Po Kiam Kim Tjee Jilid 24

Jilid 24

MENDENGAR ITU, Tiat Pweelek mendongak.

"Yo Kian Tong yang antar Siauw Hong, itulah baik" ia kata. "Cuma aku pikir, kalau kau sendiri yang antar ia, barulah hati semua orang menjadi tetap. "

Bouw Pek tertegun mendengar itu, tetapi setelah berpikir, ia geleng kepala.

"Aku tidak bisa turut Siauw Hong" ia kata. "Memang mengingat kebaikannya, aku mesti antar ia, tetapi aku masih ada urusan maka aku kuatir diliari ia berangkat urusanku masih belum selesai"

Mendengar itu Tiat Siauw Pweelek bersenyum.

"Bouw Pek, aku dapat dengar apa yang kau pikir dalam hatimu" ia kata. "Kau tentu hendak tunggu putusan perkaranya Siauw Hong keluar dan Siauw Hong berangkat lantas kau hendak satroni Oey Kie Pok. Benarkah begitu?" Wajahnya Bouw Pek berubah sedikit, tetapi dihadapan pangeran itu ia tidak mau mengaku. Ia coba tertawa.

"Bukan, bukan" demikian sangkalannya. "Buat hadapi Kie Pok, kenapa aku mesti menunggu begitu lama, kenapa aku mesti tunggu berangkatnya Siauw Hong?"

Tetapi Siauw hong jiaum bersenyum terus.

"Sudah, aku sudah ketahui!" kata ia. "Kau sekarang sedang menahan sabar menunggu putusan perkaranya Siauw Hong, setelah itu kau mau cari Kie Pok. Kie Pok sekarang setiap hari dengan rajin berlatih ilmunya menggunai gaetan hok-chiu kauw, guna nanti layani kau. Aku tahu, sakit hati diantara kau berdua memang sukar dibereskan secara damai. Aku juga ketahui perbuatan Oey Kie Pok selama ini melewati batas, aku ingin ada orang yang berikan hajaran padanya. Cuma kau harus pikir masak2, kau sebenarnya tidak harus ladeni dia. Kau masih muda, hari kemudian kau penuh harapan Kie

Pok itu orang macam apa? Ia melulu andalkan uangnya, lain tidak! Maka aku pikir baik kau sabar terus dan lebih utamakan hari kemudianmu"

Bouw Pek kagumi pangeran ini yang pikiranya luas, ucapan siapa bikin hatinya tergerak.

"Benar2 Tiat Siauw Pweelek sayangi aku" ia pikir. "Memang tidak ada harganya buat layani Oey Kie Pok. Cuma selama Oey Kie Pok belum disingkirkan, selama itu juga Tek Siauw Hong tidak akan merasai hari2 yang aman, dan selama Oey Kie Pok masih hidup, kota raja ini terus diancam bencana. Siapa tahu, berapa banyak orang lagi yang akan jadi korban kejahatannya?"

Kendati ia berpikir demikian, Bouw Pek toh tidak utarakan itu, ia hanya kata ia mau coba bersabar. Kemudian sesudah bicara lagi sekian lama ia berbangkit untuk pamitan.

"Buat kedatanganmu ini, aku sebenarnya hendak adakan perjamuan" kata Tiat Pweelek, "hanya karena ada urusannya Tek Siauw Hong, aku telah tunda itu. Mana kita bisa bersenang-senang? Tapi sekarang lain, putusan sudah keluar, maka mari kita dahar sama2, supaya kita bisa bicara lebih lama. Ini bukannya perjamuan, perjamuan itu, kita mesti tunggu lagi satu atau dua tahun, setelah nanti Siauw Hong kembali dari sin kiang, waktu itu pasti aku akan jamu kau orang segara besar2an !"

Melihat kebaikannya tuan rumah. Bouw Pek berduduk pula, tidak berani tampik itu. Tapi mendengar ucapannya pangeran itu... "lagi satu atau dua tahun. " ia jadi berpikir.

"Sekarang ini belum ada satu tahun, perkara telah datang saling menyusul, maka selewatnya satu atau dua tahun kemudian, entah apa yang akan terjadi lebih jauh

Tapi juga pikiran ini ia tidak mau utarakan.

Tiat Pweelek bicara pula sebentar, lantas minta Bouw Pek duduk menantikan, ia sendiri bertindak kedalam sampai sekian lama baru ia keluar pula, sekarang seorang kacung ikuti ia, tangannya kacung itu membawa dua batang pedang yang terbungkus kain merah.

Didepan si anak muda, Tiat Siauw Pweelek buka bungkusan kedua pedang itu yang ia hunus, akan kasi lihat pada tamunya.

"Dua pedang ini adalah senjata yang tersohor. Aku pernah minta pertolongan ahli2, akan memeriksa, dan mereka bilang pedang2 semacam ini sukar didapatkan. Apabila dipadu dengan yang duluan aku kasikan padamu, kedua pedang ini jauh lebih baik"

Pangeran Boan ini bicara dengan air muka terang, dengan senyuman.

Dengan hati2 Bouw Pek periksa kedua pedang itu, bagian tajamnya berwarna hijau gelap, bagian tubuhnya ditabur dengan tujuh bintang emas. Itulah benar2 pedang tua yang berharga. Tapi berbareng dengan ini ia tunduk sambil berpikir. Karena Tiat Pweelek sebut2 pedang persenannya yang dahulu, mengingatkan ia pada riwayatnya waktu itu. Sang pedang bikin ia berkenalan dengan Beng Su Ciauw dan yang akhirnya ternyata menyedihkan.

Tiat Pweelek heran melihat orang diam saja dan seperti berduka, lantas ia dapat menduga sebabnya. Maka ia lantas suruh kacungnya bawa kedua pedang itu buat disimpan dan Tek Lok diperintah lekas sajikan barang hidangan.

Tidak antara lama, arak dan makanan sudah teratur rapi diatas meja.

"Mari kita minum " berkata tuan rumah yang hendak hiburkan tamunya. Dan ia ]alu bicarakan urusannya Siauw Hong, yang kemudian menjurus pada halnya si pemuda sendiri.

"Kalau kau tetap tidak mau antar Siauw Hong, baik kau tinggal bersama aku disini" kata orang bangsawan itu akhirnya. "Setiap hari aku nanti hadiahkan kau dua ratus tail perak, aku percaya jumlah itu cukup buat kau gunai untuk segala keperluanmu. Kau harus mengerti, meski begini aku tidak ingin kau menjadi cinteng atau pahlawanku, aku akan tetap pandang kau sebagai tamuku"

"Apa yang jadi keinginanku adalah agar kita berdua setiap waktu bisa berada bersama, supaya aku bisa sering2 minta pelajaran tipu2 silat darimu. Hal itu akan bikin aku girang sekali"

Lie Bouw Pek berterima kasih buat kebaikannya pweelek ini, tetapi ia kata:

"Jie-ya sangat baik terhadap aku, budi kau tidak nanti aku lupakan. Mengenai keberangkatannya Tek Siauw Hong, aku tidak kuatirkan suatu apa, karena ia sudah dapatkan bantuannya Yo Kian Tong dan Sun Ceng Lee. Aku juga merasa bertetap hati buat keluarganya Siauw Hong, lantaran di sana ada Siu lian yang melindungi. Maka itu aku telah pikir, seberangkatnya Siauw Hong nanti, akupun niat pergi ke Kanglam akan sambangi pehhu Kang Lam Hoo. Nanti saja, sekembalinya ia dari Kanglam, aku tinggal bersama Jieya disini" 

Tiat Siauw Pweelek manggut2.

"Tentang jago tua Kang Lam Hoo aku pernah dengar banyak" ia berkala, "selama beberapa puluh tahun hingga kini, ia adalah jago Kamlam yang tidak ada tandingannya. ia adalah orang yang aku sangat kagumi. Tapi aku tidak pernah dengar yang ia pernah datang ke Utara, ia pasti sudah berusia sangat tinggi, jangan2 ia sudah tidak ada didalam dunia ini, dari itu aku kuatir di Kanglam kau tidak akan dapat ketemui dia. "

"Tapi aku percaya bahwa aku akan dapat jumpai dia." Lie Bouw Pek bilang. "Ketika dahulu aku baru berumur delapan tahun, ayah dan ibuku telah menutup mata karena serangan penyakit, adalah ia yang tolong aku. Pehhu Kang Lam Hoo adalah saudara angkat almarhum ayahku Hong Kiat, sesudah ia tolong urus dan kubur jenazah orang tuaku, ia bawa aku ke Utara, dimana aku diserahkan pada pamanku untuk dipiara, ia sendiri berangkat terus. Kemudian almarhum guruku Kie Kong Kiat datang ke Lamkiong untuk mengajar silat. Sebenarnya kedatangan guruku itu adalah untuk memenuhi keinginan pehhu Kang Lam Hoo, supaya ia bisa didik aku. Maka itu, ayah dan ibu adalah yang lahirkan aku, tetapi orang yang didik aku adalah pehhu seorang. Sejak berpisah dari pehhu Kang Lam Hoo, sampai sekatang ini sudah dua puluh tahun, bila nanti kami saling bertemu, bisa jadi ia sudah tidak mengenali aku, begitupun aku. Toh aku berniat pergi kesana, kesatu guna cari dan sambangi pehhu dan kedua buat sekalian pesiar. Kanglam punya banyak tempat yang indah dan tersohor."

Dimulutnya, Bouw Pek mengucap demikian, didalam hatinya, dengan likat sendirinya, ia berpikir. "Dahulu aku mau pergi ke Kanglam, maksud itu terhalang karena aku tidak punya uang. Sekarang uang ada kendati juga uangnya Tek Siauw Hong apa mau disini aku telah terbitkan lelakon, sakit hatiku belum terbalas, hingga aku tidak tahu, disini aku akan terbinasa

atau beruntung panjang umur. Maka itu bagaimana aku bisa pastikan bahwa aku bisa pesiar ke Kanglam? "

Siauw-hong-jiam urut2 kumisnya apabila ia dengar pengutaraan itu.

"Baiklah" kata ia setelah berpikir, sampai manggut. "Dengan pergi ke Kanglam kau pasti peroleh pengalaman. Nanti, sesudah balik dari Selatan, kau kemudian bersama aku disini" Lantas tuan rumah undang tamunya keringi cawan arak. Ia tidak menjadi tidak senang kendati orang telah tampik undangannya. Tapi justeru sikap laki2 ini yang bikin Bouw Pek tambah2 berterima kasih pada orang bangsawan Boan ini.

Tiat Pweelek telah omong banyak, arak pun ia tenggak tidak kurang banyaknya, tetapi Lie Bouw Pek bisa kendalikan diri dengan minum berbatas, karena ia tahu ia masih berkewajiban melindungi Tek Siauw Hong dan mesti hadapi Oey Kie Pok.

Sehingga waktunya api dipasang, baru Bouw Pek berbangkit untuk pamitan dari tuan rumah, pada siapa ia telah haturkan terima kasih. Cuaca remeng2. Didepan istana Hok Cu si kusir tidak kelihatan.

"Kemana ia pergi ?" ia tanya pengawal pintu. "Ia pergi dahar nasi" sahut orang yang ditanya. Mendengar begitu, Bauw Pek tertawa.

"Aku lupa!" pikir ia. "Hok Cu turut aku seharian, ia menunggui lama disini dan aku tidak keluar" tidak heran apabila ia kelaparan"

Lantas ia berdiri menunggu disamping kereta.

Tidak lama kemudian Hok Cu muncul sambil tertawa. "Maafkan aku toaya" kata ia. "Barusan aku pergi kewarung

nasi ditimur sana akan dahar nasi"

"Tidak apa" sahut pemuda ini sambil bersenyum. "Aku justeru yang mesti minta maaf darimu, karena kau telah mesti menantikan lama sekali"

"Itulah tidak mestinya toaya. Sebagai kusir, aku tidak boleh takut akan menunggu lama. Dahulupun sering aku ikut looya pelesiran dan menunggu lama, malah pernah ia keluar pagi dan sampai tengah malam baru pulang. "

Lantas ia rapikan keretanya dan silahkan Bouw Pek naik.

Perkataannya si kusir barusan hal looyanya suka pelesiran bikin ia ingat riwayatnya sendiri ketika untuk pertama kali ikut Siauw Hong kerumah pelesiran dimana akhirnya ia bersobat dengan Siam Nio.... Hok Cu larikan keretanya dengan menerbitkan suara roda yang ramai, karena jalanan jelek. Tanpo kereta sampai di Pak Kio, baru saja mau menikung kejurusan selatan, mendadak Hok Sin Cu menjerit karena kaget dan kemudian terus menanya: "Siapa"

Roda kereta berhenti dengan segera.

Pertanyaan itu dapat jawaban dari beberapa batang anak panah yang menyambar tenda kereta.

Ketika Lie Bouw Pek ketahui adanya serangan gelap itu. ia kasi dengar tertawa menyindir, karena ia sangat mendongkol.

"Bagus!" ia berseru "Rupanya Oey Kie Pok sudah tidak tahan sabar, maka ia telah mendahului cari aku!"

Dengan hati2 pemuda ini turun dari keretanya jok kereta ia tarik, ia suruh Hok Cu sembunyi didalam kereta itu. ia pasang mata kejurusan dari mana serangan datang. Ditepi jalan ia lihat ada berdiri belasan orang, diantaranya kelihatan golok dan pedang yang berkeretan. Lagi beberapa anak panah. panah tangan datang menyambar, tetapi dengan jok keret. Bouw Pek luputkan diri dari senjata itu. Serangan ini bikin ia gusar, maka kendati ia tidak bekal senjata, dengan tidak jerih sedikitpun ia lari memburu ketepi jalan itu, jok kereta ia jadikan tameng.

"Apa kau kawanan begal? Kenapa berani pegat kereta ditengah jalan? Apa kau orang2 suruhannya Oey Kie pok?" demikian ia menegor.

Tegoran itu tidak dapat jawaban mulut melainkan jawaban senjata.

Dua orang yang bersenjata tumbak tiga orang yang pegang golok dan beberapa orang lain bergegaman toya sudah maju menyerang. Dua penyerang yang bersenjata tumbak dengan saling susul telah maju dimuka.

Selagi senjata musuh hendak mengenainya, dengan tangan kiri yang pegang jok ia lindungi diri, tangan kanannya ia ulur akan sambar senjata musuh itu, tubuhnya lompat maju dengan nyamping sedikit. Ia gesit dan gagah, sambarannya berhasil ma ka hanya dengan satu gerakan ia bisa rampas tumbak musuh. Sekarang ia punya senjata, maka ia lempar joknya, dengan cekal tumbak ia segera balas menyerang!

Pihak penyerang tidak mundur, bahkan mengurung, senjata mereka turun dengan bergantian atau berbareng.

Bouw Pek melayani sampat sepuluh jurus lebih, ia dapat lukai dua musuhnya, atas mana tiga belas orang musuh yang lain jadi keder, antaranya ada yang berteriak: "Lekas lari, Lekas lari!"

Sebagai kesudahan beberapa orang menyusul angkat kaki...

Bouw Pek mengejar, lagi seorang musuh ia bikin rubuh, adalah setelah datang serangan anak panah terpaksa ia berhenti menguber.

Tiga musuh maju pula, kapan mereka lihat pemuda ini diam. Mereka masing2 bersenjata golok dan toya. Yang pegang golok dua orang Mereka menyerang dengan lantas.

Bouw Pek masih gusar, ia sambut serangan itu dan terus mendesak, disaat hendak merubuhkan musuh2nya, dari kejauhan kelihatan mendatangi beberapa penunggang kuda, yang oidepan membawa lentera besar.

"Ada pembesar negeri! Ada pembesar negen!" berteriak tiga penjahat itu yang terus saja lempar senjatanya dan kabur, mulut mereka masih berteriak berulang2, rupanya sebagai tanda bagi kawan mereka.

Bouw Pek mengerti bahaya, iapun lemparkan tumbaknya, ia lari kekereta dan loncat naik keatas itu.

"Lekas larikan kereta kita!" ia berkata pada Hok Cu.

Kusir itu terkena anak panah pada pahanya, sakitnya bukan main kendati anak panah itu ia sudah cabut, tapi karena Bouw Pek perintah ia, dengan menahan sakit ia keprak kudanya buat larikan keretanya. Melewati Pak Sin Kio, kereta ditujukan langsung kearah selatan, selagi mendekati Sam tiauw Hotong, Tong Supay-lauw, beberapa penunggang kuda dibelakang yang mengejar hampir dapat menyandak.

Nyata hamba2 negeri itu adalah orang2 nya Kiu bun Teetok. Bouw Pek perintah Hok Cu tahan keretanya, ia tunggu sampai orang datang dekat lantas tongolkan diri. Ia bisa unjuk roman menang.

"Kenapa kau lari?" hamba negeri menegor "Apa kau yang melukai beberapa orang di tengah jalan itu?"

"Tidak" Bouw Pek meyyahut sambil geleng kepala "Aku tidak tahu siapa yang luka. Aku orang she Lie, namaku Bouw Pek, aku tinggal di Tong-su Sam-tiauw dirumah keluarga Tek. Baru saja aku kembali dari istananya Tiat Siauw Pweelek, dimana pweelek undang aku bersantap. Ini juga sebabnya kenapa aku pulang malam. Di Pak Sin Kio aku lihat beberapa orang berkelahi, mereka gunai juga panah tangan, maka kusirku telah kena panah nyasar pada pahanya. Karena tidak mau dapat perkara, aku perintah kusirku larikan kereta ini untuk menyingkir dari orang2 yang sedang berkelahi itu. Coba kau orang lihat, dikeretaku ini ada tumbak atau tidak! Atau kau boleh pergi ke Pweelekhu akan tanya Tiat Siauw Pweelek, ketika aku berkunjung padanya aku bawa senjata atau tidak"

Sebenarnya hamba2 teetok itu berniat bawa Bouw Pek kekantor, tetapi ketika mereka dengar disebutnya nama Tiat Siauw Pweelek, hati mereka jadi ciut dan pikiran mereka berubah. Mereka tidak berani lancang, mereka lantas berdamai. Satu diantaranya yang bawa lentera mendekati kereta dan memeriksa dalamnya. Ia lihat pemuda kita  bersikap tenang. Karena tiada jalan untuk menangkapnya, dengan mendongkol ia berkata:

"Lie Bouw Pek, kau benar cerdik! Apa pekerjaanmu, kita semua tahu! Sekarang kau boleh teruskan perjalananmu, tetapi besok, bila antara yang terluka ada yang binasa, kau bisa cari kau! Kau tentu tidak bisa menyingkir dari Pakkhia!"

Mendengar demikian Bouw Pek jadi gusar.

"Kurang ajar!" ia berseru "Dijalan besar ada orang berkelahi, bukannya kaucari sipenyerang, kau justeru ganggu aku yang sedang lewai! Aya begini macam kewajibannya hamba negeri? Baik, aku nanti minta Tiat Jie-ya pergi tegor Teetok Tayjin, apa begini mesiinya kelakuan hamba negeri !" "Apa? Kau berani melawan?" membentak hamba negeri yang gusar, Bawa ia pergi!"

Tetapi seorang hamba lain cegah kawannya itu. "Sudah, kau pergilah!" kata hamba ini pada Bouw Pek.

Karena Bouw Pek tidak ingin meladeni mereka itu, ia suruh Hok Cu jalankan keretanya akan pulang. Sesampainya dirumah ia suruh Siu Jie ambil obat luka buat Hok Cu, agar ia ini mengobati lukanya.

Tidak lama kemudian Siu Jie telah kembali.

"Apa telah terjadi ditengah jalan ia tanya Bouw Pek. Siapa yang lukai Hok Cu?"

Tapi Bouw Pek sedang mendongkol, ia tidak mau menjawab.

"pergi kau keluar" ia menitah. Ia duduk seorang diri, pikirannya kerja keras. Sukar buat ia untuk tenangkan diri. ia pikir : "Ini tentu perbuatannya Oey Kie Pok! Rupanya ia telah dengar putusan perkaranya Tek Siauw Hong dan ia tidak puas, yang Siauw Hong tidak dihukum mati, maka sekarang ia limpahkan kemarahannya kepadaku, yang ia tahu masih berada dikota raja ! Ia sangat jahat, ia ingin aku binasa! Terang ia tahu aku telah pergi pada Tiat Pweelek, maka ia kirim belasan orang akan pegat aku di Pak Sin Kio, karena ia tahu belasan orang itu bukan tandinganku ia perintah bokong aku dengan panah! Tidak begitu saja, ia tentu sudah mengatur lebih dahulu dengan hamba2 negeri itu, supaya mereka datang disaat yang tepat, guna pergoki aku! Kalau tidak, kenapa lama2 itu lantas kejar aku dan bukannya mereka periksa dahulu orang2 yang luka? Oey Kie Pok sudah pikir, ia akan tidak berhasil memegat aku, ia mau gunai pengaruh pembesar negeri akan bekuk aku! Syukur aku dapat akal, kalau tidak pastilah kembali aku akan meringkuk dalam kamar tahanan. "

Memikir sampai disini Bouw Pek jadi makin mendongkol. "Apapun akan terjadi, aku mesti hajar Oey Kie Pok" kata ia

dalam hatinya. "Untuk kebaikannya penduduk Pakkhia ia mesti disingkirkan". Karena kejadian ini, malam itu Byuw Pek tidak bisa tidur pulas sekejabpun.

Mulai esoknya ia berlaku siap waspada, kalau ia keluar ia tidak lupakan pedangnya.

Hok Cu mesti rawat lukanya sehingga selengah bulan, baru sembuh betul.

Tapi selanjutnya tidak ada kejadian apa juga.

HARI ITU ADALAH PERTENGAHAN bulan enam, selagi hawa udara sangat panas diterima kabar, bahwa Tek Siauw Hong bersama Pek Siewie hendak diberangkatkan ketempat pembuangan di Sinkiang, hari ketetapannya adalah lusa.

Lie Bouw Pek, mendongkol bukan main, apabila ia dengar warta itu.

"Hawa udara sedang sangat panasnya dan perantaian mau diberangkatkan ketempat hukuman, apa itu bukan seperti hendak bikin orang mampus kepanasan ditengah jalan?" pikir ia dengan sengit.

Lantas Lie Bouw Pek pergi ke Pweelekhu untuk menemui Tiat Siauw Pweelek, dengan harapan pangeran Boan itu bisa dayakan agar hari atau waktu keberangkatan bisa ditunda dan dirubah sampai nanti musim ketiga. Tapi orang bangsawan itu menerangkan padanya

"Hari keberangkatan yang sudah ditetapkan tidak bisa diubah lagi, kecuali jikalau Tek Siauw Hong sakit. Menurut aku, lebih baik Siauw Hong berangkat sekarang, karena apabila ia berdiam terus dalam penjara ia akan menderita hebat sebab gangguan antik dan kutu busuk dan pikirannya terus pepat. Hawa didalam penjara juga panas sekali. Orang2 polisi yang antar ia manusia juga, hawa panas demikian pun akan dirasakan oleh mereka, mereka pasti cari tempat yang teduh untuk mengaso. Kau tahu, apabila kejadian orang perantaian binasa ditengah perjalanan karena gangguan hawa panas, mereka sendiri pasti akan mengalami kejadian tidak enak"

Bouw Pek bisa berpikir, ia anggap keterangan pweelek ini beralasan maka ia tidak mau mendesak, ia lain pamitan akan pergi kekantor Hengpou, akan tengok Siauw Hong didalam penjara. Ia ingin dengar ptkirannya sahabat itu. Tapi sekali ini, beda dengan dulu2, pembesar penjara tidak mengijinkan ia menengok sahabat itu, sebab tanggal keberangkatannya sudah ditetapkan, maka terpaksa ia pergi kerumah piauwceknya Kie Cusu, akan minta perantaraannya paman ini

Kie Thian Sin kirim hambanya pergi kepenjara akan menemui Tek Siauw Hong, akan tanya pikirannya orang Boan ini. Hamba itu kembali dengan bawa jawabannya Siauw Hong. Kie Cusu sampaikan jawaban itu kepada keponakannya.

"Aku telah kirim orang menemui Tek Siauw Hong" demikian katanya "nyata Siauw Hong, suka lakukan perjalanan jauh, malah ia pesan dihari ia berangkat ia minta supaya jangan ada orang, sanak atau sahabat yang mengantarnya, cukup asal disediakan uang guna keperluan ditengah jalan atau ditempat pembuangan."

Mendengar kabar itu Bouw Pek jadi berduka. Ia lekas pulang akan menyampaikan kabar dan beri keterangan pada Tek Naynay, siapa telah menangis sebab berdukanya.

Selagi nyonya Tek buka kopernya akan keluarkan uang simpanannya. Bouw Pek sendiri ambil buku uang dan perintah orang pergi ke cian-chong akan tukar itu dengan uang tunai. Ia telah dapat kumpul sejumlahnya dua ribu lima ratus tail perak. Ia tahu seorang perantaian tidak boleh bawa jumlah uang yang besar, bahwa itu pun berbahaya dalam perjalan, dari itu Boyw Pek pergi pada Khu Khong Ciauw

Bouw Pek pergi pada Khu Kong Ciauw minta tolong atur dengan toko yang besar yang punya hubungan dagang dengan Sinkiang, agar kota itu bisa kirim uang. supaya uangnya Siauw Hong bisa terima ditempat pembuangan. Ia telah kirim duaribu tail.

Khu Kong Ciauw bersedia akan kirim uang itu.

Dengan bawa uang lima ratus tail Bouw Pek pergi pada Kie Cu-su, minta supaya uang itu yang tiga ratus tail diterimakan pada Tek Siauw Hong didalam penjara, yang. seratus buat persen untuk hamba polisi yang antar Siauw Hong, dan yang seratus lagi untuk cusu itu sendiri.

"Bilang pada keluarga Tek, janganlah menghadiahkan uang padaku" Kie Cusu tampik uang yang diperuntukkannya. "Aku tidak bisa terima uangnya. Aku suka menolong pun disebabkan aku pandang kau"

Tapi Bouw Pek tahu paman itu anggap jumlah itu terlalu sedikit, maka ia pulang akan minta lagi seratus tail pada Tek Naynay, yang ternyata diterima oleh cusu itu dengan tidak malu2 lagi.....

Bouw Pek merasa kecewa karena kerakusan pamannya itu, ia malu terhadap Tek Naynay"

Esoknya Tiat Siauw Pweelek kirim Tek Lok kerumahnya Siauw Hong buat beritahukan Bouw Pek, bahwa setelah bicara dengan pembesar dari Heng-pou Siauw Hong diperkenankan membawa dua bujang atau pengikut, sedang empat ratus tail dibekalkan oleh bangsawan Boan itu untuk keperluannya Siauw Hong.

Warta itu di terima dengan bersyukur oleh Bouw Pek dan pihak Tek Naynay.

Bersama2 Tek Naynay dan Siu Lian Bouw Pek betdamai siapa yang mesti disuruh ikut Siauw Hong. Mereka dapat kecocokan akan suruh Siu Jie dan Siu Jie pun mufakat. Siu Lian usulkan Sun Ceng Lee, tetapi Bouw Pek tidak setuju, karena Ngo-jiauw eng beradat keras, mudah terbitkan onar.

"Nanti aku pergi kerumahnya Khu Kong Ciauw" kata Bouw Pek. Ia pikir untuk berdamai dengan Yo Kian Tong. Dan ia lantas pergi.

"Aku suka temani Siauw Hong" kata Sin-chio Yo Samya. "Bilamana tidak leluasa untuk bawa tumbakku, aku akan bawa golok saja. Diperjalanan, apabila ada orang jahat, aku pasti tidak akan mau kasi ampun pada mereka!"

"Aku kira ditengah jalan, andai kata benar ada orang jahat, mereka tidak nanti ganggu perantaian" Kong Ciauw menyatakan dugaannya. "Mereka tentu ketahui sendiri, tidak ada orang hukuman yang punya banyak uang. Yang dikuatirkan adalah kalau Oey Kie Pok perintah orang jahat meacelakakan Siauw Hong"

Hatinya Bouw Pek bercekat. Ini memang hal yang ia kuatirkan.

Sampai disitu putusan telah diambil, maka pada Yo Kian Tong Bouw Pek serahkan uang duaratus tail untuk keperluan di perjalanan. Setelah ia kasi tahu, buat berangkat esoknya, ia pamitan dari tuan rumah dan piauwsu yang gagah itu. Ia tidak terus pulang, melainkan pergi keluar Cianmui, ke lay Hin Piauw-tiam di Tah-mo ciang, disini ia minia pertolongannya loo piauw-tauw Lauw Kie In akan kirim orang ke Su Hay Piauw- tiam untuk panggil Sun Ceng Lee.

Ngo jiauw-eng datang dengan cepat.

"Besok Tek Siauw Hong akan berangkat ketempat pembuangan di Singkiang" Bouw Pek kasi tahu suhengnya Jie Siu Lian, "sebagai kawan dan pelindungnya, Sin chio Yo Kian Tong akan turut dia. Tapi ia sendirian saja, kami kualir ditengah jalan akan terjadi apa2, dengan sendirian ia tentu terlalu repot, maka untuk itu aku minta kau turut bersama2. Tidak sebagai Yo Kian Tong, kau tidak usah bercampur-baur dengan hamba negeri, kau banya melindungi secara diam- diam. Selama diperjalanan kau boleh menyamar sebagai saudagar yang kebetulan berangkat berbareng. Dengan begini kau jadi lebih merdeka"

Dengan tidak pikir2 lagi Sun Ceng Lee nyatakan bersedia akan membantu

"Bagus" kata Bouw Pek, yang terus serahkan dua ratus tail perak padanya.

Dengan tidak malu2 kucing Sun Ceng Lee terima uang itu. "Sekembalimu dari Sinkiang baik kau tinggal disini

membantu aku" kemudian kata Lauw Kie In pada Sun Ceng Lee, "kau tidak usah pergi lagi ke Su Hay Piauwtiam dan bercampur gaul dengan Mah Po Kun dan kawannya."

"Itulah bagus" Sun Ceng Lee jawab. "Biar kau tidak kasi uang padaku, aku senang membantu kau, Tay Hin Piauwtiam adalah tempat dimana dahulu almarhum guruku telah berikan tenaganya, apabila sekarang aku bisa bekerja disini aku bisa bantu bikin bertambah cahayanya pamornya guruku itu!"

Lauw Kie In girang mendengar jawaban itu. Kemudian ia tahan Bouw Pek dan Ceng Lee untuk bersantap tencah hari setelah mana pemuda itu pulang kerumahnya Siauw Hong.

Hari itu Tek Naynay repot sediakan pauwhok untuk suaminya.

Esok paginya, Bouw Pek lantas ajak Siu Lian pergi kekantor Heng-pou, didepan mana mereka berdiri menantikan. Siu Jie telah siap dengan pauwhoknya Siauw Hong dan pauwhoknya sendiri.

Tidak lama kelihatan Tek Lok datang bersama sie-wie, yang diutus oleh Tiat Siauw Pweelek. Sie-wie itu langsung masuk kedalam kantor akan menemui hamba negeri yang akan antar Siauw Hong guna sampaikan pesanan dari pangeran Boan itu.

Tidak antara lama Khu Kong Ciauw pun kelihatan datang bersama Yo Kian Tong.

Khu Kong Ciauw telah samperi Bouw Pek, dengan siapa ia pasang omong sambil goyang kipasnya, dengan begitu sambil berdiri didepan kantor mereka menunggui.

Dari dalam kantor keluar beberapa hamba, mereka sengaja datang menemui orang bangsawan she Khu itu untuk unjuk hormat dan sekalian undang Kong Ciauw masuk dan duduk dalam kantor.

Tapi Gin-chio Ciangkun menampik.

"Terima kasih, terima kasih" ia kata. "Tidak usah aku masuk kedalam, disini saja aku tunggu keluarnya Tek Ngoko, aku hendak bicara sedikit padanya, setelah mana aku mau lantas pulang"

Sementara itu tidak jauh dari situ ada beberapa sahabat dan sanaknya Pek sie-wie, yang akan dibuang bersama Tek Siauw Hong. Mereka ini pada bicara dengan suara pelahan soal perkaranya Siauw Hong. karena perkenalann ya dengan Bouw Pek menjadikan ia bermusuhan dengan Oey Kie Pok. Bouw Pek dapat dengar pembicaraan itu, ia merasa hatinya seperti ditusuk-tusuk.

Dtmuka penjaga berbaris lima buah kereta kaldi yang memakai tenda, diperuntukkan perjalanan jauh. Kereta yang paling belakang adalah kereta yang Khu Kong Ciauw sewa untuk Yo Kian Tong dan Siu Jie.

Orang mssti menantikan lama juga, baru kelihatan sie- wienya Kong Ciauw keluar dengan tindakan terburu, ia hampirkan cu kongnya, memberi hormat seraya berkata: "Tek Ngoya akan lekas keluar!"

Boleh dibilang selagi sie-wie ini bicara, itu kantor telah dipentang dan dari situ muncul dua puluh orang polisi, setelah itu kelihaian Tek Siauw Hong dan Pek sie-wie diiringi keluar.

Siauw Hong pakai pakaian biasa, ia telah mendekam dalam penjara sekian lama, tetapi pakaiannya tetap bersih, hanya mukanya nampak sedikit pucat dan perok, tetapi semangatnya tidak terganggu. Ia pakai rantai yang enteng. Ia unjuk senyumannya apabila melihat orang yang papak ia, pada Kong Ciauw dan sie wie wakilnya Tiat Siauw Pweelek ia menjurah.

"Terima kasih banyak atas perhatian dan kebaikan jiewie" ia berkata dengan perasaan sangat bersyukur. "Hawa udara begini panas, kenapa cuwie mesti datang sendiri"

Khu Kong Ciauw menghampirkan sampai dekat.

"Segala apa aku telah atur" ia kasi tahu. "Yang penting ialah ditengah perjalanan kau mesti hati2 dan Sinkiang berlakulah sabar dan legakan pikiran. Kau boleh percaya, bahwa sekalian sahabatmu disini akan terus bsrdaya untuk kebaikanmu. Paling banyak satu tahun aku harap kita bisa bikin kau pulang Ngoko"

Sambil berkata begitu Khu Kong Ciauw juga serankan kipas wangi dari tulang dan dua dos obat yang ia sengaja bawa untuk perbekalan sahabat ini.

Tek Siauw Hong sambuti dua rupa barang itu, ia mengucap terima kasih sambil menjurah, kemudian ia serahkan barang2 itu pada Siu Jie untuk disimpan. "Jin heng. silahkan kau kembali" ia kata pada sie-wie wakilnya Tiat Siauw Pweelek. "Tolong sampaikan kepada Jie ya, bahwa nanti sekembaliku dari Sinkiang aku akan berdaya membalas budi kebaikan Jie-ya yang besar ini"

Bouw Pek terharu melihat sahabat itu, siapa tapinya hunjuk air muka terang, senantiasa bersenyum2.

"Shako, dengan temani aku, melulu aku bikin kau cape, sungguh aku merasa tidak enak hati" kemudian Siauw Hong kata pada Yo Kian Tong, kepada siapa ia unjuk hormatnya. "Tapi kita bersaudara, baiklah, aku tidak usah kata apa lagi"

Yo Kian Tong hendak merendahkan diri, tetapi ia lantas kata :

"Ngoko, kau tidak usah banyak Pikir. Kaupun jangan berkuatir, ditengah jalan ada aku, yang nanti perhatikan segala kepentinganmu."

"Ditengah jalan tidak nanti terjadi apa juga" Siauw Hong bilang. "Ini adalah perjalananku yang pertama ketempat jauh, aku tidak kuatir. Akupun tidak kuatirkan rumah tanggaku"

Setelah berkata begitu, Siauw Hong lantas menoleh pada Lie Bouw Pek.

"Hiantee, koko kau tidak ada kata2 yang akan diucapkan padamu" ia berkata. "Apa yang aku harapkan adalah kau jaga baik dirimu, supaya kalau kau hadapi perkara apa juga, kau bisa berlaku tenang seperti aku ini. Pikir masak2 dan memandang ketempat jauh. Paling benar sepergiku kau pun baik lantas berlalu dari Pakkhia, jangan berdiam disini lebih lama pula. Tentang enso dan keponakan, tentang pehbo, mereka semua nona Jie Siu Lian yang urus, aku tidak kuatir apa juga! Harap kau dengar perkataanku, lebih baik lagi! Nanti, satu atau dua tahun kemudian, kalau aku sudah pulang, aku nanti kirim orang akan undang kau datang pula. "

Sesudah berkata begitu Siauw Hong kasi hormat pada Khu Kong Ciauw, lantas bertindak kekereta yang ketiga dan naik.

Pek Sie-wie telah naik atas kereta yang kedua. Ditiap  kereta sudah ada orang polisi. Karena kesatu dan kereta keempat semuanya dinaiki oleh orang2 polisi yang mengiring. Yo Kian Tong bersama Siu Jie duduk dikereta kelima.

Dari dalam kereta Tek Siauw Hong lagi unjuk hormat, sembari tertawa ia berkata :

"Cuwie, silahkan kembali! Sampai ketemu ! Sampai ketemu pula"

Hampir dengan berbareng lima buah kereta sudah lantas berangkat dengan beruntun.

Khu Kong Ciauw bersama2 Tek Lok dan sie-wie dari Pweelekhu lantas pulang, tapi Lie Bouw Pek berjalan kaki, dengan kedukaan yang hebat, mengikuti kereta sampai keluar dari Ciang-gie-mui, ditempat mana dahulu Tek Siauw Hong antar ia, ketika ia mau berlalu dari Pakkhia

Dahulu dimusim dingin, angin meniup meresap ketulang2, tetapi sekarang dimusim panas, hawa panas membikin kulit perih rasanya. Sambil susuti mukanya yang penuh keringat Bauw Pek berdiri ditepi jalan, matanya yang ngembeng air memandang terus kekereta, yang berjalan dengan tenang. Adalah sesudah kereta pergi jauh, dengan lesu ia balik bertindak kejurusan kota. Dijalan dekat masuk kota ia berpapasan dengan seorang penunggang kuda, yang  bertubuh tinggi dan besar, kepalanya

ditutup dengan rumput yang lebar, berpakaian baju warna hijau yang gerombongan, hingga ia mirip seorang saudagar. Hanya yang agak ganjil ia itu membekal golok

Ia bukan lain dari pada Ngo-jiauw-eng Sun Ceng Lee.

Melihat Lie Bouw Pek, Ngo-jiauw-eng tertawa, ia tidak berkata apa2.

"Kereta belum pergi jauh Sun Toako" Bouw Pek kata. "Kau tidak usah datang terlalu dekat, asal jangan terpisah terlalu jauh!"

Sun Ceng Lee manggut, ia kasi kudanya jalan terus.

Dengan tidak menoleh lagi Bouw Pek lanjutkan perjalanannya masuk kedalam kota, terus pulang. Ia segera turunkan Tek Naynay dan Su Lian hal keberangkatannya Tek Siauw Hong barusan. Nyonya Tek sangat berduka, ia menangis, hingga Siu Lian mesti membujukinya.

Bouw Pek balik kekamarnya, duduk seorang diri, berpikir apa yang harus ia lakukan. Sekian lama ia awasi pedangnya, yang berduka bukan main, tetapi sesaat kemudian ia bisa tenangkan diri. Ia mau tunggu tiga hari, setelah Tek Siauw Hong sudah terpisah cukup jauh dari Pakkhia ia, ia hendak cari Oey Kie Pok. Kalau Kie Pok dapat disingkirkan, sepulangnya dari pembuangan Siauw Hong bisa tinggal dengan tenang dirumahnya, sedang penduduk Pakkhia sendiri tidak usah kuatirkan apa2 lagi. Tentang dirinya asal bisa bunuh Kie Pok, ia tidak pikir banyak, karena ia tidak takut hukuman.

Pemuda ini boleh atur rencananya, tetapi jalannya dunia kadang2 bertentangan dengan kehendak atau pikiran kita. Demikian magrib hari itu selagi ia duduk dengan tenang, tiba2 datang juru kabarnya Siauw-Gia-kang si Kala Kecil. Dia ini cuma bicara sedikit, lantas Bouw Pek sambar pedangnya, dengan tidak pakai thungsha lagi ia ikut pembawa kabar ini.

Mereka pergi ke Cong-bun-mui, disebelah timur, sampai dipojok ranggon kota, ditempat yang dipanggil Pauw-cu-hoo Itu adalah tegalan belukar, disitu tidak ada barang sebuah rumah orang. Tempat itu lebih sunyi daripada suatu kampung Hawa udara sebenarnya panas sekali, hanya diluar kota ditempat terbuka agak lebih teduh. Jagad baru remang2, maka orang masih dapat melihat satu pada lain.

Dari kaki tembak kota segera kelihatan mendatangi seorang yang berupa sebagai bayangan. tubuhnya tidak tinggi tetapi potongannya kasar sekali.

"Su Poan-cu !" ia mendahului menegor. "Kembali kau datang! Ada apa?"

Bayangan itu benar Pa-san-coa Su Kian, si Ular Gunung atau si Gemuk, suaranya dengan lidah Shoasay sudah lantas masuk kekuping pemuda kita Ia tertawa lebih dahulu, kemudian berkata: "Sudah sekian lama aku berada dfkota Pakkhia ini! Aku sebenarnya niat bantu kau sayang aku tidak mampu bekerja lantas!"

"Tapi urusan sudah beres" Bouw Pek bilang "Tek Siauw Hong sudah berangkat ketempat pembuangan! Apa lagi yang kau hendak kerjakan?"

Su Poan yu tertawa berkakakan. Ditempat sepi ini ia merdeka.

"Perkara tidak bisa beres begini macam seperti apa yangkau katakan!" kata ia. Ia tertawa, tetapi tidak mengejek, begini memang sifat jenakanya "Kau ada bermusuhan hebat dengan Oey Kie Pok, apa kau kira permusuhan itu dapat dengan mudah dibikin habis, Bila bisa demikian itulah syukur..."

Bouw Pek tidak memotong pembicaraan orang.

"Sekarang aku hendak tanya toaya" Pa-san-coa berkata pula "Kau dengan Tek Ngo ya bersahabat paling kekal, sekarang ia telah dibuang ke Sinkiang, kenapa kau tidak pergi mengantar ia?"

"Ada Sin-chio Yo Kian Tong yang iringi ia, perlu apa aku mesti turut juga?" Bouw Pek balik tanya "Aku mesti berdiam disini akan tilik rumahnya"

Mendengar jawaban itu Su Poan-cu tak setuju, tetapi ia masih bisa bersenyum.

"Lie Toaya, kau adalah seorang yang sangat sukar untuk dijadikan sahabat" ia berkata. Ia bicara dengan berani "Kenapa hingga kini, kau masih belum mau bicara secara terus-terang kepadaku? Aku tahu Sin-chio Yo Kian Tong dari Yankeng, dengan menyamar sebagai bujang, ada ikut Tek Ngoya! Tidak dia saja! Masih ada si orang she Sun yang turut sebagai pelindung!"

Mau atau tidak, Bouw Pek menjadi heran.

"Kupingnya si Gemuk ini benar liehay!" pikir ia "Bagaimana ia tahu semua ini? Tidak bisa salah lagi, pasti Siauw Gia-kang telah kasi tahu ia segala apa!..." Ingat begini, anak muda kila lantas tertawa, Su Poan-cu tidak gubris orang heran atau tidak, ia melanjutkan;

"Tidak saja Tek Ngo-ya ada yang melindungi didalam perjalanannya juga keluarga Tek itu kau tidak usah kuatirkan lagi toaya!" demikian kata si Gemuk ini "Bukankah Beng Jie Siauwnay nay Jie Siu Lian berada didalam rumahnya Tek Ngo ya? Dengan adanya nona Jie disana, apa masih mesti dikuatirkan lagi ada macan tutul yang berani loncat masuk kedalam rumah

itu.

Bouw Pek tertegun, terutama karena Su Poan-cu bahasakan Jie Siu Lian dengan Seng Jie Siauw-naynay" Segera ia teringat pada Beng Su Ciauw, sahabat yang riwayat hidupnya bikin ia sangat berduka itu.

"Toaya, aku juga ketahui apa yang kau pikir" berkata pula Soe Poan cu "Kau memang sengaja berdiam dikota raja ini, kau hendak tunugu setelah Tek-Ngo-ya sudah pergi jauh lantas kau hendak bekerja seorang diri saja. Kau mau cari Siu Bie to Oey Kie Pok! Lie Toaya. Lie Toaya yang baik, kau seorang enghiong, aku kagum betul terhadap kau! Tapi, sekarang mau ada urusan lain yang memerlukan bantuan tenagamu!"

Ucapan ini sangat menarik hati, maka Bouw Pek mendengari dengan penuh perhatian.

"Lie Toaya, baik aku jelaskan padamu, dalam perjalanannya ini Tek Ngo ya terancam bahaya besar" berkata Su Poan-cu "Oey Kie Pok sudah bersekongkol dengan Kim-chio Thio Giok Kin, Hek-houw To Hong dan Say-Lu-Pou Gui Hong Siang, juga Lauw Cit Thay swee, yang aku kenal dari Tokciu Mereka itu semua sudah makan banyak uangnya Oey Kie Pok, mereka sudah bermufakat, akan cegat dan ganggu Tek Ngo-ya. Mereka telah atur mata-mata disepanjang jalan. Menurut rencana, mereka akan pegat kereta Tek Ngo ya di Poteng. Diantara mereka itu, barangkali Hek-houw To Hong tidak akan turun tangan, kesatu sebab lukanya bekas bacokan nona Jie Siu Lian pada tahun yang lampau masih belum sembuh betul, kedua gurunya yaitu Kim-too Phang Bouw telah pesan ia untuk selanjutnya jangan lakukan apa yang memalukan kalangan kangouw. Meski demikian aku kuatir Thio Giok Kin, Gui Hong Siang dan kambrat2nya bukanlah orang yang Yo Kian Tong berdua Sun Ceng Lee sanggup layani"

Sekarang Bouw Pek tidak kaget lagi, karena ia sudah tahu semua, ia manggut "Sekarang pintu kota sudah ditutup, aku mesti tunggu sampai besok akan susul mereka"

"Bagus!" memuji Su Poan-cu "Besok kau mesti berangkat pagi2, dengan menunggang kuda kau tentu bisa candak mereka itu. Nanti, sesudahnya Thio Giok Kin sekalian bisa diusir pergi, apabila keretanya Tek Ngo ya telah lewatkan Poteng dengan selamat, urusan sudah beres. Nah waktumu, sekembalinya kekota raya, aku nanti bantu kau singkirkan Siu- Bie-too Oey Kie Pok"

"Terima kasih banyak buat kebaikanmu, tapi aku tidak perlu bantuanmu" kata Bouw Pek.

Su Poan-cu tidak gusar, sebaliknya ia tertawa.

"Baiklah" ia bilang "Karena kau tidak ijinkan aku bantu kau aku mau beristirahat!. "

"Sekarang dimana kau tinggal ?" Bouw Pek tanya.

"Aku tidak punya tempat kediaman yang tentu!" sahut si Gemuk sambil tertawa. "Buat kota Pakkhia aku adalah seorang gelap, sesudah hari berganti malam dan petang, barulah aku muncul!. "

Bouw Pek bersenyum, ia tidak tanya2 iagi. Ia angkat kedua tangannya.

"Sekarang aku mau kembali! Sampai ketemu pula ?" "Sampai ketemu pula! Sampai ketemu pula!" Su Poan-cu

membalas hormat.

Bouw Pek pulang kerumah sesudah larut malam, tetapi terus masuk kedalam akan cari Tek Naynay dan Jie Siu Lian.

"Besok pagi aku mau pergi ke Poteng" ia kasih tahu "aku hendak cari sahabat, pertolongan siapa aku hendak  minta agar ia suka jaga keperluannya Tek Ngoko kapan Ngoko lewat disitu kota. Barangkali sampai empat atau lima hari baru aku bisa kembali."

Tek Naynay tak dapat mencegahnya mesti sebenarnya ia lebih suka pemuda ini berdiam saja dirumahnya. Ia kuatir, seperginya anak muda ini, dirumah nanti terjadi perkara yang tak terduga.

Tapi Jie Siu Lian seperti bisa duga hati orang, sedang ia tahu Poteng adalah tempat dimana Thio Giok Kin dan To Hong biasa malang melintang Ia duga pemula itu tentu hendak cari mereka. Maka ia lantas berkata;

"Jikalau kau anggap itu penting, Lie Toako, silahkan kau pergi! Disini kau tidak usah buat pikiran, aku sendiri sudah cukup!"

Bouw Pek manggut.

"Aku harap rona suka sedikit capekan diri" ia kata. Lantas ia undurkan diri akan balik kekamarnya.

"Benar2 Siu Bie-too jahat sekali ! Bagaimana ia sampai dapat pikir akan beli Thio Giok Kin dan Gui Hong Siang akan celakai Tek Siauw Hong ditengah jalan? Ya, benar aku mesti psrgi sendiri!"

Dalam mendongkol dan murkanya, kalau bisa Bouw Pek ingin dalam sesaat saja sampai di Poteng untuk labrak orang jahat itu, karena ini malam itu ia tidak dapat tidur dengan baik. Esoknya, pagi2 ia lantas peiintah Hok Cu siapkan kudanya, sedang pada pengawal pintu ia pesan: "Aku hendak pergi dalam segala hal kau mesti hati2, bila diluar ada terjadi apa2, kau mesti lekas cari nona Jie !"

Begitulah dengan bawa pedangnya dan pakai topi rumput yang lebar, dengan naik kudanya Bouw Pek berangkat meninggalkan Pakkhia, menuju ke Poteng. Batara Surya baru saja mulai muncul, meskipun ada angin harus hawa sudah lantas jadi panas. Maka juga belum sampai di Ciang-ge mui ia sudah mandi keringat. Sekeluarnya dan pintu itu ia kaburkan kudanya. Lari kira2 belasan lie, Bouw Pek sampai disebuah jembatan, dimana ditambat seekor kuda hitam, dan terdapat seorang gemuk, ialah Su Poan-cu.

"Benar2 seorang aneh!" pikir pemuda dari Lamkiong ini. "Kenapa dengan tidak mengenal cape, dengan buang tempo dan ongkos, ia suka bantu aku?"

Lalu sembari bersenyum ia dekati si Ular Gunung.

"Aku memang sudah duga, bahwa pagi ini kau mesti tunggui aku disini !" ia kata. "Hayo kita berangkat, kau boleh temankan aku pergi ke Poteng!"

Su Poan-cu seperti biasanya, lantas tertawa.

"Hari ini Lie Toaya, omongan bikin aku girang?" ia bilang. "Sebenarnya, kalau sudah tiba saatnya aku barangkali tidak bisa turun tangan akan bantu kau! Tetapi aku suka temani kau pergi supaya Kau tidak terlalu masgul. "

Su Poan-cu lantas tancap kipasnya dipinggangnya, dari sela kuda ia tarik topi rumputnya yang lebar, yang terus dicebloskan dikepala, kemudian setelah loloskan les kuda dari tambatan ia loncat naik atas binatang tunggangannya itu dan jalan berendeng menuju kesehatan, dalam hawa udara yang panas itu.

Si Gemuk bertubuh besar dan tcrokmok, jalan belum seberapa jauh ia sudah mandi keringat ia buka bajunya, hingga mesti pertontonkan punggungnya yang penuh daging dan minyak dan kulitnya hitam itu. Toh ia tidak mau mengaso ia jalan terus.

Diwaktu tengah hari, dua orang ini mampir disebuah warung teh kampungan, disitu mereka minta disediakan nasi.

Sehabis bersantap, Su Poan-cu nguap

"Baiklah aku tidur dahulu, sebentar baru kita lanjutkan perjalanan kita" kata Lie Bouw Pek pada kawannya  itu. "Kereta nya Tek Ngoya jalan paling cepat mendahului enam atau tujuh puluh lie, kuda kita bisa lari keras, sebentar sore aiau besok mungkin kita dapat candak mereka. Kita tidak usah terburu2."

Tapi Su Poan-cu agaknya tidak mau mengaku lelah. "Tidak usah" ia kata, dan lantas minta air dingin dengan apa ia guyur mukanya hingga jadi segar pula.

Dua2 kuda mereka berbulu hitam, dibawah teriknya matahari keduanya lari keras. Maka tidak heran, sore itu mereka telah bisa susul Sun Ceng Lee. Bouw Pek lantas memperkenalkan Ngo-jiauw-eng pada Pa san-coa.

"Berapa jauh jarak antara kita dengan keretanya Tek Ngoya?" tanya Bouw Pek.

"Kira2 empat atau lima lie," sahut Sun Ceng Lee.

"Sekarang tidak usah kita susul mereka" pemuda kita kasi tahu.

"Kita pun baik jalan berpencaran supaya orang tidak curigai kita"

Mereka lanias cari rumah penginapan, dengan terpecah dua Su Poan-cu, tetap ikut Bouw Pek Roman Sun Ceng Lee luar biasa, sebab saudagar bukan, piauwsu juga bukan........

Esoknya pagi orang berjalan seperti saling susul. Mereka jalan belum seberapa lama, lantas didepan ditegalan kosong, mereka lihat lerotan kereta perantaian sedang jlan beruntun2.

Bouw Pek dan Su Poan cu tahan masing2 kudanya mereka mengawasi sampai lerotan kereta didepan telah melalui kira2 dua lie, barulah mereka jalan pula dengan perlahan2.

esoknya dua rombongan itu sudah masuk dalam daerah Tokciu.

"Kita juga baik berpisahan" Su Poancu kata pada Bouw Pek. "Di Tokciu ini ada Lauw Cit Thay-swee, yang ada menjadi kenalanku, biasanya kalau lewat disini, aku tentu mampir untuk beberapa hari. Terhadap aku ia baik sekali Tapi pada tahun yang sudah, karena ia telah bertempur dengan nona Jie dan kena dibacok, ia membenci sangat, nona itu Sekarang ini, lantaran ia dendam, oleh Oey Kie Pok, ia pun membenci kau dan Tek-Ngoya, dari itu ia suka bantu Thio Giok Kin Kalau ia sudah pergi ke Poteng, itulah bisa dibilang baik juga, tapi kalau ia masih ada dirumah, apabila ia lihat aku jalan bersama toaya, aku bisa dapat susah Ia bisa bunuh aku! Ia punya banyak mata2 dan kaki tangan, ia sendiri pandai menggunai golok"

Melihat orang begitu jerih terhadap Lauw Cit Thayswee, Bouw Pek bersenyum ewah.

"Baik, mari kita berpencar" ia kata seraya manggut. "Kau boleh jalan pelahan2, aku jalan lebih dulu!"

Lantas pemuda kita keprak kudanya dan tinggalkan si Gemuk dibelakang. Dengan cepat ia telah datang dekat pada lerotan kereta perantaian. ia kasih kudanya jalan dengan perlahan, tapi ia tidak mau pisahkan diri jauh2, karena ia telah ketahui didaerah Tokciu ini, dimana Lauw Cit Thayswee jadi dato, sembarang waktu Tek Siauw Hong bisa hadapi beniyana. Ia senantiasa pasang mata keempat penjuru, akan lihat kalau ada orang yang sikapnya mencurigai.

Tapi didaam satu hari Tokciu telah dilalui dengan selamat. Malam itu Bouw Pek singgah di Khopay tia m.

Tak lama kemudian Su poan cu datang menyusul, dengan warta bahwa Lauw Cit Thayswee sudah berangkat ke Poteng, tetapi tak mau membantu, malah orangnya juga dilarang campur tangan.

Oleh karena ini, hampir2 To Hong berbentrok dengan Thio Giok Kin" Pa-san-lyoa terangkan lebih jauh "To Hong ambil sikap ini oleh karena ia menaati pesanan gurunya, Kim-too Phang Bouw"

Mendengar itu, diam2 Bouw Pek kagumi Phang Bouw. "Tidaklah kecewa Phang Bouw menjadi hoohan dikalangan

Sungai Telaga" memuji Bouw Pek dalam hatinya. "Dahulu di Pakkhia aku telah rubuhkan ia, tidak saja ia tidak bersakit hati terhadap aku, malah ia telah pegang ucapannya akan undurkan diri. Sekarang ia cegah muridnya runtuhkan Tek Siauw Hong, sikapnya ini harus dipuji. Dibelakang hari, kalau ada ketika, aku mesti cari ia untuk dijadikan sahabatku"

Esoknya dalam perjalanan Su Poan-cu menjadi kawan, sebab si Ular Gunung tidak kuatirkan lagi Lauw Cit Ihayswee.

Dua hari lelah lewat, mereka telah lalui Teng-hin dan masuk dalam daerah Cie-siu. Karena hebatnya musim kering, dijalan sedikit sekali orang yang berlalu lintas. Di kiri kanan jalanan, pohon2 padi pada kering, berdiri tegak laksana mayat hidup.

Mereka telah melalui lima atau enam lie, ketika dari jurusan barat, dimana ada persimpangan jalan, mendadak tertampak debu mengulak naik, disertai ramainya kaki2 kuda yang lari keras, Kemudian dengan lekas kelihatan munculnya empat penunggang kuda dimulut simpang jalan iiu, mereka semua berpakaian ringkas dan bertudung lebar. Mereka menuju kearah selatan sembari kaburkan kuda mereka, sering2 mereka menoleh kebelakang, boleh jadi disebabkan mereka lihat ada dua penunggang kuda dibelakangnya, yalah Lie Bouw Pek dan Su Kian

Dengan matanya yang awas, Bouw Pek juga lihat empat penunggang kuda itu cekal senjata, dua antaranya bawa senjata panjang. Ia seperti kenalkan satu diantaranya sebagai Say Lu Pou Gui Hong Siang yang ia telah pecundangi di See- hoo shia!

Oleh karena menduga pasti, bahwa ia sedang berhadapan dengan komplotan yang hendak bikin celaka Tek Siauw Hong, Bouw Pek siap dengan pedangnya. la pikir hendak terjang mereka.

Tapi Su Poan-cu, yang pun awas, segera tahan kudanya. "Tahan dulu!" kata si Gemuk, yang wajahnya berubah

dengan nyata. Dengan tangannya ia segera menunjuk. "Lihat itu yang pakai celana hitam" ia tambahkan "Dia itu Kim-chio Thio Giok Kin! Tiga yang lain aku tidak kenal.... Ah, mereka rupanya telah dapat lihat kita!"

Bouw Pek kurang senang agaknya menampak ketakutannya sahabat ini.

"Sekarang kita bertemu musuh ditempat begini, kini waktunya buat hajar dan singkirkan mereka!" ia kata dengan sengit Dengan singkirkan mereka disini kita jadi tidak usah bikin Tek Ngoya kaget. Loo Su, kenapa kau ketakutan eh?" Sembari kata begitu, Bouw Pek keprak kudanya akan dikasi lari melayu sambil berteriak: "Tuan2 didepan tahan!" Iapun sudah lantas hunus pedangnya.

Empat penunggang kuda itu tahan kuda mereka, kelihatannya mereka bicara satu pada lain, mungkin Gui Hong Siang mengenali Lie Bouw Pek dan beritahukan itu pada Thio Giok Kin, kemudian mereka lomyat turun dari masing2 kudanya dan siap dengan senjata mereka. 

Dengan cekal tumbaknya Thio Giok Kin berdiri ditengah jalan besar.

"Kau mundur!" ia berkata pada kawannya "Biarkan aku sendiri lawan Lie Bouw Pek, aku hendak lihat berapa tinggi kepandaiannya!"

Tapi Gui Hong Siang, yang kelihatannya marah besar, tak memperdulikan, ia maju terus.

"Hari ini aku mesti balas sakit hatiku!" ia berkata dengan nyaring.

Lie Bouw Pek datang dekat dengan lekas, ia lihat orang telah turun dari kudanya dan siap, ia juga lantas loncat dari kudanya sendiri, kemudian maju mendekati, ia segera tuding Gui Hong Siang

"Kau adalah peryundangku, kau baik jangan antarkan jiwa lebih dulu!" ia kata dengan menghina.

"Yang mana Thio Giok Kin?"

Thio Giok Kin angkat tumbaknya seraya berkata:

"Aku Kim-chio Thio Toa thayya ! Apa kau Lie Bouw Pek?" "Benar,  aku  Lie  Bouw  Pek"  sahut  pemuda  kita  dengan

berani. "Aku telah dengar hal kau, yalah pada tahun yang lalu kau telah disewa oleh Oey Kie Pok dan telah datang kekota raja, sayang waktu itu aku tidak berada disana, lantaran ada urusan penting yang memaksa aku mesti berlalu dari kota raja, tetapi waktu itu kau telah kuarkan diluaran, bahwa aku takut padamu dan tidak berani ketemukan kau! Ocehanmu itu bikin aku mendongkol, tetapi urusanku yang penting bikin aku tidak sempal cari kau, kawanan manusia rendah, untuk bikin perhitungan.  Sekarang  ini,  kembali  aku  dengar  bahwa kau sudah kena disogok sogok oleh Oey Kie Pok untuk cegat dan celakai Tek Siauw Hong ditengah jalan. Perbuatan ini adalah perbuatan manusia rendah, maka itu aku telah datang menyusul akan cari kau! Tapi aku seorang pemurah dan sabar, diantara kita juga tak ada permusuhan besar, dari itu apabila kau mau sadar dan tidak lagi musuhkan Tek Siauw Hong, akupun tidak mau jiwamu. Baiklah ketahui adatku, apabila kita bertempur, sukar dibilang, bahwa aku tidak akan bunuh kau !"

Bouw Pek bicara dengan setulusnya ketika ia mengucap demikian, karena ia ingat musuhnya hanya Oey Kie Pok seorang dan orang2 lain tidak seharusnya ia musuhkan juga sebagai Siu Bie too. Tapi ia telah bicara keras, sedang Thio Giok Kin beradat keras juga,

Kim chio menjawab dengan gusar:

"Thio Toa-thayya buka piauwtiam di Holam, untuk itu aku tidak perlu pulang, sebab tidak lain adalah untuk menunggui kau, supaya kita bisa adu kepandaian! Jikalau tidak ada kau siang2 tentu aku sudah bunuh Jie Lauw Tiauw guna balas sakit hati mertua lelakiku! Jie Siu Lian dan Tek Siauw Hong telah hinakan Oey Soeya, mereka telah bunuh iparku dan lukai sahabatku Lauw Cit ya dan To Toaya, semua itu sebab mereka andalkan keangkeran kau! Sekarang kita bisa bertemu, jikalau bukannya kau yang mampus tentu aku! Mari, orang she Lie, jangan banyak lagak!"

Ucapan Thio Giok Kin itu ditutup berbareng bergeraknya tumbaknya, yang ujungnya menyambar tenggorokan Bouw Pek!

Oleh karena sudah siap, dengan mudah Lie Bouw Pek sampok senjata itu, berbareng membalas menikam kearah dada.

Thio Giok Kin berkelit mundur sampai dua tindak, tetapi karena geganannya panjang ia bisa menusuk pula, guna menyerang lebih jauh. Diluar dugaan Bouw Pek tidak mundur, hanya berkelit kesamping, kasi lewat tusukan, ia maju seraya ulur tangan kirinya, akan sambar tumbak itu yang ia terus pegang !

Menampak demikian Gui Hong Siang maju dengan tumbaknya akan tusuk musuh yang ia benci. Dengan jalan ini ia pun hendak tolong Thio Giok Kin, supaya kawan ini bisa tarik lolos tumbaknya.

Lie Bouw Pek berlaku gagah dan berani, tidak perduli ia dikerubuti berdua, ia tidak mau lepaskan tumbaknya Kim-chio si Tumbak Emas. Dengan sebelah tangan ia tangkis tumbaknya Gui Hong Siang, ketika tumbak musuh terpental ia barengkan lompat maju sambil pedangnya membacok bekas pecundangnya itu!

Thio Giok Kin sangat penasaran, dengan kedua tangannya ia menarik dengan keras akan melepaskan senjatanya dan dengan kakinya ia dupak musuhnya. Tapi Bouw Pek tidak mau lepaskan tumbak itu, tidak perduli orang telah berontak!

Dua konconya Gui Hong Siang melihat dua kawannya tidak berdaya, mereka maju membantu mereka menyarang dengan golok.

Dengan tetap gunai sebelah tangannya, Lie Bouw Pek tangkis sesuatu serangan. Percobaan Thio Giok Kin akan membetot lolos tumbaknya tidak menjadikan halangan baginya, cekalannya tetap keras, kudanya tangguh! Malah dengan kegesitannya, baru saja sekali menangkis ia telah rubuhkan satu konco dari Gui Hong Siang.

Adalah setelah musuh tinggal bertiga, Lie Bouw Pek lepaskan cekalannya, sembari berbuat demikian, ia loncat pada Gui Hong Siang untuk rubuhkan cekas pecundang itu, yang berulang2 coba menusuknya dengan tombak. Ia ingin rubuhkan Say Lu Pou, agar bisa layani si Tumbak Emas dengan leluasa.

Gui Hong Siang berkelahi dengan mati2an, ia kerjakan tumbaknya seperti orang kalap, senjata itu menusuk berulang2 dengan gencar, tetapi dengan caranya ini ia melulu membangkitkan hawa amarahnya Bouw Pek, siapa jadi sengit sekali, hingga serangannya jadi sangat hebat! Satu kali tumbak menikam, Bouw Pek menangkis dengan keras, selagi tumbak terpental, anak muda ini lompat seraya membacok pula dengan cepat sekali.

Gui Hong Siang sangat terperanjat, ia tak dapat menangkis, bahkan berkelit pun sudah tidak ada kesempatan. Dengan satu jeritan, iga kanannya kena dibacok, tubuhnya ikut robuh berbareng dengan terlepas tumbaknya Dengan tubuh tak berkutik lagi napasnya berhenti jalan....

Thio Giok Kin telah dapat pulang tumbaknya ia pun kaget dan gusar melihat rubuhnya konconya dan sahabat karib itu, maka itu ia jadi sengit sekali, justeru Lie Bouw Pek, membelakanginya dengan bengis ia kirim tikamannya pada punggung lawannya.

Akan tetapi Bouw Pek, setelah rubuhkan Gui Hong Siang, segera putar tubuhnya dengan sebat, maka itu menampak datangnya tumbak ia tangkis serangan itu. Ia pun sengit, semangatnya seperti dapat emposan, maka setelah menangkis ia balas menikam dan menYesak!

Keduanya sekarang bertempur pula dengan seru. Beruntung bagi Lie Bouw Pek, konco kedua dari Gui Hong

Siang tidak punya guna, setelah melihat kawannya rubuh dan Gui Hong Siang menggeletak, ia tidak berani maju lagi. Maka itu pemuda kita jadi bisa layani si Tumbak Emas satu lawan satu.

Dlluar dugaannya pemuda kita, Thio Giok Kin namanya saja tersohor, menghadapi dia kepandaiannya tidak bisa digunai secara semestinya Dengan lekas si Tumbak emas kena didesak, tidak perduli senjatanya panjang dan ia termasyhur karena ilmu tumbaknya itu.

Atas desakan itu Thio Giok Kin mesti main mundur, malah satu kali ia mundur sambil loncat sedikit jauh guna menarik napas. Tapi lawannya tidak mau mehgasi hati, sambil berloncat juga ia didesak terus. Percuma ia menusuk, saban2 tumbaknya dengan mudah kena ditangkis, atau kalau musuh berkelit ia mesti cepati tarik pulang senjatanya itu, sebab ia takut Bouw Pek nanti dapat memegangnya pula!

Sesudah rangsakan tiga atau empat jurus Bouw Pek bikin matanya Thio Giok Kin menjadi kabur dan permainan tumbaknya menjadi kalut, hingga hatinya si Tumbak Emas menjadi gentar. Akhirnya, dengan terpaksa orang she Thio berteriak:

"Tahan dulu ! Aku hendak bicara"

Apa mau, selagi ucapan itu dikeluarkan, pedangnya Bouw Pek sedang menusuk dengan hebat, maka Giok kin kaget, sambil menjerit ia menangkis secara kelabakan, tidak urung ujung pedang telah menyambar iga kiri. atas nama Thio Giok Kin lagi sekali menjerit, tumbaknya terlempar, kedua tangannya dipakai menekap iganya itu! Ia rubuh dengan mandi darah dan bergelisahan!

Bouw Pek lihat orang rubuh, pedangnya ia ayun pula akan habiskan jiwa musuh itu, tapi disaat pedang mau dikasi turun mendadak ia batalkan, karena ingat bahwa dengan si orang she Thio ini ia tidak bermusuh hebat, hingga tidaklah perlu untuk habiskan jiwanya.

Konconya Gui Hong Siang, yang tinggal sendirian jadi mati daya, lekas ia lempar goloknya, menghampirkan anak muda kita ia bertekuk lutut akan minta ampun.

"Kau bangun!" menitah Bouw pek. "Jangan takut aku tidak nanti bunuh kau! Melukai mereka itu saja Ialah karena terpaksa, aku bukan orang kejam ! Sekarang dengar perkataanku, aku yang melukai mereka, aku bertanggung jawab, dimuka pembesar negeri atau perkara mau ditarik panjang dihabiskan diantara kita sendiri, aku bersedia turuti kehendak kau orang! Didalam tenpo sepuluh hari aku nanti menunggu di Pakkhia! Ketahui olehmu orang luar tiada sangkutnya dengan urusan ini!"

Konconya Gui Hong Siang manggut berulang2. "Baik, baik aku mengerti" sahut ia.

Bouw Pek lantas bereskan pakaiannya dengan bawa pedangnya ia hampirkan kudanya, ia baru mau loncat naik atas binatang tunggangan itu, ketika ia lihat Su Poan-iyu terus balap mendatangi dengan kudanya. Dari jauh si Ular Gunung sudah perdengarkan teriakannya berulang"

"Lie Toaya, lekas Lekas, diselatan sana orang sedang berkelahi! Lauw Cit thayswee...!"

Bouw Pek dengar ucapan itu dengan nyata, dengan tidak ayal lagi ia loncat naik atas kudanya yang ia terus kasi kabur kejurusan dimana beradanya lerotan kereta perantaian. Ia mesti melalui tiga-empat lie, ketika ia lihat orang bertempur dalam dua rombongan, sedang lima kereta telah berhenti berbaris ditengah jalan. Ia memburu terus sambil kasi dengar seruannya.

Cepat sekali pemuda kita sudah sampai, ia loncat turun dari kudanya dan maju menerjang dengan pedangnya Secara mudah ia rubuhkan dua orang.

Lauw Cit Thayswee, dengan tubuh separoh telanjang, sedang bertempur dengan Sun Ceng Lee, kelihatannya mereka sebanding.

Yo Kian Tong, yang mesti lindungi Tek Siauw Hong, mesti berkelahi didekat kereta, lawannya adalah beberapa orangnya Lauw Cit. Tentu sekali karena itu ia tidak bisa bantu Sun Ceng Lee, siapa, menghadapi Lauw Cit Thayswee dan agaknya mesti bertarung secara mati2an.

Tapi suhengnya Jie Siu Lian telah dapat tahu datangnya bala bantuan, malah bantuan itu berupa Lie Bouw Pek, orang yang tak disangka2! Sekejap saja semangatnya bangun, tidak heran kalau sekarang ia berbalik bisa desak musuhnya secara hebat.

"Kau mundur!" berteriak Bouw Pek, yang telah maju menghampiri Lauw Cit, karena tidak ada orang yang berani dekati ia begitu lekas ia sudah minta dua korban. Sembari berteriak begitu ia lompat kejurusannya Lauw Cit sambil pedangnya terus dikasi berkerja

Menghadapi serangan berbahaya seperti itu, selagi ia sendiri terdesak. Lauw Cit Thay swee tidak dapat ketika untuk menangkis, maka terpaksa ia buang dirinya kesamping, tetapi diluar dugaannya Sun Ceng Lee yang serang ia sudah membacok berbareng dengan tusukan pedangnya Bouw Pek, dari itu golok telah mengenai punggungnya dengan ia tak berdaya sama sekali, hingga dengan keluarkan jeritan yang mengerikan tubuhnya rubuh terguling.......

Sun Ceng Lee menjadi kalap, setelah rubuhkan musuh yang tangguh itu ia amuk kawannya Lauw Cit, beberapa orang mendapat luka2. Apabila Bouw Pek tidak mencegahnya, ia tentu masih kerjakan goloknya dengan tidak mengenal kasihan. Memang sangat benci kejahatan!

Diantara orang2nya Lauw Cit Thayswee banyak yang dapat luka parah. yang masih rebah pingsan diatas tanah, lukanya hebat, dagingnya hampir terpotong putus!

Dalam sengitnya Sun Ceng Lee hampirkan musuh itu yang ia hendak bikin kutung dua tubuhnya.

"Jangan !" mencegah Bouw Pek, yang merampas. goloknya dan menancapkaunya disela kuda. "Sekarang pergi kau maju lebih dulu!"

Sun Ceng Lee mengerti, bahwa Bouw Pek ingin ia tetap jangan unjuk diri sebagai pelindung dari Tek Siauw Hong. Ia tertawa dan loncat naik atas kudanya, setelah susuti keringat dimukanya, ia kasi kudanya berlalu dari tempat adu jiwa itu.

Sementara itu Siauw Hong sudah turun dari keretanya, bersama ia juga beberapa orang polisi yang menjadi pengantarnya orang Boan itu, untuk haturkan terima kasih pada pemuda itu.

Diam2 Bouw Pek perhatikan semua hamba negeri itu, pada wajah mereka sedikit pun tidak ada roman kaget atau berkuatir, ia mengerti akan hal ini.

"Oey Kie Pok bersekongkol dan kirim rombongannya Thio Giok Kin pegat Siauw Hong buat binasakan ditengah jalan, tentang niatan itu pasti semua hamba negeri ini telah mendapat tahu. Rupanya mereka juga sudah makan uangnya Siu-Bie-too, maka mereka tidak ambil tindakan apa" Karena ini Bouw Pek jadi mendongkol dan murka, melulu sebab bisa kendalikan dirinya, maka ia hanya unjuk senyuman ewah.

"Tuan silahkan kau orang lanjutkan perjalanan" kata ia dengan suara menyindir. "Jangan kuatir didepan tidak akan terjadi onar pula ! Thio G;ok Kin dan Gui Hong Siang aku telah bunuh mati !" ia acungkan pedangnya. "Maka tuan2, harap kau orang berlaku hati2 sedikit, tidak perduli siapa, siapa berani berlaku tidak selayaknya terhadap Tek Ngo ya, pedangku ini tidak akan mengasi ampun lagi

Ucapan ini, yarg berupa ancaman, bikin ciut hatinya hamba2 negeri itu.

"Tidak nanti kami alpakan Tek Ngo ya." berkata mereka, yang paksakan dui bersenyum. "Harap Lie Toaya tidak buat kuatir "

Sampai disitu barulah Tek Siauw Hong dapat kesempatan untuk bicara.

"Hiantee, bagaimana kau bisa berada di sini?" ia tanya. Terang berbareng merasa sangat bersyukur, orang Boan ini heran sekali. "Apakah kau mau pulang sekarang?"

Bouw Pek awasi sahabatnya dengan tajam, hampir air matanya meleleh keluar bahna terharunya, karena ia mengerti betul bagaimana besar bahaya yang mengancam orang she Tek yang baik budi ini. Ia lekas-lekas simpan pedangnya dan loncat naik atas kudanya. Ia tidak mau omong banyak, ia berkiongchiu pada saudara angkat itu seraya berkata dengan perlahan : "Koko baik baik jaga dirimu, aku mau pulang"

Kemudian, sesudah kasih hormat pada Yo Kian Tong, yang mengawasinya dengan tidak sempat berkata apa, ia putar kudanya

untuk dikasi berlalu menuju keutara Sembari jalan, beberapa kali ia menoleh kebelakang, kejurusannya Tek Siauw Hong, siapa sudah naik alas keretanya begitu juga semua hamba negeri, hingga lima kereta melerok pula seperti biasanya. Sesudah dapat kenyataan lerotan itu telah berangkat, baru pemuda ini lanjutkan perjalanannya dengan hati lelah. ,

Su Poan-cu dan kudanya tidak kelihatan mata hidungnya, entah kemana perginya si gemuk itu, tetapi Bouw Pek juga tidak perhatikan si Ular Gunung yang aneh itu, dengan lawan sangat panas ia jalan terus. Ia lakukan perjalanan pulang, ia ingin lekas2 kembali ke Pakkhia, karena ia sudah berkeputusan Oey Kie Pok mesti disingkirkan, untuk hindarkan penduduk kota raja dari keganasannya hartawan yang jahat dan kejam itu. Lagian kalau sijahat ini sudah binasa apabila nanti Siauw Hong pulang, sahabat ini boleh tinggal dirumahnya dengan hati tenteram. Tentang dirinya sendiri, sesudah bunuh Oey Kie Pok nanti, ia tidak pikirkan, mati atau hidup semua itu adalah urusan dibelakang.

Juga selama diperjalanan Bouw Pek tidak pikirkan lagi hal korban2nya, mereka mampus semua atau ada yang bisa hidup lagi.

Dua hari Bouw Pek sudah lakukan perjalanan, pada magrib itu ia sampai didaerah Liu-lie-hoo. Langit penuh awan tebal yang bersinar layang, hingga rupanya seperti sulaman, tetapi dimatanya anak muda ini sinar layang itu meiupakan darah hidup yang kemerah merahan. Ia kasi kudanya jalan ditengah tegalan yang luas, ia awasi sawah yang seperti tiada ujung pangkal nya. Angin musim panas meniup2 menerbitkan suara, Disitupun tidak ada suatu rumah orang, hingga tidak bisa tertampak asap dari dapur, tidak ada seorang juga yang melintas ditempat sunyi itu. Ia jalan terus seorang diri dengan tenang.

Ia sudah melalui lagi kira dua lie, jagad telah jadi gelap karena datangnya sang malam. Tapi ia ingin lekas masuk kedalam kota, ia masih jalan terus, Liu-lie-hoo adalah daerah luar kota raja.

Selagi pemuda itu jalan terus dengan iseng, mendadak dibelakangnya ia dengar suara berketoprakannya kaki2 kuda, hingga ia jadi heran dan menoleh akan lihat siapa adanya si penunggang kuda itu. "Apakah Su Poan-cu yang susul aku?" Bouw Pek menduga2. Ia tidak takut, ia hanya sedikit heran.

Makin lama kuda datang makin dekat, tetapi dalam keadaan gelap seperti itu sukar akan lantas lihat nyata sipenunggang: kuda, yang hanya bergelemek sebagai bayangan yang samar samar. Adalah setelah orang sudah datang dekat Bouw Pek tampak penunggang itu bukannya Su Kian. si terokmok, yang menunggang kuda hewan hanya seorang tua yang tubuhnya tinggi, yang kumis dan rambutnya sudah putih semua. Karena ini ia lantas tidak memperhatikannya lebih jauh dan melanjutkan pula perjalanannya.

Penunggang kuda dibelakang dengan lekas telah sampai didekat Bouw Pek, ia kasi binatang tunggangannya, yang berbulu putih, lari terus.

Selagi hampir berendeng, mendadak Bouw Pek rasai samberan cambuk pada punggungnya, hingga tentu saja ia jadi terperanjat dan heran tetapi sebelum sempat buka mulutnya, si orang tua, yang tertawa berkakakan sudah pecut kudanya buat dikasi lari lewat seperti terbang cepatnya.

Cambukan itu tidak menerbitkan rasa terlalu sakit, tetapi perbuatan itu bikin Bouw Pek sangat mendongkol. Siapa si orang tua yang tidak dikenal itu, yang berani main gila terhadap ia? Tidak bisa jadi kalau orang tua itu kesalahan menyambuk. seban siapa kesalahan, tidak nanti ia tertawa.......

Maka ia lalu menyusul sambil berteriak:

"0rang tua didepan, tahan, tahan Kenapa kau sabat aku?" Si orang tua tidak gubris tegoran itu, kudanya kabur terus,

Bouw Pek tak dapat menyandak, tahu2 orang itu, dengan kudanya yang berbulu putih, yang tadi tertampak nyata telah Ienyap menghilang ditempat gelap! Yang tertampak hanya jagad yang gelap petang.......

Bahna herannya Bouw Pek tahan kudanya, ia asah otaknya akan ingat2 romannya si orang tua itu, yang tadi ia lihat dalam

sekelebatan. "Aku seperti kenal dia...." ia kata dalam hatinya dengan penuh kesangsian, la merasa bahwa ia seperti kenal  baik muka itu. "Oh!" Tiba2 ia berseru dengan tertahan. "Itulah romannya Jie Loo-piauw-tauw, ayahnya Siu Lian yang telah menutup mata! rupanya ia jago tua dari kalangan Kangouw, aku tidak kenal dia, tetapi dia mestinya kenal aku, maka juga kebetulan ketemu disini, ia main-main dengan aku! Cambukannya barusan tidak keras, sudah terang ia tidak kandung maksud jelek terhadap aku. Sekarang aku mesti pulang,

"aku punya urusan penting."

Setelah memikir begini ia lantas menuju langsung kekota. Malam itu, supaya tidak usah lakukan perjalanan terus, ia mampir didusun dimana ada pondokan, disitu ia bisa rebahkan diri akan melenyapkan lelah, sesudah bertempur berulang2 dengan keluarkan tenaga besar dan melalui perjalanan jauh dibawah hawa udara yang panas. Keesok paginya barulah ia lanjutkan perjalanannya ia mesti gunai tempo kira2 satu hari sebelum sampai dikota raja. Ia tidak pulang kerumahnya Tek Siauw Hong, ia juga tidak pergi keistananya Tiat Siauw Pweelek atau Khu Kong Ciauw, hanya di An-teng-mui ia cari hotel kecil, dimana ia minta kamar. Pada tuan hotel ia mengaku orang she Tan, yang baru sampai dari Thio-kee- kauw.

Sesudah beristirahat sekian lama, Bouw Pek lantas dandan. Ia berpakaian ringkas warna biru, ia tidak pakai topi, hanya dengan bawa buntalan panjang ia menuju kepintu kota An- teng-mui. Buntalannya itu adalah pedangnya yang ia bungkus dengan rapi. Ia berjalan dengan hati panas

KETIKA PEMUDA INI masuk kedalam An-teng-mui, waktu itu kira2 jam lima lewat, teriknya matahari masih terasa. Ia cuma tanya beberapa orang, lantas sampai di Pak Sin Kio didepan pintu gedungnya Oey Kie Pok. Pintu itu besar dan terukir indah. Daun pintu, yang dicat hitam, tertutup rapat. Dirnuka pintu tidak ada barang satu orang. "Oey Kie Pok benar cerdik" pikir Bouw Pek. "Terang ia sudan berjaga-jaga diri!"

Mengetahui bahwa banyak orangnya Siu Bie-too kenal dia. Bouw Pek tidak berani berdiam lama2 didepan pekarangan orang, hanya dengan lekas ia pergi kegang yang berdekatan, yang sunyi, disini dibawah sebuah pohon hoay ia nampak  akan menantikan ketika, dengan otaknya berpikir.

Tatkala itu sudah lewat waktunya orang bersantap, diatas pohon tonggeret sudah pada berhenti kasi dengar nyanyiannya yang berlagu itu2 juga. Angin menyambar- nyambar dengan perlahan. Diwaktu demikian, dari setiap rumah ada keluar penghuninya nyonya tua dan muda dan anak2, untuk berangin sesudah mereka selesai dahar. Yang tua pasang omong satu pada lain, anak2 pada memain bersanda gurau, berlarian. Dan nona2 yang bermuka medok, sambil tutupi mulut, pada berdiri sambil tertawa dimuka pintu, kong-kouw dengan asyik.

Dipihak lain anak2 muda yang bengal dengan pakai baju luar yang kecil, dengan kuncir yang besar dan longgar, jalan mundar-mandir sambil menyanyikan lagu2 percintaan, sedang mata mereka pun dibuat main terhadap nona2 itu.

Bouw Pek adalah yang beda seorang diri, maka ia merasa bahwa ia bisa mendatangkan kecurigaan orang. Kebetulan ia merasa lapar, ia lekas berbangkit, dengan bawa buntalannya ia pergi keluar gang akan cari warung mie. Disini ia minta dua mangkok mie, yang ia terus makan dengan ketimun sebagai kawannya mie itu.

Selama itu, dengan lewatnya sang waktu, cuaca telah mulai berubah.

Dengan keinginan keras untuk malam itu dapat binasakan Oey Kie Pok, Bouw Pek keluar dari warung mie. Ia belum juga dapat ketika akan masuk kedalam pekarangannya Oey Kie Pok. Didepan sebuah warung teh, dimana dipasang tetarup yang diterangi lampu, ia lihat ada berkumpul banyak orang yang sedang dengarkan tukang cerita. Si tukang cerita, yang kerobongkan diri dengan topi kecil, pegang sebuah kipas, kipas ini dalam ceritanya ia umpamakan senjata tajam. Nyata ia sedang ceritakan suatu bagian lelakon "Su Houw Toan" yalah "Lim Chiong Soat Ya Siang Liang San" atau "Lim Chiong pergi ke Liang San selagi malam penuh salyu"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar