Cincin Maut Jilid 32

Jilid 32
ITULAH SEBABNYA SELAMA Beberapa tahun, mereka tidak pernah menjumpai suatu musibah apa pun.
Terutama sakali sistim yang mereka pakai untuk menerima barang kiriman berbeda dengan kebanyakan orang, maka orang lain hanya bisa mengetahui siapa orang yang mengawal barang tersebut namun tak pernah berhasil membegalnya.

"Setiap kali transaksi terjadi, dia tidak pernah munculkan diri sendiri, biasanya segala hubungan di lakukan oleh seorang kurir, bila ongkosnya sudah cocok mereka baru berangkat.
Tentu saja, bila tiada barang berharga yang dikirim, orang lain tak akan mencari mereka.

Tapi empat tahun kemudian, seorang langganan mereka berhasil menemukan identitas mereka berdua dikatakan ia perlu untuk mengirim sejilid kitab kekota Leng an dengan bayaran lima ribu tahil perak. Ongkos yang begitu tinggi membuat hati mereka terkejut, mereka tidak habis mengerti mengapa sejilid kitab bisa bernilai begitu besar?
Waktu itu, mereka berdua hanya mempersoalkan jumlah ongkos yang diterima tapi lupa untuk menanyakan nama serta asal usul kitab tersebut, akibatnya hampir saja selembar nyawa mereka hilang.

Ketika mereka berangkat untuk menghantar kitab tersebut adalah akhir musim semi sewaktu dalam perjalanan kitab kecil yang tipis itu mereka simpan didalam saku Tio Hok toan.
Untuk mempermudah melakukam perjalanan, Yau Toa hiong dan Tio Hok toan menyamar sebagai pelancong.
Siapa tahu belum sampai seratus li mereka tinggalkan perkampungan keluarga Yau, kedua orang itu sudah merasakan kalau dirinya sedang dikuntit orang, itulah suatu tengah malam yang sepi.

Waktu itu Yau Toa hiong dan Tio Hok toan menginap dirumah seorang petani, berhubung kecermatan dan kecerdikan mereka berdua, dua orang jago ini sudah tahu kalau tengah malam nanti pasti ada orang yang datang mencari gara-gara.

Betul juga, tengah malam itu dari sekeliling rumah telah bermunculan belasan orang jago lihay berbaju hitam yang membawa gelang emas, orang-orang itu mengenakan kain kerudung hitam diwajahnya sehingga tidak diketahui asal usul maupun indentitasnya, mereka hanya tahu kalau orang orang tersebut merupakan sekawanan jago lihay didalam dunia persilatan.

Kawanan jago berkerudung itu bersikeras memaksa Tio Hok tian dan Yau Toa hiong untuk menyerahkan kitab yang
tak diketahui namanya itu, sudah barang temu mereka berdua tidak menyanggupi akhirnya pertarungan pun berkobar. D kerubuti oleh jagoan yang lebih banyak jumlahnya, ke dua orang itu terluka parah bahkan hampir saja menemui ajalnya.
Ketika kawanan manusia berbaju hitam itu berhasil merampas kitab itu dari saku Tio Hok toan dan siap membunuh orang, kebetulan sekali Liong Siau thian sedang lewat disini.

Bukan saja dua lembar jiwa mereka berhasil diselamatkan bahkan kitab tersebut pun berhasil dirampas kembali.
Sejak saat itulah mereka tahu kalau cara mencari makan seperti ini tidak sesuai dengan kemampuan mereka, maka setelah menyerahkan kitab kawalannya, mereka pun mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut.

Ketika mendengar sampai disitu, Liong Tian im segera bertanya:
"Sebenarnya kitab macam apakah itu. mengapa begitu banyak orang yang memperebutkannya? Mereka berasal dari perguruan mana?"
Tio Hok toan menghela napas panjang.
"Aai. . ! setelah peristiwa tersebut, kami baru tahu kalau kitab tersebut sesungguhnya merupakan  peta rahasia sejumlah harta karun di-wilayah See ih, entah mengapa peta tersebut telah berada di daratan Tionggoan, sedangkan orangorang yang berusaha melakukan pelampiasan ini adalah
orang-orang Kim leng pay yang memang khusus datang dari wilayah Se ih."

Kim leng pay dari wilayah See ih?" seru Liong Tian im tak berharap kalau kalian tak mampu menahan serangan mereka.
Yau Toa hiong tertawa getir.
"Kim leng pay adalah suatu perguruan paling rahasia diwilayah See ih. ketika itu ayahmu seorang diri bertarung melawan puluhan orang jago, dengan cincin maut inilah secara beruntun dia membunuh dua belas orang sebelum berhasil memukul mundur mereka, dalam keadaan terluka parah kami tahu kalau tak mampu mengirim kitab tersebut sampai di kota Leng-an, maka aku mohon bantuannya untuk menyelesaikan tugas yang berat itu. Ayahmu segera menyanggupi dan akhirnya berhasil sampai ditempat tujuan, sayang. . . .. aaai..."

Dia menghela napas panjang, wajahnya segera menampilkan perasaan amat sedlh, bisiknya agak gemetar:
"Tak sampai berapa hari kemudian dari kota Leng an tersiar berita tentang kematian ayah mu!"
"Apa ?" teriak Liong Tian im dengan sekujur tubuh gemetar keras, "ayahkku tewas di kota Leng an ?"
"Tiada orang yang mengetahui tempat  sesungguhnya." kata Tio Hok toan sedih, "namun tak salah kalau dia memang ketimpa musibah dikota Leng an, konon lantaran sebuah genta emas, dia telah bertempur sampai lemas karena melawan Hud bun sam-seng, tapi ada pula yang mengatakan dia tewas karena masuk perangkap, tapi yang pasti diantara sekian banyak kabar yang tersiar, siapa pun tidak mengetahui mana yang benar, tapi ada satu hal yang tak bakal salah lagi kematian ayahmu memang disebabkan oleh genta emas... genta emas pelenyap irama !"

"Aku harus berbuat bagaimana untuk membuat jelasnya persoalan ini ?" keluh Liong Tian im dengan air mata bercucuran.
Tio Hok toan menghela napas.
"Tentang peristiwa ini, kami berduapun tak berhasil memperoleh suatu berita apapun, hanya sebulan kemudian setelah ayahmu tertimpa musibah, ada orang mengirim sepucuk surat kepada kami, dia adalah satu-satunya orang yang menyaksikan ayahmu ketimpa musibah..." "Siapakah dia ?" tanya Liong Tian im dengan perasaan bergetar.
"Hui ko tianglo dari Go bi pay, hwesio tua inipun tidak meninggalkan pesan apa-apa, dia hanya memberitahukan kepada kami agar berusaha menyerahkan surat itu kepadamu. Kami menerima perintah dia berusaha mencarimu dimanamana. Bayangkan saja dunia begitu lebar, kemanakah aku harus mencarimu ? "Setelah melakulan pencarian selama hampir lima tahun Iamanya melakukan pencarian tanpa hasil, kami tahu kalau tiada harapan lagi untuk menemukan dirimu sehingga niat tersebut kemudian diurungkan, sungguh tak disangka Thian memang maha pengasih, terbukti kau berhasil sampai di perkampungan keluarga Yau, mungkin sukma ayahmu telah melindungi kau sehingga segala sesuatunya dapat berlangsung dengan lancar."

"Hui ko, Hui ko!" Liong Tian im berguman. "dia telah mati!" "Konon sekembalinya ke bukit Go bi, Hui ko telah menjadi
gila" ucap Yau Toa hiong gemetar. "peristiwa ini pernah menimbulkan pelbagai spekulasi didalam dunia persilatan, namun hanya beberapa orang saja yang dapat menduga sebab-sebab kegilaannya . . !"

Dia memandang sekejap ke arah Liong Tian im dengan pandangan menyala, kemudian tanyanya:
"Darimana kau bisa tahu kalau Hui ko telah mati ?" Titik air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Liong
Tian-im, ujarnya penuh penderitaan.
"Dengan mata kepla ku sendiri kusaksikan kematiannya, sungguh tak kusangka dialah setelah menyampaikan surat bagi ayahku. entah apa isi surat tersebut?"
Dengan sedih Tio Hok toan menggelengkan kepalanya berulang kali. "Surat itu kami simpan terus hingga sekarang, pada hakekatnya kami tak berani membuka secara sembarangan, ada kalanya kami ingin seka'i membaca apa isi surat tersebut, tapi kami tak berani membangkang perintah dari ayahmu,  oleh karena itu kamipun terpaksa harus menunggu sampai suatu hari dapat menemukan kau, mungkin di dalam surat tersebut tercantum pula jawaban yang kami butuhkan, selama ini kami menunggu akhirnya berhasil juga kujumpai dirimu."

Waktu itu, Liong Tian im sudah ingin sekali melihat isi surat diri ayahnya, maka dengan agak gelisah katanya:
"Harap kalian berdua suka memperlihatkan surat tersebut kepada boanpwee !"
Yau Toahiong menghela napas panjang.
"Harap Liong sauhiap menunggu sebentar, aku akan mengutus orang untuk mengambilnya.
Dia bertepuk tangan pelan, seorang pelayan segera muncul dari luar dan memberi hormat, kemudian tanyanya:
"Majikan, kau ada pesan ?"
"Undanglah lo hujin untuk membawa kemari kotak wasiat tersebut !" perintah Yau Toa hiong sembari mengulapkan tangannya.
"Baik!" sahut pelayan itu sambil mengundurkan diri dengan hormat.
Tak selang berapa saat kemudian, seorang nenek berwajah saleh dibimbing dua orang dayang telah berjalan masuk kedalam ruangan, dia melirik sekejap kearah Liong Tian im, kemudian ujarnya kepada Yau Toa hiong:

"Toa hiong, ibu telah menyimpan kotak wasiat ini selama banyak tahun dan tak pernah kulihat kau mengusiknya setelah berlangsung sekian tahun, Putra inkong jiga belum ditemukan, apakah kau hendak membuka surat wasiat tersebut dengan begitu saja? Tidak tahu kah kau bahwa perbuatanmu itu merupakan suatu perbuatan yang tak jujur."
"lbu!" seru Yau Toa hiong sambil menggoyangkan tangannya berulang kali. "kau salah paham, anannda akan mentaati dan melaksanakan perkataan ibunda dengan setia, masa aku bakal melakukan pekerjaan seperti itu.?" KebetuIan sekali putra In kong adalah Liong sauhiap ini. karenanya surat wasiat tersebut, hendak kuserahkan kepadanya."

Nenek itu seperti merasa terkejut, sambil menengok ke arah Liong Tian im serunya "Jadi dia adalah putra Liong Siau thian ?"
Buru-buru Liong Tian im beranjak dari tempat duduknya dan memberi hormat.
"Boanpwe Liong Ttan im mengunjuk hormat buat lo hujin !"
Nenek tersebut memperhatian Liong Tian im beberapa waktu sekilas perasaan terharu sempat menghiasi wajahnya, setelah mengulapkan tangannya dan menghela napas panjang-dia berkata.

"Aaai.... seorang anak baik2.
Kepada seorang dayang yang berada dibelakang tubuhnya dia berkata:
"Lan siu. ambillah kotak tersebut dan serahkan kepada Liong sauhiap ini."
Pelan-pelan seorang dayang menampilkan diri dan mempersembahkan sebuah kotak kecil persegi empat yang dipersembahkan langsung ke hadapan Liong Tian im.
Dengan sekujur tubuh gemetar keras, Liong Tian im menerima kotak itu dengan hormat, air matanya bercucuran keluar, namun dia tidak segera membuka kotak tersebut. Nenek tersebut menggelengkan kepala berulang kali. bersama ke dua orang dayang itu, mereka segera mengundurkan diri dari ruangan tersebut.
Menyaksikan perasaan sedih yang mencekam diri Liong Tian im Yau Toa hiong ikut merasakan hatinya kecut, dia menghela napas panjang, lalu berkata dengan lirih.
"Liong sauhiap surat wasiat itu berada di dalam kotak..." Liong Tian im merasakan hatinya bergetar semakin keras,
ia sadar kembali dari perasaan sedihnya.
Dengan tangan gemetar keras, ditatapnya kotak tersebut lekat-lekat, kemudian diletakkan diatas meja, ketika dibuka penutupnya maka tampak sepucuk surat yang berwarna kuning tersimpan rapi disana, diatas sampuI surat itu masih terlihat noda-noda darah.

Dengan tangan gemetar dia mengambil surat itu dan dirobek tampaknya tulisan yang tertulis dengan darah yang berwarna kehitam-hitaman pun segera muncul didepan mata pemuda itu.

Pandangan matanya segera terasa kabur dan berubah menjadi merah seperti darah, tetesan tulisan darah diatas kertas tersebut.
Dalam surat mana tidak nampak nama hanya beberapa kalimat yang berwarna merah darah.
"Yang membunuhku adalah Kwan Lok khi, dia pura-pura bermaksud mengirim surat dengan ongkos pengiriman lima ribu tahil dan diserahkan kepada Yau Toa hiong serta Tio Hok toan untuk dikirim ke Leng an.

Kemudian ia menggunakan kesempatan ketika aku lewat tempat tersebut Kwan Lok khi sengaja memberitahukan kepada perkumpulan Kim leng pay dwilayab See im yang menerangkan kalau peta harta karun See ih berada ditangan Yau Toa hiong dan Tiok Hok toan tujuannya agar orang-orang Kim leng pay melakukan pengejaran dan pembunuhan.
"Waktu itu, aku tak tahu kalau dia bermaksud yang jelek, maka apa yang permintaan Yao Toa hiong dan Tio Hok toan kusanggupi, siapa tahu tindakkanku ini justru mengena pada maksud tujuan Kwan Lok khi.

"Dikota Leng an, mula-mula ia berjumpa dulu dengan Hud bun sam leng merekapun di peralat Kwan Lok khi untuk mendesakku menyerahkan genta emas pelenyap irama, dalam pertarungan tersebut aku menderita luka parah dan berhasil kabur meninggalkan kota Leng-an."

"Siapa tahu takdir telah menghendaki begini, aku telah berjumpa dengan Kwan Lok khi suami istri, detik itulah aku baru tahu kalau semua kejadian adalah suatu rencana busuk.
"Untung sekali sesaat sebelum menghembuskan napas terakhir, aku telah berjumpa dengan Leng ko siansu dan menyerahkan surat ini agar disampaikan kepada Yau Toa hiong serta Tio Hok toan.

"Bila Thian masih mengasihani diriku, surat ini akan sampai ditangan putraku hingga dia bisa membalaskan dendam bagi kematian ku, bila surat ini tak bisa sampai ditempat tujuan, yaa, anggaplah sebagai nasibku yang jelek sehingga dendam sakit hati ini harus kubawa sampai akherat..."

"Musuh besarku yang sesungguhnya hanya Kwan Lok khi seorang, jangan kau mendendam kepada Hud bun sam seng, mereka hanya diperalat saja."
Tulisan dibawahnya amat buram dan kacau sukar dibaca secara jelas, maka sampai disini Liong Tian im segera menangis tersedu-sedu.
"Liong sauhiap" kata Tio Hok toan kemudian dengan suara gemetar, jangan bersedih hati, apa yaag tertulis didalam sana
?" Liong Tian im tak kuasa menahan rasa sedih dalam hatinya, sesudah terisak sekian waktu, akhirnya rasa kesal, sedih dan murung yang mencekam perasaannya menjadi jauh berkurang.

Ia serahkan surat berdarah itu ke tangan Tio Hok toan, lalu bisiknya dengan suara rendah:
"Bacalah sendiri isi surat tersebut..." Tio Hok toan tidak mengetahui kalau di balik semua kejadian tersebut sesungguhnya masih terdapat hal-hal lainnya, ketika mereka berdua selesai membaca surat tersebut, saking sedihnya tak sepatah katapun yang mampu di utarakan keluar.

"Aaaai . . !"
Helaan napas yang rendah dan sedih akhirnya berkumandang dari mulut Yau Toa hiong, dipandangnya surat wasiat itu dengan penuh kesedihan, lalu katanya pedih: "Sungguh tak kusangka kalau dibalik kesemuanya ini sebetulnya masih terdapat perubahan yang sangat begitu banyak, andaikata aku tidak membaca sendiri "surat tersebut" tak akan kusangka kalau Kwan Lok khi lah yang pembunuh Liong Siau thian. ."

"Yaa, kita tentu diperalat olehnya..." seru Tio Hok-toan dengan gemas.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liong Tian im, tibatiba ia bertanya:
"Bagaimana cerita kalian sehingga bisa mempunyai hubungan dengan pihak Jit gwat san?"
Yau Toa-hiong tak berani saling bertatapan muka dengan ketajaman mata lawan, tapi di dapat merasakan bahwa kematian Liong Sia thian sesungguhnya terjadi akibat perbuatannya.

Dia jadi menyesal bercampur sedih bukan saja mereka tak bisa membalaskan dendam bagi kematian lnkong nya, bahkan sebalikna malah diperalat Kwan Lok khi hingga setiap saat memusuhi putra tuan penolongnya.
Berbicara soal kebenaran dan kesetiaan kawan, mereka sudah melakukan suatu perbuatan yang salah.
Masih untung Thian maha pengasih sehingga duduknya persoalan menjadi jelas kembali.
Ujarnya kemudian dengan sedih:
"Perisriwa ini harus diceritakan sedari kami pulang ke perkampungan dalam keadaan terluka, ketika pihak Kim leng pay tidak mendapatkan kitab pusaka tersebut, dengan cepat mereka mengumpulkan seluruh jago lihaynya dengan menyusul sampai disini, mereka mengancam hendak membasmi kami sekeluarga, bahkan mendesak kepada kami untuk menerangkan ke mana perginya Liong Siau-thian.

"Betul waktu itu kami berdua sudah terluka parah, namun kami tak sudi memberitahukan jejak ayahmu dengan begitu saja, dalam pertarungan yang kemudian berlangsung, tampaknya perkampungan keluarga Yau bakal punah oleh tangan lawan, pada saat itulah Kwan Lok khi serta Kiau Ngo nio muncul secara tiba-tiba dan menyelamatkan kami dari pembunuhan brutal .."

"Oooh...apakah pihak Kim leng pay menuruti perkataannya
?"

Yan Toa hiong termenung sambil berpikir sejenak, kemudian sahunya.
"Kamipun tidak tahu apa yang telah terjadi, hanya begitu Kwan Lok khi suami istri menampakkan diri, pihak Kim leng  pay segera menghentikan serangannya bahkan mengundurkan diri sambil minta maaf, sejak itupun merekapun tak berani datang lagi ke perkampungan kami untuk membuat keonaran, Liong sau hiap, kau toh mengerti, kami adalah manusiamanusia yang mengutamakan budi dan dendam, oleh karena pihak keluarga Kwan melepaskan budi kepada karni, tentu saja kamipun terpaksa harus menerima perintah tanpa membantah.
"Hehe, heeeh... kalian semua hanya ditipu olehnya!" seru Liong Tian im sambil tertawa dingin.
Tio Hok toan menarik napas panjang-panjang.
"Sejak awal sampai akhir peristiwa tersebut, sesungguhnya Kwan Lok khi seorang yang menjadi dalangnya, untuk menkumpulkan segenap kekuatan yang ada didunia, dia tak segan-segan menggunakan berbagai macam cara."

"Kalau toh kalian sudah mengetahui wataknya, mengapa masih mau diperintah olehnya?" tegur Liong Tian im dengan suara dingin.
Tio Hok toan menggelengkan kepalanya berulan kali. "Walaupun kami seringkali mendengar tentang kejahatan
yang pernah dilakukan Kwan Lok khi, namun karena berhutang budi. maka kami merasa sungkan untuk ribut dengannya, tapi saat ini. andaikata kami tidak menerima perintahnya untuk menghalangi kau, mungkin selama hidup kami tak akan tahu tentang wataknya yang sebenarnya.

Yau Toa hiong menggebrak meja keras-keras saking gusarnya, lalu berseru:
"Saudara Tio, kita harus mencari Kwan Lok ki untuk menyelesaikan budi dan dendam ini dengannya, dahulu kita telah melakukan kesalahan, sekarang kita tak boleh berbuat tolol lagi, Liong tayhiap mati demi kami, karena itu kita berdua puIa yang harus menyelesaikan pesan terakhirnya itu."

"Benar" kata Tio Hok toan sambil manggut-manggut "Siaute memang bermaksud demikian" Liong Tian im merasa gembira sekali, terutama sikap kedua orang itu yang berdarah panas dan bersedia menjual nyawa demi teman, berkilat sepasang matanya.
"Maksud baik kalian berdua biar kuterima didalam hati  saja," katanya kemudian, "sebagai putra seorang manusia aku tak ingin membuat persoalan ini berakibat terlalu luas,  dendam sakit hati orang tua lebih dalam dari samudra, aku hendak membunuh Kwan Lok khi dengan menggunakan kekuatanku sendiri."
Tio Hok toan menggelengkan kepalanya berulang kali. "Liong sauhiap walaupun kepandaianmu sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa namun Kwan Lok khi menguasai   ilmu hitam dari pelbagai golongan, anak buahnya terdiri dari jago-jago yang berilmu tinggi, dengan kemampuanmu seorang rasanya tipis sekali harapanmu untuk membalas dendam, walaupun kami berdua tak bisa membantumu apaa-pa, paling tidak kami masih bisa menjadi petunjuk jalanmu, kami pun bersedia bahu membahu denganmu untuk membunuh Kwan Lok khi.

Liong Tian im merasa terharu sekali.
"Terima kasih banyak atas budi kebaikan kalian berdua" serunya, dimasa mendatang masih terdapat banyak pekerjaan yang membutuhkan bantuan kalian berdua, sekarang aku hendak mohon diri lebih dulu, aku harus menyelesaikan dahulu pekerjaan pribadiku"
"Kau hendak ke mana ?" tanya Yau Toa hiong tercengang. "Ke bukit Jit gwat san !" sahut Liong Tian im dengan
sepasang mata memerah.
"Apa? Kau hendak ke bukit Jit gwat san" seru Tio Hok Toan amat terperanjat. "Benar! Aku hendak menjumpai Kwao Lok khi" sahut Liong Tian im dengan tegas. "Dia telah mencelakai ayahku maka aku pun hendak merenggut selembar jiwanya."
Diam-diam Yau Toa hiong menghembuskan napas panjang, katanya kemudian dengan sedih:
"Bila kau berkunjung kebukit Jit gwat san, maka hal ini sama artinya dengan menghantar kematian diri sendiri, setiap umat persilatan mengetahui kalau Jit gwat san ibaratnya sebuah bukit berdinding baja, selain banyak perangkap, alat jebakannya pun luar biasa, hanya satu kekuatan di dunia ini yang sanggup menghancurkan kekuatan Jit gwat san".

"Kekuatan mana?" tanya Liong Tian im dengan perasaan bergetar amat keras.
Yau Toa hiong tertawa getir.
"Ayah dan anak keluarga Bo dari bukit Cing sia san, partai tersebut paling mengetahui tentang keadaan Jit gwat san, apabila kita bisa memperoleh bantuan mereka, maka harapanmu untuk berhasil dalam pembalasan dendam akan semakin besar.

"Hmm" Liong Tian im mendengus dengan keras kepala, "aku tak akan menggantungkan pada bantuan siapa pun, asal aku masih hidup di dunia ini, maka aku tak akan melepaskan Kwan Lok khi dengan begitu saja, aku pernah berjumpa dengan ayah dan anak dari keluarga Bu dibukit Cing shia san. Walau pun mereka orangnya jujur dan berasal dari kaum lurus, aku tak ingin memohon bantuan mereka.

Ketika berbicara sampai disitu, tanpa terasa dalam benaknya melintas kerrbali bayangm tubuh dari Bu Siau huan  si bocah yang polos, lincah dan kekanak-kanakan itu,  bayangan tersebut selalu melekat dalam-dalam dihati kecilnya.

Setelah menghela napas panjang, ia berpikir. "Entah bagai mana keadaannya sekarang?" Dalam pada itu Tio Hok toan telah menggelengan kepalanya berulang kali seraya berkata.
"Kau terlalu keras kepala, seorang penjudi yang bisa teguh dengan pendirian sendiri masih merupakan suatu yang baik, tapi sering kali hal itu pula yang menjadi penyebab dari kerugian yang di deritanya, aku berharap kau jangan kelewat keras kepala sebab masa depanmu masih panjang, banyak kesulitan dan kesusahan yang menantimu di persimpangan jalan disebelah depan, ambil misalnya dengan keadaan saat kini, asal jejakmu ditemukan, maka jago-jago dari Jit gwat san akan menyusul kesitu, kau harus tahu perkampungan keluarga Yau merupakan pos pertama saja sepanjang jalan menuju kedepan sana, entah masih berapa banyak manusia yang menantimu untuk masuk perangkap."

"Segala sesuatunya tidak akan menyusahkan diriku" ucap Liong Tian im dingin, "nah, aku mohon diri lebih dulu..."
Yau Toa hiong segera berkata:
"Setelah keluar dari perkampungan ini, lebih baik jangan melalui See cu hoo disebelah depan sana, tempat tersebut merupakan markas besar dari anak buah Jit gwat san. kami semua mendapat perintah dari tempat itu!"

Liong Tiao im tertawa hambar, "Dimanakah letak See cu hoo tersebut?" Yau Toa hiong tertawa getir
"Buat apa aku mesti menanyakan tentang persoalan ini, asal aku bisa menyadari mereka toh sudah lebih dari cukup?"
"Terima kasih banyak atas maksud baik kalian berdua, aku hendak mohon diri lebih dulu. ." seru Liong Tian im sambil menjura.
Dia tertawa panjang dengan penuh keteguhan hati, lalu membalikkan badan dan berjalan menuju ke luar ruangan dengan langkah lebar. Tio Hok toan dan Yau Toa hiong hanya saling berpandangan sambil tertawa getir. terpaksa mereka harus menghantar sampai dlluar pintu gerbang.
ooooO^ ^Ooooo

Matahari senja telah merosot ke langit barat, sinar yang ke emas-emasan memancar di atas aliran sungai yang deras dan membiaskan cahaya yang amat menyilaukan mata.
Beberapa lembar daun kering rontok dari atas dahan pohon yang mulai layu dan terapung diatas permukaan air yang deras, terseret terbawa arus hingga menuju ke tempat kejauhan sana."

"Aaaaaii..."
Helaan napas rendah itu seperti air sungai yang mengalir deras, terseret arus menuju ke-tempat yang jauh.
Pelan-pelan dari balik pohon liu yang rindang muncul seekor kuda dengan seorang penunggangnya sambil mendengarkan air sungai yang mengalir tiada hentinya, ia menghela napas panjang.

Alis matanya berkernyit, bibirnya menyunggingkan sekulum senyum sedingin salju, dari senyuman tersebut ia nampak begitu menyendiri, begitu sedih seakan-akan tiada kehangatan dan kemesraan lagi dunia ini, karena itu senyum yang menghiasi ujung bibirnya nampak begitu dipaksakan, senyuman yang jelas bukan muncul atas dasar perasaannya.

Apa yang disenyumkan ? Dia sendiripun tidak tahu mengapa dia dapat tersenyum, mungkinkah dia sedang mentertawakan cahaya matahari yang makin pudar ?
Menertawakan arus sungai yang deras ? Ataukah sedang menentertawakan dirinya yang menyendiri ?" Dengan termangu-mangu dan pandangan kosong dia memperhatikan bunga air yang berpercik, memandang daun kering yang mengalir pergi, dia merasa dirinya seakan akan berada diatas daun kering tersebut mengalir nun jauh ke sana, terseret oleh arus sungai yang deras dan tenggelam di dasar sungai yang dalam.

Tiba-tiba ia mendengar suara nyanyian lembut yang bergema tiba mengikuti hembusa angin, pemuda itu berdiri termangu-mangu, seakan-akan tertegun mendengarkan suara nyanyian yang merdu dan indah itu.

"Air berliok liuk di sungai Say cu hoo.
Tampak bayangan manusia di atas permukaan air Ombak dan riak memercik ke mana-mana.
Kekasih ada dalam impiannya, bermimpi melihat dia. Kekasih yang sepi, mengapa kau berada ditepi sungai."
Begitu terperana pemuda tersebut oleh nyanyian yang merdu, tanpa terasa dia menjalankan kudanya menuju kearah mana berasalnya nyanyian tadi.
Angin berembus silir semilir, seorang nona dusun sedang memandang arus sungai sambil memuntahkan perasaannya disisi gadis itu duduk seorang pemuda yang bertelanjang kaki, dia sedang memancing ikan di sungai itu.

Mendadak pemuda itu menghela napas panjang, kemudian berguman:
"Hidup mereka sungguh tenang dan bahagia sang enci menyanyi, sang adik mengail, walaupun mereka hanya anak petani miskin, namun jalan pikirannya sederhana dan baik, bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan aku yang sepanjang hari berkelana didalam dunia persilatan, persoalan yang kuhadapai melulu soal bunuh membunuh, aaai, . aku benar-benar merasa kagum dengan kebahagiaan hidup mereka."
Ia tertawa sedih kemudian pelan-pelan berjalan lewat melalui sisi kedua orang itu.
Ketika merasa ada penunggang kuda yang berjalan lewat, kakak beradik, serempak berpaling dengan wajah keheranan, Liong Tian im segera tersenyum, kemudian melanjutkan lamunannya.

"Hei!" Si bocah lelaki yang mengail itu mendadak melompat bangun, kemudian sambil bertelanjang kaki lari menghampirinya, sembari mengawasi Liong Tian im dengan sepasang matanya yang bulat besar, dia menegur:

"Kau hendak kemana?"
Liong Tian im berpaling sambil tertawa:
"Aku hanya seorang perantauan yang luntang-lantung dalam dunia persilaian, kemana pun aku akan pergi, saudara cilik, berapakah ikan yang telah kau peroleh hari ini? Mogamoga saja kau bernasib baik..."

"Aku lihat kau bukan orang jahat, janganlah pergi kesana, lebih baik bergantilah arah perjalananmu. ." seru pemuda itu sangat gelisah.
Pelan-pelan Liong Tian im menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Semua jalan yang ada didunia ini di peruntukkan bagi manusia, masa ada jalanan yang tak boleh dilewati manusia..."
Bocah lelaki itu menghela napas panjang.
"Aiaaai ... kau tidak tahu, manusia yang berada di See cu hoo buas bagaikan harimau, kau jangan melalui jalanan ini..." "Aaah masa begitu ganas ? Tapi, mengapa kalian berani datang kemari . . ?"
Pemuda itu memandang sekejap ke sekeliling tempat tersebut, lalu berkata dengan suara pelan.
"Hmm, ditempat sini tak ada perondaan maka aku dan cici secara diam diam datang kemari, tapi jika sampai ketahuan orang orang itu, sudah dapat dpastikan kami akan dihajar habis-habisan aaai... sebetulnya See cu hoo merupakan rumah kami, tapi semenjak kedatangan serombongan manusia, mereka telah merampas daerah See cu hoo ini serta menjajahnya"

"Hmmm !" timbul hawa amarah dalam hati Liong Tian im sehingga tanpa terasa ia mendengus dingin, selapis hawa napsu menbunuh pun segera menyelimuti wajahnya.
"Hmmm, masa di dunia ini terdapat manusia yang begitu tak tahu aturan. ." serunya marah.
Ketika si nona dusun itu menyaksikan adiknya terlalu banyak berbicara, buru-buru dia menarik tangannya sambil berseru:
"Satee, ayo kita pulang, kalau tidak ibu tentu akan sangat gelisah..!"
Paras muka bocah cilik itu berubah hebat, buru-buru ia membereskan kailnya dan bersama gadis tersebut buru-buru meninggalkan tempat tersebut, sikap mereka seakan-akan di belakangnya ada orang yang mengejarnya saja.

Liong Tian im yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa menghela napas sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaaai, kekuatan jahat memang sangat menakutkan, ini bisa dilihat dari sikap ketakutan dari kakak beradik dua orang itu.." "Hmmmm.. . !"
Mendadak diri balik semak belukar muncul suara tertawa dingin yang amat menggidikkan hati, ketika kakak beradik dua orang itu melihat kemunculan dua orang lelaki berbaju hitam tersebut, serentak mereka menjerit lengking, kemudian membalikkan badan dan lari menuju ke arah Liong Tian im.

"Heeh ... heee . . . heee. . ." sambil tertawa dingin dua orang lelaki itu menyusul ke muka.
Salah seorang diantaranya segera berteriak keras: "Bocah keparat, siapa suruh kalian berdua lari ke tepi
sungai ini ? Maknya, apakah bapakmu tak pernah memberitahukan kepada kalian, tempat ini melupakan wilayah dari Wu toaya . ."

Waktu itu, paras muka dua orang kakak beradik itu sudah berubah memucat karena takut, sekujur tubuh mereka gemetar keras, belum lari berapa langkah, keduanya sudah terjerembab ke atas tanah.

Dua orang lelaki tersebut segera memburu ke depan, seorang menginjak satu di antara mereka berdua dan menekannya keras-keras ke atas permukaan tanah.
Pemuda itu kontan mencaci maki kalang kabut:
"Kau hanya beraninya menganiaya kami, sudah menjarah daerah kami masih melarang kami datang kemari.. hmm, kalian memang kaum perampok bangsat, kami akan beradu jiwa dengan kalian."

Sungguh kasihan bocah lelaki itu, bagaimana pun dia berusaha untuk meronta, namun tak pernah berhasil meloloskan diri dari bawah lelaki tersebut.
Sambil menyeringai geram, lelaki itu kembali mengumpat: "Maknya, anak jadah, kau berani memaki Jo toaya mu ?
Hmm, tampaknya kau memang sudah bosan hidup, membunuh anak jadah seperti kau hanya akan menodai tanganku saja."
Di cengkeramnya bocah itu kencang-kencang kemudian serunya lagi:
"Baik, aku Mio toaya akan menceburkan kau kedalam sungai lebih dulu."
Air sungai tersebut berarus deras, asal bocah itu terlempar ke sungai sudah dapat dipastikan jiwanya akan melayang.
Encinya yang menyaksikan kejadian tersebut segera menjerit lengking, serunya dengan suara gemetar.
"Lepaskan dia, lepaskan dia! Jangan kau aniaya adikku." Lelaki she Mo itu tertawa dingin.
"Heeehh... heeh... lepas tangan? Hm, tidak segampang itu hei budak cilik, asal kau bersedia kawin dengan aku orang she Mao. hee.heeehh. hari ini, locupun bersedia mengampuni anak jadah ini"

Lelaki yang berada disisinya segera tertawa terbahakbahak.
"Haaaah haah... Mao Tui cu, apakah kau tidak merasa nona itu kelewat muda,"
"Hehehe... hehehehe..." kembali orang she Mao itu tertawa seram "inilah yang dinamakan kanbing tua makan rumput muda, makin dilahap makin sedap rasanya, jangan dilihat bocah perempuan ini masih kecil, bila dibandingkan dengan lonte-lonte tersebut, sesungguhnya dia jauh lebih hebat."

Gadis itu menjadi pusar sekali, hingga merah padam selembar wajahnya, dengan suara gemetar ucapnya.
"Cabul, manusia budukkan tak tahu malu!" Mendengar makian gadis itu, orang she Mao tersebut menjadi naik darah, saking mendongkolnya dia sampai mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:
Siapa tahu belum habis dia tertawa. mendadak terdengar suara jengekan dingin berkumandang dari bawah pohon liu di tepi sungai sana.
Serta merta mereka berpaling dan mengalihkan pandangan matanya ke wajah pemuda tersebut.
Tampak pemuda itu berdiri dengan sinar mata berhawa pembunuhan, dengan pandangan tajam bagaikan sembilu dia awasi orang she Mao itu lekat-lekat.
"Siapakah kau?" saking takutnya sampai seluruh tubuhnya gemetar keras.
"Hmmm. ."
Seperti guntur yang membelah bumi disiang hari bolong orang she Mao itu terkesiap hingga mundur dua langkah dengan ketakutan.
Dengusan dingin yang mengandung nada seram ini bukan cuma menggetarkan perasaan orang she Mao tersebut, bahkan lelaki yang berada disisinya pun turut mengangkat kepala juga menatap lawan dengan perasaan terperanjat.

Kebungkaman Liong Tian im dengan cepat mengobarkan amarah orang she Mao tersebut, segera bentaknya dengan suara dalam:
"Hei, sudah kau dengar belum pertanyaanku?" "Kuperintahkan kepadamu untuk melepaskan mereka
berdua." perintah Liong Tian im dingin.
Ucapan yang dingin dan kaku bagaikan hembusan angin dimusim salju ini sekali lagi menggigilkan seluruh badan kedua lelaki tersebut mereka saling berpandangan sekejap, untuk melepaskan dua kakak beradik tersebut tampaknya mereka enggan.
Setelah tertawa dingin, orang she Mao itu berkata lagi. "Huuuh, kau ini apa? Berani amat memerintah toaya mu!
Sana coba tanyakan dulu kepada semua orang, apa kerja dari aku Mao Tui cu. Hmm! Berani benar mencari gara2 disini.
"PIooookk..."
Tamparan nyaring bergema di angkasa.
Sementara Mao Tui cu masih tercantum pipinya sudah marah membengkak lima bekas jari tangan menempel nyata dipipinya itu."
Ternyata ia sudah dltempeleng orang tanpa sempat melihat bayangan tubuhnya.
Dalam kejut dan ngerinya, ia lantas menjerit keras. "Kurangajar, kau berani memukul aku..."
"Anggap saja sebagai peringatan untukmu" dengus Liong Tian im "apabila ke dua orang itu belum juga kalian bebaskan.
. ."
Hawa pembunuhan yang sangat tebal menyelimuti seluruh wajahnya, sedang sorot matanya yang dingin menggidikkan menatap wajah ke dua orang lelaki itu tanpa berkedip, selangkah ia bergerak mendekati mereka.

"Huuh, maknya ! Pingin mampus rupanya kau!" umpat orang she Mao itu mendongkol.
Menyaksikan Liong Tian im hanya seorang pemuda ingusan, dia lantas mengira musuhnya sebagai korban yang empuk, paling banter dalam dua tiga gebrakan juga dapat diringkus. Maka dengan keberanian yang membara, ia lepaskan si bocah ke tanah, lalu bersama rekannya maju menyongsong kedatangan si anak muda tersebut.
Sebuah pukulan yang keras langsung dilepaskan ke perut Liong Tian im.
Liong Tian im mengigos kesamping dengan cekatan, tahu tahu saja serangan itu sudah di hindari.
Gagal dengan sodokannya, Mao Tui cu tertegun, baru saja dia bersiap siap uutuk mendesak lebih jauh, tiba-tiba rekannya menarik lengannya sambil berbisik:
"Nanti dulu Mao toako, tampaknya pemuda ini rada aneh..."
"Ko Khi, maknya kamu! Rupanya nyalimu sudah dibikin pecah oleh bocah kunyuk itu..." umpat Mao Tui cu.
"Mao toako, masih ingat dengan perintah majikan kita?" suara Ko khi semakin gemetar. "sekarang Liong Tian im sudah meninggalkan perkampungan keluarga Yau, aku lihat pemuda ini meski muda belia, namun kungfunya cukup hebat, jingan jangan dia adalah..."

"Kentut makmu!" Mao Tui cu tertawa seram "orang she Liong itu seorang jagoan ulung, paling tidak umurnya juga banyak sudah, sedang kunyuk ini sangat muda, apapun yang kau bilang pokoknya aku tidak percaya."

Ia lantas memberi tanda kepada Ko khi, lalu mereka berdua menerjang lagi sembari me lancarkan pukulan.
Di dalam anggapan kedua orang itu, tonjokkan mereka kali ini pasti akan membuat musuh semaput.
Siapa tahu, baru saja tangannya menyodok, bayangan musuh sudah lenyap dari pandangan mata.
Sekarang MaoTui cu baru terperanjat. "Aduh celaka Ko Khi." jeritnya tertahan. Teriakannya hanya sampai ditengah jalan, sebuah cengkeraman maut Liong Tian im telah menggantungnya ke tengah udara.
"Manusia bedebah macam kau hanya pandai menganiaya orang awam saja . .. aku lihat kau sudah bosan hidup lagi," jengek Liong Tian im. "Mao Tui cu, aku orang she Liong adalah sobat karib majikan kalian."

"Aaah, kau . . . kau adalah iblis emas jari berdarah .." jerit Mao Tui cu sangat kaget.
" Pluung "
Di tengah gelak tertawa Liong Tian im yang amat nyaring, dia sudah melemparkan tubuh Mao Tui cu kearah sungai.
Di iringi percikan bunga air yang memancar ke empat penjuru, tubuhnya sudah tenggelam di makan arus sungai yang deras.
Pelan-pelan Liong Tian im membalikkan badannya, kini dia mengalihkan sorot matanya ke wajah Ko khi.
Berubah hebat paras muka orang she Ko itu, secara beruntun dia mundur sampai tujuh delanpan langkah lebih.
Toaya... ampun... ampunilah hamba oooh toaya! Ampuni hambamu yang punya mata tak berbiji..." rengek Kho Khi dengan tubuh gemetar.
"Hmm! Temanmu sudah mencebur kesungai, sudah sepantasnya kalau kau pun ikut mandi di sungai" kata Liong Tian im dingin, "sobat, aku lihat ada baiknya kau mandi dulu dengan air dingin. ."

"Jangan...!" jerit Kho khi dengan wajah pucat pasi, "jangan ceburkan aku ke sungai. . aku... aku tak bisa berenang, oooh, jangan. ."
Liong Tian im tertawa hambar. "Kalau tidak bisa, sewajarnya kalau belajar, mana ada kepandaian yang bisa dikuasai tanpa belajar..."
Tangan kanannya segera dikebutkan kedepan, Iangsung tenaga pukulan yang besar langsung berhembus kemuka.
Ko Khi merasakan tubuhnya menjadi enteng, di tengah jeritan ngeri yang memilukan hati, seluruh tubuhnya tersapu angin serangan dan terlempar ke dalam sungai..
Menanti tubuh si muka laknat itu sudah terbawa jauh oleh air sungai yang deras, pelan-pelan Liong Tian im baru membalikkan kembali tubuhnya.
"Saudara ciIik" katanya kemudian dengan lembut, "kalian jangan takut, nah ! Sekarang pulanglah dengan tenang..."
Tampaknya si bocah dan si nona itu masih dicekam perasaan kaget, apalagi setelah menyaksikan kemampuan Liong Tian-im yang melabrak ke dua orang lelaki bengis itu dengan gagah perkasa, mereka masih seperti sedang mimpi.

Untuk beberapa waktu, kedua orang itu hanya memandang Liong Tian im seperti orang bodoh
Lama kemudian, bocah lelaki itu baru berseru: "Waah... hebat sekali kepandaian silatmu..."
Sedang si nona segera berbisik dengan wajah merah dadu karena jengah:
"Adik, ayo kita pulang..."
Bocah lelaki itu memandang sekejap ke arah Liong Tian im dengan ragu, kemudian dia baru berkata:
"Sampai jumpa, aku bernama Siau peng..."
Kemudian mengikuti encinya, dia lari meninggalkan tempat tersebut... Tak selang berapa saat kemudian, bayangan tubuh mereka sudah lenyap dibalik pohon liu yang rindang.
Memandang bayangan tubuh mereka yang menjauh, Liong Tian im menghembuskan napas panjang, lalu sambil menuntun kudanya. dia meneruskan perjalanannya dengan menelusuri sungai.

Ditengah arus sungai yang deras, tiba-tiba dari arah hilir muncul sebuah sampan kecil yang meluncur mendekat dengan kecepatan tinggi, diatas sampan duduk seorang lelaki bertelanjang dada, dia sedang mendayung sampannya cepat bagaikan petir.

Menyaksikan sampan kecil itu, Liong Tian im agak tertegun, kemudian pikirnya:
"Tenaga yang dimiliki lelaki itu sungguh besar ternyata ia bisa menjalankan sampannya menentang arus dengan kecepatan tinggi, tidak sembarang orang dapat melakukannya."

Agaknya lelaki itupun sudah melihat Liong Tian im yang berada dipantai sungai, lalu sambil mengangkat kepala teriaknya:
"Hei, bocah muda jangan pergi dulu"
Tubuhnya melejit kemudian bersalto beberapa kali, kemudian dari situ dia lemparkan seutas tali kearah sebatang pohon, sesudah itu badannya baru melayang turun diatas pantai.

"Kau sedang mengajak bicara siapa?" tegur Liong Tian im dengan suara dingin.
Lelaki yang berotot dan penuh bulu pada dadanya ini tertawa terbahak-bahak, dengan langkah lebar dia maju kemuka mendekati si anak muda tersebut. "Bocah muda, siapa namamu?" teriaknya sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
"Akulah iblis emas jari darah dan kau?" Setelah tertegun sejenak, lelaki itu berseru.
"Jadi kaulah si iblis emas jari darah Liong Tian im? Bagus sekali, bagus sekali, aku Li-Hoo kong sudah lama mendengar nama besarmu, hari yang kuharapkan akhirnya aku alami juga hari ini."

Ditatapnya seluruh badan Liong Tian im dengan seksama, kemudian bertanya ragu:
"Kalau dilihat dari potongan badanmu yang begitu lemas, seakan-akan anak sekolahan saja, aku jadi ragu, masa kau bisa berkelahi?"
Liong Tian im pun seperti tertegun, dia tak mengira kalau lelaki yang tinggi besar tersebut ternyata dapat mengucapkan kata-kata yang bernada kebocah-bocahan, tapi dia lantas tahu bila lelaki ini seorang yang polos dan jujur, maka setelah tertawa hambar ujarnya.

"Bukan perawakannya yang menjadi masalah namun kecepatan geraklah yang dinilai, dapatkah aku berkelahi, asal kau coba pasti akan ketahuan, aku lihat kau tolol dan bertenaga besar, ada urusan apa mencari aku?"

L! Hoo kong tertawa dingin:
"Dengan tangan sebelah aku bisa mengangkat seekor kerbau, sekali jotos membunuh seekor babi, toaya sengaja mencarimu karena ingin bertanya, apa sebabnya kau ceburkan dua orang anak buahku ke dalam sungai...?"

"Huuuh, walaupun kepalamu segede gajah, sayang tak mampu membunuh seekor semut pun. "Kentut busuk!" Li Hoo kong berteriak gusar "untuk membunuh kau saja mampu, masa membunuh seekor semutpun tak bisa. ."
"Kalau tidak percaya, mengapa tidak kau buktikan sekarang juga. . " tantang Liong Tian im.
Pada dasarnya Li Hoo kong memang seorang manusia  dogol, ejekan lawannya segera mengobarkan amarah dan rasa mendongkolnya, ketika melihat ada seekor semut sedang lari diatas tanah, dia segera berteriak keras."

"Coba kau lihat, di atas tanah ada semut, akan kutinju semut itu sampai mampus.."
Sembari mengencangkan tinjunya dia lantas menghantam semut itu ditanah keras-keras.
"Blaaam...!" benturan keras bergema memecah kesunyian.
Ketika dia menarik tinjunya, ternyata semut itu masih merangkak dengan bebas, cederapun tidak.
Untuk sesaat Li Ho kong tertegun tetapi kemudian dengan penasaran dia menjotos lagi tujuh delapan pukulan, alhasil tak sebuah pukulan pun yang berhasil membunuh semut itu.
Sambil tertawa hambar Liong Tian im segera berseru: "Buat apa kau mesti membuang waktu dengan percuma?
Lihat saja, dengan sebuah jari tanganpun aku bisa membunuh semut itu."
Dia lantas pencet semut itu dengan jari, semut itu segera terpencet dan mati.
Li Ho kong menjadi makin tertegun teriaknya keras tanpa terasa:
"Waaah, kau memang sangat hebat."
Tampaknya Ielaki dogol ini belum bisa menarik kesimpulan diri kejadian tersebut, melihat Liong Tian im berhasil membunuh semut itu dengan sekali pencet saja, tanpa terasa dia berpikir dengan perasaan terkesiap.
"Dengan tujuh delapan pukulan pun aku tak akan berhasil membunuh semut itu, tapi dia hanya sekali pencet saja berhasil membunuh semut tersebut, kalau begitu dia sudah melatih ilmu Kim Kong ci."

Sementara itu, Liong Tian im yang menyaksikan lelaki tolol itu masuk perangkap segera tertawa terbahak bahak.
"Haahh... haaahh...kepandaian semacam ini mah masih belum seberapa."
"Li Siau cu kau ditipu olehnya!" tiba-tiba dari belakang tubuh Liong Tian im terdengar seseorang berkata dengan suara sedingin salju.
Li Ho kong mendongakkan kepalanya lalu berseru sambil tertawa:
"Ciang toaya, siapa bilang dia menipuku?"
Lelaki yang baru muncul itu berjubah panjang warna biru, sepasang matanya cekung ke dalam dan hidung besar dan ringsek, Wajahnya memancar sinar kelicikan dan kebuasan.
Liong Tian im agak tertegun, dia merasa seperti pernah menjumpai orang ini disuatu tempat, hanya saja tak teringat olehnya untuk sesaat.
Orang she Ciang itu memandang sekejap ke arah Liong Tian im dengan pandangan dingin kemudian menegur:
"Kau she Liong?"
"Benar, ada urusan apa?" jawab Liong Tian im hambar.
Lelaki itu mendengus dingin, mendadak serunya dengan penuh kebencian:
"Ciang Peng dari perkampungan keluarga Yau mati di tanganmu?" Liong Tian im tertegun dan memandang sekejap kearah lelaki itu dengan pandangan tercengang, tapi dengan cepat di temukan kalau lelaki ini memang berwajah mirip dengan wajah Ciang peng, satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya:

"Jangan-jangan dia adalah kakak Ciang Peng" Berpikir demikian, dia lantas mengangkat kepalanya dan berkata dengan hambar:
"Siapa kau? Apa hubungannya antara mati hidup Ciang Peng dengan dirimu?"
Lelaki itu tertawa seram.
"Aku adalah Ciang Gwan, adik Ciang Peng, aku tahu kalau kedatanganmu ke wilayah-Biau kali ini adalah untuk membuat perhitungan dengan kakakku, orang she Liong, meski kau bisa keluar dari perkampungan keluarga Yau dalam keadaan hidup, jangan harap bisa tinggalkan Say cu hoo ini hidup-hidup"

Semua orang Jit gwat san telah berdatangan semua hari ini, aku lihat ada baiknya kalau kau sedikit tahu diri dan menyerah saja.."
Hawa pembunuhan segera menyelimuti seluruh wajah Liong Tian im, dipandangnya Ciang Gwan dengan sorot mata dingin, kemudian tegurnya.
"Orang she Ciang, kau hendak membawa aku kemana?" "Menemui majikanku!"
"Maaf, aku tidak pernah berkenalan dengan majikanmu, hakekatnya aku pun tidak tahu macam apakah wajahnya, bila dia ingin bertemu ku, lebih baik kau suruh dia kemari saja..."
"Apa? Kau berani memaki majikan ku!" tiba-tiba Li Hoo kong berteriak keras.
Lelaki bodoh ini memang jujur dan amat setia kepada majikannya, mendengar ucapan mana sambil berteriak keras dia ayunkan telapak tangannya yang besar langsung membacok tubuh Liong Tian im.
Dengan cekatan Liong Tian im mengigos ke samping, lalu ujarnya dingin:
"Li dogol, bila kau masih saja tak tahu diri, jangan salahkan kalau tubuhmu kulempar juga ke sungai untuk santapan ikan
!"

Sebenarnya Li Ho kong memiliki ilmu silat yang cukup tangguh selain kekuatan alamnya yang luar biasa, menganggap tubuhnya keras dan kebal, sambil maju menyerang dia berteriak.

"Maknya, locu hajar kau sampai mampus !"
Diantara berkelebatnya bayangan tangan, angin pukulan yang tebal dan kuat langsung menggulung ke muka dengan amat dahsyatnya.
Diam-diam Liong Tian im menghimpun tenaga dalamnya ke dalam sepasang telapak tangannya, kemudian setelah tertawa dia berkata:
"Rupanya kau memang pingin mampus!"
Telapak tangan kanannya segera digetarkan keras, segera tenaga pukulan tanpa wujud langsung memancar keluar dari balik telapak tangannya dan menyambut angin serangan berlapis-lapis yang dilepaskan Li Ho kong.

"Blaaamm . . !"
Ketika sepasang telapak tangannya saling membentur segera terjadilah benturan keras ditengah udara.
Dengan sempoyongan Li Ho kong mundur sejauh beberapa langkah, matanya terbelalak lebar-lebar dan mengawasi Liong Tian im dengan ketakutan. "Maknya... ternyata kekuatanmu jauh lebih besar dari kemampuanku," seru Li Ho kong dengan suara gemetar.
"Uuaak...!" darah segar menyembur keluar dari mulutnya dan memancar keatas lantai.
Dengan sempoyongan lelaki bodoh itu membalikkan badan dan lari meninggalkan tempat tersebut, sambil melarikan diri teriaknya dengan penuh amarah:
"Bocah keparat, tunggu sebentar, aku aku mengundang majikan untuk menghadapi dirimu!"
Rupanya Ciang Gwan pun tidak menyangka kalau pihak lawan memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna, sehingga lelaki bodoh yang bertenaga alam amat besarpun bukan tandingan lawan.

Hatinya menjadi tercekat, satu ingatan segera melintas dalam benaknya:
"Tenaga dalam yang dimiliki iblis emas jari darah memang amat sempurna dan luar biasa, aku pasti bukan tandingannya, seorang lelaki yang pandai tak akan menerima kerugian didepan mata, lebih baik aku berusaha untuk mengulur waktu, bila Ho kong sudah kembali sambil mengundang Hoo cu, heeh... heeh saat itulah aku baru akan membalaskan dendam untuk kakakku..."

Maka setelah tertawa segera dia berkata.
"Kau anggap dengan mengandalkan sedikit kepandaian yang kau miliki itu lantas dapat mengacau di Say cu hoo ?"
"Bukankah kau ingin membalaskan dendam untuk kakakmu
?" jengek Liong Tian im dingin, "sekaranglah saat yang baik bagimu untuk menuntut balas, bila kau ingin berpikir lain, haah. . haah .. sobat, perhitunganmu ini salah besar." "Hmm, kenapa mesti terburu napsu ?" jengek Ciang Gwan sambil tertawa seram, "kalau toh ingin mampus, tunggulah sebentar lagi"
Liong Tian im berjalan maju beberapa langkah, kemudian menatap wajah Ciang Gwan dengan pandangan sedingin es, katanya kemudian sambil tersenyum.
"Aku tak sempat untuk menunggu lagi, sobat ! Selama  masih hidup senang, kau tentunya tak pernah menyangka kalau maut bisa datang secara mendadak bukan ? seperti juga hari ini, kau tak menyangka bukan bakal mati di tepi sungai Say cu hoo..."

Gemetar keras sekujur badan Ciang Gwan, rasa dingin yang menggidikkan hati timbul dari dasar hatinya dia segera mundur dua langkah, dengan ketakutan, kemudian sambil mempersiapkan telapak tangan kanannya ia berseru gemetar.

"Kau... kau hendak membunuhku ?"
"Bukankah sudab kujelaskan-" dengus Liong Tian itu dingin "bila kau tidak kubunuh, kau pasti akan membunuhku. Sobat jangan bersikap pengecut, tunjukkan kejantananmu dan berani lah menghadapi kenyataan"

"Soal ini..." Ciang Gwan semakin gemetar "aku tidak takut kepadaku kau, jangan kelewat memaksa !"
Kcmball Liong Tian im maju selangkah ke muka, kemudian berkata ia lebih jauh.
"Perbuatanku ini cukup adil, Ciang Gwan, sikap kakakkmu sewaktu berada diperkampungan keluarga Yau jauh lebih gagah dari padamu sekarang, paling tidak dia tak akan bersikap pengecut semacam kau sekarang."

Ciang Gwan tidak tahan menghadapi sindiran dan ejekan dari Liong Tian im. hijau membesi selembar wajahnya, segulung amarah yang membara muncul dalam hati kecilnya. tiba-tiba dia menggenggam gagang pedangnya dan siap dicabut keluar.
"Nah begitu baru mencerminkan sikap seorang lelaki gagah, cabut senjatamu untuk memperbesar nyalimu" ejek Liong Tian im lagi dengan suara dingin, "cuma sewaktu turun tangan nanti, kau mesti berhati-hati, karena aku tak pernah berbelas kasihan dalam melancarkan seranganku."

Setelah menarik napas panjang dan tertawa ia berkata lebih lanjut:
"Aku pikir, kau tentu bisa mati dalam keadaan senyaman kakakmu, sama sekali tak merasakan penderitaan apa-apa, sesungguhnya hal ini merupakan sesuatu yang pantas di gembirakan bagimu. mengapa sih kau harus memikirkan lagi semua dosa-dosa dibelakangmu?"

Sepasang tangan Ciang Gwan gemetar keras, seakan-akan dari sekeliling tubuhnya muncul beratus bayangan setan yang sedang mengejarnya, itulah wajah dari orang-orang yang pernah mati ditangannya selama ini.

"Tidak! Tidak! Aku tak ingin mati .." dengan ketakutan ia menjerit keras-keras.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar