Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 15

Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 15
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------


Bab 15

Tidak terjadi urusan apa-apa lagi. Kini Cu Sianseng, Ouw Yang Hong dan lainnya sudah sampai di kaki Gunung Cian San daerah utara. Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah berada di depan sebuah perkampungan. Tampak pohon-pohon dan rerumputan menghijau. Sungguh indah tempat itu!

Di depan pintu perkampungan, terlihat belasan orang menjaga. Begitu melihat kedatangan mereka bertujuh, para penjaga itu tampak tersentak. Ke-mudian salah seorang dari mereka yang berdandan sebagai pengurus segera menghampiri mereka, dan memegang bahu Cu Kuo Hu Cu erat-erat.

"Bagus! Bagus! Kalian sudah pulang!" katanya.

Air mata pengurus itu meleleh. Dia pun me-meluk yang lain dengan air mata bercucuran. Se-telah itu dia berpaling seraya berseru.

"Cepat buka pintu! Salah seorang harus pergi melapor ke ruang tengah, ruang belakang dan harus memberitahukan pada paman guru kecil, bahwa lo toa dan lainnya sudah pulang!"

Usai berseru, pengurus itu memandang Ouw Yang Hong dengan penuh perhatian, lama sekali barulah tertawa seraya berkata.

"Toako, tentunya kalian berenam tidak salah mencari orang. Tahun kemarin, Coh Cun membawa seorang ke mari, katanya orang itu yang ditunggu majikan, tapi bukan. Kali ini kalau toako berhasil menemukan orang yang ditunggu majikan, majikan pasti girang sekali. Jangan seperti kejadian tahun kemarin, Coh Cun membawa seorang tolol ke mari, sehingga membuat majikan amat gusar sekali. Kami harap toako tidak akan mengecewa kan majikan!"

"Harap saudara berlega hati, kami berenam tidak akan salah melihat orang!" sahut Cu Sianseng sambil tersenyum.
Pengurus itu manggut-manggut.

"Syukurlah!"

Dia lalu mengajak mereka masuk ke dalam perkampungan, menuju sebuah rumah yang amat besar. Ketika memasuki halaman perkampungan tersebut, Ouw Yang Hong menjadi tercengang, sebab dia melihat begitu banyak syair bergantung di tembok halaman, bahkan terdapat tulisan 'Harimau' dan tulisan 'Tenang' serta sebuah tulisan yang amat besar, yaitu 'Racun'.

Setelah melihat tulisan-tulisan itu, Ouw Yang Hong yakin bahwa majikan perkampungan ini pasti orang aneh.

Ketika berjalan beberapa langkah, Ouw Yang Hong melihat sepasang syair yang bunyinya agak aneh. 'Rumah punya majikan banyak rejeki, dalam kamar terdapat ibu amat menakutkan hati.'

Setelah membaca sepasang syair itu, air muka Ouw Yang Hong tampak biasa-biasa saja.

Pengurus itu menatap Ouw Yang Hong, ke-lihatannya memang ingin mengujinya, kemudian menjura seraya berkata.

"Yang menulis sepasang syair itu adalah majikan kami, tapi kami amat bodoh, tidak tahu apa maknanya. Tuan pasti orang cendekiawan, kalau tidak, bagaimana diundang ke Liu Yun Cun kami? Aku mohon tanya pada Tuan, sesungguhnya se-pasang syair itu mengandung makna apa?"

Ouw Yang Hong yang belum berpengalaman dalam dunia persilatan, langsung menjawab dengan sejujurnya.

"Berdasarkan sepasang syair itu, dapat diketahui bahwa majikanmu tergolong orang Sin Sang Tie. Dahulu kala, Sin Sang Tie menelan racun, itu bukan dikarenakan dia suka akan racun, melainkan agar keluarganya tidak keracunan. Di tempat ini terdapat begitu banyak tulisan 'Racun'. Lagi pula dua buah huruf yang terdapat di dalam kedua syair itu, kalau digabungkan akan menjadi huruf Ibu Majikan. Tulisan 'Racun' begitu penting bagi majikanmu, tentunya majikanmu bermaksud dengan Racun memunahkan Racun."

Ketujuh orang itu mendengarkan dengan serius, kemudian mereka memandang Ouw Yang Hong dengan kagum, terutama pengurus itu. Dia cepat-cepat memberi hormat seraya berkata.

"Terimakasih atas petunjuk Tuan!" Kemudian dia memandang Cu Sianseng dan lainnya sambil memberi hormat. "Kelihatannya toako tidak sia-sia menunggu di kota Ciau Liang hingga tiga tahun."

Semua orang tertawa gembira, lalu mengantar Ouw Yang Hong memasuki rumah besar itu. Setelah melewati beberapa ruangan, barulah mereka sampai di ruangan belakang.
Wajah mereka tampak serius ketika berdiri di depan ruangan tersebut. Badannya pun dibungkuk-kan sedikit. Cu Kuo Hu Cu berdiri di paling depan. Di belakangnya berdiri Cu Sianseng atau si Peramal dan lainnya.

Sesaat kemudian Cu Kuo Hu Cu berkata dengan suara ringan.

"Majikan, kami berenam sudah pulang dari kota Ciau Liang, kini melapor pada majikan!"
Suara Cu Kuo Hu Cu amat ringan dan halus, sepertinya dia khawatir akan mengejutkan orang sakit, atau mengejutkan bayi yang sedang tidur pulas. Itu membuat Ouw Yang Hong terheran-heran dan tidak habis pikir. Ketika bertemu Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen, mereka tampak begitu gagah. Namun kini justru berubah begitu tak bernyali, kelihatannya mereka takut kepada orang yang berada di dalam ruangan itu.
Cu Kuo Hu Cu memanggil dua kali, tapi tiada sahutan dari dalam ruangan tersebut. Oleh karena itu dia tidak berani bersuara lagi. Tujuh orang itu berbaris di depan ruangan, tak berani bergerak dan bersuara.

Ouw Yang Hong berpikir dalam hati, sungguh angkuh sang majikan itu! Orang sudah memanggil dua kali, namun sama sekali tidak mau menyahut.

Di saat Ouw Yang Hong sedang berpikir, men-dadak terdengar suara anak kecil.
"Aku lihat tuh! Keenam orang itu juga tiada gunanya. Yang tua itu amat kurus! Terlampau banyak berpikir setiap hari, sering mempermainkan orang hingga badan menjadi kurus kering! Cu Sianseng itu tampak seperti lelaki sejati, wajah selalu serius, justru kelihatan angker, sepertinya banyak orang di daerah utara ini punya hutang kepadanya! Begitu pula yang lain, tiada seorang pun yang benar!"

Ouw Yang Hong mendengar jelas bahwa itu suara anak kecil, tapi dibikin-bikin seperti suara orang tua. Siapa anak kecil itu? Mengapa dia berani menegur keenam orang tersebut? Sedangkan ke-enam orang itu tidak berani menyahut, hanya men-dongakkan kepala memandang ke atas sebuah po-hon, kemudian mereka serentak memberi hormat.

"Susiok (Paman Guru), apakah susiok baik-baik saja?"

Ouw Yang Hong memandang ke atas pohon itu. Tampak seorang anak kecil duduk di dahan sedang tertawa-tawa. Dia berpakaian kembang-kembang, rambut dikuncir ke atas. Justru sungguh meng-gelikan, karena anak itu baru berusia sekitar se-puluh tahun, tapi mengapa keenam orang itu me-manggilnya paman guru?

Anak kecil itu menyahut, "Cu Kuo Cia (Nama Cu Kuo Hu Cu)! Kau pergi tiga tahun, menantumu tidak baik terhadapku. Bulan kemarin dia bikin kembang gula, hanya berikanku sekotak kecil! Hm! Katanya khawatir aku sakit kebanyakan makan kembang gula. Itu jelas tidak menghormati tingkatan tua! Masih ada hal lain lagi, dia sering menghinaku! Kini kau sudah pulang, bagus! Kau harus menghajar mereka, agar selanjutnya mereka lebih menghormatiku!"

Ouw Yang Hong terbelalak mendengar ucapan anak itu. Namun keenam orang itu tetap bersikap biasa, bahkan Cu Kuo Hu Cu manggut-manggut.

"Terimakasih atas nasihat paman guru!" kata-nya.

Anak kecil itu memandang Ciok Cuang Cak.

"Ciok Sam, mengapa istrimu terus menangis selama tiga tahun ini? Terutama di malam hari, dia memeluk bantal sambil menangis, tapi kemudian tertawa-tawa. Mengapa dia tertawa? Nanti tanyalah kau kepadanya, dan besok kau harus mem-beritahukan kepadaku! Jangan lupa!"

Wajah Ciok Cuang Cak alias Ciok Sam itu memerah. Bibirnya bergerak tapi tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

OuwYang Hong memandang anak kecil itu yang duduk di dahan pohon. Begitu tinggi hampir sepuluh depa. Bagaimana cara anak kecil itu meloncat ke atas, dan bagaimana dia adalah paman guru keenam orang tersebut?

Ouw Yang Hong tidak habis pikir. Di saat bersamaan, anak kecil itu justru memandangnya. Ketika melihat Ouw Yang Hong, anak kecil itu tampak gembira, bertepuk tangan seraya berkata.

"Bagus sekali! Kaukah orangnya yang mereka cari?"

Anak kecil itu kelihatan periang, membuat Ouw Yang Hong menjadi gembira.

"Tidak salah, aku memang orang yang mereka cari," sabutnya sambil tertawa.
Mendadak air muka anak kecil itu berubah, kemudian berseru-seru.

"Celaka! Celaka! Kau terjebak, kau sudah ter-tipu!"

Ouw Yang Hong tersentak.

"Apa maksudmu?" tanyanya segera.

Badan anak kecil itu tampak bergerak. Tahu-tahu dia sudah melayang turun dengan ringan sekali ke hadapan Ouw Yang Hong, lalu menyahut.

"Kuberitahukan, cepatlah kau kabur! Mereka mencarimu dengan maksud tidak baik. Kau akan disuruh belajar tentang racun. Padahal itu bukan pekerjaan yang baik. Sungguh sial kau jika bertemu mereka! Cepatlah kau kabur mumpung masih ada waktu! Aku akan memberimu uang perak dan sedikit makanan kering. Kau cepat kabur, biar aku yang menghadapi mereka bertujuh!"

Anak kecil itu menyodorkan sebuah bungkusan kecil kepada Ouw Yang Hong. Apa yang dikatakan anak kecil itu, membuat Ouw Yang Hong menjadi curiga.

Akan tetapi, di saat bersamaan justru terdengar suara seorang tua yang amat perlahan.

"Apakah kalian berenam sudah pulang?"

Begitu mendengar suara itu, sekujur badan Cu Sianseng tampak gemetar.

"Guru, kami berenam sudah pulang," sahutnya.

"Sudahkah kalian berhasil mencari orang itu?" tanya orang tua.

Cu Sianseng segera menjawab.

"Sudah! Sudah! Dia adalah Tuan Ouw Yang Hong, berdiri di samping kami."
Sementara itu, setelah mendengar suara orang tua tersebut, wajah anak kecil itu pun berubah lesu.

"Habislah kau! Habislah kau! Tua bangka itu sudah mendusin, kau tidak bisa kabur lagi!" bisiknya kepada Ouw Yang Hong.

Usai berbisik, mendadak dia melesat pergi, dan dalam sekejap sudah hilang dari pandangan Ouw Yang Hong.

Ouw Yang Hong terheran-heran. Dia mendengar suara tua itu, tapi tidak melihat orangnya. Maka dia menengok ke sana ke mari, tapi tetap tidak melihat orang tua tersebut.

Di saat dia terheran-heran itulah, keenam orang itu mengajak Ouw Yang Hong ke dekat sebuah pohon besar. Ouw Yang Hong terbelalak, karena melihat sebuah lubang besar di pohon itu. Keenam orang itu membawanya ke dalam. Dengan hati berdebar-debar tegang Ouw Yang Hong berjalan ke dalam lubang pohon itu.

Setelah memasuki lubang pohon itu, Ouw Yang Hong tampak tersentak. Ternyata dia melihat se-orang tua bergantung dengan kepala di bawah kaki di atas.

Ujung kakinya bergantung di dahan, rambutnya panjang menyentuh tanah, dan sepasang matanya dipejamkan. Ketika Ouw Yang Hong masuk ke dalam, orang tua itu langsung bertanya.

"Kaukah yang berhasil melanjutkan syairku?"

"Ya! Ketika itu aku berada di Kota Ciau Liang. Tanpa sengaja aku berhasil melanjutkan syair itu, sahut Ouw Yang Hong.

Orang tua tertawa.

"Ha ha! Bagus, bagus! Ha ha ha . .."

Usai tertawa, dia lalu membaca sebuah syair, Ouw Yang Hong segera melanjutkan syair tersebut.

Orang tua itu diam sejenak, baru kemudian berkata.

"Anak muda, kau salah melanjutkan. Sejak dahulu kala, syair apa pun yang terdapat huruf Langit, harus dijawab dengan huruf Bumi. Hem-busan Angin harus dijawab dengan arus Air. Kau mahir mengenai syair, tentunya tahu akan hal ter-sebut. Oleh karena itu, kau telah keliru melanjutkan syairku itu. Cobalah kau pikirkan yang lebih tepat untuk melanjutkan syairku!"

Ouw Yang Hong tertawa.

"Mohon tanya, apakah kau adalah majikan rumah ini?"

Orang tua itu diam sejenak, setelah itu baru menyahut.

"Aku memang majikan rumah ini."

Ouw Yang Hong tertawa lagi, lalu berkata.

"Ketika aku memasuki rumah ini, aku melihat sepasang syair, katanya kau yang menulis syair itu. Tentunya tidak salah kan?"

Orang tua itu manggut-manggut.

"Syair itu kutulis secara sembarangan, harap jangan ditertawakan!"

"Syair itu amat bagus, mengandung makna yang amat dalam. Aku kagum sekali," kata Ouw Yang Hong.

Orang tua tampak gembira karena Ouw Yang Hong memuji syair yang ditulisnya.

"Aku justru tidak tahu bagaimana bagusnya syair itu," katanya.

Sebelum menyahut, mendadak Ouw Yang Hong teringat akan anak kecil yang menyuruhnya cepat-cepat kabur. Maka dia yakin, cepat atau lambat nyawanya pasti akan melayang di tempat ini. Oleh kaerna itu dia mengambil keputusan tidak mau mati secara penasaran.

"Terus terang, sepasang syair itu terdapat sedikit penyakit, boleh dikatakan tidak masuk akal," sahutnya.

Orang tua itu sedang merasa bangga terhadap syair yang dituliskannya itu, namun kini Ouw Yang Hong justru mencelanya. Maka seketika wajahnya berubah menjadi tak sedap dipandang, kemudian dia berkata dengan dingin sekali.

"Katakan, di mana letaknya kesalahan syairku itu!"

Mendadak dia mengibaskan tangannya, dan seketika tampak dua batang ranting meluncur ke arah Ouw Yang Hong. Dapat dibayangkan betapa terkejutnya Ouw Yang Hong. Namun dia cepat-cepat meloncat ke belakang, sehingga hanya satu ranting yang menyambar kepalanya. Sedangkan ranting yang lain melesat lalu menancap di sebuah pohon.

Wajah Ouw Yang Hong pucat pias. Perlahan-lahan dia mengangkat sebelah tangannya untuk meraba kepalanya. Ternyata salah satu ranting itu menancap di rambutnya. Ketika dia melihat tangannya, tidak bernoda darah, barulah hatinya merasa lega.

"Orang tua, mengapa kau berbuat begitu?"

"Cepat katakan, di mana letak kesalahan syair-ku itu?" Orang tua balik bertanya.

"Kau menggunakan kata Majikan dan Ibu, serta menggunakan kata Rumah dan kamar, bukankah itu merupakan suatu kesalahan?" sahut Ouw Yang Hong dengan lantang.

Orang tua itu tertawa terkekeh-kekeh, sambil memandang Ouw Yang Hong dan berkata dengan suara nyaring.

"Kau memang pintar! Aku justru memandang remeh para sastrawan. Mereka menganggap dirinya berpengetahuan luas, bahkan sering membicarakan ajaran Sang Buddha. Tapi mereka cuma sok pintar. Rasanya aku ingin membunuh mereka satu persatu!"

Ouw Yang Hong menatap orang tua itu, ke-mudian mendadak berloncat-loncatan seraya ber-kata sekeras-kerasnya.

'Bagus! Bagus! Ucapanmu itu sesuai dengan maksud hatiku!"

Orang tua itu tertawa ringan, lalu berkata.

"Bagus! Tapi kau masih tidak tahu, bahwa di kolong langit ini terdapat seseorang yang berjalan sendiri. Kuberitahukan, namaku adalah Tok liang (Berjalan Sendiri)."

Kini Ouw Yang Hong baru tahu, bahwa ternyata di dalam dua pasang syair yang dilanjutkannya itu, terdapat nama orang tua tersebut.

"Siapa yang paling kau benci?" tanya orang tua.

Ouw Yang Hong tertegun mendengar perta-nyaan itu. Siapa yang paling dibencinya? Pek Tho San San Kun Jen It Thian atau gadis yang bernama Bokyong Cen? Sebab gadis itu pernah menghina dan mempermainkannya. Mungkinkah Su Ciau Hwa Cu Si Pengemis tua itu? Ouw Yang Hong terus berpikir.

"Kalau kau bisa membunuh orang, apakah kau ingin membunuh mereka?" tanya orang tua itu lagi. "Bunuh! Mengapa aku tidak membunuhnya?"
sahut Ouw Yang Hong.

Orang tua tertawa terkekeh-kekeh.

"He he he! Oh ya, kau menyukai perhiasan, uang, kekuasaan dan wanita cantik?"

"Suka! Tapi bagaimana mungkin aku bisa memperolehnya?" sahut Ouw Yang Hong dengan suara dalam.

Orang tua tertawa gelak, kemudian bersiul pan-jang dan mendadak badannya melayang ke atas, setelah itu melesat turun sekaligus duduk di ha-dapan Ouw Yang Hong. Dia tertawa sambil me-mandang Ouw Yang Hong lalu berkata.

"Bocah! Kau telah berhasil melanjutkan syairku itu, pertanda kau berjodoh denganku! Aku memiliki kungfu aneh, akan kuajarkan padamu!" Usai berkata begitu, orang tua itu pun bergumam. "Kodok berloncat di tanah, kodok berloncat sendiri dengan kekuatan Ha Mo Kang."

Setelah bergumam, orang tua itu bergerak cepat sekali, lalu mendadak berjongkok di tanah. Dia membuka mulutnya sambil mengeluarkan suara Krok! Krok! Krok! Lalu mendongakkan kepalanya dan sepasang tangannya bergerak cepat sekali se-hingga tampak menjadi puluhan pasang. Kemudian dia membentak keras dan sepasang tangannya di-julurkan ke depan, ke arah sebuah pohon, sehingga pohon itu hancur berantakan.

Terbelalak Ouw Yang Hong menyaksikan itu. Dia yakin kepandaian orang tua itu masih jauh di atas kepandaian guru kakaknya.

Orang tua itu tersenyum lalu berkata, "Inilah dua macam kungfu yang amat tinggi di kolong langit, disebut Hong Huang Lat (Kekuatan Phoenix) dan Ha Mo Kang (Tenaga Sakti Kodok). Apabila kau setuju, aku akan mengajarmu kedua macam kungfu itu."
Tentu saja Ouw Yang Hong setuju. Bahkan saking girangnya dia langsung menjatuhkan diri bersujud di hadapan orang tua itu.

Akan tetapi, mendadak orang tua itu men-cegahnya.

"Tidak bisa! Kau ingin belajar kungfuku, ter-lebih dahulu harus belajar menggunakan racun, makan racun dan menjadikan dirimu seorang bera-cun," katanya.

Bukan main terkejutnya Ouw Yang Hong. Dia teringat akan anak kecil yang menyuruhnya cepat-cepat kabur, apakah dikarenakan ini? Seandainya dia makan racun, bukankah dirinya akan mati keracunan? Setelah berpikir demikian, dia berseru sekeras-kerasnya.

"Aku tidak mau menjadi orang beracun, aku tidak mau menjadi orang beracun!"

Orang tua itu tersenyum, lalu berkata dengan ringan.

"Apakah tidak baik menjadi orang beracun? Di kolong langit itu banyak terdapat orang beracun.

Kalau ditambah kau seorang, itu tidak akan menjadi masalah."

"Aku tidak sudi, aku tidak sudi!" sahut Ouw Yang Hong.

Orang tua itu menatapnya seraya berkata.

"Kuberitahukan, kau jangan mendengarkan omongan anak kecil itu. Apa yang diomongkannya, hanya dusta belaka. Lebih baik kau dengar kataku. Bagaimana?"

Ouw Yang Hong menatapnya. Dia merasa aneh dan tiba-tiba teringat akan Bokyong Cen yang me-natap Pek Tho San San Kun, lalu berjalan ke luar meninggalkan rumahnya, seakan dalam keadaan tak sadar.

Orang tua itu juga tampak demikian, apakah dia akan mempengaruhi Ouw Yang Hong dengan ilmu sesat? Berselang sesaat, orang tua itu berkata dengan lembut dan ringan.

"Semua orang di kolong langit berlaku tidak adil terhadapmu. Bukankah mereka sering menghina, mencaci dan memukulmu? Mengapa kau tidak mau melawan mereka?"
Ouw Yang Hong tidak menyahut.

"Betul kan mereka sering menghina, mencaci dan memukulmu?" tanya orang tua itu lagi.

"Betul," sahut Ouw Yang Hong.

"Kalau begitu, mengapa kau tidak, mau turun tangan melawan mereka?"

"Karena aku tidak memiliki ilmu silat tinggi, maka tidak dapat membalas mereka," sahut Ouw Yang Hong tanpa banyak pikir.

"Ha ha!" Orang tua itu tertawa. "Kau boleh memiliki wanita cantik, juga boleh memiliki banyak budak dan pelayan! Kau menghendaki mereka mengerjakan apa, mereka pasti menurut! Bukankah itu baik sekali?"

Ouw Yang Hong mengangguk.

"Kau akan menjadi orang nomor wahid di kolong langit. Mau menjadi kaisar pun boleh. Kalau kau tidak mau menjadi kaisar, kau boleh menjadi raja dalam rimba persilatan! Bagaimana menurutmu, baik tidak begitu?" lanjut orang tua.

Timbul pertentangan dalam hati Ouw Yang Hong. Aku tidak boleh menurutinya. Kalau aku menurutinya, aku pasti akan menuju ke jalan iblis. Tapi apabila aku tidak menurutinya, bukankah selamanya aku akan dihina, dicaci dan dipukul orang? Ouw Yang Hong terus berpikir, sehingga tidak tahu harus bagaimana memberi jawaban.
Orang tua itu tersenyum, lalu memandangnya sambil berkata.

"Ouw Yang Hong, apakah kau ingin mencoba dan melewati hari-hariku?" Mendadak orang tua itu berseru, dan seketika juga muncul seorang gadis pelayan, yang langsung memberi hormat kepadanya.

"Majikan ada pesan apa?" tanyanya.

"Bawalah Tuan Muda Ouw Yang ini ke dalam rumahku, biar dia tinggal di rumahku saja!"

Gadis pelayan itu tampak tersentak. Dipan-dangnya orang tua itu dengan terheran-heran, ke-mudian berkata.

"Majikan, sudah beberapa tahun rumah itu tidak dihuni."

Orang tua itu tertawa, lalu berkata dengan ringan.

"Bawalah Tuan Muda Ouw Yang ini ke sana, agar dia menikmati kesenangan hidup manusia!"

Gadis pelayan itu tersenyum, lalu menoleh me-mandang Ouw Yang Hong.

"Tuan Muda Ouw Yang, silakan!" ajaknya de-ngan lembut.

Gadis pelayan itu berjalan di depan, Ouw Yang Hong mengikutinya dari belakang. Tak lama mereka sampai di sebuah rumah yang amat besar.

Mereka berdua berdiri di depan rumah besar itu. Tampak dua penjaga berdiri di sana.

"Di sini adalah tempat tinggal majikan. Mengapa kau berani membawa orang luar ke mari?" tanya salah seorang dari dua penjaga itu.

Gadis pelayan itu tertawa, lalu menyahut de-ngan nyaring.

"Kau kira dia adalah orang luar? Majikan sama sekali tidak menganggapnya sebagai orang luar, bahkan mengundangnya tinggal di rumah ini untuk menikmati berbagai macam kesenangan."

Kedua penjaga itu segera memberi hormat ke-pada Ouw Yang Hong.

"Silakan Tuan Muda, budak telah berlaku ku-rung hormat, harap Tuan Muda sudi memaafkan kami!" katanya dengan serentak.

Ouw Yang Hong berjalan ke dalam rumah. Ketika memasuki rumah tersebut, terbelalaklah matanya, karena menyaksikan kemewahan rumah itu, yang dihiasi dengan berbagai macam batu mus-tika, mutiara dan benda-benda antik.

"Tuan Muda, kalau ingin menyalakan lampu, goyang saja perlahan-lahan pohon ini, lampu pasti menyala," kata gadis pelayan itu.

Usai berkata, gadis pelayan itu menggoyangkan sebuah pohon perlahan-lahan. Seketika juga muncul sebuah mutiara yang amat besar, sinarnya me-nerangi ruangan itu.

Setelah itu, gadis pelayan tersebut menjelaskan mengenai semua benda yang ada di sana. Ouw Yang Hong mendengarkan dengan mulut ternganga lebar dan membatin. Apakah aku bisa menikmati semua ini? Mungkinkah aku akan menjadi orang yang demikian? Bukankah aku akan menyerupai seorang pangeran atau sebagai majikan Perkampungan Liu Yu Cun ini?

Ketika Ouw Yang Hong sedang berpikir, gadis pelayan itu membuka pintu, lalu berjalan pergi meninggalkannya.

Ouw Yang Hong duduk di sana dengan hati berdebar-debar. Mendadak terdengar suara lang-kah yang amat ringan, yang disusul oleh suara yang amat merdu.

"Tuan Muda harus mandi dulu!"

Ouw Yang Hong menoleh. Tampak dua wanita cantik berdiri di depan ranjang, memandang Ouw Yang Hong sambil tersenyum dan berkata.

"Tuan Muda pasti masih lelah dan badan Tuan Muda pun kotor. Lebih baik Tuan Muda mandi dulu, setelah itu barulah beristirahat!"

Usai berkata, kedua wanita itu mendekati Ouw Yang Hong, lalu memapahnya ke dalam melewati sebuah koridor, kemudian melewati halaman be-lakang dan sampai di sebuah rumah.

Kedua wanita itu membawa Ouw Yang Hong ke dalam rumah tersebut. Begitu sampai di dalam, Ouw Yang Hong menjadi melongo. Ternyata di dalam rumah itu terdapat sebuah kolam mandi yang cukup besar, dan tampak pula dua gadis telanjang bulat berdiri di sisinya.

Ketika melihat kedua gadis telanjang itu, hati Ouw Yang Hong berdebar-debar tegang, karena dia yakin mereka berdua akan memandikan dirinya.

Kedua gadis itu memberi hormat kepada Ouw

Yang Hong, lalu berkata.

"Harap Tuan Muda mandi dulu!"

Mereka memapah Ouw Yang Hong ke dalam kolam mandi. Air kolam itu hangat, namun sekujur badan Ouw Yang Hong malah gemetar. Itu bukan karena kedinginan, melainkan karena badannya dipapah oleh kedua gadis yang telanjang itu. Belum pernah dia mengalami hal seperti itu, maka badan-nya menjadi gemetar saking tegangnya.
Kedua gadis itu menatapnya,kemudian salah satu dari mereka bertanya.

"Apakah Tuan Muda merasa tidak enak? Biasa-nya majikan mandi dengan cara demikian."

"Baik, baik! Ikuti saja cara mandi majikan kalian!" sahut Ouw Yang Hong.

Kedua gadis itu tampak berlega hati, lalu me-nanggalkan pakaian Ouw Yang Hong dan mulailah jari tangan mereka yang halus menggosok-gosok badannya, sehingga membuat Ouw Yang Hong merasa nyaman sekali. Selama ini aku tidak tahu sama sekali, seorang lelaki akan melewati hari-hari yang sedemikian senang dan nyaman, ini sungguh tak terduga . . .

Di saat Ouw Yang Hong berkata dalam hati, kedua gadis itu terus menggosok badannya, mem-buat wajahnya menjadi memerah.

Kedua gadis itu tertawa cekikikan, kemudian berkata hampir serentak.

"Tuan muda jangan merasa malu!"

Ouw Yang Hong manggut-manggut, namun wajahnya tetap tampak memerah. Di saat ber-samaan, mendadak dia teringat akan Bokyong Cen. Kini dia baru sadar, bahwa dirinya terkesan baik terhadap gadis itu.

Tiba-tiba masuk beberapa anak gadis lagi, yang semuanya juga telanjang bulat seperti kedua gadis itu. Mereka berjalan dengan lemah gemulai ke hadapan Ouw Yang Hong. Ketika melihat gadis-gadis itu, salah satu gadis yang menggosok badan Ouw Yang Hong segera berbisik.

"Tuan Muda, kalau Tuan Muda tertarik salah satu di antara gadis-gadis itu, Tuan Muda manggut saja! Aku akan menyuruhnya menemanimu!"

Ouw Yang Hong segera memperhatikan gadis-gadis itu. Semuanya cantik dan kelihatannya semua ingin menemaninya sehingga membuatnya menjadi bingung memilihnya.

Anak gadis yang menggosok badannya tahu akan hal itu. Maka dia tersenyum seraya berbisik.

"Kalau Tuan Muda setuju, bagaimana kalau kusuruh mereka semua menemanimu?"

Ouw Yang Hong memang setuju, namun dia baru saja tiba di tempat itu, maka bagaimana mungkin bersama gadis-gadis tersebut? Mendadak Ouw Yang Hong menolehkan kepalanya. Dilihatnya seraut wajah yang berseri-seri, ternyata adalah salah satu gadis yang menggosok badannya. Gadis itu tampak lemah-lembut dan amat cantik, mengapa tidak dia saja yang menemaniku? Pikirnya.
Setelah berpikir demikian, dia berkata pada gadis itu dengan suara ringan.

"Bagaimana kalau kau saja yang tinggal di sini menemaniku?"

"Baik, tapi . . . bagaimana dengan para gadis itu?" sahut gadis itu.

"Suruh mereka pergi!" bisik Ouw Yang Hong.

Gadis itu mengangguk, lalu segera memberi isyarat kepada para gadis tersebut. Mereka meng-angguk, lalu meninggalkan kolam mandi.

Kini Ouw Yang Hong hanya bersama gadis itu, sebab salah satu gadis yang menggosok badannya juga ikut pergi. Betapa tegangnya Ouw Yang Hong, karena sejak dia dewasa, belum pernah berdekatan dengan kaum gadis. Saat ini dia begitu dekat dengan gadis itu, maka sudah barang tentu hatinya berdebar-debar tidak karuan, bahkan merasa je-ngah pula.

Tak lama kemudian, mereka berdua kembali ke rumah besar. Ouw Yang Hong duduk di kursi, tampak segar dan bersemangat.

Seorang gadis mendekatinya, lalu menjatuhkan diri berlutut sambil menyodorkan sebuah Cu Ko (Buah Cu Ko). Gadis itu memberitahukan bahwa buah tersebut berusia seribu tahun, kalau dimakan dapat menambah Iwe kang.

Ouw Yang Hong tidak menyahut, tapi segera makan buah itu. Rasanya manis terasa kepahit-pahitan. Setelah makan buah itu, badannya merasa bertambah segar dan bertenaga.

Sesaat kemudian tampak beberapa anak gadis masuk ke dalam lagi. Mereka memberi hormat lalu salah seorang bertanya.

"Tuan Muda, apakah Tuan Muda suka men-dengarkan musik?"
Hati Ouw Yang Hong girang bukan main, sebab dia memang amat menyukai musik.

"Majikan mengumpulkan kitab-kitab musik, akhirnya menciptakan musik.

Mudah-mudahan Tuan Muda suka mendengarnya!" kata gadis itu.

Ouw Yang Hong manggut-manggut, namun ha-tinya tidak percaya, bahwa para gadis itu mahir memainkan musik.

"Baiklah! Kalian boleh memainkan musik itu, aku ingin mendengarnya!" katanya.
Ketujuh gadis itu, menggunakan tujuh macam alat musik. Ouw Yang Hong memperhatikan alat-alat musik itu, di antaranya ada yang belum pernah dilihatnya.

Sesaat kemudian, terdengarlah suara musik yang amat merdu, membuat Ouw Yang Hong ber-girang hati dan berseri-seri.

"Bagus! Bagus sekali!" serunya.

Ouw Yang Hong pun berkata dalam hati, kalau aku tidak ikut ke mari, bagaimana mungkin dapat menikmati musik ini? Kalau bisa menjadi majikan perkampungan ini, tentunya amat menyenangkan sekali!

"Baik, kalian boleh pergi beristirahat sebentar! Kapan-kapan aku akan menyuruh kalian main mu-sik lagi!"

Seketika musik berhenti dan gadis-gadis itu saling memandang, tapi tiada seorang pun yang mau meninggalkan tempat itu.

Ouw Yang Hong tercengang.

"Mengapa kalian tidak mau pergi?" tanyanya sambil memandang gadis-gadis itu.

"Kami bersedia memainkan musik penggetar sukma untuk Tuan Muda!" sahut salah seorang gadis.

Ouw Yang Hong tersentak, mendengar ucapan gadis itu sebab dia tahu bahwa musik penggetar sukma adalah semacam musik bernada porno. Ba-nyak orang tahu tentang hal itu, namun tidak pernah mendengarnya.

"Dulu majikan kami amat senang akan musik dan tarian penggetar sukma. Apakah Tuan Muda ingin menikmatinya?" lanjut gadis itu.

Ouw Yang Hong berpikir sejenak, kemudian manggut-manggut.

"Baiklah! Aku ingin menikmatinya!" katanya.

Para gadis itu tampak girang sekali. Kemudian mereka mulai memainkan musik tersebut.
Ouw Yang Hong memperhatikan gadis-gadis itu. Mereka semua tersenyum-senyum, menatapnya dengan penuh rasa cinta, kemudian bernyanyi dengan merdu dan merangsang.

"Hatimu mendekap pada dadaku. Sepasang payudaraku merupakan bukit bagimu. Semoga hatimu selalu berada di dalam lubuk hatiku. Walau tidak bertemu orangnya, tapi hati tetap bertemu."

Ketika mendengar suara nyanyian itu, jantung Ouw Yang Hong berdetak lebih cepat, bahkan terasa bergejolak.

Para gadis itu bernyanyi lagi.

"Kau bilang mau datang, maka aku menunggu-mu. Terus menunggu. Apakah kau sudah datang? Kau memang harus mati. Kau bilang mau datang, maka aku menunggumu.

Menunggu dan terus me-nunggu. Apakah kau sudah datang? Kau memang harus mati."
Ouw Yang Hong mendengarkan nyanyian itu dengan hati berdebar-debar, sedangkan para gadis itu terus bernyanyi.

"Kau bilang mau datang, maka aku menunggu-mu. Menunggu dan terus menunggu. Aku takut tidak bisa hidup lagi. Tinggal kau seorang diri pasti akan kesepian. Lebih baik kau jangan datang ..."

Gadis-gadis itu mulai menari dengan indahnya.

Tarian mereka sangat merangsang, membuat Ouw Yang Hong tenggelam dalam lamunan. Kalau ada seorang gadis menunggunya, dia pasti mencarinya. Dia tidak akan membuat gadis itu terus menunggu.

Sesaat kemudian, musik, nyanyian dan tarian itu berhenti, para gadis itu mendekati Ouw Yang Hong. Mereka mengerumuninya, duduk dan berlutut di dekat kakinya, lalu berkata dengan ringan.

"Tuan muda, ketika kau mendengar nyanyian kami, air matamu meleleh. Itu pertanda kau adalah orang yang berperasaan. Kalau kami bisa mem-peroleh cinta kasih darimu, kami pasti merasa bahagia dan beruntung."

Usai berkata, gadis-gadis itu mulai bernyanyi lagi dengan merdu. Bahkan mereka pun bersandar di badan Ouw Yang Hong.

"Aku menunggumu, terus menunggu. Aku takut tidak bisa hidup lagi. Tinggal kau seorang diri pasti akan kesepian. Lebih baik kau tidak datang ..."

Mereka bernyanyi sambil memandang Ouw Yang Hong dengan penuh rasa cinta kasih, bahkan juga menggoyang-goyangkan badannya dengan perlahan-lahan, sehingga membuat pikiran Ouw Yang Hong menjadi menerawang.

Demikian menjadi orang, memang sungguh me-nyenangkan! Orang lain bisa demikian, aku Ouw Yang Hong juga harus bisa demikian. Asal aku mau belajar ilmu Ha Mo Kang dari majikan tempat ini, bukankah aku akan menjadi orang yang tanpa tanding di kolong langit? Pada waktu itu tentunya aku dapat malang melintang di dunia persilatan, mau berbuat apa pun bisa. Pikirnya.

Pada malam harinya, ketika Ouw Yang Hong tidur sambil memeluk seorang wanita, tiba-tiba terdengar suara seseorang.

"Ouw Yang Hong, mengapa kau masih belum mau bangun?"

Ouw Yang Hong tersentak, lalu mendongakkan kepala, namun tidak melihat siapa pun berada di sekitarnya.

"Siapa kau? Mau apa kau ke mari?" sahutnya.

Terdengar suara sahutan.

"Siapa aku, apakah kau tidak melihat?"

Di bawah remang-remang cahaya mutiara, tampak seorang tua duduk di pinggir ranjang, sedang memandang Ouw Yang Hong sambil ter-senyum.

"Bagaimana? Apakah kau mau melewati hari-hari yang begini?"

Ouw Yang Hong tentu mau, maka dia meng-angguk.

"Tinggallah kau di sini! Kau pasti akan hidup senang, sebab di sini banyak wanita cantik, berbagai macam benda mustika dan lain sebagainya. Aku mau berbuat apa, pasti dapat kulakukan. Aku ingin membunuh siapa, pasti bisa. Segala apa yang ada di dunia berada di tanganku. Apabila ku-senang, aku pun dapat menolong siapa pun.
Tapi aku juga dapat memusnahkan semua perguruan dalam rimba persilatan dalam waktu sekejap. Cobalah kau pikir, haikkah aku orang yang begini macam?"

"Baik," sahut Ouw Yang Hong.

"Aku menghendakimu menjadi orang beracun, justru menginginkanmu membunuh orang. Asal kau mau, kau boleh membunuh orang. Lihatlah! Wanita itu milikku, namun kalau aku turun tangan, dia pasti mati. Segera pula aku akan memperoleh penggantinya." Orang tua memandang wanita yang tidur di atas ranjang. Ternyata orang tua itu telah menotok jalan tidurnya, sehingga wanita tersebut tidak mendusin. Berselang sesaat, dia menatap Ouw Yang Hong, kemudian melanjutkan kata-katanya dengan sungguh-sungguh, "Asal kau mau, kau akan menjadi seorang pendekar besar di kolong langit, dan akan memiliki kungfu yang aneh."

Ouw Yang Hong mengangguk. Dia rela menjadi murid orang tua tesebut, akan mewarisi semua kepandaiannya, menjadi orang beracun untuk ma-lang melintang di dunia persilatan.

***

Bersambung

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar