Si Rase Hitam / Hek Sin Ho (Lanjutan Si Rase Terbang) Jilid 12 (tamat)

Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------

Jilid 12 (tamat)

Hek SIN HO tertawa tawar.

"Enak saja kau bicara." katanya kemudian. "Mana mungkin urusan itu terjadi. Walaupun kau kerahkan seluruh kekuatan dari pengawal istana. tidak nantinya jago2 istana itu dapat menghadapi pendekar2 besar itu. Jika memang kalian yang sipat kuping dan angkat kaki seribu untuk lari kepangkuan ibu dan nenekmu, tentu itu memang bisa dimaklumi... Kalau memang kalian bisa menandingi mereka, untuk apa kalian bersusah payah mengundang ketiga Taysu ini?"

Hek Sin Ho berkata dengan suara yang wajar, dengan sikap yang berani sekali, kata2nya juga memang masuk dalam akal, sehingga ketiga peadeta itu jadi tertawa dingin beberapa kali dengan muka yang merah.

Sedangkan Song Tongleng yang memang tidak pandai bicara, jadi gelagapan.

Dia murka dia penasaran dia juga memang diliputi ketakutan takut kalau2 ketiga pendeta itu merobah pikirannya. Kalau terjadi begitu, bukanlah hal itu sangat membahayakan sekali?"

Maka disaat dia gugup begitu, dia teringat

sesuatu,

"Jika tidak salah engkau memang masih ada hubungannya dengan Ouw Hui dan Biauw Jin Hong bukan?" tanyanya dengan suara yang dingin.

"Aku mana memiliki peruntungan yang begitu baik sehingga bisa mempunyai hubungan dengan para pendekar besar itu ?" balik tanya Hek Sin Ho.

Semula Tongleng itu bermaksud melibatkan Hek Sin Ho dengan nama2 jago itu, untuk membangkitkan kemarahan dan penasaran dari ketiga pendeta itu.

Dengan adanya jawaban Hek Sin Ho, bukan saja Tongleng itu tidak berhasil menarik simpati dari ketiga pendeta itu, malah sebaliknya.

"Hemmm, rupanya Song Tongleng bekerja terlalu ceroboh, sehingga anak semuda ini ingin disangkut kaitan dengan begitu mudah saja kepada beberapa nama jago2 didaratan Tionggoan ?....."

Tentu saja, hal ini telah membuat Tongleng itu jadi kelabakan.

Tetapi dia cepat2 telah menyahuti. "Sam Wie Taisu, mulut anak ini memang sangat berbisa, jika dia bicara terus, tentu dia akan blcara hal yang tidak2 Maka terlebih dulu kita tangkap dia kemudian kita korek keterangan darinya, meacari asal usulnya dengan sebenarnya

"Hemm, kami tentunya tidak perlu diajari oleh kau, Song Tongleng, kami lebih mengetahui apa yang harus kami lekukan." kata sipen-dsta jubah kuning itu dengan suara yang dingin dan tidak mengandung perasaan apapun juga.

"Jika demikian, biarlah setan kecil itu kuserahkan kepada Sam Wie Taisu." kata Song Tongleng yang jadi kewalahan oleh perkembangan yang terakhir ini.

Sedangkan Hek Sin Ho sendiri telah tertawa dingin berulang kali.

Pemuda ini telah melihat bahwa Song Tongleng mulai salah tingkah.

tetapi disaat Hek Sin Ho tengah girang begitu, disaat itu juga tampak tangan sipendeta baju putih telah bergerak lagi.

"Naik." teriak pendeta itu.

Dan seperti tadi tubuh Hek Sin Ho telah terbang keatas lagi, telah diputar pula oleh pendeta itu.

Malah kali ini pendeta itu memutarnya dalam waktu yang sangat lama dan panjang sekali sehingga membuat Hek Sin Ho pusing bukan main.

terlebih pula, putaran itu merupakan kekuatan tenaga dalam yang dahsyat, yang membuat Hek Sin Ho tidak bisa menguasai diri. akibat dari gencatan tenaga dalam itu.

Dengan Sendirinya, dia merasakan kepalanya seperti ingin pecah, langit seperti ingin runtuh. Diam2 Hek Sin Ho mengeluh

"Rupanya kali ini aku tidak bisa lolos dari kematian." katanya dengan suara yang putus asa.

Dan baru Saja dia berpikir begitu, baru dia berucap begitu, maka disaat itu jaga sipendeta berjubah putih itu telah menghentak tangannya lagL

Maka seketika itu tubuh Hek Sin Ho meluncur turun ketanah, terbanting keras bukan main sehingga menimbulkan suara yang keras sekali.

Seketika itu juga Hek Sin Ho mengeluarkan suara jerit kesakitan yang nyaring kepalanya pusing bukan main.

Untuk saat yang cukup lama dia tidak bisa bangun berdiri, tetap diam ditempatnya itu dengan kepala tertunduk dan mata yang dipejamkan rapat2.

Setelah pusing dtkepalanya itu agak berkurang, barulah Hek Sin Ho membuka matanya itu.

"Katakan terus terang...." kata sipendeta jubah putih, Dan yang terpenting harus bicara jujur... siapa jago2 lainnya! Jika saja kau mau membawa adat, kami bisa membawa adat juga, dan yang akan celaka adalah dirimu sendiri?"

Dan setelah berkata begitu, sipendeta telah memandang dengan sinar mata yang sangat tajam sekali kepada Hek Sin Ho.

Saat itu Hek Sin Ho telah berusaha untuk berdiri, dia bingung bukan main.

Jika dirinya terus menerus dipermainkan oleh ketiga hweshio itu yang mengandalkan kekuatan tenaga lwekangnya yang sempurna, niscaya dirinya yang akan celaka.

Tetapi, untuk menghadapi kekuatan tenaga dalam pendeta itu, diapun tidak memiliki kesanggupan.

Didalam keadaan seperti itu, ketika sipendeta tengah berkata2, tiba2 sekali Hek Sin Ho teringat sesuatu.

"Ihhh...!" diam2 dia telab berpikir didalam hatinya. "Mengapa aku tidak mempergunakan jurus Ie Hong Hoa?"

Yang dimaksud dengan jurus Ie Hong Hoa adalah jurus Hujan Angin Bunga, suatu jurus yang sangat luar biasa, yang telah dciptakan oleh ayahnya, dengan menggabungkan ilmu dari dua keluarga, yaitu dari keluarga Ouw dan keluarga Biauw, Seperti diketahui bahwa ayah Hek Sin Ho memang telah berhasil menctptakan semacam ilmu gabungan yang hebat sekali.

Bukan main girangnya Hek Sin Ho.

Dia memang belum pernah mempergunakan ilmu itu, tetapi Hek Sin Ho memang telah pernah diberitahukan oleh ayahnya bahwa jurus Ie-Hong Hoa itu merupakan jurus yang luar biasa.

Betapa lihaynya sang lawan, jangan harap lawan itu bisa menguasai dirinya.

Maka dari itu mau tidak mau memang Hek Sin Ho jadi girang bukan main tahu2 dia telah melompat dengan sepasang kakinya dikakukan dan dengan mengeluarkan suara bentakan, tahu2 dia telah menggerakkan kedua tangannya dengan gerakkan ditekuk dan dilonjorkan berulang kali.

Gerakan itu tentu saja merupakan gerakan yang sangan ajaib sekali dan tampaknya juga merupakan gerakan yang biasa saja.

Tetapi aneh, dari kedua tangannya meluncur keluar serangkuman angin serangan yang perlahan dan lembut sekali tetapi bisa menghancurkan.

Ketiga pendeta itu jadi kaget bukan main karena biar bagaimana mereka adalah jago jago yang sudah sempurna ilmu lwekangnya, mereka telah mengetahui dan dapat membedakan mana ilmu sejati dan mana yang bukan.

Waktu mereka merasakan menyambarnya angin serangan yang begitu halus dan lembut tentu saja mereka jadi terkejut bukan main sebab diantara kelembutan itu menyelusup semacam tenaga yang tajam sekali.

Sipendeta jubah putih itu mengeluarkan suara seruan tertahan dan cepat2 menggerakkan tangannya. Ia menghentak keatas dia bermaksud untuk melontarkan tubuh Hek Sin Ho ketengah udara lagi.

Tetapi yang mengejutkan dia justru serangannya sama sekali tidak berhasil, jangankan tubuh Hek Sin Ho terlontarkan, sedangkan bergeser saja dari tempatnya berdiri tidak sama sekali, tentu saja hal itu telah mengejutkan sipendeta, yang telah mengulangi serangannya itu beberapa kali, namun tetap saja gagal, sehingga membingungkan bukan main hati pendeta tersebut.

Walaupun bagaimana memang kenyataannya terlihat jelas, Hek Sin Ho seperti telah memperoleh suatu kekuatan yang tidak bisa dibendung lagi, karena dia telah menerima serangan dari si pendeta dengan kekuatan yang sangat hebat.

Dengan sendirinya, mau tidak mau telah membuat Hek Sin Ho dapat menggerakkan tangan dan kakinya tanpa terpengaruh oleh hentakan tangan sipendeta.

"Ihhh." pendeta itu telah mengeluarkan suara tertahan.

Karena dia sama sekali tidak menyangka bahwa didunia ada orang yang bisa bertahan dari kibasan tenaga dalamnya itu.

Selama mereka melatih ilmu itu, mereka tidak pernah gagal untuk merubuhkan lawan-lawan mereka, walaupun bagaimana liehaynya lawan itu.

Tetapi Hek Sin Ho, seorang pemuda tanggung ini, ternyata bisa mempertahankan diri dari serangan tenaga dalam mereka itu.

Dengan sendirinya pula, mau tidak mau pendeta itu disamping terkejut, juga merasa kagum sekali.

Mereka jadi menduga duga, entah ilmu apa yang telah dipergunakan oleh Hek Sin Ho.

Bahkan kedua pendeta yang lainnya jadi penasaran waktu melihat usaha kawan mereka itu tidak memberi hasil.

Dengan cepat mereka telah menghentak juga dengan lwekang mereka.

Namun tetap saja Hek Sin Ho tidak bisa dilontarkan pula. hanya pemuda itu tampak telah bergerak-gerak dan bersilat dengan jurus2nya yang aneh itu.

Keruan saja ketiga pendeta itu jadi bingung mereka menghentikan serangan dan hanya mengawasi tertegun.

Tetapi mereka jujur, mereka mengakui bahwa ilmu yang dimiliki Hek Sin Ho sangat luar biasa sekali, maka dari itu sipendeta putih itu berkata dengan suara yang lantang "Sungguh hebat kau setan hitam ilmu apa yang kau gunakan?"

"Kalian ingin tahu?" tanya Hek Sin Ho sambil menghentikan gerakannnya juga.

"Sebutkanlahl" mendongkol juga pendeta itu yang melihat sipemuda telah memperlihatkan sikap seperti mempermainkan mereka.

"inilah yang dinamakan ilmu mengusir tiga orang dedemitl" kata Hek Sin Ho lagi.

Keruan saja ketiga pendeta itu jadi terkejut sekali. karena dengan berkata begitu, berarti Hek Sin Ho memang sengaja menyindirnya.

Maka dari itu, dengan mengeluarkan suara seruan gusar, ketiganya telah melancarkan serangan yang serentak, dengan mempergunakan lweekang mereka.

Hek Sin Ho juga tidak berani berayal lagi, dengan cepat bukan main dia telah menggerakkan tangan dan kakinya, dia telah bersilat dengan Ie Hong Hoa, dengan gerakan2nya yang aneh.

Tetapi karena ketiga orang pendeta itu melancarkan serangannya dengan serentak, dengan sendirinya tenaga lweekang mereka meluncur juga dengan serentak.

Maka dari itu, tidak mengherankan jika kekuatan itu jauh lebih kuat dibandingkan dengan tadi.

Walaupun Hek Sin Ho telah berusaha untuk menghadapi tekanan dari tenaga dslam ketiga orang pendeta itu, namun usahanya itu masih ] gagal sebagian, karena tubuh Hek Sin Ho telah! terlontarkan ketengah udara, terangkat sedikit demi sedikit, dengan sipemuda masih terus juga bersilat dengan gerakannya aneh, yang tebentar melonjorkan tangannya dan sebentar menekuk.

Dengan sendirinya, hal itu telah memperlihatkan bahwa kepandaian yang dimiliki ketiga pendeta itu memang berada diatas Hek Sin Ho

Hanya saja disebabkan Hek Sin Ho telah mempergunakan kepandaian yang aneh dan hebat sekali, dengan sendirinya dia tidak mudah untuk dipermainkan kembali.

Disaat itulah, dengan penasaran sekali, ketiga pendeta yang tengah penasaran, dan juga sebagai jago2 yang sudah tidak msmiliki tandingan lagi, dengan sendirinya memperoleh lawan yang berat seperti Hek Sin Ho, mereka jadi tertarik. Maka mereka telah mengibaskan tangan mereka pulang pergi tidak hentinya, mereka telah melancarkan Serangannya itu dengan dahsyat sekali, semakin lama semakin hebat.

Hek Sin Ho sendiri jadi gugup. Dia belum yakin bahwa ilmunya itu bisa menghadapi kepandaian ketiga orang pendeta itu. Maka dia telah bersilat dengan Ie Hong Hoa dengan sekuat telaganya, semakin lama gerakan2nya semakin cepat dan gesit sekali.

Yang luar biasa, justru dia bersilat dengan tubuhnya yang terapung di tengah udara seperti itu....

Song Tongleng yang menyaksikan jalannya pertempuran itu, jadi berdiri bengong saja.

Seumur hidupnya, baru kali ini Song Tongleng menyaksikan pertempuran sedahsyat seperti itu.

Sebagai orang kepercayaan Kaisar, sesungguhnya dia telah diakui oleh orang2 rimba persilatan sebagai jago yang memiliki kepandaian luar biasa.

Tetapi kini, melihat jalannya pertempuran antara ketiga orang pendeta dengan Hek Sin Ho dengan sendirinya telah membuat Song Tongleng jadi berdiam diri dengan muka yang pucat, karena dia tengah membayangkan jika saja dia yang menggantikan kedudukan Hek Sin Ho untuk menghadapi ketiga pendeta itu, siang2 tubuhnya sudah hancur...!

Sedangkan Song Tongleng sendiri sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa Hek Sin Ho ternyata memang memiliki kepandaian yang demikian hebat.

Maka dari itu, tidak habisnya dia menghela napas dan menyesal dirinya mengapaijusteru dia tidak memiliki rejeki yang sebesar itu, yang bisa mempelajari ilmu silat yang yang hebat dan tinggi.

Jalannya pertempuran yang tengah bertanggung antara Hek Sin Ho dengan ketiga pendeta aneh ini berlangsung semakin lama semakin hebat.

Gerakan kedua tangan dari ketiga pendeta itu Semakin lama jadi semakin perlahan.

Tetapi bagi ahli2 yang bermata tajam mereka bisa mengetahui bahwa gerakan yang semakin perlahan dan berat Itu bukan berarti mereka

Sudah letih melainkan tenaga menyerang mereka semakin hebat, tetapi yang lebih luar biasa, justeru Hek Sin Ho masih tetap bersilat dengan menggerakkan sepasang kaki dan tangannya itu

Dengan tubuh melayang2 ditengah udaia, akibat tekanan tenaga lweekang yang dilontarkan oleh serangan ketiga pendeta itu.

Diam2 Hek Sin Ho telah mengeluh didalam hatinya, jika memang dia melakukan pertempuran seperti itu terus menerus, niscaya akhirnya dia akan letih dan dengan sendirinya dia akan rubuh tidak berdaya.

Maka dari itu, cepat sekali dia berpikir untuk mencari akal.

Sebagai seoraog anak yang cerdik dan tabah akhirnya Hek Sin Ho telah berteriak dengan suara yang nyaring, dengan tetap kedua tangannya itu bergerak2 terus:

"Hemm, kalian mengaku sebagai tiga Buddha yang tiada tandingannya dikolong langit ini, Tetapi tidak malukah kalian bertiga telah mengeroyok diriku tanpa memperoleh kemenangan walaupun telah Bertempur sekian lama?"

Tajam kata2 yang dilontarkan Hek Sin Ho, seketika itu juga maka Ketiga pendeta itu jadi berobah merah padam.

Sedangkan Hek Sin Ho tetap meneruskan perkataannya lagi, "Jika memang kalian benar2 memiliki kepandaian tinggi mengapa harus memilih seorang jago muda tidak berarti seperti diriku? Mengapa kalian tidak mencari pendekar besar?

"Hemmm! Hemmm! Sekarang aku tahu, Jika terhadapku, engkau tentu bisa menghina dengan mengandalkan jumlah banyak, sedangkan terhadap jago2 besar engkau dengan mudah akan dirubuhkan hanya dalam satu jurus?"

Ketika orang pendeta itu Jadi bertambah merah mukanya, mereka malu dan gusar sekali tetapi mereka tengah mengerahkan kekuatan tenaga murni mereka tidak dapat mereka memecahkan perhatian dan kekuatan, tidak bisa mereka bicara

"Hemm." mendengus Hek Sin Ho lagi. "Kalian bertiga, tetap tidak bisa memenangkan aku! Hemmm, sungguh pendeta pendeta gundu1 tidak punya guna."

Ketiga pendeta itu sudah tidak bisa mempertahankan dirinya lagi, mereka telah menarik pulang kekuatan tenaga menyerang mereka.

"Baiklah." kata mereka kemudian hampir serentak. Kau tunjukkanlah, jago yang mana harus kami lawan, Dengan ditariknya pulang tenaga serangan ketiga pendeta itu, maka Hek Sin Ho telah meluncur turun dapat berdiri ditanah.

Sekujur tubuhnya telah mandi keringat, dia juga bernapas dengan memburu.

Pertempuran yang tadi benar2 telah meletihkan sekali diri pemuda ini.

"Hemm, begitu baru perbuatan seorang hohan dan Enghiong, jangan hanya mementang mulut dan menepuk dada mengakui diri sebagai pendekar besar, seorang Taihiap, tidak tahunya perbuatannya tidak lebih dari kurcaci yang main keroyok dan main pilih lawan, yang muda dan yang lemah, yang mudah dirubuhkan!"

Muka ketiga pendeta itu bertambah merah, karena perkataan yang dilontarkan oleh Hek Sin Ho merupakan perkataan yaag sangat tajam menusuk hati mereka.

Tentu saja sebagai seorang pendekar, maka ketiga pendeta itu merasa malu dengan teguran Hek Sin Ho.

Mereka memang merasakan bahwa menghadapi seorang pemuda saja seperti Hek Sin Ho, mereka tidak bisa merubuhkannya. bagaimana mereka bisa menepuk dada mengatakan bahwa mereka merupakan jago2 tanpa tanding dikolong langit?

Maka dari itu, dengan cepat sekali mereka telah mengangguk sambil berkata

"Baiklah! Kami mau mengampuni jiwamu, tetapi mari kita berjanji, karena ini memang syaratnya!" kata sipendeta jubah merah.

"Apa syaratnya?" tanya Hek Sin Ho girang karena tipunya telah termakan.

"Hemm, kami akan menantikan kalian disini sebulan lagi engkau harus membawa jago yang kau sebutkan itu!" kata sipendeta. "Jika memang tidak, maka walaupun kau lari ke ujung bumi, kami akan mengejar dan membinasakan dirimu!"

"Baik." Hek Sin Ho telah menerima tantangan itu dengan tidak berpikir lagi,

"Sekarang kau pergilah!" kata sipendeta jubah merah

Hek Sin Ho tidak segera angkat kaki. Dia hanya tertawa.

"Mengapa engkau tidak cepat2 menggelinding pergi?" bentak pendeta yang seorangnya lagi, yang memakai jubah kuning, dengan mendongkol. Dia menduga, Hek Sin Ho dengan sikapnya itu ingin mengejek mereka.

Hek Sin Ho menunjuk kearah Song Tongleng.

"Entah Taijin itu mengijinkan aku pergi atau tidak?" tanyanya,

"Kami yang mengijinkan! Pergilah" kata pendeta jubah merah itu.

Muka Song Tongleng merah padam karena murka sekali kepada Hek Sin Ho.

Tetapi dia cerdas juga, tidak mau dia melarang, karena dia menyadarinya, jika dia berusaha menahan sipemuda, Hek Sin Ho, berarti dia yang akan berurusan deagan ketiga orang pendeta itu.

Maka dari itu, ketika Hek Sin Hp tertawa lebar sambil melambai-lambaikan tangannya kearah dia seperti juga mengejeknya. Song Tongleng berdiam diri saja, dia sengaja menunduk tidak mau melibat kepergian Hek Sin Ho.

Dengan cepat Hek Sin Ho telab berlari-lari dan kemudian telah keluar diri hutan.

Selama dalam perjalanan menuju ke Bu Ciang, diam2 Hek Sin Ho jadi berkuatir bukan main. karena dia jadi teringat kepada ketiga pendeta yang luar biasa, yang telah menjadi orang undangan dari pemerintah penjajah.

Jika memang selain ketiga pendeta itu masih terdapat orang2 hebat lainnya, bukankah jago2 didaratan Tionggoan yang mencintai tanah air akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil.

Karena dari itu Hek Sin Ho jadi gelisah sendirinya, dia juga jadi bingung sekali,

Ketika sampai dikota Bu Ciang, hari hampir terang tanah dan rumah penginapan telah banyak yang buka.

Hek Sin Ho telab mengisap disebuah rumah penginapan dan tidur dengan nyenyak, untuk memelihara tenaganya, karena pertempurannya dengan ketiga pendeta itu telah menyebabkan dia letih bukan main.

Karena dari itu dia bisa tidur dengan nyenyak sekali, dan juga siang itu dia yakin tidak akan muncul gangguan apa2, karena dia datang. Justru disaat kota telah lagi begitu ramai.

Sore hari barulah Hek Sin Ho terbangun dari tidurnya. dia sudah cuci muka dan ganti pakaian.

Tetapi untuk sesaat lamanya Hek Sin Ho tidak keluar dari kamarnya.

Hal itu bukan berarti dia takut akan bertemu dengan orangnya Song Tongleng, tetapi hanya untuk menghindarkan kerewelan.

Yang terpenting dan menjadi tujuan, dia ingin mencari dulu sigadis yang dipanggilnya sebagai si Pucat, tetapi sebegitu jauh. dia masih tetap belum mendengar tentang jejak dari gadis tersebut,

Mau tidak mau Hek Sin Ho sering berpikir juga, apakah mungkin dia telah salah mengambil arah dalam mencari jejak gadis itu?

Tetapi, karena memang tidak mengetahui si Pucat itu telah pergi kemana, maka Hek Sin Ho merasa terlanjur telah tiba di Bu Ciang, dia bermaksud untuk mencari Tong Keng Hok, jika perlu membantu orang she Tong itu mencari puteranya yang telah dikutik oleh Tongleng she Song.

Maka dari itu, sengaja Hek Sin Ho menantikan hari menjadi gelap.

Disaat telah kantongan kedua, barulah Hek Sin Ho keluar dari kamarnya, dia turun keruangan bawah rumah peninapan itu, untuk dahar, karena rumah penginapan tersebut merangkap sebagai rumah makan juga.

Hek Sin Ho memilih meja berdekatan dengan jendela, dia jadi bisa memandang keluar melihat orang yang berlalu lintas.

Dipesannya beberapa macam sayur, juga dua kati arak. Dengan perlahan dinikmatinya makanan itu.

Tetapi disaat Hek Sin Ho tengah menikmati makanannya itu, tanpa diketahuinya disudut ruangan, disebuah meja yang terpisah dibelakang Hek Sin Ho, sepasang mata mengawasi kearah dirinya dengan sinarnya yang tajam sekali.

Selesai makan, Hek Sin Ho duduk mengaso sambil tetap memandang kejalan raya.

Tidak ada seorangpun yang dikenalnya lewat dijalan tersebut.

Begitu pula si Pucat... Gadis itu tidak terlihat batang hidungnya.

"Jika dia berada di Bu Ciang, tentu dia akan berkeliaran, tetapi nyatanya sebegitu jauh aku tidak pernah mendengar perihal dirinya.... pikir Hek Sin Ho dan dia telah menghela napas panjang.

Namun disaat itulah, Orang yang sejak tadi mengawati Hsk Sin Ho, telah berdiri dan menghampiri meja sipemuda dengan langkah perlahan orang tersebut seorang wanita tua yang tubuhnya telah agak bungkuk.

Dengan perlahan dia telab berkata "Mari ikut aku."

Tentu saja Hek Sin Ho terkejut, dengan cepat sekali dia menoleh.

Dia segera melihat wanita tua agak bungkuk itu, dimana wanita bungkuk itu telah mengangguk perlahan dan telah jalan pergi kepintu.

Hek Sin Ho ragu2 sejenak, tetapi karena penasaran dia bangkit berdiri dari duduknya.

Dibayarnya harga makanannya, kemudian cepat2 keluar dari rumah penginapan tersebut.

Masih sempat melihatnya sinenek bungkuk diujung jalan itu, tengah menikung.

Hek Sin Ho mempercepat jalannya, dia telah menyusulnya.

Sinenek bungkuk itu telah mengambil arah keluar kota, langkah kakinya tampak perlahan, namun gerakannya bukan main gesit dan cepat sekali.

Kedua kaki sinenek tampak seperti tidak menginjak tanah, bergeser diujung rumput dan tubuhnya itu bagaikan kapas yang terbang melayang2......

Tentu saja Hek Sin Ho tadi kaget dan kagum sekali, segera dia menyadari bahwa sinenek tua itu adalah seorang wanita tua yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali.

Dengan cepat Hek Sin Ho telah mengerahkan tenaganya dan mempergunakan juga ilmu lari cepatnya, dia bermaksud menyusul si nenek itu.

Tetapi berlari sekian lama, tetap saja Hek Sin Ho tidak berhasil menyusul nenek itu.

Dengan sendirinya Hek Sin Ho jadi penasaran bukan main, dia telah mengepos semangatnya lagi, ia mengejar terus dan usahanya itu tetap tidak berhasil.

Si nenek tua tetap saja berlari dengan cepat dengan gerakan yang ringan sekali.

Mereka tetap terpisah dalam jarak yang tertentu dan rupanya si nenek tua itu sengaja berbuat demikian.

Hek Sin Ho beberapa kali telah mengepos semangatnya, beberapa kali dia berlari lebih cepat.

Apa lagi ketika mereka telah berada diluara kota yang sepi dan tidak ada orang yang berlalu lintas. Hek Sin Ho telah mengejarnya dengan cepat sekali.

Tetapi tetap dia tidak berhasil mendekati sinenek dengan sendirinya Hek Sin Ho bertambah kagum saja.

Sedangkan sinenek tua beberapa kali melambaikan tangannya karena dia kuatir kalau kalau Hek Sin Ho membatalkan maksudnya mengikuti terus.

Setelah berlari2 sekian lama. akhirnya mereka tiba dimuka sebuah kuil tua yang sudah tidak terurus.

Nenek tua bungkuk itu baru mienghentikan larinya, dia menantikan Hek Sin Ho, yang tiba tidak lama kemudian.

Begitu sampai dihadapan sinenek, Hek Sin Ho mengawasi sinenek tua bungkuk itu dengan sorot mata yang tajam dan menyelidik, karena Hek Sin Ho belum pernah mengenal siapa adanya nenek tersebut.

Cepat2 Hek Sin Ho telah merangkapkan tatapannya dia telah menjura memberi hormat kepada nenek tua itu dengan sikapnya yang menghormat, karena Hek Sin Ho menyadari bahwa nenek tua itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali.

"Bolehkah Boanpwe mengetahui nama dan gelaran Locianpwe yang harum?" tanya Hek Sin Ho kemudian.

"Hemm, gelar dan nama semuanya palsu." berkata sinenek dengan suara yang dingin, "Yang terpenting adalah hatinya! Sudahlah tidak perlu kita banyak bicara persoalan adat istiadat."

Tentu saja perkataan sinenek itu telah membuat Hek Sin Ho jadi tertegun.

Itulah suatu perkataan yang agak luar biasa dan juga aneh.

"Apa... apa maksud locianpwee?" tanya Hek Sin Ho kemudian.

"Kukatakan, untuk apa kita membicarakan segala persoalan yang menyangkut adat istiadat? Untuk apa nama? Untuk apa gelaran? Jika memang nama dan gelaran itu tidak bisa menolong manusia banyak dari kemelaratan dan kesulitan serta penderitaan?"

"Tepat." berseru Hsk Sin Ho kagum sekali.

"Nah, Kini mari kita membicarakan urusan yang sangat panting sekali..." kata nenek tua itu.

"Silahkan! Boanpwee akan mendengarkannya dengan baik2." kata Hek Sin Ho cepat dan menghormat sekali, karena dia merasa kagum atas sikap nenek tua bungkuk itu,

"Engkau puteranya Ouw Hui, bukan ?" tanya sinenek lagi dengan suara yang tenang, seperti juga pertanyaannya itu merupakan pertanyaan yang biasa saja.

Hek Sin Ho mengangguk.

"Benar", menyahuti dia. "Siapa namamu?" tanya sinenek tua itu lagi Semula Hek Sin Ho ingin menyebutkan gelarannya,, tetapi terhadap nenek tua seperti ini akhirnya Hek Sin Ho tidak bisa berdusta.

Dia telah menyahuti. "Boanpwe she Ouw bernama Ho."

"Heemmm, aku tadi telah melihat bahwa kau berusia demikian muda, tetapi telah memiliki kepandaian yang tinggi! Wajahmu mengingatkah aku kepada seseorang, kepada Ouw Hui ternyata memang tepat dugaanku itu."

"Sesungguhnya Locianpwe ada urusan penting apakah yang ingin Lecianpwe, bicarakan?" tanya Hek Sin Ho dengan perasaan tegang, karena sinenek tua yang aneh ini belum juga mengemukakan persoalannya,

Sinenek tua menghela napas, katanya : "Tunggu dulu! Kita panggil seseorang dulu." Dan setelah berkata begitu, si nenek telah memandang kearah dalam kuil, kemudian dia telah menepuk tangannya empat kali, dua kali perlahan, dua kali keras.

Suara tepukan tangannya ditempat demikian sepi dan sunyi, terdengar menggema sekali.

Tidak lama kemudian, dan dalam kuil terdengar suara yang aneh sekali.

Hek Sin Ho tidak mengetahui entah suara apa yang aneh itu.

Disaat Hek Sin Ho tengah mengawasi kearah ptntu kuil itu, justru disaat itu dari dalam kuil telah meluncur sebuah benda hitam yang sangat besar sekali.

Hek Sin Ho kaget bukan main, dia sampai mengeluarkan seruan keras dan cepat-cepat menyingkir, karena dia takut kalau-kalau benda berukuran besar itu menimpah dirinya.

Dan tenda yang berukuran besar itu tidak lain dari sebuah peti mati bercat hitam.

Tentu saja Hek Sin Ho telah dibuat heran oleh keadaan seperti ini.

Hek Sin Ho telah mengawasi saja kearah peti mati itu, kemudian memandang kearah sinenek, dan memandang kearah peti mati itu itu, yang telah berada di atas tanah

Sinenek tua tanpa memperdulikan keheranan yarg meliputi hati Hek Sin Ho, telah menghampiri peti mati berwarna hitam itu, dia telan menepuk Ujungnya tiga kali, dengan keras, sehingga terdengar suara benturan yang nyaring.

"Keadaan aman!" kata sinenek.

Maka perlahan2 tutup peti mati itu telah terangkat, tergeser perlahan dan pasti, akhirnya terbuka dari dalam peti mati itu telah melompat sesosok tubuh.

Sosok tubuh manusia itu telah berdiri tegak. dan Hek Sin Ho yang sejak tadi memang telah memperhatikan terus peti mati itu dan telah memperhatikan sosok tubuh yang baru keluar itu, segera dapat melihatnya dengan jelas bentuk wajah orang itu.

Tanpa dikehendakinya Hek Sin Ho mengeluarkan suara seruan yang nyaring karena terkejut diapun telah mundur dua tindak.

Karena sosok tubuh yang baru keluar dari peti mati itu memang mirip degan hantu penasaran, matanya yang hancur rusak seperti tengkorang. dengan dagingnya yang tumbuh dikiri dan kanan dan juga bekas luka yang panjang, lebar berlobang tanpa biji matanya, membuat keadaan orang itu menyeramkan sekali. tangannya yang terjulur kebawah terjuntai seperti tidak bertenaga, dengan jubahnya yang berwarna hitam itu tampaknya sama seperti hantu penasaran.

Sinenek tersenyum waktu melihat Hek Sin Ho mundur terkejut begitu.

"Tidak perlu takut. dia manusia biasa seperti kita." kemudian mukanya telah berubah muram.

"Hanya keadaan lahiriahnya yang bercacad, sehingga tampaknya menakutkan sekali...."

Dan setelah berkata begitu, nenek menghela napas berulang kali.

Ketenangan hati Hek Sin Ho pulih kembali setelah mendengar bahwa orang yang bercacad tubuhnya itu adalah seorang manusia, dia segera menghampiri dan merangkapkan tangannya dan menjura.

"Boanpwe Ouw Ho memberi hormat kepada Locianpwe!" kata Hek Sin Ho.

Manusia yang seperti mayat itu cepat2 menyambuti hormat sipemuda yang telah dibalasnya.

Saat itu, setelah memberi hormat begitu, simanusia mayat bertanya kepada sinenek. "Apakah Kiesu ini berada dalam hitungan sahabat?"

Sinenek tertawa mendengar pertanyaan manusia mayat itu.

"Kalau memang bukan sahabat, apakah mungkin aku mengajaknya kemari?" balik bertanya.

"Sesungguhnya, siapakah sebenarnya jiwie locianpwe?" tanya Hek Sin Ho.

"Kami sebetulnya merupakan musuh2 pemerintah penjajah, dan kami tengah mengikuti terus jejak musuh besar kami!" kata sinenek.

"Siapakah nama musuh locianpwe?" tanya Hek Sin Ho lagi dengan hati yang sangat berhati-hati.

Sinenek ragu2, tetapi kemudian itu berkata "Orang itu she Song......"

Sepasang alis Hek Sin Ho bergerak2.

"Apakah Song tongleng, maksud Boanpwe Song Kiam Ceng?" tanya Hek Sin Ho.

"Ihhh" berseru manuisia mayat itu terkejut, dia mundur satu langkah, bagaimana engkau bisa mengetahui?" dan matanya yang hanya tinggal satu itu telah memandang kearah Hek Sin Ho dengan mengandung kecurigaan,

"Boanpwe pun tengah mengejar dia..." menjelaskan Hek Sin Ho.

"Hmm disebabkan orang she Song itulah maka keadaan kami jadi demikian." menggumam sinenek. "Aku disiksanya sampai bungkuk akibatnya tulang punggungku patah dan juga suamiku itu telah menjadi seperti mayat, disiksa habis habisan oleh orang she Song itu, sehingga sudah tidak mirip sebagai manusia lagi,"

Mendengar itu Hek Sin Ho segera dapat msnduga persoalan yang sesungguhnya.

"Orang she Song itu sekarang tengah menghimpun para pendekar dan jago2 yang kemaruk akan harta dan pangkat, mereka dihimpun untuk memperbudak diri kepada pemerintah penjajah." kata Hek Sin Ho.

"Itulah." berkata sinenek. "Disebabkan sekarang ini orang she Song itu memiliki kedudukan yang kuat, kami tidak bisa bergerak secara leluasa! suamiku harus menjalankan dengan terpaksa pekerjaan sebagai mayat. Karena jika kami memasuki kota dengan keadaan suamiku seperti itu. jelas akai menarik perhatian dari pandangan semua orang orang a yang melihat kami, Dan tentu akan sampai ketelinganya orang she Song itu....! Kami tengah menantikan kesempatan untuk mengadakan perhitungan dengan orang she Song itu

"Sesungguhnya, apakah yang telah terjadi?" tanya Hek Sin Ho.

"Kami sebetulnya merupakan manusia yang sudah hidup ingin tenteram dan mengasingkan diri. Pada suatu hari, kami tidak sanggup menyaksikan beberapa orang tentara pemerintah penjajah menyiksa penduduk, maka kami telah mencampuri, dan akhirnya bentrok dengan orang she Song itu! Dengan mempergunakan jumlah tenaga yang banyak dangan mengandalkan pasukannya, akhirnya kami tertangkap dan kami disiksa hebat se kali. Untung saja akhirnya kami bisa meloloskan diri.... tetapi keadaan kami jadi demikian rupa..."

Dan setelah bercerita begitu sinenek menghela napas berulang.

Tampaknya dia berduka sekali, karena teringat pengalamannya dimasa yang lalu, disaat dia disiksa hebat sekali oleh Song Tongleng.

Begitu juga, suaminya yang mirip dengan mayat hidup itu, tidak hentinya menghela napas.

"Kami berusaha menuntut balas, kami mencari orang she Song tersebut. Tetapi kepandaian kami terbatas sekali. dengan sendirinya kami tidak memiliki kesanggupan untuk membinasakan orang she song tersebut....."

"Ya telah dua kali kami mendatangi tempatnya dan berusaha membunuhnya. tetapi kami selalu dikeroyok oleh jago2 sewaannya hingga terpaksa kami harus meloloskan diri dengan jalan melarikan diri dari tempatnya itu..."

"Kami juga menyadarinya jika kami terus menerus dalam keadaan demikian suatu saat tempat persembunyian kami akan diketahui orang she Song itu yang bisa saja perintahkan anak buahnya untuk menangkap kami, kami mengikuri terus jejaknya dan kami tengah berusaha untuk mencari seorang pandai untuk menolongi penderitaan kami..." bercerita sampai disitu sinenek berulang kali menghela napas.

Disaat itu suaminya telah menyambungi perkataan Isterinya: "Dan kami hanya teringat kepada seorang pendekar besar yang mungkin bisa menolong kami keluar dari penderitaan seperti ini...."

"Siapa Taihipa yang locianpwe maksudkan?" tanya Hek sin ho.

"Sesungguhnya kami malu untuk menyebutkannya!" kata manusia yang mirip seperti mayat itu. "Orang itu adalah ayahmu? Jika memang bisa ditemani oleh kami dan mendengar peristiwa penasaran kami ini, sebagai pendekar yang dikenal oleh sahabat2 rimba persilatan bahwa jiwa besar ayahmu itu yang gemar menolong orang2 yang tengah dalam kesulitan, tentu bersedia juga untuk menolong kami."

jika memang ayah mengetahui urusan ini, tentu ayah akan menolongi kesulitan Locianpwee hanya sayangnya ayah bersama Biauw Yaya, kakek Biauw (Biauw Jin Hong) telah hidup, mengasingkan diri diutara,

Mendengar itu, muka kedua orang tua itu suami isteri itu, jadi berobah muram.

"Itulah sulitnya, Maka jika melihat demikian, tampaknya penasaran kami tidak bisa diselesaikan, dan kami akan mati dengan penasaran serta dengan mata yang tidak terpejam." Dan setelah berkata begitu, sinenek mengucurkan air mata dia telah menangis, karena dia terlampau berduka.

Sedangkan suaminya, yang menyerupai mayat hidup itu telah menghela napas tidak hentinya

Hek Sin Ho yang melibat keadaan sepasang suami isteri itu jadi ikut terharu.

"Jiwie Locianpwe tidak perlu berputus asa walaupun ayah dan kakek tidak berada disini, tetap saja dalam rimba persilatan masih banyak pendekar2 besar yang mencintai keadilan, Jika memang locianpwe tidak mentertawai aku yang bodoh, aku mau membantu kesulitan locianpwe, Marilah kita bertiga bersama2 mencari orang she Song itu....!"

Mendengar perkataan Hek Sin Ho, tentu saja kedua suami isteri itu jadi girang bukan main, muka mereka jadi ber-seri2 dan terang sekali

"Ohhhh, terima kasih Kongcu! Terima kasih Ouw Kongcu! Inilah berkah dari Thian..." berseru suami itu.

Jangan Locianpwe berkata begitu, Dikatakan kita sebagai manusia harus saling tolong menolong! terlebih pula orang ahe Song itu merupakan kuku garuda atau orangnya Kaisar Kian Liong?"

Betapa girangnya suami isteri itu, mereka tidak hentinya memuji akan kebesaran Thian.

Hek Sin Ho segera menceritakan pengalamannya, dimana dia baru saja kemarin bertemu dengan Song Kiam Ceng, dan bertempur dengan tiga orang pendeta aneh itu

"Ketiga orang pendeta aneh itu sangat luar biasa sekali, tetapi boanpwe yakin bahwa mereka bukan sebangsa manusia jahat! Hanya saja mereka telah berbasil ditipu oleh Song Tongleng.

Suami isteri itu, yang masihg2 bernama Bian Lun dan Sin tin Lan, telah menghela napas panjang-panjang.

"Memang rakyat jelata sekarang hidup menderita luar biasa!" kata Bian Lun dengan berduka. "Kami telah melihatnya, jika pemerintahan penjajah ini dibiarkan terus, berarti akan menyebabkan rakyat perlahan2 mati mencekik lehernya dengan mempergunakan tangannya sendiri.

Hek Sin Ho mengangguk.

"Jika memang seorang Kaisar yang tidak pandai mengatur negara, maka yang menderita adalah rakyat karena para pembesarnya akan korupsi dan merajalela dengan segala kejahatan mereka itu tanpa terkendali."

"Jika memang orang she Song itu dibantu oleh ketiga pendeta aneh yang kau ceritakan tadi, tampaknya sulit bagi kami untuk membalas dendam ini." kata Bian Lun dan Sin tin Lan,

"Tetapi lociacpwc jangan berputus asa dulu. karena masih banyak jalan lain yaag bisa kita ambil untuk membinasakan orang she Song itu! Yang terpenting, kitapun harus mencari kawan2 orang gagah, menggabungkan diri dengan mereka sehingga kita memiliki kekuatan untuk menghadapi orang2nya Song Tongleng! Bahkan akhir2 ini Tan Kee Lok Loocianpwee dari Ang Hwa Hwee ingin membuka pertemuan orang gagah, tentu disana akan berkumpul banyak sekali pendekar gagah. Bukankah dengan menggabungkan diri dengan mereka, loocianpwe dapat memusatkan pikiran dan tenaga untuk urusan yang jauh lebih penting, dibandingkan dengan oraug she Song itu?"

Mendengar perkataan Hek Sin Ho, diam2 kedua suami isteri itu memuji Hek Sin Ho.

"Benar apa yang kau katakan." kata mereka. "Disamping kelak kami bisa membalas dan menuntut dendam kepada orang she Song itu, kamipun bisa membantu untuk meringankan beban dan penderitaan rakyat jelata."

Hek Sin Ho mengangguk.

"Ya, memang boanpwe bermaksud demikian juga." kata Hek Sin Ho.

Saat itu, sepasang suami isteri itu, telah berunding dengan Hek Sin Ho.

Hek Sin Ho mengemukakan rencananya, dia bermaksud untuk terdiam diri beberapa saat lagi di Bu Ciang, untuk menyelidiki keadaan Song Tongleng.

Juga Hek Sin Ho telah menjanjikan, jika memang dia bisa, tentu dia akan berusaha untuk memancing orang she Song, agar dapat dipancingnya datang ditempat tersebut.

Sepasang suimi isteri itu menanti saja di kuil tua dan rusak itu, dan jika memang usaha Hek Sin Ho berhasil, maka mereka bertiga akan mengeroyok orang she Song itu, membinasakan Tongleng...

Tentu saja keadaan seperti ini telah membuat Bian Lun dan Sin Tin Lan jadi girang bukan main, Berulang kali mereka telah menyatakan terima kasihnya.

Disaat itulab, disaat mereka telah mengatur rencana mereka baik2, maka akhirnya mereka berpisah, sedangkan Hek Sin Ho telan kembali kerumah penginapannya

Didalam rumen penginapan itu, Hek Sin-Ho tidak hanya tidur dan istirahat saja. tetapi dengan tekun dan rajin dia melatih diri dan berusaha menyempurnakan ilmu2 silat yang telah diperolehnya.

Sambil menyelidiki dimana adanya manusia jahanam she Song yang menjadi TongLeng itu, Tetapi telah sekian lama belum juga Hek Sin Ho tidak tahu bahwa saat ini, orang she Song yang dicari2 itu tengah mengatur siasat yang akan membuat Hek Sin Ho yang masih muda itu harus menghadapi saat2 yang menegangkan. Dimana dalam cerita ini, kami sajikan secara lain, dan judul cerita baru yang berjudul:

GUGURNYA HEK SIN HO.

Demikianlah cerita yang berjudul Hek Sin Ho ini, kami akhiri disini. Dengan catatan setiap penjajah akan selalu menghadapi perlawanan dari rakyat dan dari Palriot2 Tanah Air. bagaimanapun kuatnya penjajah.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar