Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 17

Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------

Bab 17

Walau Cu Kuo Cia berhati kejam, namun dia amat menyayangi anaknya itu. Maka, ketika mendengar anaknya terkena racun, hatinya menjadi kacau balau. Seketika dia tidak tahu harus berbuat apa. Sudah sepuluh tahun lebih dia ingin membunuh gurunya, dan saat ini memperoleh kesempatan. Tentunya kesempatan itu tidak akan disia-siakannya. Namun nyawa anaknya jauh lebih penting. Di saat dia tercekam kepanikan itulah Su Bun Seng berseru.

"Toa suheng! Susiuk cuma menakut-nakutimu, kau jangan percaya!"

Sesungguhnya Cu Kuo Cia juga tidak percaya, tapi hatinya tetap merasa tidak tenang.
Berselang sesaat, dia berkata pada Cha Ceh Ih.

"Susiuk! Betulkah kau menyuruh anakku makan kembang gula itu?"
Cha Ceh Ih tertawa lalu menyahut.

"Omongan anak kecil, tidak seperti omongan orang besar, selalu berdusta! Kalau berdusta, wajah pasti memerah. Nah, lihatlah wajahku, apakah memerah?"
Disaat bersamaan, Su Bun Seng ingin membunuh Cen Tok Hang, namun Cu Kuo Cia segera membentak.

"Jangan bergerak!"

Ternyata Su Bun Seng memanfaatkan kesempatan ketika Cu Kuo Cia sedang berbicara dengan Cha Ceh Ih untuk turun tangan membunuh Cen Tok Hang, tapi gerak-geriknya tidak terlepas dari mata Cu Kuo Cia.

"Toa suheng, kau memelihara macan, pasti akan celaka kelak!" sahut Su Bun Seng.
Wajah Cu Kuo Cia tampak berubah.

"Sute! Jangan banyak bicara, cukup mendengarkanku saja!" katanya.
Usai berkata, wajahnya tampak gusar sekali. Ternyata dia tidak senang Su Bun Seng mencampuri urusannya.

Cha Ceh Ih tersenyum-senyum, sebentar memandang Cen Tok Hang, sebentar memandang Cu Kuo Cia dan lainnya yang tampak bimbang.

"Susiok! Kalau kami melepaskan guru, apakah Susiok juga mau melepaskan kami?" tanya Cu Kuo Cia kepada Cha Ceh Ih.

Cha Ceh Ih tampak berpikir sejenak, kemudian barulah menyahut.

"Baik!"

Bukan main girangnya Cu Kuo Cia. Namun berkata dalam hati, kau si Kecil mana tahu akan kelihayanku? Cepat atau lambat kau pasti akan celaka di tanganku! "Harap Susiok memberitahukan kami, bagaimana cara memunahkan racun itu, agar aku dan sute dapat menolong mereka! Guru

berada di sini, kami serahkan pada Susiok!" katanya kemudian.

Cha Ceh Ih tertawa gelak, kemudian mengeluarkan dua biji kembang gula, dan diberikannya kepada Cu Kuo Cia dan Su Bun Seng.

"Cepat ambil, jangan merepotkanku lagi!" katanya.

Cha Ceh Ih tampak tidak sabar. Akan tetapi, Cu Kuo Cia dan Su Bun Seng justru tidak tahu, apakah kedua biji kembang gula itu adalah obat pemunah racun. Walau bercuriga dalam hati, mereka berdua tidak herani mencetuskannya dan kemudian kedua-duanya meninggalkan tempat itu.

Cha Ceh Ih memandang Cen Tok Hang, kemudian menengok kesana kemari. Setelah itu, dia memandang ke dalam lubang pohon seraya berseru.

"Boleh yang di dalam lubang pohon, cepatlah kau keluar! Kau memang bocah aneh, menyaksikan guru mau mati, kau malah tak bergerak sama sekali! Hanya mementingkan nyawa sendiri, Cen tua! Banyak orang di kolong langit, namun telor busuk itu tidak banyak, cara bagaimana kau mem-perolehkannya?"

Ouw Yang Hong tidak menyahut.

"Ouw Yang Hong, cepatlah kau keluar!" seru Cha Ceh Ih lagi.

Saat ini Ouw Yang Hong merasa amat malu dalam hati. Gurunya dalam keadaan bahaya, seharusnya dia keluar untuk menyelamatkannya, tapi ilmu silatnya masih rendah, mengapa harus bertindak gagah? Di saat nyawa gurunya terancam, haruslah keluar demi mati bersama guru. Kini ada orang berseru memanggil namanya, itu membuatnya merasa malu sekali.

Apa boleh buat, dia memang harus keluar. Di bawah cahaya rembulan, tampak seorang anak kecil berdiri di situ. Di sisi anak kecil itu berbaring Cen Tok Hang dalam keadaan pingsan.

Ouw Yang Hong maju ke hadapan Cen Tok Hang, lalu memhungkukkan badannya untuk me meriksa nafas di hidung gurunya. Memang masih ada nafas, tapi amat lemah sekali, membuatnya cemas dan tidak tenang.

"Susiok, apakah luka suhu bisa sembuh?" tanyanya kepada Cha Ceh Ih.

Cha Ceh Ih memandangnya, tertawa dingin seraya menyahut.

"Kau jangan berpura-pura! Kalau suhumu mati, di kolong langit ini hanya tinggal kau seorang yang mahir kedua macam ilmu silat itu. Carilah tempat yang sunyi sepi, baik-baiklah melatih kedua ilmu silat itu! Tentunya kau akan menjadi jago yang amat tangguh. Kalau dia mati, bukankah kau akan bergembira dalam hati?"

Ouw Yang Hong diam saja, tidak berani mengucapkan apa pun.

"Ayoh! Bantu aku memapahnya ke dalam ruangan itu!" ajak Cha Ceh Ih.

Ouw Yang Hong dan Cha Ceh Ih memapah Cen Tok Hang ke rumah, langsung menuju ruang santai. Badan Cen Tok Hang tergoncang, sehingga membuat orang tua itu merintih-rintih.

"Kau begini macam, bagaimana dijuluki Racun Tua? Bukankah akan ditertawakan orang-orang di kolong langit? Kau amat cerdik, namun justru dikerjai para muridmu itu. Kau memang patuh dikasihani," kata Cha Ceh Ih sengit.

Yang Hong tidak mengatakan apa-apa. Namun ia merasa masuk akal apa yang dikatakan paman gurunya itu. Maka dia berkata dalam hati, guruku amat terkenal dan gagah, tapi saat ini jadi begini. Itu membuktikan bahwa jadi orang dan melaksanakan sesuatu, memang harus kejam. Tapi pikirannya berubah lagi, teringat kalau gurunya tidak begitu jahat terhadap murid, Cu Kuo Cia dan lainnya pasti tidak akan bertindak begitu terhadap guru dan tentunya tidak ada kejadian itu.

Ouw Yang Hong dan Cha Ceh Ih membaringkan Cen Tok Hang di tempat tidur yang dibuat dari giok. Wajah Cen Tok Hang pucat pias, nafasnya amat lemah dan dalam keadaan pingsan. Ouw Yang Hong dan Cha Ceh Ih terus memandangnya. Perasaan mereka berdua amat tercekam.

Entah berapa lama kemudian, terdengar suara kokok ayam, menyusul terdengar pula suara seseorang. Mereka berdua tersentak sadar, baru tahu hari sudah pagi. Cha Ceh Ih menatap Cen Tok Hang, kemudian mengeluarkan sebilah belati, sepertinya ingin menusuk orang tua itu, apabila dia siuman.

Sementara nafas Cen Tok Hang semakin lemah. Cha Ceh Ih duduk di pinggir tempat tidur. Mendadak badannya berputar-putar, mirip seorang anak kecil sedang bermain, tidak memperdulikan mati hidupnya Cen Tok Hang.

Ouw Yang Hong menariknya, lalu berkata dengan wajah murung.

"Susiok! Luka suhu begitu parah, menurut Susiok harus bagaimana?"

"Terus terang, suhumu sudah sekarat. Kalaupun ada tabib yang terbaik di kolong langit, juga tidak mampu mengobatinya. Apalagi kau dan aku. Menurutku lebih baik menangislah kau sejenak, agar suhumu tenang dan terhibur hatinya!"

"Susiok, di sini tersimpan begitu banyak obat-obatan, berikan saja kepada suhu! Siapa tahu suhu bisa sembuh!"

Cha Ceh Ih manggut-manggut.

"Baik! Berilah dia obat! Racun pun boleh kau berikan. Kalau dia mati, urusan jadi beres. Kalau dia bisa hidup sejenak, itu pun baik sekali."

Kemudian dia meloncat turun, dan langsung menuju lemari penyimpan berbagai macam obat. Dengan sembarangan diambilnya beberapa macam obat dari dalam lemari itu, lalu mendekati Cen Tok Hang yang berbaring di tempat tidur.

Dimasukkannya obat-obat itu ke dalam mulut Cen Tok Hang yang masih dalam keadaan pingsan, namun obat-obat itu keluar lagi.

Cha Ceh Ih tampak gusar.

"Ayoh! Cepat makan obat! Cepat makan obat!" bentaknya dengan sengit.

Usai berkata, Cha Ceh Ih mengangkat kepala Cen Tok Hang, kemudian memasukkan semua obat itu lagi ke dalam mulutnya. Karena Cen Tok Hang tidak bisa menelan, maka Cha Ceh Ih menepuk bahunya dua kali.

Plak! Plak!

Ouw Yang Hong terkejut bukan main. Namun justru sungguh mengherankan, bersamaan dengan tepukan itu, semua obat itu pun masuk ke teng-gorokan Cen Tok Hang.

Entah berapa lama kemudian, tampak Cen Tok Hang siuman. Orang tua itu memandang Cha Ceh Ih lalu memandang Ouw Yang Hong dengan pandangan yang penuh kedukaan. Berselang sesaat, dia bertanya kepada Cha Ceh Ih.

"Kaukah yang menolongku?"

"Siapa yang menolongmu? Apakah kau orang baik yang harus ditolong? Lain kali kalau kita bertemu lagi kau boleh membunuhku dan aku pun boleh membunuhmu! Kau tua bangka, sudah mati setengah, bagaimana mungkin masih ada lain kali?" sahut Cha Ceh Ih.

Cen Tok Hang tampak gusar.

"Hm! Lihatlah aku akan menghabiskanmu!" katanya dengan dingin.

Cen Tok Hang ingin bangun, tapi justru membuat sekujur badannya jadi sakit bukan main, sehingga membuatnya merintih-rintih.

Cha Ceh Ih girang sekali. Dia meloncat ke atas tempat tidur, lalu duduk sambil menuding orang tua itu dan berkata.

"Empat puluh tahun yang lampau, kau menerima seorang murid yaitu Cu Kuo Cia! Kau menyaksikannya membunuh orang dengan mata tak berkedip dan langsung menganggapnya sebagai orang jahat! Karena itu, kau menerimanya sebagai murid. Tapi justru kau tidak tahu bahwa dia amat bodoh dan kejam! Huh! Kau telah salah menerimanya sebagai murid!"

"Salah! Memang sudah salah!" sahut Cen Tok Hang dengan suara parau.
Cha Ceh Ih tertawa.

"Karena salah maka harus menerima akibatnya." Dia menjulurkan tangannya untuk mencabut beberapa helai jenggot Cen Tok Hang, kemudian
ditiupnya. "Setelah itu, kau berada di dalam sebuah kedai arak, melihat beberapa pengemis memukul seorang anak kecil. Anak kecil itu tidak takut mati, maka kau menerimanya sebagai murid kedua. Dia adalah Su Bun Seng. Sifatnya aneh dan berhati kejam. Dia pun tidak pantas menjadi seorang racun tua, tapi kau menerimanya sebagai murid kedua, salah atau tidak?"

Wajah Cen Tok Hang berubah muram.

"Memang salah! Di dunia ini yang bisa jadi orang jahat, hanya ada beberapa orang," sahutnya perlahan.

Cha Ceh Ih tertawa lagi. Setelah itu dia menjulurkan tangannya untuk mencabut jenggot Cen Tok Hang, membuat orang tua itu kesakitan hingga menjerit-jerit.
Ouw Yang Hong terheran-heran ketika menyaksikan tingkah laku mereka berdua. Dia lalu berkata dalam hati. Mereka berdua melakukan sesuatu amat berbeda dengan orang lain, kedua-duanya selalu mengatakan ingin jadi orang jahat, tapi tidak tahu bagaimana macamnya orang jahat. Setelah berkata dalam hati, dia pun berkata pada Cen Tok Hang dan Cha Ceh Ih.

"Suhu, Susiok! Kalian berdua selalu mengatakan ingin menjadi penjahat besar, tapi justru tidak tahu bagaimana macamnya penjahat besar."

Kedua orang itu memandang Ouw Yang Hong, mereka tertawa kemudian Cha Ceh Ih menyahut.

"Lihatlah aku dan suhumu! Kami berdua adalah penjahat besar di kolong langit. Aku lebih jahat dari dia, sedangkan dia lebih kejam dariku."

"Aku yang lebih jahat dan kejam darimu," kata Cen Tok Hang.

"Bukan kau, tapi aku ..." sahut Cha Ceh Ih.

Mereka berdua menjadi ribut, akhirnya Cha Ceh Ih membentak.

"Sudahlah! Kau sudah tua, tapi masih mau ribut dengan anak kecil. Kau sungguh tak berguna!"

"Kau anak kecil apa? Cuma tidak bisa besar saja! Kecil orangnya, tapi besar usianya!" sahut Cen Tok Hang.

Mereka berdua ribut lagi, namun mendadak Ouw Yang Hong bertanya.

"Suhu, Susiok! Bagaimana disebut penjahat besar? Apakah toa suheng dan ji suheng terhitung penjahat besar?"

Cen Tok Hang cuma tertawa dingin.

Cha Ceh Ih menyahut.

"Kuberitahukan padamu, para murid Kiu Sia Tok Ong, selalu ingin menjadi penjahat besar. Yang mereka kagumi hanya tiga orang, yaitu Kaisar Cin Sie Ong. Ketika masih muda, dia sudah menjadi Kaisar Cin. Dia membunuh ayahnya sendiri, bahkan juga membunuh adik-adik tirinya. Dia menyerang sekaligus mencaplok enam kerajaan kecil, dan merebut harta kekayaan keenam kerajaan itu serta para wanita cantiknya. Setiap hari dia bersenang-senang dengan para wanita cantik itu. Akhirnya dia mati dan istananya dibakar oleh rakyat. Api berkobar selama tiga hari tiga malam. Nah, katakanlah! Apakah dia tidak cukup menjadi penjahat besar di kolong langit?"

Kelihatannya Cen Tok Hang juga amat kagum terhadap Kaisar Cin Sie Ong.

"Orang kedua yang disebut penjahat besar adalah seorang wanita," lanjut Cha Ceh Ih. "Dia selir di masa Dinasti Song generasi kedua, bergelar Kui Hui. Dia adalah selir yang amat berambisi, bahkan amat gusar kalau dirinya harus berlutut di hadapan kaisar. Oleh karena itu, dia menghendaki kaum wanita di kolong langit bertekuk lutut di bawah kaki wanita. Setelah menjadi permaisuri, dia mengangkat dirinya sebagai kaisar wanita, dikenal dengan nama Bu Cek Thian. Sejak itulah kaum wanita pun diangkat sebagai menteri dan lain sebagainya, sehingga para jenderal harus berlutut di hadapan kaum wanita. Siapa yang tidak menurutinya, pasti dibunuh tanpa ampun, terutama kaum lelaki. Bahkan dia pun sering mempermainkan kaum lelaki. Lelaki mana yang tidak menyenangkannya, pasti dibunuhnya. Jadi orang memang harus begitu, baru ada artinya."

Wajah Cen Tok Hang tampak serius. Kelihatannya dia juga amat kagum terhadap kaisar wanita itu.

Ouw Yang Hong adalah sastrawan, tentunya tahu tentang riwayat kedua orang tersebut. Cin Sie Ong dan Bu Cek Thian meninggalkan nama busuk sepanjang masa, akan tetapi, Cen Tok Hang dan Cha Ceh Ih malah amat memuja mereka. Hal itu membuatnya tidak habis pikir.

Cha Ceh Ih tertawa gembira, kemudian berkata pada Ouw Yang Hong.

"Bukankah kau juga ingin melakukan suatu kejahatan. Setelah kau melakukan kejahatan tanpa diketahui oleh orang lain, apakah hatimu merasa gembira sekali? Jadi orang jahat ada manfaatnya, karena boleh berbuat sesuka hatinya. Kuberitahukan, masih ada seorang jahat. Aku dan gurumu amat kagum dan salut kepadanya. Dia adalah seorang menteri bernama Cing Kwei. Dia memang amat jahat dan kejam.
Membunuh Gak Hui dan menghancurkan kerajaan, sehingga kerajaan Lam Ciau dikuasai oleh pasukan Kim (Tatar). Di dunia memang terdapat banyak orang jahat, tapi siapa yang dapat menyamai Cing Kwei? Ha ha! Kalau ingin menjadi orang jahat janganlah kepalang tanggung, harus betul-betul jahat agar dikenang sepanjang masa, itu haru ada artinya."

Mendengar itu, darah Ouw Yang Hong agak bergejolak, sebab dia adalah seorang sastrawan, yang dapat membedakan mana jahat dan baik. Namun guru dan paman gurunya ...

Cen Tok Hang memandangnya,kemudian berkata dengan ringan.

"Ouw Yang Hong, kuberitahukan padamu bahwa Cu Kuo Cia dan lainnya pasti akan menipuku, bahkan juga akan mencelakaiku. Tapi kau tidak percaya, bukan?"
Ouw Yang Hong tidak menyahut.

Cen Tok Hang berkata lagi.

"Ouw Yang Hong, kini aku telah terluka parah, sedangkan kau telah memperoleh kedua macam ilmu silatku itu. Mumpung aku masih hidup, cepatlah kau melarikan diri! Kalau aku mati, susiokmu pasti akan membunuhmu."

Ouw Yang Hong tertegun, dia tidak percaya akan apa yang dikatakan gurunya. Susiok mau menolong guru, sudah pasti tidak akan mencelakai dirinya. Ujar Ouw Yang Hong dalam hati. Kemudian dia memandang Cha Ceh Ih, tapi paman gurunya itu cuma tertawa-tawa. Hati Ouw Yang Hong tersentak, karena teringat tadi paman gurunya memuji ketiga orang jahat itu.

Walau hatinya tersentak dan merasa takut, namun tetap merasa tidak sampai hati meninggalkan gurunya.

"Suhu, aku harus merawatmu, sebab lukamu amat parah, harus ada orang yang merawatmu," katanya kepada Cen Tok Hang.

"Ouw Yang Hong, kuberitahukan padamu, susiokmu berkepandaian amat tinggi. Kalau kau tidak pergi sekarang, nyawamu pasti melayang nanti," sahut Cen Tok Hang.
Ouw Yang Hong memandang Cha Ceh Ih.

"Kalau Susiok ingin membunuhku, itu terserah dia saja," katanya perlahan.

Malam itu amat panjang. Mereka bertiga du duk dengan membungkam. Cen Tok Hang menatap Ouw Yang Hong. Dalam hatinya berkata, apabila kelak Ouw Yang Hong menjadi penjahat besar, hatiku akan terhibur dan diriku pun akan menjadi seorang racun tua. Akan tetapi, kini aku sudah sekarat. Kalau dia tidak berhati licik, bagaimana mungkin dapat menghadapi paman gurunya? Juga bagaimana mungkin menghadapi Cu Kuo Cia dan lainnya? Berpikir sampai di situ, dia pun amat menyesal tidak membunuh Ouw Yang Hong.

Sedangkan Ouw Yang Hong menatap Cha Ceh Ih, lalu berkata dengan sungguh-sungguh.

"Paman Guru, lebih baik kau beristirahatlah! Biar aku yang menjaga guru. Kalau aku merasa capek, aku akan memanggil Paman Guru untuk menggantikanku!"

Cha Ceh Ih tertawa.

"Aku tidak perlu beristirahat, harus menjaganya. Jangan menelantarkan urusan!"
Ouw Yang Hong mengerutkan kening.

"Menelantarkan urusan apa? Susiok, beritahu-kan padaku, aku akan mengingatkanmu!"
Cha Ceh Ih menunjuk hidung Ouw Yang Hong, lalu bertanya dengan lantang.

"Kau akan mengingatkanku?" Dia tertawa gelak. "Bocah! Aku sedang menunggu urusan yang tidak akan dilakukan gurumu. Aku menunggu saat itu untuk menyelesaikan dua urusan. Urusan pertama yaitu aku ingin menggunakan Ilmu Sedot untuk menyedot lwee kangnya ke dalam tubuhku. Urusan kedua, aku sedang menunggunya mati, agar aku bisa menggeledah badannya untuk mencari kedua kitab ilmu silatnya itu. Kedua urusan tersebut tentu tidak usah menyuruhmu mengingatkanku."

Usai berkata, Cha Ceh Ih tertawa gelak lagi dan tak henti-hentinya.

Bukan main terperanjatnya Ouw Yang Hong. Dia segera berkata kepada Cen Tok Hang.

"Suhu, Suhu! Beritahukanlah padaku, apakah susiok sedang bergurau?"

"Dia berkata sesungguhnya. Asal Suhu mati, dia pasti membunuhmu. Bahkan dia pun akan menghancurkan mayatku, agar dendamnya terhadapku terbalas," sahut Cen Tok Hang sambil menarik napas panjang.

Kini Ouw Yang Hong baru tersadar bahwa dirinya dalam keadaan bahaya. Kalau gurunya mati, Cha Ceh Ih pasti membunuhnya. Oleh karena itu, dia harus mencari akal untuk melarikan diri.

Namun walau sudah berpikir sekian lama, Ouw Yang Hong tetap tidak menemukan suatu akal apa pun. Dia memandang Cen Tok Hang. Tampak wajah gurunya semakin pias. Nafas pun semakin lemah. Itu membuat Ouw Yang Hong amat gugup, maka terpaksa duduk termenung. Dia akan menyaksikan gurunya menemui ajal, dan menunggu paman gurunya membunuhnya. Hanya itu yang dapat ditunggunya. Karena itu, rasa takutnya pun menjadi hilang perlahan-lahan, menunggu mati dengan tenang.

Entah berapa lama kemudian, mendadak Cen Tok Hang memanggil Cha Ceh Ih dengan suara lemah.

"Ceh Ih! Ceh Ih! Aku ingin bicara sejenak dengan Ouw Yang Hong mengenai lwee kang Ha Mo Kang. Maukah kau mencuri mendengarnya?"

Cha Ceh Ih kelihatan gusar sekali. Ditudingnya Cen Tok Hang dan Ouw Yang Hong seraya membentak dengan keras.

"Kalian berdua merupakan orang mati, mengapa aku harus mencuri dengar? Aku akan membunuhmu dulu, setelah itu baru gilirannya! Dia pasti akan berlutut memohon ampun padaku dan

memberitahukan rahasia kedua ilmu silat itu padaku! Untuk apa aku harus mencuri dengar? Bukankah itu akan merusak nama baikku?"

"Setelah kuberitahukan padanya tentang lwee kang Ha Mo Kang, dia pasti dapat melawanmu! Kau tidak takut itu?" kata Cen Tok Hang.

Cha Ceh Ih tertawa.

"Ha ha! Dia baru belajar ilmu Ha Mo Kang, apa hebatnya?"

Cen Tok Hang memandang Ouw Yang Hong.

"Duduklah kau di sisiku!" perintahnya.

Ouw Yang Hong menurut, segera duduk di sisi Cen Tok Hang, kemudian menatap gurunya itu dengan rasa iba. Suhu akan mati, biar bagaimana pun aku harus mencari akal untuk mencegah susiok menghinanya. Kata Ouw Yang Hong dalam hati. Namun dia sama sekali tidak menemukan suatu akal. Akhirnya dia mengambil suatu keputusan, apabila susioknya akan turun tangan terhadap gurunya, maka dia akan melawan susioknya dengan mati-matian.

Cen Tok Hang terus memandangnya.

"Ouw Yang Hong, kau melihatku hampir mati, apakah kau juga seperti para suhengmu amat ber-girang dalam hati?" tanyanya dengan sedih.

"Suhu, aku ..." sahut Ouw Yang Hong.

Mendadak Cen Tok Hang membentak keras.

"Kau harus girang! Kalau tidak, kau bukan muridku si Racun Tua!"

"Suhu telah salah. Aku hanya berpikir bagaimana cara mencegah susiok turun tangan terhadap suhu," kata Ouw Yang Hong.

Cen Tok Hang menatapnya dengan nafas memburu.

"Aku Cen Tok Hang berbuat jahat seumur hidup, sebaiknya malah menerimamu sebagai murid yang berhati bajik, ini sungguh tidak gampang!" katanya.
Ketika Cen Tok Hang berkata begitu, justru tidak tahu apakah dia bergirang, benci, gusar atau dendam. Ouw Yang Hong tahu bahwa hati Cen Tok Hang sedang kacau balau, maka tidak mau banyak bicara dengannya, hanya menatapnya saja.

"Sudahlah! Aku lihat kau berjodoh denganku. Aku akan menurunkan lwee kang Ha Mo Kang padamu!" kata Cen Tok Hang.

Cen Tok Hang tahu jelas mengenai lwee kang Ha Mo Kang. Lwee kang itu amat hebat dan ganas. Kalau tidak berhati-hati mempelajari lwee kang tersebut, orang akan gampang sekali mengalami kesesatan. Oleh karena tu, begitu mulai mengajarkan gerakan-gerakan Ha Mo Kang, Cen Tok Hang tidak pernah mengajarnya ilmu lwee kang tersebut, melainkan mengajarnya lwee kang lain yang ringan-ringan. Tapi kini keadaan Cen Tok Hang sudah krisis, apabila tidak memberitahukan ilmu lwee kang itu pada Ouw Yang Hong, sudah pasti tiada kesempatan lagi untuk memberitahukannya.

Sementara Cha Ceh Ih tampak tersenyum-senyum, sepertinya tidak mau mencuri dengar tentang itu. Namun dia tertawa dalam hati dan membatin. Cen Tok Hang! Kau cerdik selama ini, tapi justru ceroboh! Kau di sini memberitahukan ilmu lwee kang pada Ouw Yang Hong, apakah tidak khawatir akan kudengar semua? Aku dibandingkan dengan muridmu yang tolol ini, tentunya dia tidak akan lebih mengerti dariku tentang ilmu lwee kang Ha Mo Kang, sebaliknya justru aku yang akan mengerti! Pada saat itu, kau pasti sudah mampus, aku pun akan membunuh muridmu ini! Di kolong langit hanya aku seorang yang mahir ilmu tersebut. Bukankah amat menggembirakan? Ketika berpikir sampai di situ, hatinya merasa gembira sekali.

Mendadak Cen Tok Hang memandangnya dan berkata dengan perlahan-lahan.

"Ceh Ih, aku akan memberitahukan ilmu lwee kang Ha Mo Kang pada Ouw Yang Hong. Kau tidak boleh mencuri dengar! Kau harus tahu, orang sejahat apa pun, dalam melakukan sesuatu harus terang-terangan!"

Usai berkata, nafas Cen Tok Hang semakin memburu. Cha Ceh Ih memandang Ouw Yang Hong, kemudian memandang Cen Tok Hang.

"Baik! Apakah dia bisa terbang ke langit?" katanya.
Ternyata Cha Ceh Ih sudah punya perhitungan di dalam hati. Dia membiarkan Cen Tok Hang memberitahukan ilmu lwee kang Ha Mo Kang pada Ouw Yang Hong, sebab cepat atau lambat Ouw Yang Hong pasti akan jatuh ke tangannya. Maka, dia tidak perlu terburu nafsu.

Cha Ceh Ih tersenyum, lalu berkata lagi.

"Tua bangka, kau terlampau memandang rendah diriku! Apakah aku begitu membutuhkan Ha Mo Kangmu? Hm! Cepat atau lambat muridmu itu pasti akan mampus gara-gara belajar ilmu tersebut!"

Cen Tok Hang diam saja, tapi memberi isyarat agar Ouw Yang Hong lebih mendekatinya.

Ouw Yang Hong tahu Cen Tok Hang akan menurunkan ilmu tersebut padanya, maka segera mendekatinya.

Di saat bersamaan, mendadak Cen Tok Hang berseru.

"Golok Cepat!"

Sambil berseru dia pun menjulurkan tangannya untuk menekan pinggir tempat tidur. Sungguh tak terduga sama sekali, tempat tidur itu langsung merosot ke bawah.
Cha Ceh Ih tertegun menyaksikan kejadian itu, dan ketika dia baru mau meloncat ke arah tempat tidur itu, mendadak merasa ada sambaran angin dibelakangnya. Bukan main terkejutnya Cha Ceh Ih. Mau tidak mau dia harus berkelit, sebab tahu itu adalah sambaran senjata tajam.

Ternyata ketika dia baru mau meloncat ke arah tempat tidur, justru muncul seseorang di belakangnya. Ouw Yang Hong pernah bertemu orang itu, yakni ketika baru tiba di perkampungan Liu Yun Cun. Orang tersebut adalah Si Golok Cepat.

Dia langsung menyerang Cha Ceh Ih dengan golok, sehingga membuat si Kecil itu terdesak mundur. Jadi dia tak dapat mendekati tempat tidur yang sedang merosot itu. Sedangkan lantai di tempat itu pun mulai tertutup kembali.

Cha Ceh Ih gusar sekali. Kalau si Golok Cepat tidak muncul, saat ini Cha Ceh Ih pasti sudah berada di tempat tidur itu bersama Cen Tok Hang dan Ouw Yang Hong.
Kini hanya tinggal dia seorang, bagaimana mencari Cen Tok Hang dan bagaimana mengetahui rahasia ilmu lwee kang Ha Mo Kang? Cha Ceh Ih betul-betul marah besar.

"Golok Cepat, akan kuhabiskan kau!" bentaknya mengguntur.

Cha Ceh Ih langsung menyerangnya, namun si Golok Cepat menangkis dan balas menyerang dengan goloknya. Sesuai dengan julukannya, gerakan goloknya amat cepat sekali.

Cha Ceh Ih menyerangnya dengan pikiran bercabang, karena sedang berpikir bagaimana cara memasuki ruang rahasia itu, bagaimana cara membunuh Cen Tok Hang dan cara bagaimana memaksa Ouw Yang Hong memberitahukannya tentang rahasia ilmu lwee kang Ha Mo Kang.

Lantaran pikirannya bercabang, bahunya tersambar golok, sehingga darahnya langsung mengucur.

Cha Ceh Ih meloncat ke belakang sambil menatap si Golok Cepat dengan mata berapi-api.

"Golok Cepat! Kalau kau tidak kabur sekarang, nyawamu pasti melayang!" bentaknya sengit.

Akan tetapi, si Golok Cepat sama sekali tidak menghiraukan ancamannya, terus menyerangnya bertubi-tubi.

Kini Cha Ceh Ih betul-betul marah. Mendadak dia melancarkan tiga buah pukulan yang penuh mengandung lwee kang. Bukan main dahsyatnya ketiga pukulan itu, membuat golok di tangan si Golok Cepat terpental, bahkan dirinya juga ikut terpental, lalu roboh tak bergerak lagi. Dia menatap Cha Ceh Ih, sepertinya menunggu si Kecil itu turun tangan membunuhnya.

Namun Cha Ceh Ih tidak langsung turun tangan membunuhnya, melainkan bertanya dengan sengit.

"Ada kebaikan apa Cen Tok Hang terhadapmu, sehingga membuatmu rela berkorban demi dirinya? Asal kau memberitahukan bagaimana cara
memasuki ruang rahasia itu, aku pasti melepaskanmu!"

Si Golok Cepat tertawa sedih.

"Dia menyelamatkan anak istriku, maka aku harus berkorban demi dirinya," sahutnya.
Usai menyahut, mendadak dia mengangkat sebelah tangannya untuk menepuk ubun-ubunnya sendiri. Cha Ceh Ih ingin menolongnya, tapi terlambat, maka si Golok Cepat mati dengan otak berhamburan.

Cha Ceh Ih membanting-banting kaki karena jengkelnya, kemudian melancarkan beberapa pukulan ke arah mayat si Golok Cepat untuk melampiaskan kejengkelannya itu.

Setelah itu, dia berlari ke sana ke mari mencari pintu rahasia, namun tidak berhasil, akhirnya dia terpaksa meninggalkan ruangan itu.

Sementara tempat tidur itu terus merosot ke bawah. Berselang sesaat barulah sampai di lantai dasar. Hati Ouw Yang Hong pun jadi lega. Dia menengok ke sekelilingnya, ternyata dirinya berada di sebuah ruang batu yang cukup besar. Di dalam ruang batu itu terdapat meja kursi, makanan ringan, buah-buahan dan lain sebagainya, tidak kurang suatu apa pun.

"Suhu, tempat apa ini?" tanyanya kepada Cen Tok Hang.

Cen Tok Hang tertawa dingin.
"Ini adalah kuburanku."

Hati Ouw Yang Hong tersentak. Ruang batu ini adalah kuburan gurunya? Kalau begitu, apakah gurunya berniat mati bersamanya di ruang batu tersebut?

Ouw Yang Hong diam, kemudian memapah Cen Tok Hang lalu mendudukkannya di kursi. Setelah didudukkan di kursi, Cen Tok Hang menatapnya seraya berkata.

"Ouw Yang Hong, aku mengajarmu ilmu Ha Mo Kang. Kau boleh membunuhku, lalu meninggalkan ruang batu ini. Kalau tidak, kau pasti mati terkurung di sini."

"Suhu, aku akan berada di sini merawat lukamu, setelah lukamu sembuh, barulah kita meninggalkan ruang batu ini," sahut Ouw Yang Hong.

Cen Tok Hang tertawa dingin, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Ouw Yang Hong segera mengambil secangkir teh, lalu ditaruhnya di atas meja.

Cen Tok Hang menatapnya, kemudian mendadak berkata.

"Di dalam hatimu ada suatu rencana, maka kini kau amat puas dalam hati, bukan? Kau kira kalau bisa bersamaku, pasti bisa belajar ilmu lwee kang Ha Mo Kang?"

Ouw Yang Hong memandang Cen Tok Hang. Dia cuma tersenyum getir, tidak tahu harus berkata apa pada gurunya itu.

"Mengapa kau tidak mau meloncat ke luar ketika tempat tidur sedang merosot ke bawah?" tanya Cen Tok Hang.

"Aku tidak boleh meninggalkan Suhu, harus bersama Suhu. Ketika tempat tidur itu sedang merosot ke bawah, aku tidak bisa banyak berpikir, hanya tahu harus bersama Suhu," sahut Ouw Yang Hong.

Cen Tok Hang kelihatan tidak percaya akan jawaban Ouw Yang Hong. Dia terus tertawa dingin.

Ouw Yang Hong tidak banyak bicara, hanya duduk di hadapan Cen Tok Hang. Sedangkan orang tua itu terus menatapnya, sejenak kemudian barulah berkata dengan perlahan-lahan.

"Kenapa kau tidak bertanya padaku, bagaimana si Golok Cepat itu bisa muncul di sisi tempat tidur?"

Ouw Yang Hong berpikir sejenak, dan langsung tahu apa maksud Cen Tok Hang, tertawa seraya berkata.

"Meskipun Suhu tidak bilang, aku juga tahu. Si Golok Cepat amat berterimakaih atas kebaikan budi Suhu. Maka setiap hari dia menjaga di tempat rahasia dekat tempat tidur Suhu. Apabila Suhu dalam keadaan bahaya dia pasti muncul untuk menyelamatkan Suhu."

Cen Tok Hang menatap Ouw Yang Hong, kemudian mendadak tertawa gila dan setelah itu berkata.

"Kau hilang apa? Kau kira aku akan begitu baik terhadap orang lain? Kau kira aku bukan orang yang amat jahat? Kuberitahukan, selama ini aku tidak pernah berlaku baik terhadap siapa pun. Tiada gunanya kau baik terhadap orang. Seharusnya kau membuat orang lain takut, itu baru benar. Seperti halnya si Golok Cepat, dia amat takut padaku. Tahukah kau, mengapa dia begitu takut padaku?"

Ouw Yang Hong menggeleng kepala.

"Teecu tidak tahu."

Cen Tok Hang tersenyum.

"Aku menyandra anak istrinya di suatu tempat, yang amat sepi dan nyaman. Setiap bulan dia boleh pergi menemui anak istrinya di sana, tapi hanya setengah hari saja. Coba kau katakan, apakah tidak cukup setengah hari itu baginya?"

Ouw Yang Hong tidak menyahut, namun tahu jelas dalam hatinya. Bagaimana mungkin waktu setengah hari itu cukup bagi si Golok Cepat untuk berkumpul dengan anak istrinya?

Cen Tok Hang berkata.

"Tentunya tidak cukup, tapi kukatakan padanya, kalau dia tidak mati dan berhasil menyelamatkanku dari bahaya, maka dia boleh berkumpul lagi dengan anak istrinya untuk selamanya. Karena itu, barulah dia bersedia menyelamatkanku dari bahaya. Sudah mengertikah kau?"

Ouw Yang Hong diam saja.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Cen Tok Hang.

"Aku tidak ingin bicara," sahut Ouw Yang Hong.
Cen Tok Hang berkata.

"Aku sudah terluka parah. Setelah keluar dari sini, kau harus membunuh kelima muridku itu, kemudian membunuh adik seperguruanku itu pula. Bersediakah kau mengabulkan permintaanku ini?"

Ouw Yang Hong berpikir, kalau tidak mengabulkannya, gurunya pasti akan marah besar. Apabila gurunya marah besar, sudah pasti lukanya akan bertambah parah. Tapi kalau mengabulkannya, sudah pasti harus pergi membunuh mereka berenam. Bagaimana mungkin sebab kepandaiannya masih rendah? Hal itu membuatnya termangu-mangu.

Melihat Ouw Yang Hong tidak menjawab, Cen Tok Hang segera berkata dengan sengit.
"Apakah kau tidak bersedia? Kalau tidak bersedia, kau boleh pergi!"

Ouw Yang Hong tidak bergerak. Dia tidak tega meninggalkan gurunya yang dalam keadaan terluka parah itu.

Akan tetapi, mendadak Cen Tok Hang membentak keras.

"Cepat pergi! Cepatlah kau pergi! Aku tidak mau melihat kalian yang seperti telor busuk! Kalian semua tiada satu pun yang baik! Kau pun begitu, berada di sampingku, hanya ingin menipu diriku agar kau memperoleh ilmu silat tinggi saja! Apakah kau masih punya tujuan lain?"

Ouw Yang Hong berjalan ke samping, tidak mau mendengar perkataannya. Dia tahu gurunya amat jengkel pada kelima muridnya, tentunya akan mencaci maki mereka. Dalam hal ini, Ouw Yang Hong sama sekali tidak menyalahkan gurunya.
Ketika melihat Ouw Yang Hong menyingkir ke samping, Cen Tok Hang bertambah gusar.

"Ouw Yang Hong, kau juga seperti kelima muridku itu! Kemari cuma ingin menipuku!"
Mendadak Cen Tok Hang memuntahkan darah segar dan nafasnya mulai memburu lagi, sehingga wajahnya berubah menjadi pucat pias.

"Suhu, baik-baiklah istirahat! Suhu jangan marah-marah, sebab akan membuat lukamu bertambah parah!" kata Ouw Yang Hong.

Cen Tok Hang tertawa dingin.

"Kau tidak usah pura-pura berbaik hati padaku! Kau juga bukan murid yang baik!"
Usai berkata, sekonyong-konyong badannya bergerak ke arah Ouw Yang Hong. Walau dalam keadaan terluka parah, namun masih bertenaga.

Leher Ouw Yang Hong tercengkeram oleh tangan Cen Tok Hang. Kelihatannya orang tua itu ingin mencekiknya hingga mati.

Sesungguhnya saat ini, tenaga Ouw Yang Hong lebih kuat dari Cen Tok Hang. Namun Ouw Yang Hong merasa tidak sampai hati memukul gurunya itu.

"Suhu! Suhu! Cepat lepaskan tanganku!" teriaknya.

Akan tetapi, Cen Tok Hang malah menambah tenaganya untuk mencekik leher Ouw Yang Hong, sehingga membuat mata Ouw Yang Hong berkunang-kunang, dan akhirnya pingsan.

Ketika Ouw Yang Hong siuman, Cen Tok Hang duduk di hadapannya. Walau wajah gurunya masih pucat, namun kelihatan tidak begitu lesu lagi.

Cen Tok Hang menatapnya, kemudian berkata dengan dingin.

"Kau tidak cukup jadi seorang jahat, maka tidak pantas jadi muridku. Kalau kau betul-betul seorang jahat, tadi sudah turun tangan membunuhku!"
Cen Tok Hang dan Ouw Yang Hong sama-sama tahu, apabila tadi Ouw Yang Hong melawannya, sudah pasti Cen Tok Hang akan celaka. Namun Ouw Yang Hong justru tidak berbuat begitu, malah membiarkan gurunya mencekiknya hingga pingsan, bahkan nyaris mati.

Cen Tok Hang amat menyesal, karena Ouw Yang Hong yang dibawa dari Kota Ciau Liang,

bukan merupakan orang jahat, melainkan merupakan seorang sastrawan yang lemah lembut.

Berselang sesaat, Cen Tok Hang berkata secara terang-terangan.

"Kalau aku tahu kau begini, aku pasti sudah membunuhmu tempo hari, agar aku tidak gusar saat ini!" Orang tua itu menatap Ouw Yang Hong tajam, lalu melanjutkan dengan sengit. "Aku tidak akan mengajarmu lwee kang Ha Mo Kang. Sikapmu seperti itu, maka meskipun kau berhasil menguasai ilmu Ha Mo Kang juga tak akan ada gunanya. Sebab aku pasti akan dibunuh oleh orang licik kelak, sehingga kaum rimba persilatan akan mengatakan, bahwa ilmu Ha Mo Kang hanya merupakan ilmu biasa. Bukankah itu akan mencemarkan nama baikku?"

Ouw Yang Hong tidak menyahut. Namun dalam hatinya berkata. Aku harus membunuhmu? Aku justru tidak bisa. Biar kau omong apa, kau tetap guruku. Aku tidak mau jadi murid durhaka!

Cen Tok Hang menatapnya, kemudian berkata.

"Ouw Yang Hong, di dunia ini terdapat penjahat besar dan penjahat kecil. Kau hanya merupakan penjahat kecil, sebab kau masih memiliki hati nurani. Itu apa gunanya? Kau harus tahu, jadi penjahat besar juga bisa jadi kesatria besar. Kau mengerti itu?"
Hati Ouw Yang Hong tergerak. Kalau tadi dia mati di tangan Cen Tok Hang, bukankah akan mati secara penasaran sekali? Dia belum melaksanakan pekerjaan besar, tapi malah mati di sini, tentunya akan menyesal setelah mati. Dia terus berpikir, entah benar atau tidak pengajaran gurunya.

Cen Tok Hang berkata.

"Orang melaksanakan pekerjaan baik tidak sulit, justru sulit melaksanakan pekerjaan jahat. Melaksanakan pekerjaan jahat kira-kira ada tiga macam. Pertama yaitu pekerjaan jahat yang tiada manfaatnya bagi orang lain dan bagi diri sendiri. Itu berarti penjahat yang tiada gunanya. Penjahat semacam itu harus dibunuh agar tidak mencemarkan nama para penjahat. Kedua yaitu penjahat yang pekerjaan jahatnya ada sedikit manfaatnya bagi orang lain, juga bermanfaat bagi diri sendiri. Itu pun tergolong penjahat yang tiada harganya. Aku tidak suka akan penjahat semacam itu. Mungkin kau melaksanakan pekerjaan jahat, tapi merupakan pekerjaan besar, juga dapat menolong banyak orang. Itu merupakan yang ketiga. Lalu mengapa kau tidak mau melaksanakannya? Seperti halnya dengan kasar wanita Bu Cek Thian, bukankah banyak sekali orang memperoleh kemanfaatannya? Kalau dia sepertimu bertele-tele, sudah pasti akan merusak pekerjaan besar."

Apa yang dikatakan Cen Tok Hang, membuat Ouw Yang Hong terus berpikir. Masuk akal juga

apa yang dikatakan guru. Asal dapat memberi kebaikan pada orang lain dan pada diri sendiri, tidak jadi masalah membunuh orang. Siapa tidak membunuh orang? Sastrawan membunuh orang dengan tulisan, pesilat membunuh orang dengan senjata. Mana yang tidak merupakan penjahat? Seperti halnya dengan paman guru dan kelima kakak seperguruannya, bukankah mereka tergolong penjahat? Kalau bertemu mereka, tidak membunuh, pasti akan dibunuh oleh mereka. Mereka adalah penjahat yang harus mati . . .

Cen Tok Hang tahu bahwa Ouw Yang Hong terus berpikir. Berselang sesaat orang tua itu berseru.

"Bocah bodoh! Apakah pikiranmu sudah terbuka? Kalau kau tidak bersedia, janganlah kau belajar ilmu Ha Mo Kang! Tapi . . . kau pasti mati. Asal kau keluar dari sini, kelima suhengmu pasti mencarimu, lalu mendesakmu memberitahukan rahasia ilmu Ha Mo Kang, setelah itu baru membunuhmu!"

"Aku masih belum berhasil menguasai ilmu Ha Mo Kang," sahut Ouw Yang Hong.
"Jangan bilang padaku, bahwa kau akan mem-beritahu mereka, bahwa kau belum berhasil menguasai ilmu Ha Mo Kang! Kau kira mereka akan mempercayaimu?" kata Cen Tok Hang dengan dingin sambil menatapnya.

Usai berkata, Cen Tok Hang pun tertawa gelak.

Ouw Yang Hong terdiam. Dia tahu apa yang dikatakan gurunya memang masuk akal. Kalau dia tidak memberitahukan tentang ilmu lwee kang Ha Mo Kang, mereka pasti membunuhnya, mungkin juga akan menyiksanya hingga mati.

Bukan main cemasnya hati Ouw Yang Hong. Aku harus bagaimana? Aku harus mati di tangan mereka ataukah harus berada di sini mempelajari ilmu lwee kang Ha Mo Kang, lalu keluar membunuh mereka? Katanya dalam hati.

***

Tengah malam, angin di musim gugur berhembus dingin menusuk tulang. Di tempat yang amat sunyi sepi ini, tampak beberapa ekor burung gagak beterbangan sambil berkaok-kaok.

Di tempat tersebut, tampak sebuah bangunan yang telah runtuh tidak karuan. Di malam yang amat sunyi, mendadak dipecahkan oleh suara nyanyian.

"Lihatlah gumpalan awan, dengarlah suara gemuruh ombak! Hanya tinggal kampung halaman yang sudah berantakan, sunyi sepi menyedihkan

Suara nyanyian itu bernada sedih. Tampak sosok bayangan yang tinggi besar di bawah sebuah pohon. Dia mengenakan pakaian hitam, berdiri termangu-mangu sambil memandang bangunan yang runtuh itu. Berselang sesaat, orang itu bergumam.

"San Ji, San Ji . . . San Ji! Sungguh mengenaskan kematianmu! Aku bersamamu hanya bermesraan semalam, amat panjang malam itu. Aku kembali dari Kota Ciau Liang, membawa perhiasan untukmu! Aku tahu, kau amat menyukai perhiasan! Siapa tahu malam ini kau justru tidak dapat melihat lagi! Malam itu kita bermesraan, saling memeluk sampai pagi. Setelah itu, aku sibuk melaksanakan pekerjaan guru! Aku tidak berpikir bahwa kau akan mati, San Ji! Aku harus membunuhnya! Aku harus membunuhnya!"

Di saat orang itu bergumam, tampak pula seorang anak kecil duduk di atas tembok. Ternyata yang bernyanyi tadi anak kecil itu. Dia tertawa sedih, kemudian bernyanyi lagi.

"Sejak dahulu kala, orang jahat selalu membicarakan kegagahan! Tapi bagaimana melewati pedang dan golok ..."

Anak kecil itu bernyanyi sambil tertawa. Di luar tembok berdiri dua orang. Mereka berdua tidak mengeluarkan suara dari tadi. Sesaat kemudian
mereka berdua berjalan perlahan mendekati anak kecil itu. Salah seorang dari mereka sudah tua. Di punggungnya terdapat sebuah bungkusan, ternyata berisi seorang anak kecil yang telah lama mati.

Orang yang berdiri di sisinya, berdandan seperti sastrawan. Wajahnya putih bersih tapi amat dingin. Dia terus memandang anak kecil yang duduk bernyanyi di atas tembok itu.

Anak kecil itu sepertinya tidak melihat kehadiran mereka. Dia terus bernyanyi sambil tertawa-tawa.

Mendadak orang tua itu bertanya dengan suara parau.

"Tau Ji (Anak Tau), Tau Ji! Apakah kau merasa lelah? Kalau lelah marilah ikut kakak tidur! Ingat, jangan makan kembang gula orang lain, sebab kembang gula itu mengandung racun!"

Orang tua itu menoleh ke belakang, memandang anak kecil yang di punggungnya dengan lemah lembut.

"Toako! Kau harus tahu, anak itu sudah lama mati. Walaupun kau telah membalsemnya, namun lama kelamaan juga akan berbau. Mengapa kau terus-menerus memanggulnya?" kata orang yang berdiri di belakangnya.

"Sute, kau hilang apa? Kau bilang Tau Ji sudah mati? Kau yang sudah mampus!" bentak orang tua itu.

Sekonyong-konyong orang tua tersebut menyerangnya. Kemudian terjadilah pertarungan sengit. Mereka adalah saudara seperguruan, maka sudah barang tentu saling mengetahui jurus masing-masing.

Puluhan jurus kemudian, barulah mereka berhenti dengan nafas memburu.

"Cu Kuo Cia, kau jangan mendesakku, musuhmu duduk di atas tembok. Kenapa kau tidak ke sana membunuhnya, malah menyerangku?" kata orang yang lebih muda.
"Su Bun Seng, kalau kau masih bilang Tau Ji sudah mati, aku pasti menghabiskanmu!" sahut Cu Kuo Cia dengan dingin.

Kemudian Cu Kuo Cia menolehkan kepalanya memandang anak kecil yang duduk di atas tembok, dan mengepal tinjunya sambil berkertak gigi.

Anak kecil itu menoleh memandang mereka berdua. Dia tidak merasa heran maupun terkejut, malah tertawa.

"Kalian sudah datang?" katanya.

"Susiok, selama ini kami berlima tidak begitu tunduk pada Susiok, namun hari ini setelah bertemu Susiok, kami jadi tunduk dan kagum. Susiok amat cerdik, kami berlima tidak dapat menyamai Susiok," sahut Su Bun Seng.

Anak kecil itu ternyata Cha Ceh Ih, si Kecil yang tidak bisa tumbuh besar itu.
Cha Ceh Ih tertawa, lalu menyahut dengan wajah berseri-seri.

"Oh, ya? Kalian berlima hanya tunduk pada tua bangka itu, sama sekali tidak memandang sebelah mata padaku? Tapi . . . mengapa hari ini kalian justru merasa tunduk dan kagum padaku?"

Su Bun Seng menjawab.

"Susiok cerdik, amat cerdik sekali! Kini Susiok sudah memperoleh ilmu rahasia Ha Mo Kang, tentunya akan menjadi orang nomor wahid di kolong langit. Namun bagi orang lain, apabila sudah memperoleh kitab rahasia ilmu itu, pasti lalu pergi ke tempat sepi untuk mempelajarinya. Namun Susiok malah tidak pergi. Bagaimana kami berlima bisa membunuhmu? Dan bagaimana bisa tahu Susiok menyimpan kitab ilmu lwee kang Ha Mo Kang itu?"

Cha Ceh Ih menunjuk Cu Kuo Cia dan Su Bun Seng, kemudian tertawa seraya berkata.
"Hanya berdasarkan kalian berlima, sama sekali tidak berada dalam mataku lho! Kalau aku sudah memperoleh kitab ilmu lwee kang Ha Mo Kang, tentunya sudah kubunuh kalian beserta keluarga kalian semua! Untuk apa membiarkan kalian hidup?"
Su Bun Seng berkata perlahan-lahan.

"Kepandaian Susiok amat tinggi, namun mau turun tangan membunuh kami sekaligus, itu mungkin tidak gampang. Apabila aku, toasuheng dan sam sute turun tangan serentak, pasti dapat membunuhmu!" Dia berkertak gigi sambil melanjutkan. "Karena kau telah membunuh istriku, aku akan mengorek jantungmu untuk melampiaskan dendam itu!"

Cha Ceh Ih tertawa, lalu berkata.

"Su Bun Seng, bukankah kau bilang sudah tidak suka lagi pada istrimu? Begitu mendengar itu aku langsung membantumu. Itu demi kebaikanmu lho!"

Ketika mendengar ucapan Cha Ceh Ih itu, Cu Kuo Cia gusar bukan kepalang.

"Sialan kau! Kau harus mengembalikan Tau Jiku! Kau harus mengembalikan Tau Jiku!" bentaknya keras.

Dia lalu melesat ke arah Cah Ceh Ih, setelah itu terjadilah pertarungan sengit dan seru.

Menyaksikan pertarungan itu, Su Bun Seng bergirang dalam hati. Aku akan lihat kalian bertarung sampai kapan. Padahal sesungguhnya, Cu Kuo Cia amat licik. Kalau bukan karena enam belas orang keluarganya mati di tangan Cha Ceh Ih, dia tidak akan bertarung dengan Cha Ceh Ih dan Su Bun Seng pun tidak akan memperoleh kesempatan tersebut.

Semakin lama bertarung, Cu Kuo Cia semakin nekat, kelihatannya dia ingin mengadu nyawa dengan Cha Ceh Ih.

"Kembalikan Tau Jiku! Kembalikan Tau Jiku! Kembalikan . . .!" teriaknya.

Wajah Cha Ceh Ih tetap dingin dan terus berkelit ke sana ke mari. Ketika Cu Kuo Cia mengayunkan kakinya, Cha Ceh Ih menangkis. Di saat bersamaan, dia juga membentak.

"Cu Kuo Cia, apakah kau seorang tolol? Sudah puluhan tahun kau tinggal di Perkampungan Liu Yun Cun, beristri dan anak! Setelah itu, anakmu pun punya istri, dan tak lama istrinya juga punya anak! Nah, bukankah itu amat merepotkanmu? Aku telah membantumu menghabiskan mereka, agar kau bisa bebas! Seharusnya kau berterima-kasih padaku, sebab mulai sekarang kau sudah bebas, bisa makan enak dan tidur nyenyak, tidak usah memikirkan beban apa pun!"

Apa yang dikatakan Cha Ceh Ih, membuat Cu Kuo Cia termangu-mangu, dan tak sempat berpikir panjang. Dia menganggap masuk akal apa yang dikatakan Cha Ceh Ih kalau tiada anak istri dan cucu, bukankah dia akan bebas untuk pergi ke mana pun?
Cha Ceh Ih berkata dengan lembut.

"Cu Kuo Cia, hidup manusia hanya beberapa puluh tahun saja. Kini semua keluargamu telah mati, untuk apa kau masih hidup? Percuma kau hidup! Cu Kuo Cia, kini kau telah kehilangan anak

istri dan cucu! Kalau kau tidak mati, pasti menderita sekali!"

Pikiran Cu Kuo Cia jadi kacau balau, bahkan bertanya pula dalam hati. Apakah aku sudah mati? Kini hanya tinggal aku seorang diri, apakah artinya hidup? Lebih haik aku mati! Kemudian dia mengangkat sebelah tangannya ke atas, seakan ingin memukul ubun-ubunnya sendiri.

Bukan main cemasnya Su Bun Seng menyaksikan itu.

"Cu Kuo Cia, bukankah kau ingin menuntut balas kematian anak istri dan cucumu?" serunya.

Cu Kuo Cia memandang Su Bun Seng dengan mata sayu.

"Menuntut balas apa? Tau Ji sudah mati, semuanya sudah mati! Kini tinggal aku seorang diri, apa artinya aku hidup?" gumamnya perlahan-lahan.
Su Bun Seng bertambah cemas. Kalau Cu Kuo Cia mati, sudah pasti dia seorang diri bukan lawan Cha Ceh Ih. Kemungkinan besar dia pun akan mati di tempat ini. Maka, dia segera berkata.

"Cu Kuo Cia, setelah kau mengkhianati si Racun Tua Cen Tok Hang, bukankah sudah jadi penjahat? Tapi . . . sebaliknya malah kau suruh orang untuk membunuhmu. Bukankah itu amat penasaran sekali?"

Cu Kuo Cia tertegun. Air matanya meleleh.

Kemudian dia menengadahkan kepala seraya berseru.

"Aku harus jadi penjahat! Aku harus jadi penjahat? Penjahat bisa berbuat apa? Keluargaku telah habis semua! Sudahlah! Untuk apa aku jadi penjahat?"

Dia langsung memukul ubun-ubunnya sendiri, akan tetapi Su Bun Seng bergerak lebih cepat me-notok jalan darahnya, sehingga membuatnya berdiri mematung di tempat.
Cha Ceh Ih tertawa gelak, lalu berkata.

"Su Bun Seng, kau punya maksud begitu, maka tidak seharusnya kau terkena oleh rencana busukku! Maksud hatimu dan Cu Kuo Cia hanya ditujukan pada tua bangka itu, tentunya melupakan diriku! Itulah kelalaian kalian, sehingga jadi gagal!"

Setelah berkata begitu, Cha Ceh Ih tertawa gelak lagi hingga badannya bergoyang-goyang.

Usai tertawa, Cha Ceh Ih memandang rembulan, kemudian berkata perlahan-lahan.
"Su Bun Seng, kau paling cerdik. Coba katakan, sebelum gurumu mati apakah dia akan menurunkan ilmu lwee kang Ha Mo Kang?"

Su Bun Seng berpikir sejenak, lalu menjawab.

"Berdasarkan adat suhu, pasti akan menurunkan ilmu itu. Tapi ketika itu, suhu sama sekali tidak menaruh perhatian pada kami, bahkan mengatakan bahwa dia punya seorang pewaris di Kota Ciau Liang. Pewaris itu harus membawa syairnya ke sana untuk dilanjutkan. Mungkin dia takut kami mengerjainya, namun mungkin juga dia bersungguh-sungguh menyuruh kami mencari pewarisnya itu. Karena itu, kami mencari seorang sastrawan, agar tidak dapat digembleng jadi penjahat. Tapi perhitungan orang tidak dapat disamakan dengan takdir. Ternyata kami telah salah serangkah. Kini kau telah memperoleh kitab itu, maka jangan terlampau mendesak kami. Kalau kami terdesak, tentunya akan mati bersama."

Cha Ceh Ih meloncat turun dari atas tembok, berdiri di hadapan Su Bun Seng dan menatapnya dalam-dalam.

"Su Bun Seng, kuberitahukan! Aku tidak memperoleh kitab ilmu Iwee kang itu, kau percaya tidak?" katanya.

Su Bun Seng tidak begitu mempercayainya, membuat Cha Ceh Ih tidak sabaran, dan segera menutur tentang kejadian malam itu.

Ternyata malam itu, setelah si Golok Cepat bunuh diri, dia mulai mencari ruang rahasia, namun tiada hasilnya. Akhirnya dia menyuruh semua penghuni Perkampungan Liu Yun Cun untuk membantu mencari, tapi tetap tiada hasilnya. Hari pun sudah pagi, semua orang jadi malas mencari ruang rahasia tersebut.

Bukan main gusarnya Cha Ceh Ih, dia menyambar sebuah obor yang menyala, kemudian berteriak-teriak.

"Walau kalian berdua bersembunyi, tapi pasti mampus di tanganku! Aku akan membakar perkampungan ini! Coba kalian berdua keluar atau tidak?"

Cha Ceh Ih mulai membakar beberapa rumah. Api langsung berkobar-kobar, membuat semua orang jadi panik. Mereka segera kembali ke rumah masing-masing untuk menyelamatkan harta benda dan anak istri mereka.

Sedangkan Cha Ceh Ih tetap berdiri di depan rumah Cen Tok Hang, menunggu Cen Tok Hang dan Ouw Yang Hong keluar dari rumah itu. Akan tetapi, kedua orang tersebut justru tidak keluar.

Cha Ceh Ih berkata dalam hati. Bagus sekali aku membakar perkampungan ini. Walau tidak memperoleh kitab ilmu lwee kang Ha Mo Kang, namun akan membakar mati Cen Tok Hang dan Ouw Yang Hong!

Tak seberapa lama kemudian, Perkampungan Kiu Yun Cun telah musnah dilalap api. Tetapi Cha Ceh Ih masih ragu, apakah Cen Tok Hang dan Ouw Yang Hong sudah mati terbakar?

Dia terus mencari jejak kedua orang itu. Namun hingga belasan hari, tetap tidak menemukan jejak mereka. Karena itu, setiap hari dia pasti

duduk di atas tembok menunggu, sekaligus memandang Perkampungan Liu Yun Cun yang telah musnah itu.

"Kau menghendaki aku mempercayai kata-katamu? Bagaimana aku bisa percaya?" kata Su Bun Seng.

"Kalau kau tidak percaya, aku pun tidak bisa apa-apa. Tapi aku harap kau mempercayaiku. Kalau tidak, tentunya tiada kebaikan bagimu," sahut Cha Ceh Ih.

"Kau mau apa?" tanya Su Bun Seng.

"Perkampungan Liu Yun Cun telah musnah, namun kita masih ada. Kalau kalian berdua mau mendengar perkataanku, mari kita berkelana da lain dunia persilatan, melaksanakan pekerjaan besar, agar kaum dunia persilatan tahu akan ke-lihayan orang-orang Perkampungan Liu Yun Cun! Ha ha ha . . .!" sahut Cha Ceh Ih.

Su Bun Seng berpikir, sejenak kemudian barulah berkata.

"Aku tidak mau merantau bersamamu, sebab kau selalu meracuni orang. Bagaimana kami akan merantau bersamamu?"

Cha Ceh Ih tertawa, lalu memandangnya seraya berkata.

"Lihatlah kalian berdua, yang satu sinting dan yang lain bloon. Kalau kalian berdua tidak bersamaku, apakah kalian berdua mampu melakukan
sesuatu yang menggemparkan dunia persilatan?"

Su Bun Seng kelihatan berpikir keras, setelah itu barulah memandang Cu Kuo Cia.

Bersambung

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar