Rahasia Istana Terlarang Jilid 05

Jilid 5

“OoOOOOUW…. kau orang tua menginginkan budak sekalian untuk menemani kau minum beberapa cawan arak?” seru dayang yang ada disebelah kiri sambil tertawa getir.

“Itu sih tidak perlu, aku sipengcmis tua hanya pingin sambil minum arak bisa memandang wajah kalian berdua.”

Kedua orang dayang itu saling berpandangan sekejap, akhirnya mereka bersama-sama berjalan jalan menuju kesisi Soen Put Shia dan berdiri di kedua belah sampingnya Dayang yang ada disebelah kiri mengisi-kan cawan keempat orang itu dengan arak lalu ujarnya sambil tertawa.

“Arak akan menambah kegembiraan orang gagah. Yaya berempat, bagaimana kalan kalian mengeringkan dahulu secawan arak?”

Soen Put Shia sambar cawan arak yang berada dihadapannya lalu terkata tertawa

“Usia aku sipengemis tua paling besar menurut peraturan akulah yang akan mengeringkau cawan arak itu terlebih dahulu, dengan demikian aku akan menganggap tindakan mereka itu sebagai sikap menghormat terhadap diriku.”

Tanpa menanti lebih lama lagi, ia teguk habisi cawan tersebut

Dengan gerakan yang cepat dayang yang ada disebelah kiri itu segera memenuhi kembali cawannya dengan arak.

Soen Put Shia sembari menghalangi Siauw Ling serta Tiong Chiu Siang Kun untuk bersantap dan minum arak. ia sendiri minum dan makan dengan lahapnya….

Tujuh delapan cawan arak telah dihabiskan dan setiap mangkuk sayur telah disapu-nya sampai tiga sumpit. kemudian ia baru berhenti makan minum dan berkata seraya tertawa.

“Sekarang kalian berdua boleh pergi, setelah sipengemis tua minum beberapa cawan arak melihat nona muda orang lain merupakan pantangan yang terbesar. lebih baik nona berdua cepat-cepat mengundurkan diri dari sini.”

Kedua orang dayang itu benar-benar sangat menurut.mereka menjura untuk memberi hormat lalu mengundurkan diri dari dalam ruangan sekalian menutup pintu ruangan.

Menanti kedua orang dayang tadi sudah jauh meninggalkan tempat itu, Soen Put Shia baru tersenyum.

Silahkan kalian bertiga makan minum dengan hati lega, didalam sayur dan arak ini benar-benar bersih tak ada racun,”

Ternyata tingkah lakunya yang sinting dan keedan-edanan tadi bukan lain adalah untuk menjajal apakah sayur serta arak itu diracu-ni atau tidak.

Sang Pat menghela napas panjang.

“Aaaa…. untuk melakukan percobaan tersebut. menurut peraturan sudah sepantasnya kalau kamilah yang melakukan. kami merasa malu kalau suruh Loo ciaupwe yang melakukan percobaan dengan pertaruhan jiwa sendiri.”

Haaa…. haaa…. -haaa…. aku sipengemis tua benar-benar sudah tua bangka. Sedangkan kalian berdua masih muda dan kuat aku cuma berharap agar kalian berdua suka membantu diri Siauw Ling dan berjuang demi keadilan serta keamanan umat Bu-lim kita!”

Tentang soal ini harap Loo cianpwe suka legakan hati, seandainya ini kali kita berhasil lolos dari mata bahaya. asal demi keadilan didalam dunia persilatan sekalipnn ha-rus membayarnya dengan kerugian besar, kami pasti akan amalkan tenaga untuk membantu.”

“Aaaa…. sepasang tulang Pie Pa Kut Ku telah mereka lubangi dengan otot kerbau,” ujar Soen Put Shia sambil menarik kembali senyuman yang menghiasi bibirnya.”

“Kesempatan bagiku untuk melarikan diri boleh dibilang kecil….

“Apakah mereka telah memusnahkan ilmu silat yang loo-cianpwe miliki???….”

“Mereka ingin meminta aku sipengemis tua jual nyawa bagi mereka tentu saja llmu silatku tidak sampai dipunahkan.”

“Kalau begitu asalkan kita dapat memutuskan otot kerbau yang melubangi sepasang loocianpwe. maka loocianpwe akan jadi mendapat kembali tenaga sin-kangmu akan pulih kembali.”

“Benar! Aaaai…. seorang manusia yang be-lajar silat. seandainya keempat buah tempat pentingnya dilubangi oleh otot kerbau sekall pun ilmu silatnya tidak sampai punah, namun keadaannya tidak berbeda banyak dengan seorang manusia cacad “

Tiba-tiba Siauw Loocianpwe pertimbang-kan sejenak, didalam satu jam mendatang mungkinkah ada orang dari pihak mereka yang datang kemari??”

“Dalam satu jam mendatang mungkin tak ada orang yang akan datang kemari, tetapi tentu saja mereka akan melakukan pengawaasan yang ketat secara diam-diam terhadap diri kita.”

“Kecuali pintu ruangan ini, apakah didinding empat penjuru ruangan ini, masih dipasangi dengan alat rahasia7″

Tentu saja ada, hanya bagi kita yang ti-ga tahu duduknya keadaan mungkin sulit bagi kita untuk menemukannya.

Baiklah. kalau begitu aku akan berusaha untuk memutuskan lebih dahulu otot kerbau yang melubangi sepasang bahu loocianpwe. setelah itu kita baru susun kembali siasat untuk melawan musuh,” kata Siauw Ling kemudian sambil menghancurkau sebuah cawan.

Namun dengan tepat Soen Put Shia geleng kepala.

“Jangan dibilang kalah. sekalipun kita menangpun belum tentu bisa lolos dari tempat ini, apa gunanya menempuh bahaya dengan percuma???” katanya.

“Tentang soal ini boanpwe sudah pikirkan masak masak, asalkan kita melakukan perlawanan terbadap kekuatan mereka diatas perahu panca-warna ini, aku rasa Su Hay Koen-cu tidak akan tega untuk menenggelam-kan perahu raksasanya ini kedasar sungai.”

“Walaupun akalmu ini memang tidak jelek, cuma saja kita bakal menempuh banyak mara bahaya sampai dilukai. Aaaah….! sebenarnya aku sipengemis tua ada maksud menolong dirimu. sungguh tak nyana malah kaulah yang akhirnya menolong aku sipengemis tua terlebih dahulu.”

Sang Pat tersenyum.

“Sekalipun pengawasan yang dilakukan Siauw Yauw-cu amat ketat, namnn ia telah melupakan sesuatu. Katanya. “Walaupun senjata tajam yang kita miliki berhasil dirampas gemua, namun mereKa tidak menduga kalau kekuatan tangan toako amat kuat dan telah mencapai taraf melemparkan bunga melukai orang, memetik daun merobohkan musuh.”

Siauw Ling segera mengeluarkan, sahutnya;

“Kalau bukan terdapat pecahan Cawan yang begini tajam membantu usahaku, akupun akan menemui kegagalan dalam tindakanku ini….

Tiba-tiba terdengar suara langah manusia berkumandang dan dari luar ruangan.

“Otot kerbau diatas badan aku sipengemis tua telah putus. kita tak akan berhasi membohongi mereka lagi,” bisik Soen Pua Shia lirih.

Sementara itu orang yang ada diluar ruangan telah tiba didepan pintu dan mulai mengetuk.

“Siapa???” bentak Soen Put Shia.

“Hamba sekalian mendapat tugas untuk datang kemari guna menyampaikan satu persoalan.”

Dengan kakinya Soen Put Shia menginjak otot kerbau, dengan demikian orang ada diluar ruangan sama sekali tidak mengetahui kalau otot kerbau yang kuat itu telah putus.

“Rampas senjata tajam mereka.” bisik Soen Put Shia lirih, lalu teriaknya lantang

“Ada urusan apa? silahkan masuk keda-lam!”

Kraasaaaaatiak….! pintu terbuka dan munculah dua bocah berbaju hijau melangkah masuk kedalam ruangan, tapi tatkala mereka tahu bahwasanya otot kerbau ditubuh sipengemis tna itu telah putus, mereka segera berdiri tertegun

Menanti kedua orang bocah itu sadar kembali dan siap mencabut keluar pedangnya untuk melancarkan serangan. Sang Pat serta Tu Kioe yang bersembunyi dibelakang pintu telah menyerang datang dari arah kiri dan Itauan.

Kedua orang itu sama-sama merupakan ja-goan lihay dari dunia persilatan. gerakan mereka sangat cepat bagaikan kilat, belum sempat kedua orang bocah itu meloloskan senjatanya, jalan darah mereka sudah kena ter-totok.

Soen Put-shia segera merampas senjata ta-jam itu dari tangan mereka, setelah menutup pintu ruangan bisiknya lirih, “Dengan adanya sepasang pedang ini di-tangan kita, kekuatan maupun kehebatan kita, akan berlipat ganda. Persoalan yang paling penting dewasa ini adalah bagaimana caranya mendapatkan kunci untuk membuka bergol emas yang membelenggu tubuh kalian bertiga.”

“Mengapa tidak kita tanyakan saja kepada kedua orang bocah berbaju ini?” sela sang Pat.

“Baik! mari kita adu untung.” seru Soen Put Shia, ia segera berjongkok dan membebaskan jalan darah dari seorang bocah berbaju hijau itu. Perlahan-lahan bocah itn membuka sepasang matanya dan memandang sekejap kearah Soen Put Shia, badannya bergerak seperti mau bangun siapa sangka darah lemas diatas kakinva masih tertotok, sebelum sempat berdiri badannya roboh kembali keatas tanah

Soen Put Shia segera menempelkan ujung pedang keatas leher bocah tersebut, bentaknya.

“Kalau keadaan terpaksa dan kau berani menjerit. sekali tebas kujagal nyawamu ‘

“Hmmm! perahu layar ini berlabuh ditengah sungai.” kata bocah itu dengan nada dingin. “Diempat penjuru perahu ada dua puluh empat buah sampan kecil melindungi keselamatan kami apabila kalian ingin melarikan diri hal ini boleh dikata jauh lebih sulit daripada terbang kelangit.”

“Tentang soal ini tak perlu kau kuatirkan apa yang aku sipengemis tua tanyakan lebih baik jawab dengan tepat dan lancar.”

Bocah berbaju hijau itu kerutkan dahinya, namun iapun tidak berbicara lagi-

“Siapa yang memegang kunci untuk membuka borgol emas ini?”

“Siaw Yauw too-ya menyimpannya sendiri!?

“Hmm! aku sipengemis tua tidak percaya. ayoh bicara terus terang!”

“Apa yang kuucapkan adalah kata-kata yang sejujurnya kalau kau tidak percaya akupun tidak dapat berbuat apa-apaa lagi.”

“Loo ciapwee, tak usah banyak bicara lagi dengan mereka” sela Tu Kioe dengan wa-jah suram, “Kita jaga dulu kedua ekor marmut kecil ini. yang penting kita tarik dulu modal kita.”

Ujung pedang yang berada ditangan Soen-Put Shia bergerak-gerak diatas wajah bocah berbaju hijau itu. kemudian ancamnya, “Seumpama kata aku sipengemis tua keras kan hati dan membuat cacat wajahmu yang tampan ini ooh bocah! Sungguh kasihan sekali, wajahmu yang ganteng segera akan le-nyap dan berubah jadi jelek dan mengerikan sekali.

Rupanya aneaman ini sangat manjur sekali. bocah itu merasa amat sayang dengan kegantengan wajahnya, maka air mukanya kontan berubah setelah mendengar perkataan tersebut.

“Mengapa tidak bunuh saja diriku??”seru-nya

“Kenapa aku harus membinasakan dirimu?kan enakan dirimu….”

Tiba-tiba kembali terdengar suara langkah manusia berkumandang datang, rupanya ada orang mendekati tempat itu.

Soen Put shia segera melirik sekejap kearah Tu Kioe dan Sang Pat, sementara jari jari nya laksana kilat menotok jalan darah bisu dari bocah berbaju hijau itu.

Toook! toook! pintu diketuk, diikuti suara merdu seorang gadis menggema datang.

“Apakah arak dan sayur perlu ditambah?”

“Nona silahkan masuk!” ujar Tu Kioe sam-bil membuka pintn.

Sesosok bayangan manusia berkelebat le-wat, tahu-tahu seorang dara baju hijau telah berjalan masuk kedalam ruangan.

Laksana kilat Sang Pat turnn dengan menotok jalan darah dibelakang punggungnya, diikuti cahaya tajam berkelebat lewat, sebilah pedang Poo-kiam membabat tiba dari samping.

Kiranya bocah-bocah lelaki serta dara can-tik ini telah memperoleh didikan yang ketat sekali, reaksi mereka amat cepat. Tatkala dara pertama tertotok dara kedua segera melancarkan serangan balasan dengan pedangnya.

“Budak, sungguh hebat gerakanmu!” teriak Sang Pat sambil menarik kembali tangannya.

“Jangan biarkan dia melarikan diri.” seru Tu Kioe. badannya berputar dan menerjang keluar ruangan.

Tetapi gerakan tubuh Soen Put-shia jauh lebih eepat, ia mengepos tenaga dan menerjang lebih dahulu keluar pintu ruangan.

Sementara itu dara berbaju hijau tadi dengan cepat telah mengundurkan diri keluar dari ruangan.

Sang Pat tertawa terbahak-bahak, ia cabut keluar pedang panjang ditubuh dara berbaju hijau itu berkata, “Jejak kita sudah bocor, rasanya gerak-gerik kita tak usah dirahasiakan lagi.”

Perlahan-lahan Soen Put-shia mengundur-kan diri kedalam ruangnn, katanya

“Diatas perahu panca warna telah dipa-sang alat jebakan yang tidak sedikit jumlah-nya. dari pada kita menerjang keluar dari ruangan, untuk sementara waktu lebih baik kita bertahan saja disini.”

Siauw Ling mengangguk.

••Baiklah!” Siauw Ling mengangguk tauda setuju “Untuk membasmi kawanan penyamun kita harus tangkap pemimpin mereka lebih dulu. seandainya kita dapat menangkap Siauw Yauw-cu dalam keadaan hidup hidup dengan sangat gampang pula kita bisa pakai Su Hay Koan-cu untuk menyerahkan kunci borgol emas tersebut kepada kita….”

Belum habis si anak muda itu berkata. terdengar suara langkah manusia yang amat ramai berkumandang datang. disusul munculnya Siauw Yauw-cu disana dengan wajah penuh kegusaran. Dibelakang imam tersebut menyusul empat orang bocah berbaju hijau serta empat orang dara berbaju hijau.

“Aaah! Ternyata dugaanku tidak meleset, terpaksa Siauw Yauw-cu harus datang ber-kunjang sendiri ketempat ini ” Bisik Soen Put Shia dengan lirih. “ilmu silat yang di-miiiki orang Ini sangat dahsyat mungkin loo-lap sendiripun tidak berkemampuan untuk menawannya hidap-hidup.”

“Jangan kita pikirkan lebih dahnlu gagai atau tidaknya, yang penting kita harus ber-usaha dengan segala kemampuan yang kita miliki.” Sahut Siauw Ling.

Sementara itu terdengar Siauw Yauw-cu dengan penuh kemarahaa telah berteriak, “Cuwi sekalian adalah jago-jago yang ber-kedudukan tinggi didalam dunia persilatan. -Hmmmm! sungguh tak nyana kiranya kamu semua hanyalah kurraci yang tidak pegang janji “

“Dalam suatu pertempuran, kedua belah pihak tiada jemu-jemunya saling mengguna-kan siasat untuk merobohkan lawannya. aku sipengemis tua sudah hidup sampai hari ini namun belum pernah kujumpai diantara musuh-musuhku masih terdapat manusia bisa dipercaya perkataannya.”

“Hmm! omong kosong….” teriak Siauw Yauw-cu, mendadak ia merandek…. kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Hmm! kalian memasang borgol ditubuh kami beberapa orang bersaudara, apakah ucapanmu tersebut dapat dipercaya?” sela Tu Kioe dingin.

Siauw Yauw-cu tarik kembali gelak ter-tawanya, lalu berkata, “Selamanya pinto selalu berpendapat bahwa tabiat manusia adalah jahat, maka dia harus ditundukkan lebih dahulu dengan kekerasan kemudian tenaganya baru diperguna-kan. Namun Koen-cu kami berpendapat bahwa tabiat manusia adalah welas asih, dia harus ditundukkan dengau budi lalu baru digunakau….”

“Perkataan kosong yang tak berguna lebih baik tak usah kau teruskan lebih jauh aku sipengemis tua sudah jemu uncuk mendengarnya.”

“Benar!” Sambung To Kioe. “Keadaan yang terbentang didepan mata saat ini sudah jetas sebenarnya Tootiang pingin bertempur atau damai lebih baik cepat-cepat diputuskan.”

Hmmm meskipun kalian sanggup mematahkan otot kerbau yang membelenggu tubuh pengemis tua itu. Selama kalian tak berhasil mematahkan borgol cmas tersebut, dengan tubuh terbelenggu oleh borgol, berani benar kalian menantang pihak kami untuk bergebrak.”

“Meskipun borgol ini masih berada dalam tubuh kami, namun benda kecil ini tidak akan mengganggu kami.”

Siauw Yauw-cu tidak menggubris ucapan dari Tu Kioe tersebut, perlahan-lahan ia berjalan majn kedepan, tatkala tiba di depan pintu ruangan, air mukanya mendadak ber-ubah jadi amat serius katanya lirih, “Kalian harus tahu bahwasannya pinto jadi orang paling teliti, sejak semula aku telah mempersiapkan segala hal untuk menanggulangi peristiwa semacam ini. Apabila sekarang juga kalian meletakkan senjata kalian dan takluk kepada kami, mungkin kalian masih punya kesempatan untuk hidup lebih lanjut.”

Siauw Ling tertawa hambar.

“Kalau kami sekalian rela menyerah kalah kepada kalian, nanti takkan kami lakukan pemberontakau seperti ini,” sambungnya.

sambil busungkan dadanya Soen Put-shia tertawa dun berseru pula.

“Hey hidung kerbau, beranikah kau layani aku sipengemis tua untuk bergebrak sampai titik darah penghabisan!?”

“Kan anggap pinto jeri kepadamu?” je-ngek Siauw Yauw-cu, sinar matanya perla-han-lahan dialihkan keatas wajah Soen Put-shia

“Bagus sekali, kalau begitu ayoh kita ta-rung saat ini juga, sebelum salah satu roboh binasa jangan kita akhiri pertarungan ini.”

Mungkin sipengemis tua itu takut Siauw Yauw-cu berucah pendapat, maka begitu ia habis berbicara, sambil menenteng pedang tubuhnya langsung menerjang kemuka.

Siauw Yauw-cn kebaskan senjata Hud-tim nya, segulung angin pukulan segar menyampok miring ancaman tersebut. serunya dingin

“Bangsat! agaknya sebelum kalian lihat sendiri bagaimanakah kelihayan dari ilmu silatku. kamu semua tidak akan taati dengan mata meram!”

Soen Put-shia tidak gubris jengekan orang. pedangnya ditarik kembali lalu mengayunkan telapak kirinya mengirim sebuah babat-an dahsyat.

Tenaga dalam yang dimlliki oleh sipengemis tua ini benar-benar amat sempurna angin pukulannya laksana gulungan ombak ditengah samudra segera melanda kedepan dan menyapu segala sesuatu yang ditemuinya.

Sreeet! sreeet senjata Hudtim ditangan Siauw Yauwcu buru bnru dikebaskan mengirim dna buah babatan dahsyat, segulung angin pnkulan yang lunak dan berhawa di-ngin dengan cepat menyusup keluar lewat Hudtim yang tipis tersebut dan memunahkan semua serangan telapak Soen Put hia yang keras dan cepat itu.

Menyaksikan kehebatan lawannya, dalam hati Soen Put shia terperanjat, Pikirnya, “Toosu tua hldung kerbau ini benar-benar luar biasa, aku tak boleh pandang enteng dirinya!”

Pedang yang berada ditangan secara tiba-tiba digetarkan membentuk tiga kuntum bu-nga pedang, secara berpisah namun bersama-an waktunya mengancam tiga buah jalan darah penting diatas dada Sianw Yauw-cu.

Siauw Yauw-cu tertawa dingin. Hudtimnya disapu dari samping kemudian menggulung keatas pedang lawan.

“Hmm! akan kujajal sampai dimana sih kehebatan tenaga Iweekang dari sihidung kerbau ini,” pikir Soen Put shia:”

Pedangnya yang terancam bukannya disingkirkan kesamping, justru malahan menyongsoug datangnya senjata lawan.

Traa arjg…. raaaang…. pedang yang kuat segera saling membentur dengan serat-serat Hudtim yang lunak sebingga menimbulkan suara bentrokan nyaring.

Namun dengan cepat pula serat serat Hudtim itu membelenggu pedang lawan kuat-kuat.

Diam-diam Soen Put-shia salurkan tenaga dalam keatas pedangnya…. dia berdiri kokoh diatas tanah sementara seluruh perhatiannya dicurahkan keujung senjata tajam.

Siauw Yauw-cu tertawa dingin, mendadak ia serakan senjata Hudtimnya. Dengan kepandaian meminjam benda menyalurkan tenaga,segulung tenaga pukulan dahsyat dengan melewati pedang Soen Put-shia menye-rang tiba.

Pengemis tua itu tertawa dingin pula, tenaga dalam yang telah dipersiapkan ditangan kanan mendadak dilepaskan. Ujung pedang bergetar keras lain secepat kilat menotok dada toosu tersebut, Siauw Yauw-cu terdesak mundur selangkah kebelakang, batinnya, “Luar biasa…. luar blasa…. tenaga dalam yang dimiliki pengemis tua ini betu’-betul luar biasa.” Belam habis membathin, tiba-tiba Soen Put-shia mundur dua langkah kebelakang, sambil melindungi pedangnya ia berdiri kokoh. Kiranya iapun dapat merasa-kan datangnya ancaman tenaga pukulan dari Siauw Yauw-cu yang disalurkan lewat pedang tajamnya, namun pengemis tua ini tidak mau menghindar. Dengan andakan tenaga dalam hasll latihan puluhan tahun ia siap menerima pukulan itu dengan keras lawan keras. Oleh sebab itu tenaga dalam yang telah ta siapkan pun segera disalur kan keluar pula lewat ujung pedang dan menusuk toosu itu dengan dahsyat.

Seandainya dalam keadaan seperti itu Siauw Yauw-cu tidak mau mengalah pula-maka didalam bentrokan tersebut kedua belah pibak sama sama akan menderita luka parah

Siapa nyana Siauw Ytuw cu tidak sudi melakukan pertempuran keras lawan keras pada detik yang terakhir ia telah geserkan badanya untuk menghindar.

Dengan kejadian ini maka Soen Put-shia lah yang menderita kerugian besar, tenaga pukulan yang menyambar tiba tersebut langsung menghantam bahunya.

Masih untung reaksi pengemis tua itu cukup cepat, pada saat bahaya mengancam tiba, buru buru ia mundur dua langkah kebelakang, ambil kesempatan itu ia musnahkan tenaga tekanan yang sedang menumbuk bahunya. dengan demikian sekalipun ia termakan pukulan itu dengan keras lawan keras, namun luka yang diderita tidak begitu parah.

Dalam pada itu meskipun Siauw Yauw-cu berhasil menang diatas angin, namun ia sama sekali tak berani menunjukkan slkap congkak. Bukannya maju sebaliknya malah mundur kebelakang

“Toako, jangan biarkan dia mengundurkan diri dari sini!” tiba-tiba terdengar Sang Pat berteriak keras.

“Tootiang, harap tunggu sebentar!” Siauw Ling segera melompat maju kedepan dan menghardik.

Ketika Siauw Yanw-cn telah mengundurkan diri enam tujuh depa jauhnya dari tempat semnla, tatkala mendengar hardikan dari Siauw Ling, terpaksa ia berhenti sambil bertanya, “Sicu ada urusan apa?”

“Cayhe ingin sekali mohon petunjuk beberapa jurus serangan dari totiang “

“Telah lama pinto kagumi kecepatan pedang yang anda miliki, Siauw-heng memang boleh dibilang seorang jagoan muda yang paling berbakat,” kata Siauw Yauw-cu sambil melirik sekejap keatas borgol diatas tubuh Siauw Ling. Namun sayang seribu kali sayang tubuhmu masih diborgol. lagi pula ditanganmn tiada senjata tajam, mana mungkin kau bisa menandingi kepandaian pinto?”

“Meskipun tiada bersenjata, bagi cayhe minta petunjuk dengan tangan kosong pun sama saja.”

“Hey toosu bau hidung kerbau,” sela To Kioe dengan nada dinginnya. “Apabila kau betul-betul jagoan, dan kau benar-benar eng hiong tulen. Ayoh lepaskan dulu borgol diatas tubuhnya.”

Siauw Yauw-cu menggeleng.

“Pinto adalah seorang toosu yang beriman tebal, tidak nanti pinto termakan oleh olok-olokanmu itu.

“Meskipun kau ingin kami sekalian benar-benar takluk dan rela berbakti kepada Su Hay Koen-cu, maka hanya ada jalan saja yang dapat kau tempnh.”

“Apakah caramu itu?”

“Lepaskan borgol yang membelenggu toako kami. kemudian berikan sebilah pedang kepadanya dan tootiang harus layani dirinya untuk bergebrak. seandainya tootiang berhasil menangkan toako kami, maka kami sekalian dengan hati rela akan berbakti padamul”

“Seandainya pinto tidak beruntung dan menderita kekalahan ditangan toako kalian?”

“Kalau memang demikian keadaannya, buat apa kau hidup lebih lanjut? Lebih baik gorok lehermu dan bunuh diri saja…. jengek Tu Kioe sinis.

“Mati sih tidak perlu,” sela Sang Pat. “Cukup soal tootiang suka melepaskan kami semua!”

Seandainya peristiwa ini terjadi pada tiga puluh tahun berselang mungkin tanpa berpikir panjang pinto sanggupi tantangan kalian semua ini.”…. t

“Sekarang bagaimana?”

“Sekarang? pinto tidak akan sanggupi permintaan kalian itu dengan seenaknya.”

“Kenapa?”

“Pinto rasa tindakan ini merupakan suatu perbuatan yang bodoh. suatu perbuatan yang terlalu menempuh bahaya.”

“Kalau tidak berani, katakanlah saja tidak berani, buat apa pura-pura cari alasan segala…. Hmmm sungguh tak tahu malu!”

“Hrnmmm ; silahkan kalian olok olokan diri pinto, sekalipun kamu olok diriku sampai mulut kalian berbusa, tidak nanti hati pinto tergerak oleh ucapan kalian itu.”

“Seandainya cayhe dengan badan terborgol dan tangan kosong melayani beberapa jurus serangan dari pintu, apakah pinto suka melayani tanganku ini,” hardik Siauw Ling.

Dalam pada itu Soen Put shia telah menyelesaikan semedhinya, sambil membuka sepasang matanya ia menjengek dingin, “Sianw Yauw-cu adalah seorang manusia yang terlalu tinggi memandang dirinya, hinaan saudara Siauw tidak nanti akan dikabul-kan olehnya.”

Siauw Yanw-cu tertawa dingin.

“Sepanjang hidnpku. pinto paling suka melakukan tindakan diluar dugaan orang lain, kali ini pinto kabulkan pemintaannya!”

“Lorong ini terlalu sempit untuk mengge-brak, silahkan tootiang memberi petnnjuk didalam ruangan saja!”

Perlahanlahan Siauw YauW cu balik lagi kepintu ruangan, kemudian menyahut.

“Ditempat ini saja pinto mohon petunjuk dari ilmu silat Siauw thaybiap yang lihay itu.”

“Tootiang silahkan turun tangan!” Diam-diam Siauw Yauw-cu perhatikan sekejap diri Siauw Ling, ia temukan bahwasanya tempat dimana si anak muda itu berhenti bisa dicapai oleh kebutan senjata Hudtim nya, dalam hati ia lantas berpikir.

“Usia orang ini tidak terlalu tna. namun keberanian serta kegagahannya sulit ditandingi oleh siapapun”.

Tanpa terasa timbnlah perasaau hormat dan serta kagumnya terhadap si anak muda ini, segera ujarnya, “Kau menghadapi diriku dengan tangan kosong belaka, mana boleh pinto turun tangan lebih dulu!”

“Heee hidung kerbau!” Jengek Sang Pat dari samping. “Kalau hati kecilm umerasa sungkan, lebih baik lepaskanlah lebih dahulu borgol yang membelenggu toako kami”,

Siauw Yauw-cu tertawa hambar

“Bukankah sudah berulang kali pinto katakan bahwa kendati cuwi mengunakan cara apapun untuk mengolok olok diri pinto tidak akan berhasil kalian kobarkan hawa amarahku”.

Dalam pada itu Siauw Ling telah mengem-pos hawa murninya. kemudian berseru lan-tang!

“Tootiang, sekarang kau boleh turun tangan’

“Baik! tidak malu Siauw thayhiap disebut seorang enghiong, pinto akan turuti semua perintahmu!”

Senjata Hndtimnya diputar dan segera mem babat keatas batok kepala lawan.

Menyaksikan serat-serat Hud tim lawan mengembang bagaikan payung dan mengurung beberapa depa disekeliling tububnya, dalam hati Siauw Ling berpikir.

Rupanya untuk menhindari serangan Hud tim jaub lebih sulit dari pada untuk mengegos dari ancaman pedang…. aku harus lebih berhati bati….”

Kakinya melangkah kedepan, kemudian secara tiba-tlba bergeser dua depa kesamping, dengan suatu gaya yang manis ia berhasil menghindarkan diri dari ancaman lawan.

“Siauw.heng, aku rasa luas ruangan ini cuma beberapa tombak belaka, tidak leluasa bagi kita untuk bergebrak. Aku lihat lebih baik pertempuran ini tak usah diteruskan lebih janh.” kata Siauw Yauw-cu seraya tarik kembali senjata Hud-tim nya. Sianw Ling tertawa dingin. “Tootiang, rupanya kau hendak memaksa ayhe untuk turun tangan lebih dahulu. Nan berhati-hatilah.”

Tangan kanannya diayun, segulung desiran angin totokan segera meyambar kemuka. Kiranya dikala berbicara tadi, secara diam-diam Siauw Ling telah mempersiapkan sebuah serangan dengan ilrnu jari saktinya Siuw Loo Ci Kang.

Desiran angin tajam menderu-deru. diiringi serentetan cahaya tajam segera mengancam tubuh lawan.

Rupanya Siauw Yaow cn tidak menyangka dengan usia yang begitu muda Siauw Ling ternyata memiliki kesempurnaan ilmu silat yang luar biasa. Tatkala dia merasa betapa dahsyatnya ancaman ilmu jari lawan, desiran angin tajam tersebut sudah berada diha-dapan tubuhnya.

Bnru buru ia berkelit kesamping, meski demikian desiran angin pukulan yang menyambar lewat dari tubuhnya itu masih sempat melubangi jubah Siauw Yauw-cu dan meneruskan terjangan menghantam luar dari ruang perahu itu.

“Aduuhh…. mati aku!” jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang dari arah luar. seorang bocah lelaki berbaju hijau kena terhajar dan roboh binasa keatas tanah.

Kiranya serangan jari dari Siauw Ling yang menyambar keluar ruang perahu itu telah menghantam telak salah seorang bocah berbaju hijau yang mengiringi kedatangan Siauw Yauw-cu itu.

Air muka tosu tua itu kontan berubah he-bat, serunya, Ilmu jari Kiem Kong Cie yang memiliki Siauw thayhiap benar-benar luar biasa ilmu tersebut mernpakan kepandaian ketujuh dari pada tujuh puluh dua macam ilmu sakti Siauwlim Pay, entah secara bagaimana berhasil Siauw thayhiap pelajari!”

“Tooiiang, kau telah salah melihat. ilmu jari yang cayhe gunakan sama sekali bukan ilmu Kiem Kong Cie dari Siauwlim Pay.”

“Kecuali ilmu jari Kiem Kong Chie dari Siauwlim Pay, belum pernah cayhe dengnr kalau dalam dunia persilatan terdapat ilmu jari lalu yang demikian dahsyatnya.”

“Hmm! hal ini harus disalahkan mengapa pengetahuanmu piclk sekali….” Tukas Tu Kioe dari samping dengan nada sinis.”

Meskipun Siauw Yauw-cu mempunyal iman yang kuat, setelah dibina oleh kata-kata tersebut tak urung hawa gusarnya ber-kobar juga. Dengan penuh kemarahan teriak-nya.

“Bajingan yang tak tahn diri! cuwi seka-lian jangan anggap Koen cu kami terlalu menghargai dirimu lantas kami tak berani mengapa apakan kalian? Justru karena sayang pada bakat kalian maka kami coba menoloug kamu semua. Hmm apabila kalian berani mengobarkan kegusaran pinto…. lihat saja nanti, sampai dimanakah penderitaan yang bakal cuwi sekalian terima “

“Hey tosu bau bidung kerbau, apakah kau sudah mulai merasa bahwa kesempatanmu untuk membinasakan kami sekalian telah berlalu.” seru Soen Pnt-shia ketus.

“Mungkinkah karena otot kerbau yang membelenggu tubuh Soeu-heng telah putus, maka kau berani mengucapkan kata-kata semacam itu 7″

“Hey toosu bau hidung kerbau, aku sipengemis tua masib merasa yakin bahwa kepandaianku masib cukup untuk menghadapi dirimu. Walaupun pada saat ini tubuh Siauw tayhiap serta Tiong-chi Siang-ku terbelenggu oleh borgol emas, namun mereka masih punya kekuatan untuk melinduigi dirinya sendiri!”

“Heeeh hee…. hee…. seandainya pinto benar benar ada maksud membinasakan cuwi sekalian, tidak nanti pinto sudi bertarung dengan cuwi sekalian melalui ilmu silat,”

“Kalau tootiang mau tenggelamkan perahu panca warna ini, kami bersaudara pun ter-paksa harus pasrah pada nasib. hanya saja…. heeehh…. kamipun ingin mencari seseorang untuk teman kubur!” sambnng Tu Kioe dingin.

“Aku s pengemis tua mau cari Siauw Yauw tootiang saja.”

“Sedang kami sepasang pedagang dari Tiong-chiu lebih baik ditemani oleh beberapa orang bocah lelaki serta bocah perempuan ini saja.”

sedangkan Siauw Ling segera berkata, “Tootiang, terpaksa aku harus merepotkan diri tootiang untuk mengundang keluar Su Hay Koen-cu, katakan saja bahwa aku orang she Siauw sangat berharap bisa minta petunjuk dari ilmu silat koen-cu kalian.”

Air muka Siauw Yauw-cu berubah jadi hijau membesi, hawa napsu membunuh mu-lai menghiasi alisnya, jelas sang toosu yang Punya iman tebal Ini telah dibikin naik pi-tam oleh ejekan-ejekan serta olok-olokan lawan.

Terdengar ia tertawa dingin dan berseru, “Bilamana cuwi sekalian memang kepingin sekali menjajal cara pinto untuk membunuh orang. pinto pun tak bisa berbuat lain lagi. akan pinto kabulkan permintaan kalian.”

Mendadak Soen Put-shia mengebaskan pedang panjangnya. lalu berseru, “Tootiang setelah hari ini aku sipengemis tua berjumpa dengan dirimn aku rasa bila tootiang ingin meninggalkau tempat ini dalam keadaan arnan tenteram, lebih baik tundukkan dahulu diriku.”

Belum habis ia berkata, tiba-tiba tampak-lah seorang bocah berbaja hijau buru-buru lari masuk kedalam. kemudian membisikkan sesnatu disisi telinga Siauw Yauw-cu dan bum-buru berlalu lagi.

Meskipun Siauw Yauw cu berhasil menguasai ketenangan jiwanya, namun dalam pandangan Soen Put-shia yang mempunyai pengalaman sangat luas dalam dunia persilatan. secara lapat-lapat ia dapat menyaksi-kan bahwa kabar berita yang disampaikan bocab tersebut barusan pastilah bukan suatu kabar berita yang baik.

Dalam hati ia berpikir ; “Menggunakan kesempatan dikala pikiran-nya tidak tenang, kita harus menerjang keluar dari ruang perahu ini, kemudian kita paksa ia masuk kedalam ruangan. Dengan kerja sama Siauw Ling serta Tiong-chiu Siang-ku rasanya tidak terlalu sulit bagi kita uutuk merobohkan dirinya. Seaudainya kun-ci borgol emas itu berada disakunya. Siauw Ling serta Tiong-chiu Siang-ku segera akan bebas dari beienggu. Dalam keadaan seperti itu siapa yang perlu kita jerikan lagi?”

Berpikir akan hal itn, diam-diam ia mengempos tenaga, kemudian tanpa mengucap-kan sepatah katapun tubuhnya melayang keluar dan menerjang keluar dari ruangan pera hu itu.

Pedang yang berada ditangannya bersama-an waktunya pula diputar kencang membentuk selapis hawa pedang yang sangat tebal.

Siauw Yauw cu sadar akan bahaya yang mengancam dirinya, Hud-tim nya dikebas keluar terus menghantam tubuh Soen Put shia.

Tenaga serangan Hud tim yang membawa hawa lunak namun dahsyat itu benar-benar luar biasa sekali, pedang Soen Put Shia seketika terbendung didalam ruangan perahu.

Tatkala sang tosu tersebut melancarkan serangan menghadang jalan pergi dari Soen-Put shia ladi tubuhnyapun ikut bergerak maju kedepan, senjara Hud-tim nya seketika berge-rak dan melancarkan serangan kembali.

Socu Put-shia kebaskan pedangnya menyongsong datangnya serangan itu, dengan cepat mereka terlibat dalam suatu pertempuran yang amat seru.

Nampak cahaya pedang berkilanan memenuhi angkasa dan menciptakan cahaya keperak-perakan yang menyilaukan mata. angin serangan laksana gulungan ombak ditengah samudra menerjang, dan menggulung Siauw Yauw cu tiada hentinya.

Desiran angin serangan dari senjata menambah semaraknya suasana serat-serat halus senjata itu melebar dan mengurung kebawah bagaikan selapis awan hitam seketika cahaya keperak-perakan dari perak penge-mis tua itu terbendung tak sanggup maju lebih kedepan.

Dalam sekejap mata kedua orang itu sudah saling bergebrak hampir mencapai dua puluh gebrakaa

Namun kedua belah pihak sama-sama ber-tahan dengan seimbangan, siapapnn tak sanggup merobohkan lawannya, setiap kali Soen Put-shia bermaksud menerjang satu langkah lagi kedepan, setiap kali pnla ia dipaksa Siauw Yauw-cu untuk mundur kembali keposisinya semnla.

Selama berlangsungnya pertempuran itu Siauw Ling yang berada disisi kalangan secara diam-diam memperhatikan setuasi dika-langan. Ia temukan bahwasanya jurus serangan yang dimiliki Siauw Yanw-cu. dalam ilmu hudtimnya betul-betul luar biasa sekaii, seandainya Soeu Put-shia tidak lihay niscaya sejak semula tentu sudah terluka dibawah serangannya.

Kedua orang itu kembali bergebrak sebanyak puluhan jurus lagi, mendadak terdengar Siauw Yauw-cu membentak keras, jurus hudtimnya berubah dan gerakannya semakia aneb.

Dibawah pukulan yang ampuh dan dahsyat, Soen Put-shia kena didesak mundur dua langkah kebelakang.

Tiba-tiba Siauw Yauw cu merogoh kedalam sakunya mengambil keluar sebuah benda. Blum… tatkala benda tadi membentur lantai segera meledak dengan dahsyatnya.

Segumpal asap Putih yang tebal dengan cepat menyembur keseluruh ruangan hingga menghalangi pandangan mata orang.

“Cuwi sekalian cepat tutup seluruh pernapasan, jangan sampai menghisap asap be-racun itu,” teriak Soen Put-shia keraskeras.

Menggunakan kesempatau itulah Siauw Yauw-cu putar badan dan ngeloyor pergi dari sana.

Soen Put-shia tidak jadi panik, telapak tangan diayunkan keluar mengirim sebuah pukulan dabsyat.

Biummm! kembali sebuah bentrokan dahsyat menggema diangkasa, pintu ruangan yang baru saja dirapatkan SiauwYauw-cu segera terpental hancur termakan oleh serangan dari pengemis tua ini.

Sepasang telapak tangan Soen Put shia bergerak cepat, angin pukulan menderu-deru, dalam sekejap mata asap putih yang memenuhi seluruh ruangan tadi berhasil dibuyar-kan sama sekali.

Menanti asap putih tadi sudah kena dibu-yarkan sama sekali. Sang Pat menghembus-kan napasnya panjang. serunya, “Sungguh tak nyana sitoosu tua hidung kerbau itu bisa – bisanya menggunakan obat pemabok dari kalangan paling rendah untuk membokong perbuatannya betul-betul terkutuk!”

Soen Put-shia termenung berpikir sejenak lalu menjawab, “Aku sipengemis tua telah menghisap be-berapa kali sedotan asap putih tadi, namun aku rasa asap tadi tidak mirip dengan obat pemabok atau sebangsanya.”

“Tidak mirip obat pemabok??”

“Tidak salah, bau asap tadi rada sedikit wangi. Menurut pengalaman yang aku mi-liki, setiap obat pemabok maka bau harum-nya tentu tebal dan menusuk hidung sekali.”

“Bukan obat pemabuk? Waaah…. kejadian ini rada aneh.”

“Mungkin saja benda itu merupakan sebuah benda yang jauh lebih keji. tapi yang jelas asap tadi bukanlah obat pemabuk.”

“Perduli benda apakah itu, yang jelas pastilah bukan benda baik. Sitoosu hidung kerbau itu buru-buru berlalu, aku lihat hal ini bukanlah disebabkan ia jeri atas ilmu silat dari looeianpwe atau toako kami. pastilah di tempat luaran telah terjadi snatu peristiwa yang serius, mengapa kita tidak mengguna-kan kesempatan yang sangat baik ini untuk menerjang keluar dari sini?”

“Aku rasa mereka tentu sudah adakan persiapan!”

“Biarlah cayhe yang buka jalan, ingin ku-coba sampai dimanakah keiihayan mereka,” seru Tu Kioe seraya melangkah keluar dengan tindakan lebar.

‘Bila kita buang waktu sedetik, make persiapan mereka akan lebih kuat selapis.” sam bung Sang Pat. “Seandainya kita terjang keluar pada saat ini juga. mungkin kita bisa pukul mereka sampai kocar-kacir.”

“Aku takut apa yang bakal terjadi jauh dari dugaan kalian berdua,” sela Soen Put shia. “Namun, memang lebih baik lagi kalau kita coba-coba untuk menengoknya.”

Dengan mengikuti dibelakang Tu Kioe. si pengemis tua itupun berjalan keluar dari ruangan.

Demikianlah dibawah pimpinan Tu Kioe yang berada dipaling depan, para jago segera menerjang keluar dari ruang perahu. Tetapi baru saja mereka berbelok pada sebuah tikungan, dari arah depan segera berkuman-dang datang suara bentakan nyaring dari seorang gadis, “Berhenti!”

Bersamaan dengan bentakan tersebut, dari balik tikungan lambat-lambat berjalan keluar seorang dara berbaju hijau. diatas tangan si dara tersebut mencekal sebuah benda hitam berbentuk bulat panjang bagaikan tongkat dimana moncong tongkat tersebut diarahkan kepada para jago.

“Didalam tebing besi itu. berisikan cairan racun yang ganas sekali.” Terdengar ia berseru. “Apabila cuwi sekalian berkeras kepala ingin menerjang keluar juga. jangan salahkan kalau budak akan menggunakan benda ini untuk menghadapi kalian.”

Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dari balik tikungan kembali muncul dua orang dara berbaju hijau, ditangan dayang-dayang itupun mencekal pula sebuah tabung besi yang tiada berbeda sama sekali dengan tabung besi yang berada ditangan dara pertama kali tadi,

Sementara itu jarak antara Tu Kioe dengan dara perbaju hijau itu cuma terpaut enam tujuh depa belaka, sementara ia hendak menerjang kedepan dengan gerakan secepat kilat. tampaklah Soen Put Snia maju selangkah kedepan melampaui tubuh Tu Kioe dan menghalangi jalan perginya.

“Jangan bertindak gegabah!” bisiknya lirih.

Perlahan lahan ia angkat kepala memandang tiga dara tersebut, lalu berkata, “Sungguhkah perkataan kalian itu? aku si pengemis tua kok rada merasa kurang percaya.”

“Justru Siauw Yauw toatiang takut cuwi sekalian tidak mempercayai atas perkataan kami. maka dari itu sengaja kami diperintahkan untuk mendemontrasikan kelihayan dari tabung besi ini dihadapan cuwi sekalian” sahut berbaju hijau itu.

“Bawa kemari bajingan yang telah dija-tuhi hukuman mati itu’” teriak dara tersebut.

Dua orang bocah berbaju hijau segera munculkan diri dari balik tikungan sambil menggusurkan seorang lelaki kekar berbaju ring-kas.

Terdengar para berbaju hijau itu berkata: “Berhubung orang itu berani membangkang perintah yang dikeluarkan Koencu kami maka ia dijatuhi hukuman mati, kami akan menggunakan dia sebagai kelinci percobaan! Nah saksikanlah dengan seksama.

Dua orang bacah berbaju hijau itu segera mendorong tubuh lelaki kekar berpakaian ringkas tadi kehadapan dara tersebut, setelah itu ia membebaskan jalan darahnya yang ter totok dan cepat-cepat mundur kebelakang.

Dara berbaju hijau tadi dengan gerakan yang paling cepat segera angkat tabung besi. tersebut dan didorong tepat mengarah lelaki tersebut

Berpuluh-puluh rentetan putih bagaikan pancuran menyemprot tubuh lelaki itu daa dengan telak menghajar tubuhnya.

Sementara itu lelaki kekar tadi baru saja berhasil membebaskan tubuhnya dari penga-ruh totokan, sebelum ia bertindak sesuatu berpuluh-puluh rentetan semprotan berwarna putih itu sudah menyambar tiba.

Ia menjerit kesakitan dan lari dua lang-kah kedepan. namun akhirnya lelaki itu terjungkal mati binasa.

“Ooooow…. cairan racun yang sangat lihay,” bisik Soen Put-shia dengan penuh kaget.

Dalam beberapa saat saja mayat lelaki tadi sudah berubah jadi hijau kebiru-biruan, kemudian menghitam dan akhirnya membusuk.

Dara berbaju hijau Itu melirik sekejap wajah Soen Put-shia sekalian, kemudian berkata

“Setelah cuwi sekalian menyaksikan sen-diri kehebatan cairan beracun itu, rasanya kamu tentu mengerti bukan bahwasanya apa yang budak ucapkan bukanlah gertak sambal belaka, apabila cuwi sekalian merasa yakin babwa ilmu silat yang kalian miliki amat lihay dan mampu untuk menghadapi semprot-an air beracun ini silahkan Cuwi mulai ber-gerak.”

Selesai berkata bersama-sama dua orang dara berbaju bijau serta dua orang orang bocah berbaju hijau lainnya sama-sama mengundurkan diri dari tempat itu.

Menanti beberapa orang itu telah berlalu Siauw Ling geleng kepala dan berkata, “Semprotan air racun yang dipancarkan dari tiga buah tabung besi bagaikan hujan gerimis memenuhi seluruh angkasa, kendati ilmu silat yang kita miliki jauh lebih lihay pun, rasanya sulit untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.”

“Jalan ini tidak mnngkin bila ditembusi lagi, lebih baik kita mundur dulu kedalam ruangan dan mencari akal lain.” Soen Put-shia mengusulkan.

“Hmm!” Tu Kioe mendengus dingin. “Hidung kerbau itu betul-betul keji sekali, bila dikemudian hari ia terjatuh ketangan aku si Tn Loo-jie, tidak nanti kuampuni selembar jiwanya.”

Sedangkan Sang Pat bergumam sendirian.

“Seandainya kita melepaskan senjata raha-sia secara berbareng dan didalam sekali gebrakan berhasil merobohkan ketiga orang dara tersebut bukankah dengan sangat mudah kita berhasil menerjang keluar dari sini?”

“Rupanya mereka sudah mengadakan persiapan ditempat ini.” kata sang pengemis. “Oleh karena ltuu gadis-gadis tadi bersembunyi dibalik tikungan, sekalipun kita memiliki senjata rahasia yang paling jitupun belum tentu berhasil merobohkan mereka bertiga!”

“Seandainya lorong yang mereka jaga cuma satu tempat ini saja. cayhe punya satu akal untuk menghadapi lawan”. “Apakah akalmu itu?”

“Dengan menempuh bahaya siauwtee akan munculkan diri memancing kehadiran mereka, menggunakan kesempatan yang baik ini-lah toako lepaskan senjata rahasia untuk ro-bohkan mereka semua”.

“Apakah sandara ingin menggunakan tubuhmu sebagai umpan untuk ajak ketiga orang gadis itu gugur bersama??”

“Haaaaaa…. haaaaa…. seandainya siasatku Ini bisa dilaksanakan. tentu saja jauh lebih baik keadaannya daripada kita berempat sama-sama terjungkal ditempat ini.”

Soen Put-shia kembali geleng kepala.

“Apabila dugaan aku sipengemis tua tidak salah Siauw Yauw-cu tidak nanti melepaskan kita dengan lega hati, aku rasa penjagaan yang telah dipersiapkan bukan ditempat Ini saja.”

Tu Kioe mengeluarkan tangannya menge-tuk dinding rnangan, lain berkata, “Dinding ruangan ini terbuat dari bahan kayu, mengapa kita jebol dinding dan menerjang keluar dari sini?”

“Bagus sekali! Caramu Ini memang tidak jelek. Pada saat ini mereka Sudah pertingkat rasa waspada serta penjagaannya, terkurung terus ditempat ini bukanlah suatu tindakan yang tepat….” Tiba-tiba terdengar suara ben trokan yang sangat dahsyat berkumandang datang, disusul terjadinya goucangan yang amat keras diseluruh tubuh perahu itu.

“Aaaaaari sekarang akn tahu!” teriak Sang Pat.” Si too su tua hidung kerbau itu berla-lu dengan tergopoh-gopoh. rupanya ada musuh tangguh yang datang mencari setori!”

Mendadak Soen Put shia mengebaskan pedang panjangnya, sementara tangan kirinya menyambar sebuah meja. katanya.

“Seandainya betul-betul ada musuh tangguh yang datang mencari satroni dengan pihak hidung kerbau itu, inilah kesempatan yang paling baik bagi kita untuk menerjang keluar dari sini”.

“Loociaopwee. apakah kau hendak menggunakan meja tersebut sebagai tameng untuk menahan semprotau air beracun dari mereka?” tanya Siauw Ling cepat.

“Aku memang ada maksud demikian “

“Bagus sekali! dengan adanya meja tersebut sebagai tameng maka semprotan air racun merekapun bisa terbendung dan harapan untuk. berhasil pun jauh lebih besar. Cayhe akan turun tangan bersama-sama cianpwe!”

“Tidak usah…. tidak usah…. tubuhmn masih diborgoi rantai emas, gerak gerikmu tentu kurang leluasa. Lagipula beberapa orang bocah lelaki dan bocah perempuan itupun belum merupakan tandingan dari aku sipengemis tua Yang kita takuti bukan lain adalah semprotan air beracunnya, asal air racun itu bisa terbendnng rasanya, dengan kekuatan aku sipengemis tua sanggup untuk menghadapi mereka”.

“Tapi…. mana boleh kami biarkan loocian pwe menempuh bahaya seorang diri!”

“Ha ha ha ha seandainya kalian tidak datang mungkin sejak semula nyawa dari aku si pengemis tua sudah melayang….”

Ia merandek sejenak, lalu melanjutkan: “Aku berharap kalian bertiga suka menaati lebih dahulu disini, nantikanlah kabar baik dariku I”

Seraya berkata ia angkat meja tersebut sebagai tameng dan mencekal erat erat pedangnya ditangan kanan lalu maju kedepan dengan langkah lebar.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar