Jilid 18
MENYAKSIKAN musuhnya sudah bermaksud melakukan serangan dengan wajah Liong Tian im mengangkat senjata patung kim mo sin jin nya ketengan udara, sorot matanya menatap lawan lekat lekat, asal kakek berjengjot hitam itu melakukan sesuatu gerakan, maka dia akan melancarkan serangan mematikan tanna ktstnao lagi.
Kakek berjenggot hitam itu melirik sekejap ke arah Hu to jin, lalu tegurnya.
"Sekarang, kau sudah mampu untuk bertarung lagi !" "Budak bersedia melaksanakan perintah majikan" sahut Hu
to jin dengan suara gemetar. "sekalipun bakal terluka parah dan tewaspun aku tak akan menyesal..." "Hmmm, tak nyata kalau kau begitu setia kepadaku, cuma saja aku tidak menginginkal kau membikin malu diriku lagi. . .
."
Mendadak wajahnya berubah menjadi dingin seperti es, ditatapnya Liong Tian im dengan pandangan seram, kemudian setelah tertawa dingin mendadak tubuhnya menerjang ke muka, sebuah cengkeraman maut dilepaskan mengarah bahu lawan.
Dalam pada itu Liong Tian-im telah melimpahkan segenap perhatiannya untuk mengamati gerak gerik kakek berjenggot hitam itu.
Melihat datangnya sebuah cengkeraman kilat mengarah bahunya, ia mendengus dingin, senjata patung Kim mo sin jinnya langsung diayunkan ke muka.
Dengan cepat kakek berjenggot hitam itu menarik kembali tangan kanannya, kemudian membalik dan mengarah ke atas, secara tiba tiba saja dia cengkeram ujung senjata Kim mi sia jin tersebut.
Seketika itu juga muncul segulung aliran hawa serangan yang kuat menyusupi senjata patung itu dan menerjang ketubuh sang pemuda.
Liong Tian im merasa terperanjat sekali, butiran keringat sebesar kacang kedele telah bercucuran membasahi jidatnya, namun ia tetap bertahan dengan gigih, segenap tenaga dalam yang dimiliki dikerahkan semua untuk melawan.
Akan tetapi tiap kali hawa murninya di aIirkan keluar, selalu saja kandas ditengah jalan atau di pukul mental oleh terjangan tenaga dalam si kakek berjenggot hitam yang sempurna, oleh karena itu kuda kudanya menjadi gempur dan tubuhnya mundur lima enam langkah ke belakang.
Meski begitu, ia tetap bersikeras untuk mempertahankan diri, ia bertekad sampai matipun senjata Kim-mo sin jin tersebut tak akan dilepaskan dari tangannya.
"Aduuuh. . ."
Liong Tian im merasakan tenggorokannya ia anyir, lalu muncrat keluar gumpalan darah segar menyusul keluhan lirih yang menggema keluar.
Dalam waktu singkat inilah paras mukanya beberapa kali berubah hebat, diri merah padam berobah menjadi pucat, lalu dari pucat berubah menjadi hijau membesi.
Tak terlukiskan rasa terperanjat Bu Siau huan menyaksikan kejadian tersebut, teriaknya tanpa terasa.
"Liong, lepaskan tanganmu !"
Dengan cepat Liong Tian-im menggeleng sekuat tenaga ia mempertahankan diri, serunya terbata bata.
"T i i i . .. tidak ! Selamanya tidak . ."
Dasar pemuda ini memang berwatak kerai kepala kendatipun dia tahu bahwa perlawanan semacam ini tidak ada manfaatnya, tapi dia tak sudi menyerahkan benda hadiah dari gurunya kepada seorang asing yang sama sekali tak dikenalnya, dia lebih rela mati seketika daripada menyerahkan senjata tersebut kepada orang lain . . "Liong, buat apa kau mesti berkeras kepala?" seru Bu Siau huan dengan tubuh gemetar.
Dia sudah mengetahui akan gawatnya situasi, diapun tahu bila keadaan semacam itu dibiarkan berlangsung beberapa saat lagi, niscay Liong Tian-im akan termakan oleh tenaga getaran kakek berjenggot hitam yang tiada taranya itu.
Dalam gelisah bercampur cemasnya, cepat cepat ia melompat ke depan, telapak tangannya segera diayunkan ke depan menghajar punggung kakek berjenggot hitam itu.
"Haehh . . tampaknya kau pingin mampus!" jengek Pek-li Kit sambil tertawa seram.
Baru saja tubuhnya bergerak, tiba tiba kakek berjenggot hitam itu berpaling sambil melotot.
Pek-li Kit merasa terkesiap, buru buru dia menarik kembali gerakan tubuhnya dan melompat kembali ke posisi semula.
Sunggub cepat gerakan tubuh Bu Siau hian, tahu tahu dia sudah menubruk datang sambil menyerangkan pukulannya kepunggung lawan.
"Blaaamm. . . !" serangan tersebut menghajar telak dan menimbulkan suara yang amat keras.
Kalek berjenggot hitam itu mendongakkan kepalanya lalu tertawa seram, ternyata dia sanggup menerima serangan yang maha dahsyat itu tanpa menderita cidera barang sedikitpun juga.
Tak heran kalau Bu Siau huan, si gadis masih ingusan dan poIos dalam pengalaman ini menjadi ketakutan setengah mati, untuk berapa saat lamanya dia hanya berdiri mematung ditempat tanpa mengetahui apa yang harus dilakukan.
"Traaanng. . .!"
Mendadak ditengah udara berkumandang suara genta yang rendah dan berat, suara genta yang amat nyaring itu menggema ditengah angkasa dan sampai lama sekali baru membuyar. . .
Bu siau huan segera sadar kembali dari lamunannya setelah menghembuskan napas panjang serunya:
Aai, akhirnya dari Cing shia san ada juga yang datang. ."
Kakek berjenggot hitam itupun memasang telinga dan mendengarkan suasana disekitar tempat itu dengan seksama, lalu sorot matanya pelan pelan dialihkan kearah puncak yang terlapis dikejauhan sana.
Dari atas puncak bukit itulah tiba tiba meluncur keluar sekilas cahaya emas, lalu tampak sesosok bayangan hitam meluncur datang dengan entengnya sementara tangannya bergoyang goyang kian kemari.
Melihat itu, sikakek berjenggot hitam itu menarika napas panjang panjang, satu ingatan melintas dalam benaknya:
"Mungkin anak hong telah berhasil menemukan tempat itu, semoga saja dia bisa menemukan ruang rahasia dibawah tanah yang dipakai untuk menyimpan mestika itu, seandainya dia gagal memasuki ruang rahasia tersebut menurut peta yang ada, seluruh rencanaku terpaksa harus di rubah." Beium habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya dari atas tebing di depan situ S'u lah muncul dua sosok bayangan manusia.
Begitu menyaksikan kemunculan ke dua orang itu, Bu Siau hian segera berteriak keras keras:
"Yaya, ayah.."
Bu Cing peng yang melompat datang lebih duluan, dengan tercengang dia memandang sekejap ke arah kakek berjenggot hitam itu, kemudian serunya tertahan:
"Ooh, keluarga Kwan dari bukit Jit gwij san . . ." "Kwan Lok khu" Cing shia sancu telah menegur buia
dengan wajah dingin, "kau iblis sialan, berani benar mendatangi bukit Cing shia kami. . ."
Dia segera mengebaskan ujung bajunya ke depan,
segulung tenaga pukulan yang amat kuat tanpa mengeluarkan sedikit suara pun menumbuk ke atas tubuh kakek berjenggot hitam itu.
Menghadapi datangnya ancaman, paras muka kakek berjenggot hitam itu berubah hebat, dia tak berani bertindak gegabah lagi, buru buru ia lepaskan cengkeramannya pada tubuh Liong Tian-im dan cepat cepat mengundurkan diri ke belakang.
Setelah itu, Kwan Lok-khi baru tertawa seram seraya berkata.
"Bu Liong, sungguh perbuatan yang bagus sekali, berani mengutus dua orang muridmu pura pura kabur dari sebuah buku Cing shia dan mengaku sebagai pengkhianat perguruan untuk menjadi mata-mata di bukit jit gwat san kami, kau berani menyuruh mereka menyelidiki ilmu silat kami."
Bu Liong adalah Cing shia sancu, setajam sembilu sorot matanya menyorong keluar dan menatap wajah Kwan Lok khi lekat-lekat, kemudian katanya dingin:
"Kau anggap pun sancu tidak tahu perbuatan apa saja yang dilakukan anak murid Mo tiong di bukit Jin gwat san? Hmm kau berani berbuat terkutuk hanya untuk mewujudkan ilmu Kiu yo hu hun mu, kau angap perbuatan ini bila dibiarkan dengan begitu saja? untuk menegakkan kebenaran didalam dunia." Kwan Lok khi segera tertawa dingin.
"Aliran kami berbeda dengan aliran kalian, jika ilmu yang kau latih adalah ilmu putih maka ilmu yang kulatih adalah ilmu hitam yang sesat, pada hakekatnya diantara kita berdua memang tak pernah ada kecocokan."
"Dalam kitab catatan dewa dan iblis", kita berdua sama sama menempati kedudukan sebagai pemimpin dunia persilatan." dengus Cing shia sancu dingin, "selamanya dewa berada di atas iblis, itu berarti kau harus menuruti perkataanku, dengarkan baik baik aku melarangmu melatih ilmu Yu-hun-san tian cing (pukulan kiIat sukma gentayangan)
. . ,"
"Jadi kau telah berhasil." Bu Liong terperanjat. Kwan Lok khi tertawa seram.
"Heehh . . heeeh . . heeehh, . belum, tapi sudah tinggal berapa bagian lagi mencapai kesempurnaan, yang sekarang tinggal beberapa persoalan yang kecil, dan persoalan tersebut ada satu diantaranya yang harus diselesaikan bila aku naik sekali kebukit Cing shia ini . . ."
Bu Liong menghembuskan napas lega, katanya kemudian: "Jadi kau ingin menyaksikan gen..."
Ia seperti menguatirkan sesuatu, buru-buru ucapan mana ditelan kembali mentah-mentah.
Kwan Lok-khi memperhatikan wajahnya dengan perasaan tegang, agaknya dia ingin mencari bukti dari mulutnya.
"Benar." sahut Kwan Lok khi kemudian, "bila aku tidak melihat sendiri benda tersebut, agaknya persoalan yang mencekam dalam dada belum juga berhasil juga diatasi, dan sebelum kesulitan mana teratasi, ilmu Yu leng sau tan ciang yang kulatihpun selamanya tak berhasil mencapai puncak kesempurnaan.
"Percuma saja pemikiranmu itu, selamanya aku tak akan mengijinkan kau untuk memasuki puncak Kim teng, lebih-lebih lagi tak akan ada orang yang sudi membantumu untuk melatih ilmu pukulan beracun guna mencelakai orang lain,"
"Hmm, aku rasa kau tak akan sanggup menghalangi niatku lagi." jengek Kwan Lok-khi sambil tertawa dingin, "Bu Liong, sudah banyak tahun kita bersaing dalam urutan nama nama kita, dewa bersama iblis dan selama ini dewa selalu diatas iblis, tapi muIai sekarang aku akan berusaha uatuk membalikkan kedudukan itu, iblis akan berada diatas dewa, atau mungkin kau tak akan puas ?"
"Sayang kenyataannya memang begitu dan kau bukan cuma gertak sambal belaka." Telapak tangan kanannya segera diangkat, tiba tiba muncul segulung asap tebaI berwarna hitam yang memancar keluar dari balik tangannya, ditengah kabut hitam yang menyelimoti seluruh angkasa, ttbi tiba muncul sembilan sosok bayangan seperti sukma gentayangan yang siap menerjang ke tubuh lawan.
Bu Cing peng serta Bu Liong sama-sama merasa terperanjat setelah menyaksikan kejadian itu, mereka tak menyangka kalau Kwa Lok khi benar-benar telah berhasil mempelajari ilmu Yu leng san tian kang yang merupakan kepandaian paling sukar untuk dipelajari dalam kalangan hitam.
Kepandaian tersebut mempunyai kemampuan yang mengerikan, dikala sembilan sosok bayangan sukma gentayangan itu memancar keio bersamaan dengan meluncurnya kekuatan pukulan, tanpa menimbulkan sedikit suarapun bersama-sama akan menghajar tubuh korban.
Sebagai akibat dari serangan tersebut maka jiwa sesat yang sesungguhnya dibicnpun dari hawa bangkai manusia itu akan menyusup ke tubuh orang hingga mengakibatkan kematian yang mengerikan dari korban tersebut.
Dengan wajah dingin bagaikan es, Bu Liong berseru: "Kau hanya berhasil mencapai tiga bagian ini,
kemampuanmu itu belum mampu menandingi ilmu Thian lui cap it cha (sebelas geledek guntur langit) milikku!"
Dalam pada itu Bu Cing peng telah maju ke depan sambil berseru: "Ayah, dia berani mendatangi bukit Cing shia kita, berarti ia sudah melanggar perjanjian yang dibuat antara dewa dan iblis. terlepas apakah maksud kedatangannya, lebih baik kita membekuknya lebih dahulu. . ."
Pedangnya segera diloloskan dari sarungnya kemudian digetarkan ditengah udara menciptakan selapis bayangan cahaya.
Pak-li Kit serta Hu to Jin membentak bersama, serentak mereka pun mengayunkan telapak tangannya melancarkan pukulan.
Bu Cing peng membuat gerakan lingkaran ditengah udara dengan pedangnya, lalu berseru dengan suara lantang:
"Kalian tak akan mampu menghadapiku, lebih baik cepatcepat enyah saja dari sini"
Serangan pedang itu sedemikian cepatnya sampai tak meninggalkan bekas apapun jua, Hu to Jin dan Pik li Kit bersama sama menjerit kaget, tahu tahu pakaian yang mereka kenakan sudah robek sebagian tersambar pedang lawan, sebaliknya Bu Cing peng seakan akan tak pernah terjadi apapun, pedangnya masih tetap menuding ketengah udara, bahkan memandang sekejap ke arah Hu to jin dan Pek li Kit pun tidak.
Kwan Lok khi geram, serunya:
"Tampaknya ilmu pedang dari keluarga Bu kalian benar benar telah berhasil mencapai puncak kesempurnaan, terima kasih banyak atas pelajaranmu untuk budak kami, selama berada dibukit Cing shia, aku menghormatimu sebagai tuan rumah, maka aku akan mengalah tiga jurus lebih dulu kepadamu . . ."
"Hiat ti bu im (seruling darah tanpa bayangan) dari golongan iblis merupakan ilmu tangguh dalam dunia persilatan" kata Bu Cing peng dingin, "aku hendak memberanikan diri untuk mencoba keiihayan ilmu Hiat ti bu im itu sekalipun harus bertarung mati matian, aku pun rela."
"Bagus" seru Kwan Lok khi sambil mengacungkan ibu jarinya, "golongan dewa memang manusia manusia luar biasa, tampaknya seluruh kepandaian keluarga Bu telah diwarisi kepadamu, dihadapanku. kau tak akan dibuat kecewa."
Diantara kebasan ujung bajunya, tahu tahu dalam genggamannya telah bertambah dengan sebuah seruling kecil yang berwarna merah darah.
Begitu seruling tersebut dikeluarkan kabut merah yang tebal segera memancar keempat penjuru, membuat tangan Kwan Lok-khi seakan akan mengenakan ikat pinggang berpita merah.
Setelah tertawa Kwan Lok khi berkata:
"Seandainya bukan menjumpai jago lihay seperti kau, aku tak akan menggunakan Jit kott hiat ri (seruling darah tujuh lubang) untuk menghadapi dirimu, seruling ini disebut puIa sebagai seruling darah tanpa bayangan, ini berarti sewaktu dilancarkan sama sekali tidak meninggalkan bekas apa apa, oleh karena itu selagi bertarung nanti kau harus perhatikan dengan lebih seksama."
"Terima kasih atas petunjukmu, maaf terpaksa aku berbuat kurang sopan !" jengek Bu Cing peng sambil tertawa dingin. Berada didepan Kwan Lok khi, pentolan dari golongan iblis ini, dia tak berani bertindak gegabah, pedangnya segera digetarkan memetakan serentetan suara yang amat nyaring.
Begitu tubuhnya bergerak cahaya pedang segera memancar kemana-mana, serentetan hawa dingin yang tajam langsung, menerjang ke muka.
Kwan Lok khi hanya tertawa dingin, dia menunggu sampai pedang lawan hampir mendekati tubuhnya kira kira lima inci, seruling darahnya baru digetarkan pelan.
Seketika itu juga berkumandang suara seruling yang aneh sekali, cahaya merah memancar ke empat penjuru, bayangan seruling berkelebat dan tahu tahu pedang Bu Cing peng telah berhasil didesak mundur.
Jurus serangan tersebut sebenarnya hanya dilancarkan Bu Cing peng dengan maksud menjajal kepandaian lawan, baru sampai ditengah jalan, mendadak dari serangan bacokan pedang tu merubah membabat ke samping. lalu diantara getaran pedang yang berkilauan, ia membabat seruling darah tersebut.
Jurus serangan ini merupakan salah satu jurus pengejar sukma keluarga Bu, kendatipun Kwan Lok khi terhitung sebagai seorang ketua dari golongan iblis, berubah juga paras mukanya setelah menyaksikan jurus serangan yang maha dahsyat itu.
"Aaaah, kau ingin merusak seruling darahku." jeritnya tertahan.
Cahaya merah berkilauan, bayangan serat itu sirna, entah jurus serangan apa yang digunakan Kwan Lok khi, Bu Cingpeng hanya merasa kabut merah menyelimuti angkasa, pekikan aneh menggema silih berganti, seakan akan terdapat beribu ribu prajurit berkuda yang sedang memacu datang.
Buru buru pedangnya digetarkan, sementara tubuhnya sempoyongan ke samping dan mundur beberapa langkah.
"Aduuh. ." Bu Cing peng menjerit kesakitan, lalu berseru dengan perasaan seram, "dengan cara apa kau melukai diriku?"
Kwan Lok khi tertawa terbahak bahak.
"Haah .haah. .. haaahh . seruling darah ini terdiri dari tujuh lubang, setiap lubang, diciptakan dari sukma seseorang, tatkala kita sedang bertarung tadi, aku hanya mengerahkan tenaga agar ke tujuh lubang itu bersuara seperti tujuh sosok setan iblis yang datang dari neraka saja, mereka akan melukai lawannya tanpa menimbulkan sedikit suarapun, jadi aku belum lagi menyerang dirimu, kau sudah terkena, coba kalau bukan demikian sejak tadi kau sudah tewas."
"Aai, masa dikolong langit benar benar terdapat ilmu sukma berubah jadi bayangan?" Bu Cing peng berseru dengan nada seram.
"Tentu saja, kalau tidak buat apa kami menyebut diri sebagai golongan iblis ? Yang di laksudkan sebagai iblis adalah aliran yang segalanya berbau sesat dan mistik, tanyakan saja hal ini kepada bapakmu, dia mengetahui hal mana dengan jelas."
Sementara itu Bu Siau huan telah berseru dengan gelisah: "Ayah, apakah kau terluka?"
"Tidak hampir saja, andaikata aku tidak menyadari dengan cepat mungkin sedari tadi sudah mati ditangannya !"
Dalam pada itu Cing shia sancu hanya berdiri dengan wajah dingin tanpa mengucapkan sepatah katapun, menanti Bu Cing peng sudah mundur dengan menderita kekaIahan, dia baru maju ke muka lalu serunya dengan sinis.
"Huuuh. apanya yang luar biasa dengan seruling darah berlubang tujuhmu itu ?"
Kwan Lok-khi menjadi tertegun oleh perkataan itu, serunya kemudian setelah termenung sejenak:
"Bu Liong, Apa maksud perkataan itu? Al berani bilang, asal seruling darah sudah keluar, maka seseorang manusiapun hidup yang sanggup manandinginya, termasuk kalian orang orang dari Cing shia san, tak akan menemukan sebuah benda pun yang sanggup menandingi bendaku ini..."
"Sayangnya didepan matamu sekarang justru terdapat sebuah senjata yang sanggup menandingi seruling darahmu itu.." jengek Bu Liong sambil tertawa dingin.
"Aku tidak percaya . ." Mendadak hatinya bergetar keras, segulung hawa dingin tiba tiba muncul dari dalam dan menvmun ke dalam dada, seketika dia serentetan perasaan ngeri meluncur keluar dari balik matanya.
"Kau maksudkan senjata Kim mo . . "
"Benar.." tukas Bu Liong dingin, "senjata pusaka Kim mo sin jin adalah benda mestika dari Khonghuan lo oni co dari alaha Tong yang di buat dengan menggunakan segenap kemampuan dan tenaganya, benda itu khusus digunakan untuk melindungi pelbagai macam ilmu sesat didunia ini, menurut berita yang tersiar benda mestika ini telah diperoleh Locu dari perkumpulan penyembah api untuk dipersembahkan kepada dewa api, dalam anggapan mereka dengan kepandaian yang dimiiiki Pau hwse sian, hawa suci dari senjata patung Kim mo sin jin itu bisa dipunahkan lalu di isi dengan hawa sesat dari golongan hitam, alhasil usaha berakhir tak pernah akan berhasil sebab dalam senjata itu terdapat titikan darah suci dari Liong buan lo Hud cou selamanya hawa iblis tak akan menangkan hawa Buddha, oleh sebab itulah benda ini baru muncul kembali enam puluh tahun kemudian"
Sesudah tertawa serius, lanjutnya:
Berhadapan senjata Kim-mo sin-jin, seruling darah tujuh lobangmu tak akan sanggup menandingi, coba kalau bukan tenaga dalam Liong Tian im kelewat rendah, tak nanti kau bisa melukainya. ."
Semenatra itu Liong Tian in telah memutarkan senjata patung Kim mo sin jin serta berseru:
"Aku masih akan bertarung melawannya.." Bu Liong segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahh . . haaahh . . haah . . lebih baik kau pinjamkan kepadaku saja, untuk menandingi jago lihay dari golongan iblis ini kau masih kalah satu tingkat, anak muda harus melewati penderitaan, bila kau ulet dan gigih maka tak sulit untuk mencapai kemajuan di kemudian hari, jika kulihat sikap dan semangatmu yang pantang mundur dan tak takut mati, aku jadi teringat pula masa mudaku dulu." Dengan gemas Liong Tian im melotot sekejap kearah Kwan Lok khi, kemudian tanpa bengucapkan sepatah kata pun menyerahkan patung Kim mo sin jin tersebut ketangan Cing shia sancu.
Bu Siau huan segera memburu kesisi tubuhnya, kemudian bisiknya lembut: "Apa yang dikatakan yayaku adalah kenyataan, kau tak boleh marah kepadanya."
Dengan sedih Liong Tian Im menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tahu bahwa apa yang di katakan Bu-locianpwe merupakan kenyataan, sebelum terjun kedunia persilatan dulu, aku mengira kepandaianku sudah termasuk dalam urutan jago tangguh, tapi sejak naik bukit Cing shia ini baru kuketahui kalau diatas langit masih ada langit, diatas manusia ada manusia, seperti kepandaian silatku sekarang, sesungguhnya tidak lebih sejari dibandingkan orang lain, aku bakal dapat menahan diri untuk berlatih lebih tekun lagi!"
Dalam pada itu Kwan Lok-khi yang menyaksikan Cing shia sancu dengan membawa senjata patung Kim mo sin jin sedang berjalan mendekat, dengan ketakutan dia mundur dua langkah, biji matanya segera berputar lalu serunya menyeramkan:
"Kau ingin bertarung denganku?"
"Kau berani mendatangi bukit Cing-shia melukai putraku lagi, dosa ditambah dengan dosa membuat aku cukup berhak untuk membunuhmu, sekarang kita tak usah banyak berbicara lagi, silahkan mulai turun tangan . ."
Kembali Kwan Lok khi tertawa seram. "Heehh. . .heeh. , heehh. . . memang tidak gampang untuk menentukan menang kalah diantara kita berdua dari pertarungan yang berlangsung kedatanganku kebukit Cing shia kali ini pun sesungguhnya ada dua hal yang perlu bantuan saudara Bu, apakah..."
"Persoalan apa?" tanya Bu Liong tertegun.
"Apa hubungan gadis cilik itu dengan saudara Bu?" tanya Kwan Lok khi sambil tertawa.
"Perduli amat siapa dirikui" bentak Bu Siau huan amat gusar.
Tapi Bu Liong telah menyahut dengan suara dalam "Dia adalah cucu perempuanku."
Kwan Lok-khi kembali tertawa terbahak-bahak "Haah, haaah. haahh, bagus sekali, aku ingin perselisihan antara golongan dewa dan golongan iblis yang sudah berlangsung banyak tahun sudah sepantasnya diistirahatkan lebih dulu, sekarang dengan memberanikan diri lohu ingin meminang cucu perempuan saudara Bu untuk dikawinkan dengan cucuku, dengan bersatunya golongan dewa dan golongan iblis maka selanjutnya kita pun tak usab memperebutkan soal gelar nomor satu didunia lagi, bagaimana saudara Bu . . ."
"Kau keparat." Bu Siau huan segera menyumpahi dengan wajah berubah.
Bu Liong juga membentak penuh kegusaran. "Apa kau bilang? Cucu perempuanku akan dikawinkan dengan cucumu yang sinting dan lemah syaraf itu ? Cuuuh! Kwan Lok khi tahunya kedatanganmu memang bermaksud untuk menyusahkan lohu saja"
"Saudara Bu." kata Kwan Lok-khi kemudian dengan serius, "kalau toh kau tak setuju dengan pernyataan ku yang pertama lohu lebih tak berani mengajukan permintaanku yang kedua, daripada mencari penyakit buat diri sendiri .."
Tergerak hati Bu Liong sesudah mendengar perkataan itu, segera ujarnya dengan cepat.
"Coba kau katakan dulu..."
Untuk sesaat suasana menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suara pun.
ooo O ooo
BU SIAU HUAN dan Liong Tian im memperhatikan wajah Cing shia sancu Bu Liong dengan perasaan tegang, mereka tak nama mengerti kenapa ia bersedia mendengarkan permintaan kedua dari Kwan Lok khi itu ?
Sebaliknya Bu Cing peng merasa tak puas, hampir saja dia ingin maju untuk bertempur melawan Kwan Lok khi, dia marah kenapa iblis tersebut karena berani sembarangan membicarakan soal perkawinan putrinya, diapun marah kepada Kwan Lok khi karena permintaannya yang tak tahu aturan.
Sementara itu Kwan Lok khi sendiri malah tertawa terbahak bahak dengan bangganya, dia seperti sama sekali tidak jeri, tapi diapun selagi membungkam sambil tersenyum, padahal pelbagai siasat licik sedang berkecamuk dalam benaknya, ia tahu bahwa kesempatan baik yang dinanti-nantikan sudah hampir tiba.
Maka dengan berlagak sok rahasia, ia berkata lagi. "Tatkala lohu melakukan perjalanan diluar perbatasan
tahun lalu, secara kebetulan aku telah menemukan seuntai mutiara mana terukir dua puluh empat cara melatih sim hoat tenaga dalam, sayang sekali pada bagian yang ketiga dan bagian kedua belas hilang entah ke mana, coba kalau bukan begitu, sudah pasti penemuan lohu itu akan bermanfaat besar sekali bagi diriku."
Diatas wajahnya muncul semacam perasaan gembira bercampur mendelu, sesudah berhenti sebentar, dia menghela napas panjang lalu melanjutkan lebih jauh.
"llmu berlatih simhoat tersebut amat dalam dan luar biasa sekali, cuma sayang jadi bertolak belakang dengan ilmu sesat yang kami pelajari, jadi sama sekali tak berguna bagi kami.
Dalam sedihnya terpaksa aku hanya bisa menahan sedih dan kecewa, tiap hari cuma bisa memandang ke dua puluh empat biji tasbeh itu sambil menghela napas. Yaa, sesungguhnya barang itu tak berjodoh bagi lohu. sebaliknya berguna sekali untuk saudara Bu."
"Saudara Kwan, sungguhkah perkataanmu itu?" seru Bu Liong agak emosi.
"SemoIo adalah salah seorang dari tiga pendeta agung masa dinasti Ci, konon pendeta itu masih terhitung saudara seperguruan dengan Kiu mo sat dan d angtut menjadi pendeta agung bersama sama Tong Sam cong. Bu Liong yang melatih ilmunya berdasarkan agama Buddha tentu saja mengetahui akan hal itu, tak heran kalau hatinya berdebar keras setelah mendengar kalau ke dua puluh empat tasbeh mestika itu telah muncul kembali dalam dunia persilatan . .."
"Setiap perkataan lohu aku ucapkan dengan sejujurnya. ." kata Kwan Lok khi serius.
Dari sakunya dia lantas mengeluarkan sebiji tasbeh berwarna hitam itu dan diayunkan kearah Cing shia sancu, dari atas biji tasbeh itu tampak memancar keluar selapis cahaya tajam.
Agak emosi Bu Liong menerima biji tasbeh itu dan diperiksanya, kemudian sambil menghela napas katanya: "Aneh." ternyata memang benar. .." Diatas biji tasbeh tersebut tampak jelas terukir kata kata yang amat lembut, dengan ketajaman mataaya ia sempat mengenali bahwa tulisan itu terdiri dari huruf Hindi, tanpa sadar ia membaca:
"Hati lurus, ilmu pun lurus, perasaan sumber pokok dari kekuatan, kekuatan itu menjadi nyata bila hati mengutamakan kebajikan."
Membaca sampai disitu, dengan wajah berseri karena gembira dia bersorak:
"Benar, inilah ?iai plan atau kupasan ke sembilan, yaa betul kupasan kesembilan.."
Dalam detik itu juga, banysk kesulitan yang sebelumnya masih membelenggu pikirannya, seketika menjadi terbuka setelah membaca tuIisan itu, dia merasa makna dari tulisan tersebut sangat luas, membuat dia serasa ingin melepaskan diri dari keramaian dunia saja.
Kwan Lok khi kembali tertawa terbahak:
"Haahh haah haah saudara Bu, sekarang terbukti sudah bukan kalau ucapan siaute bukan cuma isapan jempol belaka."
"Betul betul..." Bu Liong menghela napas.
Kwan Lok khi menyambut kembali biji tasbeh, kemudian berkata dengan hambar:
"Bila saudara Bu setuju, lohu bersedia menggunakan ke dua puluh empat biji tasbih ini sebagai hadiah pinangan kami
atas cucu perempuanmu itu, aku percaya saudara Bu pasti tak akan menganggap hadiah itu kelewat sedikit bukan."
Bu Liong melirik sekejap ke arah Bu Cing peng, tampak wajah putranya diliputi perasaan gusar dan rasa tak puas yang tebal, sebaliknya Bu Siau-huan lebih mengenaskan lagi, dia malu bercampur marah sehingga hampir saja akan menangis...
Dia lantas tertawa dingin dan berkata:
"Saudara Kwan, tentunya permintaanmu bukan cuma ituitu saja bukan ?"
"Heehh . . heehh . . heehh . . benar, aku tahu di tempat kediaman saudara Bu menyimpan selembar kupasan tentang ilmu Mo im huan pit yang sudah lama terputus peredarannya dari muka bumi, justru karena aku tak pandai ilmu Mi im ci sut (kepandaian bayangan pembingung) maka ilmu pukulan Yu leng sau tian nang ku tak berhasil mencapai puncak kesempurnaan, asal saudara Bu perlihatkan kepandaian mana kepada lohu . .."
"He he he he, kau maksudkan kupasan yang termuat diatas genta emas pelenyap irama." jengek Bu Liong sambil tertawa dingin.
"Benar, maka kedua puluh empat biji tasbeh mestika itu masih belum sanggup untuk ditukar dengan sebagian kupasan yang tersedia diatas genta emas pelenyap irama? Hmm, apakah saudara Bu tidak merasa kalau pikiranmu kelewat cupat.."
Bu Liong kembali tertawa dingin.
"Genta emas pelenyap irama tidak berada dibukit kami, kali ini kau telah salah sangka."
"Haah . . haah .. haah . . siapa yang tak tahu kalau genta emas sakti itu sudah kau boyong secara misterius ke dalam gudang hartamu di puncak Kim teng setelah kemunculannya dalam dunia persilatan? Tak heran kalau usaha kebanyakan jago persilatan untuk menemukan genta emas itu selalu gagal dan tidak berhasil haah .. haah . haah .. saudara Bu, masa kau pun hendak bergurau dengan aku."
Dia memutar biji matanya dengan sinis, lalu menjengek dingin:
"Apakah benda itu berada disini atau tidak, lebih baik tak usah kita perdebatkan lagi, kini putraku sudah menyelundup masuk kedalam lorong rahasia puncak Kim teng, sebentar lagi urusan akan menjadi jelas dengan sendirinya.." "Apa? Kau berani mengutus orang memasuki lorong rahasia itu? Kubunuh putramu itu.. ." bentak Bu Liong dengan gusar.
"Traang. . ."
Ditengah udara berkumandang lagi suara genta yang rendah dan berat, menyusul kemudian nampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan langkah tergesa gesa.
"Go Tiong, mengapa kau terburu buru kemari dengan wajah gugup?" Bu Cing peng segera menegur dengan suara dalam.
Go Tiong menghentikan gerakan tubuhnya, lala berseru dengan napas tersengkal sengkal.
"Lapor sarcu, dalam lorong rahasia dipuncak Kim teng telah ditemukan jejak musuh, kini ia sudah terkurung dalam barisan Han ci si cap kiu coan, mohon petunjuk sancu, perlukah menggerakkan alat rahasia diseluruh lorong."
Bu Liong memandang sekejap ke arah Kwan Lok khi dengan pandangan dingin, lalu berkata:
"Orangmu bisa bisa beruntun menembusi tiga pos penjagaan, itu berarti kemampuannya sudah terhitung lumayan, tapi kau jangan ke buru senang dulu, dalam lorong rahasia tersebut hanya ada jalan masuk tiada jalan keluar, kesempatan untuk mampus baginya malah cukup besar . . ."
"Aaah, itu mah cuma suatu maksud kecil, berapa banyak sih alat jebakan yang kau pasang dalam lorong rahasia tersebut." "llmu barisan yang bisa kau cari dalam buku saja paling tidak ada tujuh puluh dua macam."
Kwan Lok khi merasakan hatinya terkesiap sesudah mendengar perkataan itu, diam diam ia menjadi gelisah sendiri, meskipun putranya Kwan Hong telah menguasai sembilan puluh persen ilmu silat aliran sesat, namun alat rahasia yang dipasang dalam lorong rahasia tersebut masih merupakan sebuah tanda tanya besar untuk dilewatinya. .
Dalam gelisahnya ia pun berseru:
"Ternyata dugaanku tak meleset, kau benar benar seorang manusia yang amat berbakat."
Tubuhnya segera bergeser ke samping, kemudian seruling berlubang tujubnya digetarkan sampai memperdengarkan bunyi pekikan nyaring, wilayah seluas setengah kaki disekitar sana dengan cepat diliputi oleh selapis kabut berwarna merah.
Dengan cepat Cing shia sancu mengayunkan senjata patung Kim mo sin jinnya ke depan, serentetan cahaya emas yang amat menyilaukan mata menyebar ke tengah angkasa ..
.
Mendadak terdengar Kwan Lok-khi yang berada dibalik kabut merah tertawa terbahak bahak, kemudian menegur:
"Bu Liong, bagaimana dengan penyelesaian persoalan kita?"
"Jangan mimpi !" Secara beruntun Kwan Lok khi menahan dua serangan yang tertuju ke arahnya kemudian tabuhnya melejit setinggi berapa kaki, serunya:
"Baik, kita bersua dalam lorong rakasia nanti ... "
Dia sadar bahwa seruling darah tujuh lubangnya tak mungkin bisa melawan keampuhan dari senjata patung Kim mo sin jin, maka bila tidak cepat cepat kabur dari situ, bisa jadi dia akan dikalahkan secara mengenaskan.
Ditengah pekikan nyaring. Hu to jin dan Pek li Kit sama sama lari menghindari kabut tebal dan berlalu dari situ, sedangkan Kwan Lok khi juga melancarkan tiga buah serangan berantai sebelum melejit keudira dan kabur dari situ.
Bu Cing peng hendak melakukan pengejaran tapi Bu Liong segera menarik lengannya sambil berseru:
"Dia bilang akan berjumpa dalam lorong rahasia nanti, itu berarti dia tak puas dengan ilmu barisan keluarga Bu kita jangan dikeja dulu, biar kita susun segala persiapan dengan matang, kemudian baru berusaha untuk membekuknya. ."
Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya kearah Bu Siau huan, ia berkata lagi.
"Kalian berdua pulang dan beristirahatlah dulu, persoalan disini tak usah kalian campuri"
Sementara Liong Tian im dan Bu Siau huan sedang berdiri termangu mangu senjata Kim mo sin jin telah disodorkan kehadapan anak muda itu. Sambil mencibirkan bibir Bu Siau huan berseru: "Aku pun ingin turut..."
Tapi Cing shia sancu sama sekali tidak menggubris, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, ia serta Bu Cing peng dan Go Tiong sudah lenyap dibalik dibalik bukit sana.
Bu Siau huan mendongkolnya setengah mati, sambil mendepak depakkan kakinya berulang kali, ia sudab terbiasa dimanja apa yang menjadi kehendak hatinya tak pernah bisa dicegah oleh siapapun, begitu selesai berkata dia lantas menarik tangan Liong Tiao im dan mengajaknya berlalu dari situ.
Setelah menembus hutan yang besar mendadak pemandangan di depan mata berubah, sebuah jalan kecil yang berlapiskan batuan kerikil menghubungkan tepi hutan dengan sebuah kuburan.
Mereka berdua berjalan menelusuri jalan kecil itu, pepohonan siong ditepi jalan gemerisik terhembus angin gunung, udara terasa dingin dan nyaman.
Dua orang lelaki berpakaian ringkas yang membawa senjata terhunus berjaga jaga didepan kuburan besar itu, tatkala Bu Siau huan mengajak Liong Tian im muncul disitu, dua orang lelaki tersebut mengangkat kepalanya dan memandang ke arah mereka berdua dengan keheranan, sementara dalam hati keciInya menggerutu tiada hentinya.
"Jalan ini merupakan salah satu jalan raya yang menghubungkan gudang harta di puncak Kim teng" bisik Bu Siau huan lirih, "sekarang kau tak usah berbicara, biar aku yang menghadapi kedua orang penjaga kuburan tersebut." Liong Tian im tertawa getir. "Yaa, aku tahu !"
Dalam pada itu, kedua orang lelaki tersebut telah saling berpandangan sekejap, kemudian bersama sama memberi hormat kepada Bu Siau huan sambil menyapa:
"Nona Bu !"
Bu Siau huan mendengus dingin.
"Hmmm...aku hendak masuk kekuburan untuk menengok nenekku, harap kalian membuka pintu kuburan . ."
Dengan perasaan berat hati salah seorang disebelah kiri itu berkata:
"Hari ini, Kim-teng sudah kedatangan beberapa orang, sekarang suasana di dalam situ sedang kacau tak karuan, Sancu telah menurunkan perintah, siapapun dilarang memasukinya."
"Apakah aku pun tak boleh?" jengek Bu Siau huan sambil tertawa dingin.
"Soal ini . ." setelah sangsi sejenak. lelaki itu melanjutkan "hamba tak bisa memutuskan."
"Mmggir kalian, bila sancu memegur nanti katakan saja kalau aku memasuki kuburan ini secara paksa . .."
Diatas bukit Cing shia gadis itu memang tersohor karena binal dan akal liciknya, sementara dua orang lelaki itu masih saat si gadis sudah menekan tombol rahasia diluar kuburan itu.
"Ting tang, ting tang . . ." batu nisan didepan kuburan bergeser ke samping dan terbukalah sebuah pintu rahasia.
Dengan perasaan gelisah lelaki itu berseru. "Nona Bu, biarkanlah kepada hamba untuk melaporkan dulu kepada sancu sebelum . ."
Belum habis dia berkata, Bu Siau huan telah memberi tanda kepada Liong Tian im sambil serunya:
"Cepat masuk !"
Sementara dua orang lelaki itu masih tertegun, Liong Tian im dan Bu Siau huan telah lenyap dibalik lorong rahasia yang dalam dan panjang itu, sementara pintu rahasia dimaki kuburan telah menutup kembali seperti sediakala.
Suasana didalam lorong rahasia bawah tanah itu terang benderang karena pada ke dua belah sisi dinding dipasang sebuah obor.
Rupanya kuburan itu hanya sebuah tipuan belaka, sebab setelah berada dalam kuburan Itu, terlihatlah ke dua belah dindingnya terbuat dari batu ubin hijau.
Liong Tian im dengan mengikuti Bu Siau huan berjalan sampai diujung lorong rahasia itu, disisi kiri muncul sebuah penyekat besar yang terbuat dari batu menghadang jalan pergi mereka.
Dengan wajah serius Bu Siau buan berkata: "Sekarang kita akan segera memasuki gudang harta dari puncak Kim-teng, sebelum mendapat persetujuanku lebih baik jangan sembarangan berjalan, kalau tidak, bila terjebak oleh alat rahasia maka hanya yaya ku seorang yang bisa menolongmu keluar . .
Agaknya dia hapal sekali dengan daerah di sekitar tempat itu, ia mendorong pelan diatas penyekat batu tersebut, segulung cahaya tajam segera memancar keluar dari balik penyekat.
Ketika Liong Tian im mengangkat kepalanya, tampak pada dinding maupun langit langit ruangan rahasia itu penuh dengan batuan yang indah, batuan itu berupa stalagnit yang membentuk pelbagai bentuk yang indah .. .
Sementara Liong Tian-lm masih mengagumi keindahan alam dalam gua tersebut, tiba tiba terdengar suara air yang mengalir, ia berpaling tampak dalam sebuah ruang batu disebelah kanan membujur sebuah peti yang terbuat dari kaca, dalam peti mati itu berbaring seorang perempuan tua.
Air mata segera jatuh bercucuran membasahi wajah Bu Siau huan, memandang perempuan tua yang sudah meninggal itu, ia nampak berdiri termangu-mangu. . .
Pelan pelan Liong Tian im berjalan mendekati gadis itu, lalu menegur lirih:
"Siau huan, kenapa kau ?"
Bu Siau huan menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya. "Dia adalah nenekku, ia sudah meninggal dunia hampir dua puluh tahun lamanya."
Dibawah peti mati tersebut terdapat sebuah sumber mata air yang sebesar kepalan yang memancurkan air segar, kabut air yang mengembang mengaliri bawah peti mati dan mengalir ke dalam sebuah kolam. Meski kolam terseoot tidak begitu besar, ternyata tiada air yang meluber keluar.
"Ehmmm...." satu deheman rendah tiba tiba bergema ditengah udara.
Dengan paras berubah Bu Siau huan segera berseru. "Aaah, pecdatang tersebut sudah berhasil sampai disini,
kita hurus cepat cepat turun ke bawah untuk melihat keadaan
!
Dengan cepat dia menggerakkan tubuhnya menuju ke muka, bersama Liong Tian im menelusuri sebuah lorong rahasia dan menuju ke sebuah gua yang besar lagi gelap.
Pada saat itulah tampak seorang lelaki setengah umur yang berbaju hitam sedang berlarian mendekat, mukanya gugup tubuhnya penuh darah, jelas sudah menderita luka yang cukup parah.
"Berhenti !" bentak Bu Siau huan, Lelaki itu tertegun kemudian menghela napas panjang.
"Siapa itu?" dia balas menegur, "sebetulnya dimanakah letak gudang harta tersebut?"
"Huuuh, belum lagi aku bertanya kepadamu, sekarang kau malah bertanya lebih dulu kepadaku. . ." "Aku Kwan Hong telah berhasil menembusi barisan Han ci si-cap Uu hoan toa tin, semua orangku telah tewas disitu, hanya tinggal aku seorang yang berhasil meloloskan diri dari kematian."
Bu Siau huan segera tertawa drngin.
"Kau benar benar berumur panjang, tapi dalam lorong rahasia yang penuh dengan alat jebakan ini, kendatipun kau berhasil menemukan gudang harta tersebut belum tentu bisa lolos dalam keadaan hidup, aku lihat ada baiknya kau membuang pedang dan menyerahkan diri saja, tunggu saja hukuman dari yayaku, ."
Mendadak Kwan Hong tertawa keras.
"Heehh, . heeh, . heeh. , ternyata kaulah cucu perempuan dari Cing shia sancu, ehm. . aku hampir gila karena merindukan dirimu, tunggu saja setelah aku menyalin rahasia ilmu silat yang tercantum diatas genta emas pelenyap irama, akan kubekuk dirimu untuk dikawinkan dengan putraku."
"Tutup mulut anjingmu!" bentak Liong Tian im tiba tiba dengan amat gusarnya "Kau ini manusia macam apa? Berani benar mengucapkan kata kata tak tahu malu."
Sejak berjumpa dengan Bu Siau huan, secara diam diam anak muda tersebut telah jatuh hati terhadap gadis itu, tapi berhubung gadis itu nampak anggun dan mempersona hati, maka selama ini ia tak berani mengutarakan perasaan hatinya.
Namun, ketika di dengannya Kwan Hong hendak membekuk Siau huan untuk dikawinkan dengan puteranya, kemarahan yang membara dalam dadanya sungguh tak terkendalikan lagi dia segera maju kedepan dan siap bertempur melawan orang itu.
Dengan pandangan hina Kwan Hong melotot sekejap kearah Liong Tian im, lalu jengek: "Bocah keparat, rupanya kau sudah bosan hidup"
Pedangnya segera digetarkan tiba tiba berubah menjadi serentetan cahaya tajam yang membabat ke muka.
Liong Tian-im segera memutar senjata patung Kim mo sinjin-nya untuk menangkis.
""Traang !" ditengah benturan nyaring yang memekikkan telinga, kedua belah pihak merasakan lengannya sama sama bergetar keras.
Kenyataan tersebut kontan saja membuat ke dua orang itu sama sama mengejutkan kepandaian lawan.
Kalau dibilang dalam bentrokan tersebut keadaan mereka berimbang, akan tetapi Liong Tian im mengerti bahwa senjatanya jauh lebih berat ketimbang pedang lawan yang enteng.
Padahal didalam bentrokan tadi, lengannya berhasil digetarkan sempat kaku dan kesemutan, dari sini terbuktilah sudah kalah tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan jauh melebihi dirinya.
Kwan Hoat memutar kembali pedangnya sambil melangkah maju ke depan, senjatanya dibelokan membabat Liong Tian im. Serangan yang dilancarkan kali ini dilakukan dengan cepat lagi tepat, menggunakan waktu pun sangat tepat sekali. Diam diam Liong Tian im makin terkesiap, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya.
"Benar-benar sebuah jurus pedang yang amat lihay, kecepatan serangannya hakekatnya tidak berada dibawah Bok toako, seandainya Bok toako berada disini, entah kepandaian siapa yang jauh lebih unggul bila mereka berdua saling bergebrak ?"
Begitu ingatan mana melintas lewat, tubuhnya bergeser lima langkah lebih dari posisi semula, dengan suatu gerakan yang enteng sekali dia sudah meloloskan diri dari babatan pedang lawan.
Tiba tiba Kwan Hong berseru tertahan, kemudian menegur dengan wajah keheranan.
"Hai, kau murid siapa ?"
Hmmm apakah kau tak bisa melihatnya sendiri?" Kwan Hong segera tertawa dingin.
"Tampakaya kau bukan anggota Cing shia san, mengapa begitu berani memasuki pula lorong rahasia ini? Apakah kau pun datang kemari untuk mencari genta emas pelenyap irama?"
Liong Tian im tercekat hatinya, cepat dia berpikir : "Genta emas pelenyap irama, benda mestika itu ada
sangkut pautnya dengan kematian orang tuaku, aku tidak boleh memperlihatkan keinginanku untuk mencari pula genta tersebut.."
Maka sambil mendengus dingin serunya.
"Kau jangan mengaco belo tak karuan, aku bukan manusia semacam dirimu itu."
Sementara itu Bu Siau huan telah berkata lagi: "Liong, usahakan untuk mengurung dirinya."
Terhadap semua alat jebakan yang berada di seputar lorong rahasia tersebut, boleh dibilang gadis itu menguasahinya dengan matang dam hapal, begitu memeriksa situasi dalam lorong tersebut, ia sudah menyusun sebuah rencana baik untuk menjebak lawan.
Maka sambil tertawa hambar ujarnya:
"Kwan Hong, kan benar benar berhasil menerjang kemari dengan melalui lorong lorong rahasia yang ada ?"
Kwan Hong agak tertegun, kemudian mengangkat kepala dan tertawa terbahak bahak.
"Haahhh.....haaah.... tentu saja, sewaktu kemari aku membawa tiga puluh enam orang jago lihay dari bukit Jit gwat san, tapi lima belas orang diantaranya telah tewas dalam barisan Han ci toa tin, sedang sisanya telah terperosok pula ke dalam jalan kematian ini kecuali aku mungkin tiada orang lain yang sanggup menerobosi begitu banyak alat jebakan dan ilmu barisan seperti aku." "Waaah.. kalau begitu ilmu silat dari Jit gwat san benar benar sudah tiada tandingannya lagi di dunia ini, kalau toh kau bisa hidup sampai disini sudah pasti ada sesuatu yang kau andalkan."
"Benar..." sahut Kwan Hong tertawa dingin "di dunia ini sudah tiada benda lain yang sanggup mengurung diriku lagi."
"Hmmm, aku tidak percaya." dengus Bu Siau huan sinis. Tapi kemudian, sambil tertawa hambar dia melanjutkan: "Asal kau berani mundur tiga langkah lagi, aku punya
kemampuan untuk mengurung dirimu disini, dan bila kau berhasil meloloskan diri dari kurungan mana, aku pasti akan mengajakmu menuju ke gedung harta dan menjumpai benda mestika dari kalangan Buddha . . Genta emas pelenyap irama."
Agak tertegun Kwan Hong sesudar mendengar perkataan itu, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya:
"Ucapan ini ada benarrya juga, daripada mencari sendiri secara membaci buta toh ada baiknya kucoba perkataannya itu, toh bagai mana juga tiada ilmu barisan yang bisa mengapa-apakan diriku . ."
Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawan seram, sahutnya: "Baik, cuma sekeluarnya dari barisan tersebut, kau harus
mendengarkan semua perintahku.
"Baik" kata Bu siau huan pula dingin. "Seandainya kau benar-benar bisa keluar dari situ, akan kukabulkan semua permintaanmu," Kwan Hong menganggap kepandaian silatnya sudah mencapai puncak kesempurnaan dan tiada tandingangannya lagi dikolong langit, mengingat Bu Siau-huan tak lebih cuma seorang bocah perempuan, pada hakekatnya ia tak memandang sebelah matapun terhadapnya, dalam anggapannya sekalipun dia bisa menyusun suatu permainan busuk, sudah pasti permainan itu tak asing lagi baginya, maka sambil tertawa dingin dia mundur tiga langkah ke belakang.
Siapa tahu, baru saja ujung kakinya menyentuh garis
merah diatas lantai tersebut, mendadak terdengar suara keras berkumandang dari timur, selatan, utara dan barat. Kemudian dari empat penjuru muncul pula sebuah lempengan batu yang tebalnya setengah depa mengurungnya ditengah arena.
Begitu ke empat buah batu tersebut merapat menjadi satu, dan seketika itu juga seluruh ruangan disekitar Kwan Hong menjadi tertutup rapat sekali, pada hakekatnya tak mungkin bagi orang she Kwan tersebut untuk meloloskan diri lagi.
Dengan cepat Kwan Hong sadar kalau keadaan bakal celaka, baru saja dia akan melompat keatas, tahu tahu dari atas kepalanya muncul kembali sebuah batu besar yang langsung menghantam kepalanya.
Berada dalam keadaan begini, paras mukanya segera berubah karena kaget, cepat cepat dia melompat turun kembali ke bawah.
"Blaaammm . . "
Diiringi suara benturan yang sangat keras batu cadas itu persis menutup diatas ke empat batu lainnya yang segera membentuk sebuah ruang persegi empat dan mengurung Kwan Hong didalamnya. Kendatipun Kwan Hong berteriak teriak keras macam orang gila, ternyata ia tak berhasil meloloskan diri.
Sambil tertawa dingin Bu Siau-huan segera mengejek. "Apa gunanya kau meraung tiada hentinya? Hayolah cari
akal untul meloloskan diri dari situ."
"Budak sialan, aku sudah kau tipu!" teriak Kwan Hong dari dari dalam dengan penuh kegusaran.
Lalu terdengar suara benturan keras yang berulang ulang, agaknya dalam gusarnya Kwan Hong telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menghantam dinding batu tersebut dalam anggapannya siapa tahu kalau batu cadas tersebut akan hancur setelah termakan oleh pukulan dahsyatnya itu.
Dengan suara dingin Bu Siau huan berkata lagi.
Hei, lebih baik jangan sembarangan memukul batu cadas tersebut, ketahuilah, jika dinding batu tersebut sampai hancur maka batu yang berada dibagian atas tentu akan jatuh kebawah dan menindih tubuhmu, nah kalau sampai begitu, niscaya badanmu akan tertindih menjadi perkedel atau paling tidak akan membuatmu cacad seumur hidup."
Ancaman tersebut ternyata manjur sekali betul juga, Kwan Hong tak berani menghantam dinding batu itu lagi, sekarang dia hanya bisa mencaci maki kalang kabut.
Baru saja Bu Siau-huan hendak mempermainkan dirinya lagi, saat itulah berkumandang suara pertempuran dari Cing shia sancu dan Kwak Lok-khi yang makin lama bergeser makin dekat ke situ. Dengan perasaan terkesiap gadis itu segeij berseru:
"Cepat kita menyembunyikan diri kedalam gedung harta, yayaku pasti akan marah besar
jika melihat kita berada disini, dia paling benci kalau ada orang luar yang berhasil masuk kemari, kecuali orang orang dari Cing shia san kami . ."
Gadis itu cukup mengetahui watak Cing shia sancu yang dingin, kaku dan tanpa perasaan itu cepat dia menarik tangan Liong Tian im dan diajak menerobos masuk ke dalam lorong rahasia.
Baru saja mereka berdua lenyap dibalik lorong, Kwan Lok khi dan Cing shia sancu telah muncul disitu.
Sambil mengayunkan telapak tangannya melancarkan semua pukulan, terdengar Kwan Lok khi berseru dengan marah:
"Bu Liong, sebenarnya kau telah apakan anakku?"
"Bukankah sudah kau saksikan sendiri, semua orang yang kau bawa hampir sebagian besar sudah mampus semua?
Meskipun putra kesayanganmu itu belum berhasil ditemukan, aku pikir jaraknya dengan kematian sudah pasti tak jauh lagi."
"Hmm, bila putraku sampai cedera atau mengalami suatu hal yang tidak diinginkan, semua murid golongan iblis dari bukit Jit gwat san bersumpah akan menumpas semua anggota Cing shia san ini, terutama kau si bajingan tua, aku tak akan melepaskan dirimu begitu saja." "Termasuk kau sendiripun tak bisa Iolos, buat apa mesti mengibul lebih dulu disini.," jengek Bu Liong.
Sementara suasana dalam keadaan heningnya tiba6tiba Kwan Hong yang tersekap dalam batu cadas dapat mendengar suara pembicaraan ayahnya diluar situ, ia tak sanggup menahan diri lagi, segera teriaknya keras keras.
"Ayah. . ."
Walaupun teriakan tersebut diutarakan dengan penuh tenaga, namun suaranya berubah menjadi lemah didengar dari luar, meski begitu Kwan Lok-khi dan Bu Liong sempat mendengar pula teriakan itu dengan jelas, mereka jadi tertegun lalu bersama sama menubruk kedepan.
"Anak Hong kah disitu ?" dengan perasaai terkesiap Kwan Lok khi menegur:
"Betul ayah aku berada disini" jawab Kwan Hong sambil tertawa getir.
Dengan suatu gerakan cepat Kwan Lok khi melompat keatas batu cadas itu, kemudian setelah memeriksa sekejap sekeliling tempat itu, dia bersiap siap mengerahkan tenaga dalamnya untuk menghancurkan batu cadas yang setengah depa tebalnya.
Kwan Hong yang tersekap didalamnya segera berseru dengan perasaan gelisah:
"Ayah, jangan sembarangan bergerak, bila batu tersebut hancur, aku bakal mati tertindih." Kwan Lok khi benar benar tak berani bergerak lagi, sambil mundur ke belakang serunya dengan marah.
"Nak, kau tak usah gelisah, ayah akan mencari akal untuk menyelamatkan dirimu !"
Pelan pelan dia membalikkan tubuhnya, mencorong sinar berapi api dari balik matanya, dengan sinar mata yang setajam sembilu dia menatap wajah Cing shia sancu lekat lekat, kemudian serunya dengan penuh kebencian.
"Bu Liong, Iepaskan dia !"
Dalam pada itu, Cing shia sancu sedang mengawasi lawan dengan perasaan tegang, seluruh pakaiannya telah menggelembung besar, telapak tangannya disilangkan didepan dada siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan, katanya dingin.
"Hmmm kau tak usah bermimpi disiang hari bolong !" Kembali Kwan Lok-khi tertawa gusar.
"Putramu sudah terkena pukulan Yu leng san tian tiang ku, dalam tiga jam kemudian bila kemudian tidak diberi obat penawar maka dia akan tewas keracunan, sekarang lohu ingin membicarakan beberapa syarat denganmu apakah kau bersedia . , ."
"Bagus sekali, aku memang bermaksud demikian" kata Bu Liong dingin.
Dari dalam sakunya Kwaa Lok-khi mengeluarkan sebutir pil sebesar kacang hijau dan diletakkan diatas telapak tangannya, kemudian sambil tertawa dingin ia berkata. "Bila kau melepaskan putraku, akan kuberikan obat penawar ini untukmu, jika persoalan ini disetujui aku segera kembali ke bukit Jit gwat san dan sejak kini tak akan menginjakkan kakiku di bukit Cing shia san lagi. . ."
"Sayang sekali aku tak bisa mempercayai dirimu dengan begitu saja" jengek Ciug shia sancu dingin.
Mendengar perkataan itu, Kwan Lok khi menjadi gusar sekali.
"Kau boleh mengundang putramu datang ke mari, kita bicarakan bersama sama !"
Kebetutan Bu Cing peng sedang munculkan diri disitu, mukanya pucat dan tubuhnya sempoyongan, kalau dilihat dari keadaan tersebut, jelas luka dalam yang dideritanya cakap parah.
Dengan kening berkerut Cing shia sancu berseru.
"Cing Peng... mengapa kau tidak kembali untuk merawat lukamu. ."
Bu Cing peng tertawa getir.
"Aku merasa tidak tega, apalagi Siau huan juga turut masuk kemari. ."
"Apa?" paras muka Cing shia sancu berubah menjadi dingin seperti es, lalu serunya lebih jauh dengan gusar, "budak ini makin lama semakin tak karuan, sampai-sampai ucapanku juga tak mau dituruti, hmm, dia sudah kelewat kumanja sejak kecil hingga begitu jadinya, dia mesti diberi pelajaran dengan sebaik baiknya!" Agaknya dia sangat menguatirkan pula keadaan luka yang diderita Bu Cing-peng, seraya berpaling tanyanya lagi:
"Bagaimana dengan lukamu ? Apakah sewaktu bernapas terasa berat, kepala menjadi berat dan kaki menggigil?"
Bu Cing peng menarik napas panjang, kemudian mengangguk:
"Benar, dendam sebuah pukulan ini pasti akan kutuntut balas . . ."
"Huh, kau tak usah berlagak sok jagoan." ejek Kwan Lokkhi sinis, "dengan mengandalkan sedikit kepandaianmu itu, aku masih tidak memandang sebelah matapun, seandainya kau benar benar merasa tidak puas, boleh saja mendatangi bukit Jit gwat san untuk mencariku."
"Lebih baik kita mencoba dulu sekarang juga," tantang Bu Cing-peng sambil melintangkan pedangnya di depan dada.
Bu Liong segera berpaling dan melotot ke arahnya, buru buru Bu Cing peng menutup mulutnya kembali.
Pelan pelan Cing shia sancu mengalihkan kembali sorot matanya dan melirik sekejap pil ditangan Kwan Lok khi, kemudian katanya:
"Baiklah Kwan Lok-khi, aku mengabulkan permintaanmu itu
. . ."
"Lepaskan dulu putraku !" seru Kwan Lok-kbi saoabil tertawa dingin. "Hmm, akal bulusmu kelewat banyak aku tak bisa mempercayai dirimu dengan begitu saja" kata Cing shia sancu sinis "kau harus berikan pil pemunah itu untuk putraku lebih dulu, kita nantikan bagaimana reaksinya, asal pil mu benar, aku baru akan melepaskan putramu."
"Bajingan tua, dendam sakit hati ini tak akan kulupakan untuk selama lamanya . . ." sumpah Kwan Lok khi menahan geram.
Dengan gusar dia melotot sekejap ke arah Bu Cing peng, kemudian menyentilkan pil tersebut ke depan.
Bu Cing peng segera menerimanya dan buru buru ditelan, tak selang berapa saat kemudian keringat dingin telah bercucuran keluar membasahi seluruh tubuhnya, penyakit yang di deritanya segera berkurang dan menuju penyembuhan. . .
Melihat itu, sambil tertawa terbahak bahak Bu Liong berkata:
"Orang she Kwan, untuk kali ini kulepaskan dirimu, tapi kalau dikemudian hari putra mu masih saja tak tahu diri, jangan salahkan kalau akupun tak kenal sungkan. ."
Dia menepuk pelan keatas dinding gua, diiringi serentetan suara keleningan yang aneh batu batu cadas tersebut secara otomatis bergerak kembali ke tempat asal mulanya, begitu sempurna alat rahasia tersebut membuat Kwan Lok-khi sendiripun diam-diam merasa kagum.