Golok Bintang Tujuh Bab 09 : Bila Dua Manusia Imperialis Bertemu Mendjadi Satu

PERTEMPURAN jang kedua kali diantara Siauw Beng dan siwanita djelek ini tidak dapat disamakan dengan tadi. Bila pertempuran jang pertama si pemuda tidak berlaku ganas, itulah dikarenakan ia mau menangkap hidup dan tidak adi niatan untuk melukainja. Tidak demikian dengan kali ini, setelah mengetahui bahwa manita djelek inilah jang membunuh Tjoa Tay-kiong jang mendjadi tuan penolongnja, maka kemarahan Siauw Beng sudah meluap-luap dan menjerang setjara ganas dan tidak mengenal kasihan. Suara 'Wing' 'Wing' nja golok bintang tudjuh diseling djuga dengan 'Tar' 'Tar' dari tjambuk perak, dua sendjata bawaan dari pulau Angin Pujuh ini memang tjukup hebat, musuh mulai dibuat keteter.

Wanita djelek itu ternjata banjak akalnja, melihat sipemuda mendjadi kalap, menggunakan ketika ia tengah lompat telah berteriak:

“Tunggu dulu! Apa kau sudah lupa dengan telapak tangan berdarah jang menempel didjidatmu?”

Tapi Siauw Bang sudah tidak perduli, ia mendesak terus dengan lebih hebat lagi.

Dua orang saling serang didalam pertempuran sengit. Siauw Beng menang dari dua sendjata pandjang, tapi wanita djelek menggunakan belati hitam jang tadjam, tidak berani Siauw Beng membentur sendjata orang, maka pertempuran dapat berdjalan seru!

Sebetulnja ilmu meringankan badan wanita djelek jang mendjadi murid si 'Kilat Hidup' Ang-tjiang Tjouw-su sudah mentjapai pada tarafnja jang tertinggi, namun ilmu ilmu kepandaian Siauw Beng djuga tidak dapat dibuat memain, maka diseling oleh angin mendesing-desing bagaikan suara seruling, karena 7 lubang digoloknja Siauw Beng menggunakan ilmu tipu 'Khong-hiap-lay-hong' membikin penjerangan.

Wanita djelek mempunjai ilmu kepandaian lari jang tinggi, kedjadiun ini sudah dapat kita maklumi, maka dengan lompat sana dan lompat sini ia selalu berhasil menjingkir dari serangannja sipemuda. Maka karena ini inilah ia mulai lengah, diperhatikannya sipemuda jang tjakap, pemuda ini mempunjai ilmu kepandaian jang tjukup tinggi, sendjatanja tjambuk perak dan golok bintang tudjuh pun memang hebat, wadjah mukanja tampan dan tjakap, ia melamun dan semakin tertarik sadja.

Saat inilah dalam serangan 'Khong-hiap-lay-hong', maka 'Nguing' dan 'Sret' sebagian rambutnja sudah terpapas, kupingnja mendesing-desing hampir mendjadi korban golok bintang tudjuh jang hebat.

“Hebat!” Wanita djelek memudji sambil lompat menjingkirkan diri.

“Jang hebat masih belum menjusu!” Sambung Siauw Beng tjepat.

Dan 'Tar, tjambuk perak menjusu! membikin penjerangan. Tapi kali ini wanita djelek tidak melamun, ia lompat menjingkir dan berteriak:

“Tahan! Apa kau sudah lupa dengan tanda telapak tangan berdarahmu?”

Ternjata ilmu telapak tangan berdarah adalah ilmu pukulan jang terlihay dari si Kilat Hidup Ang-tjiang Tjouw-su, siapa jang sudah mendapat tanda telapak tangan berdarah ini, didalam waktu 24 djam akan mati konjol dengan tidak diketahui sebab2nja.

Siauw Beng pernah melihat bagaimana orang2 dari si piauwsu tua Siong Lim mati kanjol semua, maka mendengar orang berkali-kali memberi peringatan, ia berhenti dan menanja:

“Mengapa?”

“Kau mempunjai hubungan apa dengan Tjoa Tay-kiong, mengapa sampai demikian kalap dikarenakan mendengar kabar kematian nja?” Wanita djelek itu menanja.

Siauw Beng sungguh tidak mengerti, dari lagu suara jang merdu mana mungkin sedjelek ini rupanja? Dari potongan badan jang menggairahkan mana mungkin sedjelek ini. Tapi didalam kenjataan ia sedang berhadapan dengan seorang wanita jang luar biasa djeleknja. Agar tidak dikatakan pemuda tidak tahu aturan, iapun memberikan djawaban atas pertanjaan orang:

“Pada 6 tahun jang lalu, Tjoa Tay Kiong pernah memberikan pertolongannja kepada kami anak dan ibu.”

“Karena ini kau mau membunuh diriku.”

“Betul! Kau telah membunuh dirinja, kau telah membakar kampungnja, mungkinkah aku dapat berpeluk tangan sadja?”

Tiba2 wanita djelek mundur kaget, sambi! menundjukan belati hitam ia berkata:

“Aaaaaa… Kau inilah itu anak ketjil jang dibawa lari oleh muridnja Pek-kut Sin-kun si Muka Hitam Hek thian Thong dan bersama-sama djatuh kedalam lembah Patah Tulang. Kiranja kau masih belum mati?”

Hanja gara2 utjapan jang dianggap sepele sadja, orang telah dapat mengetahui asal usulnja, kekagetannja Siauw Beng tidak kepalang. Inilah soal jang paling runjam.

Menurut penuturan ibunja almarhum, bila asal usul dirinja dapat diketahui orang, akan tjelakalah sehingga tidak dapat makan dan tidur tenang, puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang jang segera membikin pengedjaran, maka itu waktu, uatuk melarikan diri sadja sudah tidak ada harapan.

Ia tinggal dipulau Angin Pujuh lebih dari 6 tahun, sebetulnja tidak mudah orang dapat mengenali dengan segera, tidak disangka wanita djelek dihadapannja dapat menebak tepat dan berteriak-teriak, bagaimana bila orang lain dapat mengetahui djuga? Bukankah akan mendjadi runjam dan heboh?

Memikir sampai disini, maka Siauw Beng dengan marah membentak:

“Lalu kau mau apa?”

Wanita djelek itu tertawa tjekikikan, katanja:

“Aku datang untuk menonton keramaian! Kesatu, karena itu kitab 'Kun-lun Sin-sie' berada ditanganmu, maka tidak perduli kemanapun kau pergi, tetap kau dikuntit para tokoh2 serakah djuga. Kedua, Pui Siauw Beng, djangan kau kira aku tidak mengetahui asal asulmu, biarpun kau mempujai seribu tangan seribu kaki, mungkinkah dapat melajani kerojokannja orang2 ini?”

Heran! Mengapa siwanita djelek dapat mengetahui nama dan she orang? Soal ini hampir Pui Siauw Beng tidak pertjaja. Orang jang terdekat dengan si pemuda jalah si nenek dipulau Angin Pujuh jang Pui Siauw Beng belum ketahui siapa adanja, tapi nenek itu pun belum dapat menjebut 'Pui Siauw Beng' tiga surat.

Wanita djelek itu tertawa tjekikikan lagi, katanja:

“Pui Siauw Beng, djangan kau heran karena aku dapat mengetahui namamu, tiga kali aku turun kedalam lembah Patah Tulang, disana aku mendapatkan badju luarmu jang ketinggalan, dibalik badju luar itulah aku mendapatkan tjatatan2 jang memberikan pendjelasan tentang asal usul dan namamu, itulah tulisan2 ibumu jang ditinggalkan untukmu. Tapi badju luar itu sudah sobek, bukan kau jang merobeknja, bukan?”

Pui Siauw Beng memanggutkan kepala.

“Maka,” sambung wanita djelek jang masih diragukan kedjelekannja. “Tentang asal usul dirimu, aku ada terlebih djelas dari padamu!”

Siauw Beng memang maslh belum mengarti, mengapa ibunja membawa ia lari? Mengapa 'Kun-lun Sam-po' atau tiga pusaka Kun lun dapat terdjatuh kedalam tangan mereka? Mengapa terdapat banjak orang jang mengedjar-ngedjar mereka dan achirnja sang ibu telah terbinasa oleh pukulannja seorang dari gunung Khong- tong.

Tentang letak penjimpan kitab 'Kun-lun Sin-si' pernah djuga Pui Siauw Beng menanjakan kepada ibunja, tapi sang ibu menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, bahwa nama serta tempat penimpanan 'Kun lun Sin-sie' tidak boleh diketahui orang, atau akan tjelakalah ia sendiri. Ratusan orang atau ribuan orang akan mengintil dibelakang membikin pengedjaran, maka tidak perduli ia berkepandaian maha tinggi, pada suatu hari; akan kalah djuga dengan kerojok2annaja orang2 ini.

Pernah djuga Pui Siauw Beng bertanja kepada ibunja, siapakah jang mendjadi ajahnja? Tapi ibu hanja mengatakan ia she Pui dan tidak menjebut namanja sama sekali. Ia mengatakan bahwa bila sang anak sudah dewasa, maka semua rahasia2 ini dapat diketahuinja djuga.

Tidak disangka semua tjatatan2 ini tersimpan di badju luarnja jang ketinggalan di dasar lembah Patah Tulang, disana, setelah Hek Thian Tong menjobek dan mengetahui nama Pui Siauw Beng, karena kedatangannja si nenek dari pulau Angin Pujuh, maka ia telah terbinasa dan demikianlah badju luar Pui Siauw Beng telah terbengkalai disana dan achirnja dapat ditemui oleh wanita jang berwadjah djelek ini.

“Dimanakah sekarang badju luarku itu?” Pui Siauw Beng mulai menanja.

Wanita djelek itu tertawa tjekikikan, wadjahnja jang banjak daging lebih itu sampai bergojangan, menambah kedjelekan, kemudian ia berkata:

“Sudah kubuang… Tapi, tjatatan tentang asal usulmu itu telah kusobek sebagian.”

“Kini dimana itu?” tanja Pui Siauw Beng. “Berikanlah kepadaku.”

“Tidak bisa.” Djawab wanita djelek. “Biarpun aku telah mengetahui namamu, tapi kau masih belum mengetahui namaku. Mengapa kau tidak mau menanja dahulu?”

Sungguh lutju? Pui Siauw Beng sudah berniat membunuh wanita djelek ini bila dapat memastikan Tjoa Tay Kiong telah terbinasa ditangannja, maka mendengar kata2 jang mengesalkan, ia mem-banting2 kaki dan berkata:

“Tidak kasih? Apa kau kira aku tidak dapat merebut kembali?”

Wanita djelek menggeleng-gelengkan kepala berkata:

“Heran! Selama 6 tahun belakangan ini, apa kau menetap di pulau Angin Pujuh?”

Hatinja Pui Siauw Beng tergerak, ia memang belum tahu siapa nenek tua jang berwadjah welas asih itu, maka menggunakan ketika ini, ia ingin mengorek sedikit keterangan darinja, maka berkatalah ia:

“Djika betul, bagaimana?”

“Betul2 membuat aku heran dan tidak mengerti, situa bangka jang tidak mau mati2 itu mengapa tidak mengganggu selembar pun rambutmu?”

Pui Siauw Beng paling sajang kepada poponja dipulau Angin Pujuh jang dianggap manusia terbaik didalam dunia, maka mendengar ada orang jang mentjela, ia mendjadi marah dan membentak:

“Siapa jang kau maki dengan sebutan 'Situa bangka jang tidak mau mati2 itu?” “Siapa lagi djika bukannja situa bangka penghuni pulau Angin Pujuh, pemilik golok bintang tudjuh dan tjambuk perak?” djawab wanita djelek heran

Kemarahan Pui Siauw Beng tidak dapat ditawar lagi. 'Tar' dan tjambuk perak diajun menjerang kepala orang.

Wanita djelek gesit dan lintjah, badannja jang langsing bergerak dan menjingkir dari serangannja pemuda.

“Hei, kau masih pernah apa dengan situa bangka she Oen itu?” Wanita djelek menanja heran.

“Ow!” Pui Siauw Beng mengeluarkan seruan didalam hati, ternjata poponja she Oen, baru kini ia dapat mengetahui she poponja jang tertjinta.

Ternjata si nenek tua penghuni Pulau Angin Pujuh, pemilik golok bintang tudjuh adalah orang pertama dari 4 Manusia Imperialis jang sudah ditjap terdjahat didalam dunia. Mo-mu Oen-hun. Demikian nama jang tjukup seram! Mo-mu adalah djulukannja jang berarti seribu iblis, dan Oen Hun adalah nama aslinja, maka wanita djelek memakinja sebagai situa bangka she Oen. Sajang Pui Siauw Beng tidak tahu kepada siapa ia berguru, dengan siapa ia tinggal selama 6 tahun belakangan ini, malah ia lebih pertjaja kepada Mo-mu Oen hun dari pada siapapun djuga. Hal inilah jang membuat tjerita bertambah kalut dan ramai karenanja.

Waktu itu, dari djauh terdengar siulan jang tinggi. Mendengar ini, wanita djelek berteriak:

“Suhu sudah kembali!”

Pui Siauw Beng menengok kearah datangnja siulan, dan betul sadja terlihat satu titik ketjil dengan menggendong 7 buah peti besi kembali lagi. Itulah si Telapak Tangan Berdarah alias Kilat Hidup Ang tjiang Tjouw-su jang balik kembali.

Sebentar sadja Ang Tjiang Tjouw-su sudah tiba disana, ternjata ia tidak balik seorang diri sadja, dibelakangnja terlihat seorang jang berwajah majat dan bermuka kuda tampak mengedjarnja, ialah Pek-kut Sin-kun jang pernah menjuruh Tjoa Tay Kiong dan si Pintjang Pui Kie membongkar kuburan ibunja Pui Siauw Beng.

Sebagai salah satu dari 4 Manusia Imperialis djuga, Pek-kut Sin-kun atau Siluman Tengkorak mempunjai ilmu kepandaian jang tinggi. Maka Ang-tjiang Tjouw-su jang harus menggendong-gendong 7 buah peti besar tidak dapat memberikan perlawanannja, segera ia tiba disana dan berteriak kepada muridnja.

“Yang Hong, sambuti peti2 ini!”

Pundak kirinja mumbul sedikit, maka 7 peti besar jang mendjadi barang antaran si piauwsu tua Siong Lim jang telah direbut oleh Ang tjiang Tjouw-su melajang dan menudju ke wanita djelek jang dipanggil Yang Hong.

Kini Ang-tjiang Tjouw-su bebas dari beban, terlihat ia memegarkan kedua tangannja jang ternjata berwarna merah berdarah menjerang ke arah Pek-kut Sin kun.

Itulah ilmu pukulan telapak tangan berdarah jang ganas.

Tapi Siluman Tengkorak Pek-kut Sin kun tidak takut, ia mengeluarken kedua telapak tangaanja menangkis dan 'Bum' 'Bum' dua kali, masing2 sudah terpukul mundur. Mereka seri dan sama kuat.

Pui Siauw Bmg tidak tahu siapa adanja Pek kut Sin-kun, ia hannja kaget karena disini ia sudah menemukan tiga djago2 kuat jang tidak mudah untuk dihadapinja. Wanita djelek jang disebut Yang Hong sadja sudah sukar uutuk dihadapi, apalagi si Kilat Hidup Ang-tjiang Tjouw su jang mendjadi suhu orang, mana mungkin ia dapat memberikan perlawanan? Kini mutjul pula seorang sastrawan jang bermuka kuda seperti majat ini, orang ini dapat mengimbangi kekuatannja Ang-tjiang Tjouw-su, mana mungkin ia dapat melawannja?

Maka dilihatnja 7 peti besar jang melajang turun, itu waktu wanita djelek jang bernama Yap Yang Hong sudah memasang pundak, ia hendak mengambil alih tugas gurunja jang harus menempur Pek kut Sin-kun jang ternama.

Pui Siauw Beng menengok lagi ke arah si Telapak Tangan Berdarah dengan lain djulukan si Kilat Hidup Ang-tjiang Tjou-su jang sudah madju lagi dan menempur musuhnja. Mereka sama kuat dan sama hebat, pertandingan berdjalan dengan seru!

Inilah kesempatan jang tidak mudah untuk didapatkan, menggunakan ketika ini Pui Siauw Beng ingin merebut 7 buah peti kembali. Ia ingin menjelesaikan tugas jang diberikan oleh Siong Lim jang telah mati bunuh diri, itu malam djuga ia ingin mengantarkan ke kota Peng-kang-tin dan kemudian mentjari kitab 'Kun-lun Sin- sie' jang akan dibawa pulang ke pulau Angin Pujuh, diserahkan kepada si nenek tua jang dianggap manusia baik olehnja.

Disinilah letak kepribadiannja Pui Siauw Beng jang luhur, biarpun ia tahu diatas djidatnja ada bertanda telapak tangan berdarah, tapi ia masih tidak mementingkan diri sendiri, ia ada lebih mementingkan kepentingan lain orang.

Ditjeritaknn 7 tumpukan peti melajang turun terlebih rendah lagi, wanita djelek Yap Yang Hong sudah memasang posisi untuk lari, pundaknja tepat berada dibawah peti2 jang saling susun rapi, begitu peti djatuh, ia siap melarikan diri dan membawa 7 buah peti aneh ini pergi.

Maka tjepat sekali Pui Siauw Beng mengajun tjambuk perak nja 'Tar' mengarah lima djalan darah orang.

Kepandaiannya Yap Yang Hong telah mendapat didikan Ang-tjiang Tjouw-su langsung ada 7 atau 8 bagian dari kepandaian gurunja telah djatuh kedirinja semua, mendengar suara serangan dari arah belakang, tjepat sekali ia meledjit kedepan menghindari serangan.

Saat inilah jang dinantikan oleh sipemuda, maka tjepat ia madju tiga langkah memasang pundak, tepat sekali 7 peti saling numpuk djatuh pada pundaknja.

Pui Siauw Beng segera merasakan bobot 7buah peti berada diatas pundaknja sehingga terhadap ilmu kepandaian si Kilat Hidup Ang tjiang Tjouw-su ia harus memudji didalam hati. Ternjata djumlah berat dari 7 buah peti besar itu lebih dari 2000 kati, tapi berkat daja lemparan Ang-tjiang Tjouw-su, ia hampir tidak merasakan, maka enak sadja ia panggul untuk dibawa pergi atau lari.

Disana, wanita djelek Yap Yang Hong berteriak memudji:

“Eh, botjah litjik. Pandai sekali kau menggunakan kesempatan!”

Yap Yang Hong berteriak disertai dengan gerakan belati hitam jang mendjadi pusaka Kun-lun-pay jang terdjatuh kedalam tangannja dikasih kerdja menjerang kearah si pemuda.

Pui Siauw Beng sudah menduga bakal mendapat serangan seperti ini, maka tjambuk peraknja diajun siap melibat tangan orang jang digerakkan menusuk dirinja.

Gerakannja Yap Yang Hong gesit, tidak pertjuma ia mendjadi murid si Kilat Hidup Ang-tjiang Tjouw-su jang mempunjai kaki maling, tidak menunggu sampai tjambuk perak melilit tangan, ia membatalkan serangan dan menarik pulang belati hitam, dengan demikian ia berhasil menghindari serangan orang.

Kini ia berada dibelakang orang, dan tjepat sekali menusukkan pula belati hitamnja.

Pui Siauw Beng diserang! Beban berat di atas pundak jang berupa 7 buah peti besar tentu sadja menjukarkan dirinja, sulit untuk ia menghindari diri dari serangan, maka tjambuk perak lalu diajun dan membalikkan kepala untuk menghadapi sang lawan.

Wanita djelek Yap Yang Hong mempunjai ketjepatan jang berada di atas lawannja, kedjadian ini sudah masuk didalam perhitungannja, maka ia tidak meneruskan serangan belati hitam, sebaliknja bergerak lagi dan ini kali perut oranglah jang didjadikan sasaran.

Tjelaka! Serangan tangan sipemuda sudah dikeluarkan, sukar untuk menghiudari tusukan belati hitam jang datang setjepat ini. Sebentar lagi perut akan mendjadi korbannja belati hitam, maka si pemuda memeramkan mata untuk menerima kematian.

Tapi siwanita djelek Yap Yang Kong tidak meneruskan tusukan belati hitamnja, ia membalikkan telapak tangan dan 'Bret' sebagian badju dari Pui Siauw Beng, dari perut sehingga leher badju telah terbelah mendjadi dua.

Kedjadian ini terdjadi didalam waktu jang singkat, maka tjepat sekali Pui Siauw Beng mengeluarkan golok bintang tudjuh, golok ini diputar sedemikian rupa mendjaga seluruh tubuhnja, hingga menimbulkan suara angin jang menderu-deru bagaikan serulig golok mengalun di udara.

Bunji golok bintang tudjuh jang diputar memang tjukup istimewa, disana, Pek-kut Sin-kun jang bertempur dengan Ang tjiang Tjouw-su segera meagenali dan berteriak:

“Hei, orang dari pulau Angin Pujuh djangan lari dulu! Tunggu sampai aku selesai bertempur dengan si Kilat Hidup ini, aku masih ada urusan jang mau dibitjarakan denganmu.”

Telapak Tangan Berdarah Ang Tjiang Tjouw-su jang dimaki si Kilat Hidup tidak marah, sebaliknja telah tertawa berkakakan, dan balasnja.

“Pek kui Sin-kun, semakin lama kau semakin tidak tahu malu. Mengapa kau tidak berani langsung mendatangi pulau Angin Pujuh mentjari guru orang? Kau hanja pandainja menghina botjah jang tidak bernama. Kelakuanmu ini mana seperti kelakuan satu tokoh ternama? Seharusnja, namamu Pek-kut Sin-kun harus dihapus atau disingkirkan dari 4 Manusia Imperialis.”

Pai Siauw Beng heran, mengapa orang segera dapat mengetahui ia datang dari pulau Angin Pujuh? Kini mendengar kata2nja Ang-tjiang Tjouw-su, ia baru tahu bahwa orang jang bermuka seperti kuda itu adalah si Siluman Tengkorak Pek-kut Sin-kun jang ternama. Disini sudah hadir dua manusia Imperialis jang harus diganjang, entah siapa2 lagi dua manusia Imperialis lainnja?

Mulut si Kilat Hidup Ang tjiang Tjouw-su memaki, tangannja tidak tinggal diam, pukulan telapak tangan berdarah dikerahkan dan memukul kearah pundak kiri Pek-kut Sin-kun.

Siluman Tengkorak Pek kut Sin-kun lompat menjingkir dari serangan orang, berbareng ia membikin serangan balasan dan membentak:

“Tangan Merah, bilakah kau bersekongkol dengan sinenek tua?”

Ternjata Ang Tjiang Tjouw-su mempunjai arti 'Tjakal bakal pukulan tangan merah', maka Pek kut Sin-kun memanggil 'Tangan merah' kepadanja.

Si Kilat Hidup Ang Tjiang Tjouw-su mempunjai kegesitan jang luar biasa, maka dengan mudah ia menjingkir ke belakang orang, memukul dan membentak:

“Tutup mulut!”

Demikian dua manusia Imperialis ini saling maki saling serang, saling membela diri dan membikin pendjagaan.

Dilain medan pertempuran, Pui Siauw Beng harus berhadapan dengan wanita djelek Yap Yang Hong jang gesit, si pemuda tidak mendjadi kapok karena ditusuk belati hitam jang hanja memakan korban badjunja, dengan golok bintang tudjuh ditangan kanan dan tjambuk perak ditangan kiri ia memberikan perlawanan.

Yap Yang Hong djuga tidak takut terhadap sipemuda jang telah dibebani 7 peti beaar dipundak, dengan belati hitam dan gerakan lintjah ia menangkis dan menjerang. Wanita djelek ini seperti ada niatan untuk memantjing pergi sipemuda mendjauhi Pek-kut Sin-kun dan Ang tjiang Tjouw-su, ia main mundur dan didesak madju oleh Pui Siauw Beng.

Maka setelah djarak dengan dua manusia imperialis djauh, dengan perlahan wanita djelek Yap Yang Hong berkata:

“Botjah tolol, mengapa kau masih tidak tahu diri?”

Pui Siauw Beng menjerang dengan golok bintang tudjuh dan membentak:

“Apa jang tidak tahu diri?”

Yap Yang Hong menjingkir dari serangan golok dan berkata:

“Apa kau kira kau dapat hidup sehingga detik ini, bila aku meneruskan tusukan belatiku tadi? Serahkanlah 7 buah peti jang dimaui oleh guruku itu, kemudian menghentikan pertempuran ini”

“Phuy!” Pui Siauw Beng meludah. “Apa kau kira 7 buah peti ini barang kepunjaanmu? Betul belati hitammu tadi memberi ampun satu kali, djika nanti golok bintang tudjuhku djuga akan memberi ampun kepadamu.”

Yap Yang Hong mem-banting2 kaki, teriaknja:

“Oh, pemuda membosankan. Tahu begitu, kutusuk sadja perutmu tadi. Betul 7 buah peti itu bukan kepunjaanku, tapi djuga memangnja kepunjaanmu?”

Sementara itu, djarak mereka dengen si Kilat Hidup Ang-tjiang Tjow-su dan si Siluman Tengkorak Pek kut Sin kun bertambah djauh, mereka tidak dapat melihat atau mendengar apa tang telah terdjadi, maka Yap Yang Hong dapat berteriak semakin keras seperti tadi.

Pui Siauw Hong tidak mau menerima budi orang, maka bantahnja:

“Tentu! 7 buah peti besi ini adalah barang tanggung djawabku jang telah diserahkan oleh sipiauwsu tua jang bernama Siong Lim. Biar bagaimana aku harus berusaha mengirimkan 7 buah peti ini kekota Peng-kang-tin.”

Wanita djelek Yap Yang Hong mengeluarkan suara dari hidung 'Hm' dan katanja:

“Piauwsu tua Siong Lim bangsa apa? Apa ia ialah memberitahu kepadamu tantang isi dari 7 peti jang berada dipundakmu itu?”

Pui Siauw Beng melengak, karena inilah serangan belati hitam dari Yap Yang Hong himpir mengenai kakinja. Tjepat ia menenangkan hati dan membalas dengan serangan Khong hia-lay-hong lagi.

Wanita djelek Yap Yang Hong tertawa tjekikikan, dari suara ini sipemuda hampir tidak pertjaja akan kedjelekan musuh dihadapannja, inilah suara merdu seoraog gadis jang belum lama meningkat dewasa.

“Pui Siauw Beng,” demikian Yap Yang Hong berkata. “Tentang asal usulmu, hanja aku seorang jang tahu. Kau serahkanlah 7 buah peti itu, maka aku akan bcrdjandji tidak akan membotjorkan rahasia dirimu.”

“Tidak!!” Pui Siauw Beng berteriak. “Aku pernah meudjandjikan Siong Lim untuk mengantarkan 7 peti ini ke kota Peng-kang-tin.”

Yap Yang Hong membanting-banting kaki, katanja:

“Botjah, kau memang tolol dan goblok. Kau bitjara dengan suara keras, mungkinkah sengadja agar guruku mendengarnja?”

Betul sadja, saling serang di antara si Kilat Hidup Ang-tjiang Tjouw-su dan si Siluman Tengkorak Pek-kut Sin-kun makin lama makin berpindah mendekati mereka. Pui Siauw Beng memandang ke arah dua lawan jang tengah bertanding dan berteriak:

“Tidak perduli!”

Yap Yang Hong semakin geregetan, tjepat ia berkata perlahan:

“Hei permainan golokmu itu kendurkanlah sedikit, dan bitjaralah dengan tidak terlalu keras agar tidak didengar oleh guruku dan Pek Kut Sin-kun. Kau pertjaja kepadaku, tidak mungkin aku melukai dirimu.”

Pui Siauv Beng agak bingung, maka gerakan goloknja semakin kendur, kesempatan ini digunakan oleh Yap Yang Hong dan berkata:

“Siorg Lim mengatakan kepadaku bahwa orarg jang meminta tolong membawakan barang antaran akan membunuh keluarganja. Bila barang antaran jang dimaksud tidak tiba ditempat tudjuan?”

Pui Siauw Beng menganggukkan kepala.

“Kau terkena tipunja Siong Lim!” Berkata Yap Yang Hong tjekikikan. “Orang jang meminta membawakan barang antaran jang berupa 7 buah peti besar dipundakmu itu jalah Pek kut Sin-kun sendiri!”

“Apa?” Pui Siauw Beng tidak pertjaja. “Kau djangan mentjoba memperdajai orang. Pek-kut Sin-kun memang orang apa, harus meminta membawakan barang2nja kepada segala matjam piauwsu segala.”

Yap Yang Hong menganggukkan kepala, katanja:

“Sudah kukatakan, kau tolol, memang tidak salahnja. Apa kau tak tahu apakah akibatnja bila 3 manusia imperialis lainnja, Kun-lun Tjit-tju (7 tokoh dari Kun-lun) sekalian tahu Pek-kut Sin-kun membawa-bawa 7 buah peti itu? Mungkinkah ia dapat berdjalan aman dan tenang? Maka ia telah memisahkan perhatian orang dan menjuruh Siong Lim membawakannja. Siong Lim sebagai manusia biasa, tentu tidak terlalu menarik perhatian, dengan demikian ia dapat aman menunggu di Peng kang-tin menarik keuntungan. Tidak disangka, kuping guruku sangat tadjam, maka siasat ini dapat diketahuinja djuga.”

Pui Siauw Beng sudah mulai mengendurkan gerakkannja, mendengar sampai disini agaknja ia pertjaja kepada utjapannja si wanita djelek, pikirnja, tidak berguna ia menolong membawakan barangnja Pek-kut Sin-kun, maka terdengar ia berteriak:

“Hei, Pek-kut Sin-kun, apa betul 7 peti besi ini ada mendjadi barang2 kepunjaannmu?”

Suara sipemuda sudah dilatih banjak tahun dipulau Angin Pujuh, tentu sadja keras dan kentjang, sebentar kemudian dari sana terdengar suaranja Pek-kut Sin-kun menjahut:

“Betul! Djika kau dapat memperhatikan 7 buah peti itu sampai tidak direbut, maka perhitungan dendam dengan gurumu jang telah membunuh muridku akan kuhapuskan, tapi akan tjelakalah kau seumur hidup bila tidak dapat mendjaganja.”

Pui Siauw Beng bukan manusia jang dapat digertak, ia tidak puas diantjam seperti tadi, maka 'Bum' 'Bum' 'Bum' 7 kali, 7 buah peti sudah didjatuhkan dari pundaknja dan berkata:

“Siapa jang kesudian mendjagakan 7 buah peti besimu ini? Kau djagalah sendiri dan aku tidak mau ikut tjampur didalam perebutan ini. Tapi bila kau berani mengantjam keluarga Siong Lim dirumahnja, tentu akupun tidak dapat melepaskan dirimu.”

Siluman Tengkorak Pek-kut Sin-kun tertawa terkekeh-kekeh, katanja djauh:

“Boleh kita lihatsiapa jang tidak dapat melepaskan lawannja?”

Tapi disana Ang-tjiang Tjouw-su djuga tidak tinggal diam, ia mengurung sang lawan dengan ilmu pukulan2 telapak tangan berdarahnja sehingga membuat Pek-kut Sin kun tidak berdaja membebaskan diri dan harus melajaninja.

Pui Siauw Beng menjimpan golok dan tjambuknja, ia berdjalan pergi dengan tidak memperdulikan 7 buah peti besi itu lagi, jang sebetulnja masih mempunjai sangkutan dengan rahasia asal usulnja.

Mendadak sadja terlihat bajangan bergerak dan wanita djelek Yap Yang Hong sudah menghadang djalan perginja sipemuda, mulutnja bergerak-gerak seperti mau mengutjapkan sesuatu apa, sajang agak berat, maka ia terdiam sadja mengawasi sipemuda.

Pui Siauw Beng merasa mual dipandang sedemikian rupa, maka dengan gusar membentak:

“Mengapa kau masih menghadang djalan kepergianku?”

Djauh dari mereka djuga terdengar teriakannja si Kilat Hidup Ang-tjiang Tjouw-su:

“Yap Yang Hong, lekas bawa 7 peti besi itu ketempat jang kita djandjikan. Mengingat hubungannja botjah itu dengan sinenek tua she Oen, djanganlah kau mengganggu dirinja.”

Yap Yang Hong mengija kepada gurunja, kemudian dengan suara jang ditekan dan perlahan berkata:

“Pui Siauw Beng, legakanlah hatimu. Tentang asal usulmu akan kurahasiakan dengan aman. Kau pergilah dengan segera!”

Sipemuda tidak mengerti sikap dari wanita djelek ini djauh berbeda dari semula, maka dengan tidak terasa dipandangnja sekali lagi.

Yap Yang Hong seperti masih belum selesai bitjara maka katanja:

“Tentang tjerita kedjadian di perkampungan Sam kiong San- tjhung hanja berupa tjerita isapan djempol belaka. Maka bila kau tiba disana, kau akan lihat perkampungan itu masih ada seperti sedia kala. Dan Tjoa Tay Kiong djuga tidak terbunuh seperti kutjeritakan kepadamu, tapi ia masih hidup segar bugar tidak menderita tjatjad sesuatu apa. Lekaslah kau kesana.”

Pui Siauw Beng tidak memperdulikan Pek-kut Sin-kun dan Ang tjiang Tjouw-su lagi, tjepat sekali ia bergerak dan meninggalkan mereka jang masih asjik bertempur. Bila dua tokoh kuat jang seperti mereka mengadu tenaga, memang sampai 3 hari tiga malam pun masih sukar untuk mendapat kepastian.

Maka, dengan tidak mendapat rintangan, sebentar sadja Pui Siauw Beng sudah tiba dikota Peng-kang-tin.

Kota Peng kang-tin tjukup ramai. Betul dimusim saldju jang dingin, tapi suasana kota masih tidak dapat dilenjapkan, banjak orang jang berpakaian tebal atau bermantel mundar mandir, rumah makan dan penginapan tidak ada jang kosong, suara riuh rendah kadang2 masih terdengar.

Setibanja didalam kota, baru sipemuda teringat sesuatu hal. Mengapa ia tidak menanjakan apa jang mendjadi isi dari 7 buah peti besi? Dari sikap laku si wanita djelek, tidak sukar untuk menanjakan keterangan darinja.

Pui Siauw Beng tidak mengarti mengapa ia bolehnja pertjaja kepada itu wanita djelek? Bila mengingat daging jang berindjulan diatas mukanja, tentu sadja tjukup memualkan bagi siapa jang melihat, tapi ia mempunjai: potongan badan jang menaritk, lagu suara jang merdu dan ah…, Pui Siauw Beng tidak berani memikir terlebih landjut, wadjah djeleknja itulah jang ia tidak tahan untuk menerima.

Terbajang pula wadjah wanita djelek Yap Yang Hong dihadapannja, mengapa ia tidak menusukkan belati hitam diperut? Tapi hanja merobek sebagian dari badjunja sadja? Dan mengapa ia berdjandji untuk tidak membongkar rahasia asal usulnja? Mengapa orang dapat berlaku sebagai ini? Mungkinkah ada terselip sesuatu apa?

Pui Siauw Beng melamun sambil berdjalan, sehingga dengan tidak diketahui ia hampir menubruk seseorang.

Orang jang mau ditubruk mendjadi marah, maka tangan besarnja diulurkan hendak mentjengkeram. Untung sipemuda dapat berlaku gesit, tjepat sekali ia menundukkan badan dan menghindari tjengkeraman tangan orang.

Berbareng kupingnja mendengar satu suara:

“Sam te, kau mengapa? Orang toch belum menubruk tubuhmu bukan?”

Inilah suara jang tidak asing lagi bagi Pui Siauw Beng! Hatinja tergetar, itulah suaranja Tjoa Tay Kiong jang ia kenal betul.

Maka ia mendongakan kepala dan betul sadja didepannja sadja terlihat Tjoa Tay Kiong jang sedang didampingi oleh adik ketiganja Tjoa Tay Hiong, dan ia inilah jang tadi mengulurkan tangan siap mentjengkeram orang.

Tjoa Tay Hiong tidak puas karena tjengkeramannja tidak membawa hasil jang diinginkan, apa lagi mendengar toakonja mentjegah ia membikin onar, maka dengan tidak puas berkata:

“Botjah ini berdjalan dengan seradak seruduk, dihawa jang sedingin ini tidak memakai badju dingin sama sekali, apa tidak bisa djadi murid atau orang suruhannja Kim lo Han jang mentjari setori?”

“Djangan sembarang mendakwa o»ang.” Tjoa Tay Kiong berkata keren. “Mungkin djuga anak dari seorang jang tidak berada, maka djanganlah kau mentjari gara2 lagi. Urusan kita ada terlebih penting!”

Tjoa Tay Hiong mendengar tidak puas, tapi ia tidak berani melawan perkataan atau perintah toakonja maka berdua lalu berdjalan pergi meninggalkan sipemuda.

Hatinja Pui Siauw Beng tergerak, urusan apa lagikah jang akan terdjadi? Maka ia siap mengulurkan tangan memberi bantuan, dengan mengikuti dibelakang mereka ia membikin penguntitan.

Tjoa Tay Kong dan Tjoa Tay Hiong masuk kedalam rumah makan jang besar, maka Pui Siauw Beng turut mengajunkan langkahnja kesana.

Tjoa Tay Kiong dan Tjoa Tay Hiong memilih tempat duduk jang menjolok mata, maka Pui Siauw Beng mengambil medja jang berhadap-hadapan dan memasang kuping mentjuri dengar pembitjaraan.

Tidak lama terlihat Tjoa Tay Kiong mengkerutkan kening dan berkata:

“Sam-te, setelah hilangnja belati hitam pada 3 hari dimuka aku sudah tahu akan terdjadi kedjadian jang lain lagi. Betul sadja Kim Lo Han mengutus orangnja untuk menemui kita dirumah makan ini. Entah apa jang mau dirundingkan olehnja?”

Tjoa Tay Hiong membusungkan dada, adik ini memang ada terlebih djumawa dari pada toakonja, dengan mentjoba berlaku gagah ia berkata:

“Djangan takut! Hanja satu Kim Lo Han buat apa ditakuti? Dahulu, sewaktu rumah kita didatangi oleh Kim Lo Han, Po-jang Ni-kouw, Hek Thian Tong, Tui Kie dan Tjo Put Djin sekalian, bukankah kau dapat berlaku tenang dan tidak terdjadi sesuatu, apa bahkan kau dapat memberikan perlawanan jang tjukup seru kepada Pu-yong Ni-kouw, kini jang datang hanja Kim Lo Han seorang buat apa kau mendjadi takut tidak kepuguhan?”

Tjoa Tay Kiong menggeleng-gelengkan kepala. Katanja:

“Kedjadian tidak dapat disamakan pada hari itu, itu waktu aku harus membeli si anak piatu jang belum lama kehilangan tjinta ibu, maka aku harus berdaja upaja mengeluarkan tenaga. Tapi setelah ia terdjatuh kedalam lembah Patah Tulang dengan tidak kabar tjerita, hatiku bimbang dan tidak tenang sehingga telah menelantarkan ilmu peladjaran, tidak demikian dengan Kim Lo Han jang semakin lama semakin gagah dan dimalui orang, mungkinkah aku dapat menandingi dirinja, soal ini masih harus diragukan sekali lagi.”

“Djadi kau meragukan belati hitam telah ditjuri oleh salah satu dari mereka itu?” Tanja Tjoa Tay Hiong.

Tjoa Tay Kiong menmanggutkan kepala, katanja:

“Menurut tjerita orang, si Pintjang Tui Kie, Pu-yong Ni-kouw, Tjo Put Djin dan Kim Lo Han ini telah mendirikan satu perserikatan jang dinamakan 'Samtasia', maka 4 orang ini disebut 4 Manusia Imperialis Muda. Bila belati hitam dapat ditjuri dari buntalanku dengan tidak diketahui sama sekali, mudah dibajangkan sampai dimana kemadjuan ilmu silat mereka.”

Pui Siauw Beng jang mendengar pembitjaraan dari dua roang dihadapannja memanggutkan kepala. Ternjata kata2 dari wanita djelek Yap Yang Hong memang tidak bohong, dengan ilmu kepandaian jang dimiliki oleh muridnja si Kilat Hidup, tentu sadja tidak sukar untuk mentjuri belati hitam dari bawah bantal Tjoa Tay Kiong. Hanja ia heran, ketjuali 4 Manusia Imperialis, kini telah timbul pula 4 Manusia Imperialis Muda. Sungguh dunia sudah tua! Matjam2 nama sadja jang telah dikeluarkannja.

Rumah makan jang didjandjikan oleh Kim Lo Han untuk bertemu dengan Tjoa Tay Kiong adalah rumah makan jang terbesar, disana ketjuali mereka dan Pui Siauw Beng masih banjak orang tamu lagi. Diantaranja terlihat seorang pemuda berwadjah tampan, bermulut ketjil turut memasang perhatian atas pembitjaraan dua saudara Tjoa jang belum lama kita sebut tadi.

Dua sandara Tjoa tidak engah, tapi Pui Siauw Beng jang lebih lihay dari mereka sudah dapat mengetahui dengan segera. Sangat kebetulan, pemuda tampan, bermulut ketjil itu memandang kearah Pui Siauw Beng, maka dua pasang sinar mata beradu mendjadi satu.

Agaknja sikap dan pembawaan Pui Siauw Beng tidak menarik perhatian orang, maka pemuda bermulut ketjil itupun tidak memandangg terlalu lama dan memasang kuping mendengar pembitjaraannja Tjoa Tay Kiong lagi.

Pui Siauw Beng agak tertjengang, seperti apa jang dilihat dari katja perungu dari wanita djelek Yap Yang Hong, ia telah melihat diatas djidatnia ada tanda tapak tangan berdarah, tapi pemuda itu mengapa tidak mendjadi heran?

Maka ia menengok kekiri dan kekanan memandang orang2 menarik perhatian, banjak orang jang dipandang tidak puas, tapi mereka tidak melakukan sesuatu apa dan djuga tidak menundjukan keheranannja.

Kedjadian ini memang agak aneh! Bila telapak tangan berdarah masih menempel diatas djidat, sudah dapat dipastikan mereka heran dan memandang atau menarik perhatian, kini mereka memandaag dengan pandangan mata biasa, maka kelakuan mereka agak aneh djuga dilihatnja.

Kebetulan, pelajan rumah makan segera datang membawakan makanan, maka Pui Siauw Beng berkatja dimangkuk jang tersedia air dan telapak tangan berdarah diatas djidat sudah tidak terlihat lagi! Sungguh heran sekali!

Seperti diketahui, tanda telapak tangan berdarah adalah salah satu ilmu jang terdjahat dari si Kilat Hidup Ang tjiang Tjouw-su. Orang jang terkena tanda telapak tangan berdarah ini, didalam waktu 24 djam tidak mungkin dapat hidup dengan terlebih pandjang lagi. Maka tentu sadja Pui Siauw Beng mendjadi heran karena tanda teLapak tangan berdarahnja dapat lenjap setjara mendadak.

Datang mendadak lenjappun setjara mendadak. Sungguh kedjadian aneh jang paling membingungkan orang!

Bila tidak tahu kuntji rahasianja, memang sangat membingungkan. Tapi setelah mengetahui apa jang mendjadi sebab dari keanehan ini, Pui Siauw Beng sampai tertawa sendiri, inilah tjerita di belakang dari tjerita ini.

Karena sedang melamun dengan tidak diketahui, dirumah makan telah bertambah satu orang, Orang ini berupa hweshio tidak berambut, ia datang mendadak dan tertawa terbahak-bahak, kemudian mengeluarkan suara gembrengnja:

“Saudara Tjoa memang tidak pertjuma mendjadi orang ternama, dengan sekali undang sadja mudah bertemu muka.”

Inilah Kim Lo Han jang sudah datang.

Tjoa Lay Kiong mengeluarkan suara hidung 'Hm' dan berkata: “Silahkan duduk!”

Kim Lo Han mengajunkan langkah lebar dan mengambil kursi jang berada didepan dua saudara Tjoa, dengan tidak sungkan2 lagi ia duduk disana.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar