil menghindarkan diri dari tiga buah serangan dahsyat.
Menyaksikan gerakan tubuhnya yang dapat berubah-ubah dengan begitu hebatnya, si taysui kepala tembaga Oh Si thian segera teringat akan sesuatu, kemudian bentaknya keraskeras:
"Bocah keparat, bila kau punya keberanian, ayoh cobalah untuk merasakan kepandaian menerjang dengan batok kepalaku ini!"
Mendengar perkataan itu, sang pemuda agak tertegun, kemudian tanyanya dengan keheranan:
"Apa sih kegunaan batok kepalamu itu?" Taysui berkepala tembaga segera tertawa.
"Heeeh...heeeh...heeh...asal kau dapat menyambut tiga kali terjangan toayamu dengan batok kepala ini, toaya akan mengaku kalah"
Sekarang si anak muda itu baru menyadari akan sesuatu, mendadak sifat kekanak-kanakkannya muncul kembali, dia tertawa dan manggut-manggut.
"Yaa, memang sebuah ide yang bagus sekali, suatu
rencana yang sangat jitu, sauya memang ingin mencoba batok kepalamu yang konon sekeras tembaga ini"
Perlu diketahui, taysui kepala tembaga memiliki sebuah ilmu kebal yang dapat mengubah kepalanya sekeras baja, sebuah pohon sebesar pelukan akan roboh menjadi dua apabila kena ditubtuk oleh kepalanya itu.
Karena kehebatannya inilah maka orang persilatan menyebutnya sebagai Taysui berkepala tembaga. Oh Si thian merasa amat gembira setelah
menyaksikan anak muda itu menyanggupi tantangannya, dia segera berpikir:
"Bocah busuk, lihat saja nanti! Toaya akan menumbuk perutmu sampai jebol!"
Berpikir demikian, sambil berpekik nyaring tubuhnya melesat kedepan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dan langsung menerjang tubuh pemuda tersebut.
Sambil bertolak pinggang, pemuda itu menyambut datangan serangan tersebut sambil membusungkan dada.
"Blaammm..." suatu benturan keras terjadi.
Batok kepala Taysui berkepala tembaga tahu-tahu sudah menumbuk di atas lambung anak muda tersebut secara telak.
Siapa tahu, baru saja kepala itu menumbuk di atas lambung, dengan cepat Oh Si thian merasakan kalau gelagat tidak menguntungkan, dia seperti menumbuk diatas segumpal kapas yang sangat empuk, sama sekali tidak berkekuatan apaapa.
Menyusul kemudian daya tekanan yang muncul semakin lama semakin bertambah kuat, kepalanya yang keras seperti tembaga itu seakan-akan terhisap kuat-kuat diatas perut pemuda tersebut sehingga sama sekali tidak bisa berkutik lagi.
Taysui berkepala tembaga menjadi sangat terperanjat, dia berusaha untuk membetot kepalanya dengan sepenuh tenaga, sayang sekali kendatipun dia telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki pun, kepalanya seolah-olah berakar disana, sama sekali tak mampu dilepaskan kembali.
Menyaksikan pola musuhnya, si anak muda itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haah...sauya masih mengira kau betulbetul seorang manusia berkepala tiga berlengan enam, tak tahunya cuma bisa ilmu silat kucing kaki tiga saja! Mari!
Silahkan kalian menyaksikan semua, aku akan menyuruh monyet ini memanggilku yaya"
Sembari berkata pemuda tersebut segera menjepit kepalanya itu lebih keras lagi. Kontan saja Taysui berkepala tembaga menjerit kesakitan, suara jeritannya seperti ayam yang akan disembelih, keringat jatuh bercucuran dengan derasnya.
Setelah menyiksanya setengah mati kembali pemuda itu berkata sambil tersenyum.
"Ayo cepat memanggil yaya kepadaku dan minta ampun kalau tidak, sauya tak akan kenal ampun lagi dan menghancur lumatkan batok kepalamu itu"
Sudah puluhan tahun lamanya Taysui berkepala tembaga Oh Si thian malang melintang dalam dunia persilatan tanpa menjumpai musuh tangguh, hal tersebut menimbulkan kesombongan hatinya.
Bayangkan saja, bagaimana mungkin dia akan bersedia minta ampun terhadap seorang pemuda ingusan yang masih berbau tetek itu?
Melihat kebandelan musuhnya, si anak muda itu tertawa dingin, kembali dia mengerahkan dalamnya untuk menjepit batok kepala orang itu, kontan Oh Si-thian menjerit ngeri, karena kesakitan luar biasa...
Melihat pemimpinnya di siksa, tiga orang lelaki lainnya segera mengayunkan golok masing-masing dan menerjang ke arah si anak muda itu.
Menghadapi serangan dari ke tiga lawan-nya, pemuda itu tertawa panjang, mendadak dia menghentakkan perutnya ke depan
Tubuh si Taysu berkepala tembaga Oh Si thian segera meluncur ke depan bagaikan arak panah yang terlepas dari busurnya.
Kalau di bilang kebetulan, peristiwa tersebut memang kebetulan sekali, tubuh Oh Si thian yang meluncur ke muka seperti anak panah itu segera menerjang ke atas tubuh para lelaki buas yang sedang menerjang datang itu.
"Blaaam!" lelaki buas yang berada dipaling depan tak mampu untuk menghindarkan diri dan segera tertumbuk secara telak. Jeritan ngeri yang menyayatkan hati berku mandang memecahkan keheningan, mampuslah manusia laknat tersebut dalam keadaan mengerikan.
Oh Si thian sendiripun tewas dengan kepalanya hancur berantakan, isi benaknya berceceran di tanah.
Berakhirlah riwayat dari gembong iblis yang sudah banyak melakukan kejahatan dan membunuh orang tanpa berkedip ini.