Bayangan Berdarah Jilid 14

JILID 14

Selama ini ia menganggap tindaka Sin Hong Paytju secara tiba-tiba mengirim Giok Lan kepada mereka pasti disebabkan alasan2 tertentu dan alasan ini kalau bukan muncul dari dirinya tentu disebabkan karena Siauw Ling.

Siapa nyana dugaanya sama sekali meleset

Mereka bertiga melakukan perjalanan cepat tidak selang beberapa saat kemudian mereka telah tiba dirumah gubuk tersebut.

Waktu itu denan perasaan tidak tenteram Kiem Lan sedang menanti diluar rumah, setelah dilihatnya Giok Lan kembali tanpa membawa sedikit ciderapun, dengan hati kegirangan ia menyambut kedatangannya dan mencekal tangan gadis itu erat2.

“Kau tidak tersiksa bukan? tanyanya penuh kuatir.

“Masih baikan!” jawab yang ditanya sembari bersama2 melangkah masuk ke dalam ruangan,

Mendadak sinar matanya berbentur dengan tubuh Peng Im yang duduk bersila disudut ruangan, buru-buru ia maju menghampiri, tanyanya lirih

“Peng-heng, parahkah lukamu?”

Mendengar pertanyaan itu perlahan-lahan Peng Im membuka matanya dan tertawa hambar

“Walaupun luka yang kuderita tidak ringan setelah mendapat bantuan dari Siauw thayhiap seua rasa sakit telah hilang dan kesehatanku mulai pulih kembali. asal beristirahat sebentar lagi maka kekuatan akan kembali seperti sedia kala.”

aai ….! Peng-heng kalau bukan karena ingin menoong diriku kau tak bakal menderita luka separah ini!” kata Giok Lan dengan wajah sedih.

Tindakanku ini merupakan kebiasaan yang dilakukan setiap anggota Kay pang, semua orang akan bersikap macam aku Peng Im. jadi nona tak usah berterimakasih kepadaku lagi.

“Aaai…. sudah lama kudengar akan kebajikan serta semangat kependekaran dan orang2 kay pang yang dikatakan sebagai enghiong hoohan…. “

“Noan tak usah memuji kami setinggi langit tukas Peng Im cepat-cepat. “Inilah syarat utama yang harus dilakukan oelh orang2 Kay pang sehingga dapat mempertahankan nama harum perkumpulan kami.”

Sementara itu dengan suara lirih Siauw Ling bertanya pada diri Tu Kioe, “Bagaimana keadaan luka Peng Im?”

“Obat yang diberikan mendatangkan kemanjuran yang tak terduga, saat ini seluruh jalan darah diatas tubuhnya sudah lancar. aku pikir dalam waktu singkat kesehatannya bisa pulih kembali seperti sedia kala!….

Tulang2 serta isi perutnya apakah ikut terluka?”

“Keadaan isi perut normal, sedang tulangnya ada sediit terluka hanya tidak terlalu membahayakan”

“Kalau begitu bagus sekali!!!”

Tampak Peng Im lambat2 pejamkan matanya kembali dan mulai mengatur pernapasan.

Jelas dalam keadaan terpaksa ia mebutuhkan banyak waktu untuk menatur pernapasan pulihkan kembali kekuatannya.

Giok Lan pun tidak mengganggu lagi perlahan-lahan ia bangun berdiri dan mengundurkan diri kesamping.

Siauw Ling melongok keluar jendela memeriksa keadaan cuaca, lalu dengan nada lirih bisiknya kepada Kiem Lan.

Setengah harian lamanya mereka harus berlari dan berjuang, perut tentu sudah lapar semua, kalau ada bahan makanan tolong nona suka pamerkan sedikit kepandaian memasak….”

“Siangkong turunkan perintah saja mengapa kau bersikap begitu sungkan2?” bisik Kiem Lan lirih.

Siauw Ling tersenyum, ia membungkam.

“Ayoh berangkat! seru Giok Lan kemudian sambil bangkit berdiri. Enci Kiem Lan, mari aku bantu kau membuat nasi dapur!”

“Tidak bisa jadi, kau barusan pulang dan lukamu belum sembuh, mana boleh bekerja keras?”

“Tidak mengapa!”

Dengan mengikuti dibelakang Kiem Lan gadis Giok Lan segera berlalu kedapur

Menanti kedua orang dayang itu sudah berlalu, Siauw Ling baru berkata kepada diri Sang Pat serta Tu Kioe.

“Beberapa kali Siauw-heng mengunungi kuil bobrok itu, setiap kali pula aku menjumpai peristiwa aneh yang tak terduga …. “

Segera ia menuturkan semua kisah aneh yang pernah dijumpainya selama beberapa waktu ini.

Tiong Cho Siang Ku yang mendengarkan kisah tersebut dibikin berdiri terbelalak dengan mulut melongo, lama …. lama sekali Sang Pat baru berkata.

“Malam itu siauwte berdua telah berjumpa dengan seorang sahabat karib yang sudah lama tidak berjumpa, karena minum arak terlalu banyak dengan membawa mabok kami berangkat kekuil itu, siapa sangka ditengah jalan telah berjumpa dengan majikan perpustakaan Sian khie Su Lu dari kota Siang Yang Peng keresidenganCi Kiang serta “Pek So Suseng” atau si Sastrawan Bertangan Seratus Jan Ing

mengerti waktu sudah terdesak siauwte berdua ada maksud menghindar tapi terlambat demikianlah ditengah jalan kami ber-cakap2 sampai lama sekali, menanti Siauw-te hendak mohon diri pada waktu itu, kembali telah berjumpa dengan Tong Loo-thay dari keluarga Tong keresidengan Su Tzuan yang datang kesitu dengan membawa menantu serta empat orang dayang perempuan, demikianlah waktu kembali terbuang dalam percakapan, menanti siauwte tiba dalam kuil itu dan meninggalkan surat segera dengan menempuh bahaya menyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung dengan harapan bisa mendapatkan sedikit berita tentang Toako, siapa sangka hampir2 saja nyawa siauwte berdua lenyap di dalam perkampungan Pek Hoa San cung, dengan sendirinya tak bisa menemukan jejak Toako lagi”

“Takdir sudah menentukan demikian, hal ini mana boleh salahkan kalian berdua?”

“Toako, alismu berkerut, wajahmu murung, apakah aku sedang merisaukan keselamatan dua orang tuamu?” tanya Sang Pat

sudah berapa kali aku berpikir keras, rasanya kecuali dengan menempuh bahaya kembali keperkampungan Pek Hoa Sancung rasanya tak ada cara lain yang lebih bagus lagi, bahkan kalau mau pergi harus segera berangkat kita harus melakukan suatu tindakan diluar dugaan mereka

Sang Pat termenung berpikir beberapa saat lamanya kemudian ujarnya

“Soal menolong kedua orang tua itu lolos dari mara bahaya tentu lebih cepat diselesaikan lebih baik, dan menyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa sancung gampang yang sulit bagaimana caranya membuat mereka tidak merasa”

“Aku berdiam di dalam perkampungan Pek Hoa sancung bukan hanya sehari dua hari saja, walaupun tak bisa diaktakan semua rahasia dapat kuketahui, tapi mengetahui jjuga bebeapa tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi, yagn jadi persoalan sekarang adalah secara bagaimana kita hendak meyelundup masuk ke dalam perkampungan tanpa diketahui mereka”

“Dengan andalkan kita bertiga” ujar Tu Kioe memberi pendapatnya. “Sekalipun berhasil menolong kedua orang tua itu lolos dari kurungan, rasanya rada sulit juga buat kita untuk menghantar mereka keluar dari perkampungan Pek hoa Sancung”

“Kalau dibicarakan dari kekuatan jago lihay yang ada di dalam perkampungan Pek Hoa Sancung, kekuatan kita bertiga memang rada lemah.”

Pada saat itu Kiem Lan serta Giok Lan kebetulan sedang membawa air teh menuju ke ruang tengah, mendengar beberpa orang itu sedang merencanakan hendak pulang keperkampungan Pek oa Sancung, air muka mereka berdua segera berubah hebat, seelah meletakkan air teh ke atas meja mereka buru-buru mengundurkan diri ke belakang.

Sejak kecil kedua orang ini dibesarkan di bawah pimpinan Jen Bok Hong, karena itu asal menyebut nama oang ini timbulkan rasa jeri dihati kecil mereka.

Terdengar Peng Im yang sedang duduk mengatur pernapasan berkata menyambung pembicaraan mereka.

“Pengaruh serta kekuatan perkampungan Pek Hoa San-cung pada saat ini amat luas dengan kekuatan Tjuwi bertiga kendati kepandaian silat yang kalian miliki lebih lihay pun niscaya akan menderita kekalahan total ditangan mereka. menurut apa yang aku sipengemis kecil ketahui kecuali delapan Tiang-loo dari partai kami dengan masing-masing orang membawa sepuluh orang anak murid mereka, Tjong Piauw Patju dari empat keresidegnan besar dengan membawa delapan belas orang jago lihay telah berangkat datang masih ada lagi sipanah sakti Yong yen Khie. Sipeluru sakti Loj Joei Tjang beserta jago lihay dari Ih Heng Bun, Tong Kong Djen, Sak Hong Sian dari Thay-kheh Pay aliran selatan serta jago-jago sembilan partai besar telah bergerak datang semua, orang2 ini bukan semuanya ada ikatan permusuhan dengan Djen Bok Hong, kedatangan mereka kebanyakan atas undangan kawan2 karib mereka, jikalau kalian bertiga bisa mengadakan pertemuan dengan Be Boen Hwie dan saling bantu membantu, kemungkinan besar kekuatan kita cukup kuat untuk melawan kekuatan perkampungan Pek hoa San-cung”>

“Ehmm …. aku si Sang Loa-toa memang pernah dengar orang berkata bahwa di daratan Tionggoan telah muncul seorang yang bernama Be Boen Hwie” kata Sang Pat sambil mengangguk. “Baik kepandaian, maupun kecerdasannya melebihi siapapun, belum lama terjunkan diri ke dalam dunia persilatan, namanya sudah tersohor dan ia sendiri berhasil merebut kursi pimpinan”.

“Sungguh sayang luka yang aku pengemis cilik derita belum sembuh betul2″ ujar Peng Im sambil menghela napas panjang. “Kalau tidak cayhe pasti akan mengiringi Tjuwi untuk berhubungan dengan para jago dan bekerja sama dengan mereka.”

Mendadak Sang Pat teringat akan satu persoalan, buru-buru ujarnya kepada Tu Kioe.

“Loo jie, cepat kau lepaskan Kiem Tjoa Leng tju, siauw-heng telah mengadakan pertukaran syarat dengan Sin Hong Paytju, kita tak boleh mengingkari janji.”

Tu Kioe mengiakan, ia segera bangun berdiri dan berlalu,

setelah Tu Kioe berlalu, Sang Pat kembali berpaling ke arah Siauw Ling ujarnya.

“Pada saat ini sepuluh li disekeliling perkampungan Pek Hoa San-tjung telah berkumpul berpuluh2 orang jago lihay peristiwa munculnya kembali Jen Bok Hong telah menggemparkan seluruh dunia persilatan, menurut hasil penyelidikan yang Siauwte lakukan situasi pada saat ini amat kacau dan ruwet, diantara para jago yang berkumpul disini walaupun ada diantaranya karena hendak menegakkah keadilandidalma Bu Lim, tapi ada pula diantaranya sengaja datang dengan membawa maksud2 tertentu.

Aaai …. kepentingan umum telah dicampur adukkan dengan kepentingan pribadi, sungguh membuat ornag merasa silau dan tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi”.

Siauw Ling menghela napas panjang ujarnya pula.

Orang berkata dunia persilatan banyak persoalan, aku rasa ucapkan ini sedikitpun tidak salah”.

Sang Pat perlahatn lahan mengalihkan sinar matanya ke arah Peng Im.

Sudah lama cayhe mendengar akan kemanapun orang2 Kay pang. katanya perlahan Peng heng! kenapa saat ini kau tidak mempamerkan sedikit kepandaian untuk kita lihat?

“Kalau pada hari hari biasa, anak murid partai kami benar benar mempunyai kemampuan untuk menyampaikan berita sejauh ribuan li dalam sehari saja, tapi situasi disekitar kota Koei Cho pada saat ini amat kacau dan luar biasa, gerak gerik anak murid kami mendapat banyak ikatan2 yang membuat mereka kurang leluasa untuk bergerak, jikalau tidak sangat penting mereka dilarang bergerak ditempat luaran, tapi aku sipengemis cilik rela mengadakan percobaan satu kali”

Sembari berkata ia meronta bangun dan dengan langkah lebar berjalan keluar ruangan.

“Pang-heng kau hendak kemana?” tanya Siauw Ling keheranan.

“Ia hendak mengadakan hubungan rahasia dengan orang2 partainya untuk mencari berita” sambung Sang Pat yang berada disisinya.

“Luka yang ia derita belum sembuh, tidak leluasa baginya untuk bergebrak melawan orang lain, secara diam2 kita harus melindungi dirinya”

“Cara orang2 Kay-pang mengadakan hubungan berita sudah tersohor selama ratusan tahun di dalam dunia persilatan, selamanya rahasia ini tak pernah bocor, jikalau kita bermaksud hendak melindungi dirinya mungkin ia malah menaruh curiga kepada kami hendak mencuri tahu rahasia pertai mereka ….”

“Ooouw …. kiranya begitu!”

Seperminum teh kemudian Peng Im yang keluar telah balik kembali, ujarnya,

“Pada saat ini situasi disekitar tempat ini penuh mara bahaya, aku tidak berani mengambil kesimpulan secara gegabah.”

“Seadanya sajalah, luka Peng-heng belum sembuh benar2 kau tak usah terlalu repot2 dan banyak buang tenaga” kata Siauw Ling menasehati.

“Terima kasih atas nasehatmu!”

Pengemis itu pejamkan matanya dan mengatur pernapasan kembali

Kembali beberapa saat lewat dengan cepatnya, tiba-tiba muncul Tu Kioe dengan langkah terburu-buru

Agaknya Sang Pat dapat melihat keadaan sedikit kurang beres, segera tanyanya penuh kecemasan.

“Apakah diri Kiem Tjoa Lengtju telah terjadi sesuatu peristiwa diluar dugaan”

“Kiem Tjoa Lengtju telah siauwte lepas hanya saja dua setan pembuka jalan entah telah ditolong oleh siapa? untung sekali Siauwte telah menyembunyikan mereka secara terpisah.”

“Asalkan kita sudah membebaskan Kiem Tjoa Lengtju berarti tidak ada hutang lagi dengan Sin Hong Pay-tju” tukas Sang Pat cepat “dua setang pembuka jalan benarkah ditolong atau tidak itu soal yang tidak terlalu penting”

Ditengah pembicaraan yang sedang berlangsung, dua orang dayang telah menyiapkan sayur serta nasi;

“Ditengah gubuk yang terpencil tak ada bahan yang bagus, silahkan Tjuwi menangsal perut seadanya” kata Kiem Lan.

Sang Pat yang melihat diantara sayur yang dihidangkan terdapat daging dan ayam, ia segera tertawa terbahak2.

“Hahaha …. nona berdua tak usah terlalu sungkan2″

Ia gerakan sumpit terlebih dahulu untuk bersantap,

Sinar mata Giok Lan berputar ketika dilihatnya Peng Im masih duduk bersemedi diujung ruangan dan teringat bahwa lukanya diderita gara2 dirinya, segera ia berjalan mendekati sambil berkata,

“Peng-heng, apakah lukamu rada baikan?”

Sejak kecil Peng Im telah berkelana di dalam dunia persilatan dengan mengikuti gurunya saat ini boleh dikata dia adalah seorang jagoan yang sudah kenyang makan asam garam dunia persilatan, pengetahuannya luas dan pengalamannya banyak, mungkin diantara orang yang hadir sekarang hanya Tiong Cho Siang Ku yang bisa memadahi dirinya.

Sekalipun begitu, kena dipanggil Giok Lan dengan ucapan Peng-heng, tak urung selembar wajahnya berubah jedi merah padam juga buru-buru jawabnya.

“Tak usah nona merasa kuatir, luka aku si pengemis sudah rada baikan ….”

Giok Lan tersenyum.

“Perutmu tentu sangat lapar, mari bersantap dulu kemudian baru mengatur pernapasan lagi.”

Peng Im ternyata sangat penurut, ia mengiakan dan berjalan kemeja makan sambil ujarnya kepada Tiong Cho Siang Ku.

“Tauke berdua, aku rasa kalian belum pernah bersantap dengan ditemani pengemis bukan?”

Perduli dia adalah seorang jago macam apa pun terhadap orang lian bisa berbicara seenaknya saja tanpa terikat macam adat tapi begitu berjumpa dengan Giok Lan ia jadi malu dan ter-sipu2.

Terdengar Sang Pat tertawa tergelak.

“Kita sebagai kaum pedagang selamanya hanya tahu cari untuk se=banyak2nya, soal itu sih kami tidak terlalu memperhatikan”

Agaknya secara mendadak Tu Kioe teringat akan satu persoalan, ia menghentikan sumpitnya dan berkata.

“Eeei …. pengemis dalam hati aku Tu Loo djie punya urusan yang kurang mengena dihati, entah bolehkah kuutarakan keluar”

Sambil mengunyah sekerat daging dan meneguk secawan arak jawab Peng Im cepat.

“Djie Tauke ada urusan apa hendak ditanyakan?” silahkan diutarakan, hal ini merupakan suatu kebanggaan buat siauwte!”

“Sudah, tak usah banyak bicara yang tak berguna, aku takut kaupun sama pula dengan aku si Tu Loo-djie kurang paham terhadap soal ini!”

“Ooouw …. tentang soal ini sih susah dikatakan, coba kau katakan selengkapnya, mungkin aku sipengemis bisa bantu kau untuk memunahkan beberapa persoalan sulit yang mengeram dalam hatimu”

“Pernahkah kau mendengar tentang si hwee sio pemabok serta sipengemis kelaparan?”

“Terhadap sahabat karib aku sipengemis cilik, tentu saja tak akan kulupakan, Bagaimana? Apakah kau ingin menanyakan sesuatu tentang diri mereka berdua?”

“Kalau sihweesio pemabok jelas menunjukkan kepada gundulnya adalah kepala gundul seorang paderi dan tak usah kita bicarakan lagi, sebaliknya sipengemis kelaparan agaknya mempunyai hubungan yang erat dengan perkumpulan kalian. apakah dia termasuk anggota perkumpulan Kay-pang?

Peng Im menyikat sekerat daging ayam sambil mengunyah jawabnya tertawa.

“Semua pengemis yang ada dikolong langit berasal dari satu keluarga, walaupun dia bukan termasuk anggota perkumpulan Kay-pang kami tapi dia mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan perkumpulan Kay Pang jikalau kau ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya maka pertama kau harus mengundang aku sipengemis ciilk minum arak sepoci dahulu.”

“Seorang lelaki sejati tidak pantas untuk mencari tahu rahasia pribadi orang lain, aku hanya ingin tahu saja, asal dia bukan orang2 anggota Kay Pang itu sudah lebih dari cukup”

“Sungguh lihay.” seru Peng Im sambil gelengkan kepalanya berulang kai. “Kita si pengemis sudah pernah mencicipi masakan dari empat penjru, tapi dalam soal kehebatan belum bisa menangkan juga dari kaum pedagang. Tauke! perhitungan mu betul2 cermat dan teliti ternyata kali ini kau sudah menghemat uang sepoci arak”

Santapan kali ini diselesaikan ditengah percakapan serta gelak tertawa yang amat ramai.

Kiem Lan, Giok Lan membereskan mangkok sumpit yang telah dipakai, belum sempat beberapa orang itu melakukan sesuatu mendadak tampak dua orang pengemis berusia setengah baya dengan langkah lebar telah berjalan masuk ke dalam ruangan.

“Perkumpulan Kay Pang selama ratusan tahun ini selalu disebut sebagai partai terbesar didunia persilatan” bisik Sang Pat dengan suara lirih. “Kelihatannya nama besar ini bukan nama kosong belaka” dalam situasi macam begini ternyata mereka masih bisa berhubungan hanya membutuhkan waktu sepertanak nasi saja”

Tampak Peng Im dengan langkah lebar berjalan menghampiri kedua orang itu dan berbisik mengucapkan sepatah dua patah kata, kedua orang penemis berusia setengah baya itu kelihatan mengangguk kemudian buru-buru berlalu.

menanti bayangan punggung kedua orang itu sudah meninggalkan pintu pagar Peng Im baru putar badan berjalan masuk ke dalam ruangan, air mukanya serius dan murung seperti lagi memikirkan sesuatu persoalan.

Sang Pat segera mendongak tertawa ter-bahak2, ujarnya.

“Shen Pangcu dari partai Kay Pang terkenal sebagai seorang yang periang dan banyak ketawa, tidak kusangka murid hasil didikannya adalah seorang bocah yang selalu berwajah murung dan mahal tertawa ….”

“Toa tauke! kau tidak tahu selama dua hari ini anak murid mata2 kami yang dilepaskan banyak yang menderita luka atau menemui ajalnya, mungkinkah karena berhasil menyampaikan berita Siauw Thayhiap ketangan Be Boen wie masih menjadi suatu persoalan yang besar!”

“Apakah mereka terluka dan mati terbunuh ditangan orang2 perkampungan Pek Hoa Sancung?” tanya Siauw Ling.

“Pada saat ini daerah sekitar kota Koei Cho sudah berkumpul ber-puluh2 bahkan ber-ratus2 orang jago Bu lim dari segala penjuru dunia dengan asal usul yang campur aduk, bahkan ada pula diantara jago-jago Bu lim yang menyaru dengan menutupi wajah mereka yang sebenarnya, anak murid partai kami terluka ditangan siapa hingga saat ini masih sukar untuk diselidiki”.

“Dan Shen Pangcu suhumu apakah sudah datang kemari?” mendadak Sang Pat menimbrung.

“Suhuku sih pasti datang, hanya kapan ia baru tiba disini masih sukar untuk diduga”

Dalam hati Sang Pat mengerti, sejak pertarungan seru yang terjadi dalam tubuh Kay Pang sendiri pada dua puluh tahun berselang, dimana ber-puluh2 orang Tiong loo berkepandaian silat lihay menemui ajalnya secara konyol hal ini telah mematahkan kekuatan anti dari partai tersebut.

Saat ini walaupun jumlah anggota Kay Pang sangat banyak tapi kecuali Shen Pangcu serta tiga, lima orang Tiang loo yang menduduki kursi sebagai pelindung Hukum serta Pelaksanaan Hukum jago lihay mereka hanya beberapa gelintir saja.

Satu2nya hal yang masih bisa mereka pertahankan secara merata hingga kini adalah semangat jantan serta tidak jeri terhadap kematian.

suasana dalam ruangan berubah jadi sunyi senyap tak kedengaaran sedikit suarapun agaknya para jago dapat merasakah apabila setiap saat mereka bakal berjumpa dengan musuh tangguh dan suatu pertarungan sengit tak akan terhindar maka menggunakan waktu sesingkat ini mereka hendak coba atur pernapasan simpanan tenaga,

satu hari berlalu dengan cepatnya, setelah para jago beristirahat selama dua jam sang suryapun telah lenyap dibalik gunung.

Peng Im sekalian mulai merasa gelisah, kalau diperhitungkan waktunya seharusnya saat ini sudah ada jawaban yang masuk.

Pada saat itulah mendadak pintu pagar terhentak keras seperti ditendang seseorang dari tempat luaran, seorang lelaki berbaju kumal dan penuh tambalan menerjang masuk kedalam.

Sekali pandang Peng Im dapat mengenali orang itu sebagai salah seorang anak murid perkumpulannya, dengan cepat ia lari menyambut kedatangannya.

Orang itu langsung menerjang masuk ke dalam ruangan belum sempat mengucapkan sesuatu darah segar telah muncrat dari mulutnya, sang badanpun ikut roboh ke atas tanah.

Dengan cepat Siauw Ling meloncat kedepan, tangannya cepat menyambar badan lelaki itu dan menahannya sehingg tidak sampai roboh ke atas tanah.

Dari dalam saku Sang Pat mengambil keluar sebuah botol porselen dan mengambil keluar sebutir pil berwarna merah, tangan kiri mencekap kepala orang itu dengan paksa ia membuka mulutnya untuk memasukkan pil tadi ke dalam mulut orang tadi.

Tu Kioe puntidak ambil diam, tangan kanannya laksana kilat ditempelkan diatas jalan darah “Ming Bun Hiat” pada punggungnya lelaki itu, segulung hawa murni yang hangat dengan tiada berputusan mengalir masuk ke dalam badannya.

setelah memperoleh bantuan serempak dari para jago mendadak semangat orang itu menjadi pulih kembali, sepasang matanya dibuka lebar2 dan ujarnya.

“Dari sini berangkat menuju ke Barat laur, kurang lebih dua puluh li diluar dusun Hoo Kia Pau tepi telaga Kioe Ci Than ….”

Mendadak napasnya ter-engah2, sekali lagi ia muntahkan darah segar, sepasang mata terpejam dan napasnya kempas kempes.

“Isi perutnya menderita luka yang amat parah” kata Sang Pat dengan suara lirih. “Bukan begitu saja, iapun harus melakukan perjalanan jauh dengan ter-buru-buru, satu2nya hawa murni terakhir yang melindungi badannya telah buyar, aku takut selembar jiwanya sukar diselamatkan lagi….”

Tu ioe mengepos napas menyalurkan kembali segulung hawa murni yang maha dahsyat ke dalam tubuh orang itumenahan jangan sampai jantungnya berhenti berdetak.

Sedikitpun tidak salah, per-lahan-lahan orang itu membuka kembali sepasang matanya memandang ke arah Peng Im tajam2, sambungnya lebih lanjut.

“Disekitar lima li disebelah Barat laut, aku telah meninggalkan tanda-tanda rahasia perkumpulan Kay Pang kita, kalian berangkatlah mengikuti petunjuk tersebut….”

Mendadak muntah darah kental berwarna ke-hitam2an, sepasang matanya terpejam badan mengencang dan akhirnya menghembuskan napas penghabisan.

Dengan sedih Siauw Ling menghela napas panjang, ujarnya lirih.

“Kebajikan serta semangat jantan orang2 Kay Pang benar2 patut dipuji, patut dikagumi”

Sembari berkata ia merangkap tangannya menjura.

Tiong Cho Siang Ku pun menarik kembali wajah mereka yang penuh senyuman kedua orang itu ber-sama2 menjura.

Kiem Lan serta Giok Lan semakin sedih lagi, air mata jatuh bercucuran membasahi wajah kedua orang itu.

Peng Im gertak giginya kencang2, sambil menahan kucuran air mata ia bopong jenasah lelaki itu lambat2 berjalan keluar.

Sang Pat melirik sekeja[ ke arah tu Kioe, kedua orang itu dengan mulut membungkam berjalan mengikuti dari belakang Peng Im diam2 melindungi keselamatannya.

Siauw Ling, Giok Lan serta Kiem lan pun tanpa terasa ikut berjalan keluar dari ruangan tersebut.

Tampak Peng Im sambil membopong jenasah lelaki itu berjalan keluar menuju kesebuah lapangan tanah rumput disisi rumah, ia berhenti disana jatuhkan diri berlutut dan menjura ke arah jenasah tersebut, kemudian sepasang tangannya bergerak menggali sebuah liang besar untuk mengubur mayat orang tersebut.

Siauw Ling serta Sang Pat sekalian walaupun ada maksud turun tangan membantu, karena mereka tidak tahu bagaimanakah peraturan dari partai tersebut terpaksa berpangkutangan dan memandang sipengemis itu bekerja seorang diri dari tempat kejauhan.

Setelah selesai mengubur jenasah lelaki tadi kembali Peng Im mengambil tujuh batang ranting kering ditaruh dibagian kepala kuburan itu.

Serentak cahaya sang surya menjelang senja menyoroti tanah lapang serta tanah kubur baru yang jelek dan sederhana, pemandangan pada saat mana sungguh mengenaskan sekali.

Siauw Ling merasa amat terharu, tanpa terasa lagi dengan sikap serius dan penuh rasa hormat ia berjalan maju kedepan, terhadap gundukan tanah baru dihadapannya ia memberikan penghormatannya yang terakhir.

“Siauw Thay-hiap, kami tak berani menerima penghormatanmu yang sebesar ini” kata Peng Im sambil menyeka titik-titik air mata dengan ujung bajunya.

“Kami sebagai orang2 Bu lim paling mengutamakan menghormati orang2 yang setia dan berjasa, apa salahnya aku memberi hormat kepada jenasah pahlawan ini?”

Peng Im kembali menghela napas panjang.

“Bagi perkumpulan Kay Pang kami kejadian yagn menyedihkan macam begini sudah amat sering terjadi….”

“Partai kalian bisa lama sekali mempertahankan nama harumnya dalam Bu-lim selama ratusan tahun, ternyata alasannya cukup kuat!”

Ucapan ini dikeluarkan se-mata2 ia menaruh rasa kagum terhadap partai Kay Pang yang besar dan banyak terdapat patriot2 gagah.

“Aai…. waktu sudah tidak pagi lagi” seru Peng Im kemudian setelah memandang keadaan cuaca. “Kita harus segera berangkat ketelaga Kioe Tji Than diluar dusun Hoo Kie Phu untuk melihat keadaan!”

“Tapi luka Peng-heng….”

“Luka dari aku sipengemis cilik sudah sembuh dan tak usah Tjuwi kuatirkan, saat ini sang surya telah lenyap dari jagat senjapun menjelang datang. Mengambil remang2nya suasana kita harus cepat melakukan perjalanan, mari biar aku sipengemis cilik membawa jalan”

Tanpa menunggu jawaban lagi dari Siauw Ling sekalian, Peng Im putar badan dan berlalu,

Terpaksa para jago mengikuti dari belakang tubuhnya.

Dalam sekejap mata Peng Im telah melakukan perjalanan sejauh lima li dan tiba disebuah persimpangan jalan mendadak ia berhenti sambil berkata.

“Jikalau saudara dari partai kami tadi meninggalkan tanda rahasia, maka tanda tersebut seharusnya ada disekitar sini. harap Tjuwi tunggu sebentar!”

Ia bongkokan badan melakukan pemeriksaan disekitar daerah persimpangan tersebut kemudian serunya

“Oooouw…. disebelah sana”

Dengan mengikuti sebuah jalan raya ia lari menuju kedepan!

Tanda rahasia yang ditinggalkan perkumpulan Kay Pang benar2 amat rahasia dengan sepasang mata Siauw Ling yang ikut memperhatikan dengan cermat setiap jengkal tanah disekitar tempat itu tidak berhasil juga menemukan sesuatu yang mencurigakan

Pada saat ini cuaca sudah berubah sangat gelap tapi bagaikan seekor kuda saja Peng Im lari terus kedepan tiada hentinya.

Agaknya Siauw Ling sekalian menaruh kepercayaan penuh terhadap diri Peng Im mereka mengikuti terus dibelakang sipengemis cilik ini tanpa banyak bertanya barang sepatah katapun.

Perjalanan dilakukan selama sepertanak nasi lamanya, ditengah malam buta secara lapat2 mereka menemukan beberapa titik cahaya lampu menyorot keluar dari balik hutan, agaknya lampu2 itu berasal dari sebuah dusun.

Peng Im berhenti berlari dan ujarnya

“Dusun disebelah depan adalah dusun Hoo Kia Phu, harap kalian menanti sebentar disini aku akan pergi menyelidiki dimana letak telaga Kioe Chi Than tersebut.”

“Pada saat ini suasana penuh diliputi oleh bahaya pembunuhan pikir Siauw Ling dalam hati.

“Setiap saat besar kemungkinan untuk terjadi hal2 yang berada diluar dugaan, lukanya belum sembuh kalau semisalnya menjumpai musuh tangguh bukankah akan menerima kerugian besar?”

Karena berpikir demikian segera ujarnya.

“Peng-heng, tunggu sebentar bagaimana kalau siauwte melakukan perjalanan bersama2 dirimu?”

“Urusan ini tak perlu merepotkan Toako, biarlah siauwte yang menemani dirinya” sambung Tu Kioe tiba-tiba sambil berjalan menghampiri.

“Baiklah! kami beberapa orang akan menanti kehadiran kalian disini!”

Peng Im segera ulapkan tangannya, bersama tu Kioe ia berkelebat kedepan dan sebentar saja sudah lenyap ditengah kegelapan.

“Telaga Kioe Ci Than tentu adalah tempat dimana para jago mengadakan pertemuan” bisik Sang Pat sepeninggalnya kedua orang itu, “Daripada kita menanti disisi jalanan lebih baik sembunyi ditempat kegelapan mungkin dengan berbuat demikian kita bisa menjumpai beberapa hal yang penting.”

Belum habis ia berkata, mendadak terdengar suara derapan kami kuda berkumandang datang ….

Siauw Ling dengan sebat menarik tangan Kiem Lan serta Giok Lan untuk bersembunyi dibalik sebuah pohon besar ditepi jalan.

Sedangkan si sie poa emas mengepos hawa murninya meloncat ketengah udara dan bersembunyi dibalik dedaunan disebuah pohon besar.

Belum lama beberapa orang menyembunyikan diri, dua ekor kuda dengan cepatnya telah berlari mendekat dan sama2 berhenti didekat tempat beberapa orang itu bersembunyi.

Dengan ketajaman mata Siauw Ling walaupun berada ditengah kegelapan ia masih bisa melihat jelas wajah kedua orang itu sebagai Kiam Bun Siang Ing yaitu si “Tui Hong Kiam” atau sijago pedang pengejar angin Pei Pek Li serta “Boe Im Kiam” atau sijago pedang tanpa bayangan Than Tong.

Diam2 hatinya sangat terperanjat, pikinya.

Walaupun kedua orang ini bukan anggota perkampungan Pek Hoa Sancung, tapi mereka ada hubungan dengan pihak perkampungan Pek Hoa Sancung.

ditengah malam buta begini entah karena urusan apa mereka datang kesini? apakah dari perkampungan Pek Hoa Sancung telah tahu bahwa para jago Bu-lim sedang mengadakan pertemuan disini?”

Sewaktu ia masih berpikir terdengar Thao Tong telah berkata, “Loo-toa, terbayang sewaktu kita masih berada dalam Kiam Bun bisa bergerak bebas merdeka tanpa ada yang berani mengikat kebebasan kita, sekarang setiap tindakan setiap gerak gerik harus mendengarkan perkataan dari jen Bok Hong, kalau di-banding2kan sungguh jauh berbeda bagaikan langat dan bumi ….”

“Ssttt…. perlahan dikit kalau bicara” buru-buru Pei Pek Li menekan jarinya ke atas bibir.

Setelah memeriksa keadaan disekeliling tempat itu beberapa saat, ia baru menghela napas panjang dan menyambung, “Selama beberapa waktu ini Liauw-heng pun merasa tidak betah”

“Jikalau Toako memang merasakan pula begini, mengapa tidak ambil kesempatan yang sangat baik ini kita kabur balik ke Kiam Bun

“Balik ke Kiam Bun?” seru Pei Pek Li.”Aaai ….!!! saudaraku apakah kau tidak merasa caramu berpikir keliwat baik? kau tahu Jen Bok Hong adalah manusia macam apa? dengan wataknya yang keji dan telengas mungkinkah ia suka melepaskan kita”

“Kolong langit luas tiada ujung pangkalnya gunung dan hutan lebat susah diteliti satu per satu. dimanapun juga kita masih bisa menyembunyikan diri untuk melanjutkan hidup.”

Kembali Pei Pek Li menghela napas panjang.

“Aaai…. walaupun apa yang kau ucapkan sedikitpun tidak salah, tapi mata Jen Bok Hong tersebar dimana2, asalkan ia berhasil mendapatkan kabar berita ini maka dengan kencang ia akan mengirim pengejar untuk menangkap dan hukum mati kita berdua,”

“Sekalipun kita harus melarikan diri untuk menyelamatkan jiwa dari setiap ancaman rasanya jauh lebih baik dari pada kita tetap tinggal disini sebagai budak2 anjing perkampungan Pek hoa San-tjung….”

Bicara sampai disitu than Hong menghembuskan napas panjang, terusnya.

“Jen Bok Hong memandang kita dua bersaudara sebagai bawahannya setiap saat kita di-perintah2 seperti buda, Hm perbuatannya patut dibenci, tapi Tjau Tjioe Liong dengan sengaja mengikat persahabatan kita dan memancing kita orang terperosok masuk ke dalam perkampungan Pek hoa Santjung perbuatannya semakin patut dibenci, asalkan dikemudian hari ada kesempatan kita harus membunuh mati babi ini untuk melampiaskan rasa dendam kita!”

“Tidak salah, perbuatan rendah dari Tjioe Tjau Liong kalau dibandingkan dengan Jen Bok Hong semakin patut dibenci. akupun membenci dirinya sehingga merasuk ketulang sumsum….”

Bicara sampai disitu ia merandek sejenak, kemudian terusnya,

“Tidak leluasa buat kita untuk terlalu lama bediam disini, karena Jen Bok Hong adalah manusia yang banyak menaruh curig. mungkin sekail ia telah mengirim orang untuk membuntuti kita orang jikalau kita berdiam disini terlalu lama mungkin akan menimbulkan rasa curiga dalam hatinya!”

Selesai berkata ia sentak tali les kuda dan kabur dari sana.

Than Tong pun menyentak tali les kudanya mengejar, dalam sekejap mata kedua ekor kuda itu sudah lenyap tak berbekas.

Menanti kedua orang itu sudah lenyap dari pandangan Siauw Ling baru berbisik kepada Kiem Lan serta Giok Lan dengan suara lirih.

“Aku lihat hari kiamat bagi Djen Bok Hong sudah tidak jauh lagi, banyak anggota perkampungan Pek Hoa Santjung mulai menaruh maksud meninggalkan dirinya!”

“Walaupun di dalam perkampungan Pek hoa Sancung banyak orang yang menaruh rasa benci terhadap Djen Bok Hong” kata Kiem Lan “Tapi tidak banyak yang berani mengkhianati dirinya!”

“Bukankah Kiam Bun Siang Ing adalah suatu contoh yang sangat baik?”

“Kiam Bun Siang Ing berkedudukan sebagai tetamu dalam perkampungan Pek Hoa Santjung” jawab Giok Lan dengan cepat. “Sikap Djen Bok Hong terhadap mereka masih rada sungkan2, semisalnya Kiam Bun Siang Ing adalah anggota perkumpulan Pek hoa Santjung maka nyali mereka tak akan sebesar ini!”

Mendadak Siauw Ling tersenyum.

“Tapi bukankah kalian berdua adalah anggota perkampungan Pek Hoa Santjung yang mengkhianati Djen Bok Hong?” serunya.

“Kalau bukan ada Siangkong yang menanggung kami berdua mungkin budak sekalianpun tak akan punya nyali sebesar ini untuk mengkhianati Djen Bok Hong!”

“Sebetulnya dibagian mana toh letak hal yang paling menakutkan dari Djen bok Hong? agaknya begitu banyak orang menaruh rasa jeri terhadap dirinya!”

“Siangkong kau tidak tahu, asalkan Djen bok Hong menemukan ada orang diantara yanggotanya bermaksud hendak mengkhianati perkampungan maka ia akan memaksa orang itu untuk menelan semacam obat, berhubung banyaknya aneka ragam obat itu susah bagi orang untuk mengetahui macam apakah obat racun yang telah diberikan kepada mereka. Menurut apa yang budak ketahui ada semacam obet setelah ditelan maka dalam jangka waktu tertentu harus mendapat pbat pemunahnya kalau batas waktu itu dilewati maka daya kerja racun tersebut akan mulai bekerja….”

“Oooouw…. suatu cara yang amat keji”

“Budak masih pernah mendengar ada semacam obat yang lebih dahsyat lagi….” sambung Giok Lan lebih jauh. “Setiap orang yang menelan obat itu maka kesadarannya akan mulai punah sehingga akhirnya lupa pada diri sendiri, kecuali mendengar perintah dari Jen bok Hong, dikolong langit tak ada orang yang dikenalinya lagi”

“Ada kejadian seperti ini?” seru Siauw Ling tercengang.

“Budak masih pernah mendengar orang berkata bahwa Jen Bok Hong memiliki suatu ilmu silat yang luar biasa dimana khusus melukai urat nadi serta isi perut pihak lawannya, asalkan terluka oleh serangan tersebut maka selama hidup orang itu akan mendengarkan perintahnya….”

“Aku rasa kepandaian terebut bukan lain adalah suatu ilmu menotok yang dinamakan menggunting urat memutuskan syaraf, kepandaian semacam ini tak perlu diherankan lagi!”

Sepasang mata Giok Lan kontan terbelalak lebar2, sambil memandang tajam wajah Siauw Ling serunya, “Jadi kalau begitu kaupun bisa menggunakan kepandaian silat macam ini

“Bukannya begitu, apa yang barusan kuucapkan tidak lebih hanya merupakan dugaanku belaka, sebelum menjumpai orang yang pernah terluka oleh ilmu tersebut aku belum berani memastikan….”

“Ada orang datang!” mendadak terdengar Sang Pat berseru dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.

Siauw Ling segera menghentikan ucapan yang belum habis diutarakan, ia berpaling dan ditemukan ada dua sosok bayangan manusia sedang meluncur datang.

Gerakan kedua sosok bayangan manusia itu cepat laksana kilat, di dalam sekejap mata mereka telah tiba dibawah pohon dimana beberapa orang itu bersembunyi, mereka bukan lain adalah si Pit besi berwajah dingin Tu Kioe serta sisegulung angin Peng Im.

Sang Pat segera melayang turun dari tempat persembunyiannya.

“Apakah kalian berhasil menemukan letak telaga Kioe Tji Than tersebut?” tanyanya lirih.

Beruntung tidak sampai me-nyia2kan harapan kami.

Siauw Ling pun berjalan keluar dari balik pohon, ujarnya.

“Pihak perkampungan Pek Hoa Santjung telah mengutus Kiam Bun Siang Ing datang kemari, apakah kalian berdua menumpainiya?”

“Kau maksudkan kedua orang penunggang kuda itu?” tanya Peng Im.

“Benar!”

“Kedua orang itu sudah dipancing pergi ke arah yang lain oleh para peronda malam, sekarang kita harus cepat-cepat menuju kesana aku sipengemis cilik telah menitahkan dua orang anak murid perkumpulan kami untuk menyambut kedatangan kita ditengah jalan,”

“Peng-heng!” tiba-tiba Sang Pat bertanya. “Siapakah ketua penyelenggaraan pertemuan para jago yang diselenggarakan kali ini!”

“Tentang soal ini aku sipengemis cilik kurang paham, tapi menurut dugaanku kalau bukan Be Boen Hwe tentu guruku yang belum tiba.

Sang Pat lantas tersenyum,

“Kalau gurumu datang sendiri untuk menyelenggarakan pertemuan rahasia seluruh jago Bulim ini, urusan tentu akan mendapat kepastian yang cemerlang dan bagus” serunya.

“Selama banyak tahun guruku selalu sibuk dengan urusan dalam partainya sendiri dan jarang berkenalan dengan persoalan yang menyangkut urusan Bulim tapi beberapa hari berselang aku sipengemis cilik telah mendapat pesan dari guruku yang mengatakan beliau akan tiba ditempat ini dengan membawa serta para jago lihay dari perkumpulan Kay Pang, hanya saja sudahkah mereka tiba hingga kini susah diduga, waktu pada saat ini sangat berharga bagaikan emas, kita tak boleh berdiam terlalu lama lagi disini mari biar aku sipengemis cilik membawa jalan untuk kalian.”

Selesai berkata ia berjalan terlebih dahulu dipaling depan.

Siauw Ling, Sang Pat sekalian secara beruntun mengikuti dari belakang Peng Im melakukan perjalanan kemuka.

Dengan memimpin para jago Peng Im berjalan putar kekanan berbelok kuran lebih sejauh empat lima li dan berhenti disisi sebuah hutan lebat, tiba-tiba ujarnya.

“Silahkan Tjuwi menanti sebentar disini aku sipengemis cilik akan pergi memeriksa apakah mereka sudah datang atau belum.

Badannya segera berkelebat masuk ke dalam hutan.

Beberapa saat kemudian ia muncul kembali seraya berkata.

“Dua orang anak murid partai kami telah menanti, silahkan Tjuwi sekalian masuk kehutan dan naik perahu….”

“Naik perahu?” tanya Siang Ing tercengang

Terhadap Siauw Ling agaknya Peng Im menaruh rasa hormat yang bukan kepalang buru buru jawabnya,

“Akh…. aku sipengemis cilik telah lupa memberi keterangan kepada kalian, di dalam hutan ini terdapat seuah sungai yang menghubungkan tempat ini dengan telaga Kioe Tji Than,”

Dengan merendahkan badanya ia berlalu terlebih dahulu,

Setelah melewati sebuah hutan lebat sejauh beberapa tombak sampailah mereka ditepi sebuah sungai kecil yang luasnya tidak lebih hanya beberapa tombak.

Sebuah perahu sampan telah menanti ditepi sungai, dua orang anggota pengemis yang berpakaian dengkil telah menanti kedatanganmereka diujung perahu,

Peng Im per-tama2 meloncat dulu ke atas perahu sampan itu disusul kemudian oleh Siauw Ling serta Sang Pat sekalian.

Kedua orang Kay Pang tadi tanpa banyak cakap segera menjalankan perahunya mengikuti aliran sungai setelah dilihatnya para jago telah berada diatas perahu semua.

Walaupun sungai kecil itu tidak lebar tapi dasar sungai amat dalam, kepandaian mengemudi perahu dari kedua orang anggota Kay Pang ini sangat mahir sekali, dengan mengikuti tikungan2 dari sungai tersebut mereka jalankan perahu tersebut makin lama semakin cepat.

“Ooooouw…. kiranya telaga Kioe Ci Than ini dinamakan karena banyaknya tikungan yang terdapat disini” pikir Siauw Ling di dalam hati.

Perahu tersebut bergerak kurang lebih sepertanak nasi lamanya, mendadak pemandangan yang tertera didepan mata berubah.

Tampak luas sungai bertambah lebar dan susah kelihatan tepian, disebelah kanan sungai penuh ditumbuhi dengan tumbuhan gelaga yang rapat dan lebat.

Kedua orang anggota Kay Pang tadi mendadak putar haluan dan menjalankan perahu mereka menerobosi hutan gelaga tersebut.

Melihat pemandangan itu Siauw Ling kembali berpikir dalam hatinya.

“Hutan gelaga ini sangat lebat dan tebal mana mungkin perahu tersebut bisa bergerak disana?”

Tampak kedua orang anggota Kay Pang tadi dengan sangat mahir memutar perahu sampan itu sebentar kekanan sebentar kekiri dengan laju dan lancar mereka menerobosi hutan gelaga tadi.

Jelas diantara hutan gelaga itu terdapat sebuah jaln air yang sangat rahasia denganluas tidak sampai lima depa, tepat dpat dilalui sebuah perahu sampan.

Jelas tertera perahu mereka tanpa menjumpai kesulitan bisa bergerak maju kedepan melewati jalan rahasia tadi menembusi hutan gelaga.

Dengan pandangan yang cermat Siauw Ling memperhatikan tumbuhan gelaga yang tumbuh disekitar tempat itu, ia menemukan bekas2 babatan baru yang tertinggal disana, jelas hal ini membuktikan kalau jalan rahasia itu belum lama dibikin, dalam hati segera berpikir.

“Tempat ini memang benar2 sangat rahasia letaknya, empat penjuru adalah air dan merupakan tempat yang paling mudah dikontrol, tapi untuk melebarkan jalan rahasia ini sungguh bukan suatu hasil pekerjaan yang amat gampang….”

Kembali sampan kecil itu ber-putar2 sebanyak beberapa kali, mendadak dari balik tumbuhan gelaga terdengar suara bentakan keras berkumandang keluar, “Berhenti!!!”

Dari kedua belah tumbuhan gelaga muncul sebatang gala panjang berwarna merah yang menghadang jalan pergi mereka.

Kedua orang anggota Kay Pang yang sedang mendayung perahu mereka secepat kilat menggerakkan dayungnya menghentikan lajunya perahu tersebut kedepan.

Dari arah sebelah kiri hutan gelaga tersebut segera terdengar suara seruan keras, “Tong Poei ia Ih Bok!”

Anak murid Kay Pang yang berada disebelah kanan sampan tadi dengan cepat menyahut, “Si Poei Ken Sim Kiem!!!”

Dari hutang gelaga sebelah kanan segera muncul kembali suara seruan yang lantang

“Thian Sang Djier Gwat Seng!”

Anak murid Kay Pang yang ada disebelah kiri perahu dengan cepat menyambung

“Teh He Hwee Swie Toh!”

Dua batang tongkat bambu warna merah yang disilangkan didepan perahu tadi segera ditarik kembali ke belakang disusul suara teguran orang itu.

“Siapa yang ada diatas perahu?”

Kedua orang Kay Pang itu saling bertukar pandangan sekejap kemudian berpaling ke arah Peng Im, mereka tetap membungkam dalam seibu bahasa.

“Peng Im dari perkumpulan Kay Pang serta Tiong cho Siang Ku!” jawab Peng Im beberapa saat kemudian.

“Lalu siapakah kedua orang tamu perempuan itu?” tanya orang yang ada disebelah kanan hutan gelaga dengan suara nyaring.

“Mereka adalah sahabat karib aku Peng Im”

Suasana untuk beberapa saat lamanya berubah jadi sunyi senyap, akhirnya orang itu berkata kembali.

“Kami percaya kepada kalian silahkan melanjutkan perjalanan!”

Setelah mendapat persetujuan dari orang2 itu, kedua orang anggota Kay Pang tadi baru menjalankan perahu sampannya melanjutkan perjalanan mereka kedepan.

Setelah itu meninggalkan pos penjagaan tadi Tu Kioe mendehem ringan ujarnya.

“Pejagaan disekitar tempat ini tidak kusangka bisa seketat ini!”

“Bagi orang2 perkampungan Pek Hoa Santjung tak ada lubang yang tak bisa ditembusi kalau kita tidak melakukan penjagaan seketat ini dari mana bisa menahan selundupan dari pihak mereka?”

“Aai …. malam ini kalau bukan ada Peng-heng yang membawa jalan serta pihak anggota Kay Pang yang menyambut mungkin sekalipun kita orang tahu akan nama telaga Kioe Tji Than ini belum tentu berhasil menemukan tempat ini” kata Siauw Ling perlahan.

Peng Im membungkam, sekalipun dalam hati ia berpikir,

“Sekalipun kau berhasil menemui tempat ini, kalau tak mendapat undangan mana bisa masuk justru semua jasa ini terletak pada pundak kedua orang anggota Kay Pang yang bersedia menghantar serta penjemput kalian….”

Perahu sampan itu bergerak beberapa saat lagi, mendadak mereka berhenti dan terdengar suara salah seorang anggota Kay Pang itu berkata

“Kita sudah ditempat yang dituju, silahkan tjuwi turun perahu dan mendarat!”

Mendengar perkataan itu Siauw Ling mendongak meneliti keadaan disekitar tempat itu, sewaktu ditemukan daerah sana hanya terdiri dari hutan gelaga belaka dalam hati lantas berpikir,

“Sekitar tempat ini sama sekali tidak kelihatan ada daratan, apakah mereka suruh kami berjalan diatas permukaan air?”

Pada saat itu Peng Im telah selesai mengucapkan beberapa patah kata terhadap salah seorang anggota Kay Pang yang ada disisinya mendadak dengan suara berat serunya

“Silahkan tjuwi mengikuti diriku!”

Setelah mengarah tepat arah yang dituju, ia meloncat kedepan.

Siauw Ling selama ini mengikuti terus arah yang dituju Peng Im, tampak olehnya tempat pijakan tersebut terletak disuatu tempat kurang lebih terpaut delapan, sembilan depa dari sampan kecil mereka, ia sadar dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua orang dayang tersebut tak mungkin mereka bisa mencapai daratan dengan selamat.

Oleh sebab itu ujarnya,

“Giok Lan, Kiem lan kalian meloncat terlebih dulu?”

Giok Lan mengiakan, ia pertama2 meloncat terlebih dahulu menubruk ke arah mana Peng Im sedang berdiri menanti.

Bersamaan dengan saat gadis itu melayang kedepan dengan kumpulan hawa murninya Siauw Ling siap mendorong telapak kanannya kedepan membantu dayang itu setiap saat.

Siapa nyana tenaga loncatan dari Giok Lan jauh melebihi apa yang diduga dalam hati bukan saja ia dapat mencapai tempat pijak tersebut bahkan langsung menubruk ke arah tubuh Peng Im.

Buru-buru Peng Im mundur empat langkah ke belakang untuk menghindar. dengan berbuat demikian ia baru berhasil meloloskan diri dari tenaga tubrukan Giok Lan.

Kiem Lan pun segera menyusul dibelakang Giok Lan meloncat ke arah depan.

Setelah itu berturut2 menyusul Siauw Ling Sang Pat serta Tu Kioe melayang pula ke arah mana Peng Im berdiri menanti.

Ketika semua orang telah tiba ditempat yang dituju dan menunduk waktu itulah semua orang baru tahu dimana mereka berpijak bukan lain adalah sebuah papan kayu seluas dua depa yang ditrapkan diantara tumbuhan gelaga.

Melihat semua persiapan yang sempurna sekali Siauw Ling berpikir,

“Jika kutinjau dari tempat persembunyian mereka yang demikian terpencil dan terahasia guna tempat berkumpul, aku rasa persiapan bukan dilakukan dalam sehari dua hari belaka, jelas sejak dahulu mereka sudah memiliki suatu rencana tertentu!”

Kedua orang anggota Kay Pang yang bertugas menghantar mereka, menanti orang2 itu sudah pada mendarat mereka putar haluan dan berlalu dari situ.

“Silahkan Tjuwi berjalan mengikuti dibelakangku” kata Peng Im kemudian dengan nada yang lirih. “Semisalnya mejumpai sesuatu gerakan yang tak terduga, aku harap kalian jangan turun tangan secara gegabah”

Selesai mengucapkan perkataan tersebut ia berjalna terlebih dulu ke arah depan.

Papan2 kayu yang ditrapkan sebagai jalanan rahasia tersebut dibangun dengan menempel diatas permukaan air, setelah ber-belok2 mereka menembusi hutan gelaga semakin ke dalam lagi.

Kembali mereka melakukan perjalanan sejauh empat belas, lima belas tombak jauhnya mendadak jalanan berputar kekanan disusul cahaya lampu secara lapat2 menyorot keluar dari balik hutan gelaga yang amat lebat itu.

“Siapa?” terdengar suara teguran nyaring.

Dari kedua belah sisi hutan gelaga secara tiba-tiba meloncat keluar dua orang lelaki kekar berbaju singsat bersenjata golok menghadang perjalanan mereka.

Peng Im buru-buru merangkap tangannya menjura.

“Aku sipengemis cilik di dalam perkumpulan Kay Pang disebut Peng Im!” katanya memperkenalkan diri.

Empat buah sinar mata yang tajam dari kedua orang lelaki kekar itu ber-sama2 dialihkan ke atas tubuh Giok Lan serta Kiem Lan kemudian tegurnya kembali.

“Siapakah beberapa orang yang berada dibelakang saudara!”

“Tiong Cho Siangku yang sudah tersohor di kolong langit”

“Dan siapakah kedua orang nona itu? sambung sang lelaki kekar yang ada disebelah kiri,

“Kawan karib dari aku sipengemis cilik”

“Nama besar Peng-heng tersohor diseantero jagad” kata silelaki kekar yang ada disebelah kanan, “Sudah lama kami mendengar akan kebesaran nama saudara, tentu saja tak usah kami minta tanda kepercayaan darimu, sebaliknya beebrapa orang saudara yang ada dibelakangmu entah membawakah suatu tanda pengenal khusus?”

“Kami Tiong Cho Siang Ku selamanya pergi datang sesuka hati, tidak pernah tunduk pada suatu ikatan” seru Tu Kioe dengan nada dingin.

“Beberapa orang saudara ini adalah jago jago lihay yang aku sipengemis cilik khusu undang untuk membantu pihak kita” kata Peng Im buru-buru menyambung. “Jikalau ada hal yang tidak beres, biarlah nanti aku sipengemis cilik yang tanggung”

Kedua orang lelaki kekar itu saling bertukar pandangan sekejap, kemudian katanya.

“Urusan ini menyangkut suatu masalah yang sangat besar, kami dua berasudara tidak sanggup memikul tanggung jawab seberat ini, harap Tjuwi menanti sebentar, biarlah siauwte masuk untuk memberi laporan terlebih dahulu….”

——————-

31

Apanya yang perlu dilaporkan telebih dahulu?” seru Tu Kioe dengan gusar. “Jikalau kalian berdua tidak mau menyingkir untuk memberi jalan, jangan salahkan kami segera akan menerjang masuk kedalam.”

Karena takut urusan gagal ditengah jalan, Siauw Ling buru-buru menjawil ujung baju Tu Kioe mencegah dia melanjutkan kata2nya ujarnya ramah.

“Baiklah, merepotkan kalian berdua harus melapor dulu?”

Mungkin kedua orang lelaki kekar itu merasa agak gentar dengan nama besar Tiong Cho Siang Ku dalam dunia persilatan walaupun menerima sindiran pedas dari Tu Kioe mereka tetap bersabar.

Demikian orang yang ada disebelah kiri tetap tinggal diasana untuk ber-jaga2 sedangkan orang yang ada disebelah kanan segera putar badan lari masuk untuk memberi laporan.

Kurang lebih seperminum teh kemudian, lelaki kekar itu muncul disana ber-sama2 seorang pemuda yang membawa kipas ditangan.

Dengan sepasang mata Siauw Ling yang tajam, sekali pandangan ia dapat mengenali kembali pemuda terebut sebagai Be Boen Hwie itu sang Cong Piauw Pacu dari keresidenan Ih, Ouw, Siang, Kan.

Mendadak Be Boen Hwie mempercepat langkahnya berebut dihadapan lelaki kekar itu sembari menjura serunya, “Saudara Peng, cepat kenalkan aku dengan diri Tiong Cho Siang Ku….”

Sinar matanya berputar, mendadak ia menemukan Siauw Ling pun ada disana sikapnya segera agak melengak.

“Eeeei…. Siauw-heng pun ikut datang?” sambungnya.

Be-heng tidak pernah menyangka bukan!” sahut Siauw Ling sambil tersenyum.

Ia segera menuding ke arah Sang Pat sambil berkata lebih lanjut, “Mari …. mari …. biar aku yang perkenalkan Tiong Cho Siang Ku kepada diri Be-heng, saudara ini adalah Sang Pat sedang yang satu ini adalah Tu Kioe!”

Be Boen Hwie buru-buru mejura.

“Telah lama kami kagumi nama besar saudara berdua beruntung ini hari kita bisa saling berjumpa!”

Sang Pat mendongak tertawa ter-bahak2.

“Haa…. haa…., kemi bersaudara adalah kaum pedagang yang sangat jarang mengadakan hubungan dengan saudara2 Bu-lim, tadi kami sedikit mengganggu keagungan serta kecemerlangan nama besar Be Tjong Piauw Patju harap kau suka memaafkan!”

“Anak buahku tidak tahu dan berbicara rada kasar, siauwte berharap kalian berdua suka memandang diatas wajahku jangan mengganggu mereka lagi!”

Bicara sampai disitu ia lantas menjura.

Dengan cepat Sang Pat balas memberi hormat.

“Tanpa pegangan semua urusan gagal, Be Tjong Piauw-pacu bisa memimpin kawan2 Bulim dari empat keresidenan besar ehmm….! kiranya kau benar2 punya bakat dan memiliki kewajiban yang sukar ditandingi orang lain”

“Terima kasih atas pujianmu, siauw-te tak sanggup untuk menerimanya. Dalam barak di tengah hutan gelaga sana telah tersedia sayur dan arak bagaimana kalau Cu-wi bersantap danminum arak terlebih dahulu?”

“kami sengaja datang untuk menyambangi dirimu, tentu saja akan kutonton kehebatan serta pengaruh dari Be-heng” kata Siauw Ling sambil tertawa.

Be Boen Hwie segera menjura dengan wajah serius.

“Cu-wi silahkan masuk!”

Dengan dipimpin Peng Im beberapa orang itu melanjutkan perjalanan kedepan, Tiong Cho Siang Ku berjalan mengikuti dibelakang pengemis itu sedang kedua orang dayang Giok Lan dan Kiem Lan mengiringi dengan kencang disisi Siauw Ling.

Kepada diri kedua orang dayang itu Be Boen Hwie menjura lalu menegur sambil tertawa, “Nona berdua, agaknya kalian tidak pernah berpisah dengan Siauw Thay-hiap barang setengah jengkalpun”

Kedua orang dayang itu tersenyum, mereka membungkam.

Setelah berjalan sejauh lima tombak mendadak suasana disekeliling tempat itu berubah, tampaklah di dalam sebuah barak yang terbuat dari kayu dan bambu serta sorotan sinar lilin duduk ber-puluh2 orang jago Bu-lim.

Dalam sekali pandangan Siauw Ling dapat menaksir kira2 orang yang berkumpul disitu ada dua puluh orang banyaknya.

Dua batang lilin merah besar terpancang di depan pintu masuk, suasana disekitar sana terang benderang bagaikan disiang hari bolong, oleh karena itu setelah Siauw Ling sekalian masuk ke dalam barak itu semua jago yang hadir dalam kalangan bisa melihat wajah mereka dengan sangat jelas.

Sang Pat mendongak memandang ke atas barak itu, ia termukan diantara kayu2 sebagai penjaga maka sebagai atapnya digunakan secarik kain hitam yang amat lebar dan panjang, jelas mereka takut cahaya lampu menyorot keluar sehingga diketahui pihak lawan, tak terasa lagi di dalam hati ia memuji pikirnya, “Otak Be Boen Hwie ternyata amat cermat, ia betul2 seorang jagoan berbakat….”

Mendadak terdengar suara desiran angin tajam menembusi angkasa menyambar datang ke arah mereka.

si Sie-poa emas Sang Pat adalah seorang jago kawakan yang banyak pengalaman. begitu mendengar suara desiran angin tajam tadi ia segera dapat membedakan sebagai serangan semjata rahasia.

Buru-buru ia berpaling ke arah mana berasalnya suara tadi.

Tampaklah ditangan kiri Siauw Ling telah menangkap sebatang senjata rahasia peluru perak, dimulutnya menggigit sebatang anak panah pendek dan ditangan kanannya menggenggam senjata rahasia Kiem Lian hoa atau bunga teratai emas.

Dalam sekejap mata, tangan serta mulut sama2 bekerja untuk menangkap datangnya bokongan tida batang senjata rahasia. kecepatan gerak serta ketepatan menangkap benar2 sangat mengagumkan membuat para jago yang hadir dikalangan rata2 diikin terkesiap.

Air muka Be Boen Hwie berubah hebat, denganlantang segera teriaknya, “Siapa yang barusan melancarkan serangan bokongan? silahkan berdiri untuk memberi keterangan!!!”

Siauw Ling ayunkan tangannya melemparkansejata rahasia yang ada ditangan ke atas tanah kemudian sambil tertawa hambar katanya

“Sudahlah, mungkin orang itu sengaja hendak mengajak siauwte bergurau, Be-heng tak perlu terlalu memandang serius akan soal ini”

Sinar mata Be Boen Hwie dengan tajam dialihkan ke arah ujung barak dimana duduk dua orang jago, yang satu adalah seorang kakek tua berambut putih sedang yang lain adalah dara berbaju hitam dengan wajah kere. ujarnya kemudian.

“Siauw Sam Tjung-tju berlapang dada. siauwtepun terpaksa meurut saja atas kemauanmu”

Mendengar dirinya disebut sebagai Sam Tjung-tju dihadapan para jago, Siauw Ling segera kerutkan dahinya, bibir bergerak seperti mau bicara tapi akhirnya niat tersebut dibatalkan.

“Usia orang ini tidak begitu besar, tapi semua pekerjaan serta tindak tanduknya cukup berpengalaman dan tajam” pikir Sang Pat dalam hati. “Dalam ucapan yang pertama ia bocorkan dahulu asal usulnya Toako agar hati para jago diliputi kecurigaan setelah itu menimpahkan kebaikan hati Toako yang tidak suka mencari banyak urusan ke atas badannya dengan demikian para jago lainnya tak akan salahkan dia orang…. orang ini betul2 lihay, dalam sepatah dua patah kata ia telah memberi peringatan kepada para jago dan meloloskan diri dari berbagai macam kesulitan”

Mengambil kesempatan tadi, Peng Im alihkan sinar matanya menyapu keadaan disekeliling ruangan sewaktu tidak dijumpai para tokoh Kay Pang yang hadir dalam pertemuan tersebut ia jadi tercengang dan keheranan, pikirnya.

“Tugas berat seperti menyeberangkan para jago, penjaga keamanan serta tugas2 bahaya lainnya dipikul oleh kami pihak Kay Pang, kenapa dalam pertemuan besar yang sangat penting justru dari pihak Kay Pang tak seorangpun yang ikut hadir? sungguh aneh dan patut dicurigai….”

“Sam Cungcu!” terdengar Be Boen Hwie berkata kembali seraya menjura penuh rasa hormat. “Setelah kau berhasil menemukan tempat kami, hal ini menandakan apabila pendengaran serta penglihatan kalian sangat tajam. Hati siauwte benar2 merasa amat kagum setelah tiba disini bagaimana kalau Sam Tjungtju duduk2 sebentar sambil minum secawan arak?”

Mendengar ucapan itu Siauw Ling mengerti apabila Be Boen Hwie telah menaruh salah paham terhadap dirinya, selagi ia ada maksud memberi penjelasan Tu Kioe dengan suara dingin telah menimbrung.

“Be Tjiong Piauw patju sikapmu yang kasar terhadap para tetamu apakah mereasa tiak sedikit keterlaluan?

Be Boen Hwie kontan tertawa dingin tiada hentinya.

“Heee…., heee…., terhadap nama besar Tiong cho Siang Ku sudah lama siauwte merasa kagum, tidak nyana dengan kedudukan kailan berdua yang begitu tinggi dan terhormat ternyata sudi mengabungkan diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San-tjung”

Mendengar dirinya dituduh bersekongkol dengan Jen Bok Hong, Tu Kioe jadi amat gusar.

“Be Boen Hwie!” teriaknya keras2. “Kalau bicara harap kau sediki berhati2!”

Mendadak para jago yang hadir dalam kalangan ber-sama bangun berdiri senjata tajam dicabut keluar dari sarungnya siap melakukan penyerangan, kalau dilihat situasinya mungkin asalkan Be Boen Hwie memberi komando maka semua jago akan melancarkan serbuan secara berbareng.

Situasi segera berubah hebat, suasana penuh diliputi ketegangan serta kecemasan, setiap saat suatu pertumpahan darah akan terjadi di sana.

Pada saat itulah Sang Pat tertawa terbahak2

“Haa…. haa…. Cuwi sekalian bersikap demikian tegang dan cemas apakah ingin mempersiapkan suatu pertarungan bodoh yang tiada tujuan? selamanya siauwte mengutamakan keuntungan dalam setiap perdagangan, kalau ada tanda-tanda harus membayar ganti rugi tak akan kulakukan, jikalau kami ada maksud membantu pihak perkampungan Pek Hoa Sancung apa gunanay datang kesarang macan gua naga dengan tanpa persiapan sama sekali?”

Peng Im pun kelihatan sangat cemas dengan situasi yang tertera didepan matanya, teriaknya penuh kegelisahan.

“Be-heng harap kau suka dengarkan dulu sepatah dua patah kata dari aku sipengemis cilik”

Mendadak dari antara gerombolan para jago terdengar seseorang berteriak dengan suar lantang

“Anak murid perkumpulan Kay Pang rata2 mengutamakan kesetiaan, serta kebajikan, sisegulung angin Peng Im terkenal pula sebagai seorang pendekar yang dihormati sesama kawanan Bu-lim dalam dunia persilatan, tidak disangka kau adalah seorang manusia kecil yang takut mati, demi keselamatan sendiri dengan tiada sayangnya telah menjual keadilan Bu-lim kepada pihak musuh, hal ini sugnguh menyayangkan jerih payah Shen Pangcu yang sudah mendidik kau selama banyak tahun. Hmm! tak nyana muridnya tidak lebih adalah seorang manusia tidak punya semangat!” 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar