Jilid : 15
"Jurus pertama!"
Walaupun Tay hoa Kitsu Chin Leng-hui memiliki ilmu silat yang amat lihay, namun sulit juga baginya untuk menghadapi serangan angin dingin yang menusuk tulang itu, apalagi sejak pertarungan berlangsung, ia sudah menderita kerugian yang amat besar dalam tenaga dalamnya. Tak heran kalau ia menjadi terperanjat setelah merasakan datangnya angin dingin yang dilepaskan musuh, cepat-cepat dia menghimpun segenap tenaga dalamnya siap sedia melakukan serangan nekad untuk beradu jiwa.
Siapa tahu, baru saja dia menggerakan bahunya, Suma Thian yu telah membentak keras:
"Kan kun to coan (memutar balik jagad)!”
Mendengor itu Tay hoa kitsu tertegun, tak sempat berpikir panjang lagi dia membalikkan badan sambil memutar kepalan, ditengah jaian ia merubah gerakannya menjadi jurus Kan kun to coan
Kalau dibicarakan memang aneh sekali, begitu serangan tersebut dilancarkan, ternyata angin pukulan musuh yang menyergap tiba menyambar dari samping, sama sekali tidak menyebabkan cedera.
Sementara Chin Leng hui masih terkejut bercampur keheranan, si Setan muka hijau Siang Tham sudah membentak lagi:
"Jurus kedua!”
Baru saja seruan itu bergema, ditengah udara telah bergema lagi suara deruan tajam yang memekikkan telinga.
Chin Leng-hui terkesiap, sewaktu mendongakkan kepalanya, segulung angin puyuh seperti sebuah jaring yang terpentang lebar langsung mengurung ke atas batok kepalanya.
Waktu itu, Chin Leng hui sudah kehabisan tenaga dan lelah sekali, meski menyaksikan datangnya ancaman yang hebat, dia tak mampu berbuat apa-apa lagi, tanpa terasa sambil menarik napas dingin dia memejamkan mata siap menerima kematian.
Untung disaat yang paling kritis, mendadak Suma Thian yu berteriak lagi:
"Sian hong sau soat (angin puyuh menyapu salju), Kui seng ti to (bintang kejora menendang bintang)!" Kasihan Chin Leng hui, dia berubah seperti seorang boneka saja, tanpa berpikir panjang dia segera turun tangan melakukan apa yang didengarnya itu.
Mula-mula dia menggunakan jurus Sian hong sau soat untuk menampik lenyap hawa dingin musuh yang menyambar datang dari atas, menyusul kemudian tangan dan kakinya digunakan bersama menggunakan jurus Kai seng ti to untuk menyerang Si Setan muka hijau.
Untuk diceritakan kembali memang sangat panjang, tapi keadaan pada waktu itu berlangsung dalam sekejap mata, seakan-akan dua ge rakan digunakan bersama-sama.
Apa lagi Tay hoa kitsu sudah puluhan tahun lamanya mendalami ilmu Tay cing to liong ciang, dan dengan begitu diberi petunjuk, dia segera mempergunakannya dengan lancar.
Msmpipun si setan muka hijau Siang Thau-'Bk menyangka kalau beberapa patah kata oari uma Thiin yu itu dapat merubah Chin Lerg hui yarj berada diposisi kalah menjadi menang.
Seteleh menyadari kalau ujung kaki musuh telah berada didepan tenggorokannya, dia baru terperanjat dan buru-buru membalikkan tubuhnya untuk menghindarkan diri.
Pada saat yang bersamaan pula, Suma Thian yu melompat masuk pula ketengah arena, tidak terlalu kemuka tidak pula terlalu kebelakang, persis berada diantara Chin Leng hui dan Siang Tham berdua.
Sambil bergendong tangan dan tertawa, pemuda itu lantas berseru:
"Kalian berdua memang seimbang dan sebanding, sungguh hebat pertarungan kalian, benar-benar hebat sekali.
Sementara itu Setan muka hijau Siang Tham agak gelisah juga melihat Suma Thian yu tampilkan diri, tapi diluarnya dia tetap mempertahankan wajahnya yang menyeringai seram, serunya:
"Bocah keparat, kau berani mengacau pertarungan kami, apakah tanggung jawab ini hendak kau pikul seorang diri?" Suma Thian yu segera tertawa terbahak–bahak: "Haaaaah....haaaah....haaahh pertarungan ini bisa berkobar
gara-gara urusan kita berdua, sudah sepantasnya kalau persoalan inipun diselesaikan juga oleh kita berdua, bagaimanapun jua orang itu adalah tuan rumah yang memperingatkan kita, tentu saja tak bisa dikatakan dendam atau sakit hati. Wahai orang she Siang, jika kau ingin memperlihatkan kekuatanmu, perlihatkan saja kepada sauya, tak bakal sauyamu akan berkerut kening atau bersikap sungkan kepadamu!”
Dengan ucapan mana, sudah jelas anak tersebut sedang menantang untuk bertarung, Setan muka hijau yang berpengalaman tentu saja dapat mendengarnya.
Tapi dia memang seorang manusia yang licik dan banyak tipu muslihatnya, sebagai orang yang cerdas, ia tak ingin menerima tantangan dari seseorang yang berkepandaian silat jauh lebih tinggi darinya.
Kontan saja dia tertawa dingin, serunya:
"Saat sekarang bukan saat yang tepat untuk bertarung, apalagi toaya masih ada urusan lain, kita bersua lagi setengah bulan kemudian di telaga Tong ting oh!"
Selesi berkata, dia lantas memberi tanda kepada anak buahnya dan buru-buru melarikan diri.
Suma Thian yu sama sekali tidak menghalangi kepergian mereka, dia merasa sepantasnya untuk mengalah sedikit kepada pihak yang lebih lemah, apalagi musuh sudah berjanji akan bertemu lagi ditelaga Tong ting oh setengah bulan lagi, apakah dia bisa kabur ke langit?
Tapi setelah kepergian Setan muka hijau, dengan cepat dia teringat pula akan satu hal, diam-diam pikirnya kemudian dengan wajah tertegun.
"Mengapa Siang Tam menjanjikan pertemuan ditelaga Tong ting oh setengah bulan kemudian? Padahal, waktu itu adalah saat janjiku dengan dua bersaudara Thia, masa si setan muka hijau sudah tahu kalau aku hendak pergi kemana sekarang?" Sementara dia masih melamun, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara dari Chin Leng Hui.
"Sauhiap, banyak terima kasih untuk petunjukanmu, terimalah salam hormat dari lohu”
Ucapan mana telah memotong lamunan Suma thian yu, cepat dia berpaling kebelakang, kebetulan waktu itu Chin Leng hui sedang menjura dalam-dalam.
Sambil menjerit kaget Suma Thian yu menyingkir ke samping, kemudian sambil menggoyangkan tangannya berulang kali dia berseru:
"Suheng, jangan bersikap demikian, bisa membuat siaute merasa malu..."
“Suheng!" ketika dua patah kata itu meluncur masuk ke dalam telinga Chin Leng hui, dia merasa terperanjat sekali, dengan wajah terperanjat dan keheranan ditatapnya pemuda itu lekat-lekat, kemudian tanyanya:
"Mungkinkah Siauhiap telah salah melihat orang?" Sauma Thian yu tersenyum.
"Tak heran kalau suheng tak tahu, tolong tanya apa sebutan suheng terhadap Put Gho cu?”
“Dia adalah susiokku, apa maksud siauhiap menanyakan persoalan ini...?” sahut Chin Leng hui.
“Dia orang tua adalah guruku"
"Aaah, rupanya begitu." Chin Leng hui segera berseru tertahan, tidak heran kalau siauhiap bisa menyebutkan jurusjurus ampuh dari Tay cing to liong ciang."
Sesudah berhenti sejenak, dengan wajah berubah dia mengawasi Suma Thian yu beberapa kejap, lalu bertanya denpan nada tercangang:
"Maaf bila lohu akan mengajukan suatu pertanyaan yang tak layak kepadamu, selama ini suisiok tak pernah menerima murid, bahkan semenjak empat puluh tahun berselang sudah lenyap dari dunia persilatan bagaimana caranya sehingga siauhiap bisa berkenalan dengannya?”
Suma Thian yu tertawa. “Pertanyaan suheng memang benar, ia orang tua masih hidup di dunia ini."
Secara ringkas dia lantas menceritakan kisahnya sewaktu bertemu dengan Put Gho cu dan bagaimana diangkat menjadi murid.
Selesai mendengar penuturan tersebut, Tay hoa Kitsu tertawa panjang, kemudian sambii menggenggam tangan Suma Thian yu kuat kuat dan berseru hangat:
“Hiante, maafkan suheng yang berpandang cupat, harap kau jangan mentertawakan kebodohanku ini, tolong tanya siapa nama hiante?"
Suma Thian yu segera menyebutkan nama nya, sedangkan Chin Leng hui juga memperkenalkan diri, mereka berdua segera merasakan kecocokan satu dengan lainnya, kendati pun usianya terpaut jauh namun mereka merasa soal umur bukan suatu halangan.
Tay hoa Kitsu mempersilahkan Suma Thian yu mengunjungi kamar bacanya, kemudian memerintahkan orang menghidangkan sayur. Berdua berbincang dengan amat cocok, benar-benar suatu pertemuan yang sangat menggembirakan kedua belah pihak.
Sementara mereka berdua sedang terbincang-bincang, mendadak dari luar jendela berkumandang yang amat lirih, pertama-tama Suma Thian yu yang merasakan hal tersebut paling dulu, dia segera menyambar sebatang sumpit dan langsung diayunkan ke atas.
"Bajingan laknat, turun kau!" bentaknya keras-keras.
Sumpit itu meluncur ke udara dengan kecepatan tinggi dan langsung menembusi jendela, Suma Thian yu tidak tinggal diam, dia turut melejit pula dengan kecepatan tinesi, bahkan sama cepatnya dengan daya luncur sumpit itu.
Tay hoa Kitsu merasa sedikit agak lambat daripada Suma Thian yu, namun diapun tidak tinggal diam, bagaikan segulung hembusan angin tubuhnya meluncur keluar jendela.
Tapi setibanya diluar situ, Suma Thian yu segera berseru dengan keheranan: "Aneh, sudah jelas kudengar orang berjalan malam sedang lewat diatas atap rumah, mengapa tak nampak sesosok bayangan manusiapun? jangan-jangan aku telah salah dengar?”
Chin Leng hui hanya membungkam dalam seribu bahasa, padahal dia sama sekali tidak mendengar apa-apa, tentu saja sulit baginya untuk turut mengemukakan pendapat.
"Hiante!” ujarnya kemudian, "mungkinkah Siang tham si keparat itu masih belum puas dan dia balik lagi kemari?”
Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng.
“Ilmu meringankan tubuh yang di miliki oirang itu tidak sedemikian hebatnya, sudah pasti gembong iblis yang lebih lihay darinya yang telah datang berkunjung"
Ketika Tay hoa Kitsu Chin Leng hui mendengar ucapan tersebut, diam-diam ia menarik nafas dingin, kalau dilihat dari mimik wajah Suma Thian yu, jelas dia bukan berbohong tapi jejak musuh tak nampak, atas dasar apa ia berkata demikian?
Suma Thian yu mencoba untuk memeriksa sekejap sekeliling tempat itu, namun tak nampak hasilnya, sambil menggeleng katanya kemudian:
“Mungkin ada orang yang kebetulan melewati tempat ini, lebih baik kita kembali kekamar saja!"
Mereka berdua melayang masuk lagi kedalam kamar baca lewat jendela, meskipun Chin Leng hui merasakan hati tersebut penuh tanda tanya, tapi berhubung Suma Thian yu adalah seorang yang berjiwa lurus, ilmu silatnya tinggi dan tidak mirip manusia yang suka mengunggulkan diri maka peristiwa mana tak sampai menimbulkan kecurigaan Chin Leng hui.
Coba kalau berganti orang lain, dia pasti akan mengajukan setumpuk pertanyaan.
Sekembalinya dalam ruangan dan baru saja akan duduk, tiba-tiba Suma Thian yu menjerit kaget lagi, sembari menuding ke tiang dalam ruangan, serunya tertahan:
"Suheng, coba lihat, benda apakah itu?” Mengikui arah yang ditunjuk, Chin Leng hui berpaling, tapi diapun segera menjerit kaget:
"Aaaah..."
ooOoo 00o00
TERNYATA diatas tiang ruangan tertancap sebatang peluru perak, pada ujung senjata peluru itu terikat pita berwarna merah dan biru, sedang diujungnya menancap selembar kertas.
Sewaktu Tay hoa kitsu Chin Leng hui menjumpai senjata peluru perak itu, jantungnya terasa berdebar keras, paras mukanya berubah untuk sesaat dia hanya memandang benda itu dengan termangu, seakan akan lupa untuk mengambilnya.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu turut merasa tertegun, buru-buru dia melompat ke depan dan mencabutnya keluar, kemudian setelah melepaskan kertas itu dari ujung peluru perak dia serahkan kertas tadi ke tangan Chin Leng hui.
Tay hoa Kitsu hanya menyambut surat itu tanpa mencoba untuk memeriksanya, air mata justru meleleh membasahi wajahnya, setelah menghembuskan napas panjang, dia baru membuka kertas tersebut untuk diperiksa isinya.
Tingkah laku Chin Leng hui yang sangat aneh itu mengandung rasa tercengang bagi Suma Thian yu, tiada hentinya dia awasi perutahan mimik wajahnya itu.
Kasihan Tay hoa Kitsu, sambil memandang kedepan dengan termangu, air matanya jatuh bercucuran membasahi wajahnya, sementara tangannya yang menggenggam kertas itupun gemetar tiada hentinya.
Akhirnya dia membuka kertas itu dan membaca isinya, mendadak terdengar kakek itu mencaci maki dengan gusar:
“Perempuan rendah, perempuan terkutuk!”
Dengan gemas dia meremas kertas itu kemudian dibuang ke atas tanah, persis didepan kaki Suma Thian yu, oleh pemuda itu dipungutnya surat mana ialu dibaca isinya:
"Ayah, Mulai detik ini, hubungan kita sebagai anak dan ayah putus sampai disini, segala perbuatanku adalah tanggung jawabku sendiri, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan mu, bila kau berani mencampuri berarti kau ingin mengundang bencana kematian bagimu sendiri. Siang Tham pergi dengan membawa dendam, ia pasti akan mengundang gurunya untuk menuntut balas, dendam sudah berada di ambang pintu, lebih baik pindah saja untuk menyelamatkan diri.
Tertanda: Lan-eng"
Selagi membaca surat itu, dengan marah Suma Thian yu merobek surat itu sampai hancur kemudian makinya dengan gusar:
"Perempuan rendah yang lebih memalukan daripada binatang, selama aku suma Thian yu masih hidup didunia ini, tak akan kuampuni jiwamu dengan begitu saja!"
Baru selesai anak muda itu berkata, tiba-tiba dari atap rumah berkumandang suara tertawa licik yang amat sinis, suara tersebut kian lama kian bertambah jauh meninggalkan tempat itu.
Ketika Suma Thian yu memburu keluar, suasana telah menjadi hening dan di sekirar sana tak tampak sesosok manusia pun.
Dengan gemas dia lantas mendepak-depakkan kakinya diatas tanah sambil menyumpah:
“Perempuan rendah, bila aku tak dapat memenggal batok kepalamu, bagaimana mungkim aku bisa menghiburarwah paman Wan dialam baka!”
Mendadak terasa desingan angin berkumandang dari belakang, ternyata Tay hoa Kitsu sudah melompat naik keatas atap rumah, dibawah cahaya rembulan tamoak wajahnya yang penuh keriput itu sudah dinodai oleh air mata yang belum mengering.
Suma Thian yu mengerling sekejap ke arahnya, kemudian pelan-pean berkata:
“Dia telah pergi, pergi meninggalkan tempat ini!” “Yaa, selamanya tak akan kembali lagi, aaaai....." Tay hoa Kisu menghela napas sedih.
Setelah menghela napas panjang, dari matanya yang memerah, air mata kembali jatuh berlinang.
Selang berapa saat kemudian, dia baru berguman lagi: “Sia sia saja jerih payah lohu selama ini, aaai! Dengan susah payah kudidik, kupelihara dirinya, tapi dia tak tahu perasaan, tak ingat budi buat apa aku mesti tinggal disini terus! Buat apa aku mesti tetap hidup didunia yang penuh
kenangan ini....
Suma Thian yu hanya membungkam dalam seribu bahasa, untuk sesaat dia tak dapat menemukan perkataan yang cocok untuk menghi bur hatinya, perasaan semacam itu memang amat menyiksa batin, tapi adakah obat yang mujarab bisa menyembuhkan luka hati Chin Lenghui yang telah tercabikcabik haacur itu?
Dengan menahan siksaan dan penderitaan hidup, dia melanjutkan perjuangan hidupnya didunia ini, karena dia masih mempunyai ha rapan, harapan itulah yang merupakan tenaga dorong baginya untuk melanjutkan hidup.
Tapi, ketika harapannya telah pudar dan hancur tak berwujud, apa artinya lagi baginya untuk melanjutkan hidup?
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui hidup dalam harapan, ketika ia meninggalkan bukit Tay hoa san untuk terjun kembali kedalam dunia persilatan, apa yang menjadi tumpuan harapannya?
Tidak lain dia berharap bisa jumpa muka dengan purtinya.
Kini harapannya telah pudar, pukulan batin tersebut ibarat sebuah kapak besar yang membacok hatinya yang membuat dia akhirnya putus asa "
“Mari kita turun!" lama kemudian, Chin Leng hui baru berbisik pelan.
Pelan-pelan Suma Thian yu melompat turun kebawah, disusul oleh Chin Leng hui, kemudian mereka bersama-sama masuk kekamar baca.
Dengan tubuh lemas Tay hoa Kitsu berkata: "Aku lelah sekali, malam ini kau boleh beristirahat saja di tempat ini, maaf kalau suheng tak bisa menemani kau lebih jauh."
Seusai berkata dia lantas masuk ke ruang tidurnya.
Sepeninggal kakek itu, Suma Thian yu merasakan pikirannya sangat sukar untuk tidur, pikirannya seakan-akan terkalutkan terus oleh masalah Chin Lan eng.
Ditinjau dari isi surat serta pembicaraan antara Setan muka hijau dengan Tay h0a kitsu, dia telah memahami apa hubungan antara Chin Leng bui dengan Chin Leng eng, tibatiba dia merasakan timbulnya suatu perasaan gusar yang sangat aneh didalam hatinya.
Selang sesaat kemudian, dia mengambil pena dan meninggalkan beberapa pesan dimeja, kemudian segera berangkat meninggaikan tempat itu menuju kebalik kegelapan sana.
Dia tahu Chin Lin eng tak bakal pergi kelewat jauh, maka sepanjang jalan dia mengejar secara ketat, sama sekali tidak berhenti sejenakpun.
Angin malam berhembus sepoi membangkitkan kesegaran ditubuh orang, Suma Thian yu merasakan pikirannya menjadi jernih.
Sementara perjalanan masih dilangsungkan, mendadak terdengar suara bentakan nyaring berkumndang memecahkan keheningan:
"Berhenti!”
Dengan terkesiap Suma Thian yu menghentikan langkahnya, dia mengira Siau bu yong Chin Lan eng yang telah munculkan diri, buru-buru badan-nya berkelit empat langkah ke samping lalu mencabut pedangnya, sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Dari bilik kegelapan tiba-tiba muncu; sesosok bayangan manusia, dia adalah seorang perempuan.
Begitu mengetahui siapa yang muncul, Suma Thian yu segera menegur dengan dingin:
“Ooh, rupanya kau, ada urusan apa kau mencariku?" Rupanya yang munculkan diri adalah si bunga tho indah Ho Hong.
Terdengar dia tertawa, kemudian serunya:
"Oooh... masa begitu dingin sikapmu kepadaku, baru berjumpa sudah marah-marah, kesalahan apa sih yang telah kulakukan terhadap dirimu ?”
Sambil berkata, dengaa lemah gemulai dia berjalan menghampiri Suma Thian yu, kemudian katanya sambil tertawa genit.
"Kau ini memang galak sekali, bisanya cuma membentak orang, mengapa tidak segera kau simpan kembali pedangmu itu, siapa sih yang akan bertarung melawanmu?"
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu oleh perkataan tersebut, dengan amat rikuh dia kembali menyimpan pedangnya, lalu berktata pelan:
“Ditengah malam buta begini kau telah menghalangi jalan pergi sauya mu, sebenanarnya apa maksud dan tujuanmu?"
“Hmm, orang baik disangka jahat, kau memang manusia tak punya perasaan, lelahi bodoh lelaki tak punya otak, aku
toh bersikap baik sekali kepadamu, masa kau kasar kepadaku? Hmmm!"
“Kita tak pernah mempunyai hubungan apa-apa, dalam ha1 apakah Thian yu pernah berhutang budi kepadamu?"
Si bunga to indah Ho Hong segera melotot besar, serunya dengan amat gusar:
“Dimuka loteng Kun eng lo meninggalkan surat peringatan, dengan sumpit menghancurkan awan arak beracun, sekarang memberi petunjuk lagi padamu, apakah semuanya ini kurang?
Tergerak hati Suma Thian yu setelah mendengar ucapan tersebut, tanpa terasa dia memandang wajah Ho Hong beberapa kejap lagi, akan tetapi teringat kalau setiap orang yang berbuat tentu mempunyai suatu tujuan, maka dengan perasaan was was dia berkata:
"Apa sebenarnya maksud berbuat demikian?”
"Apakah setiap orang yang menolong mesti mempunyai sesuatu maksud tertentu?” "Soal itu mah harus ditentukan menurut jenis manusianya” sahut Suma Thian yu, “apalagl kau kini munculkan diri untuk memberi peringatan lagi kepadaku, coba katakan apa sebab nya?"
"Orang lain hendak memenggal batok kepalamu mengerti?
Terus terang kuberitahukan kepadamu, Siau hu yong Chin Lang eng telah mempersiapkan jaring langit untuk membekukmu dalam keadaan hidup dan mengirimmu kedalam kuil berminyak, dengan maksud baik ku peringatkan dirimu, siapa tahu sebagai penggantinya aku malah dituduh yang bukan-bukan, apakah hatimu memang terbuat dari baja?"
Suma Thian yu sama sekali tidak terpengaruh hatinya oleh ucapan mana, malah sebaliknya dia bertanya:
"Itu aneh namanya, bukan membantu orang sendiri mengapa kau malah membantu orang lain? Aku benar-benar tidak memahami maksud hatimu itu”
“Orang bodoh!" Si bunga tho indah Ho Hong mendamprat, "berbicara dengan manusia patung macam kau, benar-benar aku merasa sial delapan turunan, kau mau pergi bergegaslah pergi, akan kulihat kepalamu bergelinding diatas panggung pemenggalan kepala"
Melihat gadis itu marah, Suma Thian yu menjadi tak tega, buru-buru ia menjura seraya berkata:
"Terima kasih banyak atas peringatan itu, biar kesemuanya itu kuterima dalam hati, lain kali budi kebaikanmu itu pasti akan kubalas”
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan, dan terlalu dari tempat itu.
Melihat pemuda itu berlalu dengan begitu saja, saking gemasnya si bunga tho indah sampai menggertak giginya keras-keras, diam diam ia menyumpah:
“Setan alas, siapa yang kesudian dengan balas budimu?
Manusia patung, goblok, tak punya perasaan"
Kemudian sambil memandang bayangan punggung Suma Thian yu yang pergi jauh dia bergumam lagi: "Betul-betul orang itu tolol, aku tak percaya kalau kau tidak mengerti soal cinta, hmm!”
Perempuan memang makhluk yang aneh, terhadap orang yang dicintainya mereka selalu bersikap mengalah, sekalipun pihak lawan melakukan tindakan yang paling berdosa, mereka seakan-akan bisa memakluminya.
Sementara itu Suma Thian yu, telah meninggalkan si bunga tho indah Ho Hong dengan perasaan jauh lebih ringan, dengan mempercepat langkanya dia bergerak menyelusuri sebuah jalan kecil ditengah kedelapan.
Baru melewati sebuah tikungan, mendadak didepan jalan sana ditemukan sebuah obor yang ditancapkan ditengah jalan.
Melihat hal tersebut Suma Thian yu menjadi tertegun, lalu sambil menperlambat langkahnya dia berpikir:
"Mungkinkah apa yang dikatakan memang benar?"
Sementara dia masih berpikir, tiba-tiba berkumandang suara keleningan ditengah udara yang bergema memecahkan keheningan, menyusul kemudian sekilas cahaya perak berkelebat lewat secepat angin dan meluncur kedepan kaki Surra Thian yu.
Serta merta Suma Thian yu melompat mundur dua langkah, ketika ia melirik sekejap ketempatnya berdiri tadi, ternyata disitu menan cap sebatang anak panah bersuara.
Setelah menyaksikan panah bersuara itu, Suma Thian yu malah merasakan hatinya menjadi tenang kembali, dia segera berpikir:
"Apa yang di ucapkan si bunga tho indah ternyata sudah terwujud menjadi kenyataan. tampaknya perempuan rendah she Chin itu sedang menunggu disekitar tempat ini”
Tak lama setelah panah bersuara itu muncul tanpa menimbulkan sedikit suara pun dari sekeliling arena bermunculan kembali sepuluh orang perampok bertopeng yang segera mengurung pemuda itu rapat-rapat.
Begitu tahu siapa yang muncul, Suma Thian yu segera tertawa panjang, segera katanya: "Kalian ingin merampok aku, ataukah khusus untuk mencari gara-jaia dengan Suma Thian yu?”
Lelaki-lelaki bertopeng itu seakan-akan bisu semua, mereka hanya melototkan matanya yang buas tanpa mengucap seaarah kata.
Suma Thian yu bukan orang bodoh, dia segera menyadari akan sesuatu, cepat tanyanya:
"Mana pemimpin kalian? Mengapa tak kalian suruh dia muncul guna menjawab pertanyaanku?"
Baru selesai dia berkata, dari belakang tubuhnya telah berkumandang suara tertawa yang amat menygeramkan:
"Heeeh...heee...bocah keparat, toaya tahu kalau kau rudin tidak punya uang sepeser pun, oleh karena itu aku khusus datang untuk memenggal batok kepalamu ini!"
Suma Thian yu segera tertawa panjang, tanpa berpaling dia mengejek sinis:
"Berapa sih harga batok kepalaku ini?"
Baru selesai dia betkata, desingan angin tajam telah menyambar keatas kepalanya.
Suma Thian yu segera merendahkan sebagian tubuhnya, sewaktu berpaling kembali di hadapannya telah muncul seorang kakek.
Dengan seksama Suma Thian yu mengawasi orang itu, tampak orang tadi berpakaian ringkas warna hitam, tangannya membawa sebilah golok besar, usianya antara lima puluh tahun, berwajah kukoy, sekilas pandangan dapat diduga kalau dia adalah seorang sampah masyarakat.
Tiba-tiba terdengar kakek itu berkata dengan suara dingin: "Sudah lama kudengar orang bilang Kit hong kiam hoat
merupakan ilmu pedang yang sudah termashur dalam dunia persilatan, kebetulan lohu pun sudah lama ingin menjaja1 kelihayannya, malam ini aku meski mendemonstrasikan beberapa jurus lebih dulu sebelum dapat pergi dari sini"
“Hmm, aku pikir bukan hanya persoalan itu saja bukan?" Suma Thian yu balas mengejek dengan sinis, "mengapa kau tak menyuruh pe rempuan rendah she Chin itu untuk maju sekalian?”
Mendengar perkataan itu, paras muka kakek itu berubah hebat hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti wajahnya, dia segera membentak amat gusar:
"Tutup mulutmu bocah keparat, kalau tidak, lohu akan memotong lidahmu ”
Suma Thian yu sudah tahu kalau kakek yang berada dihadapannya merupakan manusia yang berhati keji, dan segera tertawa menghina:
“Hmm, asal kau sanggup memetik batok kepala sauya, lidahku boleh kau cabut setiap saat, buat apa mesti risau?”
Kalau tidak mendengar ucapan tersebut keadaan masih mendingan, begitu mendengar, amarah segera membara dalam benak kakek ini, sambil meraung gusar, goloknya langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu dengan jurus Hek ho to sim (harimau hitam mencuri hati).
Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, ketika ujung golok tersebut tinggal setengah depa dari tubuhnya, dia segera menggunakan ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat untuk berkelit.
Diantara kibaran ujung bajunya bayangan manusia tampak berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah lenyap dari hadapan kakek tersebut.
Sementara kakek itu masih terkejut bercampur tertegun, Suma Thian yu kembali berseru dari belakang tubuhnya:
"Diujung pedang sauya tak pernah membunuh manusia yang tak punya nama, cepat sebutkan namamu untuk menerima kematian!”
Kakek itu menarik napas dingin, sambil membalikkan tubuh dia lepaskan sebuah bacokan golok kearah pinggang Suma Thian yu dengan jurus Cian hee sau soat (menyapu salju dibawah atap).
"Dengan dasar apa kau ingin mengetahui namaku?” bentaknya sangar gusar. Kembali Suma Thian yu melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
“Kalau toh memang begitu, sauya segan untuk menemani kua lebih jauh...”
Kemudian dengan suatu gerakan yang ssngat manis dia mengundurkan diri kesamping tanpa menggubris kakek itu lagi, keadaan mana mirip sekali dengan kanak-kanak yang sedang bermain, sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap si kakek.
Dengan geramnya kakek itu menerjang kemuka, lalu membentak keras-keras:
"Bocah keparat, kau punya mata tak berbiji, sampai Yap Cu kim toaya dari Hun san pun tidak kenal, buat apa kau berkelana didalam dunia persilatan...?"
Goloknya segera diayunkan kebawah dengsn membawa deruan angin tajam, langsung membacok batok kepala Suma Thian yu.
“Hmm, aku masih mengira kau adalah seorang manusia berkepala tiga berlengan enam macam apa, rupanya hanya bajingan tua yang tak punya nama”
Sebelum habis ucapan tersebut diutarakan, bacokan golok lawan sudah diayunkan kebawah, dalam keadaan begini mau tak mau jago muda tersebut harus berkelit kesamping.
Ternyata kakek ini adalah seorang caycu dari bukit Hu san, seperti apa yang diduga Suma Thian yu, dia memang seorang manusia yang tak punya nama dalam dunia persilatan.
Setelah beberapa kali serangannya tidak mendatangkan hasil yang diinginkan, amarah Yap Cu kim semakin menjadi, sambil berkaok-kaok dia mengayunkan goloknya menciptakan selapis bayangan tajam yang menyelimuti angkasa, lalu mengurung seluruh badan Suma Thian yu.
Menghadapi kekalapan orang, Suma Thian yu masih tetap melayani dengan tangan kosong belaka, mengembangkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat nya dia mulai berkelabatr kesana kemari diantara kilauan cahaya golok, tubuhnya bergerak begitu indah tak kalah indahnya dengan kupu-kupu yang berterbangan diantara aneka bunga.
Kasihan Yap Cu kim, seperti mengambil rembulan dari air, setiap kali ayunan goloknya hampir mengena ditubuh sasarannya, tahu-tahu bayangan lawan lenyap tak berbekas.
Seperti hendak menangkap kelinci yang licik atau menangkap ikan leihi yang lincah, sekalipun Yap Cu kim telah membuang segenap tenaga dan pikirannya, namun usahanya tetap sia sia belaka.
Tidak selang berapa saat kemudian, napas Yap Cu kim sudah ngos ngosan seperti napas kerbau, peluh dingin bercucuran deras, wajahnya pucat dan ia betul-betul lemas sekali.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini kontan saja tertawa terbahak-bahak.
“Haaah...haah...haah...orang she Yap, lebih baik pulang saja ke sarangmu dan tidak usah muncul-muncul lagi ke sini, manusia semacam kau itu, meskipun kau sudah belajar sepuluh tahun lagi juga tak usah berharap bisa menjawil seujung baju sauyamu"
Orang persilatan kebanyakan lebih mengutamakan soal harga diri dari pada soal lain, kini Yap Cu kim disindir dan dihina didepan puluhan oring anak buahnya, bagaimana mungkin dia bisa menahan diri? Saking gusarnya semua rambutnya pada berdiri kaku, diiringi bentakan nyaring, tubuh berikut goloknya langsung menerjang kemuka seperti orang kalap, goloknya juga dibacokan secara membabi buta.
Teriaknya sambil menggigit bibir kencang-kencang: “Bocah keparat, lohu akan beradu jiwa denganmu!" Suma Thian yu tertawa seram:
"Heehh...heehh...heehh... siapa sih yang kesudian beradu jiwa denganmu? Kau masih belum pantas untuk mengajakku berbuat demikian!”
Sambil berkata sekali lagi dia berpekik nyaring, ditengah pekikan tubuhnya berkelebatan secepat kilat menerobos lewat dari bawah ketiak Yap Cu kim. Mendadak terdengar Yap Cu kim mendengus, tubuhnya roboh seperti batang pohon yang tumbang ke tanah, tanpa sempat bersuara lagi dia roboh terkapar ditanah.
Begitu Yan Cu kim roboh, kawanan perampok bertopeng yang berada disekitar tempat itu menjadi panik, masingmasing mundur beberapa langkah kebelakang.
Dua puluh sinar mata ketakutan bersama-sama dialihkan kewajah Suma Thian yu dan mengawasi gerak gerik pemuda itu tanpa berkedip.
Dengan tajam Suma Thian yu memandang sekejap keseluruh arena, kemudian tegurnya:
“Cepat gotong dia pergi!”'
Baru selesai ucapan ilu diutarakan, mendadak suara tertawa merdu berkumandang dari dalam hutan dan memancar masuk kedalam telinga Suma Thian yu:
"Tak usah, terima kasih banyak, nyonya mudamu bisa menyelesaikan sendiri persoalan tersebut!"
Suma Thian yu tertegun, baru saja dia akan berpaling, mendadak matanya terasa silau, ketika diamati kembali, dihadapannya telah muncul seorang wanita yang cantik jelita.
Belum pernah Suma Thian yu bertemu dengan perempuan semacam itu, tapi dalam hatinya ia punya perhitungan sendiri, dia tahu kalau orang baru saja munculkan diri ini adalah perempuan paling jahat dalam dunia persilatan Siau bu yong (Bunga bu-yong cantik) Chin Lan eng adanya.
Apa yang diduga Suma Thian yu memang benar, orang yang baru saja munculkan diri itu adalah perempuan paling cabul di dunia Chin Lan eng.
Sementara itu dengan sorot mata yang jeli dia sedang menatap wajah Suma Thian yu, setelah diamati lama sekali, ia baru menegur:
“Tadi kau yang bernama Suma Thian yu?" "Ya, sauya orangnya" jawab pemuda itu. “Kau yang membunuh orang ini?" “Dia tidak kubunuh, tapi suruh dia berisitrahat dahulu, kalau tidak, dia bisa mampus Karena kehabisan tenaga, bila sampai begitu kaulah yang bakal kerepotan”
Chin Lan eng segera menggigit bibirnya, sambil memutar biji matanya, kemudian kembali dia berkata:
“Betul, termasuk mayatmu nanti, aku memang bakal dibikin kerepotan sekali"
Ucapan yang tiada ujung pangkalnya tersebut disambut tertawa oleh Suma Thian yu, setelah itu diliriknya Chin Lan eng sekejap denGan Pandangan sinis dan menghina, lalu kataNya lagi:
“Jika harus ditambah denGan kau, mungkin tiada orang yang akan mengurusi jenasah”
"Bocah keparat tajam amat lidahmu, nyonya muda datang kemari bukan untnk mencabut nyawamu, melainkan ingin mengundangmu untuk iurut serta dalam gerakan kami dan bersama-sama mencari kekayaan dan kegembiraan hidup.
“Oooh rupanya begitu, kalau begitu bicarakan saja setelah siauya mati nanti, sekarang masih kelewat pagi untuk dibicarakan”
"Asal kau menyanggupi, selain nyawamu selamat, kaupun dapat hidup gembira, coba bayangkan saja, sekali tepuk dua lalat, apa kau tak ingin? Pikirkan tiga kali sebelum diputuskan.
Suma Thian yu tertawa panjang. "Haaah...haahh...haahh...nyawa sauya tak usah pakai
jaminan, lagipula kau juga belum tentu bisa melindunginya. Tak usah banyak berbicara lagi, kalau ingin mengambil batok kepalaku, silahkan saja mencabut pedang mu dengan segera!"
Paras muka Chin Lan eng segera berubah menjadi serius sekali, bentaknya kemudian:
Kau benar-benar seorang marusia yang tak tahu diri, dengan kepandaian kucing kaki tiga yang kau miliki sekarang sudah pingin melayani nyonya mudamu? Terus terang kuberitahukan kepadamu, Wan Liang adalah contoh terbaik untukmu, kau merasa mampu untuk mengungguli dia?
Kembali Suma Thian yu mendengus sinis. "Soal ini kaupun tak usah kuatir, sauya percaya masih sanggup untuk menangkan perempuan rendah macam kau, soal yang lain, ter paksa aku harus maju selangkah demi selangkah"
Chin Lan eng menggertak gigi keras-keras untuk menahan rasa gusarna yang tak alang kepalang, mukanya dingin seperti es, katanya dengan menahan geram:
“Bocah keparat, nyonya muda akan memenuhi harapanmn itu!"
Selesai berkata, dia lantas mengayunkan tangannya, segera tampak angin puyuh menderu-deru dan langsung menyambar ke tubuh pendekar muda tersebut.
Jangan dilihat ayunan tersebut sangat ringan, sesungguhnya kekuatan yang disertakan hebat sekali, belam lagi serangannya tiba, Suma Thian yu telah merasakan datangnya hawa panas yang menghantam tubuhnya, sakit sekali terasa di badan.
Suma Thian yu tak berani berayal, buru-buru dia berkelit kesamping sambil membentak keras:
"Perempuan rendah, malam ini sauya akan merenggut selembar nyawamu..."
Mendadak dia mencabut pedangnya, kemudian terdengar suara gemerincingan nyaring, cahaya biru berkilauan di angkasa, rupanya ia loloskan pedang Kit hong kiam.
Chin lan eng merasakan hatinya tertegun setelah menyaksikan Suma Thian yu meloloskan pedangnya, bayangan tubuh dari Kit hong kiam kek Wan Liang segera muncul kembali didepan mata.
Tiba-tiba hawa amarah menggelora di dalam dada Chin Lan eng, dia seakan-akan telah menganggap Suma Thianyu sebagai Wan liang, tiba-tiba saja pedang Ching kong kiam dicabut ke luar.
Begitu senjata telah berada ditangan, tanpa berpikir
panjang lagi dia menusuk tenggorokan Suma Thian yu dengan jurus Liong yu su hay (naga sakti di empat samudra). “Membiarkan kau tinggal didunia hanya akan menimbulkan bibit bencana saja, lebih baik kau mampus saja!" bentaknya keras-keras.
Begitu tahu kalau perempuan itu menyerang dengan ilmu pedang aliran Bu tong pay, Suma Thian yu terkesiap, orang bilang: Seorang jagoan berisi atau tidak, akan diketahui dalam sekilas pandangan. Kenyataannya Chin Lan eng bisa mencabut pedang dan menyerang dengan kecepatan luar biasa.
Sayang sekali musuh yang dihadapinya sekarang tak lain adalah Suma Thian yu yang berilmu silat sangat tinggi.
Terdengar Suma Thian yu tertawa ringan kemudian ujarnya:
"Suatu permainan pedang yang bagus, sayang sekali kau telah salah sasaran"
Ujung pedangnya segera dicukil keatas menyusul gerakan mendatar kemuka, dengan satu jurus dua gerakan yang merupakan jurus ampuh dan ilmu pedang Kit hong kiam hoat, di babat pertahanan musuh.
Semua orang hanya merasakan cahaya biru amat menyilaukan mata, tahu-tahu dia sudah mengancam jalan darah Cian keng hiat diatas bahu Chin Lan eng.
Kalau Chin Lan eng bergerak cepat maka dia bergerak lebih cepat lagi, bila Chin Lai eng ganas, dia lebih ganas lagi, pada hakekatnya kawanan perampok berkerudung yang menonton jalannya pertarungan dari sekitar arena tak dapat melihat dengan jelas bagaimana kedua orang itu bergebrak dan beberapa jurus sudah lewat.
Suma Thian yu membenci atas kesadisan dan kekejaman Chin Lang eng terutama kecabulan serta kebejatan moralnya, oleh sebab itu begitu turun tangan dia telah mempegunakan ilmu pedang Kit hong kiam hoat ajaran paman Wan nya, sudah jelas dia bermaksud untuk membangkitkan amarah lawan.
Benar juga, paras muka Chin Lan eng segera berubah hebat, buru buru dia mengembangkan permainan jurus pedang Tay cing kiam hoat aliran Bu tong pay untuk menyongsong datangnya ancaman lawan.
Selama itu partai Bu tong termasyur dalam dunia persilatan karena pedangnya Tay cing kiam hoat pun termasuk ilmu simpanan dari perguruan terebut, bisa diketahui betapa sempurna dan hebatnya jurus jurus serangan itu.
Sejak kecil, dibawah bimbingan ayahnya, Tay hoa kitsu
Chin Leng hui yang teliti dan seksama, boleh dibilang Chin Lan eng telah memperoleh inti sari dari ilmu pedang tersebut apa lagi setelah mendapat petunjuk dari seorang gembong iblis, ilmu silatnya telah memperoleh ilmu pelajaran yang amat pesat.
Walaupun mempergunakan serangkaian ilmu pedang yang sama, namur dalam permainan-nya jauh lebih tangguh daripada permaiman ayahnya sendiri....
Sayang sekali perempuan ini berjiwa bejad dan bermoral jelek, coba kalau tidak, Bu Tong pey bisa memiliki seorang jago perempuan yang begini tangguh, pada hakekatnya merupakan suatu kelebihan yang boleh dibanggakan.
Begitulah, pertarungan berlangsung selama seperminum
teh lamanya, makin bertarung Chin Lang eng merasa semakin terkejut, mimpipun dia tak menyangka kalau pemuda lemah lembut dan masih berbau tetek ini sesungguhnya sudah msncapai ke tingkatan yang begitu lihay.
Tapi yang paling membuatnya terkejut bercampur keheranan adalah kemampuan ilmu silatnya yang jauh berlipat-lipat kali 1ebih hebat bila dibandingkan deagan keampuhan Kit hong kiam kek Wan Liang dimasa lampau.
Padahal, dia mana mengerti kalau berbicara soal tingkat kedudukan maka Suma Thian yu masih terhitung susioknya, sudah barang tentu dengan bekal ilmu silat aliran Bu tong pay yang benar-benar dikuasai olehnya itu, pertarungannya melawan Chin Lan eng pada hakekatnya seperti bermain dengan kanak-kanak saja.
Bayangkan saja, belum lagi perempuan tersebut melancarkan serangannya, pihak lawan sudah memahami jurus serangan apakah yang bakal dipergunakan, kalau sampai begini keadaannya, maka perta-rungan apa lagi yang harus diselenggarakan?
Pepatah kuno bilang: Tahu diri tahu lawan setiap pertarungan pasti menang.
Sekarang Suma Thian yu sudah menguasai penuh jurusjurus serangan lawannya, apalagi yang perlu dia kuatirkan lagi?"
Oleh karena itu dia bertarung dengan amat santainya, setiap jurus dibalas dengan jurus, setiap gerakan dihadapi dengan gerakan, pada hakekatnya dia tak perlu berpikir lagi dengan otaknya.
Atau bila menggunakan kata-kata yeng lebih latah lagi, bahkan Suma Thian yu bisa menyebutkan nama-nama setiap jurus serangan yang dipergunakan perempuan itu.
Sampai pada akhirnya, ketika Chin Lan eng benar-benar sudah tak sanggup menahan diri, Suma Thian yu baru berubah pikiran, dengan kening berkerut umpatnya sembari melancarkan serangan balasan:
"Perempnsn rendah, hatimu kejam seperti ular beracun, justru karena kesadisanmu maka Wan Liang mati penasaran, hari ini sauya aksn membalaskan dendam baginya, aku hendak membuat malu dirimu agar rasa marahku bisa terlampiaskan, hati-hati! Aku akan mencomot rambutmu!"
Sambil berkata, tak tampak gerakan apa yung dipergunakan olehnya, tahu-tahu cahaya biru berkelebat di susul menyambarnya bayangan manusia, tahu-tahu Suma Thian yu sudah berdiri di belakang Chin Lan eng sambil tertawa terbahak-bahak, sambil menggenggam segumpal rambut ditangan kirinya, serunya:
"Perempuan rendah,inilah pembalasan bagi usahamu untuk membunuh Wan Liang..... hati-hati! Sekarang aku hendak memotong telinga mu yang sebelah kiri!”
Mendadak bayangan tubuh Suma thian yu lenyap tak berbekas, di susul kemudian berkumandangnya suara jeritan kesakitan dari tengah arena. Chin Lan eng dengan memegangi telinga sebelah kirinya dengan tangan kiri, mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, darah kental tampak meleleh keluar melalui sela-sela jari tangannya.
Sementara ditangan Suma Tbian yu telah bertambah dengan sepotong telinga yang penuh berpelopotan darah, katanya sambil tertawa:
"Perempuan rendah, inilah hukuman bagi penghiatanmu terhadap ayah kandungmu sendiri!"
Sambil berkata, dengan sepasang mata yang mencorongkan sinar tajam, dia mengawasi Chin Lan eng tanpa berkedip, kemudian sambil tertawa dingin serunya:
“Perhatikan baik-baik! Kali ini, aku he dak menebas hidungmu!"
Sembari berkata dia menerjang maju sambil memutar pedangnya, sekali lagi dia menusuk kearah tubuh Chin Lan eng.
Sungguh menggelikan sekali, Chin Lan eng yang dihair-hari biasa selalu angkuh dan tinggi hati, sekarang berubah bagaikan seekor domba yang menunggu untuk dijagal, dia sudah kehilangan sama sekali kemampuannya untuk memberi perlawanan.
Menyaksikan kesemuanya itu, hancur leburlah perasaan hatinya, sambil memutur pedangnya menciptakan serentetan pedang berwarna hijau, dia sambut datangnyu ancaman tersebut, ia bersiap sedia untuk menebus aib yang di terimanya itu dengan kematian.
Tampaknya ujung pedang Suma Thian yu sudah hampir mengenai ujung hidung Chin Lan eng.
Mendadak....
"Tunggu sebentar!" suatu bentakan keras berkumandang memecahkan keheningan.
Suara bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, amat memekikkan telinga. Dengan perasaan terkesiap Suma thian yu segera melompat mundur selangkah sambil menarik kembali serangannya.
Sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat segera melayang turun ke tengah arena.
Begitu mengetahui siapa yang datang, amarah Suma Thian yu segera berkobar kembali, darah yang mengalir dalam tubuhnya serasa mendidih, serunya dengan penuh kegusaran:
”Ooooh, rupanya kau! Inilah yang dinamakan: Dicari sampai sepatu jebol tidak ketemu, akhirnya dijumpai tanpa membuang tenaga, Hadiah pukulan darimu tempo hari, sampai sekarang sauya masih belum melupakannya...!"
Siapa yang telah munculkan diri ?
Ternyata dia bukan lain adalah gembong iblis yang bernama besar dalam kalangan Liok lim, Hek bong hon (Harimau angin hitam) Lim Kong adanya, tidak heran kalau Suma Thian yu menjadi naik pitam.
Sebaliknya si Harimau angin hitam Lim Kong yang menjumpai Suma Tian yu munculkan diri dihapannya, tanpa terasa dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
Kemudian sambil memicingkan sepasang mata sehingga berubah menjadi satu garis, serunya sambil tertawa dingin: "Bocah cilik, jadi kau belum mati tenggelam? Heeehhh... heeebh . .. toaya mengira kau sudah menjadi isi perut ikan
dalam dasar sungai !"
Ucapan yang sinis dan menghina itu pada hakekatnya seperti tak memandang sebelah mata pun terhadap anak muda tersebut.
Suma Thian yu semakin naik pitam, dia menggertarkan pedangnya siap ditusukkan ke depan, tapi ingatan lain segera melintas, untuk menghadapi manusia licik seperti ini, dia tak ingin bertindak secara gegabah, sebab kejadian tempo hari merupakan pelajaran pahit baginya, dia tak ingin membuat kesalahan lagi. Berpikir demikian, buru-buru dia menekan hawa amarah yang membara didalam dadanya, sambil menurunkan kembali pedangnya di berkata:
"Orang she Lim, tampaknya malaikat elmaut lah yang menghantar kau kemari, lebih baik gorok saja lehermu sendiri, daripada sauya mesti repot-repot turun tangan, kalau tidak... hmm! Perempuan rendah itu merupakan contoh yang paling baik!"
Harimau angin hitam Lim Koag tertawa seram dengan kerasnya.
“Heeeh...heeeh...bocah keparat, anggap saja tempo hari
kau bernasib baik, tapi kali ini, jsngan harap kau bisa lolos lagi dalam keadaan selamat, kalau ingin mengumpat, umpatlah sampai puas, kalau tidak, kau tak akan memperopeh kesempatan lagi untuk bersuara...!”
Sembari berkata, pelan-pelan dia berjalan menghampiri Suma Thian yu, sorot matanya memancarkan sinar kelicikan dan kebuasan, sehingga membunt siapa pun akan bergidik bila melihatnya.
Sekuat tenaga Suma Thian yu mencoba untuk menekan hawa amarah yang berkobar didalam dadanya dan mengulumkan sekulum senyuman diujung bibirnya, dia menatap wajah sihanmru angin hitam itu tanpa berkedip, menanti pihak musuh sudah berada lima langkah deri hadapannya, dia baru berkata:
Cabut keluar senjatamu? Apakah kau ingin menyerah saja uutuk menerima kematian?”
Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram:
“Heeehh...heeeh...heeehh...untuk menghadapi seorang bocah keparat macam kau, tidak perlu bagiku untuk mencabut keluar senjatja tajamku, dengan tangan kosongpun loaya masih tetap mampu untuk mengirimmu pulang kelangit!"
Mendengar perkataan mana, Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya dsn berpekik nyaring, pedangnya disarungkan kembali, dengan sorot mata berkilat dia tertawa hambar. "Baiklah" katanya kemudian, "akan sauya layani dirimu itu dengan tangan kosong belaka!”
Selesai berkata, dia lantas menggulung ujung bajunya sehingga kelihatan lengannya yang putih dan berotot, sikapnya amat santai dan berdiri seenaknya sendiri, seakanakan dia tak memandang sebelah matapun terhadap lawannya ini.
Sikap acuh seperti ini biasanya hanya bisa membangkitkan amarah bagi pemuda yang baru terjun kedalam dunia persilatan dan bersifat berangasan, terhadap harimau angin hitam Lim Kong yang kenamaan, apa lagi sebagai seorang perampok ulung, tentu saja hal mana tak akan menimbulkan reaksi apapun.
Sebagai murid pertama dari si Mayat hidup Ciu Jit hwee, kesempurnaan ilmu silat maupuun tenaga dalam yang dimiliki Lim Kong tentu saja sudah luar biasa sekali, dalam menghadapi musuhnya, dia sama sekali tidak terpengaruh oleh ejekan, cemoohan maupun umpatan lawan.
Suma Thian yu yang cerdik tentu saja dapat memahami akan hal ini, tapi kalau dia tidak berbuat demikian, maka rasa gusar dan mendongkol yang mencekam perasaannya semakin menghimpit dadanya, dia hendak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melampiaskan rasa mangkelnya itu keluar.
Sekali lagi Lim Kong maju selangkah kedepan, tiba-tiba lengan kirinya berputar kencang dengan jurus Tot mang jut tong (ular be racun keluar gua), kemudian dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat menyodok ke dada pemuda itu.
Dengan cekatan Suma Thian yu menekuk pinggangnya kesamping, dengan pandangan yang tajam dia mengawasi datangnya lawan itu tanpa gugup.
Siapa tahu ketika kepalan tersebut sampai ditengah jalan, mendadak Lim Kong berubah jurus, lalu bentaknya keraskeras:
“Roboh kau...!”
Telapak tangan kirinya membentuk gerakan busur ditengah udara lalu dibacokkan ke bawah, seperti guntur menghajar tambur, dia menghantam tulang leng kay kut pada ubun-ubun Suma Thian yu.
Memghadapi ancaman maut itu, Suma Thian yu sama
sekali tidak gugup, dengau menghimpun tenaga dalamnya dia tangkis datangnya ancaman mana sambil menyahut:
""Belum tentu!"
Telapak tangan kirinya diangkat keatas untuk melakukan tangkisan, sementara telapak tangan kanannya bagaikan sebilah pisau langsung menebas kedepan dengan kecepatan luar biasa.
“Sreeet...!" desingan angin tajam membelah angkasa, hampir saja bacokan itu menyentuh pakaian didepan dada Lim Kong.
Untung si Harimau angin hitam Lim Kong bukan manusia sembarangan, begitu dilihatnya angin pukulan lawan hampir menyentuh tubuhnya, mendadak ia berputar setengah lingkaran kaki kanannya melepaskan tendangan dengan jurus Kui seng ti to (binatang kejora menantang bintang) langsung menyodok ketubuh anak muda tersebut.
Mereka berdua sama-sama merupakan jagoan kelas satu didalam dunia persilatan dewasa ini, dalam waktu singkat bayangan kepala dan angin tendangan menyelimuti seluruh angkasa
Dalam pertarungan yang amat seru itu hanya nampak dua sosok bayangan manusia yang bergabung menjadi satu hingga untuk sesaat sukar untuk membedakan mana Lim Kong dan mana Suma Thian yu.
Dalam pada itu, Siau hu yong (Hu yong indah) Chin Lan eng yang terluka dan berdiri disisi arena, hatinya merasa remuk rendam karena amat sedih, apalagi setelah teringat
bahwa rambutnya putus separuh, telinga kirinya terpapas dan wajahnya menjadi jelek, hatinya sakit bagaikan diiris-iris, saking sedihnya ingin sekali dia mati seketika.
Manusia memang makhluk yang suka akan keindahan, apalagi dia adalah seorang perempuan cantik. Buat Siau hu yong Chin Lan eng, dia lebih suka tewas diujung pedang lawan daripada kehilangan panca inderanya, bayangkan saja bila seorang perempuan yang cantik jelita, kini berubah menjadi perempuan yang kehilangan telinga sebelah, penderitaan dan aib yang dialaminya itu mana mungkin bisa ditahan dengan begitu saja?
Luka ditelinga kirinya telah dibubuhi obat dan kini darah sudah tidak mengucur lagi, namun sepasang mata Chin Lan eng telah berubah menjadi mengerikan sekali, kekejaman dan kesediaannya tercermin jelas diatas wajahnya, dia mengawasi terus wajah Suma Thian yu tanpa berkedip.
Sementara pertempuran sengit ditengah arena masih berlangsung dengan hebatnya, diam-diam Chin Lan eng merogoh kedalam sakunya mengambil sesuatu dengan cepat dipersiapkan dalam genggaman.
Pada ssat itulah, mendadak dari tengah arena berkumandang dua kali bentakan nyaring, bayangan manusia nampak saling berpisah.
Lim Kong muadur sejauh dua langkah kebelakang, begitu sepasang kakinya menempel permukaan tanah, ia segera melejit kembali ke tengah udara, kemudian bagaikan burung elang yang menembusi langit ia meluncur tinggi ke udara.
Lompatannya ini paling tidak mencapai ketinggian lima kaki lebih, sewakiu Suma Thian yu mengalihkan pandangannya ke depan, ia segera menjadi terkesiap.
Buru-buru hawa murni ysug berada dalam tangan disalurkan ke dalam sepasang telapak tangannya, dia bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Sejenak kemudian.
Harimau angin hitam Lim Kong membentak nyaring, tubuhnya berputar dengan kepala di bawah kaki diatas, sepasang lengannya mendadak direntangkan kesamping.
Awan gelap yang amat tebal diiringi udara yang dingin merasuk tulang segera menyelimuti angkasa, bagaikan angin puyuh yang muncul dari langit, diiringi suara geledek yarg memekikkan telinga langsung menghantam batok kepala Suma Thian yu dengan dahsyat.
Inilah ilmu pukulan Hu si im hong ciang (pukulan angin dingin mayat membusuk) yang amat termashur dalam dunia persilatan.
Suma Thian yu merasakan hatinya bergidik, diiringi bentakan nyaring, dengan, menghimpun tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian kedalam sepasang lengan, dia sambut datangnya ancaman tersebut.
Siapa tahu, disaat dia sedang memusatkan seluruh perhatiannya untuk menghadapi harimau angin hitam Lim Kong, mendadak terdengar suara bentakan nyaring bergema memecahkan keheningan, angin puyuh menderu-deru, lalu terlihat tua titik cahaya bintang yang berkilauan dengan membentuk posisi segitiga langsung menyambar ke arah pinggangnya.
Suma Thian yu merasa amat terkejut, segulung hawa dingin segera muncul dari punggungnya dan menembus sampai keatas, rupanya serangan angin pukulan hawa dingin mayat busuk dari Harimau angin hitam Lim Kong sudah
menyambar datang seperti ombak dahsyat, yang menghantam tepian pesisir...
Dengan begitu, Suma Thian yu menjadi terjepit dipesisi yang tidak menguntungkan, dia harus mengbadipi dua musuh sekaligus dua dipaksa berada dalam keadaan bagaikan menunggang dipunggung harimau.
Untuk menghindari pukulan telapak tangan saja sudah payahnya setengah mati, ditambah, lagi harus menghadapi serangan senjata rahasia, keadaannya menjadi bertambah kritis.
Dalam keadaan terancam, tiba-tiba muncul sebuah akal cerdik dalam benaknya, dengan cepat ia menjatuhkan diri kebelakang dan mengelinding kesamping dengan gerakan Lan jui ta kun (keledai malas berguling guling).... Seketika itu juga terdengar suara benturan keras menggelegar di angkasa, angin pukulan dari Lim Kong sudah menghajar secara telak diatas permukaan tanah.
00o00
Tapi, pada saat inilah mendadak Suma thian yu merasakan sisi lambungnya seperti terpagut oleh sengatan lebah beracun, kakinya sakit bukan kepalang, sadarlah pemuda ini bahwa dia telah kerkena senjata rahasia.
Suma hian yu cukup mengetahu bahwa Siau hu yang Chin lan eng adalah seorang perempuan kejam yang berhati buas, senjata rahasia yang dipergunakan juga pasti dibubuhi racun yang jahat.
Dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalam nya untuk melindungi jalan darah, kemudian sambil melompat mundur serunya:
“Sakit hati ini pasti kubalas, ingat saja budak rendah, Suma thian yu pasti akan menguliti tubuhmu hidup-hidup!”
Seraya berkata, seperti segulung angin puyuh saja, ia segera berlalu dari situ.
Tentu saja si harimau angin hitam Lim Kong tak akan melepaskan Suma thian yu dengan begitu saja, dia menggerakkan tubuhnya, lalu bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya melakukan pengejaran dari belakang.
Mewndadak terdengarSiau hu yong Chin Lan eng membentak sambil terawa:
“Lim toako, bajingan yang rudin tak usah dikejar anjing budukan tak perlu diusir, biar kan saja dia pergi!”
Harimau angin hitam Lim Kong segera menghentikan gerakan tubuhnya, kemudian bertanya dengan wajah tercengang:
“Apakah hal ini tidak terlalu keenakan buat keparat itu? Siau hujin, gara-gara kewelasan hatimu saat ini, bisa jadi dikemudian hari akan memancing datangnya banyak bibit bencana buat kita semua!” Chin Lan eng tertawa terkekeh-kekeh dengan liciknya:
“Heeeh...heeeh...heeeh...Lim toako, kau terlalu memikirkan hal yang bukan-bukan, bila keparat itu bisa hidup melewati fajar nanti, hal mana sudah merupakan kemujuran baginya"
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh:
"Seandainya senjata rahasia ku tidak berhasil melukainya, menang kalah masih sukar di tentukan, selain daripada itu, bagaimana mungkin aku dapat melampiaskan rasa malu dan kerugian yang kualami malam ini?"
Mendengar ucapan tersebut, Harimau angin hitam Lim Kong lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haahh...haah...haahh...sudah lama aku dengar akan kelihayan jarum beracun Hok teng ang tok ciam milik Siau hujin, konon begitu mengenai orangnya lantas keracunan hebat dan modar, rupanya raja akhirat sudah mulai menggapaikan tangan kearahnya?”
Siau hu yong Chin Lao eng segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya:
“Senjata rahasia yang berhasil bersarang ditubuh bocah keparat itu sama sekali tidak di beri Hok leng ang melainkan cuma selaksa racun yang umum!”
"Heeeh...heeeh...heeeh, sekalipun begitu, aku rasa hal inipun sudah cukup membuat bocah keparat tersebut untuk terbang kembali keneraka"
Beracara sampai disitu, kembali Lim Kong tertawa terbahak bahak dengan seramnya.
ooOoo
SUMA THIAN YU SADAR, kalau dia sudah keracunan, maka sambil berlari kencang meninggalkan tempat ini, dia mencabut keluar jarum yang lembut bagaikan rambut itu, lalu menggenggam mulut lukanya dengan tangan kiri agar darah jangan sampai mengalir ke luar terus. Setelah melakui perjalanan yang cukup jauh mendadak ia merasa luka pada lambungnya sudah tidak terasa sakit lagi, dia pun mencari sebuah batu untuk duduk dan beristirahat.
Ketika pakaiannya di lepas dan mulut luka nya diperiksa, maka segera dijumpainya selain titik merah kecil seperti bekas tertusuk jarum yang masih tersisa diatas lambungnya itu, dia sama sekali tak merasakan sesuatu gejala yang aneh, pelanpelan hatinya pun mulai merasa amat lega dan tentram.
Akan tetapi sewaktu dia mengangkat tangan kirinya, tibatiba saja dijumpai segumpal darah kental menempel diatas telapak tangan kirinya itu, ketika diendus segera tercium bau busuk yang amat menusuk hidung, busuknya bukan main.
Dengan cepat Suma Thian yu menjadi sadar kembali apa gerangan yang telah terjadi, tanpa tersa serunya:
“Ooohh... rupanya aku telah ditolong oleh telapak tangan kiriku ini. Chin Lan eng, hai Cbin Lan eng... kau gagal untuk mencelakai diriku.
Dengan cepat dia melompat bangun dan balik kembali ketempat semula, ia bermaksud untuK mencari Chin Lan eng dan membuat perhitungan dengannya....
Sebagaimana diketahui, telapak tangan kiri Suma Thian yu ini tidak mempan terhadap berbagai macam racun, ketika perutnya terluka tadi, dia telah memegang mulut lukanya dengan telapak tangan kirinya, rupanya disaat itulah semua racun keji yang mengeram didalam tubuhnya telah terhisap oleh daun Jin sian kiam lan sehingga bersih sama sekali.
Coba kalau Suma Thian yu mengetahui akan kelebihan yang dimilikinya ini, tak mungkin dia akan melarikan diri dari arena pertarungan.
Menanti dia sudah sampai kembali ketempat bekas pertarungan tak sesosok bayangan manusia pun yang nampak.
Memandang kegegapan yang mencekam sekeliling tempat itu, Suma Thian yu segera terbayang kembali peristiwa yang berlangsung belum lama berselang, tanpa terasa kembali gumamnya: "Perempuan berhati busuk, tak heran kalau paman Wan tewas ditanganmu. Selama aku Thian yu masih bisa hidup, pasti akan kubunuh bajingan tersebut dengan telapak tanganku sendiri"
Dengan langkah yang ringan dan cepat, dia lantas balik kembali menuju kearah loteng Kun eng lo.
Tapi baru sampai ditengah jalan, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu dan segera berhenti, kemudian dia balik kembali menuju ke tempat bekas pertarungan.
Sampai setengah harian lamanya dia melakukan pencarian di atas tanah, akhirnya ditemukan juga dua batang jarum lebah beracun yang digunakan oleh Chin Lan eng tadi dan dengan sangat berhati-hati sekali disimpan kedalam sakunya, kemudian mengurungkan niatnya kembali ke rumah makan Kun eng lo, dia segera berangkat menuju ke arah telaga Tong ting ou.