Cincin Maut Jilid 13

Jilid 13

"OOOH KAU ADALAH MURID Khong Leng bun?" Jago  pedang buta tercengang, "tapi kita tidak saling mengenal, ada urusan apakah saudara memanggil kami berdua?"

"Sepanjang perjalanan kemarin kehadiran kalian berdua telah menggemparkan anak murid perguruan kami. Suteku telah mati terbunuh di tangan Iblis emas berjari darah, pihak Khong leng bun ingin menuntut suatu keadilan darimu."

Sinar matanya tak pernah beralih dari tubuh Liong Tian im, hal ini membuat Liong Tian im merasa amarah segera berkobar, setelah mendengus dingin katanya sinis:

"Selama hidup aku telah membunuh orang tak terhitung jumlahnya, aku tidak tahu siapakah nama adik seperguruanmu yang telah mati itu?" Ucapan mana diutarakan dengan suara dingin, bagaikan angin badai yang berhembus di musim dingin, membuat hati Lee Hong tercekat dan penuh rasa terkejut.

"Hmm besar betul bacotmu!" seru Lee Hong dengan gusar. Kemudian setelah tertawa seram, lanjutnya:
"Apa hubungan dendam atau sakit hati yang terjalin antara adik seperguruanku Lee Bun yang denganmu, sehingga ia kau bunuh dengan keadaan remuk benak berceceran? Dia merupakan calon ketua dari perguruan Khong leng bun, kau membunuhnya berarti kau jadi musuh bebuyutannya Khong leng bun, bukan cuma kami saja benteng Cong liong poo di Selatan serta Sin cian bun dari Kwan liong juga tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja..."

"Oooh... rupanya tiga manusia yang tak berpendidikan itu" kata Liong Tian im sambil ter tawa dingin, "maaf, maaf kematian Lee Tang yang menang sudah sepantasnya dia terima."

indah laras fcuoaatlkai keiatangan kain . , ."

Mendadak dia menghentikan pembicaraannya sambil mengalihkan sorot matanya kedepan.

Tampak sebuah kereta berwarna hitam pelan pelan sedang bergerak mendek&t, sekeliling kereta tersebut mengiringi empat orang lelaki kekar yang menunggang kuda.

Orang orang itu mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar dengan menunggang kuda yang tinggi besar pula, pedangnya tersoren dipinggang dengan pita berwarna kuning yang berkibar terhembus angin, mereka nampak keren sekali. Liong Tian im menjadi tertegun segera pikirnya:

"Siapakah orang ini ? Mengapa dia menunjukkan sikap semacam ini? Kalau dilihat dari gaya dan gerak gerik mereka, tampaknya orang yang berada didalam kereta itu kalau bukan seorang saudagar kaya raya, sudah pasti seorang pembesar."

Sementara itu, semangat Lee Hong nampak berkobar lagi setelah menyaksikan kemunculan rombongan kereta itu, dari sakunya ia mengeluarkan sebuah seruling kecil berwarna emas dan ditiup berulang kali.

Terdengar serentetan suara seruling yang merdu merayu berkumandang memecah keheningan.

Dari hadapan sana segera bergema pula suara balasan, itu menunjukkan kalau orang orang tersebut adalah kawanan jago yang berasal dari satu kelompok dengan Lee Hong, hanya tidak diketahui siapakah yang duduk di dalam kereta tersebut ?"

Pada saat itulah dari dalam kereta berkumandang suara teguran yang dalam dan berat.

"Hong ji kah disitu ?"

"Tecu ada disini !" sahut Lee Hong lantang dengan sikap hormat.

Kereta itu segera berhenti dan delapan orang lelaki kekar yang mengiringi kereta itu pun segera berlompatan turun dari kuda masing masing dengan cekatan. kemudian mereka berdiri disekitar arena dan mengurung Liong Tian im serta jago pedang buta di tengah arena. Lelaki bermata tunggal yang menjadi kusir kereta itu segera membuka tirai dinas kereta itu, seorang kakek berambut putih pelan pelan berjalan keluar, dia menggandeng perempuan setengah umur yang berwajah amat cantik.

Cuma waktu itu bekas air mata masih menghiasi wajah perempuan setengah umur itu, rasa sedih nampak jelas menyelimuti wajahnya.

Setelah maju selangkah, dia lantas menegur:

"Siapakah diantara kalian yang bernama iblis emas berjari darah ?"

Di dalam bayangannya manusia yang bernama Hiat ci kim mo tersebut sudah pasti seorang manusia bengis yang amat berbahaya, maka sinar matanya tanpa terasa dialihkan ke wajah Jago pedang buta Bok Ci.

Jago pedang buta segera menengadah tanpa menggubris pertanyaannya itu, sikap mana kontan membuat perempuan itu gemetar keras menahan kemarahan didalam hatinya.

Pelan pelan Liong Tian im menarik kembali sorot matanya dari ujung langit sana, kemudian menyahut dingin:

"Akulah orangnya!"

Perempuan setengah umur itu berseru tertahan, dia hampir tak percaya dengan pandangan mata sendiri mungkinkah seorang pemuda yang begitu tampan dan berwajah halus bisa merupakan seorang jago lihay yang namanya penuh berlumuran darah. "Aku lihat usiamu hampir sebaya dengan usia putraku" ujarnya dengan sedih, "tapi mengapa kau membunuh anakku? dendam sakit hati apakah yang telah terjalin antara keluarga Lee kami dari perguruan Khong leng bun dengan dirimu."

Kakek berambut putih yang berdiri disampingnya segera menepuk bahu perempuan itu pelan, ujarnya dengan sangat lembut.

"Hujin, kau jangan kelewat bersedih hati, hati hati dengan kesehatan badanmu."

Sesudah melirik sekejap ke arah Liong Tian im dengan penuh kegetiran, ia mengulapkan tangannya seraya berseru:
"Gotong keluar meja sembahyangan, pasang lilin dan hio !" "Baik!" jawab Lee Hong sambil memberi hormat dan
mengundurkan diri dari sana.

Dia memberi tanda kepada dua orang lelaki yang berdiri dekat kereta, dua orang lelaki itu segera maju dengan langkah lebar, mereka menggotong keluar sebuah meja sembahyang berbentuk persegi panjang dari dalam kereta, disitu selain terdapat secawan air putih dan sebuah tempat dupa, tampak pula sn pasang lilin putih.

Pelan pelan mereka letakkan meja itu ke atas tanah, setelah memasang lilin, mereka pun menyulut tiga batang hio... Liong Tian-im tidak mengetahui permainan setan apakah yang sedang dipersiapkan pihak Khong leng-bun, ditatapnya orang orang itu dengan termangu . . .

Pelan pelan kakek berambut putih itu menggandeng tangan nyonya setengah umur tersebut ke depan meja sembahyang, kemudian setelah berdoa sebentar dengan mulut kemak kemik terdengar ia berkata sedih:

"Sukma putraku di alam baka harap mendapat tahu, hari ini ayah dan ibumu telah berhasil menemukan musuh besarmu, kami akan mengorek keluar jantung dan hatinya untuk membalaskan dendam bagi kematianmu."

"Hay, permainan macam apakah yang sedang kalian selenggarakan" tiba tiba jago pedang buta meraung gusar.
Paras muka Lee Hong berubah hebat, ujarnya dingin: "Lebih baik kau tak usah mencampuri urusan kami, inilah
upacara pemanggilan pulang roh yang telah tiada dari perguruan Khong leng bun kami, sebentar bila Hiat ci Kim mo telah terbunuh, kau pasti akan kulepaskan pergi dari sini."

"Membunuh aku?" dengan sinis Liong Tian im tertawa terbahak-bahak, "apakah kau tidak merasa ucapanmu itu kelewatan sederhana?"

Dalam gusarnya mencorong sinar buas dari matanya yang tajam dan menggidikkan itu, Le Hong yang menyaksikan sorot mata buas tersebut kontan saja hatinya bergetar keras karena takut, dengan cepat dia mundur dua langkah dengan sempoyongan, serunya :

"Kau .. . " "Hmm, siapa berani mengusik aku Hiat ci-kim mo, siapa  pula akan ku bunuh secara keji . . ." ucap Liong Tian im dingin dan tanpa perasaan.

Beberapa patah kata itu diucapkan dengan nada tegas dan penuh bertenaga, sehingga setiap orang yang berada disekeliling tempat itu dapat mendengarkan dengan jelas.

Buru buru Lee Hong menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya kedalam sepasang lengannya, diam diam dia bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak di inginkan.

Tiba-tiba jago pedang buta itu mengulapkan tangannya sambil berkata:

"Enyah kau dari sini!"

Segulung hawa pukulan yang sangat kuat dengan cepat menyambar kedepan dan menghantam meja sembahyang tersebut.

"Blamm.!" kedua batang lilin raksasa yang berada di meja tersebut segera terhajar sehingga hancur berantakan.

"Kau berani .. ." seru Lee Hong sambil menubruk maju kedepan.

Dalam perguruan Khong leng bun dia terhitung seorang  jago lihay yang berilmu silat amat tinggi, begitu melompat kedepan, teIapak tangan kirinya segera melancarkan sebuah bacokan secara tiba tiba, segulung tenaga pukulan yang amat dasyat dengan cepatnya menghantam tubuh jago pedang  buta . . . "Kau benar benar seorang manusia yang tak tahu diri!" seru jago pedang buta Bok Ci dengan suara dalam.

Sambil tertawa dingin dia segera mengayunkan telapak tangannya menyongsong datangnya serangan tersebut.

"Blaaamm. . ."

Sebuah ledakan keras yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan, Jago pedang buta masih tetap terdiri di posisi semula, sebaliknya Leng Hong kena terhajar sampai terpental sejauh tujuh delapan depa dengan sempoyongan."

Tetapi begitu bergulingan diatas tanah, dia segera meloloskan pedangnya sambil melancarkan tubrukan kembali.

"Tahan!"

Suatu bentakan keras menggelegar memecahkan keheningan.

Kakek berambut putih itu berdiri termangu sambil memandang meja sembahyang yang ter hajar hancur oleh serangan Jago pedang buta tadi, dengan air mata mengembang dalam kelopak matanya pelan pelan dia membalikkan tubuhnya.

Setelah mendengus dingin, hawa kebuasan segera menyelimuti seluruh wajahnya, dia berkata dingin:

"Tenaga dalam yang dimiliki engkoh cilik ini betul betul amat sempurna, Lohu adalah ketua perguruan Khong leng bun, Lee Sam lay, Ada beberapa persoalan ingin kutanyakan kepada engkoh cilik ini." Seumpama berada dalam kesepian yang mencekam,  namun dia masih tetap menjaga kedudukannya, ucapan yang diutarakan tidak kasar tak pula merendahkan kedudukan sendiri begitu luwesnya sehingga membuat jago pedang bata menjadi tertegun.
Sesudah termangu sejenak, jago pedang buta menyahut: "Mana. mana . harap lo sianseng jangan sungkan sungkan,
bila ada pertanyaan ucapkan saja berterus terang!"

Lee Sam tay memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya dengan nada sedih bercampur gusar:

"Lohu hanya mempunyai seorang putra tunggal saja yang selama ini kami anggap sebagai penyambnng keturunan kami, tapi sayang nasib buruk telah menimpanya, dia telah di bunuh oleh Hiat ci kim mo ketika berada dalam lembah Tee ong kok, coba katakan, pantaskah kutuntut balas bagi kematiannya. . .
."

Menghadapi persoalan tersebut jago pedang buta tergagap:

"Tentang soal ini. ."

Perlu diketahui tidak punya anak diusia tua merupakan  suatu tragedi yang sangat mengenaskan, jika Lee Sam tay amat sakit hati karena kematian putranya ditangan orang lain, kemudian sekarang berusaha untuk membalaskan dendam  bagi kematiannya, hal ini merupakan sesuatu yang lumrah dan sudah seharusnya. Tak heran kalau Jago pedang buta terbungkam dalam seribu bahasa setelah menghadapi kenyataan seperti ini, untuk sesaat dia tergagap dan tak tahu apa yang harus dilakukan.

Lee Sam tay segera mendengus dingin. kata nya lagi: "seandainya engkoh cilik segan menjawab pertanyaan ini, silahkan saja menyingkir ke samping dan jangan mencampuri urusan ini lagi, Sedang mengenai perbuatanmu yang telah menghancurkan tempat abu putraku, lohu pun tak akan mempersoalkan Iebih jauh. . ."

Sudah setengah abad dia berkelana dalam dunia persilatan, tak sedikit manusia yang pernah dijumpai, ketika ia melihat sebuah pukulan yang dilepaskan jago pedang buta Bok Ci telah melukai muridnya Lee Hong, segera sadarlah dia kalau jago muda ini merupakan seorang manusia yang sangat tangguh.

Seandainya jago muda ini tidak ditaklukkan lebih dulu dengan mempergunakan kata kata, mustahil dia bisa memusatkan perhatiannya untuk menghadapi Hiat-ci kim-mo, menanti saat membahas dendam pun menjadi semakin sulit terlaksana.
Dengan suara dingin jago pedang buta berkata: "Peristiwa tersebut kualami sendiri, akupun mengetahui
kalau putramu bersama dua orang pemuda dari benteng Cong liong poo dan Kho ciam bun berusaha keras untuk membunuh adik angkatku, bila berbicara soal kenyataan maka aku pikir tidak perlu bila kau lakukan pembalasan dendam terhadap peristiwa mana .. ..

Lee Sam tay mendengus dingin. "Hmmm, aku tidak ambil perduli terhadap persoalan itu, pokoknya aku cuma berkata siapa berani melukai seujung jari putraku, maka lengannya harus dikutungi sebagai hukuman. Aku tak ambil perduli !terhadap perkataan orang lain . . ."

Tampaknya orang ini terlampau membelai kepentingan putranya, dia tak mau tahu soal Cengli, dia pun hanya tahu mencari menangnya sendiri, sehingga terlihat jelas oetapa ketusnya sikap orang tersebut.

Ketika jago pedang buta Bok Ci menyaksikan kakek itu tak pakai aturan, kemarahan berkobar juga dalam benaknya, tanpa sadar dia mendengus dingin sambil mendamprat:

"Kau benar benar seorang telur busuk !"

"Siapa yang kau maki ?" teriak Lee Sam tay dengan wajah berubah hebat, "kalau memang bernyali coba makilah sekali lagi!"

"Memangnya aku takut memakimu? Telur busuk tua ? Bangsat keparat!"

Saking gemasnya Lee Sam-tay segera melepaskan sebuah sodokan ke arah ulu hati jago pedang buta, serangan tersebut nampaknya sama sekali tak bertenaga, padahal disertai dengan inti pukulan yang luar biasa.

Paras muka Jago pedang buta berubah hebat, dengan cekatan dia segera melompat turun dari atas kudanya.
Kemudian dengan perasaan bergetar keras pikirnya: "Sungguh tak kusangka tua bangka ini memiliki tenaga
dalam yang begitu sempurna, orang ini bisa memimpin perguruan Khong leng bun dan merebut suatu posisi dalam dunia persilatan, tentu saja dia bukan seorang manusia sembarangan . ."

Setelah berhasil mengendalikan gejolak emosi dalam dadanya, dia pun berseru:

"Hmmm .. . pukulan Khong leng sin ciang yang hebat, Li sianseng, tampaknya kau telah berhasil menguasahi intisari dari ilmu pukulan ini..."

Sewaktu tahu kalau serangannya gagal, Lee Sam tay turut terperanjat, apalagi sesudah mendengar sindiran Iawan yang ringan tapi sangat mengena itu, kesedihannya melebihi dibunuh orang.

Sambil meraung gusar, dia lantas mengayunkan telapak tangannya dan melepaskan sebuah pukulan dahsyat, sementara kaki kanannya melancarkan sebuah tendangan ke arah selangkangan.

Makin bertarung, jago pedang buta semakin terkejut, dia tak menduga kalau ilmu pukulan dan ilmu tendangan yang di miliki kakek ini begitu sempurnanya..

Sambil berpekik nyaring, telapak tangannya pelan pelan didorong ke depan.

Tampaknya perempuan setengah umur itu dapat melihat betapa dahsyatnya tenaga pukulan yang di sertakan jago pedang buta Bok ci didalam serangannya, cepat dia melangkah masuk ke arah sambil membentak "Tua bangka, aku lihat makin lama kau semakin pikun, melepaskan urusan serius, buat apa mesti ribut dengannya? Lebih baik kau membalas dendam lebih dahulu baru membuat perhitungan dengannya."

Terhadap istrinya yang muda ini, bagi Lee Sam tay yang sudah kakek, istrinya dianggap sangat muda, tampaknya Lee Sam tay menaruh perasaan segan dan hormat, dia segera mengayunkan sebuah pukulan sambil melompat mundur kebelakang.

"Perkataan hujin memang benar!" katanya sadar.

Dia mengayunkan tangannya memberi tanda, delapan orang lelaki yang semula berdiri kaku disekitar tempat itu, serentak maju ke depan sambil mencabut keluar pedang masing masing mereka mendesak ke arah Loog Tian im.

Menyaksikan situasi yang semakin gawat, Liong Tian im tak berani bertindak gegabah dengan cepat dia meloloskan  senjata patung Kim mo sin-jin nya lalu mengawasi kawanan jago lihay dan perguruan Kbonglengbun yang menerjang tiba itu dengan pandangan dingin, sekulum senyuman sinis sempat menghiasi bibirnya .. . .

Paras muka Lee Sam-tay sempat berubah hebat, serunya dengan suara gemetar:

"Aaah... senjata patung kim mo sin jin! Senjata patung Kim mo sin jin !"

"Tentunya kau belum melupakan kedahsyatan dari patung emas ini bukan" jengek Liong Tian im dingin, "sewaktu suhuku membunuh jago jago dari delapan perguruan tiga partai dulu, kau adalah satu satunya orang yang berani menyambut serangan patung ini dengan kekerasan. . ."

Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:

"Walaupun kau pernah bersumpah dihadapan guruku tak akan bertarung lagi dengan orang yang membawa patung Kim-mo sin-jin, tapi peristiwa yang terjadi hari ini terlampau
diluar dugaammu, maka kau boleh mengingkari sumpahmu itu untuk bertarung melawanku "

"Tidak, lohu tak akan melangsungkan pertarungan denganmu." buru-buru Lee Sam tay menggeleng, "dulu, gurumu tidak membunuh lohu karena aku sanggup menerima serangan dari patung Kim mo sin jin dengan kekerasan, walaupun demikian, aku sempat terluka luaran dan terkapar di tanah, aai, meski kejadian itu sudah berlangsung lama namun seakan-akan masih segar dalam ingatan, lohu..."

Mendadak perempuan setengah umur itu gemetar keras, sambil maju kedepan serunya:

""Tua bangka, kalau toh kau terikat oleh sumpahmu, biarlah aku Bwee Siau tiap yang membunuhnya!"

Sekuat tenaga Lee Sam tay mengendalikan perasaan mangkel dan murung yang membawa dalam dadanya, dengan mulut membungkam dia mengundurkan diri dari situ.

Kemudian setelah melirik, sekejap ke arah Liong Tian im dengan penuh kegemasan dia menghela napas panjang pikirnya.

"Putraku memang kelewat tak tahu diri, mengapa dia sampai mengusik gembong iblis semacam ini ? Aai andaikata rahasia tersebut terungkap satu per satu, entah orang she Liong ini bersedia melepaskan aku tidak."

Walaupun Bwee Siau tiap adalah seorang perempuan ternyata kelihayan ilmu silatnya yang dimiliki jarang sekali dijumpai di dunia ini, tampak tangannya digetarkan kemudian melancarkan sebuah pukulan ke depan.

Liong Tian im enggan berkelahi dengan seorang  perempuan, dia segera mengegos kesan ping sejauh tiga depa lebih, sambil menarik kembali senjata patung Kim mo sin jin nya dia melepaskan pukulan sambil berseru:

"Lebih baik kau mengundurkan diri saja, aku tidak bersedia bertarung melawanmu."

Dengan air mata bercucuran amat deras, Bwee Siau-tiap berseru dengan suara lantang:

"Kau telah membunuh putraku, aku pun tak ingin hidup Iagi, bila kau memang bernyali hayo bunuhlah aku juga, dari pada aku akan mencarimu untuk membuat perhitungan . . ."

Secara beruntun dia melancarkan tiga macam jurus serangan yang berbeda untuk meneter lawannya, tapi semua serangan tersebut berhasil dihindari pihak lawan secara mudah. Kenyataan tersebut kontan saja membuat hatinya makin gelisah dan gusar, serangan yang dilancarkan pun semakin tak mengenal belas kasihan.

Lee Hong turut gelisah setelah menyaksikan berapa puluh jurus serangan dari sunionya gagal melukai lawan, cepat dia meloloskan pedangnya sambil menyerbu ke muka. Ketika tubuhnya masih berada ditengah udara, dia telah membentak dengan suara menggeledek:

"Untuk menghadapi manusia buas semacam ini, kita tak usah membicarakan soal peraturan dunia persilatan lagi, mari kita menyerbu bersama-sama. ."

Begitu seruan tersebut diutarakan, kawanan lelaki berpedang yang semenjak tadi sudah bersiap sedia itu serentak membentak keras, sambil memutar senjata masing masing mereka menyerbu kemuka dengan dahsyatnya.

Jago pedang buta Bok Ci segera memijit pedang kayunya sambil mencaci maki:

"Manusia-manusia tak tahu malu!"

Pedangnya menciptakan selapis cahaya tajam yang membuat orang lain tak dapat melihat jelas kearah manakah serangan tersebut tertuju, hanya terdengar Lee Sam-tay berseru tertahan, lalu menjerit dengan wajah aneh di tercengang:

"Dia adalah. . ."

"Aduuh !"

Seorang lelaki kekar tak sempat menghindarkan diri lagi, dadanya kena terhajar oleh sodokan pedang kayu itu secara telak.

Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati mayatnya terlempar sejauh berapa kaki dari tempat semula, sementara darah segar seperti pancuran menyembur keluar. Dengan kalap Lee Sam-tay menubruk kebelakang tubuh jago pedang buta, bentaknya keras-keras:

"Walaupun lohu telah berjanji tak akan bertarung melawan orang yang membawa senjata patung Kim mo sin jin, bukan berarti melarang aku beradu jiwa dengan orang lain, kini kau telah melukai anak muridku, jangan salahkan lohu. . ."

Kemarahannya ketika itu benar benar telah memuncak, sambil membentak dia meloloskan sebilah pedang sepanjang tiga depa, setelah digetarkan ditengah udara membentuk keperak perakan, tiba tiba dia mengayunkan pedangnya sambil melancarkan sebuah bacokan.

Saat itu, kendatipun jago pedang buta belum bisa melihat orang, namun ketajaman pendengarannya luar biasa sekali, tubuhnya segera berputar satu lingkaran busur ditengah udara, mendadak pedang kayunya ditekan tiga inci kebawah, lalu secara kilat ujung pedangnya menerbitkan tiga gulung bayangan pedang.

"Triiiing . ." sepasang pedang segera saling beradu menimbulkan suara dentingan nyaring.

Lee Sam tay segera merasakan lengannya bergetar keras, pedangnya hampir saja terlepas dari cekalan, dalam terperanjatnya pedangnya kembali digetarkan menciptakan serentetan cahaya pedang.

Jago pelang buta menggerakkan pedangnya dan mengetuk ujung pedang lawan dengan kekerasan, terdengar suara dentingan nyaring berkumandang tiada hentinya, dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung tujuh delapan jurus banyaknya. Ditengah pertarungan sengit yang sedang berlangsung secara beruntun terdengar lagi empat kali jeritan ngeri yang memilukan hati.

000 ooo 000

TIBA TIBA terdengar suara orang perempuan seperti orang gila saja berteriak keras: "Tahan !" Bersama dengan menggemanya bentakan itu, semua pertarungan yang sedang berlangsung segera berhenti.

Bwee Siau-tiap dengan mata merah membara dan rambut terurai kalut sedang memandang murid muridnya yang terkapar di tanah dalam keadaan tak bernyawa iiu, kemudian bentak nya keras keras :

"Hiat ci kim mo, dendam kesumat yang terikat diantara kita tak pernah akan berakhir.."

"Aku tahu dan setiap saat kau boleh mencari aku. . ." sahut Liong Tian im hambar.

Setelah memperdengarkan gelak tertawa yang amat nyaring serunya kepada jago pedang buta:

"Toako, mari kita pergi . . ."

Dua ekor kuda berjalan lewat amat pelan ketika menyentuh tanah memperdengarkan suara derapan kaki yang nyaring, orang orang yang berada disekitar sana hanya memandang kearah mereka berdua dengan pandangan penuh kebencian namun tak seorang pun yang mengeluarkan suara. Lee Hong berdiri dengan pedang disilangkan didepan dada, dia menghadang jalan pergi lawannya dengan wajah penuh kegusaran.

"Kau tidak segera menyingikir?" bentak Liong Tian im dengan suara menggeledek. Tampaknya Lee Hong dibikin tergetar hatinya oleh kewibawaan orang, setelah sangsi sebentar, akhirnya dia mengayunkan pedangnya ditengah udara dan menyingkir kesamping sambil menghela napas sedih.

Bayangan kuda makin lama semakin mengecil dan akhirnya bersamaan dengan hilangnya suara derap kaki kuda yang mengetuk hati masing-masing ikut lenyap pula dari pandangan.

oowoo

BUKIT CING SHIA. Sejak dahulu kala, bukit besar yang  amat misterius ini selalu diliputi awan putih yang tebal. Konon dibukit tersebut seringkali bermunculan para dewa dan malaikat, oleh karena itu para penduduk yang tinggal dikaki bukit tersebut selalu menaruh hormat dan segan terhadap bukit tersebut.

Tapi ada satu kenyataan yang tak terbantahkan, belakangan ini dari atas puncak bukit tersebut seringkali muncuI setitik cahaya merah setiap kali menjelang malam, disaat kegelapan mulai menyelimuti angkasa, cahaya merah itu mulai melejit ditengah udara seperti pelangi yang sangat indah.

Kemudian tak lama lagi akan muncul hujan keemas emasan yang menyilaukan mata sebelum cahaya merah tadi lenyap dan tak muncul lagi, kecuali pada terjadi keesokan harinya... Tak seorang manusiapun yang tahu benda apakah itu? Pun tiada orang yang tahu apakah hujan keemas-emasan itu ?

Hanya seorang manusia yang sedikit mengetahui akan keajaiban tersebut, dia adalah seorang penebang kayu yang telah lanjut usia, konon dia pergi berkunjung ke puncak bukit itu, hanya ia tak pernah membicarakan persoalan itu dengan orang lain.

Tapi ada satu hal dapat dibuktikan, setelahnya penebang kayu dirumah dan sakit sakitan, namun semenjak kembali dari sana, tubuhnya malah semakin lama semakin bertambah hebat, seperti seorang pemuda kekar saja.

Ada orang mengatakan dia pernah mendapat petunjuk dari dewa bagaimana caranya memelihara kesehatan badan, sehingga ia tetap segar, ada pula yang mengatakan dia telah memperoleh sebutir pil Hwe le wan yang berusia seribu tahun sehingga tubuhnya tetap keren.

Cerita cerita semacam itu tentu saja semakin bertambah misteriusnya bukit tersebut, tapi bagaimanakah kenyataannya tak seorangpun yang tahu.

Pada saat itulah ada dua orang sedang bergerak menuju ke puncak bukit Cing shia untuk membongkar teka teki tersebut, mereka adalah si iblis emas berjari darah Liong Tian im serta Jago pedang buta Bok Ci.

Dibawah cahaya matahari senja, bukit Cing shia kelihatan bertambah misterius, nepmi di Japls o'ehsel pi? suara tipis saja, membuat orang lain tak dapat mengetahui benda didalamnya secara jelas. Jalanan bukit yang berliku liku semakin sukar dilalui setelah becek karena hujan, di tambah pula jalan bukit itu kelewat sempit, terpaksa jago pedang buta dan Liong Tian im harus meninggalkan kudanya untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Dengan gerakan tubuh yang amat cepat seperti sambaran kilat kedua orang itu bergerak naik ke atas bukit, tampak empat penjuru penuh dengan pepohonan yang rindang dan hijau, kecuali itu hanya angin bukit saja yang berhembus menderu-deru.

"Aneh" seru Liong Tian im eetelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, "dengan jelas para petani itu mengatakan kalau si tukang pencari kayu tersebut terdiam di sini, mengapa kita tidak menemukannya meski telah mencari setengah harian ?

Jangan-jangan penebang kayu itu tahu kalau sedang kita cari maka dia sengaja menyembunyikan diri.

"Aaaah tidak mungkin, tidak mungkin" sahut jago pedang buta Bok Ci sambil menggeleng "coba carilah sekali lagi, siapa tahu kalau akan kau temukan. . ."

Walaupun Liong Tiang im merasa keheranan, namun
diapun tak berani mengendorkan usaha pencariannya disekitar tempat itu.

Namun sejauh mata memandang segala sesuatunya tampak jelas, kecuali pepohonan dan batuan karang, disitu tidak nampak apapun jua.

Akhirnya sambil bersandar diatas sebuah batu besar dia berkata: "Habis sudah! habis sudah, sekalipun kita mencari selama hidup juga tak akan menemukan.!"

"Coba tenangkanlah hatimu, siapa tahu kalau kita akan menemukan sesuatu" ucap jago pedang buta tenang.

Tiba tiba Liong Tian im tertawa, katanya:

"Toako, buat apa kita mesti membuang waktu dengan percuma? Lebih baik kita berlarian saja ke sana kemari, aku percaya ketua Cing shia san tak mungkin bisa menyembunyikan diri terus menerus."

"Adik Liong, kau kelewat terburu napsu" kata jago pedang buta Bok Ci sambil menggelengkan kepalanya berulang kali "Apakah tidak kau bayangkan kalau bukit Cing shia ini mencapai berapa ratus li jauhnya? Bila kita mencari tanpa aturan sekalipun dicari sampai delapan atau sepuluh hari juga belum tentu akan ditemukan, lebih baik kita mencari keterangan dari si penebang kayu ini saja. .."

"Apa yang diucapkan memang masuk di akal, bayangkan saja betapa besar dan luasnya bukit Cing-shia, kalau ingin menemukan satu dua orang diatas kukit tersebut sesungguhnya hal ini bukan suatu pekerjaan yang gampang. .
."

Dengan perasaan apa boleh buat, Liong Tian im tertawa, kemudian ujarnya:

"Kalau begitu, terpaksa kita harus melihat bagaimanakah nasib kita nanti." Mendadak Jago pedang buta Bok Ci berseru dengan wajah tercengang: "Adik Liong, coba kau lihat, apakah ini?"

Dengan wajah tertegun Liong Tian im segera berpaling, tampak jago pedang buta Bok Ci sedang meraba sebuah batu besar, batu itu putih seperti cermin, seakan akan dipapas oleh senjata atau kampak saja.

Dengan keheranan Liong Tian-im berseru "Aneh, mengapa batu ini bisa begitu datar dan halus ?"

Jago pedang buta Bok Ct menggelengkan kepalanya sambil tertawa. katanya:

"Seandainya dugaanku tidak salah, batu itu dipapas orang secara terpaksa dengan mempergunakan sebangsa pedang atau kapak, dan orang yang melakukan bacokan tersebut sudah past memiliki daya kekuatan yang luar biasa sekali, sebab cukup dilihat dari tenaga bacokan yang dimilikinya, sudah dapat diketahui kalau dia adalah seorang yang luar biasa . . ."

Liong Tian im merasa kagum sekali atas dugaan toakonya jago pedang buta Bok Ci yang begitu tepat, dia manggutmanggut. "Yaa, perkataan toako memang benar . . ."

"Sreeet, sreeet, sreeet!"

Pada saat itulah mendadak terdengar suara gesekan lirih berkumandang dari balik hutan disisi jalan.

Dengan wajah serius Liong Tian-im memasang telinga baik baik, kemudian berseru:

"Suara apakah ini?" Paras muka jago pedang buta Bok Ci makin lama berubah semakin serius, setelah memasang telinga dan mendengarkan sebentar dia nampak termenung memikirkan sesuatu, kemudian dengan wajah serius katanya:

"Kalau didengar dari suaranya jelas dia bukan manusia. . . adik Liong, kau harus perhatikan baik baik, siapa tahu kita akan berjumpa dengan binatang buas atau sebangsanya, Begitu berada disini, kita harus berhati hati dan waspada. . . Sreeet, sreeet, sreeet...!"

Suara yang berkumandang ini makin lama semakin keras, tampaknya sedang bergerak mendekat ke arah mereka.

Liong Tiam im segera mempersiapkan sen jata patung Kim mo sin jinnya sambil bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan sementara sepasang matanya mengawasi ke arah depan lekat lekat.

Mendadak terdengar suara dengusan aneh berkumandang dari dalam hutan, kemudian muncul sekelompok babi hutan yang muncul berbondong bondong, walaupun babi babi hutan itu berkaki kecil dan bertaring, namun mereka dapat bergerak secara beraturan:

Hampir saja Liong Tian im tertawa tergelak karena geli, segera serunya tertahan:

"Oooh, rupanya sekawanan babi hutan . .."

Tapi perkataan itu te'ffifepsu cepat diutari kBD, karena suatu peristiwa aneh pun segera terjadi pada saat itu., "".:".? Ternyata kawanan babi hutan itu selain bisa berbaris dengan sangat teratur, ternyata di punggung masing masing babi itu menarik sebatang kayu besar.

Walaupun sudah banyak kejadian aneh yang pernah didengar oleh Liong Tian im, namun belum pernah ia dengar ada babi bisa bekerja, untuk sesaat lamanya dia sampai berdiri tertegun ditempat.

"Aai .. . masa bisa terjadi peristiwa semacam ini ?" serunya kemudian.

Dengan perasaan tak habis mengerti jago pedang buta Bok Ci bertanya: "Ada apa ?"

"Sekawanan babi mengangkuti kayu, toako, apahkah kau dengar kisah kejadian seperti ini ?" kata Liong Tian im tercengang.

Jago pedang buta Bok Ci segera menghantam batu besar itu keras keras, kemudian serunya:

"Jika ada babi berarti ada manusia, mungkin sekali orang itu adalah orang yang sedang kita cari."

Tapi mereka merasa sangat kecewa, sebab setelah
kawanan babi hutan itu lewat, ternyata tidak nampak sesosok bayangan manusia pun yang menampakkan diri.

Yang lebih aneh lagi, tatkala kawanan babi lautan itu berbelok ke balik sebuah dinding batu, jangankan bayangan tubuhnya, suara mereka pua sama sekali tak terdengar lagi. Liong Tian im menjadi tak sabar, segera serunya: "Marikita berangkat, coba kita lihat apa gerangan yang telah terjadi .. . !"

"Tunggu sebentar" seru jawo pedang buta Bok Ci sambil mengulapkan tangannya, "aku merasa seperti ada orang yang datang."

Betul juga, dari balik hutan segera berkumandang suara langkah kaki manusia yang amat berat, kemudian dari balik semak muncul seorang pemuda bertelanjang dada yang menggotong seekor kijang dan berjalan mendekat sambil membawakan lagu senandung.

Pemuda ini berkulit hitam pekat dan bersinar ketika menyaksikan kehadiran Liong Tian im dan jago pedang buta, wajahnya segera menunjukkan sikap tercengang.

Tapi kemudian, seakan akan tidak menyaksikan apa pun, dia meneruskan perjalanan lagi.

Buru buru jago pedang buta Bok Ci berseru: "Eeeh, saudara, harap tunggu sebentar !"
Akan tetapi anak muda tersebut seperti tidak mendengar apa apa, dia malah berjalan semakin cepat lagi, seakan akan kalau bisa hendak menghindarkan diri dari kedua orang itu.

Terlihat langkahnya amat kuat dan cepat seperti terbang tidak mirip dengan langkah manusia biasa.

Liong Tian im segera melompat ke depan dan menghadang jalan pergi, dia menegur:

"Aoakah kau tidak mendengar perkataan toako kami ?" 

"Kau mengajak siapa berbicara ?" kata pemuda hitam itu dingin.

"Tentu saja dengan kau !" Kemudian sambil menuding sekeliling tempat itu, katanya lagi:

"Disekitar tempat ini tiada orang lain, kalau bukan bertanya denganmu, aku sedang bertanya dengan siapa ?"

"Mengapa aku harus menjawab pertanyaanmu ? Kau toh tak berhak untuk memaksaku menjawab." kata pemuda hitam itu dingin.

Ketika jago pedang buta Bok Ci menyaksikan suasana dikedua belah pihak hampir menjadi kaku, buru buru dia maju beberapa langkah ke depan dan menarik ujung baju Liong  Tian im sembari berkata:
"Adik Liong, kau tak boleh bertindak gegabah." Kemudian sambil menjura kepada pemuda hitam itu,
katanya lebih lanjut:

"Kami dua bersaudara ada urusan hendak naik ke gunung. bilamana mengganggu ketenanganmu, harap sudi dimaafkan, aku ingin sekali mencari tahu alamat seseorang kepada saudara, apakah saudara bersedia untuk menjawabnya."
Kemudian setelah berhenti sejenak. katanya lagi: "Tolong tanya saudara, tahukah kau akan seorang lo
sianseng dari marga Cui ?" Paras muka pemuda itu berubah hebat, buru-buru dia menggoyangkan tangannya berulang kali sambil berseru:

"Tidak tahu, tidak tahu !"

Sehabis berkata, dia berlalu dari situ, Liong Tian im menjadi mendongkol sekali sambil mendengus dingin serunya dengan gusar:

"Besar amat lagaknya, kau tidak mau memberitahukan kepada kami apakah dianggapnya kami tak bisa mencari sendiri."

Tampaknya pemuda itu telah berganti tujuan, kali ini dia bergerak melalui jalanan berbatu karang yang sukar dilalui sekalipun diantara semak berduri dan berbatu licin, ternyata dia dapat berjalan dengan kecepatan bagaikan hembusan angin.

Sambil mendepakkan kakinya ke tanah dan menghela napas, Jago pedang buta berkata:

"Bila orang itu dibiarkan pergi, kita akan semakin sukar untuk mencari mereka !"

Liong Tian-im tidak percaya.

"Aku siUaiyi "t ifiK i i? Aku tidak percaya kalau si tua bhe di itu bisa menyembunyikan diri ke langit, sekaIipun seluruh  bukit Cing-shia harus dibongkar, kita harus mencarinya sampai ketemu."

Jago pedang buta Bok Ci menundukkan kepalanya sambil termenung sebentar kemudian ujarnya: "Adik Liong, mari kita menyembunyikan diri lebih dulu disini, bila dugaannku tak salah orang itu masih akan kembali lagi, dia sengaja berjalan masuk hutan karena ingin memancingkan kita kesitu, kemudian secara diam-diam, balik lagi kemari dan melalu jalan yang sebenarnya."

"Toako, tampaknya kau seperti amat tertarik dengan orang itu." kata Liong Tian im.

"Perkataanmu itu tidak benar." kata Jago pedang buta Bok Ci sambil mengge!eng. "kau tidak tahu betapa pentingnya orang ini buat kita, paling tidak dari tubuhnya kita bisa menemukan dua buah titik terang "

Setelah tertawa paksa, lanjutnya:

"Menurut dugaanku, orang itu kalau bukan putranya Cui sianseng pastilah anak buah Cing shia siancu, bili dia adalah salah satu diantara dugaan kita, maka urusan akan lebih gampang untuk diselesaikan."

Walaupun Liong Tian im agak terburu napsu, namun ia dapat merasakan kalau apa yang dikatakan Toakonya ini memang benar. buru-buru dia bersama jago pedang buta Bok Ci menyembunyikan diri ke belakang batu besar tersebut.

Tak lama setelah kedua orang itu menyembunyikan diri, pemuda berkulit hitam itu muncul kembali dari dalam hutan diikuti seorang lelaki yang berperawakan kekar.

Terdengar pemuda berkulit hitam itu berbicara:

"Entah kemana perginya kedua orang keparat tersebut?
Barusan, andaikata tiada pesan dari ayah, ingin sekali kuberi pelajaran kepada mereka . . ." Ucapan tersebut di tujukan kepada lelaki lainnya.

Lelaki itu membawa kapak raksasa dan bertelanjang dada, sehingga nampak sepasang lengannya yang besar dan berotot.

Dia segera tertawa terbahak bahak.

"Haaahh, ha, ha, haa. . . majikan tua memang sedikit kebangetan, semenjak peristiwa itu, nyalinya semakin lama semakin kecil masih mendingan kau, coba jikalau aku Gan Lok Iiok yang berjumpa dengan kejadian ini, niscaya akan aku hadiahkan sebuah bacokan kampak kepadanya. . ."

Pemuda berkulit hitam itu tertawa.

"Tampaknya tempat ini tak bakal bisa tenang, asal kedua orang bocah keparat itu berani mencari ayahku, kami harus rrtaiuaahkan mereka kendatipun harus menanggung resiko ditegur, saat itu, kan Gan Lo liok tak boleh menjadi seorang cucu kura kura . . ."

"Tak usah kuatir... tak usah kuatir." seru Gan Lo-hok sambil menepuk dada dan tertawa tergelak, "kalau aku Gan Lo-tiok tidak turun tangan masih mendingan kalau sampai turun tangan, niscaya aku akan memberi suatu pelajaran yang setimpal untuk mereka berdua, teringat aku ketika dulu seorang diri aku membacok enam ekor harimau dan menendang mati seekor beruang hitam, waktu itu kau masih belum lahir. . ."

"Haahh . . . haaahh . . . haaahh. . . cukup cukup, tak usah menyinggung kegagahanmu dulu lagi" tukas pemuda berkulit hitam itu sambil tertawa tergelak, "sudah hampir tiga ratus kali mendengar ceritamu itu, cerita kuno itu sudah begini basi. kau masih tiap hari membicarakannya saja."

"Aaai., kau selalu saja tidak memberi muka kepadaku." Gan Lo liok tertawa getir.

Sepanjang perjalanan mereka berdua tidak berhasil menemukan tempat persembunyian Jago pedang buta dan Liong Tian im, sambil berbicara sambil bergurau, tanpa terasa sampai jauh mereka di tempat tikungan sana.

Pemnda berkulit hitam itu segera melejit keudara dan tiba tiba melompat naik keatas dinding batu itu kemudian dia menggape dan Gan Lo liok turut naik pula keatas.

Dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka berdua sudah lenyap dari pandangan mata.

"Adik Liong, apakah kau telah melihat jelas arah mereka berdua berlalu...?" " bisik jago pedang buta lirih.

"Kali ini kau tak usah kuatir." Liong Tian im tertawa, "mereka berdua tak bakal lenyap."

Dia segera menarik tangan jago pedang buta Bok Ci dan melompat naik keatas dinding tebing dimana pemuda hitam itu tadi pergi.

Tapi begitu tiba disitu, Liong Tian im segera berdiri tertegun, dia tidak menyangka kalau diatas puncak dinding batu itu terdapat sebuah lembah yang penuh dengan pepohonan bwee yang harum semerbak. Diantara pepohonan bwee yang indah dan harum itu, terdapat sebuah rumah gubuk Gan Lo liok sedang duduk didepan pintu, sebuab kapak raksasa tergeletak diatas kedua lututnya dia sedang tidur nyenyak, agaknya tidak tahu kalau ada orang munculkan diri disitu. 

Sebaliknya pemuda berkulit hitam itu sudah tak nampak lagi, mungkin dia telah masuk kedalam rumah.

Liong Tian im dan jago pedang buta telah bersama sama melayang kedepan dan meluncur turun disamping Gan Lo liok.

Liong Tian im segera mendorong tubuh Gan Lo liok membangunkan dia dari tidurnya.
Sambil mengulapkan tangannya, Gan Lo-liok berseru. "Majikan kecil, kau lagi lagi datang mengacau, kapankah
aku Lo liok tak pernah tidur diluar seperti ini ? Sudahlah, harap kau jangan mengusik diriku lagi!"

Orang ini betul betul bodoh sekali. selesai berkata tanpa membuka matanya lagi kembali dia tertidur nyenyak, seakan akan kejadian ini sudah seringkali dia jumpai.

Liong Tian im tertawa ringan, mendadak ia menyaksikan ada seekor ular kecil merambat keluar dari ujung rumah, karena dilihatnya kepala ular itu berbentuk segi tiga dan tahu kalau amat beracun, dia kuatir Jago pedang buta sambil berseru:

"Hati hati toako, ada ular "

"Ular. . !" seperti orang yang kehilangan sukma, Gan Lo liok berteriak keras, dia segera melompat bangun lalu berseru dengan ketakutan. "Dimana...? Ularnya berada dimana ? Cepat usir dia pergi .. . cepat usir pergi.!"

Tetapi sewaktu dia dapat melihat jelas ada orang yang berdiri dihadapannya, tak kuasa dia lantas menggosok gosok matanya berulang kali, begitu tahu kalau bukan majikan sendiri, dengan cepatnya dia meraung keras:

"Dari mana kau bisa tahu kalau aku takut ular? Bocah keparat, kau berani mempergunakan ular untuk menakut nakuti aku?"

Sekali lagi dia membuat posisi seperti hendak melakukan tubrukan kapak raksasanya diayunkan ke atas.

Liong Tian im tahu kalau orang itu adaIah seorang yang kasar, maka sambil menuding ke ujung dinding rumah katanya sambil tertawa ringan, "Itu dia, bukankah itu adalah ular?"

Walaupun Gan Lo liok tidak percaya, bagai manapun juga dia tak bisa menghilangkan rasa ngeri dan takut yang mencekam dadanya, begitu berpaling ke samping dia betul betul ketakutan sampai pecah nyalinya.

Sambil kabur kemuka teriaknya keras keras.

"Aduuh mak, majikan kecil kau cepat datang, rikrus itu ktleev lia,il"

Liong Tian-im segera menyentilkan ujung jarinya kedepan, seketika itu juga ular terpental saj?at jial dan tepat terjatuh disisi kaki Gan Lo liok.

Kontan saja dia makin ketakutan sehingga sambil berteriak teriak kabur meninggal tempat itu. "Bocah keparat . . kau berani mempermainkan aku?" teriaknya penuh kemarahan, kampak besarnya diayunkan berulang kali ditengah udara.

Sungguh hebat kekuatan yang dimiliki orang itu, dalam ayunan kampaknya terasa desingan ingin tajam menderu deru, sebuah bacokan dahsyat langsung ditujukan ke atas batok kepala Liong Tian im.

Menghadapi tindakan lawannya itu, Liong Tian im tertawa terbahak bahak.

"Haa. . .haah. . .haaaah . . bocah bodoh, apa gunanya kalau cuma berkaok kaok belaka? Kalau memang punya kepandaian, mari dipraktekkan saja."

Dengan suatu gerakan dia bergeser ke samping menghindarkan diri dari bacokan maut tersebut, begitu menyelinap ke belakang Gan lo liok, dia maju ke depan sambil menyambit ular kecil yang tergeletak ditanah itu.

Walaupun si ular kecil itu sudah mati terhajar serangan jari, saat itu ekornya masih sempat bergoyang goyang, begitu di ambil Liong Tian lm segera menggoyang goyangkan bangkai ular itu kian kemari.

Dasarnya bangkai ular itu empuk dan lemas, ekornya masih bergoyang goyang maka beoioK nya tampak lebih menjijikkan.

"Hei orang bodoh, coba kau lihat benda apakah ini!" serunya sambil tertawa tergelak.

Waktu itu Gan Lo liok sedang tertegun karena bacokannya kehilangan sasaran, mendengar perkataan itu dia segera berpaling. Tapi begitu melihat Liong Tian-im memegang seekor ular, dia menjerit kaget lalu mundur tiga langkah dengan cepat.

"Eeeh . . . eeeh .. , jangan kau lemparkan kemari . .. aku Lo liok tak ingin berkelahi denganmu." teriaknya penuh ketakutan.

Walaupun orang ini bodoh, ada kalanya juga pintar, begitu dipikir dia merasa keadaan tak beres, maka sambil mengayun kampak besarnya, ia berteriak dengan perasaan tak puas:

"Kalau cuma bisanya menggunakan ular untuk menakuti orang, terhitung enghiong macam apakah kau ini ? Kalau memang bernyali hayolah beradu kekerasan dengan aku Lo liok, jika aku memang kalah, aku akan berlutut dihadapanmu sambil memanggil yaya kepadamu bagaimana .."

"Baik..." Liong Tian im memang bermaksud unuk mengajaknya bergurau, "aku memang senang sekali punya cucu seperti kau."

Tapi sebelum pertarungan itu dilangsungkan dari dalam rumah telah terdengar seseorang berkata dengan kasar:

"Cau ji kau cepat gantikan kedudukan lo liok, jangan membuatnya mendapat malu !"

Dari dalam rumah melompat keluar pemuda berkulit hitam itu, sekarang ia membawa sebilah pedang yang memancarkan cahaya berkilauan, dengan pandangan dingin ia memandang sekejap kearah Liong Tian im, kemudian serunya:

"Lag-lagi kau!" Liong Tian im tertawa hambar. "Betul, kita bersua kembali..."
Begitu melihat pemuda berkulit hitam itu munculkan diri, Gan Lo liok seperti menemukan bintang penolong saja, dia segera memutar kampak besarnya sambil berteriak keras:

"Majikan kecil kau harus membalaskan dendam bagi aku si Lo liok, keparat ini tak bernyali, dia cuma pandainya menakut nakuti orang dengan menggunakan ular, bila tak ada ular tersebut, aneh jika aku tidak membacoknya sampai mati"

Pemuda berkulit hitam itu mengiakan "Ehmmm, aku tahu, keparat ini memang keterlaluan..."

Buru buru Jago bermata buta maju ke muka sambil berkata:

"Saudara, harap kau jangan salah sangka. Kami ada urusan dan in|in menyambangi Cui lo sianseng."

"Salah paham?" pemuda itu segera tertawa dingin, "kalian telah datang mencari gara-gara, begitu masih bilang salah paham?"

Agaknya watak orang ini pun berangasan pedangnya segera diluruskan sejajar dada, ujung pedang di getarkan kehadapan Liong Tian im, sementara sorot matanya berkilat tajam, katanya dingin:

"Turun tanganlah, bila kau berhasil mengalahkan aku,  orang yang kalian cari akan menjumpai dimu, seandainya kau bukan tandinganku, maaf, terpaksa aku mempersilahkan kalian untuk menggelinding pergi dari bukit Cing-shia ini dan jangan menginjak sekali lagi kemari. . ."
Liong Tian im merasa gusar sekali, dia berkata dingin: "Sungguh besar amat bacotmu, kalau begitu mungkin kita
harus bertarung dengan sebaiknya."

"Tetap saja harus begitu." kata pemuda berkulit hitam itu tegas, "apalagi pertarungan ini sangat mempengaruhi dirimu, kuatirkan kepadamu lebih baik berhati hatilah nanti"

Sebuah tusukan yang sejajar dengan dada segera dilontarkan ke depan, suatu gerakan yang untuk sesaat membuat orang sangsi bercampur ragu karena tak ada yang talu ke arah manakah serangan tersebut ditujukan.

Betul Liong Tian im berilmu tinggi tetapi hatinya bergidik juga sesudah menyaksikan ancaman mana, dengan pandangan serius dia awasi ujung pedang lawan tanpa berkedip."

Rupanya dibalik serangan pedang itu terkandung suatu perubahan yang amat besar, sewaktu ancaman sampai diseparuh jalan, tiba-tiba saja dari sebuah tusukan berubah menjadi bacokan diantara serangan yang membalik sebuah bacokan dilepaskan dari arah samping. 

Liong Tian-im seperti agak tertegun, sebab serangan mana meski nampaknya sederhana dan tiada sesuatu keanehan, namun perubahan justru memiliki suatu kedahsyatan yang sangat menguasai keadaan apalagi ayunan telapak tangannya membawa segulung tenaga dahsyat ibaratnya amukan arus disungai besar... Jago pedang buta kuatir kalau pertarungan bisa semakin merunyamkan keadaan, buru-buru bentaknya: "Adik Liong, jangan melukai orang."

"Huuuh, kau tak usah bermimpi disiang hari bolong." Gan lo liok segera mendengus, "majikan kecilku memiliki kepandaian silat yang tiada taranya, mana mungkin dia akan terluka oleh cakar setannya ? Wahai temanku yang bercodet diwajah, tidak salah bukan perkataanku ini ?"

Jago pedang buta hanya tertawa, dia tidak menjawab pertanyaan tersebut . . . .

Dalam pada itu, agak tercekat juga perasaan sang pemuda berkulit hitam itu sewaktu merasakan datangnya tenaga pukulan yang maha dahsyat dibalik ayunan telapak tangan lawan, buru-buru pedangnya melancarkan serangan secepat angin, secara beruntun dia melepaskan tujuh buah bacokan berantai yang semuanya disertai dengan tenaga besar.

Cuma sayang pengalamannya menghadapi musuh kelewat sedikit, sehingga tampak banyak sekali titik titik kelemahan.

"Silahkan beristirahat dulu" seru Liong Tian im tiba tiba sambil tertawa nyaring.

Dia menyergap dengan mempergunakan ilmu tangan kosong merebut senjata yang maha lihai dalam perubahan jurus Soh cian jiu (tangan tak tl mengunci Kuntingan) yang maha capat, tiba-tiba dia lepaskan sebuah pukulan yang secara telak menghantam punggung tangan sang pemuda berkulit hitam yang menggenggam pedang.

"Traang . . .!" pedang di tangan pemuda berkulit hitam itu segera terhajar lepas dari genggaman, sementara orangnya berdiri kaku di tempat dengan wajah memucat, tubuh kaku dan tak sepatah kata pun yang di ucapkan keluar . . .

Sesudah tertegun beberapa waktu, akhirnya dia bertanya: "Waahh. . . ilmu silat apaan itu?"
"Soh cian jiu! Semacam ilmu merampas senjata dengan tangan kosong." Liong Tian im tertawa ringan.

Gan Lo liok turut terbelalak dengan mulut melongo, rupanya dia tak mengira kalau kepandaian silat musuhnya sangat ampuh sehingga pedang ditangan majikan mudanya ikut terhajar lepas.

Dengan membayangkan gerakan tangan dan gerakan langkah yang telah dilakukan Liong Tian im tadi, ia mencoba untuk menirukan berapa kali, namun selalu gagal, akhirnya dia bertanya keheranan:

"Aneh betul, kenapa aku tak sanggup menggunakan jurus itu?"

Entah sedari kapan seorang kakek berdandan seperti seorang penebang kayu telah muncul di hadapan Liong Tian im, dengan nada permusuhan ia tertawa dingin tiada hentinya, kemudian berkata:

"Saudara cilik, sungguh hebat kepandaian silat yang kau miliki."

"Aaaah, mana, mana" kata Liong Tian im sembari menjura, "dihadapan lo sianseng aku mah tak terhitung seberapa !" Seperti teringat akan sesuatu secara tiba tiba, buru buru tanyanya lagi:

"Lo sianseng, apakah kau dari marga Cui."

"Betul !" sahut penebang kayu tua itu dingin. "Ada urusan apa kalian berdua datang mencari aku si penebang kayu tua
?"

Jago pedang buta menarik napas panjang-panjang, lalu menjawab:

"Mungkin lo sianseng telah menaruh salah paham dengan menganggap kami sebagai orang jahat padahal yang benar, kedatangan Kami ke Cing shia san kali ini adalah disebabkan ada seorang teman yeng telah menitipkan suatu benda untuk diserahkan kepada Cing shia sancu."

Mendengar nama Cing shia sancu disebat jago pedang buta Bok Ci, paras muka Cui Lo sianseng segera berubah hebat, ditatapnya jago pedang buta dengan suatu pandangan tercengang, kemudian katanya:

"Lohu memang berdiam dibukit Cing shia dan hidup dengan menebang kayu, tapi aneh, belam pernah kudengar kalau dibukit Cing shia ini terdapat seorang Sancu, jangan jangan kalian berdua telah salah tempat . . ."

"Tak mungkin salah." jago pedang buta menggelengkan kepalanya berulang kali, kedua orang sahabatku itu sudah menerangkan dengan jelas, atau mungkin lo sianseng merasa kuatir akan sesuatu sehingga enggan untuk mengutarakannya keluar? padahal kami ber dua juga sadar, kehadiran kami  disini sudah pasti akan menimbulkan kecurigaan atau kesalahan paham dari orang lain.." "Mungkin kalian berdua benar benar akan merasakan kecewa," tukas Cui lo sianseng dingin, "aku sipenebang kayu tua betul betul tidak tahu Cing shia sancu yang kau maksudkan itu, apa lagi dibukit Cing shia ini toh bukan cuma aku seorang yang berdiam, silahkan mencari kabar ditempat lain saja, siapa tahu kalau kau akan mendapat suatu hasil yang sama sekali di luar dugaan."
Jago pedang buta menghela napas sedih, dia berkata:  "Lo sian seng seandainya kau enggan berbicara tentu saja
kamipun tak berani memaksa, aku hanya ingin mencari keterangan akan sesuatu, entah boleh atau tidak..."

"Soal apa ? Coba katakan dulu !" Cui lo sianseng tertawa tanpa perasaan.

"Aku hanya ingin tahu, benarkah lo-sianseng pernah menyelidiki puncak bukit Cing shia ditengah malam buta ?"
Sekali lagi paras muka Cui lo sianseng berubah hebat . "Aku hanya pernah berkunjung ke atas bukit itu saja,
sedang soal melakukan penyelidikan ? Oooh . . . harap kalian berdua jangan mempercayai dongengan orang orang bawah gunung sana, mustahil aku bisa berbuat demikian."

"Lo sianseng, buat apa kau merahasiakan soal itu ?" tukas Liong Tian im sambil tertawa dingin, "orang bilang, tiada angin air tak akan bergelombang, tanpa sebab tak mungkin bigi timbul, seperti lo sianseng katakan tadi, Cing shia san bukan didiami kalian saja, tapi anehnya mengapa rakyat dibawah bukit sana tidak menuduh orang lain, sebaliknya mengatakan dirimu. . ." Paras muka Cui lo sianseng berubah menjadi amat tak sedap, segera bentaknya:

"Sobat cilik, kau betul betul menyinggnng perasaan aku si penebang kayu tua."

"Itu mah tidak, aku hanya merasa tidak pada tempatnya bila lo sianseng menampik permintaan orang, jauh jauh kami datang ke bukit Cing shia bukannya tiada urusan, di samping menghantar semacam barang buat Cing shia sancu, kamipun ingin menyembuhkan mata yang diderita toakoku..."

"Hmm..." Cui Lo sianseng segera mendengus dingin, "seandainya kalian tidak mencari sampai disini, aku si penebang kayu tak akan memperdulikan kalian, sekarang tak usah banyak berbicara lagi, asal kalian berdua sanggup merobohkan aku si penebang kayu tua, aku pasti akan mengajak kalian untuk pergi menjumpai Cing shia sancu.

Dengan diutarakannya perkataan tersebut, bukankah sama artinya dengan Cui lo sianseng menerangkan kalau dia tahu siapakah Cing shia sancu tersebut, tapi sengaja menyusahkan mereka, atau mungkin dia ingin mempergunakan kesempatan itu untuk membalaskan dendam bagi kekalahan yang diderita putranya.

Tetapi si pedang buta menjadi ragu ragu, tanyanya kemudian:

"Apakah kita harus bertarung bila urusan ingin diselesaikan?"

"Yaa, hanya itulah satu satunya jalan yang bisa membawa kalian menuju penyelesaian, nah siapa yang akan maju duluan?" Jago pedang buta Bok Ci segera mengambi ketetapan, sahutnya dengan cepat:

"Baik, akulah yang akan menjajal lebil dulu kepandaian silat yang lo sianseng miliki."

Pelan pelan dia meloloskan pedang kayunya dan digetarkan ke tengah udara.

Mendadak sekujur tubuh penebang kayu tua itu gemetar keras setelah menyaksikan pihak lawan meloloskan pedang kayunya.

Mencorong sinar kegirangan yang sukar di temukan bila tidak diperhatikan dengan seksama dari balik mata Cui Io sianseng, cuma saja kegembiraan tersebut bercampar baur pula dengan perasaan curiga sangsi dan tidak percaya.

"Aaaah Thian ftioi bok kim ,. pedang kayu inti langit."

Kemudian sambil mencorongkan serentetan sinar tajam yang menggidikkan hati dia bertanya dengan wajah keheranan:

"Apakah kau she Bok ?"

"Ya, aku Bok Ci, darimana lo-sianseng kenal dengan pedang ini ?" tanya Bok Ci.

Ditatapnya jago pedang buta lekat-lekat dengan sorot mata yang tajam, kemudian tanyanya Iagi "Apa hubunganmu dengan si pedang langit Bok Keng jin ?"

Agak tergetar perasaan jago pedang buta, sahutnya dengan cepat, "Dia adalah ayahku !" Kontan saja Cui lo sianseng tertawa dingin.

"Omong kosong, Bok Keng jin hanya mempunyai seorang puteri yang menikah dengan Leng Hongya dari lembah Tee ong kok, seandainya kau berani mencatut nama Pedang langit Bok Keng jin untuk menggertak aku, hati hati dengan selembar nyawamu."

Jago pedang buta segera tertawa dan menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:

"Lo sianseng mungkin kau pernah mendengar kalau ayahku telah kawin Iagi, mungkin juga kau tidak percaya, tapi yang pasti ibuku adalah istri muda ayahku. . ."

Paras muka Cui lo sianseng masih tetap dingin seperti baja, katanya dengan nada ketus:

"Kau datang dari mana?" "Bukit Toa pousat nia . ."
Cui lo sianseng menghela napas berulang katanya kemudian:

"Sudahlah, aku akan mengajak kalian untuk menjumpai Sancu, aku pun tidak ingin beradu kepandaian lagi denganmu"

Sesudah tertawa ringan, lanjutnya
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar