Kitab Pusaka Jilid 07

Jilid 7 : Dewi burung hong Wan Pek lan “SUATU SERANGAN yang amat baik!"

Mendadak kaki kanannya mundur kebelakang lalu menyelinap kesamping meloloskan diri dari tusukan lawan, kemudian pedangnya dengan jurus Bei lui cut hong (bunga mawar baru mekar) pedangnya secepat sambaran petir menusuk jalan darah Ki kiat dan Kian li hiat ditubuh nona Wan.......

Dia lincah, ternyata nona Wan lebih lincah dia cepat, nona Wan jauh lebih cepat lagi.

Perlu dlketahui, jurus serangan pertama dilancarkan nona Wan tersebut pada hakekatnya merupakan suatu pancingan terhadap mu suhnya, maka sewaktu musuhnya beikelit, tibatiba ujung pedangnya berputar memainkan jurus Ji lay ciang tiau (Ji lay menaklukkan rajawali) untuk menusuk ketubuh lawan secepat kilat.

"Weeesss....” tahu-tahu ujung pedang itu sudah menusuk ke arah tenggorokan Tan Sim.

Melihat datangnya ancaman tersebut, mau tak mau Ban hoa Kiam Tan Sim bermandi peluh dingin juga karena terperanjat.

Sungguh hebat manusia yang bernama Tan Sim ini, buruburu dia menggunakan gerakan jembatan gantung untuk menjatuhkan diri ke belakang, kemudian sambil menarik perutnya sambil melompat bangun pedangnya menggunakan jurus Seng kay tu jin (putik bunga baru me kar) secara beruntun melepaskan tiga buah serangan berantai.

Sreeeet! Sreeeeet! Sreeeet!" angin serangan yang tajam bagaikan amukan ombak samudra serentak menggulung ke atas tubuh nona Wan. Sekalipun nona Wan merupakan seorang ahli silat, toh dia merasa tak tahan juga menghadapi serangan lawan yang beruntun, cepat-cepat dia mundur sejauh empat langkah ke belakang untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut.

Tapi dengan terjadinya peristiwa ini, maka hal tersebut segera membangkitkan pula perasaan ingin menang didalam hati nona Wan.

Sebagai putri kesayangan cong piautau, tentu saja nona itu merasa kejadian yang baru di alaminya merupakan suatu kejadian yang amat memalukan, maka dia bertekad untuk merebut kembali keadaan tersebut dari lawannya.

Terdengar gadis itu berpekik nyaring, lalu pedangnya menggunakan gerakan Po hong pat ta (angin puyuh meryapu delapan penjuru) dan tubuhnya menggunakan gerakan  Hwesio hong luo liu (angin puyuh menggoyangkan liu) segera meneroros masuk kedalam pertahanan lawan, setelah itu secara beruntun dia lancarkan empat buah serangan berantai, serangan demi serangan, jurus demi jurus dilancarkan secara gencar dan amat dahsyat.

Ban hoa kiam Tan Sim hanya merasakan cahaya pedang  yang berada didepan matanya amat menyilaukan mata dan desingan angin dingin menyayat badan, untuk sesaat dia menjadi gugup dan tak sempat melihat jelas ancaman lawan, serta merta dia melompat mundur kebelakang untuk berusaha menghindarkan diri dengan, tindakannya itu dia justeru terjebak kedalam perangkap nona Wan, mendadak terdengar nona Wan berpekik nyaring, ujung bajunya berkibar  terhembus angin, secepat kilat pedangnya menusuk ke tubuh lawan.

Selama hidup belum pernah Ban hoa kiam Tan Sim menyaksikan gerakan tubuh secepat ini, menanti dia sadar kalau nana Wan sedang menerjang tiba, waktu sudah terlambat.

Dalam keadaan begini, dia segera terpekik nyaring. "Mampus aku kali ini!" Belum habis teriakan itu bergema, terdengar suara baju yang robek kemudian sirapnya cahanya pedang Nona Win telah berdiri ditengah arena dengan senyum dikulum.

"Maaf, maaf!" katanya.

Ban hoa kiam Tan Sim masih saja berdiri dengan wajah kebingungan, sampai-sampai pakaian bagian dadanya yang robek memanjangpun sama sekali tidak dirasakan olehnya, sungguh mengenaskan sekali keadaannya.

Menanti semua jago mentertawakannya, Ban hoa kiam Tan Sim baru tahu kalau baju bagian dadanya sudah robek, tentu saja rasa malunya bukan alang kepalang. Dalam keadaan begini, setebal tebalnya muka, diapun merasa rikuh untuk tinggal disitu lebih lama lagi, terpaksa sambil menjura katatanya :

"Ilmu pedang yang nona miliki sungguh hebat sekali, aku orang she Tan benar-benar merasa kagum sekali, dikemudian hari bila ada kesempatan lagi aku pasti akan memohon petunjuk lebih jauh, maaf, aku mohon diri lebih dulu!”

Tanpa memberi hormat lagi kepada semua orang, dia segera membalikkan badan dan berlalu dari sana.

Kepergian Ban hoa kiam Tan Sim dalam ke adaan gusar sekarang, pada akhirnya akan menimbulkan banyak sekali halhal yang tak di inginkan, cuma kesemuanya itu terjadi dikemudian hari....

Sementara itu, Nona Wan merasa girang sekali setelah secara beruntun berhasil menangkan dua orang jago, baru saja dia akan meng gunakan kesempatan itu untuk mundur kembali ke tempat semula, mendadak ia mendengar ayahnya sedang berbisik dengan menggunakan ilmu menyampaikan suaranya:

"Lan-ji, sekarang kau boleh mengumumkan permainan lain yang lebih bermutu!"

Setelah mendengar peringatan dari ayahnya lewat ilmu menyampaikan suara, nona Wan baru teringat kembali dengan tujuan yang terutama dari ayahnya sewaktu  menyelenggarakan pertemuan ini. Maka dia lantas menuju kembali ketengah arena dan menjura keempat penjuru, setelah itu katanya:

"Cianpwee sekalian, tadi ada seorang tamu yang  menemukan diatas tiang bendera terdapat sebatang anak panah tersebut sebagai bahan permainan, mari kita lihat siapa yang dapat mengambil turun anak panah tersebut, tentu

saja dia pula pemenangnya, dan sebagai pemenang tentu saja ada hadiahnya"

Selesai berkaca dia memandang sekejap lagi sekeliling arena, kemudian melanjurkan;

"Cianpwe manakah yang hendak mendemonstrasikan ilmu meringankan tubuhnya paling dulu?"

Seraya berkata dia lantas mengundurkan diri ke samping.

Pada saat itulah, si Pena baja bercambang Tio Ci hui berbisik lirih kesisi Suma thian yu.

"Hiante, lebih baik dapat mempertahankan ketenanganmu sambil menunggu terjadinya segala perubahan"

“Mengapa?" tanya Suma Thian yu keheranan.  "Pokoknya asal kau turuti perkataanku, hal ini tak bakal

salah lagi, bagaimanakah hasil dari peristiwa ini, kau akan segera mengetahui dengan jelas”

"Apakah Wan cong piautau mempunyai suatu rencana?" "Sett.. jangan keras keras" buru-buru Tio Ci hui

mencegahnya berbicara lebih jauh.

Semenjak nona Wan mengemukakan usulnya, hingga kini masih belum nampak ada seorang manusiapun yang menempakkan diri, agaknya semua orang tidak berani menunjukkan kejelekannya.

Padahal berbicara sebenarnya, untuk mencapai tiang bendera setinggi ini, seandainya seseorang tidak memiliki ilmu meringankan tubuh yang tiada taranya di dunia ini, mustahil hal tersebut dapat dilakukan olehnya..."

Melihat tiada orang yang maju, Nona Wan merasa girang sekali, buru-buru serunya dengan lantang.

"Kalian kelewat sungkan dan terlalu memandang luar biasa persoalan begini saja! Biar boanpwe mendemontrasikan kejelekan lebih dulu seandainya gagal, barulah mohon cianpwe sekalian sudi mewakiliku”

Seraya berkata dia lantas membetulkan pakaiannya sambil bersiap sedia melakukan lompatan.

Perlu diketahui, sejak kecil nona Wan sudah mendapat didikan dari ilmu ayahnya Mo im-sin liong untuk mendalami ilmu silat maupun ilmu meringankan tubuh, kepandaian yang dimilikinya waktu itu boleh dibilang sudah mencapai ke tingkatan yang amat sempurna.

Selama ini Mo im sio liong wan kiam ciu memang

termashur didalam dunia persilatan ilmu pukulan Hu mo ciang hoat serta ilmu meringankan tubuh Mo im sin hoat yang luar biasa.

Kata orang begitu ayahnya begitu pula anak nya. Sejak kecil nona Wan sudah amat gemar mempelajari ilmu merinuankan tubuh, ditambah lagi ramainya bakatnya bagus dan otaknya memang encer, maka kemajuan yang diperolehnya boleh dibilang cepat sekali.

Itulah sebabnya orang menghormatinya sebagai Bi hong siancu (Dewi burung hong cantik)

Tampaknya gadis itu meloloskan pedangnya dan mengencangkan ikatan tali pinggangnya kemudian setelah bersiap menghimpun tenaga dia menjejakan kakinya keatas tanuh dan meluncur bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dengrn gerakan Ii hong cong thian (burung bangau menerjang angkasa).

Sekali lompatan, tubuhnya telah mencapai belasan kaki tinggi nya, ketika gerakannya sudah hampir berhenti, mendadak sepasang kakinya menyambar tiang bendera tersebut, kemudian dengan meminjam tenaga pantulan tersebut badannya melayang dua kaki lagi, kini tinggal lima kaki lagi untuk mencapai puncak tiang bendera tersebut.

Sementara itu tempik sorak dan sorak-sorai yang gegap gempita telah berkumandang dari bawah, bahkan adapula hadirin yang sudah bangkit dari tempat duduknya sambil memuji. Dibawah tempik sorak yang gegap gempita, tubuh nona Wan melompat naik satu kaki lagi.

Sayang pada saat itulah hawa murni dalam pusarnya habis terpakai, kecuali sepasang tangan nya segera menyambar tiang bendera itu dan melanjutkan dengan jalan merangkak, tiada cara lain lagi bagi nona itu untuk melanjutkan usahanya untuk mencapai puncak tiang bendera dan mengambil turun panah tersebut.

Beratus-ratus pasang mata para jago yang berada dibawah tiang bendera segera berdebar keras, semua orang merasa tegang dan bersama sama mengikuti gerak gerik si nona itu

Sayang nona Wan tidak melakukan hal itu, mendadak dia berjumpalitan dan meluncur lagi kebawah dengan kepala dibawah kaki diatas.

Beberapa orang diantara jago yang bernyali kecil segera berteriak kaget.

"Oooooh, berbahaya...!”

Siapa tahu baru saja jeritan itu dilontarkan nona Wan telah berjumpalitan kembali dengan kaki dibawah kepala diatas, dengan selamat melayang turun kembali ke tanah tanpa menimbulkan sedikit suarapun.

Meski tugasnya tak terselesaikan, namun perbuatannya itu mendapatkan pujian dan tepuk tangan yang ramai.

Bi hong siancu Wan Pek lan segera menju kepada para hadirin dengan wajah tersipu-sipu, kemudian mengundurkan diri ke tempat duduknya semula.

Setelah menghibur putrinya, pelan-pelan Mo im sin liong wan Kiam ciu bangkit meninggalkan tempat duduk, kemudian berjalan menuju ke tengah arena.

Seketika itu juga suasana dalam arena menjadi hening dan sepi, karena semua orang mengira Mo ini sin liong wan Kiam ciu hendak turun tangan sendiri, maka seluruh perhatian orang tertuju kepadanya.

Ada diantara mereka yang belum pernah menyaksikan kelihayan ilmu silat Wan congpiau tau, segera timbul harapan dapat menyaksikan kelihayan jagoan tersebut Mo im sin hong wan Kiam ciu memperhatikan sekejap sekeliling arena, lalu dengan suara dalam dan berat ujarnya.

"Saudara sekalian, kamu semua adalah sahabat karib aku Wan Kiam ciu, karena itu lebih baik akupun berbicara secara terus terang. Berapa hari berselang, barang barang kawalan dari perusahaan kami telah dibegal orang, semalam kantor kamipun kemasukan orang, dua peristiwa yang memalukan ini boleh dibilang baru pertama kali ini dialami oleh perusahaan kami, sudah beberapa kali aku memutar otak untuk mencari tahu sebab kesalahanku ini tak aku yakin menyalahi sahabat dari manapun, oleh karena itu kurasa dibalik kesemuanya ini tentu ada hal-hal yang tak beres”

Berbicara sampai disitu dia berhenti sebentar, pelan-pelan serot matanya dialihkan kepada wajah Suma thian yu, kemudian kemudian sambungnya:

Aku rasa orang yang melakukan pembegalan itu sudah   pasti teman baru dari dunia persilatan, kalau tidak siapa pula yang berani menyusahkan aku orang she Wan? Untung saja setiap persoalan pasti ada waktunya untuk terbongkar secara tuntas, karenanya aku mohon bantuan dari sobat sekalian untuk bersama-samaku menyelidiki persoalan ini disamping mohon petunjuk.

“Sekarang, marilah kita lanjutkan permainan tadi, bila saudara sekalian enggan untuk menunjukkan kejelekan, bagaimana kalau aku orang she Wan saja yang menunjuk orangnya?

Baru saja Mo im sin liong Wan kiam ciu menyaksikan perkataannya, dari arena segera terdengar suara teriakkan orang yang menyatakan persetujuannya.

Mo im sin liong Wan kiam ciu segera tersenyum, dia memandang kearah Suma thian yu lalu berkata:

"Kumohon Suma siauhiap sedia memberi petunjuk! Kau adalah orang pertama yang menemukan anak panah dipuncak tiang, karena itu mohon Suma siauhiap sudi menunjukkan  pula kebolehanmu. Nah, saudara sekalian mari kita bertepuk tangan untuk siauhiap kita ini!" Diam-diam Suma Thian yu agak tertegun juga ketika dilihatnya Mo im sin liong Wan Kiam cu menunjuk kearahnya, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya:

"Jangan-jangan dia mencurigai aku sebagai orang yang membegal barang dan meningga1kan tanda panah dipuncak tiang? Yaa,benar, sewaktu berbicara tadi, dia selalu memandang kearahku.”

Meski dalam hati ia berpikir demikian, tanpa terasa pemuda itu berdiri juga, ujarnya sambil menjura:

“Aku hanya mengerti sedikit kepandaian kasar saja, tak berani menunjukkan kejelekanku dihadapan orang”

"Aaah... Suma sauhiap terlalu sungkan" seru Mo im sin liong Wan Kiam ciu sambil tertawa, "pertemuan semacam ini

jarang bisa di jumpai, jang Tio Ci hui, mengapa siauhiap narus menampik?"

Begitu Mo im sin liong Wan Kiam ciu selesai berbicara, seorang lo piasu segera bangkit berdiri seraya berkata:

“Apakah Suma sauhiap tidak memandang sebelah mata kepada kami? Bagaimana watak Wan cong piautau bukankah kau ketahui,, apakah dia kurang memberi pelayanan kepadamu?”

Ucapan lo piasu ini agak emosi dan bernada keras, sama sekali tidak mirip sikap seorang tuan rumah kepada tamu.

Suma Thian yu sepera mengalihkan sorot matanya kewajah si piausu itu, setelah meman dang sekejap dingan sorot mata dingin, dia menyahut cepat: "Andaikata aku tidak memiliki kepandaian apa-apa, bukankah hal ini sama artinya dengan memberi kesulitan kepada orang lain?”

Piasu tua itu mempunyai kedudukan setingkat dibawah Sipena baja bercambang Tio ci hui, tapi karena wataknya yang beranggasan, pandangannya yang sempit, maka orang menyebutnya sebagai Boan thian hui (terbang memenuhi angkasa) Ya Nu.

Boan thian hui Ya Nu kontan saja tertawa dingin setelah mendengar perkataan dari Suma thian yu, serunya: "Suma siauhiap, dihadapan orang lebih baik jangan berbohong, kau bisa menemukan anak anah dipuncak tiang, hal ini menunjukkan kalau kau memiliki ketajaman mata yang melebihi orang lain, masa kau tidak memiliki kemampuan untuk mencapai puncak tiang tersebut?”

Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak.

""Hahahaha......apa susahnya kalau hanya soal itu?” Aku masih dapat melihat kalau diujung anak panah itu terikat secarik kertas!”

Begitu ucapan tersebut diutarakan, suasana dalam arena menjadi gaduh, semua orang segera mengalihkan sorot matanya kepuncak tiang benderu itu, tapi seiain kabut tipis ternyata mereka tidak berhasil menyaksikan apa-apa.

Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera tertawa dingin, tibatiba sindirnya:

"Bila dugaan lohu tidak meleset, Suma siau biap pasti dapat melihat pula isi surat tersebut."

Sudah jelas kalau ucapan itu mengandung suatu nada  ejekan dan suatu peringatan, tentu saja Suma Thian yu dapat menangkap pula arti lain dari perkataan itu.

Hatinya makin mendongkol lagi, dengan cepat dia berpikir: "Aku Suma Thian yu bukan seorang manusia yang takut

urusan, kalau toh kau bersikap begitu kasar kepadaku, mengapa pula aku harus bersikap sungkan terhadap dirimu?"

Berpikir demikian, dia lantas berkata:

“Wan cong piutau mempunyai maksud yang mendalam sekali, sayang aku tidak memahami maksud ucapan Wan cong piautau yang sebenarnya. Baiklah, kalau toh semua orang memaksa aku untuk mempamerkan kejelekan, aku menurut saja"

Sembari berkata pelan-pelan dia berjalan menuju ketengah arena.

Sementara itu beratus pasang mata para jago telah ditujukan kepadanya, di antara sekian banyak orang, yang paling merasa kuatir adalah si Pena baja bercambang Tio Ci hui.

Dia cukup mengetahui jelas watak dari Suma Thian yu, bahkan sekarang tak langsung menyangkut pula dirinya sendiri.

Tapi bagaimana pun kuatirnya dia, kenyataan kini sudah mulai terbentang didepan mata.

Suma Thian yu tiba ditengah arena, dia berdiri sambil membusungkan dada dan tidak menunjukan perasaan takut, sambil menatap tiang bendera itu ia berpekik keras memekikkan telinga yang mendengar.

Ditengah suara pekikken nyaring yang mekikkan telinga, mendadak nampak Suma Thian yu melompat ketengah udara setinggi dua puluh kaki lebih, sewaktu tenaganya sudah hampir mengendor, tiba tiba sepasang kakinya saling bertumpukan satu sama lainnya.

Ternyata dia telah mengeluarkan ilmu Liu im ti (tangga menuju awan) yang sudah lama punah. Dengan gerakan  tubuh seperti inilah tubuhnya melambung ketengah udara dan ternyata mampu melampaui puncak tiang bendera.

Di tengah sorak para jago yang gegap gempita, Suma Thian yu sudah berputar satu lingkaran dipuncak tiang bendera itu lalu melayang turun kembali ketanah.

Ketika mencapai tanah, wajahnya tidak berubah, napas tak memburu, tapi di tangannya telah bertambah dengan sebatang anak panah.

Suasana di arena yang tiba-tiba hening bagaikan mati dengan cepat menjadi gaduh kembali oleh suara suara sorak sorai yang mem memekikkan telinga, tak lama setelah pemuda itu berhasil mencapai tanah.

Demonstrasi kepandian silat yang dilaku kau Suma thian yu ini selain membuat semua orang tertegun, bahkan Wan kiam ciu sendiri pun terbelalak dengan mara melotot besar, dia benar-benar dibuat terkesiap oleh kelihayan lawannya. Sepasang mata Wan Pek hong yang jeli dan lembut seakan-akan terhisap oleh suatu kekuatan besar, ternyata diapun turut menatap wajah Sama Thian yu lekat-lekat.

Tentu saja perbuatannya dengan pandangan yang begitu mesrah tak diketahui oleh siapapun.

Sambil membawa anak panah itu, Suma Thian yu segera mempersembahkan anak panah iadi kehadapan Mo im sin liong Wan Kiam ciu. katanya kemudian:

"Untung saja aku tidak membuatmu kecewa”

Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera menerima anak panah tersebut, benar juga diujungnya terikat segulung kertas.

Dengan cepat kertas itu, ternyata isinya berbunyi demikian: "Uang kawalan sudah diterima, waktu membayar tiada

batasnya”

Dibawah tulisan itu terlukiskan sebuah topeng muka setan.

Selesai membaca tulisan itu, dengan gemas Mo im sin liong menggumpal kertas sebut menjadi satu kemudian membantingnya ketanah, setelah itu sambil tertawa seram katanya :

“Waktu membayar tiada batasnya!. Hmm, benar-benar  suatu ucapan yang tekebur, asal aku Wan Kiam ciu masih bisa hidup, uang terbegal pasti akan kucari sampai ketemu”

Berbicara sampai disitu, dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat, kemudian ujarnya dingin :

"Siauhiap, merepotkan dirimu saja. Tapi, apakah siauhiap dapat mengisahkan kembali apa yang telah kau jumpai waktu itu?”

Sejak semula Suma Thian yu sudah menaruh perasaan tak puas terhadap Wan Kiam ciu ta pi setelah dia membayangkan kembali seandai nya dia yang menjadi Mo im sin liong dan menghadapi keadaan seperti itu, apakah dia tak akan bersikap semacam itu pula?

Cuma saja, dia merasa amat penasaran kalau dirinya dianggap mempunyai hubungan dengan para pembegal barang kawalan tersebut. Suma Thian yu segera mendongakkan kepa lanya memandang wajah Mo im sin liong kemudian secara ringkas dia menceritakan kembali apa yang telah dijumpainya waktu itu.

Sambil mendengarkan dengan seksama, diam-diam Mo im sin liong Wann Kiam ciu mengawasi terus perubahan wajah dari Suma Thian yu, me nanti pemuda itu menyelesaikan ceritanya, dia baru menarik kembali sorot matanya seraya berkata:

"Siauhiap, benarkah ceritamu itu?" "Tentu saja sebenarbenarnya

"Ooooh .... tolong tanya apa sebabnya manusia berkerudung itu munculkan diri lagi didepan mulut gua? Apakah setelah membegal barang kawalan kami, diapun tak mau melepaskan nyawa Tio hiante?"

Pertanyaan hu diajukan amat lihay, karena Suma Thian yu sama sekali tak mampu untuk menemukan alasan si manusia berkerudung itu mencari dirinya, maka setelah ditanya balik oleh Wan Kiam ciu, diam-diam Suma Thian yu menjadi amat terperanjat.

Untuk melanjutkan rasa curiga tersebut, Suma Thian yu terpaksa harus membuka rahasia diri nya dengan berkata: "Manusia berkerudung itu munculkan diri karena hendak

merampas pedangku ini!"

Setelah ucapan tersebut diutarakan, semua orang baru mulai memperhatikan pedang yang digembolnya itu.

Tampaknya Mo im sin liong Wan kiam ciu ingin mengetahui persoalannya sampai jelas, ia segera mendesak lebih jauh:

"Tolong tanya pedang apakah yang siauhiap gembol itu?"

Suma Thian yu merasa semakin tak senang hati, tapi sahutnya juga dingin: "Kit hong kiam"

"Kit hong kiam? Mo im sin liong Wan Kiam ciau menjerit kaget, "rupanya kau adalah ahli waris dari Kit hong kiam kek Wan Liang, maaf maaf "

Walaupun dimulut dia berkata begitu, namun wajah Wan Kiam ciu sudah diliputi hawa amarah. Begitu selesai berkata, dia segara berpaling dan melotot sekejap kearah Pena baja bercambang Tio Cihui dengan penuh kegusaran, te riaknya kemudian ;

"Hiante, apakah kau sudah mengerti?"

Sejak melihat Suma Thian yu terjun kearena tadi, si Pena baja bercambang Tio Ci hui su dah merasa amat panik seperti duduk dikursi beracun saja, dia kuatir kalau sampai Suma Thian yu menjadi naik pitam oleh kesalahpahaman tersebut.

Maka ia makin terkesiap lagi setelah ditegur oleh kakak angkatnya dengan gusar, tahu kalau urusan telah berkembang ma kin runyam, terpaksa sambil menggerttk gigi keras dia bangkit berdiri sambil menyahut:

"Aku tahu!"

Mendengar itu, kemarahan Mo im sin liong Wan Kiam ciu tak terkendalikan lagi, segera bentaknya keras-keras,

"Mengapa kau berkenalan dengan kaum pembegal?"

Si Pena baja bercambang Tio Ci hui sendiripun dibuat naik pitam setelah mendengar tuduhan kakak angkatnya yang tanpa dasar, baru saja dia akan membantah, mendadak terde ngar Suma Thian yu berpekik keras, dengan sorot mata tajam dia melotot gusar kearah Wan Kiam ciu, kemudian serunya:

"Wan tayhiap, kalau berbicara harap sedikit tahu diri, jangan menfitnah orang semaunya sendiri, kau harus tahu

kalau menfitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan! Dalam hal apa

aku Suma Thian yu mirip pembegal? Aku harap kau bisa memberi keterangan yang jelas kepadaku!"

Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang merasa dirinya ditegur seorang pemuda ingusan didepan orang banyak, menjadi turut naik darah, dengan mata melotot besar bentaknya keras:

"Kit hong kiam kek Wan liang merupakan musuh umat persilatan, kaum pencoleng yang rendah martabatnya, kau anggap dirimu bisa baik sampai seberapa jauh?"

Benar-benar suatu peristiwa yang tak disangka seorang pimpinan umat persilatan yang dianggap orang sebagai lelaki sejati ternyata mencaci maki seorang bocah yang baru terjun kedalam dunia persilatan dihadapan umum. Agaknya Wan kiam ciu sudah tidak dapat mengendalikan perasaan gusarnya lagi:

Suma thian yu bukan seorang pemuda yang suka dimaki orang, apalagi orang menghina paman Wan yang dihormatinya, hal ini membuatnya semakin tak tahan.

Apalagi bila membayangkan saat kematian paman Wan nya dalam keadaan mengenaskan, darah panas didalam dadanya serasa mendidh.

Dengan suara menggeledek ia segera membentak keras: "Bajingan tua, tutup bacot anjingmu!"

Telapak tangan yang penuh berisikan tenaga dalam segera diayunkan ke tubuh Mo im sinliong Wan kiam ciu dengan kekuatan yang sangat mengerikan hati.

Berada dalam keadaan seperti ini, dia tak cepat mempertimbangkan lagi apakah disekeliling tempat itu penuh dengan anak buah Mo in sin liong

Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu dengan kekuatan penuh ini segera meluncur ke depan dengan amat dahsyatnya.

Betul Mo im sin Iiong Wan Kiam ciu merupakan seorang pendekar besar dari utara dan sejalan sungai besar yang berilmu tinggi namun setelah menyaksikan datangnya angin pukulan yang begitu dahyat, hatinya terkesiap juga dibuatnya, cepat-cepat ia menyingkir kesamping untuk meloloskan diri.

"Blaaaamm.....!" terdengar suara benturan keras yang memekakkan telinga menggelegar memecahkan keheningan.

Debu dan pasir segera beterbangan memenu hi angkasa, semua orang membelalakkan mata nya lebar-lebar dengan mulutnya melongo, sa king kagetnya semua orang sampai melompat bangun dari tempat duduknya.

Menanti pasir dan debu sudah sirap dan semua orang dapat melihat jelas pemandangan disekeliling tempat itu, jeritan kaget sekali lagi bergema memecahkan keheningan. Ternyata permukaan tanah dimana Mo im sin liong Wan kiam cui berdiri telah muncul sebuah liang sedalam satu depa dengan luas lima depa, suatu daya pukulan yang menggidikan hati.

Dengan adanya kenyataan ini, mau tak mau semua orang harus memperbaharui kembali penilaian mereka terhacap kemrmpuan Suma thian yu ini.

Pada saat itulah, tiba tiba dari tengah udara melayang sesosok tubuh manusia.

Menanti Suma Thian yu melihat jelas paras muka orang itu, dihadapsnnya telah bertambah dengan seorang piausu tua, dia tak lain adalah Boan thian hui Ya Nu.

Begitu munculkan diri, dia segera menjura kepada Wan Piautau, setelah itu katanya.

"Cong piautau, membunuh ayam buat apa menggunakan golok kerbau? Untuk membereskan seorang bocah ingusan, tak usah kau turun tangan sendiri, lebih baik lohan saja yang mewakilinya!"

Mo im siu liong Wan kiam ciu sebagai seorang pimpinan, tentu saja merasa kurang leluasa untuk bertarung pada babak pertama, maka dia segera menangguk tanda setuju dan mengundurkan diri kebelakang.

Tindakan tersebut sedikit banyak menunjuk kan pula kelemahan dalam hatinya serta perasaan takutnya tapi orang lain tak akan mengetahui akan hal ini.

Setelah melancarkan serangan dengan kekuatan dahsyat tadi, Suma Thian yu merasa sedikit agak menyesal, karena pena baja berecambang Tio ci-hui barangkali telah menasehati nya agar bersabar dan jangan kelewat memper lihatan kehebatannya. Akan tetapi setelah menyaksikan sikap Boan thian hui Ya Nu yang begitu takabur dan sombong, api kegusaran yang telah padam, kini mulai berkobar kembali dalam dadanya.

Boan thian hui Ya Nu memang benar-benar sombong sekali, dengan amat takabur serunya: "Bocah keparat, cabut keluar pedang Kit hong kiam mu, aku ingin tahu apakah murid ajaran dari Wan Liang adalah seorang manusia tiga kepala enam langkah?"

Sembari berkata ia sembari melepaskan senjata sam ciat kun (petungan beruas tiga) nya sambil mempersiapkan diri.

Biasanya orang yang dapat memainkan sanjata sam ciat

kun merupakan seorang jagoan silat yang berilmu tinggi, Boan thian hui Ya Nu bisa menduduki kursi ketiga dalam   perusahaan Sin liong piaukiok, tentu saja kedudukan tersebut bukan diraih secara untung-untungan.

Suma thian yu memandang sinis sikap Boan thian hui, setelah memandang sekejap kearahnya, dia lantas berkata: "Dengan dirimu aku tak pernah punya dendam dan sakit

hati, buat apa kita muski saling bertarung dengan menggunakan kekerasan? Maaf aku sedikit jual mahal, bagaimana kalau kumohon petunjuk darimu dengan menggunakan tangan kosong saja?"

Boan thian hui Ya Nu adalah seorang manusia yang sombong dan takabur, tapi dia tak mengira kalau lawannya lebih takabur dari pada

dirinya, kontak hawa amarahnya memuncak.

“Bocah keparat, kau sudah bosan hidup rupanya? Atau mungkin kau memandang rendah diriku? Bentaknya keraskeras.

”Kedua-duanya bukan!” Jawaban dari Suma thian yu yang dingin dan angkuh.

Ucapan tersebut tak ayal lagi merupakan sebuah bom atom yang segera mengubah suasana tegang menjadi makin panas.

Pertama-tama Boan thian hui Ya Nu tak bias menahan diri dulu, sambil maju kedepan, tongkatnya dengan jurus pau lui ki ciau (guntur dahsyat menyerang ular) langsung menghantang tulang leng kay kut ditubuh Suma thian yu.

Seandainya berganti dengan seseorang berjiwa gagah, tak mungkin mereka akan menghadapi lawannya yang masih muda apalagi yang bertangan kosong itu dengan menggunakan senjata. Dasar Boan thian hui Ya Nu memang seorang yang

bermuka tebal, dia sama sekali tidak ambil peduli akan hal itu, baginya yang penting serangan tersebut akan mengenai sasarannya secara telak.

Dengan cekatan Suma thian yu berkelit kesamping untuk menghindarkan diri, kemudian sindirnya:

“Orang she Ya, dalam tiga jurus aku akan menyuruhmu melepaskan senjata Sam ciat kun!”

“Kentut busuk!” teriak Boan thian hui Ya Nu dengan sekujur badan bergetar keras, coba kau rasakan serangan ku ini lagi!

Sembari berkata, dengan jurus Im hong huang sau(angin dingin menyapu hebat) dia langsung menyapu pinggang Suma thian yu.

Sianak muda ini sudah merasa kalau persoalan yang dihadapi hari ini tak bias diselesaikan dengan begitu saja, maka ditunggunya toya itu hamper mengenai tubuhnya, dia baru merendahkan tubuhnya kesamping, ayunan tongkat Boan thian hui Ya Nu persis menyambar lewat dua inci diatas batok kepala pemuda itu.

Ilmu gerakan tubuh patah tulang yang didemontrasikan  oleh Suma Thian-yu ini benar-benar tepat sekali, selain indah juga mendatangkan tempik sorak dari segenap jago lainnya.

Ditengah sorak-sorai yang gegap gempita, tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelbat lewat, lalu terdengar seseorang membentak amat nyaring:

"Lepas tangan!"

Ketika semua orang berpaling, tampak Boan thian hui Ya  Nu sedang mengaduh kesakitan, badannya mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, dengan susah payah ia baru

dapat berdiri tegak, sedangkan senjata Sam ciat kun-nya telah terbuang entah kemana.

Ketika memandang lagi kearah Suma thian yu, tampat pemuda itu masih berdiri diarena dengan senyum dikulum, seakan-akan tak pernah terjadi suatu peristiwa apapun, sedangkan senjata Sam ciat kun milik Ya Nu kini sudah berpindah ketangannya. Perubahan itu berlangsung terlalu cepat, sedemikian cepatnya membuat semua orang tak sempat melihat jelas bagaimana caranya Sam ciat kun itu bisa berpindah tangan, mereka tak percaya bahkan Ya Nu sendiripun tak habis mengerti.

Padahal kalau dibicarakan kagi, kejadian ini bukanlah suatu kejadian yang aneh, sejak Suma thian yu berhasil mempelajari ilmu Ciat tiong puan poh cap lak tui dari Siau yau kay Wi kian, daya kemapuannya didalam melakukan serangan menjadi satu kali lipat lebih dahsyat daripada dalam keadaan biasa.

Dalam pada itu, suara tepuk tangan kembali berkumandang gegap gempita dalam arena, walaupun Suma thian yu dianggap sebagai pembegal, tapi keindahan gerakan tubuhnya membuat orang bersorak sorai tanpa terasa.

Boan thian hui Ya Nu benar-benar merasa malu sekali, karena mendapat malu dihadapan orang banyak, sepasang matanya berubah menjadi merah padam penuh rasa benci, setelah melotot sekejap kearah pemuda itu dengan gusar, selangkah demi selangkah dia maju kedepan dan menghampirinya....

Jelas dia sudah merasa gusar sekali. Bagaikan seekor harimau buas yang sedang mementangkan cakar dan gigi taringnya siap menerkam mangsa.....

"Ya Nu, mundur!" tiba-tiba dari tengah arena berkumandang suara bentakan nyaring.

Dengan jelas Boan thian hui Ya Nu mendengar kalau teriakan itu berasal dari congpiautau nya, tapi dia berlagak seakan-akan tidak mendengar, ia sudah diliputi oleh hawa amarah sehingga tak dapat mengendalikan diri lagi.

Melihat wajah orang yang menyeringaiseram, diam-diam Suma thian yu pun merasa terkesiap, buru-buru dia mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang tak di inginkan, ia tahu Ya Nu merasa amat gusar hingga kehilangan sifat kemanusiaannya, besar  kemungkinan  dia akan beradu jiwa dengannya. Makin lama semakin bertambah dekat, kini Ya Nu sudah dua tiga langkah dihadapan mukanya, menyaksikan sikap lawan yang menyeringai seram, Suma thian yu merasakan jantungnya berdebar keras, sementara puluhanorang lainnya juga merasakan hatinya berdebar keras....

Suatu pertarungan sengit dengan cepat akan berkobar, bila sampai meledak bisa dibayangkan keadaannya pasti mengerikan sekali....

Disaat yang amat kritis itulah.....

Mendadak sesosok bayangan manusia berkelbat lewat, Mo im sin liong Wan kiam ciu yang berada dimeja utama tadi tahu-tahu sudah melayang turun diantara kedua orang itu, kepada Boan thian hui Ya Nu katanya dengan nada menghibur:

"Adik Ya, mundurlah kau, biar aku yang mengatur tempat ini!"

Menyaksikan Mo im sin liong telah menampilkan diri, terpaksa Boan thian hui Ya Nu mengundurkan diri dengan membawa rasa benci yang mendalam.

Sebelum meninggalkan tempat itu, dengan perasaan tidak terima katanya kepada Suma Thian yu:

"Bocah keparat, selama gunung nan hijau, air tetap mengalir suatu ketika pasti akan tiba saatnya bagi kita untuk melakukan perhitungan ini "

Suma Thian yu tidak menanggapi ucapan tersebut, dia hanya memandang sekejap ke arah Ya Nu dengan pandangan sinis, sementara senyuman

dingin yang menghiasi ujung bibirnya semakin menebal.

Paras muka Mo im sin liong Wan Kiam ciu berubah menjadi dingin seperti es, bentaknya dengan suara ketus:

"Suma siauhiap, lohu tidak pernah kenal de ngan dirimu, berjumpa pun baru kali ini, ten tu saja tak bisa dibilang mempunyai ikatan dendam atau sakit hati, tolong tanya mengapa kau berbuat demikian?" Mo im sin liong Wan Kiam ciu mengutarakan ucapan tersebut tanpa ujung pangkal yang jelas, kontan saja Suma Thian yu dibikin kehe ranan, dia segera bertanya:

"Wan tayhiap, apa yang kau maksud?"

"Asal dalam hati kau mengerti akupun tak usah mengumumkannya lagi secara blak-blakan"

Tentu saja Suma Thian yu tahu kalau yang dimaksudkan adalah soal pembegalan barang kawalan, dengan suara dingin dia segera me nyambut:

"Sudah lama kudengar Wan tayhiap pandai membedakan mana yang benar dan mana yang salah, setiap persoalan dihadapi dengan otak yang dingin, tak lahunya apa yang kujumpai hari ini berbeda sekali dengan keadaan yang sebetulnya, tolong tanya dimanakah letak ke tidak beresan diriku...?"

Untuk sesaat Mo im sin liong Wan Kiam ciu tak dapat menjawab penanyaan itu, setelah ter menung sesaat dia pun lantas berkata:

"Kalau toh Siauhiap enggan untuk mengaku secara berterus terang, jangan salahkan kalau LOHU terpaksa harus bertindak kasar. Kalau ber

tanya soal ketidak beresanmu, pertama asal usul siauhiap tidak jelek, kaupun menyusup kedalam perusahaan kami dan setelah barang kawalan kami dibegal, kedua darimana  siauhiap bisa tahu kalau diujung anak parah yang menancap dipuncak tiang bendera ada surat nya, berdasarkan dua hal ini terbukti sudah kalau siauhiap terlibat dalam perisimatiwa ini"

Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

"Hah...haah... haah... keterangan yang dikatakan Wan tayhiap selain memaksakan sesuatu alasan tanpa dasar, juga menggelikan sekali, aku toh muridnya Kit hong kiam Seng, siapa bilang kalau asal usulku tidak jelas? Menolong orang  yang di begal orang juga merupakan suatu kejadian yang wajar, apa yang dicurigakan? Kalau dibilang mengapa aku bisa menyaksikan kertas surat yang berada dipanah dipuncak tiang bendera, hal ini berdasarkan ketajaman mata seseorang, sesungguhnya juga bukan merupakan sesuatu yang aneh, kalau atas dasar hal hal diatas maka kau lantas menuduh aku sebagai pencoleng, maka kenyataan ini benar-benar menggelikan sekali"

Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh: "Bilamana Wan tayhiap ingin mengecek ketajaman mataku,

dengan senang hati aku akan melayani keinginanmu itu"

Semua tuduhan Mo im sin liong Wan kiam cui kena ditangkis semua hingga ludes, sepantasnya kalu dia mempercayai perkataan lawan.

Siapa tahu Wan kiam cui sudah mempunyai perhitungan sendiri, maka dari malunya dia menjadi marah, bukan saja dia tidak menerima tantangan Suma thian yu, malah sebaliknya membentak keras:

"Lohu tak punya banyak waktu untuk melayani dirimu, sudah, tak usah banyak bacot lagi"

Setelah kenyataan berubah menjadi begini, sadarlah Suma thian yu kalau pihak lawan memang berniat mencari garagara, maka sambil tertawa dingin ujarnya:

"Mengakunya saja seorang congpiautau, ke nyataannya apa yang dikatakan tak lebih hanya

ucapan anak berusia tiga tahun, aku bukanlah seorang manusia yang takut urusan, asal Wan tayhiap ingin bertarung, katakan saja terus terang, mau terjun ke kuali berisi minyak atau naik ke bukit golok, aku akan melayani semua tantanganmu itu"

Sampai kini, Suma thian yu baru menanggapi ucapan musuhnya dengan suara yang kasar.

Tapi dengan begitu pula, suasana yang semula tenang segera diliputi kembali oleh kobaran api peperangan.

Dalam waktu singkat, beberapa orang piausu telah bermunculan diri pula ke dalam arena dan mengepung Suma thian yu rapat-rapat.

Mimpipun Suma thian yu tidak menyangka kalau Sin liong piaukiok yang terkenal sebagai suatu perubahan orang-orang kaum lurus bisa bertindak memalukan seperti ini, tanpa terasa dia mendonggaakkan kepalanya sambil berpekik nyaring.

Mendadak dia mencabut keluar pedangnya "Criiiing!"

cahaya biru memancar amat menyilaukan mata, tahu-tahu dia sudah meloloskan pedang Kit hong kiam yang amat tajam itu.

Dalam marahnya, Mo im sin liong Wan Kiong cui juga meloloskan pedang mestikanya.

Si Pena baja bercambang Tio Ci hui yang selama ini menonton saja dari sisi arena segera menampilkan diri ke tengah lapangan setelah menyaksikan keadaan bertambah runyam, sambil berlarian teriaknya keras-keras:

"Saudara sekalian, jangan bertarung dulu, dengarkanlah perkataanku!"

Walaupun kedudukan Si Pena baja bercambang Tio Ci hui dalam perusahaan setingkat dibawah Wan kiam ciu, tapi berhubung dia adalah seorang yang jujur dan setia kawan, maka semua orang menaruh hormat kepadanya.

Seruannya itu segera ditanggapi semua orang, kecuali Wan Kiam ciu seorang, hampir semua orang mundur beberapa langkah dan memberi jalan lewat baginya.

Setibanya didepan Wan Kiam ciu, Si Pena baja bercambang Tio Ci hui menjura dalam-dalam, kemudian katanya.

"Toako, kau telah memfitnah orang baik, Suma siauhiap tidak bersalah, apalagi diapun me naruh budi kepadaku.

"Cuuuh, apakah gurunya Wan Liang tidak ber salah?" jengek Mo im sin liong wan Kiam ciu sambil meludah.

Belum sempat si Pena baja bercambang Tio Ci bui sempat mengucapkan sesuatu, Suma Thian yu telah berkata lebih dulu.

"Benar, dia orang tua memang tidak bersalah, justru karena dalam dunia persilatan penuh dengan manusiamanusia yang tak bisa membedakan mana yang benar dan

mana yang salah, maka dia orang tua baru  mati penasaran "

Selapis hawa nafsu membunuh dengan cepat menyelimuti wajah Mo im sin liang Wan Kian ciu, si Pena baja bercambang Tio Ci hui menyaksikan keadaan makin kritis, buru-buru dia memberi tanda kepada Suma Thian yu seraya berkata:

"Suma Hiantit, bersabarlah dulu, memandang diatas wajahku, tinggalkanlah tempat ini! Tak ada gunanya memperebutkan persoalan yang sama sekali tak ada gunanya ini"

Ketika mengucapkan perkataan tersebut na danya setengah merengek, hal ini membuat Suma Thian yu merasa amat terharu, pikirnya:

"Meninggalkan tempat inipun ada baiknya juga, toh dengan dua tiga patah kata mustahil bagiku untuk menyadarka kembali bajingan tua yang keras kepala ini"

Walaupun dia ingin pergi, ternyata orang lain tidak membiarkannya pergi.

Sambil tertawa dingin Mo im sin liong wan Kiam ciu berkata:

"Sekalipun perusahaan Sin liong piaukiok bukan sarang  naga gua harimau, tempat inipun bukan tempat yang bisa di datangi dan ditinggalkan orang dengan semaunya sendiri, bila siauhiap tak memberikan suatu pertanggungan jawab kepadaku hari ini, jangan harap kau bisa pergi meninggalkan tempat ini barang selangkahpun."

Si Pena baja bercambang Tio Ci cui jadi gelisah sekali, buru-buru serunya lagi kepada Wan Kiam Ciu:

"Toako, sekalipun tidak memberi muka ke pada pendeta, paling tidak aku harus menghargai Sang Buddha, aku bersedia menanggung se mua barang kawalan yang hilang, hanya saja kumohon kalian jangan berkeras kepala terus, biarkanlah urusan selesai dulu sampai disini!"

Dengan sorot mata penuh amarah Mo im sin liong Wan   Kiam ciu melotot sekejap kearah Tio Ci hui, lalu dia membalikkan badan dan tanpa mengucapkan sepatah katapun masuk ke ruang dalam.

Tindakan ini sama sekali diluar dugaan semua orang, siapapun tak tahu permainan busuk apakah yang sedang di persiapkan, sehingga se mua orang segera berbisik-bisik lirih. Dengan cepat si pena baja bercambang Tio-Ci cui berpaling lagi kearah Suma Thian yu seraya berkata:

"Hiante, cepat kamu tinggalkan tempat ini, cepat atau lambat persoalan ini pasti akan menjadi terang kembali, walaupun sekarang kau di tuduh orang, tapi tak usah putus asa, lapangkan dadamu, mengerti?"

Dengan mata berkaca-kaca, Suma Thian yu mengangguk, setelah menjura dalam-dalam katanya:

"Tio toako, budi kebaikkanmu tak akan aku lupakan untuk selamanya, asalkan kau bersedia mempercayai diriku, aku percaya orang lain tak akan mampu untuk melukai diriku."

Setelah menyarungkan kembali pedangnya, dia berkata lebih jauh:

"Di kemudian hari, budi kebaikan ini pasti akan kubalas."

Kemudian dia menjejakkan kakinya ke atas tanah dan secepat kilat melompat keluar dari pagar pekarangan rumah.

Dalam sekejap mata saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

Dengan mata berkaca-kaca, si Pena baja ber cambang Tio  Ci cui memperhatikan bayangan punggungnya hingga lenyap dari pandangan, kemudian dia baru menyeka air matanya mem bentur dengan tempat duduk Bi hong siancu Wan Pek lan, dia berseru tertahan, ternyata bayangan tubuh nona wan sudah lenyap dari pandangan.

Si Pena baja bercambang Tio Ci hui cukup mengetahui watak dari Wan Peklan, karena dia lah yang sering bermain dengan nona itu sejak si nona masih kecil, begitu dilihatnya nona Wan tak ada di tempat, dia lantas menduga kalau gadis itu sudah menyusul Suma Thian yu, tak terlukiskan rasa gelisah hatinya setelah mengetahui akan hal itu.

Dia tahu, Wan peklan tentu tidak terima akan persoalan tadi sehingga kepergiannya niscaya akan menimbulkan keonaran baru.

sebenarnya dia hendak masuk kedalam untuk melaporkan kejadian ini kepada Wan kiam cui, tapi teringat kalau Wan kiam cui sedang marah, ia merasa bila hal ini dilaporkannya kepada Wan kiam cui, besar kemungkinan kalau hal ini akan menimbulkan amarahnya, sebab itu diapun menahan diri.

Sementara itu, Suma Thian yu telah meninggalkan kantor perusahaan Sin liong piaukiok dengan perasaan berat, murung dan kesal.

Orang bilang: Siapa yang berbaik hati dia akan memperoleh yang baik pula.

Tapi apa yang dialami justru merupakan kebalikanya, maka sambil melanjutkan perjalanan dengan kepala tertunduk, pikirnya diam-diam:

"Besar kemungkinan paman Wan yang kusayangi dan mengalami nasib seperti apa yang ku alami

sekarang, karena salah paham akhirnya dia menjadi dibenci orang. aaii.... kalau memang begitu, sungguh mengenaskan sekali nasibnya "

Setelah meninggalkan  kota, didepan mata terbentang sebuah tanah perbukitan, waktu itu matahari sedang bersinar dengan teriknya, Suma thian yu berjalan terus tanpa berhenti, sekarang sepeser uang pun tak dimiliki, pakaian dan uang yang dimilikinya masih tertinggal dikantor Sinl liong piaukok, bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya dikemudian hari?

Sementara dia masih murung, sampailah pemuda itu dibawah sebatang pohon besar, dia segera duduk disana sambil memejamkan matanya rapat-rapat....

Mendadak terasa segulung angin berhembus lewat, dengan perasaan terkejut dia segera membuka matanya, tampak sesosok bayangan hitam dengan kecepatan luar biasa sedang meluncur ke arahnya.

Dalam keadaan gugup, dia tidak memikirkan lebih jauh lagi, buru-buru disambutnya bayangan hitam tersebut dengan sepasang tangannya, ternyata benda itu adalah sebuah bungkusan besar, yang lebih mengherankan lagi, buntalan tersebut ternyata miliknya.

Sementara dia masih tertegun, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara tertawa merdu yang amat sedap didengar, dengan cepat Suma thian yu membalikkan badannya kemudian menjerit kaget:

"Aaaaah, rupanya kau!" "Siapakah orang itu?"

Ternyata dia tak lain adalah putri kesayangan dari Mo im sin liong Wan kiam cui, yakni si Dewi burung hong Wan Pek lan.

Sambil menarik kembali senyumannya, si dewi burung hong berkata dengan wajah bersungguh-sungguh:

"Bawalah serta buntalanmu itu, aku memang khusus datang kemari untuk mengirimkannya bagimu"

"Oooh, terima kasih nona Wan"

Seraya berkata dia lantas mengambil buntalan tersebut dan siap meninggalkan tempat itu.

Tampaknya ia sudah merasa penasaran sekali terhadap keluarga Wan, maka setelah bertemu dengan gadis itu, dia mengurungkan niatnya untuk beristirahat.

Belum lagi berapa langkah, mendadak terdengar nona Wan membentak lagi:

"Suma siauhiap, harap tunggu sebentar!"

"Ada apa nona Wan? Dengan perasaan terperanjat Suma thian yu berpaling seraya bertanya.

"ada sesuatu persoalan kumohon petunjukmu" "Persoalan apa?" tanya Suma thian yu.

Si Dewi burung hong berjalan mendekat dengan wajah kemalu-maluan, lalu berkata:

"Aku ingin memohon beberapa petunjuk ilmu silatmu!"

Dengan wajah berkerut bercampur keheranan, Suma thian yu memandang sekejap kearah Wan Pek lan, kemudian tanyanya keheranan:

"Nona Wan, apa maksudmu? apakah ayahmu yang memerintahkan kepadamu untuk menahan aku disini?"

"Soal ini tak usah kau urusi, aku sudah lama mendengar orang bilang tentang kelihayan ilmu pedang Kit hong kiam hoat, karena itu aku ingin sekali memohon petunjukmu" "Nona Wan, buat apa kau mendesak orang terus-menerus?

Aku sedang merasa kesal, lebih baik urungkan saja niatmu itu"

Sepasang alis mata si Dewi burung hong Wan Pek lan  segera berkenyit sesudah mendengar perkataan ittu, serunya sambil tertawa dingin:

"Siauhiap, apakah kau tidak memandangsebelah matapun terhadap diriku?"

"Tidak, aku tidak berniat bertarung melawan dirimu, lebih baik kau urungkan saja niatmu itu!"

Jauh-jauh si dewi burung hong Wan Pek lan menyusul kesana, tujuannya tak lain adalah untuk memnta petunjuk ilmu silat dari anak muda tersebut, tekadnya itu sudah bulat, tak perduli apapun yang dikatakan Suma thian yu, dia sama sekali tidak ambil peduli.

Sambil menarik muka dan melototkan sepasang matanya, ia membentak nyaring:

"Sekalipun tak mau juga harus mau, kalau tidak, jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini"

Suma thian yu yang melihat si nona menghadang jalan perginya, dia lantas tahu kalau pihak lawan memang datang dengan sesuatu maksud tertentu, maka setelah menghela napas panjang, katanya:

"Aku Suma thian yu merasa tak pernah bersalah pada langit, tak pernah bersalah pada manusia, sungguh tak kusangka kalian mengejarku terus-menerus, nona, kumohon kepadamu, sukalah melepaskan sebuah jalan bagiku"

Menyaksikan wajah Suma thian yu yang mengenaskan dan perkataan yang memilukan, Bi hong siancu Wan Pek lan segera tertawa geli, katanya dengan marah:

"Kalau dilihat dari tampangmu yang mengenaskan, seakanakan telah dianiaya orang saja, aku toh hanya bermaksud untuk meminta petunjuk saja kepadamu tanpa mengandung maksud lain"

Mendengar perkataan itu, dengan keheranan Suma thian yu segera bertanya:

"Mengapa harus bertarung dengan ku?" "Aai, kau ini benar-benar "

Setelah berhenti sejenak, gadis itu berkata lebih lanjut: Karena kau tangguh, maka aku baru memohon petunjuk darimu, hal ini hanya suatu permohonan saja, mengapa kau

berusaha menampik dengan pelbagai alasan?" "Permohonan? Aku tidak mengenal segala macam hal

seperti itu"

"Jadi maksudmu, kau tak ingin bertarung melawan diriku?" "Benar nona Wan!" jawaban dari Suma thian yu itu tegas

dan bersungguh-sungguh.

Si nona Wan segera meloloskan pedangnya sambil membentak:

"Baik, akan kulihat apakah kau akan turun tangan atau tidak!"

Pedangnya diputar suatu lingkaran busur, kemudian dengan jurus Long li cian ciau (membunuh naga ditengah ombak) langsung membacok batok kepala Suma Thian yu.

Ternyata Suma Thian yu mengatakan tidak bertarung tetap tidak bertarung, buru-buru dia miringkan kepalanya sambil menghindar ke samping, setelah itu teriaknya kaget:

"Kau "

Belum sempat dia melanjutkan kata-katanya, bacoka pedang dari Bi hong siancu Wan Pek lan telah menyambar tiba, terpaksa dia harus mundur selangkah lagi ke belakang.

"Kau benar benar "

"Ya, aku benar-benar hendak mengajakmu bertarung!"

Sembari berkata dia mendesak maju ke muka sambil melancarkan bacokan, ia sama sekali tidak memberi kesempatan kepada lawannya untuk berganti nafas, bahkan secara beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai yang semuanya ditujukan ke jalan darah kematian di tubuh Suma Thian yu.

Waktu itu Suma Thian yu tidak bersenjata, dia didesak terus sampai mundur berulang ka li, dalam waktu singkat pemuda itu sudah ter jerumus dalam posisi yang berbahaya sekali. Dalam keadaan begini, dia tak dapat menahan diri lagi menghadapi ancaman maut, tanpa berpikir panjang lagi dia berpekik nyaring kemudian tubuhnya melejit setinggi satu kaki ke tengah udara.

Ditengah jalan pedangnya ditarik kembali dan secara tibatiba mengeluarkan gerakan tubuh Yau cu huan sin (burung belibis membalikkan badan)

pedangnya berubah menjadi beratus-ratus kuntuk bunga pedang dan mengurung bersama ketubuh Bi hong Siancu dengan jurus Ciang liong ji hay (naga sakti masuk ke laut).

Inilah salah satu jurus penolong yang ampuh dari ilmu pedang Kit hong kiam hoat.

Waktu itu Bi hong Siancu sedang risau kare na lawannya belum juga meloloskan pedangnya, tak terlukiskan rasa girang dalam hatinya ketika menyaksikan Suma Thian yu menghunus pedangnya sambil melancarkan serangan balasan, teriaknya dengan segera:

"Akan kulihat kau bisa berkeras kepala sampai kapan!"

Sembari berkata, buru-buru pedangnya berputar membentuk selapis kabut senjata yang menyelimuti kepalanya, dia telah bersiap siaga untuk menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras guna mencoba sampai dimanakah ketangguhan lawannya.

Siapa tahu Suma thian yu tidak bertindak seperti apa yang diharapkan, mendadak dia merubah jurus serangan ditengah jalan, kemudian melayang turun kembali ke tanah, bentaknya dingin, "Nona Wan, kau kelewat mendesak orang"

Menyaksikan pemuda itu menarik kembali serangannya sambil melayang turun ke tanah, Bi hong siancu Wan Pek lan kuatir kalau ia menyimpan kembali pedangnya kedalam sa rung, maka terhadap perkataan dari Suma Thian yu dia tak ambil peduli.

Mendadak gadis itu membentak nyaring, pedangnya memapas ringgung lawan dengan jurus Thian li hui ko atau malaikat perempuan memutar tombak. Suma Thian yu benar-benar mendongkol luar biasa, tanpa terasa pergelangan tangannya digetarkan lalu mengayunkan pedangnya dengan

jurus yang diandalkan ialah Im liong tham jiau (naga mega mementangkan sayap) ujung pedangnya seperti cakar naga yang di ayunkan kedepan langsung menotak jalan darah Cian Keng hiat dibahu lawan.

Bi hong siancu Wan Pek lan merasa amat gembira,

akhirnya apa yang di harapkan terwujud karena pancingannya berhasil menjebak lawan, tanpa terasa semangatnya berkobar dia pun mengembangkan pelajaran silat dari ayahnya untuk melepaskan serangan keji.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar