Rahasia Kunci Wasiat Bagian 03

Dengan cepat pedang lemas ditangannya dikebutkan ke depan, seketika itu juga tampak sinar yang amat dingin berkelebat memenuhi angkasa, bunga-bunga pedang dengan amat santernya mengurung seluruh ruangan. Kiranya Gak Siauw-cha tahu pertempuran malam ini harus diselesaikan secepat mungkin, asal pimpinan dari pengejaran malam ini bisa dilukai olehnya maka untuk meloloskan diri akan jauh lebih mudah lagi, karena itu baru saja pertempuran itu dimulai dia sudah mengeluarkan seluruh jurus serangannya yang paling dahsyat.

Tetapi kepandaian silat dari orang itu amat lihay dan tinggi sekali. Cambuk lemas berkepalakan ular yang ada ditangannya bukan saja mempunyai perubahan yang amat banyak sehingga sukar diduga bahkan tenaga pergelangannyapun amat dahsyat setiap serangannya tentu disertai sambaran angin.

Walaupun serangan-serangan yang dilancarkan oleh Gak Siauw-cha amat gesit dan ganas tetapi untuk sementara waktu mereka tidak bisa mengapa apakan pihak lawan yang amat lihay ini.

Sinar matanya dengan amat cepat beralih ke atas wajahnya, tampaklah orang itu dengan menggunakan sebuah kain sutera hitam mengerudungi wajahnya sehingga cuma kelihatan munculnya sepasang mata yang memancarkan sinar tajam. Serangan-serangan yang dilancarkan dengan menggunakan cambuk berkepalakan ular itupun semakin aneh dan merupakan jurus-jurus serangan yang belum pernah dijumpai.

Diam-diam dalam hati Gak Siauw-cha merasa amat heran.

“Orang ini kalau memangnya sengaja mengejar diriku apalagi ilmu silat yang dimilikipun amat tinggi sekali, kenapa dia orang tak mau menemui aku dengan wajahnya yang sesungguhnya? Apakah di dalam hal ini masih ada rahasia yang tak boleh diketahui orang lain…”Pada saat pikirannya berputar itulah terdengar suara bentakan yang amat dingin sekali bergema mendatang.

Lepas tangan diikuti suara benturan yang amat nyaring, agaknya ada senjata tajam yang terlepas dari tangan di atas tanah.

Dengan gugup Gak Siauw-cha menoleh kesamping terlihatlah senjata Pan Koan Pit yang ada ditangan, diri Hoo-kun sudah terpukul lepas oleh datangnya serangan kakek botak yang kurus kering seperti bambu itu.

Saat ini dengan mengandalkan senjata Pan Koan Pit yang ada di tangan kanannya dia melancarkan serangan dengan mati-matian.

Tetapi serangan telapak dari kakek tua botak itu semakin gencar dan semakin lama semakin cepat, Hoo-kun yang pada mulanya bersenjatakan sepasang “Pan Koan Pit”pun tak berhasil mempertahankan serangannya yang gencar apalagi kini senjatanya cuma tertinggal sebuah saja, keadaannya benar-benar sangat terdesak sekali bahkan dirinyapun sudah berada di dalam situasi yang mengkhawatirkan.

Sinar matanya cepat berputar kembali ke arah yang lain, terlihatlah Thio-kan yang bertempur dengan lelaki bersenjatakan swastika itu walaupun bergerak dengan amat sengitnya tapi untuk sementara waktu masih bisa mempertahankan diri sehingga tak terkalahkan, tak terasa hatinya merasa sedikit lega.

Pergelangan tangannya berturut-turut melancarkan tiga buah serangan dahsyat ke depan, seketika itu juga sinar yang menyilaukan mata bagaikan kilat cepatnya memenuhi angkasa, bunga-bunga pedang dengan membentuk sebuah dinding yang amat kuat mendesak ke arah manusia berkerudung itu membuat dia orang sakit tak tahannya berturut-turut mundur tiga langkah ke belakang.

Saat itu si kakek botak itu berturut-turut sudah melancarkan kembali serangan-serangan yang mematikan mendesak Hoo-kun yang terpaksa harus menghindar kekiri meloncat kekanan meloloskan diri dari bahaya maut serangan-serangan gencar si orang tua botak itu, tetapi dia orang yang tak mempunyai niat untuk mengadu jiwa walaupun di dalam keadaan yang amat kritis dia selalu mengingat-ingat jangan sampai membiarkan musuhnya berhasil menerjang dirinya sehingga keadaan dari Gak Siauw-cha semakin berbahaya.

Oleh sebab itulah dengan mati-matian dia mempertahankan tempat kedudukan itu tanpa mau mengalah barang setindakpun.

Tapi ilmu silat dari masing-masing pihak terpaut sangat banyak sekali, apalagi pertempuran ini sekali tak seimbang, sekalipun untuk sementara waktu Hoo-kun berhasil mempertahankan diri dari serangan yang dahsyat dari pihak musuh tetapi setelah waktu makin panjang akhirnya dia tak kuat juga untuk menahan serangan gencar pihak lawannya.

Apalagi setelah senjata di tangan kirinya berhasil disampok jatuh oleh pihak lawan dia semakin dibuat gelagapan lagi kelihatan sebentar lagi dia akan terbinasa di tangan musuh.

Mendadak terdengarlah suara bentakan yang amat nyaring memecahkan kesunyian disusul berkelebatnya sinar yang amat menyilaukan mata menusuk ke arah kakek botak tersebut.

Kepandaian silat dari diri kakek tua berkepala botak itu ternyata lihay juga, di tengah kegelapan mata ternyata dia bisa membedakan juga datangnya serangan senjata tajam.

Sebelum tubuhnya berputar telapak tangannya dengan cepat sudah dihantamkan ke depan, segera terasalah segulung angin pukulan dahsyat menghajar datangnya serangan pedang, tadi sedang tubuhnya dengan meminjam kesempatan itu meloncat mundur beberapa kaki ke belakang.

Gak Siauw-cha yang harus melancarkan serangan dahsyat untuk menolong Hoo-kun meloloskan diri dari bahaya maut kini keadaannya malah berbalik kena terdesak.

Kiranya dengan mengambil kesempatan itu si manusia berkerudung tadi telah melancarkan serangan gencar kembali dengan menggunakan cambuk berkepala ular itu untuk mendesak dirinya.

Sebetulnya keadaan dari mereka berdua adalah seimbang, masing-masing selalu berhatihati di dalam melancarkan serangannya menghadapi musuh bahkan tidak seorangpun diantara mereka yang berani menggunakan serangan itu terlalu lama takut-takut digunakan kesempatan ini oleh pihak musuh sehingga keadaannya semakin memburuk dan terluka dipihak lawan. Karena itu sampailah saat ini mereka sama sekali tidak berani menggunakan jurus-jurus serangan yang paling dahsyat itu untuk menghadapi musuhnya.

Tetapi kini Gak Siauw-cha harus dipecahkan perhatian untuk menolong Hoo-kun, hal ini justru memberikan kesempatan baik bagi manusia berkerudung itu untuk melancarkan serangannya yang paling dahsyat.

Terasa desiran angin serangan yang amat tajam muncul dari ujung cambuk lalu secara mendadak memencar kesamping sehingga menimbulkan suara teriaknya yang amat aneh sekali.

Pedang lemas yang ada di tangan Gak Siauw-cha ada empat depa delapan coen panjangnya, sebaliknya cambuk lemas dari manusia berkerudung itu ada tujuh depa panjangnya, begitu serangannya dilancarkan maka tempat seluas satu kaki lebih sudah berada di bawah kurungan bayangan cambuk yang menyilaukan mata, itu saat dia yang berhasil merebut kedudukan yang lebih baik lagi sudah tentu serangan yang dilancarkan pun semakin lama semakin dahsyat.

Dengan sekuat tenaga Gak Siauw-cha memainkan menangkis datangnya semua serangan pihak musuh di tengah berkelebatnya bayangan cambuk yang memenuhi angkasa, hawa pedang bagaikan kilat cepatnya menerjang setiap kurungan yang mendesak tubuhnya, tidak sampai sepuluh jurus kemudian dia sudah berhasil memperbaiki kedudukannya.

Segera terdengarlah manusia berkerudung itu menghela napas panjang.

“Haaai… ilmu pedang dari keluarga Gak ternyata sangat dahsyat sekali…”Suaranya mendadak terputus sampai diseparuh jalan, agaknya secara tiba-tiba dia sudah teringat akan suatu urusan.

Semangat diri Gak Siauw-cha segera berkobar kembali, pedang panjangnya dengan menggunakan jurus “Pek Hoo Kay Jong”atau sungai es retak merekah digetarkan dengan amat kerasnya sehingga berbentuklah tiga kuntum bunga pedang yang secara terpisah mengancam tiga buah jalan darah penting pada tubuh manusia berkerudung itu.

Datangnya serangan itu amat ganas sekali dan sukar untuk dihindari. Manusia berkerudung itu cuma merasakan datangnya serangan dari Gak Siauw-cha itu seperti menotok seperti juga sedang membabat membuat cambuk lemasnya seketika itu juga dipukul keluar dari kalangan sehingga sulit untuk ditarik kembali, di dalam keadaan yang amat tergesa-gesa dengan cepat dia menjatuhkan diri bergulingan ditanah dengan menggunakan gerakan jembatan baja, dia berhasil juga menghindarkan diri dari datangnya serangan pedang itu.

Gak Siauw-cha yang melihat serangannya mendapatkan hasil segera merebut posisi utama, mana dia orang mau memberikan kesempatan buat musuhnya untuk melancarkan serangan balasan lagi? Jurus pedangnya bagaikan menggulungnya ombak di tengah tiupan angin topan dengan tak henti-hentinya mengalir keluar di dalam sekejap saja hawa dingin mengitari seluruh tubuh dari manusia berkerudung itu jadi kalang kabut tidak karuan, tubuhnya yang masih terlentang di atas tanah untuk sementara waktu tidak berhasil bangkit berdiri.

Tetapi kepandaian silat yang dimiliki manusia berkerudung itupun bukan termasuk lemah, sekalipun punggungnya yang menempel di atas permukaan tanah berguling kekanan kekiri tak henti-hentinya tetapi tangannya tidak mau berhenti sampai disitu dia babat ke depan segera dibarengi dengan tendangan kaki yang amat keras.

Dengan meminjam tenaga tendangan itulah tubuhnya bagaikan kitiran berputar dengan amat cepat di atas tanah, di dalam keadaan seperti ini sekalipun Gak Siauw-cha melancarkan berpuluh-puluh serangan sekaligus tetapi tidak berhasil juga melukai dirinya.

Walaupun begitu bunga-bunga pedang yang mengikuti gerakan pedangnya berkelebat memenuhi dengan amat rapatnya melayang turun ke bawah tanah, walaupun tidak berhasil melukai manusia berkerudung itu barang sedikitpun tetapi manusia berkerudung itupun tidak berhasil pula memecahkan bunga-bunga pedang yang menderak tubuhnya dengan amat rapat itu.

Dengan sangat paksakan diri manusia berkerudung itu mempertahankan dirinya lagi beberapa waktu lamanya, mendadak dia mengendorkan tangannya membuang cambuk lemas itu.

Tangan kanannya dengan cepat merogoh ke dalam sakunya mencabut keluar sebilah pisau belati, di tengah suara bentakan yang amat keras pisau belati itu dengan memancarkan sinar kehijau-hijauan yang menyilaukan mata menutup datangnya seluruh serangan pedang tersebut kemudian dengan tergesa-gesa melompat bangun.

Serangan dari Gak Siauw-cha semakin mengencang, mana dia orang mau membiarkan seluruh musuh menyerang keluar dari kalangan? Dia orang-orang segera tertawa dingin.

“Kalau memangnya berani mencari gara-gara dengan diriku, kenapa kau tidak berani bertemu dengan wajahmu yang sebenarnya? Beberapa kali aku sudah mengampuni jiwamu bilamana kau orang masih tebal muka dan tidak mau memperlihatkan wajah juga janganlah menyalahkan aku akan turun tangan kejam terhadap dirimu.

“Kiranya secara samar-samar dari nada ucapannya serta gerakan jurus serangannya Gak Siauw-cha sudah merasakan kalau orang ini amat dikenal olehnya cuma saja dia masih tidak mempunyai pegangan yang kuat sehingga tidak berani membongkar rahasia secara langsung.

manusia berkerudung itu sembari menggerakkan pisau belatinya melancarkan serangan bertubi-tubi menangkis datangnya serangan musuh dalam hati dia terus menerus berpikir hendak memungut kembali cambuk lemasnya ynag menggeletak di atas tanah, tetapi dikarenakan serangan dari Gak Siauw-cha semakin lama semakin gencar membuat dirinya untuk sesaat tidak berhasil mewujudkan niatnya.

Kurang lebih beberapa saat kemudian mendadak situasi di dalam kalangan berubah kembali, terdengar suara dengusan yang amat berat Hoo-kun dengan sempoyongan mundur beberapa langkah lalu jatuh tertunduk di atas tanah.

Kiranya setelah Gak Siauw-cha membantu dia mendesak mundur kakek berkepala botak itu dengan meminjam kesempatan tersebut Hoo-kun sudah memungut kembali senjata Pan Koan Pit nya yang terjatuh.

Dengan sepasang senjata yang berada kembali semangatnya pun berkobar kembali, sekali lagi dia melancarkan serangan-serangan gencarnya mendesak kakek berkepala botak itu.

Di dalam ilmu silat mereka berdua mempunyai perbedaan yang amat jauh sekali, beberapa jurus serangan yang semula kelihatan sedikit dahsyat setelah lewat lima jurus kembali jadi kacau sehingga sekali lagi dia terdesak oleh serangan kakek tua botak itu dan memaksa tubuhnya mundur terus ke belakang.

Mendadak kakek itu berturut-turut melancarkan beberapa kali serangan dahsyat menghantar sepasang Pan Koan Pit nya sehingga miring kesamping, dengan meminjam kesempatan itulah tangan kiri dari kakek botak itu kembali kirim satu pukulan maut yang dengan tepatnya menghajar di atas pundak Hoo-kun.

Pukulan ini mengenai tubuhnya dengan amat berat sekali membuat Hoo-kun tidak kuat berdiri lebih lama dengan sempoyongan tubuhnya mundur ke belakang lalu terjatuh ke atas tanah, lengan kirinya terasa menjadi kaku tidak terangkat kembali, dengan sendirinya senjata Pan Koan Pit terjatuh kesamping tubuhnya.

Gak Siauw-cha dengan cepat putar kepalanya memandang ke arah mana, saat itu si kakek tua botak itu sudah angkat tangan kirinya siap dibabatkan ke depan.

Pada waktu itu Gak Siauw-cha sendiripun sedang menghadapi musuh yang amat tangguh sekali sekalipun turun tangan juga tidak punya tenaga untuk berbuat membikin hatinya menjadi amat bingung.

Mendadak terdengar suara bentakan yang amat keras mendadak Hoo-kun menyambitkan Pan Koan Pit yang ada di tangan kanannya ke arah orang itu.

Di dalam keadaan yang kepepet dan membahayakan jiwanya dengan sekuat tenaga dia melancarkan serangan tersebut, tampak senjata Pan Koan Pit itu dengan disertai suara sambaran yang amat tajam sekali meluncur ke arah si kakek tua botak itu.

Si orang tua botak yang melihat musunya hampir menemui binasa di bawah serangannya, di dalam hati merasa amat girang, siapa tahu Hoo-kun ternyata menggunakan senjatanya sebagai senjata rahasia menyambit ke arahnya membuat dia jadi tertegun.

Di dalam waktu yang bersamaan pula tangan kiri Gak Siauw-cha merogoh ke dalam sakunya meraup segenggam jarum perak kemudian diayunkan ke arahnya.

Mendadak tekanan yang menindih dirinya jauh berkurang disusul suara yang amat nyaring berkumandang masuk ke dalam telinganya.

“Cepat pergi tolong orang.

“Sekali mendengar saja Gak Siauw-cha sudah tahu suara itu berasal dari manusia berkerudung tersebut, segera tanpa banyak berpikir lagi mendadak tubuhnya meloncat ke depan diantara berkelebatnya sinar keemas-emasan dia melancarkan serangan gencar menusuk kakek tua botak itu.

Si kakek tua botak yang baru saja berhasil menghindarkan diri dari serangan dari Hookun sama sekali tidak menyangka Gak Siauw-cha bisa menyambit jarum emas kepadanya.

Senjata rahasia itu amat kecil bobotnya pun tidak seberapa, di tengah malam yang amat gelap ini sulit sekali buatnya untuk menghindar, segera terasalah lengan kiri serta pundak kanannya teramat sakit, kiranya dia sudah terhajar dua batang jarum.

Dalam hati dia merasa amat terkejut, belum sempat pikirannya dipusatkan sekali lagi serangan pedang dari Gak Siauw-cha sudah melanda datang.

Ternyata kepandaian silat dari orang itu tak jelek, walaupun sudah terkena senjata rahasia tetapi pikirannya tak kacau, tubuhnya dengan cepat menyingkir kesamping menghindarkan diri dari tusukan pedang.

Dengan mengikuti gerakkan pedangnya, Gak Siauw-cha segera meloncat ke depan melancarkan satu tendangan yang tepat ke arah lambung dari si kakek tua botak itu.

Suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang keluar memenuhi seluruh angkasa, diikuti tubuh sang kakek botak yang kurus kering itu melayang ke tengah udara meluncur jatuh ke dalam jurang.

Baru saja dia dapat berhembus lega mendadak terasa kembali adanya desiran angin serangan yang melanda datang, cambuk berkepalakan ular itu dengan amat dahsyatnya sudah menerjang kembali mengancam badannya.

Gak Siauw-cha dengan cepat balik badan menangkis datangnya serangan tersebut kemudian diantara bergetarnya pedang dia balas melancarkan serangan.

“Cepat bantu Thio-kan bunuh orang itu jangan biarkan seorangpun hidup!”terdengar suara dari si orang berkerudung itu bergema lagi masuk ke dalam telinganya Gak Siauwcha.

Gak Siauw-cha yang mendengar dia menyebut nama dari Thio-kan di dalam hati segera dia mengerti kalau apa yang diduga sedikitpun tidak salah.

Pedangnya dengan menggunakan jurus “Kie Hong Hen Ciauw”atau membangunkan Hong mengikat ular menerjang keluar dari kurungannya cambuk yang rapat itu lalu langsung menerjang ke arah selelaki yang bersenjatakan swastika perak itu.

Hawa pedang menembus angkasa di tengah kegelapan terlihatlah serentetan sinar keperak-perakan meluncur ke depan.

Thio-kan yang bertempur melawan lelaki itu walaupun di dalam hal ilmu silat dia orang sudah mempunyai niat untuk beradu jiwa maka setiap kali dia menghadapi keadaan yang berbahaya dia lantas sengaja membuka satu lobang kelemahan mengajak adu jiwa dengan pihak lawannya.

Sudah tentu pihak lawan tak mau menerima ajakkan adu jiwanya ini, karena itu untuk sementara waktu keadaan tetap seimbang saja.

Ketika lelaki itu mendengar datangnya serangan dahsyat dari Gak Siauw-cha dengan cepat dia paksa mundur dari Thio-kan, tangannya membalik melancarkan jurus “Lek Ping Shian Lam”atau tenaga raksasa langit selatan memutar senjatanya melindungi seluruh tubuh dan menangkis datangnya serangan dari Gak Siauw-cha.

Gak Siauw-cha yang serangannya berhasil ditangkis olehnya, telapak kirinya bagaikan kilat cepatnya segera kirim satu pukulan menghajar badannya sedang kaki kanannya itu melayangkan satu tendangan mengancam ke arah lambung.

Dengan cepat lelaki itu miringkan badan kesamping setelah bersusah payah akhirnya dia berhasil juga menghindarkan diri dari kedua buah serangan itu.

Sebentar saja dia sudah dapat melihat lelaki berkerudung yang bersenjatakan cambuk berkepala ular itu berdiri tak bergerak disana, hatinya jadi menaruh curiga.

“Ling Siauw Cu!”bentaknya keras.

“Bagaimana? Kau sudah menaruh curiga padaku?”Sambung orang berkerudung itu tertawa dingin.

Serangan dari Gak Siauw-cha semakin mengencang, berturut-turut dia melancarkan tiga serangan sekaligus membuat lelaki itu jadi kalang kabut dan tidak ada kesempatan untuk berbicara.

Terdengar orang berkerudung itu sudah membentak kembali dengan suaranya yang adem, “Heee… heee… sayang kau mengetahui hal ini sudah rada terlambat!”Lelaki itu melihat keadaan sudah berantakan semangat untuk bertempurpun jadi mengendor.

Serangan Gak Siauw-cha amat dahsyat dan gencar sekali, walaupun dia tadi melakukan perlawanan dengan seluruh perhatiannya tetapi tidak memperoleh kemenangan apalagi saat ini pikirannya sudah bercabang sedikit tidak waspada lengan kirinya sudah tertusuk pedang sehingga darah segar mengucur keluar dengan derasnya.

Mengambil kesempatan ini Gak Siauw-cha segera membalikkan telapak tangannya menggaplok ke arah punggungnya.

Tusukan serta gaplokkan ini walau tidak sampai mematikan tetapi sedikit membuat dia orang terluka parah, tubuhnya segera sempoyongan dan jatuh duduk ke atas tanah.

“Orang ini sudah mengetahui rahasiaku, jangan dibiarkan hidup lagi!”terdengar orang berkerudung itu berkata lagi.

Thio-kan yang mencekal golok dan berdiri di sampingnya segera menyahut dan mengayunkan goloknya ke atas badannya.

Tubuh lelaki itu seketika itu juga terbabat jadi dua bagian membuat darah segar muncrat membasahi permukaan tanah.

Dia lantas kirim kembali satu tendangan melemparkan mayat itu ke dalam jurang.

Setelah itu Gak Siauw-cha bungkukkan badannya dan memberi hormat kepada orang berkerudung.

“Terima kasih atas pertolongan dari saudara,”ujarnya halus.

Dengan perlahan orang berkerudung itu mencopotkan kain hitam yang menutupi wajahnya itu kemudian menghela napas panjang.

“Nona Gak apakah kau masih kenal dengan aku?”tanyanya dengan suara berat.

Di bawah sorotan sinar rembulan tampaklah orang itu mempunyai bentuk wajah yang lebar dengan jenggot panjang terurai ke bawah, dan pipi sebelah kirinya jelas membekas satu codet yang amat panjang.

“Akh, kiranya tidak salah memang Liauw Locianpwee adanya, boanpwee tadi sudah menduga akan diri cianpwee setelah melihat cambuk dari Locianpwee itu,”ujar Gak Siauw-cha dengan cepat.

“Heeei, kata-kata Locianpwee ini cayhe tidak berani terima,”ujar orang itu sambil meraba codet yang membekas di atas pipinya. “Bilamana nona tidak memandang rendah dari cayhe, lebih baik kau memanggil namaku saja.

“Mendadak tampaklah Thio-kan sambil melemparkan golok yang ada ditangannya dia berlari mendatangi.

“Pey Bun Khie Heng, kita sudah ada berpuluh-puluh tahun lamanya tidak bertemu.

“Teriaknya.

“Benar! Sudah ada sepuluh tahun lamanya tidak bertemu!”sambung Hoo-kun pula dari kejauhan. “Tidak disangka ini malam kita bisa bertemu kembali di tengah gunung yang amat sunyi ini.

“Agaknya luka yang diderita tidak ringan sekalipun batang badannya berhasil bangun berdiri tetapi tidak dapat berjalan.

Dengan perlahan Liauw Bun Khie menghela napas panjang.

“Saudara berdua harap jangan bicara keras-keras, disaat dan keadaan seperti ini lebih baik kita sedikit berhati-hati,”ujarnya memberi peringatan.

Sinar mata Gak Siauw-cha dengan perlahan berputar memandang tajam atas wajahnya, lalu ujarnya dengan suara yang berat.

“Berkat pertolonganmu malam ini kami merasa sangat berterima kasih sekali.

“Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi, “Agaknya kedudukanmu di dalam perkumpulan Sin Hong Pang tidak rendah!”“Benar sekali cayhe menjabat sebagai siangcu di dalam perkumpulan Sin Hong Pang.

““Tempo hari ibuku sudah usir kau dari perguruan, tetapi ini hari kau bisa melupakan dendam lama dengan membantu kami.

““Nona lebih baik jangan mengangkat kembali peristiwa yang sudah terjadi pada masa lalu,”potong Liauw Bun Khie dengan serius. “Karena kesemua itu adalah kesalahan dari cayhe itu sebenarnya memang diriku patut dihukum mati, tetapi ibumu berwelas asih dan tidak tega membiarkan aku binasa di bawah tusukan pedang… hei… budi kebaikan ini benar-benar amat besar sekali.

“Dengan perlahan dia angkat kepalanya memeriksa keadaan cuaca kemudian baru sambungnya lagi, “Sejak perpisahan kita apa yang sudah aku alami sangat panjang sekali kalau diceritakan, keadaan saat ini sangat berbahaya sekali dan sukar untuk diceritakan kepada nona harap nona suka memaafkan!”Selesai berkata dengan sangat hormatnya dia menjura memberi hormat.

Gak Siauw-cha segera menghela napas panjang.

“Ibuku tidak untung sudah meninggal, peristiwa yang sudah terjadi tempo haripun sudah lewat pergi, kau sudah ada sepuluh tahun lamanya meninggalkan kami keluarga Gak, ini hari kau tidak usah begitu hormatnya lagi terhadap diriku.

““Bilamana bukannya kelonggaran hati dari ibumu tempo hari, mana mungkin cayhe masih bisa hidup…”Seru Liauw Bun Khie sedih. “Keadaan pada saat ini aman. Sedetik waktu berharga laksana emas, urusan tetek bengek ini lebih baik jangan dibicarakan lagi, apalagi akupun tidak dapat lama berdiam disini, ada beberapa urusan penting aku hendak cepat-cepat beritahu kepada nona.

““Urusan apa?”tanya Gak Siauw-cha sambil membenahi rambutnya yang awut-awutan tertiup angin.

“Menurut apa yang cayhe ketahui, kecuali perkumpulan Sin Hong Pang masih ada berpuluh-puluh jago Bulim yang mengejar-ngejar diri nona.

“Gak Siauw-cha menghela napas panjang dia menggerakkan bibirnya hendak mengucapkan sesuatu tapi kemudian dibatalkan.

“Walaupun saat ini nona sudah memperoleh seluruh kepandaian ilmu pedang dari ibumu,”sambung Liauw Bun Khie lebih lanjut, “Tetapi dengan kekuatan seorang saja kiranya tidak bakal bisa sanggup menahan kerubutan dari jago-jago Bulim lagi yang begitu banyaknya, lebih baik nona cepat-cepat mengatur diri.

“Sinar matanya dengan cepat berkelebat memeriksa keadaan sekeliling tempat itu kemudian dia dengan memperendah suaranya dia berkata kembali, “Sore tadi cayhe memperoleh berita yang dikirim lewat burung merpati, katanya Sin Hong Pangcu itu dengan membawa keempat orang pelindung hukum sudah mengejar datang sendiri, agaknya terhadap urusan ini dia menaruh perhatian khusus.

“Selama ini Gak Siauw-cha cuma pusatkan perhatiannya mendengar apa yang dibicarakan olehnya tanpa pernah menimbrung barang sekejappun.

Liauw Bun Khie batuk-batuk lagi dengan perlahan.

“Barang siapa yang berani membocorkan rahasia pangcu Sin Hong sebenarnya dia orang bakal menerima siksaan digigit dengan beribu-ribu ular beracun, tetapi mengingat budi kebaikan dari ibumu tempo hari terpaksa cayhe harus menempuh bahaya ini…,”ujarnya lagi.

Mendadak Thio-kan nyeletuk dari samping, “Perkumpulan Sin Hong Pang munculkan diri di dalam Bulim tidak lebih baru sepuluh tahun saja tetapi nama besarnya sudah menggetarkan seluruh pelosok dunia persilatan, entah macam apakah pangcu dari Sin Hong Pang itu?”“Heei, kalau dibicarakan sungguh mengecewakan sekali,”jawab Liauw Bun Khie dengan perlahan. “Walaupun cayhe sudah ada sepuluh tahun lamanya menjadi anggota perkumpulan Sin Hong Pang mereka tetapi selama ini cayhe belum pernah bertemu muka sendiri dengan pangcu, tetapi keempat pelindung hukum itu mempunyai kepandaian silat yang amat tinggi sekali, Heei…! bilamana sungguh-sungguh Sin Hong Pangcu mengejar datang sendiri cayhe rasa aku tidak dapat membantu kalian lagi.

“Mendadak suara suitan nyaring yang menggetarkan seluruh lembah berkumandang dari tempat kejauhan.

Air muka Liauw Bun Khie segera berubah sangat hebat, tetapi dia berusaha untuk menenangkan pikirannya, ujarnya lagi, “Ilmu menguntit dengan menggunakan merpati Sin Hong pang tiada tandingannya di dalam Bulim, bilamana nona ingin menghindarkan diri dari kejaran orang-orang Sin Hong pang maka pertama-tama nona harus menghindarkan dulu dari pengamatan merpati-merpati tersebut…”Berbicara sampai disini mendadak dari sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam sekali dan menoleh ke arah diri Thio-kan.

“Thio-kan!”ujarnya perlahan. “Tolong kau hadiahi aku dengan satu bacokan, aku mau pergi.

““Apa?”Tanya Thio-kan melengak.

Mendadak tampak pergelangan tangan Gak Siauw-cha digetarkan, pedang panjangnya disertai dengan sinar keemas-emasan yang menyilaukan mata berkelebat melukai lengan kiri dari Liauw Bun Khie.

Darah segar segera memancur keluar dengan derasnya membasahi seluruh pakaiannya.

“Bagaimana? Apa terlalu berat?”tanya Gak Siauw-cha segera sambil menarik kembali pedangnya.

Liauw Bun Khie sekejap ke arah luka lengan kirinya lantas dia memperlihatkan satu senyum yang pahit.

“Bilamana lukanya terlalu ringan sukar buatku untuk mengelabui penglihatan mereka, nona kau harus baik-baik berjaga diri cayhe permisi dulu.

“Selesai berkata dia meloncat ke atas kemudian melayang turun dari bukit tersbut dan berlalu di tengah kegelapan.

Dengan termangu-mangu Gak Siauw-cha memperhatikan bayangan punggung dari Liauw Bun Khie lenyap di tengah kegelapan mendadak dia menghela napas panjang dan angkat kepalanya memandang bintang yang menghiasi angkasa, pikirnya dengan cepat sudah terjerumus ke dalam lamunan-lamunan yang membingungkan.

Thio-kan serta Hoo-kun pun termangu-mangu berdiri di samping, mereka tidak berani mengganggu dirinya.

Mereka berdua tahu setiap kali Siauw-cha menemui kesukaran-kesukaran yang membingungkan hatinya dia tentu akan memperlihatkan sikap seperti ini, mendongakkan kepala sambil berpikir tanpa berbicara.

Kurang lebih seperminum teh kemudian agaknya Gak Siauw-cha mengambil keputusan di dalam hatinya, sinar matanya dengan perlahan beralih ke atas tubuh Hoo-kun.

“Bagaimana keadaan lukamu?”tanyanya.

“Sesudah beristirahat sebentar tentu akan sembuh dengan sendirinya,”sahut Hoo-kun dengan cepat.

“Apa bisa melanjutkan perjalanannya?”“Dapat!”jawab Hoo-kun kembali sambil menggigit kencang bibirnya.

“Baiklah! Kau telan dulu kedua butir obat ini, setelah itu kita segera berangkat,”ujar Gak Siauw-cha kemudian sambil merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar sebuah botol porselen dan mengeluarkan dua butir pil.

Hoo-kun segera menerima pil tersebut dan ditelannya, kemudian dia baru pejamkan matanya untuk bersemedi.

Gak Siauw-cha lantas menggulung kembali pedang lemasnya dan berjalan menuju belakang batu besar itu.

Tampak Siauw Ling dengan duduk bersandar di belakang batu besar pada saat ini sedang pejamkan matanya bersemedi.

“Adik Ling!”panggilnya kemudian dengan suara perlahan.

Siauw Ling dengan perlahan membuka matanya dan memandang sekejap ke arah Gak Siauw-cha kemudian baru tertawa.

“Apakah orang-orang itu sudah cici usir semua?”“Benar! Sudah aku usir semua, apa kau tidak merasa takut dengan pertempuran tadi?”ujar Gak Siauw-cha tertawa pahit.

“Tadi secara diam-diam aku mengintip dari celah-celah batu, aku melihat kepandaian silat dari cici sangat lihay sekali bahkan berhasil pukul jatuh orang ke dalam jurang… waah… cici kau pintar benar?”“Heei… dirumah kau dimanja dan disayang, buat apa kau memaksa ikut merasakan penderitaan yang selalu dirasakan?”“Aku merasa amat gembira, aku sedikitpun tidak takut”sahut Siauw Ling sambil bangkit berdiri.

Gak Siauw-cha yang melihat seluruh tubuhnya gemetar dengan keras, dia segera tahu karena badannya amat lemah pada saat ini ia tidak kuat menahan hawa yang amat dingin ini. Dalam hati Siauw-cha merasa amat kasihan.

“Adik Ling? kau merasa dingin?”tanyanya sambil memegang tangannya erat-erat.

“Kaki dan tanganku memang merasa rada dingin.

““Kita segera mau berangkat, kita harus melakukan perjalanan malam, kau lelah tidak?”tanya Gak Siauw-cha lagi dengan penuh perhatian.

Jilid 4 “Aaaaah… bagus sekali! Berlari-lari malah bisa menghangatkan badan… bagus sekali!”seru Siauw Ling dengan girang.

“Jalan pegunungan ini amat curam dan terjal, salju yang tebalpun menutupi seluruh permukaan, sekalipun seorang yang memiliki kepandaian silatpun belum tentu bisa melewati tempat itu dengan cepat, maka itu bagaimana kalau aku suruh Thio-kan menggendong dirimu?”Siauw Ling yang tahu kalau jalan pegunungan itu memang amat curam dan sukar untuk dilalui karenanya dia tidak menyahut dan berdiam diri.

Gak Siauw-cha segera melepaskan tali angkin yang ada di pinggangnya untuk mengikat badan Siauw Ling dengan badan Thio-kan.

“Adik Ling, kau tidak usah takut,”ujarnya dengan suara yang amat lirih, “Ada urusan apapun biar cici yang bereskan.

““Cici… aku sudah begini besarnya aku tidak akan takut terhadap apapun!”sahut Siauw Ling sambil mengangguk.

Walaupun pada mulutnya Gak Siauw-cha menghibur diri Siauw Ling padahal di dalam hati dia merasa sangat murung sekali.

Dia tahu perjalanannya kali ini sangat bahaya sekali, sedikit meleset saja maka jiwanya akan segera melayang.

Waktu itu Hoo-kun sudah selesai bersemedi, dia segera buka matanya dan bangkit berdiri setelah melihat sekejap keadaan di sekeliling tempat ini, ujarnya kemudian, “Thio heng biar aku orang bukakan jalan buat kalian.

““Tidak!”Bantah Gak Siauw-cha dengan cepat. “Kalian mengikuti saja dari belakangku, kau lebih baik melindungi keselamatan dari Siauw Kongcu.

“Selesai berkata dia segera berlalu terlebih dahulu ke depan.

Dengan mencekal erat-erat sepasang Pan Koan Pitnya Hoo-kun mengikuti terus dari belakang Thio-kan, walaupun dia sudah mengatur pernapasannya dan menelan juga dua butir pil mujarab dari Gak Siauw-cha tetapi lukanya masih terasa pada sakit. Gerakannya pada saat inipun jadi tidak leluasa.

Ilmu meringankan tubuh dari Gak Siauw-cha walaupun amat tinggi dan bisa melewati permukaan salju itu dengan cepat, tetapi dikarenakan Thio-kan harus menggendong tubuh Siauw Ling dan luka dari Hoo-kun belum sembuh terpaksa diapun harus memperlambat langkahnya untuk menanti kedua orang tersebut.

Siauw Ling yang digendong Thio-kan sepasang matanya dengan amat tajam menoleh dan memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.

Dia melihat keadaan disekitar sana amat gelap sekali, secara samar-samar tampaklah puncak gunung yang tinggi menembus awan berdiri berjajar dihadapannya.

Pemandangan seperti ini terasa amat mengerikan sekali tapi menarik juga buat diri Siauw Ling membuat dia orang sekalipun merasakan badannya menggigil kedinginan tapi wajahpun masih memperlihatkan senyumannya.

Dengan dipimpin oleh Gak Siauw-cha mereka berempat menuruni tebing itu dan memasuki sebuah lembah gunung.

Thio-kan tahu nona majikannya ini sangat cerdas sekali. Setiap gerak-geriknya tentu ada kegunaannya karena itu diapun tak banyak bertanya.

Angin yang bertiup dalam lembah itu jauh berkurang jika dibandingkan dengan sewaktu ada di atas tebing, dengan sendirinya hawa dingin yang mencekam di sekeliling tempat itupun jauh berkurang.

Sesudah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya mendadak Gak Siauw-cha menghentikan gerakannya kemudian sengaja jalan berputar di sekeliling tempat itu sehingga di atas permukaan salju yang putih seketika itu juga dipenuhi dengan bekas telapak kaki yang amat banyak.

Siauw Ling yang melihat tindak tanduk dari cicinya ini jadi keheranan.

“Cici, kau sedang berbuat apa?”tanyanya tak tertahan lagi.

“Sedang membingungkan penglihatan musuh.

““Oooouw… aku sekarang paham!”seru Siauw Ling kemudian setelah berpikir sebentar.

“Kau mau meninggalkan banyak telapak kaki yang amat kacau disini sehingga membuat para pengejar tidak berhasil menemukan kita.

““Melakukan perjalanan di atas gunung yang bersalju tidak bakal lepas dari bekas telapak kaki, aku sengaja mengacaukan bekas-bekas kaki inipun tidak lebih cuma mau mengaburkan sebentar penglihatan mereka, untuk lolos dari kejaran musuh tidaklah mudah untuk melakukannya.

“Beberapa orang itu kembali melakukan perjalanannya menuju ke arah depan, mendadak sekali lagi Gak Siauw-cha menghentikan perjalanannya, dari samping jalan dia memungut dua batang bambu lalu ujarnya kepada anak buahnya, “Kalian beristirahatlah sebentar disana.

“Sehabis berkata dia putar badan balik lagi kejalan semula lantas dengan menggunakan tangannya menghapus bekas telapak kaki yang membekas di atas permukaan salju itu.

Setelah menghapus beberapa kali jauhnya dia baru menempelkan bambu tadi ke atas permukaan tanah dan melayang keangkasa, kemudian dengan menggunakan tongkat itu pula dia ke atas tanah melanjutkan perjalanannya ke depan.

Dengan gerakannya ini dengan sendirinya di atas permukaan salju tidak tampak lagi adanya bekas telapak kaki.

Siauw Ling dari tempat kejauhan melihat gerakan dari Gak Siauw-cha yang begitu lincah dan entengnya tidak terasa lagi sudah menghela napas panjang.

“Eeeei adik Ling, kenapa kau menghela napas panjang?”tanya Gak Siauw-cha yang baru saja melayang turun kehadapannya.

“Kepandaian silat dari cici ini benar-benar membuat orang merasa sangat kaget sekali.

““Bagaimana kau ingin sungguh-sungguh belajar, dengan kecerdasan dan bakat yang kau miliki dikemudian hari mungkin malah melebihi diriku. Soal ini bukanlah satu persoalan yang sulit bagi dirimu,”ujar Gak Siauw-cha sambil tertawa.

“Cuma sayang aku hanya hidup sampai umur dua puluh tahun saja. Heee!”gumam Siauw Ling sambil menghela napas panjang kemudian dengan sedihnya menundukkan kepalanya.

Melihat akan hal ini mendadak di dalam hati Gak Siauw-cha teringat akan sesuatu pikirnya, “Di dalam surat wasiatnya ibu pernah memberitahu kalau dia menderita satu penyakit aneh. Kedua urat nadi serta ketiga jalan darahnya buntu sehingga darah tidak bisa mengalir dengan lancar di dalam tubuhnya, walaupun ibu sudah mewariskan ilmu Khie Kang Thay Ih Khie kepadanya tetapi sebelum memperoleh dasar yang kuat dia tidak diperkenankan merasa amat sedih atau merasa terlalu gembira bila mana menangis dengan sedih atau tertawa dengan gembira maka nyawanya akan terancam bahaya…”Teringat akan keseluruhannya itu tidak terasa lagi dia sudah menghibur dengan yang halus, “Adik Ling, kau tidak usah kuatir asalkan kau suka mendengarkan perkataan dari cicimu, jangan dikatakan dua puluh tahun sekalipun seratus tahun bukanlah satu urusan yang sangat menyulitkan.

“Air mukanya mendadak berubah jadi amat keren kemudian baru sambungnya lagi dengan perlahan.

“Tetapi jikalau kau tidak mau mendengarkan perkataan dari cici, bukan saja kau tidak dapat hidup sampai dua puluh tahun malah ada kemungkinan sudah mensia-siakan jerih payah dari bibi Im.

““Lalu apakah aku boleh berlatih ilmu silat??”tanya Siauw Ling ragu-ragu.

Sebelum memberikan jawabannya diam-diam Gak Siauw-cha berpikir dulu di dalam hatinya, “Pada saat dan keadaan seperti ini aku harus mengorbankan dulu semangatnya sehingga membuat di dalam hati mempunyai kemauan yang besar.

“Dia lantas tersenyum manis.

“Tidak salah!”sahutnya halus. “Di dalam surat wasiat dari ibuku beberapa kali dia mengungkap kalau bakat dan kecerdikanmu luar biasa asalkan kau suka belajar dengan rajin dan bersungguh-sungguh, maka bagimu untuk memiliki ilmu silat yang tinggi bukanlah satu pekerjaan yang sulit.

“Mendengar perkataan tersebut Siauw Ling jadi teramat girang pada wajahnyapun segera terlintas satu senyuman yang amat menggembirakan sekali hatinya.

Thio-kan serta Hoo-kun yang sudah beristirahat sebentar semangatnyapun sudah pulih kembali seperti biasa.

Sinar mata dari Gak Siauw-cha segera menyapu sekejap ke arah mereka kemudian dengan suara yang amat lirih tanyanya, “Luka kalian berdua apakah sudah baikan? Apakah bisa memanjat tebing??”“Tidak mengapa!”sahut Thio-kan serta Hoo-kun hampir berbareng.

“Bagus sekali! mari kita segera berangkat”sahut Gak Siauw-cha kemudian dengan cepatnya dia mulai memanjat sebuah tebing curam yang ada dihadapannya.

Thio-kan serta Hoo-kun adalah manusia yang sudah lama berkelana di dalam dunia kangouw, pengetahuannya yang diperolehpun sudah amat luas sekali. Sekalipun demikian tetapi untuk menghadapi tindakan dari Gak Siauw-cha yang aneh ini benarbenar membuat mereka berdua menemui kesulitan.

“Dia membawa aku sekalian memasuki lembah untuk menghindari kejaran musuh.

Kenapa malah sekarang mau memanjat tebing ini lagi??”Pikir mereka bersama-sama di dalam hati.

Walaupun dalam hati mereka menaruh curiga dan ragu-ragu tetapi tidak berani terlalu banyak bertanya, dengan kencangnya mereka mengikuti terus dari belakang tubuh Gak Siauw-cha untuk memanjati tebing tersebut.

Tebing itu ada ribuan kaki tingginya ditambah lagi tertutup oleh salju yang amat tebal membuat keadaan disana amat curam dan sukar untuk didaki. Gak Siauw-cha yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai taraf kesempurnaan masih tidak merasa terlalu sukar, tetapi Thio-kan yang harus menggendong tubuh Siauw Ling serta Hoo-kun yang baru saja sembuh dari lukanya merasa badannya benar-benar tersiksa.

Ketika tiba di atas puncak tersebut seluruh tubuhnya sudah dibasahi oleh peluh yang mengucur keluar dengan amat derasnya napasnya tersengkal-sengkal dadanya naik turun dengan amat derasnya.

Puncak tebing itu tidak lebih cuma ada empat kali persegi dan penuh berserakan batubatu cadas yang aneh dengan dilapisi oleh salju yang tebal.

Gak Siauw-cha memilih satu tempat yang terlindung dari tiupan angin, sambil membersihkan salju yang menutupi tempat tersebut ujarnya kepada Siauw Ling, “Adik Ling, dipuncak yang tinggi ini badannya amat menggigilkan, badannyapun amat lemah lebih baik pakai saja mantel ini.

“Sambil berkata dia mengambil keluar sebuah mantel yang halus dan dirangkapkan ke atas badan Siauw Ling.

Siauw Ling yang melihat Gak Siauw-cha bersikap begitu baik terhadap dirinya bahkan memberikan pula sebuah mantel kepadanya untuk melawan hawa dingin di dalam hati dia merasa sangat berterima kasih.

“Cici, kau sungguh baik sekali terhadap diriku?”Gak Siauw-cha tersenyum, sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah Thio-kan dan Hoo-kun kemudian ujarnya kepada mereka.

“Dengan meminjam kesempatan ini, kalianpun harus bersemedi, mungkin sesudah terang tanah kita akan menghadapi lagi satu pertempuran yang sengit…”Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambutnya lagi, “Di atas ada merpati yang mencari jejak sedang di bawah ada musuh yang membuntuti kita. Buat meloloskan diri dari kejaran mereka aku rasa bukanlah satu pekerjaan yang mudah heeei, untuk sementara lebih baik kita menggunakan keadaan yang berbahaya dari tebing ini untuk bersembunyi dari pencarian mereka. Bilamana beruntung kita bisa memancing pihak musuh menjauhi tempat ini hal ini sudah tentu jauh lebih baik lagi, kalau tidak terpaksa kita harus menggunakan tempat diketinggian ini untuk mengamati keadaan dari musuh kemudian baru mengatur suatu siasat untuk pukul mundur pihak musuh.

““Nona selalu cerdik dalam mengatur, kami sekalian menanti perintah selanjutnya dari nona”ujar Hoo-kun serta Thio-kan dengan cepat.

“Musuh yang mengejar kita kecuali Sin Hong Pang masih ada lagi berpuluh-puluh orang jago, kita harus berusaha untuk memancing mereka saling bunuh membunuh sendiri, sedang kita mengeruk keuntungan dari tengah,”ujar Gak Siauw-cha lagi dengan suara yang perlahan.

Thio-kan serta Hoo-kun sekalipun sudah lama berkelana di dalam Bulim tetapi lamanya mereka berdua tidak mengerti akan siasat untuk menghadapi musuh mendengar perkataan tersebut terpaksa mereka bungkam diri saja.

Malam semakin kelam… angin serta salju bertiup semakin mengencang.

Siauw Ling berdampingan dengan Gak Siauw-cha untuk mula-mula bersemedi sesuai cara yang diberikan Im Kauw kepadanya.

Walaupun dia tidak tahu ilmu semedi yang diturunkan kepadanya oleh Im Kauw itu adalah ilmu tenaga “khie kang thay ih khie kang”tetapi secara samar-samar dia merasa setiap kali dia berlatih maka hawa dingin yang mencekam badannya dengan perlahanlahan mulai lenyap. Karena itu semakin berlatih dia semakin giat seluruh perhatiannya dipusatkan pada satu arah dan bersemedi dengan rajinnya.

Gak Siauw-cha yang melihat dia mersemedi hingga berada dalam keadaan lupa akan segala-galanya di dalam hati diam-diam merasa amat girang, dengan perkembangan serta kemajuan yang didapatnya ini tidak sampai setahun lamanya Siauw Ling sudah dapat terhindar dari bahaya maut.

Entah lewat beberapa saat lamanya sinar terang mulai muncul diufuk sebelah timur, haripun mulai terang tanah.

Dengan perlahan Gak Siauw-cha memperhatikan keadaan dari Thio-kan serta Hoo-kun setelah beristirahat setengah malam saat ini tenaga maupun semangat merekapun sudah pulih kembali delapan bagian.

Sekonyong-konyong… suara gonggongan anjing memecahkan kesunyian dipagi hari yang buta itu.

Mendengar suara itu dalam hati Gak Siauw-cha merasa hatinya sedikit tergerak.

Di tengah pagi buta apalagi di atas puncak gunung bersalju yang demikian dinginnya, dari mana datangnya suara gonggongan anjing itu.

Pada saat itulah dia mendengar pula suara sayap burung merpati yang terbang menyampok angin.

Dengan cepat Gak Siauw-cha meloncat bangun, kepada Thio-kan serta Hoo-kun serunya perlahan, “Kalian baik-baik melindungi dirinya.

“Tubuhnya bagaikan burung walet dengan gesit dan lincahnya sudah melayang ke atas batu puncak tersebut.

Ketika dia pandang lebih teliti lagi keadaan di sekeliling tempat itu terlihatlah di bawah sorotan sinar sang surya yang mulai menampak dua ekor burung merpati dengan cepatnya melayang dari puncak gunung menuju ke dalam lembah tersebut.

Terdengar suara gonggongan anjing kembali berkumandang datang. Ketika dia angkat kepalanya kembali terlihatlah di bawah puncak gunung di atas permukaan salju yang putih berkelebat datang tiga sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya.

Tenaga dalam Gak Siauw-cha dilatihnya hingga mencapai taraf kesempurnaan, ketajaman matanyapun melewati orang lain.

Secara samar-samar dia bisa melihat dua ekor anjing hitam yang amat besar dengan cepatnya amat berlari, sedangkan di belakang kedua ekor anjing itu berkelebatlah sesosok banyangan manusia.

Kedua ekor anjing serta sesosok bayangan manusia itu bergerak dengan amat cepatnya hanya di dalam sekejap saja mereka sudah tiba di bawah puncak tebing tersebut.

Saat ini cuaca sudah terang benderang sinar keemas-emasan mulai muncul dari ufuk sebelah timur.

Gak Siauw-cha dapat melihat orang itu memakai jubah panjang berwarna biru langit, usianya masih muda dengan kepalanya memakai topi berwarna hijau yang menutupi hampir separuh bagian wajahnya.

Kedua ekor anjing hitam itupun mempunyai badan yang luar biasa besarnya, tinggi badannya bila berdiri kurang lebih hampir sama dengan tinggi badan orang berbaju biru itu.

Tampak sepasang anjing itu mendongakkan kepalanya ke atas agaknya mereka hendak menaiki tebing tersebut tetapi orang berbaju biru itu dengan kencangnya menahan tali kulit yang mengikat kedua anjing tersebut.

Mendadak terdengar suara suitan yang amat nyaring bergema datang dari dalam lembah kembali muncul dua sesosok bayangan manusia yang berkelebat datang dengan amat cepatnya.

“Entah dari aliran manakah orang berbaju hitam itu??”pikir Gak Siauw-cha di dalam hati.

“Jika ditinjau dari keadaannya serta kedua ekor anjing hitam yang dibawa jelas mereka sudah mengetahui tempatku bersembunyi, tetapi kenapa dia tidak mau menaiki puncak ini??”Ketika dia berpikir sampai disitu terlihat sesosok bayangan hitam yang berkelebat datang itu sudah hampir mendekati puncak tersebut. Terlihatlah mereka berdua bukan lain adalah dua orang lelaki kasar yang memakai baju singsat dengan menggembol senjata tajam pada punggungnya.

Orang berbaju biru yang membawa anjing itu tepat berdiri di tengah jalan dari lembah itu, kulit yang mengikat sepasang anjing tersebut amat panjang sekali dengan melintang di tengah jalan menghalangi perjalanan dari kedua orang itu.

Ketika kedua orang itu melihat perjalanan mereka dihalangi dengan pandangan yang tajam segera memperhatikan sekejap ke arah orang berbaju biru itu, tetapi kemudian sikapnya sudah jadi lebih halus agaknya mereka tahu kalau orang yang ada dihadapannya bukanlah manusia yang mudah diganggu.

“Kawan kau orang harap suka menyingkir sebentar!”serunya sambil merangkap tangannya menjura.

“Gak Siauw-cha yang ada di tempat atas dapat melihat seluruh gerak-gerik mereka itu dengan sangat jelas.

Tampak dengan perlahan orang berbaju biru itu menoleh dan memandang sekejap ke arah kedua orang itu dengan pandangan yang sangat dingin, mendadak dia menggerakkan tali kulitnya memerintahkan kedua ekor anjingnya untuk menyerang.

Suara gonggongan yang amat ramai segera berkumandang keluar memecahkan kesunyian dengan amat ganasnya kedua ekor anjing itu bersama-sama menubruk ke arah kedua orang laki-laki tersebut.

Dengan gugup mereka berdua terburu-buru mencabut keluar goloknya dan memainkan satu sinar yang menyilaukan mata melindungi seluruh tubuh kemudian mengundurkan diri ke belakang.

Mendadak orang berbaju biru itu menggetakan kembali tali kulitnya kedua ekor anjing yang sedang menubruk maju ke depan segera menghentikan gerakannya dan membungkuk ke bawah menghindarkan diri dari sambaran golok kedua orang itu kemudian secara mendadak saja kedua ekor anjing itu meloncat bangun dan mencakar wajah mereka… Dengan cepat kedua orang lelaki menghindar kesamping, kedua bilah golok besarnya dengan disertai desiran angin yang tajam membacok ke arah bawah.

Dengan cepatnya di atas permukaan salju di bawah puncak itu terjadilah suatu pertempuran yang amat sengit sekali diantara dua ekor anjing dengan dua orang manusia.

Kedua ekor anjing hitam itu di bawah komando orang berbaju biru itu maju mundur, bertahan menyerang dengan sangat teratur sekali bahkan secara samar-samar mengandung serangkaian ilmu silat yang amat lihay memaksa kedua orang lelaki bersenjatakan golok itu sedikit kewalahan juga dibuatnya.

Kurang lebih seperempat jam kemudian mendadak orang berbaju biru itu melepaskan tali kulit yang ada ditangannya.

Setelah tidak mendapatkan rintangan kedua ekor anjing itu menubruk ke depan semakin ganas lagi, sekalipun bayangan golok dari mereka berdua berkelebat dengan amat cepatnya tetapi tidak berhasil juga memaksa kedua ekor anjing itu untuk mengundurkan dirinya ke belakang.

Gak Siauw-cha yang melihat kejadian itu diam-diam mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Hmm! Kedua ekor anjing yang tidak mirip dengan anjing ini walaupun amat ganas sekali tetapi mereka tidak lain cuma seekor anjing yang tidak berakal, mereka yang dapat bertempur dengan begitu serunya dengan jagoan Bulim jelas ini hal merupakan satu hal yang luar biasa.

“Pikirnya di dalam hati. “Sebetulnya siapakah orang berbaju biru itu? Bagaimana dia orang berhasil melatih kedua ekor anjingnya sehingga begitu lihaynya?”Sewaktu dia berpikir sampai disitu mendadak terlihat golok yang ada di tangan kedua lelaki itu berhasil memaksa mundur kedua ekor anjing itu ke belakang kemudian dengan tergesa-gesa mengundurkan diri dari dalam kalangan.

Walaupun mereka belum sampai menderita kalah di bawah serangan anjing itu tetapi jelas mereka mengerti kalau kepandaian mereka pada saat ini masih belum dapat mengalahkan kedua ekor anjing itu karenanya dengan mengambil kesempatan ini cepatcepat mereka melarikan diri.

Mendadak orang berbaju biru itu bersuit rendah kedua ekor anjing yang semula sedang menubruk ke depan dengan cepat mengubah gerakannya dari mengejar kedua orang lelaki itu dengan amat ganasnya, hanya di dalam sekejap saja dua orang manusia dan dua ekor anjing itu sudah lenyap dibalik tikungan.

Setelah itulah si orang berbaju biru baru melirik sekejap ke atas puncak tebing kemudian melayangkan tubuhnya meloncat setinggi dua kaki lebih dan dengan sangat entengnya berkelebat ke atas puncak.

Gerakannya amat aneh dan cepat sekali hanya di dalam sekejap saja dia sudah berada dekat sekali dengan puncak tebing itu.

Gak Siauw-cha yang tidak kenal dengan orang itu untuk beberapa saat lamanya dibuat bingung juga untuk turun tangan mencegah kedatangannya.

Pada saat hatinya sedikit ragu-ragu itulah orang berbaju biru itu sudah tiba di atas puncak.

“Apakah kau orang nona Gak???”tanyanya dengan nada yang amat dingin sambil memperhatikan diri Gak Siauw-cha.

Thio-kan serta Hoo-kun yang melihat secara tiba-tiba di atas puncak tebing itu sudah kedatangan orang, dengan gesitnya mereka melompat bangun kemudian dengan mencekal kenang-kenangan senjata tajamnya pada berlari mendatang.

“Kalian cepat mundur!”Perintah Gak Siauw-cha dengan cepat sambil mengulapkan tangannya.

Mereka berdua segera menyahut dan mengundurkan diri sejauh satu kaki.

Agaknya orang berbaju biru itu punya maksud untuk menutupi mukanya sendiri. Dia menarik topinya semakin rendah lagi sehingga menutupi hampir separuh bagian dari wajahnya, waktu ini cuma kelihatan matanya yang sebelah kiri saja muncul keluar.

“Cayhe pernah punya jodoh untuk bertemu satu kali dengan nona, entah nona masih ingat tidak denganku?”ujarnya dengan suara yang amat dingin dan tawar.

Gak Siauw-cha menundukkan kepalanya termenung dan berpikir sebentar di dalam hatinya dia tidak paham kapan dirinya pernah bertemu dnegan manusia aneh semacam dia orang dengan dandanan serta tindak tanduknya yang misterius ini bilamana dikatakan pernah bertemu dia tidak akan terlupakan kembali untuk selamanya.

Terdengar orang berbaju biru itu melanjutkan kembali kata-katanya dengan amat dingin.

“Nona masih ingat dengan aku atau tidak hal ini tidak terlalu penting, kedatangan cayhe kali ini hanyalah hendak mengajak nona untuk membicarakan suatu perdagangan!”“Topi bulu dari saudara menutupi muka terlalu rendah,”ujar Gak Siauw-cha mencela.

“Kalau memangnya kita pernah bertemu mengapa kau tidak berani memperlihatkan wajahmu yang sesungguhnya.

““Tidak perlu!”sahut orang berbaju biru itu dengan cepat. “Separuh wajahku yang lain tidak boleh dilihat orang, lebih baik kau tidak usah melihat…”Dia berkata sejenak, kemudian ujarnya lagi, “Untung saja aku cuma mau membicarakan soal dagangan saja dengan nona, kenal atau tidak dengan diriku dengan urusan dagangan ini tidak ada sangkut pautnya.

““Dagangan apa??”tanya Gak Siauw-cha ingin tahu.

“Nona Gak tentunya tahu keadaan dirimu sendiri bukan? Kecuali dari pihak Sin Hong Pang yang membuntuti dirimu terus menerus masih ada lagi berpuluh-puluh orang jagoan Bulim yang saling susul menyusul datang kemari, cayhe rasa nona sudah tahu jelas bukan tentang soal ini?”“Terima kasih atas petunjukmu itu, aku disini banyak terima kasih terlebih dulu.

““Walaupun keluarga Gak merupakan satu keluarga jago pedang yang amat terkenal di dalam Bulim tetapi satu lengan tidak dapat menahan empat pukulan, anghiong boo-han tidak bakal bisa menahan kerubutan orang banyak,”ujar orang berbaju biru itu lebih lanjut. “Nona cuma seorang diri saja bahkan harus melindungi pula seorang bocah cilik yang tidak mengerti ilmu silat. Keadaanmu benar-benar sangat berbahaya sekali.

““Kecuali nona seorang, apa kau kira kami bukan manusia??”tiba-tiba Thio-kan nyeletuk dengan amat gusarnya.

“Perkataanmu sedikitpun tidak salah”sahut ornag berbaju biru mengangguk. “Kalian berdua kalau jadi kusir kereta memang boleh dikata jauh lebih tinggi dari orang-orang lain, tetapi jikalau harus bergebrak dengan jago-jago kelas satu dari Bulim yang mengejar datang, bukannya cayhe pandang hina kalian berdua aku rasa bilamana kalian harus juga maju bergebrak tidak lebih cuma menghantarkan nyawa saja dengan percuma.

“Mendengar perkataan tersebut Thio-kan serta Hoo-kun benar-benar sangat gusar dibuatnya baru saja mereka mau mengumbar hawa amarahnya mendadak tampaklah Gak Siauw-cha sudah menggoyangkan tangannya mencegah mereka.

“Jangan kita ini kita harus bicarakan dengan cara apa?? kau minta harga berapa??”tanyanya kemudian.

Orang berbaju biru itu tersenyum.

“Nona! kau jadi orang ternyata menyenangkan sekali. Bilamana cayhe harus membicarakan soal harga pula dengan diri nona bukanlah hal itu sedikit keterlaluan? Begini saja, aku bantu nona untuk meloloskan diri dari mara bahaya tetapi kau harus menghantar aku untuk menemui ibumu.

““Aaaah, sayang sudah terlambat,”ujar Gak Siauw-cha dengan cepat. “Ibuku sudah meninggal.

““Heee, heee, bilamana dia masih hidup di dunia ini cayhe mana berani pergi menemui dirinya?”Sambung orang berbaju biru itu dengan cepat.

“Apa maksudmu?”“Aku cuma mau melihat sebentar jenazah dari ibumu.

““Orang yang sudah mati apanya yang bagus dilihat?”balik tanya Gak Siauw-cha dengan hati yang keheranan.

“Waktu yang ada dihadapan mata sedikitpun berharga laksana emas. Waktu ini tidak ada kesempatan lagi untuk membicarakan soal tersebut nona. Kau sanggup menerima dagangan ini atau tidak sempat katakan!”ujar orang berbaju biru itu tergesa-gesa.

“Baiklah!”sahut Gak Siauw-cha kemudian menyanggupi. “Bilamana kau bisa bantu aku untuk meloloskan diri dari mara bahaya ini aku akan patuhi permintaanmu itu tetapi jika tidak berhasil?”“Nona, kau boleh berlega hati, aku orang selamanya berdagang tidak pernah minta uang ganti!”Mendengar perkataan tersebut dalam hati Gak Siauw-cha sedikit tergerak.

“Begini saja, kau boleh melihat sebentar jenazah ibuku tapi tidak boleh memegang barang yang ada dibadannya,”ujarnya kemudian.

Orang berbaju biru itu termenung berpikir sebentar kemudian tertawa dingin.

“Cayhe bantu nona untuk meloloskan diri dari mara bahaya ini boleh dikata mempunyai resiko mengikat permusuhan dengan berpuluh-puluh orang jago dari Bulim, bilamana dagangan yang aku dapatkan cuma begitu saja bukankah aku merasa rugi?”Walaupun pada mulutnya Gak Siauw-cha mengajak orang berbaju biru itu berbicara padahal di dalam hati dia terus menerus sedang memikirkan asal usul orang ini, jika didengar dari nada ucapannya agaknya dia mengetahui amat jelas sekali terhadap seluruh gerak-geriknya.

Saat ini keadaan amat berbahaya sekali, tetapi jika dilihat dari gerak-gerik orang ini jelas sekali dia memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, yang paling menakutkan adalah kedua ekor anjing hitam itu mereka mempunyai keahlian di dalam pencarian jejak bahkan jauh melebihi burung merpati dari Sin Hong Pang. Bilamana sampai bentrok dengan dirinya jelas hal ini sangat tidak menguntungkan dirinya.

Terdengar suara yang amat dingin dan tawar dari orang berbaju biru itu berkumandang lagi, “Orang yang berjual beli selamanya membicarakan soal keuntungan,”ujarnya lagi.

“Cuma saja wajahnya dari cayhe ini tumbuh sedikit tidak sedap dipandang sehingga sukar untuk mendapatkah rasa simpatik dari pemilik barang. Tetapi jangan kuatir aku orang paling mengutamakan kepercayaan. Sekali aku berkata selamanya tidak akan aku tarik kembali kata-kata tersebut. Bilamana nona suka bekerja sama dengan cayhe di dalam perdagangan ini walaupun aku bisa mendapat sedikit keuntungan tetapi nonapun bisa lolos pula dari bahay dengan tanpa kekurangan sesuatu apapun, dan bilamana nona tidak mau, coba bayangkan dengan mengandalkan sebilah pedang apakah kau rasa bisa berhasil meloloskan diri dari kepungan para jago yang begitu banyaknya?”“Tidak salah, keadaanku saat ini walaupun sangat berbahaya tetapi paling banter juga menemui ajal di dalam satu pertempuran yang sengit.

“seru Gak Siauw-cha dengan mantap.

“Tahukah nona apa tujuan mereka datang kemari dari tempat ribuan li jauhnya dengan menempuh badai salju yang begitu derasnya?”tanya orang berbaju itu.

Mendadak Gak Siauw-cha teringat kembali dengan kata-kata yang ditulis di dalam surat wasiat ibunya. Bisa minta dirinya bertindak sesuai dengan keadaan dan jangan terlalu kokoh di dalam pendirian.

Tampak orang berbaju biru itu berdiam sebentar lalu sambungnya lagi, “Orang itu ada kemungkinan sebagian besar tidak mengetahui kalau ibumu sudah meninggal, oleh karena itu orang-orang yang mengejar datang bukan saja cukup untuk menghadapi nona Gak bahkan sampai ibumu sendiripun bukan tandingannya, asalkan jejak dari nona terbocor ke dalam Bulim maka satu pertempuran yang mengerikan bakal berlangsung bagaimana sesudahnya?? heeee heee tentu kau tahu sendiri bukan??”Mendadak terdengar suara tiupan yang amat rendah dan berat berkumandang datang memotong pembicaraan selanjutnya dari orang berbaju biru itu.

Air muka Gak Siauw-cha segera berubah menjadi hebat dia lantas alihkan pandangannya ke tempat kejauhan.

Sebaliknya orang berbaju biru itu segera memperlihatkan rasa kegirangan.

“Nona Gak, kau tidak usah kuatir. Orang yang datang bukanlah pihak musuh,”ujarnya tersenyum.

Dari dalam sakunya dia segera mengambil sebuah terompet yang terbuat dari tanduk kerbau kemudian ditiupnya tiga kali.

Diam-diam Gak Siauw-cha mengerutkan alisnya melihat tindakannya itu pikirnya, “Hmm! orang itu jahat sekali. Dengan suara terompetnya ini bukan saja sudah mengundang kawannya bahkan memancing pula kedatangan pihak musuh. Hmm! Agaknya dia memang bermaksud untuk menciptakan satu suara yang tegang sehingga aku bisa dipaksa untuk menerima dagangannya itu…”Begitu suara terompet itu sirap dari tengah udara maka suasana di sekeliling puncak bersalju kembali berubah menjadi sunyi senyap tak terdengar sedikit suarapun.

Dengan perlahan orang berbaju biru itu berputar badannya memandang ke arah puncak gunung yang ada dikejauhan. Punggungnya menghadap ke arah diri Gak Siauw-cha agaknya dia sama sekali tidak menaruh rasa kuatir terhadap bokongan dari Gak Siauwcha.

Pikiran Gak Siauw-cha pada saat ini benar-benar bingung sekali. Jika ditinjau dari keadaannya sekarang ini dia tidak seharusnya menyalahi orang itu tetapi diapun tidak ingat menyanggupi permintaannya sekalipun seluruh pikirannya sudah diperas habishabisan tetapi tidak mendapatkan juga jawabnya Tiba-tiba terdengar orang berbaju biru yang sedang memandang ke tempat kejauhan itu berbatuk-batuk ringan.

“Nona Gak!”ujarnya perlahan. “”Loo toa kami sudah datang. Soal jual beli dia jauh lebih mengerti dari aku orang lebih baik nona Gak bicarakan sendiri saja dengan dirinya…”Mendadak di dalam pikiran Gak Siauw-cha terbayang akan dua orang cepat-cepat serunya, “Locianpwee apakah Tiong Cho Ji ku.

.

““Tidak salah”sahut orang berbaju biru itu menoleh lagi. “Cayhe adalah Leng Bian Thian Pit atau sijago pit besi berwajah Tu Kiu.

“Baru saja dia selesai berbicara mendadak terdengar suara tertawa terbahak-bahak yang amat nyaring berkumandang datang dari bawah tebing mendadak terlihatlah sesosok bayangan manusia dengan amat ringannya bagaikan seekor burung melayang datang.

Orang itu mempunyai potongan wajah yang bundar dan gemuk, diantara wajah putih muncul warna semu merah, perutnya besar seperti perut Ji Lay Hud. Pada tubuhnya memakai sebuah jubah besar berwarna hijau dengan wajah yang terus menerus dihiasi oleh senyuman.

Begitu sampai di atas puncak tebing dia lantas merangkap tangannya menjura.

“Aku orang sudah datang sedikit terlambat harap nona suka memaafkan,”ujarnya.

Sehabis berkata dia tertawa terbahak-bahak kembali dengan kerasnya.

“Kedatangan Toa ko sungguh cepat sekali.

“sambung sijagoan pit besi berwajah dingin Tu Kiu sambil berbatuk-batuk.

”Dengan ini sulit sekali dikerjakan. Lebih baik Toa ko sendiri saja yang membicarakan harganya dengan nona Gak.

““Bagus… bagus sekali… kalau begitu kita kurangi sedikit keuntungan kita…”sahut orang itu sambil tertawa terbahak-bahak.

Setelah dia lantas merangkap tangannya memberi hormat kepada diri Gak Siauw-cha.

“Cayhe adalah Kiem Siepoa atau Siepoa emas Sang Pat adanya!”“Atas kedatangan dari Tiong Cho Ji Ku disini Siauw moay mengucapkan terima kasih terlebih dulu,”sahut Gak Siauw-cha sambil menjura.

“Bagus… bagus sekali.

“seru Siepoa emas Sang Pat lagi sambil tertawa terbahak-bahak.

Sebagai pedagang setiap orang paling mengutamakan keramah tamahan, saudaraku ini selamanya cuma bekerja sebagai penagih utang saja sehingga tidak pandai membicarakan soal jual beli, bilamana ada perkataan darinya yang kurang menyenangkan harap nona suka memaafkan.

“Sebetulnya tadi Siauw Ling sedang bersemedi dengan mengikuti petunjuk yang diperoleh dari Im Kauw, tetapi setelah mendengar suara tiupan terompet dari Leng Bian Thian Pit tadi dia jadi terbangun.

Semakin dilihatnya dandanan serta potongan yang amat aneh dari Leng Bian Thian Pit dalam hati dia merasa rada benci sehingga dia sudah melengos tidak mau melihat.

Tetapi sewaktu melihat wajah serta bentuk badan dari si Kiem Siepoa Sang Pat yang penuh dengan senyuman ramah tamah itu dia lantas menaruh rasa simpatik kepadanya.

Tampaknya Kiem Siepoa Sang Pat merangkap tangannya memberi hormat kepada semua orang yang ada disitu kemudian baru tertawa.

“Saudara-saudara sekalian!”ujarnya dengan ramah. “Terimalah penghormatan dari aku orang ini.

“Dengan perlahan sinar matanya beralih ke atas wajah Gak Siauw-cha. Ujarnya kembali sambil tertawa terbahak-bahak, “Cayhe yang bekerja sebagai pedagang selamanya tidak pernah memeras orang lain dan dapat dipercaya bilamana nona suka mengadakan jual beli dengan kami maka nanti nona akan tahu kalau perkataan dari cayhe bukanlah kosong belaka.

“Gak Siauw-cha mengerutkan alisnya lantas angkat sedikit bahunya.

“Cienpwee berdua pandai mempermainkan orang-orang di dalam kalangan Bulim hal ini sudah terkenal sekali diseluruh sungai telaga,”ujarnya dingin. “Ini hari Boanpwee bisa bertemu muka sendiri dengan kalian berdua hal ini sungguh membuat hatiku merasa sangat beruntung sekali…”————————– http://ecersildejavu.

wordpress.

com ————————————————————– “Kami bersaudara jadi orang paling bisa dipercaya,”ujar Kiem Siepoa Sang memuji dirinya sendiri. “Berkat bantuan kawan-kawan maka perdaganganku makin besar.

Beberapa tahun ini boleh dikata sangat mujur sekali!”Diam-diam Gak Siauw-cha berpikir di dalam hati, “semasa hidupnya ibu pernah mengungkap pula soal Tong Cao Ji Ku ini, katanya ilmu silatnya amat lihay sekali tetapi sifatnya ada diantara lurus dan jahat apalagi paling suka ikut campur di dalam urusan orang lain… walaupun mereka berdua tidak pernah berbuat jahat tetapi sikapnya yang seperti pedagang itu sungguh membuat aku tidak sedap.

“Baru saja dia berpikir sampai disitu terdengar Kiem Siepoa Sang Pat sudah melanjutkan kembali perkataannya, “Kami berdua bersaudara selamanya cuma membicarakan soal dagang saja, tetapi kamipun tidak mau menggunakan kesempatan sewaktu orang berada di dalam keadaan bahaya memaksa orang lain untuk menerima jual beli tersebut sekalipun begitu nona perlu ketahui juga kalau keadaanmu pada saat ini benar-benar berbahaya sekali. Baru saja aku mendapat berita katanya sampai pangcu dari Sin Hong Pang mengejar datang sendiri kecuali itu ratusan li di sekeliling tempat ini sudah tersebar berpuluh-puluh orang jago kelas satu dari Bulim yang punya maksud menculik nona.

““Omong terus terang saja kecuali kami dua bersaudara sekalipun nona menaikan harga yang lebih tinggipun tidak bakal ada orang yang berani menerima jual beli ini.

“Orang ini sungguh menyenangkan sekali dan jadi orangpun suka berterus terang dia berbicara dengan lantangnya sehingga ludahnya melayang keluar hampir di sekeliling tempat itu.

“Dengan kekuatan dari nona seorang diri apakah kau merasa bisa menahan serangan gabungan dari jago-jago Bulim yang begitu banyaknya?”sambungnya lagi. “Bilamana kau sampai menderita luka maka siapa yang akan pergi melindungi jenazah dari ibumu? Nona harus tahu pada saat dan keadaan seperti ini nona benar-benar berada di dalam keadaan terdesak jual beli ini lebih baik kau terima saja!”Gak Siauw-cha tahu perkataanya yang diucapkan sedikitpun tidak salah di dalam keadaan seperti ini memang seharusnya menerima jual beli ini.

Si Kiem Siepoa Sang Pat tertawa terbahak-bahak.

“Nona Gak!”ujarnya sambil tertawa.

“Setelah kau berhasil meloloskan diri dari mara bahaya kami cuma minta diperseni dengan sebuah benda yang disimpan ibumu, persen ini boleh dikata sangat murah sekali, daripada nona terluka oleh musuh kemudian untuk melindungi jenazah dari ibumu tidak sanggup bukankah jauh lebih baik kau terima jual beli ini?”Mendengar perkataan tersebut air muka Gak Siauw-cha mendadak berubah sangat keren.

“Barang peninggalan ibuku bagaimana aku boleh persenkan kepada orang lain dengan begitu gampang? maksud baik dari cianpwee berdua aku terima saja dihati kecilku.

““Haaa… haaa… tidak mengapa, tidak mengapa,”ujar Kiem Siepoa Sang Pat sambil tertawa. “Penawaran jadi bayar di tempat dagangan tidak akan jadi marah… haa.

. haa kami berdua tidak akan memaksa perdagangan ini baiklah kalau begitu cayhe permisi dulu.

“Berbicara sampai disini dia segera menggapai adiknya.

“Loo ji, ayo kita pergi saja!”serunya. “Barang dagangan ini tidak cocok?”Selesai berkata dia berkelebat terlebih dulu menuruni tebing tersebut.

Si Leng Bian Thian Pit Tu Kiu menyahut dan segera mengikuti dari belakang badan Sang Pat untuk menuruni tebing tersebut.

Gerakan tubuh mereka berdua amat gesit dan lincah sekali berjalan diantara tebing-tebing yang curam yang dilapisi salju itu seperti sedang berlari di tempat datar saja, hanya di dalam sekejap saja mereka berdua sudah tiba di bawah tebing.

Setelah melihat kedua sosok bayangan manusia itu lenyap dari pandangan Hoo-kun baru menghembuskan napas panjang.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar