Kitab Pusaka Jilid 06

Jilid 6 
suma thian yu yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi arenapun tak berani bersikap santai waktu itu, dengan sorot mata yang tajam, dia mengawasi terus jalannya pertarungan dengan harapan andaikan siberewok berpena  baja tak sanggup mempertahankan diri, maka dia akan membantu setiap saat.

Dalam pada itu, pertempuran yang berlangsung ditengah arena sudah mencapai puncak keseruanya.

Si Berewok berpena baja dengan mengandalkan pena bajanya memainkan serangkaian serangan berantai untuk mendesak lawannya, sedangkan manusia aneh berkerudung hitam pun memainkan sepasang telapak tangan kosongnya untuk menahan datangnya serangan pena lawan. 

Dalam waktn singkat, seluruh arena telah dipenuhi oleh bayangan manusia serta angin pukulan yang menderu deru, lima kaki di sekitar arena diliputi oleh debu dan pasir yang berterbangan memenuhi angkasa, pertarungan tersebut

benar-benar merupakan suatu pertarung an yang jarang sekali dijumpai kehebatannya.

Mendadak terdengar manusia aneh berkerudung hitam itu meraung gusar, sepasang telapak tangannya melancarkan serangkaian yang berantai, dalam waktu singkat dia sudah melepaskan tiga buah serangan dahsyat yang kesemuanya menggunakan jurus jurus mematikan, kontan saja si Berewok berpena baja kena di desak sampai mundur sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.

Mempergunakan kesempatan itu, si berewok berpena baja segera mundur tiga langkah dan kemudian ia menarik napas panjang-panjang danmenghimpun segenap tenaga dalam yang dilatihnya selama puluhan tahun ini keujung senjatanya.

Begitu senjata pena baja itu digetarkan kembali ditengah udara, dalam dalam waktu seluruh angkasa seraya dilipati oleh angin puyuh yang dahsyat, bayangan pena yang berlapis-lapis hampir seluruhnya mengurung tubuh manusia aneh berkerudung hitam itu rapat-rapat. Merasakan tenaga kurungan yang semakin besar menggencet tubuhnya, kemarahan manusia aneh itu semakin membara, tubuhnya segera melompat kedepan, tiba-tiba dengan suatu gerakan cepat tangannya menghantam kedepan dadanya si Berewok berpena baja dengan jurus Lip pei thay san (mencabut keluar bukit Thay san.)

Segulung kekuatan yang maha dahsyat bagai hancurnya bendungan, langsung saja meluncur kedepan dengan kekuatan yang mengerikan.

Menanti si Berewok berpena baja menyaksikan datangnya ancaman tersebut, untuk menghindar sudah tak sempat lagi, tanpa terasa dia menjerit kaget:

"Habis sudah riwayatku kali ini!"

Sepasang telapak tangannya segera didorong kedepan, sambil memejamkan mata dia menanti saat kematianrya tiba.

Siapa tahu disaat yang keritis itulah tiba-tiba terdengar suara bentakan keras menggema yang pecahkan keheningan, segulung angin pukulan teah menyambar kedepan, lalu seorang pemuda tampan tahutahu sudah berada dihadapnnya.

Si berewok berpena baja hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, seluruh badannya tahu-tahu sudah didorong oleh segulung tenaga lembut yang halus hingga tergeser lima depa kesamping, sementara tenaga pukulan lawan yang maha dahsyat itu sudah menyambar lwat sisi tubuhnya.

“Blaam” terdengar benturan suara keras menggelegar memecahkan kesunyian, sebatang pohon siong yang berada dibelakangnya sudah tumbang keatas tanah.

Si berewok berpena baja Tio Ci-hui menjadi amat terperanjat, mukanya pias seperti mayat, matanya terbelalak lebar dan mulutnya terngangga.

Si berewok berpena baja Tio Ci-hui hampir tidak percaya dengan apa yang dilihat, ternyata orang yang mendorong tubuhnya kesamping dan menyelamatkan jiwanya tak lain adalah Suma Thian yu. Tapi yang paling terperanjat bukan dia melainkan manusia aneh berkerudung hitam itu, dia percaya serangan yang dilancarkannya ba rusan sudah pasti dapat berhasil mengalahkan Tio Ci hui, siapa tahu dari tengah jalan telah muncul seorang Thia Kau kiai, bukan saja usahanya sia-sia belaka, dia sendiri malah kena tergetar mundur.

Kontan saja seluruh hawa amarahnya dilampiaskan keatas tubuh Suma Thian yu, hawa pembunuhan dengan cepat menyelimuti wajahnya, dengan wajah penuh kegusaran teriaknya.

"Bocah busuk, kau pandai sekali menyergap orang ”

"Haaaa.....haaah......haaah, menyergap orang. Hmm, masih bisanya berkata begitu, untuk menjegal dirimu, buat apa mesti menggunakan cara main sergap?"

Ucapan yang amat takabur ini kontan saja membuat si Berewok berpena baja menjadi terkesiap, matanya terbelalak lebar dan mengawasi Suma thian yu tanpa berkedip, dia kuatir sianak muda itu akan menderita kerugianbesar.

Walaupun sudah dua kali nyawa si berewok berpena baja ditolong oleh Suma Thian yu, namun sebelum menyaksikan kelihayan dari anak muda tersebut dengan mata kepala sendiri, dia tak percaya kalau bocah tersebut memiliki kemampuan yang amat lihay.

"Seorang bocah muda berusia enam tujuh belas tahun, berapa besarkah kemampuan yang bisa dimilikinya?" demikian dia berpikir.

Tapi seringkali kenyataan bisa berbeda jauh dengan apa yang diduga dalam harinya.

Seketika itu juga suasana dalam arena berubah menjadi luar biasa heningnya, inilah saat-saat terakhir menjelang berlangsungnya suatu badai yang amat dahsyat.

Selama ini manusia aneh berkerudung hitam itu cuma membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara sepasang matanya yang dingin bagaikan es mengawasi pedang Kit hong kiam yang tersoren dipunggung Suma Thian yu tanpa berkedip. Menyaksikan keadaan tersebut, Suma Thian yu segera memecahkan kesunyian itu lebih dulu, katanya:

"Pencoleng berkerudung, tidak sulit jika kau menginginkan pedangku ini, cuma harus dilihat dulu apakah kau memiliki kemampuan tersebut, asal kau sanggup menangkan satu jurus dari sauya, pedang ini tanpa syarat akan kupersembahkan kepadamu, kalau tidak, hari ini sauya ingin merenggut pula selembar nyawamu.

Menyinggung soal pedang Kit hong kiam, tanpa terasa arak muda itu terbayang kembali paman Wan nya yang dikasihi.

Mendadak hawa amarah berkobar didalam dadanya, ia tak sanggup mengendalikan dirinya lagi, dengan mata melotot besar dia segera mencabut keluar pedang Kit hong kiamnya lalu diiringi suara gemerinciug nyaring, serentetan cahaya tajam kehijau-hijauan memancar ke empat penjuru.

Melihat itu, tanpa terasa manusia aneh berkerudung itu berseru memuji:

"Betul-betul sebilah pedang bagus"

Berdiri dibawah sinar fajar dengan pedang terhumus, Suma Thian yu nampak sangat gagah dan penuh memancarkan sinar kewibawaan.

Si Berewok berpena baja dapat menyaksikan raut wajah Suma Thian yu penuh diliputi hawa pemenuhan yang sangat tebal, tahukah dia kalau pemuda itusedang diliputi oleh amarah yang membara?.

Tampaknya manusia aneh berkerudung hitam pun tahu kalau musuhnya bukan sembarangan musuh, dia tak berani memandang enteng lawannya, pelan-pelan pedangnya pun diloloskan keluar.

Suatu pertarungan yang amat seru pun segera akan berlangsung didepan mata.

Suma Thian yu yang muda dan berjiwa panas tak dapat menahan diri lebih dulu, dia berpekik gusar, tenaga dalamnya disalurkan ke dalam lengan kanan, kemudian pedangnya di putar dengan jurus sin liong jut im (naga sakti keluar dari mega) tampak selapis bunga pedang yang amat menyilaukan mata langsung menusuk kearah tenggorokan manusia berkerudung tersebut.....

"Serangan bagus!" seru manusia berkerudung itu sambil berkelit kesamping.

Tangan kanannya dengan memainkan jurus Hek coa jut tong (ular hitam keluar dari guaj menyergap jalan darah Sian ki niat didalam tubuh Suma Thian yu, pedangnya dilancarkan bersamaan dengan gerakan tubuhnya.

Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah kehilangan bayangan dari Suma Thian yu.

Sementara dia masih tertegun, mendadak dari sisi badannya terdengar seseorang tertawa nyaring.

"Sauya berada distni!”

Betapa gusarnya manusia aneh berkerudung hitam itu karena merasa dipermainkan, sambil berpekik nyaring tubuhnya berputar arah, pedangnya dengan jurus Ya wan heng tok (sampan kecil menyeberang sungai) membabat pinggang Suma Thian yu.

Belum kagi serangan itu tiba, Suma thian yu sudah merasakan desingan angin tajam yang menyambar tiba, ia tak berani berayal, denga ilmu langkah Ciok yiong koan poh ia menyelinap kesamping, memakai jurus Hoa sui hong siau (Bunga berterbangan mengikuti angin) ia menyelinap kebelakang tubuh manusia aneh berkerudung hitam itu sambil tertawa dingin.

Padahal manusia aneh berkerudung hitam itu sudah merasa kalau serangannya dilancarkan dengan cepat dan tepat, baru saja ujung pedangnya hampir menusuk ditubuh lawan, tahu-tahu bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas, disusul terdengar pihak lawan tertawa dingin dari belakang.

Rasa kagetnya tak terlukiskan dengan kata, buru-buru pedangnya dimainkan dengan gencar. Sreet! Sreeet! Sreeet! Secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan kilat dengan jurus-jurus Kan kun to cuan (dua berputar balik), Khi koan tian hong (bianglala memancar diangkasa), Po im kian jit (menyingkap awan melihat matahati). Tampak selapis cahaya bintang yang menyilaukan mata, disertai cahaya pedang yang berkilauan dengan cepat mengurung Suma thian yu dalam kepungan kabut pedang.

Sekarang, Suma Thian yu baru merasakan kelihayan lawannya, buru buru ia salurkan ilmu Bu siang sia kang dari perguruannya kedalam permainan pedang, selapis bunga pedang diciptakan memenuhi angkasa, lalu disertai desingan angin tajam langsung menyapu kedepan.

Setika itu juga tampaklah dua belah menari-nari diangkasa, cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, bunga pedang menyusul kemana-mana, pertarungan yang sedang berlangsung benar-benar merupakan suatupertarungan yang amat sengit.

Selama ini si Berewok berpena baja Tio Ci hui hanya menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi arena, selama ini dia amat menguatir kan keselamatan jiwa Suma Thian yu, bahkan mengucurkan peluh dingin baginya.

Akan tetapi setelah menyaksikan kelihayan yang dimiliki pendekar cilik ini, dia baru merasa terkejut bercampur girang, sekarang dia sudah tak bisa membedakan lagi mana yang Suma thian yu dan mana si manusia berkerudung.

Kecuali dua sosok bayangan manusia yang saling menyambar dibalik kabut pedang yang tebal, ia hampir boleh dibilang tidak melihat apapun.

Makin bertarung Surna Thian yu merasa makin perkasa, rasa ingin menang hampir menyelimuti seluruh benaknya.

Mendadak dia berpekik nyaring, seluruh badannya melejit ketengah udara, pedang Kit hong kiamnya menciptakan selapis cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, dengan cepatnya lapisan cahaya itu mengurung seluruh badan manusia berkerudung itu.

Bagaikan bayangan iblis yang menempeli lawan, manusia berkerudung hitam itu selalu berputar kesana kemari, kekiri kekanan mengikuti gerakan dari Suma Thian yu.

Yang seorang adalah manusia aneh berkerudung hitam, sedang yang lain adalah seorang pemuda berwajah tampan, saat itu mereka berdua sudah bertarung sampai titik keadaan yang paling kritis, terlihat lapisan cahaya perak berkilauan dan amat menusuk pandangan.

Makin bertarung manusia aneh berkerudung hitam itu semakin ter peranjat, ia tidak nyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki pemuda itu begitu dahsyat, pada hakekat merupakan musuh paling tangguh yang pernah dijumpainya, seketika itu juga mencorong sinar keraguan dari balik matanya.

Diam-diam dia lantas berpikir.

“Bocah keparat ini bertarung hanya mengandalkan pedang Kit hong kiam yang memainkan ilmu pedaog Kit hong kiam hoat, sudah jelas dia merupakan murid dari Wan Liang. Kalau dilihat usianya yang muda, ternyata ilmu silatnya sepuluh kali lipat lebih hebat dari pada Kit hong kiam Wan Liang, bukankah kejadian ini sangat aneh? Hari ini, kalau ia tidak kubunuh, sudah pasti dikemudian hari akan jadi bibit bencana bagi   diriku sendiri "

Berpikir sampai disitu, dia lantas berpendapat bahwa "menghajar ular tidak mati, bibit bencana tidak ada habisnya”, siapa tahu kkarena pikirannya harus bercabang, permainan pedangnya menjadi lamban.

Hal mana segera memberikan peluang baik sekali bagi  Suma Thian yu. Dengan pedang Kit hong kiamnya digetarkan keras, tubuhnya melompat kedepan sambil melakukan sebuah sapuan kilat, selapis cahaya pedang memancar keempat penjuru, menanti manusia aneh berkerudung hitam itu sudah kena disambar lepas oleh cukilan pedang Suma Thian yu.

Dengan cepat terlihatlah selembar wajah yang amat tampan sekali muncul dari balik kain tersebut.

Peristiwa ini sama sekali diluar dugaan, mimpipun manusia aneh berkerudung hitam itu tak menyangka kalau gerakan lawan bisa secepat itu, buru-buru dia melancarkan sebuah bacokan kilat, kemudian sepasang bahunya bergerak dan lalu ia melejit ketengah-tengah udara, dalam beberapa lompatan saja dia sudah mencapai puluhan kaki dan lenyap dari pandangan mata.

Tindakan yang sangat tiba-tiba ini diluar dugaan siapapun, ternyata manusia aneh berkerudung hitam itu bukan kabur lantaran kalah, melainkan justru karena kain kerudungnya kena disambar hingga terbuka.

Panjang untuk diceritakan, cepat didalam kenyataaan, sejak terjadinya peristiwa kain kerudung yang tersingkap sampai tindak melarkan diri, semuanya dilakukan dalam waktu singkat, sehingga si Berewok berpena baja Tio Ci hui yang berdiri disisi arena tak sempat melihat jelas paras muka yang sebetulnya dari manusia berkerudung itu.

Begitu berhasil menyingkap kain kerukdung lawan, tiba-tiba Suma Thian yu merasakan ada segulung tenaga pukulan yang menyergap tubuhnya, buru-buru dia miringkan kesamping untuk menghindarkan diri.

Tampak serangan tersebut dilancarkan manusia berkerudung itu dalam keadaan gusar, angin pukulan itu sedemikian dahsyatnya se hingga sebatang pohon yang berada dibelakang Suma Thian yu terhajar sampai patah dan roboh ke tanah.

Melihat kesempatan untuk membalas dendam segera akan berakhir, buru-buru Suma Thian yu berseru keras.

"Kejar!”

Dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dia langsung melejit ke depan.

Si Berewok berpena baja yang menyaksikan rekannya melakukan pengejaran, diapun dengan perasaan bingung ikut melakukan penge jaran pula dari belakang.

Ditengah pegunungan sepi, terlihatlah tiga sosok bayangan manusia secepat sambaran kilat melakukan kejar mengejar, bagaikan tiga gulung asap hitam, mereka meluncur cepat ke muka.

Makin kabur manusia berkerudung itu semakin cepat, bagaikan kuda liar dia berlarian tiada hentinya. Sambil menggigit bibir, Suma Thian yu segera mengejardari belakangnya dengan ketat.

Lima kaki, tiga kaki, satu kaki....

Tampaknya Suma Thian yuskan berhasil menyusul dibelakang tubuh manusia aneh berkerudung hitam itu, seakan akan mempunyai mata dipunggungnya, mendadak dia merentangkan sepasang tangannya, kemudian bagaikan seekor burung elang raksasa, dengan kecepatan luar biasa menerebos masuk kedalam hutan.

Tanpa berpikir panjang lagi Suma Thian yu segera melejit ketengah udara dengan jurus Cing cian tui hong (Comberet hijau mengejar angin) diapun ikut mengejar kedalam hutan.

Orang persilatan mempunyai pantangan yang besar, yakni bila bertemu hutan jangan. Namun Suma thian yu sama sekali tidak memperdulikan tantangan tersebut.

Begitu masuk kedalam hutan, dia segera kehilangan jejak dan dari manusia aneh berkerudung hitamitu, untuk sesaat Suma Thian yu menjadi sangsi...

Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras bergema dari dalam hutan, tiga titik cahaya disertai dengan angin tajam, dengan berpen car dalam posisi segitiga langsung meluncur ke arah Suma Thian yu.

Suma thian yu adalah seorang anak mada yang belum berpengalaman, mimpipun dia tak menyangka kalau manusia berkerudung hitam itu bakal melancarkan serangan  mematikan seperti ini, menanti dia sadar akan datangnya bahaya, tiga batang pian beracun telah muncul didepan mata. "Aaah...!" serunya kaget.

Dalam keadaan yang amat berbahaya, Suma Thian yu segera ber tindak cepat, dengan gerakan Gi kiong ciu pon (menggeser posisi maju berlangkah) badannya melejit lima depa ke samping.

“Sreet! Sreet! Sreet! tiga batang pian terbang telah  meluncur lewat dari sisi tubuhnya dan menghajar diatas dahan pohon disebelah kanan. Kalau dibilang berbahaya, keadaan yang dihadapinya saat itu benar-benar berbayaha sekali, sedikit saja meleset bisa mengakibat kan pisau beracun menembusi ulu hatinya.

Peluh dingin bercucuran membasahi seluruh badan Suma Thian yu, sejak dilahirkan dari rahim ibunya, belum pernah ia alami kejadian seperti ini, kontan saja amarahnya berkobar.

Dengan cepat ia melejit keudara sambil menerjang kearan mana datangnya sergapan tersebut, berada ditengah udara dia berpekik pan jang, sepasang telapak tangannya didorong ke depan melepaskan sebuah pukulan dahsyat.

Seketika itu juga terdengarlah suara gemuruh yang amat memekikkan telinga dalam hutan tersebut, lalu beberapa batang pohon siong bertumbangan ke atas tanah.

Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu dalam keadaan gusar ini telah disertakan tenaga Bu siang sin kang yang maha dahsyat, kehebatannya benar-benar mengerikan sekali.

Tapi, suasana didalam hutan tersebut masih tetap senyap tak kedengaran sedikit suarapun, sementara bayangan tubuh dari manusia aneh berkerudung hitam itu sudah lenyap.

Sambil mendepak-depakkan kakinya keatas tanah dengan gemas, Suma Thian yu bergumam:

"Bajingan licik yang berotak anjing hitung-hitung

nasibmu memang lagi mujur!"

Pada saat itulah, si Berewok berpena baja Tio Ci-hui telah sampai pula ditempat tujuan.

Kepada rekannya yang baru tiba itu, Suma Thian yu menggelengkan kepalanya berulang kali, rasa kecewa terlintas di atas wajahnya.

“Sudah kabur!" dia bergumam sambil menghela napas. "Suma Hiante, tindakanmu melakukan pengejaran tadi

sungguh mencemaskan hatiku! Tahukah kau, mereka adalah manusia-manusia laknat yang berhati busuk, perbuatan keji seperti apa saja dapat mereka lakukan, lain kali jika bertemu lagi dengan peristiwa semacam ini, kau harus berhati-hati lagi"

Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera teringat kembali dengan tindakan yang baru saja dilakukan, berbicara yang sesungguh nya andaikata didalam hutan tadi benarbenar sudah disiapkan musuh dalam jumlah banyak, bisa jadi dia menderita kerugian yang amat besat.

Maka dengan perasaan menyesal katanya:

"Tadi aku hanya dibikin jengkel oleh keadaan hingga mata gelap, lain kali aku pasti akan bertindak lebih hati-hati lagi"

Ketika berbicara sampai disitu, mendadak ia teringat akan sesuatu, segera serunya:

“Tio toako, sungguh tampan wajah orang itu”

“Apa? Kau berhasil melihat jalan raut wajah orang itu? seru si Berewok berpena baja cepat.

"Yaaa, walaupun hanya sikejap mata, namun aku dapat melihat jelas raut wajah orang itu.

"Berapa besar usianya?” "Antara empat puluh tahunan” "Bagaimanakah tampangnya?"

"Bermata jeli, beralis mata lentik, hidung mancung dan mulut lebar "

"Bermata jeli, beralis mata lenting, hidung mancung dan mulut lebar, mungkinkah dia? Si Berewok berpena baja Tio Cihui segera bergumam pelan.

“Siapakah dia? Tio toako.... “ buru-buru Suma Thian yu bertanya.

"Aaaah, tak mungkin" kembali si Berewok berpena baja Tio Ci hui menggelengkan kepalanya berulang kali, mustahil bisa dia, yaa dia adalah seorang Kuncu, seorang lelaki sejati"

"Siapakah dia Tio toako? Siapa yang kau maksudkan?" melihat si Berewok berpena baja bergumam tiada hentinya, timbullah perasaan ingin tahu di dalam hati Suma Thian yu.

"Hiante, kau tak usah bertanya, aku hanya salah bicara

saja. Orang itu bernama besar dan berkedudukan terhormat di dalam dunia persilatan, dia adalah seorang pemimpin dunia persilatan yang paling dihormati orang selama sepuluh tahun terakhir ini."

Siapakah dia?"

"Bi ku lun (Kun lun indah) Siau wi goan!" Oleh karena anak muda itu mendesak terus menerus, terpaksa si Berewok berpena baja ini harus menyebut juga nama tersebut.

Tetapi selang beberapa saat kemudian, dia berkata lebih jauh:

"Raut wajah Siau Tayhiap mirip sekali dengan orang kau jumpai itu, maka aku telah salah menduga akan dirinya.”

“Siau Wi goan? Suatu nama yang amat dikenal......” sehabis mendengar perkataan dari si Berewok berpena baja, Suma Thian yu ber pikir terus tiada hentinya.

Dia merasa seperti pernah mendengar nama itu, ia berusaha keras untuk menemukan siapa gerangan dia.

Akhirnya dia teringat, bukankah nama tersebut adalah nama yang seringkali di sumpahi dan dimaki-maki paman Wan?

Yaa, benar! Paman Wan malah pernah berkata begini: "Siau Wi goan wahai Siau Wi goan! Bagaimanapun licikmu,

tak mungkin kau akan berhasil menemukan aku orang she Wan"

Kejadian itu sudah berlangsung lama sekali, waktu itu ia dan paman Wan baru selesai membenahi gua mereka.

Maka selapis hawa pembunuhan yang menakutkan dengan cepat menyelimuti wajah Suma Thian yu, darah panas segera mendidih dalam dadanya, iapun merasa menyesal.

Ia menyesal mengapa membiarkan manusia aneh berkerudung hitam itu lolos dari pengejarannya, andaikata waktu itu dia berhasil membekuknya, bukankah semua kecurigaan tersebut dapat dipecahkan?

"Suma hiante, mengapa kau?" Ketika si Berewok berpena baja menyaksikan paras muka Suma Tbian yu berubah aneh, dia segera ber tanya dengan wajah tercengang.

Suma Thianyu sedang termenung sambil mutar otaknya keras-keras, cepat-cepat ia menjawab:

"Aaaah, tidak apa-apa!" “ Masih sedih?"

"Yaa, benar” Dia tak ingin membocorkan rahasia tersebut, terutama  sekali rahasia antara paman Wan dengan Siau Wi-aoan. Tentu saja alasanyang terutama adalah karena dia belum

memahami secara keseluruhan akan rahasia tersebut, ia kuatir tindakannya yang kelewat terburu-buru justru akan ditertawakan orang.

Apa lagi kalau didengar dari ucapan si Berewok berpena   baja Tio Cu hui terhadap Siau Wi goan mendekati rasa hormat yang berlebihan, dia merasa antipatik yang diperlihatkan bisa mencurigai orang itu, bahkan akan mempersulit usahanya untuk membongkar perbuatan jahat yang dilakukan Siau Wi goan.

Si Berewok berpena baja Tio Ci bui belum lama berkenalan dengan Suma Thian yu, tentu saja dia tak dapat meraba jalan pikiran dari sianak muda itu.

Dengan nada menghibur, dia lantas berkata: "Adikku, biarkan saja pencoleng itu kabur, lain kali bila kitasampai menemukannya kembali, jangan kita biarkan mereka lolos, mari kita pergi sekarang”

Suma thian yu segera menyarungkan kembali pedangnya kedalam sarung, kemudian ia memetik sekuntum bunga, mengendusnya pelan-pelan dan jalan mengikuti si berewok berpena baja.

Bagian Ketujuh

Perusahaan Sin Liong piaukiok terletak diujung jalan Heng yang dalam kota Heng ciu, bangunannya menempati areal tanah seluas puluhan hektar, dinding pekarangannya terbuat dari batu hijau, disisi pintu gerbang berdiri sepasang patung singa batu yang berat nya mencapai puluhan ribu kati.

Setiap orang orang persilatan yang datang di kota Heng ciu, kebanyakan akan berkunjung keperusahan Sin liong piaukiok untuk menyambangi cong piauiaunya "Mo im sin liong” (naga sakti penggosok awan) Wan Kiam Cu. Seakan-akan siapa saja yang bisa berkunjung ketempat itu, maka sekeluarnya dari sana maka kedudukkannya akan terasa lebih tinggi dan terhormat...

Hari itu, ketika cong piautau Mo im sin liong Wan kiam ciu sedang berancang-bincang dengan seorang tetamu yang datang ber kunjung, tiba-tiba dari luar pintu muncul anak buahnya yang segera memberi laporan:

"Cong piautau, Tio piautau telah kembali!” Mendengar si adik angkatnya telah pulang, Ko im sin liong Wan Kiam ciu merasa girang sekali, segera serunya:

"Ehmm, sampaikan padanya setelah menyelesaikan urusan, suruh datang kemari, oh yaa, benar, beritahu kepadanya sepanjang jalan dia tentu amat lelah.....

Mendengar perkataan itu, buru-buru orang itu berseru lagi:

“Lapor cong piautau, Tio piautau pulang sendirian, dia datang hanya ditemani orang pemuda.”

"Apa?" mendengar 'aporan itu, dengan terkejut Mo im sin liong Wan Kiamciu melompat bangun, tak sempat minta maaf kepada tamunya lagi, buru-buru dia lari keluar.

Para ramunya yang menjumpai kejadian itu segera tahu kalau disana telah terjadi suatu peristiwa.

Karena itulah mereka bersama sama ikut memburu

keluar pintu gerbang. Begitu sampai didepan pintu, Mo im sin liong Wan Kiamcu saksikan adik angkatnya si Berewok  berpena baja Tio Ci hui berdiri didepan pintu dengan wajah sedih dan murung, dibelakangnya mengi kuti seorang pemuda berwajah tampan.

Buru-buru dia menegur: "Hiante, sebenarnya apa yang telah terjadi?"

Berjumpa kakak angkatnya, si Berewok berpena baja  merasa bagaikan bertemu sanak sendiri, rasa sedih yang tibatiba mendekam perasaannya membuat ia tak bisa mngendalikan diri lagi.

Ia segera memeluk saudara angkatnya dengan air mata berlinang, tak sepatah katapun yang bisa diucapkan. Melihat itu, Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera berkata lagi:

"Hiante, aku sudah tahu, apakah barang kawalanmu dibegal orang?"

Si Berewok berpena baja manggut-manggut tanpa menjawab.

"Tidak mengapa" hibur Wan Kiam ciu cepat, "sebagai seorang lelaki kita harus dapat menghadapi setiap perubahan, bisa diambil bisa pula dilepas, kau sudah lelah, beristirahatlah dulu, kemudian baru pelan-pelan menceritakan kisah tersebut kepadaku”

Cong piautau dari perusahaan Sin liong piau kiok memang seorang lelaki yang hebat dan berjiwa besar.

Suma Thian yu yang berdiri dibelakang Si Berewok berpena baja Tio Ci hui diam-diam merasa kagum sekali.

Pelan-pelan Si Berewok berpena baja mendongakkan kepalanya, lalu dengan mata merah katanya sedih.

“Toako, siaute tak becus, ternyata tak mampu melindungi barang kawalan tersebut, yang lebih tak beruntung lagi, mereka telah gugur semua ditangan musuh”

Dia lantas menceritakan semua kisah kejadian itu dengan jelas, ketika berbicara tentang ketiga belas saudara yang tewas, Tio Ci hui tak dapat membendung air matanya lagi.

Selesai mendengar laporan tersebut, Mo im sin liong wan Kiam cie menunjukkan pula rasa sedih yang tebal, butiran air mata tampak mengembang dalam kelopak matanya, tapi dia masih berusaha keras untuk menahannya agar jangan meleleh keluar.

Sampai lama kemudian, Wan Kiam ciu baru berkata.

“Hiante, aku telah membuatmu susah selama ini, cepatlah rawat lukamu, kau harus lebih mengutamakan kesehatan badanmu....

Kemudian sambil menjura ke arah Suma Thian yu, lanjutnya: “Suma Siauhiap, terima kasih banyak atas bantuanmu, siauhiap tentu merasa lelah bukan, silahkan mengikuti Tio hiante masuk kedalam untuk beristirahat!"

Saking terharunya si Berewok berpena baja melelehkan air mata dengan deras, tentu saja dia rikuh untuk pergi beristirahat.

Tiga belas saudara telah gugur, sepasukan kereta barang telah hilang....akhirnya ia tertunduk dengan sedih, titik air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya.

Mo im sin liong Wan Kiam ciu tidak menghalanginya untuk menangis, dengan membawa perasaan sedih dia berjalan masuk keruang da lam, sebelum berlalu, pesannya kepada kasir.

"Turunkan bendera perusahaan, naikkan bendera berduka cita!”

Bendera berduka cita merupakan bendera yang dinaikkan untuk mengenang para piaucu yang tewas, setiap kali ada  yang jatuh korban dalam setiap perjalanan, cong piautau pasti akan memerintahkan sang kasir untuk mengganti bendera perusahaan dengan bendera segitiga pertanda duka cita

Malam itu seluruh perusahaan berada dalam suasana hening, setelah cong piautau memerintahkan orang untuk mengatur para tamu untuk tidur, dia mengurung diri dalam kamar baca dan berjalan mondar mandir semalaman suntuk dengan perasaan sedih.

Keesokan harinya, ketika Mo im sin liong Wan Kiam ciu sedang berada dalam lamat-lamat tidur, mendadak ia mendengar suara hiruk pikuk dari luar, Wan kiam ciu segera tersadar kembali dari tidurnya.

Baru saja dia akan melangkah keluar dari kamar, seorang pegawainya telah lari mendekat sambil berteriak:

“Aduuh celaka... Cong.... Cong piautau panji duka cita dicuri orang....

Diam-diam Mo im sin liong Wan Kiam merasa tertegun,   tapi dia masih berusahau untuk mempertahankan ketenangannya, sambil mengulapkan tangannya dia berseru: "Pergilah kau! Aku akan segera menyusul..."

Sepeninggal pegawainya, Mo im sin liong Wan Kiam ciu mendongakkan kepalanya dan menghela napas panjang, pelbagai pikiran serasa berkecamuk didalam benaknya, ia tidak habis mengerti siapa gerangan manusia aneh berkerudung hitam itu? Mengapa pula mereka bermusuhan dengannya?

Tatkala Mo im sin liong Wan Kiam ciu tiba ditengah lapangan, ditengah lapangan sudah penuh kerumunan ratusan orang pegawai dan puluhan orang piausu, diantaranya  terdapat pula jago-jago persilatan yang kebetulan berkunjung kesana.

Tatkala semua orang menyaksikan cong piautaunya munculkan diri, suasana menjadi hening, sorot mata semua orang ditujukan kearahnya dan setiap orang membungkam diri dalam seribu bahasa.

Dengan senyuman getir menghiasi wajahnya, Mo im sin liong Wan kiam ciu pelan-pelan berjalan ketengah arena dan manggut-manggut kepada setiap orang yang dijumpainya.

Saat itulah, seorang kakek munculkan diri dari kerumunan orang banyak dan berjalan menuju kehadapan Wan Kiam ciu, setelah memberi hormat katanya:

"Lapor cong piautau, pagi tadi ketika Hui lam keluar hendak menaikkan bendera, tiba-tiba dijumpai panji duka cita itu sudah hilang, sementara diujung tiang bendera telah ditemukan sebatang panah, silahkan congpiau memeriksanya"

Mendengar laporan itu, Mo im sin liong wan Kiam ciu mendongakkan kepalanya, benar juga, di pucuk tiang bendera itu telah sebatang anak panah.

Melihat itu, katanya sambil tersenyum:

“Sim suhu, mundurlah dulu”

Menanti piausu yang bernama Sim Hui lam mundur, Mo im sin liong wan Kian ciu melakukan perondaan ke seluruh lapangan, kemudian baru berkata dengau suara lantang:

"Saudara sekalian, sejak didirikan hingga kini perusahaan kita sudah bercokol selama dua puluh tahun lamanya, berkat bantuan dari saudara sekalian, perusahaan kita baru berhasil mencapai sedikit kemajuan seperti hari ini, lohu yakin tak pernah menyalahi sobat sobat dari dunia persilatan, siapa tahu berapa hari berselang barang kawalan kita dibegal orang, kemarin panji duka cita juga dicuri orang, rejeki tidak tiba berbareng, bencana tidak jalan sendiri, jelas hal ini merupakan suatu pembicaraan dan suatu tantangan buat kita, yang patut disesalkan hingga kini, kita masih belum mengetahui dengan jelas siapa gerangan musuh kita tersebut."

Ketika berbicara sampai disitu, mendadak terdengar seseorang berseru keras.

“Kalau begitu pembegal itu berkerudung?”,

Pelan-pelan Mo im sin liong wan Kian ciu mengangguk, sambungnya lebih jauh:

"Benar! Mereka adalah sekawanan pencoleng berkerudung hitam, tanpa kita ketahui siap mereka, mana mungkin kita bisa turun tangan untuk melacaki jajaknya? Setelah lohu berpikir keras semalaman suntuk, akhirnya aku berhasil menarik dua kesimpulan"

Berbicara sampai disini, dia berhenti sejenak untuk memandang orang-orang yang berada dihadapannya, setelah itu sambungnya lebih jauh:

"Pertama kita tutup pintu perusahaan untuk mencari jejak pencoleng, kedua melanjutkan usaha ini sambil menantikan perubahan selanjutnya"

begitu ucapan tersebut diutarakan, suasana menjadi gempar, masing masing saling berbisik membicarakan persoalan itu, ada yang setuju gegasan pertama ada pula yang menyetujui gagasan kedua, untuk sesaat suasana menjadi kacau balau tak karuan.

Mo im sin liong sama sekali tidak melakukan tindak pencegahan apa-apa, sebab ia sendiripun tidak tahu harus memilih yang manakah diantara kedua macam gagasan tersebut.

Ditengah suasana yang hiruk pikuk, mendadak terdengar seorang pemuda berseru dengan lantang: "Harap saudara sekalian sedikit tenang!"

Suara yang menggeledek itu kontan saja membuat suasana dalam arena berubah menjadi tenang kembali, serentak semua orang berpaling kearah pemuda itu.

Ternyata pemuda itu tak lain adalah Suma Thian yu yang diajak datang bersama si Berewok berpena baja Tio Cihui kemarin.

Mo im sin liong Wan Kiam ciu memperhatikan Suma Thian yu sekejap, lalu tanyanya dengan suara lembut:

"Siauhiap, apakah kau mempunyai suatu pendapat?"

Suma Thian yu segera menjura, kemudian sambil menuding kearah tiang bendera itu katanya:

“Asal panah tersebut dapat kita ambil, rasanya tidak sulit untuk mengetahui siapakah musuh kita itu"

Mendengar perkataan itu, Mo im sin liong wan Kiam ciu menjadi tertegun, ia mendongakkan kepalanya lalu membungkam dalam seribu bahasa.

Perlu diketahui tiang bendera itu tingginya paling tidak mencapai dua puluhan kaki bukan suatu pekerjaan yang sudah untuk memanjat naik ke puncak tiang setinggi itu.

Mendadak dari tengah arena berkumandang suara teguran yang amat merdu:

"Siauhiap, apakah kau berniat untuk menggajak kami bergurau? Atau mentertawakan kami yang tak mampu naik ke atas?"

Mendengar ucapan tersehat, Suma Thian yu segera berpaling, tapi dengan cepat ia menjadi tertegun.

Ternyata dari tepi arena berjalan keluar seorang gadis berbaju hijau yang cantik rupawan, kulit tubuhnya putih halus, usianya enam belas tahun, mukanya bulat telur dengan   hidung yang mancung, bibir yang kecil dan mata yang jeli.

Boleh dibilang dia adalah seorane gadis yang cantik rupawan, membuat Suma Thian yu menjadi tertegun dan lupa untuk menjawab.

Tiba-tiba terdengar Mo im sin liong Wan Kiam ciu menegur keras: "Anak Lan, jangan kurangajar!"

Dengan cepat Suma Thian yu menjadi tersadar kembali, segera pikirnya:

“Ternyata dia adalah putri kesayangan dari Wan cong piautau, tak heran kalau kecantikannya bagaikan bidadari dari kahyangan"

Maka dia lantas menjura kepada nona itu sembari berkata: "Nona telah salah paham, aku hnya bermaksud baik saja" "Hmmm! Maksud baik?” nona itu menggigit bibirnya

kencang kencang, "tolong tanya, dari mana kau bisa tahu kalau dengan mengambil panah tesebut maka kita akan mengetahui siapakah musuh kita itu?”

“Aku hanya berpendapat demikian, karena.....

Belum habis dia berkata, terdengar Mo im sin-Iiong telah menukas sambil tertawa.

"Saudara sekalian, lupakan saja persoalan hari ini, apalagi kesempatan sebaik ini juga sukar ditemukan, mengapa tidak kita gunakan kesempatan ini untuk menggunakan suatu perlombaan?”

Secara tiba-tiba Mo im sin-Iiong Wan Kiam cui  mengucapkan perkataan itu apalagi dalam suasana seperti ini.

Kontan saja semua orang dibikin kebingungan setengah

mati, semua orang tidak tahu rencana apakah yang terselip di balik kesemuanya itu?

Setiap orang dengan wajah keheranan bersama-sama menunggu ia melanjutkan kembali kata-katanya.

Menyaksikan semua orang merasa keheranan, Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera tertawa terbahak-bahak.

"Haaahh.....haahh......haahh apakah kalian keheranan?”

“Kalian pasti mengira lohu sedang mencari gara-gara dalam suasana seperti ini bukan?” jangan curiga, ilmu silat memang melupakan suatu kepandaian yang harus dipacu untuk maju, mengapa kita tidak manfaatkan kesempatan ini untuk menyelenggarakan suatu perlombaan untuk memperebutkan panah? Selain sebagai hiburan juga untuk mengendorkan pikiran yang sudah penat dan lelah! "Bagus sekali!” mendengar usul itu, semua orang segera bersorak sorai dengan gembira.

Hanya siberewok berpena baja Tio Gi-hui seorang yang memandang Wan Kiam ciu sambil termangu-mangu, dia cukup mengetahui watak dari kakak angkatnya ini, mustahil dia bisa melakukan perbuatan semacam ini dalam suasana dan  keadaan semacam ini, maka dalam hati kecilnya dia lantas berpikir:

"Jangan jangan dia mencurigai Suma siaute? Kalau tidak, mungkin ia sudah mengetahui kalau ada musuh yang telah menyelundup dibalik kawanan manusia yang hadir sekarang?”

Si Berewok berpena baja Tio Gi-hui memang tak malu  disebut sebagai seorang jago kawakan dalam dunia persilatan, ternyata apa yang dipikirkan Mo im sin liong Wan Kiam ciu telah memerintahkan pegawai pegawainya untuk  membereskan lapangan, menyiapkan meja per jamuan dan memerintahkan koki untuk menyiapkan hidangan dan arak.

Tak selang berapa saat kemudian, sekeliling lapangan sudah dipenuhi oleh meja kursi, yang tersisa hanyalah tanah lapang seluas lima kaki dengan tiang bendera itu sebagai pusatnya.

Buru-buru Mo im sin liong mempersilahkan para tamu untuk duduk, sedangkan dia bersama putri kesayangannya duduk di meja utama disebelah timur.

Suma Thian yu duduk bersama dengan si berewok berpena baja Tio Ci hui....

Setelah duduk, dengan suara lirih si Berewok berpena baja Tio Ci hui segera berbisik kepada Suma Thian yu:

"Hiante, selama berada disini, berhati-hatilah dalam pembicaraan maupun gerak gerik”

"Kenapa?" tanya pemuda itu keheranan.

"Kau harus tahu, kelewat menunjukkan kelihayanmu hanya akan menuncing rasa dengki orang lain"

Si Berewok berpena baja Tio Ci hui hanya bisa berkata demikian, karena dia sendiripun tidak mengerti apa maksud yang sebenarnya dari kakak angkatnya itu. Setelah semua orang duduk dan hidangan di keluarkan, Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera mengangkat cawannya sambil bangkit ber diri, kemudian kepada semua orang serunya;

“Saudara sekalian, mari kita keringkan secawan arak, perusahaan kami tak pernah menerima kunjungan kunjungan yang begitu banyak dari tamu-tamu agung seperti hari ini, adapun didalam peryelenggaran pertemuan ini, lohu selain ingin menyelenggaraan permaian perebutan anak panah, akupun ingin sekali menyaksikkan saudara sekalian bisa memberikan pertunjukan yang menarik."

Ucapan tersebut mempunyai arti yang mendalam, beberapa orang diantara mereka yang berperasaan tajam segera dapat menangkap maksud lain dibalik ucapan tersebut, masingmasing lantas membicarakannya dengan suara berbisik-bisik.

Selesai berkata, Mo im sim liong segera meneguk habis isi cawannya, kemudian memandang sekeliling tempat itu sambil menantikan reaksi.

Dalam waktu singkat, dari meja sebelah barat telah berdiri seseorang, sambil menjura orang itu berseru:

Cong piauiau, siauloji akan turun kearena paling dulu. Ternyata orang itu adalah piausu Sim Hui lam. Sambil menggulung bajunya dia menuju ketengah arena, setelah

memberi hormat katanya:

"Sobat darimanakah yang ingin memberi petunjuk kepadaku?"

Sim Hui lam merupakan seorang piausu yang paling sombong dan tinggi hati dalam perusahaan tersebut, walaupun dia cuma seorang jagoan dari kelas dua, namun dihari-hari biasa dia sering membentak-bentak anak buahnya atau mendamprat anak buahnya dengan kata kasar, sebab itu banyak orang yang tak senang kepadanya.

Sudah banyak tahun dia bekerja dalam perusahaan, tetapi belum pernah naik pangkat, maka begitu ada kesempatan untuk memamerkan kepandaiannya, tentu saja dia tak akan melepaskan kesempatan tersebut dengan begitu saja. Begitu sampai ditengah arena, semua orang segera berbisik membicarakan persoalan itu, sayang tak seorangpun yang menampakan diri.

Melihat tiada orang yang menanggapi tantangannya itu, dia menjadi rikuh sendiri, dan akhirnya sambil menjura kepada Cong piautaunya dia berkata.

“Cong piautau, bagaimana kalau Hui lam mainkan serangkai ilmu pukulan saja untuk menghibur para tamu?"

“Belum sempat Mo im sin liong menjawab, sesorang telah melayang turun ketengah arena, kemudian sahutnya:

"Tidak perlu, biar aku saja yang menemanimu bermain beberapa gebrakan "

Sim Hui lam segera berpaling, ternyata orang itu adalah seorang lelaki setengah umur yang berbaju perlente, sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau dia adalah tamu yang berkunjung semalam, buru buru dia menjura sambil bertanya.

"Tolong tanya siapakah nama saudara? Kalau kau bersedia untuk bermain beberapa geb rakan, hal ini lebih baik lagi"

Lelaki setengah umur itu menjura untuk membalas hormat, lalu sahutnya.

Aku she Kang bernama Pun san, orang persilatan menyebutku sebagai Cha gi sui (tikus bersayap), silahkan Sim suhu memberi petunjuk"

“Kalau begitu maaf..." kata Sim Hui lam sambil menjura.

Dengan jurus Hek hou tou sim (harimau hitam mencuri hati) mendadak kepalan kanannya disodokkan ke perut si Tikus bersayap Kang Pun san.

Kang Pun san tertawa nyaring, dengan cepat dia memutar badannya menghindar, kemudian dengan jurus Hay see sian sian (membunuh ular didasar laut) ia balas menumbuk jalan darah Tay yang hiat ditubuh Sim Hui lam.

Bagaimanapun juga kalau orang orang dari kelas dua yang sedang melakukan pertunjukan, pertarungan mereka meski nampaknya tegang dan seru, padahal bagi orang yang ahli, pertarungan itu ibaratnya perkelahian anak kecil sedikitpun tidak menarik hati. Wan Pek lan, putri kesayangan Mo im sin liong wan Kiam ciu yang berada disamping ayahnya segera tertawa, serunya.

“Huuh... .pada hekekatnya seperti tombak melawan tombak mainan, sama sekali tak ada gunanya, ayah! Cepat suruh mereka berhenti, jangan membuat perusahaan kita betul-betul sampai kehilangan muka."

Baru saja ucapan gadis tersebut selesai diucapkan, mendadak terdengar Sim Hui lam yang berada ditengah arena menjerit kesaki tan:

"Aduuuuh "

Kemudian sambil memegangi perut sendiri, tubuhnya roboh ketanah, mukanya pucat dan peluh dingin jatuh bercucuran dengan derasnya.

Si tikus bersayap Kang Pun san tertawa tergelak-gelak seraya bsrseru:

"Maaf, maaf !"

"Bagaikan seorang pemenang yang hebat, dia berdiri ditengah arena dengan kepala di angkat dada dibusungkan, tampaknya seperti lagi menunggu orang kedua terjun kearena.

Sikap kekanak-kanakan semacam itu sungguh menggelikan sekali.

Agak mendongkol juga Wan Pek lan menjumpai sikap orang tua itu,

buru-buru serunya kepada ayahnya:

“Ayah, bagaimana kalau Lan ji yang turun kearena untuk membereskan dia ?”

"Baik!" sahut Mo im sin liong Wan Kiam ciu sambil mengangguk, "cuma ingat, pertarungan ini hanya terbatas sampai saling menutul, jangan sampai membuat kesalahan dengan tamu."

Wan Pek lan bersorak gembira, bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dia melesat ketengah udara, kemudian bagaikan burung merak membentangkan bulu-bulunya, dia melayang turun ditengah arena. Gerakan tubuhnya indah dan lincah, segera disambut oleh para jago dengan tempik sorak yang gegap gempita.

Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang menyaksikan gerakan tubuh puterinya amat indah sehingga mendapat pujian dan tepuk tangan orang banyak, dalam hatinya merasa girang sekali, sepasang matanya sampai menyipit karena senyuman yang kelewat tebal diwajahnya, lama sekalimulutnya

yang tertawa belum juga dirapatkan.

Dengan gerakan Kim ki tok lip (ayam emas berdiri disatu kaki), Wan Pek lan berdiri dingin arena, kemudian sambil tertawa dia berkata kepada si Tikus bersayap Kang Pun san:

"Kang tayhiap, boanpwee ingin sekali memohon petunjuk beberapa jurus darimu, harap tayhiap suka banyak mencari petunjuk"

Semenjak menyaksikan ilmu meringankan tubuh nona Wan yang lincah dan cepat tadi, diam-diam si Tikus bersayap Kang Pun san telah merasa gelisah sekali, terutama setelah mendapat tantangan, diam diam dia mengeluh didalam hati.

Tapi, dengan watak Kang Pun san yang sombong, takabur dan berlagak sok tentu saja tak mungkin baginya untuk mengundurkan diri dengan ketakutan, bagaimanapun juga, dia harus menghadapi kenyataan tersebut sambil menggertak gigi.

Maka setelah balas memberi hormat, dia menyambut dengan suara agak tergagap.

“Aku orang she Kang beruntung dapat berkenalan dengan nona, kejadian ini benar-benar merupakan suatu keberuntungan buat aku orang she Kang "

Sembari berkata, diapun memasang kuda-kuda yang rendah dengan sepasang kepalan disiapkan didepan dada, agaknya dia sudah bersiap siaga menghadapi lawan.

Sesungguhnya nona Wan merasa muak sekali terhadap kawanan manusia yang sok berjual lagak seperti ini, melihat sikap lawan, dia sengaja berdiri seenaknya sambil berkata dengan suara dingin.

"Silahkan!" Si Tikus bersayap Kang Pun san pun merasa amat mendongkol menyaksikan sikap menghina dari nona Wan, dengan perasaan marah yang berkabar dia berseru pula.

“Maaf aku orang she Kang akan menyerang dulu"

Dengam jurus Ji yan jut ciau (burung walet keluar sarang), kepalan tangan kiri menekan kedada lawan, sementara tangan kanan mem babat payudaranya.

Bertarung melawan orang, terutama seorang pria berhadapan dengan wanita, maka menyerang payudara anak gadis merupakan suatu pantangan yang besar.

Pada dasarnya Kang Pun snn cuma seorang manusia kelas tiga, lagi pula jarang sekali berkelana didalam duuia persilatan, dalam gelisahnya ia sudah melupakan pantangan tersebut.

Tapi kawanan jago berpengalaman yang menyaksikan kejadian itu, kontan saja menjadi marah-marah sambil menyumpah.

Terlebih-lebih nona Wan sendiri, kemarahannya kontan memuncak, sepasang matanya mengawasi ancaman tersebut lekat-lekat, kemudian secara tiba-tiba ia membentak keras:

“Roboh kau!”

Tampak sepasang lengannya diayunkan kemuka secepat sambaran petir, kontan saja si tikus bersayap seakan-akan benar-benar be tumbuh sayapnya, seluruh badannya mencelat sejauh satu setengah kaki lalu...."Buk!" badan nya terjatuh keras keras diatas tanah. Bagaikan anjing budukan yang baru terserang penyakit parah, sampai lama sekali ia belum juga bisa merangkak bangun.

Tempik sorak yang gegap gempita kembali berkumandang diseluruh angkasa, ditengah sorak sorai tersebut, nona Wan menjura ke empat penjuru, lalu mengulumkamkan senyuman manis dan merayu.......

Pada saat itulah, mendadak terdengar suara panjang yang menyakitkan telinga menggema dari meja sebelah barat, menyusul kemudian tampak seseorang menampakkan diri dengan berjumpalitan ditengah udara, kemudian meayang turun tepat lima enam langkah dihadapan nona Wan. Nona Wan mencoba untuk memperhatikan pendatang itu, ternyata dia adalah seorang lelaki berusia tiga puluh tahun, berperawakan setinggi enam depa, memelihara jenggot hitam dan berdandan sebagai Busu, sebiiah pedang tersoren dipunggungnya.

Begitu turun ke arena, dia segera meujura sambil memperkenalkan namanya:

"Aku adalah Ban Hoan kiam (pedang selaksa bunga) Tan Sim dari Thiam cong pay, sengaja datang untuk memohon petunjuk dari nona."

Ketika Nona Wan menyaksikan potongan wajah orang ini tidak memuakkan, rasa mendongkolnya seketika hilang separuh, tapi begitu mendengar orang itu menggunakan nama Thiam cong pay untuk menakut nakuti orang, seketika itu juga hatinya jadi tak senang kembali, segera tanyanya dengan cepat:

"Kau hendak beradu senjata? Ataukah beradu tangan kosong belaka?"

"Kedua duanya sama saja" sahut Ban hoa kiam Tan Sim dari Thiam cong pay sambii tersenyum, "toh tujuan dari pertandingan silat yang di selenggarakan ayahmu hari ini hanya bertujuan untuk menghibur hati, aku lihat lebih baik kita beradu tangan saja"

Mendengar ucapan tersebut nona Wan termenung sejenak, dan baru berkata:

"Sudah lama kudengar pihak Thiam cong pay termashur di dunia persilatan karena ilmu pedangnya, lama sudah boanpwe mengagumi hal itu, apalagi kesempatan macam ini jarang kita jumpai, oleh karena itu boanpwe berharap bisa meminta petunjuk dalam ilmu pedangnya saja, harap Tan tayhiap sudi memberi muka padaku" Ban hoa kiam Tan Sim adalah adik seperguruan dari It ci hoa kiam (pedang satu huruf bunga) Yu Liang Gi, wataknya memang tidak menentu terutama sifat ingin menang. Mendengar sanjungan dari nona Wan, hatinya menjadi gembira, paras mukanya ikut pula berubah-ubah, segera sahutnya:

"Senjata tak bermata, seandainya nona terjadi apa apa "

Tidak menunggu dia menyelesaikan kata-katanya, dengan cepat nona Wan berseru kembali:

"Dalam suatu pertarungan, tak urung kedua belah pihak mungkin akan menderita luka, jika boanpwee sampai menderita cidera, hal itu merupakan kesalahanku sendiri yang belajar silat tak becus, mana mungkin aku bakal menyalahkan Tan tayhiap? Harap kau jangan menampik keinginanku ini."

Ucapan dari nona Wan itu amat tepat dan beralasan sekali, karena sehabis mendengar ucapan tersebut, Ban hoa kiam Tan Sim segera berpaling kearah Mo im sin liong Wan Kian ciu, Wan cong piautau seperti meminta persetujuannya.

Tentu saja Wan Kiam ciu segera manggut-manggut sambil tersenyum tanda setuju. Melihat Mo im sin liong telah memberikan persetujuannya, pelan-pelan Ban hoa kiam Tan Sim meloloskan pedang nya dari sarung.

"Criiing!" berbareng dengan dilolosnya senjata tersebut, tampak cahaya putih memancar Keempat penjuru dan amat menyilaukan mata.

Melihat itu, serentak semua orang berteriak memuji. "Sebilah pedang bagus!”

Ban hoa kiam Tan Sim makin gembira hatinya karena dipuji orang banyak, pedangnya segera digetarkan ketengah udara menciptakan selapis cahaya pedang yang amat tebal, tapi sekejap mata kemudian kabut pedang itu tahu-tahu lenyap tak berbekas.

Sekali lagi para jago yang menyaksikan demonstrasi itu bersorak sorai memberikan tepuk tangan yang ramai, kesemuanya ini membuat Ban hoa kiam Tan Sim merasa senang sekali.

Nono Wan sendiri hanya meloloskan pedangnya dengan suatu gerakan yang sederhana, kemudian sambil menggenggam pedangnya ia turut menikmati demonstrasi Ban hoa kiam Tam Sim yang sedang kegirangan itu.

Dalam nada itu, Suma Thian ya yang duduk disamping Si pena baja bercambang Tio Ci hui bertanya dengan suara lirih:

“Tio toako, bagai manakah kepandaian ilmu pedang yang dimiliki nona Wan..?”

"Pertunjukan bagus segera akan berlangsung, hiante mengapa kau mesti terburu napsu?" sahut sipena baja bercambang Tio Ci hui dengan suara lirih.

Kontan saja Suma Thian yu merasakan wajahnya berubah menjadi merah padam dan panas sekali, buru-buru dia mengalihkan kembali perhatiannya ketengah arena.

Si pena baja bercambang Tio Ci hui melirik sekejap kearah sipemuda itu, kemudian tertawa:

Orang bilang: Cinta yang mendalam, membuat perhatian semakin menebal.

Tindakan Suma Thian yu yg begitu menaruh perhatian terhadap nona Wan kelihatan amat menyolok, mungkinkah secara diam-diam sianak muda itu telah jatuh cinta kepada sinona?

Tidak!

Perlu diketahui, partai Thiam cong pay ketika itu amat termashur karena ilmu pedangnya yang lihay, terutama beberapa puluh tahun belakangan ini, boleh dibilang banyak sekali jago lihay dari pihak Thiam cong pay yang bermunculan, diantaranya nama It ci hoa kiam Yu Liang gi paling termashur.

Oleh karena itu, Suma Thian yu segera menarik kesimpulan kalau adik seperguruan dari Yu Liang gi ini pastilah seorang jago yang cu kup lihay pula, padahal nona Wan begitu lemah gemulai, mungkinkah dia sanggup menghadapi kelihayan dari seorang jago pedang kenamaan?

Sementara itu pertarungan ditengah arena sudah mulai berkobar, nona Wan dengan menggunakan jurus Cay hong tian ci (burung hong mementang sayap) melepaskan sebuah tusukan mendatar keatas jalan daran Hoa kay hoat di tubuh Ban hoa kiam Tan Sim. Ban hoa kiam Tan Sim sebagai seorang jagoan dari Thiam cong pay, tentu saja bukannya manusia sembarangan, melihat datangnya ancaman tersebut, ia segera tertawa dingin.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar