Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 24

Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------

Bab 24

"Jangan bergerak! Siapa berani bergerak, aku pasti membunuh wanita ini!"
Ouw Yang Hong tidak berani turun tangan terhadap si Kerdil Pek Tho San San Kun, hanya menatapnya dengan dingin.

Setelah sampai di luar, si Kerdil Pek Tho San San Kun berseru lantang.

"Ouw Yang Hong, kalau kau berkepandaian, datanglah ke tempatku! Aku pasti menunggumu! Kau datang tidak?"

Dia lalu membawa Bokyong Cen pergi sambil tertawa-tawa.

Hari sudah terang. Sementara itu Ouw Yang

Coan terus memandang Pek Bin Lo Sat yang sedang tidur pulas di pangkuannya. Wajah Pek Bin Lo Sat tampak berseri. Ouw Yang Coan memandangnya seraya berpikir. Suhu, aku tetap bersamamu. Kalau adikku bisa mempunyai keturunan, apa yang perlu kuresahkan lagi? Aku bersamamu, kalau kau ingin mati, mari kita mati bersama! Berpikir sampai di situ, Ouw Yang Coan pun tersenyum.

Hari semakin terang. Tampak cahaya sang Surya menerobos ke dalam goa es, sehingga goa es itu menjadi gemerlapan. Tak seberapa lama kemudian Pek Bin Lo Sat terjaga dari tidurnya.

"Anak Coan, kau tidak tidur semalaman kan?" tanyanya sambil memandang Ouw Yang Coan.

"Suhu, aku hanya melihatmu ..." sahut Ouw Yang Coan.

Pek Bin Lo Sat tertawa ringan.

"Anak Coan, kau terus memanggilku, suaramu amat menggetarkan kalbu . . ."
Ouw Yang Coan tersenyum.

"Kalau begitu, saat ini Suhu pasti amat menyukaiku!"

Pek Bin Lo Sat cemberut.

"Omong kosong!"

Wanita itu membelai Ouw Yang Coan perlahan-lahan.

"Suhu, kini adikku sudah pulang. Aku ingin memberitahukan kepadanya tentang masalah kita.

Biar dia yang mengurusi rumah itu. Aku tidak akan meninggalkan goa es ini, selamanya bersamamu . ."

Bukan main girangnya hati Pek Bin Lo Sat.

"Anak Coan, jangan begini! Itu ... itu akan membuatmu sengsara ..." katanya dengan suara ringan.

Ouw Yang Coan memeluknya erat-erat.
"Suhu, aku merasa bahagia sekali bersamamu," katanya berbisik.

Pek Bin l^o Sat menghela nafas panjang, sedang Ouw Yang Coan melanjutkan ucapannya.

"Suhu, aku akan memberitahukan kepada Bokyong Cen, biar dia pergi saja."

"Oh ya! Bukankah kau pernah bilang, sesungguhnya Bokyong Cen menyukai adikmu?"

Ouw Yang Coan mengangguk.

"Tidak salah!"

Pek Bin Lo Sat manggut-manggut. . "Anak Coan, bagaimana kalau kau berpisah dengannya lalu tetap bersamaku di dalam goa es ini? Kalau tidak, aku amat kesepian di sini."

Ouw Yang Coan mengangguk. Apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat, Ouw Yang Coan pasti menurut.

Pek Bin Lo Sat memandangnya. Dalam hatinya dia sudah punya suatu ide, hanya merasa tidak enak mengatakannya. Dia membelai-belai rambut Ouw
Yang Coan sambil berkata dengan lembut.

"Anak Coan, maafkan aku! Tidak seharusnya aku menyuruhmu memperistrinya . . ."

"Suhu, katakanlah! Aku harus bagaimana? Harus bagaimana?"

"Anak Coan, aku punya suatu rencana . . ."

"Suhu, rencana apa?"

"Rencanaku . . . kau harus membiarkan adikmu bersama Bokyong Cen lagi."

Ouw Yang Coan menggeleng-geleng kepala.

"Suhu, dia . . . dia tidak akan mau . . ."

Pek Bin Lo Sat memandangnya seraya berkata perlahan.

"Anak Coan, kau bukan seorang lelaki, kau adalah anak Coanku. Kau bukan seorang lelaki, kau hanya merupakan anak Coanku. Kau sendiri juga tahu itu . . ."

Wajah Ouw Yang Coan berubah menjadi murung.

"Suhu, kalau begitu aku harus bagaimana?" tanyanya sambil menghela napas panjang.

"Anak Coan, kau sulit melakukan itu, biar aku saja yang pergi melakukannya. Bagaimana?" sahut Pek Bin Lo Sat.

Ouw Yang Coan manggut-manggut. Mereka berdua lalu berangkat ke rumah. Akan tetapi, ketika sampai di rumah tersebut, mereka berdua terbelalak karena Lo Ouw dan Ceh Liau Thou sedang memberesi barang-barang yang ada di dalam rumah, sedangkan rumah itu sudah beran-takan tidak karuan.

Ouw Yang Coan segera berlari ke dalam, sambil berseru-seru.

"Adik! Adik! Kau baik-baik saja?"

Terdengar sahutan dari dalam, yaitu suara Ouw Yang Hong.

"Kakak, aku baik-baik saja! Kau pergi ke mana?"

Ketika Ouw Yang Coan baru mau menjawab, seseorang telah mendahuluinya.

"Dia pergi ke tempatku!" sahut orang itu.

Ouw Yang Hong mendongakkan kepala. Dilihatnya Pek Bin Lo Sat berdiri di belakang kakaknya.

"Bagus, Ouw Yang Hong! Kini kau sudah kembali!" kata Pek Bin Lo Sat.
Ouw Yang Hong tidak mengerti maksud ucapan Pek Bin Lo Sat. Apakah guru kakaknya juga amat merindukannya?

Ouw Yang Hong segera memberi hormat.

"Terimakasih atas kebaikan Cianpwe, yang telah pergi ke daerah Utara mencariku! Aku amat berterimakasih pada Cianpwe."

Pek Bin Lo Sat tertawa ringan.

"Ouw Yang Hong, semoga kau tidak membenciku!"

Usai berkata begitu, Pek Bin Lo Sat menengok kesana kemari.

"Anak Coan, bagaimana kalau kita pergi mencarinya?"

Hati Ouw Yang Coan amat kacau. Dia mengangguk dan berjalan ke luar.

Menyaksikan sikap kakaknya itu, Ouw Yang Hong lalu berkata dalam hati. Kakak dan gurunya tidak memperdulikanku. Apakah mereka berdua belum tahu bahwa aku sudah berkepandaian tinggi, sudah merupakan seorang jago tangguh? Mereka mau pergi mencari kakak ipar, mengapa tidak memberitahukan padaku? Apakah mereka tidak membutuhkan hantuanku?

Kemudian dia berseru.

"Kakak, aku ikut!"

"Baiklah!" sahut Ouw Yang Coan.

Mereka bertiga melesat ke arah Pek Tho San Cun. Tak lama kemudian sudah tiba di perkampungan tersebut. Di pintu perkampungan itu tampak beberapa penjaga. Masing-masing memegang senjata tajam. Mereka bertiga terus berjalan, tanpa menggubris para penjaga itu.

"Si Kerdil menculik kakak ipar. Aku tidak bisa turun tangan, karena si Kerdil itu mengancam kakak ipar. Tangannya ditaruh di atas kepala kakak ipar, kalau aku bergerak, dia pasti membunuhnya," kata Ouw Yang Hong.

Ouw Yang Coan manggut-manggut, tapi tidak mengatakan apa pun. Mereka bertiga sudah sampai di depan pintu perkampungan.

"Cepat buka pintu! Aku ingin bicara dengan majikan kalian!" seru Ouw Yang Coan.
"Kau Ouw Yang Coan, kan? Majikan kami sudah berpesan, kalau kau kemari harus disambut dengan panah, agar kau mati tertembus panah! Lebih baik kau pergi, jadi kami tidak usah turun tangan!" sahut para penjaga.

Kemudian tampak para penjaga itu mengeluarkan busur, siap memanah mereka bertiga. Para penjaga itu berada di atas benteng. Mereka mulai melepaskan panah, namun tidak ada satu pun anak panah yang mengenai sasarannya, karena jarak mereka begitu jauh.

Ouw Yang Coan gusar sekali.

"Suhu, bagaimana kalau kita ke atas?" tanyanya kepada Pek Bin Lo Sat.
Pek Bin Lo Sat tidak menyahut, hanya manggut-manggut. Mereka berdua lalu mengerahkan ginkang melesat ke atas. Betapa terkejutnya para penjaga yang di atas. Mereka langsung melepaskan panah ke arah Pek Bin Lo Sat dan Ouw Yang Coan.
Ouw Yang Coan dan Pek Bin Lo, Sat berjungkir balik menghindari serangan panah-panah itu. Akan tetapi, mendadak Ouw Yang Coan menjerit.

"Aduh!"

Ternyata Ouw Yang Coan terpanah, dan badannya langsung merosot ke bawah. Bukan main terperanjatnya Ouw Yang Hong. Dia cepat-cepat dengan maksud ingin menyambut kakaknya.

Tapi mendadak Ouw Yang Coan justru berhenti merosot. Ternyata sebelah tangannya memegang dinding benteng yang agak menonjol ke luar.

Ouw Yang Hong cemas sekali, karena tahu para penjaga di atas pasti memanah lagi. Tiba-tiba dia melihat beberapa batang anak panah tergeletak di tanah. Dia segera memungut panah-panah itu, lalu disamhitkannya ke atas.

Salah seorang penjaga sudah siap memanah Ouw Yang Coan yang bergantung di dinding ben-teng. Akan tetapi, secara mendadak sebuah panah meluncur ke arahnya. Penjaga itu ingin berkelit, namun terlambat, maka panah itu menembus tenggorokannya.

"Aaaakh . . .!"

Penjaga itu terjatuh. Keberhasilannya itu membuat Ouw Yang Hong bertambah semangat. Dia terus menyamhitkan panah-panah yang di tangannya ke atas dan berhasil membuat tiga orang lagi jatuh dari atas.

Menyaksikan kejadian itu, penjaga lain sudah tidak berani lagi memanah Ouw Yang Coan dan Pek Bin Lo Sat.

Ouw Yang Coan dan Pek Bin Lo Sat memanfaatkan kesempatan itu untuk melesat ke atas, dan kali ini mereka berdua berhasil. Begitu sampai di atas, Pek Bin Lo Sat langsung melancarkan beberapa pukulan ke arah para penjaga, sehingga membuat penjaga-penjaga itu lari terbirit-birit.

Ketika melihat badan Ouw Yang Coan terkena panah, Pek B'm Lo Sat segera bertanya.

"Anak Coan, kau tidak apa-apa?"

"Suhu, aku tidak apa-apa. Panah ini cuma menancap di bahuku."

Kemudian Ouw Yang Coan mencabut panah yang menancap di bahunya. Setelah itu mereka berdua menengok kesana kemari, namun tidak ada seorang pun di sekitar mereka.

Sementara Ouw Yang Hong sudah melesat ke atas dengan menggunakan ilmu ginkang Hong Hoang Lak. Bukan main! Hanya sekali melesai dia sudah mencapai belasan depa. Kemudian dia ber-jungkir balik, sepasang kakinya menendang dinding benteng, sehingga badannya melayang ke atas.

Pek Bin Lo Sat dan Ouw Yang Coan ingin membantunya, namun ketika menyaksikan gin-kangnya, mereka berdua malah terbelalak dan tahu bahwa ginkang Ouw Yang Hong lebih tinggi dari mereka.

Ouw Yang Hong sudah sampai di atas. Dan tahu bahwa Pek Bin Lo Sat dan Ouw Yang Coan terheran-heran padanya, lapi dia pura-pura tidak tahu.

"Kita ke dalam?" tanyanya.

Pek Bin Lo Sat dan Ouw Yang Coan mengangguk, kemudian mereka bertiga berjalan ke da-lam. Ada sebuah jembatan kecil yang tampaknya agak licin.

"Hati-hati!" kata Pek Bin Lo Sat.

Ouw Yang Coan mengangguk.

"Ya!"

Ouw Yang Coan langsung melesat ke arah jembatan itu. Mendadak terdengar suara
'Kreeeek!' Ouw Yang Hong segera berseru. "Hati-hati, kak!"

Di bawah jembatan itu terdapat jurang yang amat dalam. Ketika diinjak oleh Ouw Yang Coan jembatan itu nyaris putus.

Pek Bin Lo Sat tidak berlaku ayal lagi. Secepat kitat dia melesat ke sana, lalu menyambut Ouw Yang Coan sekaligus membawanya ke seberang.

Melihat Pek Bin Lo Sat dan kakaknya sudah berada di seberang, Ouw Yang Hong segera melesat ke sana menggunakan ilmu Hong Hoang Lak. Badannya tampak ringan melayang-layang ke seberang. Bukan main kagumnya Pek Bin Lo Sat dan Ouw Yang Coan menyaksikannya.

Mereka bertiga lalu memasuki perkampungan itu. Tampak sebuah rumah yang amat besar, namun tiada seorang pun di sekitar rumah itu.

Mereka hertiga berendap-endap mendekati rumah besar itu. Mendadak terdengar suara di dalamnya, sepertinya seseorang sedang bergumam. Mereka bertiga saling memandang sejenak, setelah itu menerjang ke dalam.

Tampak si Kerdil Pek Tho San San Kun sedang duduk di kursi. Dia bertepuk-tepuk tangan sambil tertawa, kelihatannya gembira sekali. Di hadapannya terdapat sebuah peti besar. Peti itu berlubang-lubang. Terlihat pula cahaya gemerlapan menyorot ke luar.

Si Kerdil Pek Tho San San Kun memandang Pek Bin Lo Sat, Ouw Yang Coan dan Ouw Yang Hong.

"Kalian sudah datang?" katanya acuh tak acuh.

Kemudian dia memandang peti itu lagi seraya berkata dengan lembut.

"Katakanlah! Aku cuma ingin main-main denganmu, tapi mereka justru memusuhiku! Katakan! Apakah aku perlu membunuh mereka?" Dia tertawa. "Dulu aku tahu kau merupakan sebuah giok yang amat indah, tiada cacat sama sekali. Tetapi setelah kau menikah dengan Ouw Yang Coan, kau pun tidak cacat sedikit pun, bukan? Dia bukan seorang lelaki, bukan? Kau masih . . ."

Betapa gusarnya Ouw Yang Coan, ketika mendengar kata-kata si Kerdil itu.
"Jen It Thian, tutup mulutmu!" hentaknya.

Si Kerdil Pek Tho San San Kun menatapnya seraya herkata.

"Mengapa aku harus tutup mulut? Pernahkah kau memberikan kebaikan padaku, maka aku harus tutup mulut? Kau bukan seorang lelaki, kau mau apa kemari?"
Ouw Yang Coan sudah tidak dapat menahan diri. Dia ingin menerjang ke arah si Kerdil, tapi Pek Bin Lo Sat segera mencegahnya.

Pek Bin Lo Sal sudah berpengalaman di dunia persilatan, maka ketika melihat si Kerdil begitu tenang, timbul kecurigaannya, jangan-jangan si Kerdil itu sudah memasang perangkap, maka mencegah Ouw Yang Coan bertindak ceroboh.

Si Kerdil Pek Tho San San Kun tersenyum, lalu menatap Ouw Yang Hong.

"Ouw Yang Hong, aku pun ingin membuat perhitungan denganmu! Kau telah membunuh keempat muridku. Kalau kau membunuh Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong, Sang Pwe jeh Nuh dan Wan To Ma Sih, tidak jadi masalah. Tapi kau telah menimbulkan masalah besar karena membunuh Sang Seng Kiam Giok Shia! Aku mendapatkannya dari Tionggoan, bahkan aku pun amat menyukai-nya! Pek Bin Lo Sat merusak wajahnya, kau membunuhnya! Kau harus membayar nyawanya!"

"Kau pun harus mati, lalu siapa yang harus membayar nyawamu?" sahut Ouw Yang liong dengan dingin.

"Ouw Yang Hong, kau kira begitu gampang membunuhku? Coba saja! Kalau hari ini kau tidak dapat membunuhku, aku pasti akan membunuhmu! Kalian bertiga pasti akan mati satu persatu! Aku punya sebuah ide baru, Nona Bokyong ini akan kujadikan mummi, agar tidak rusak selamanya! Bagaimana menurut kalian?" Dia tertawa gembira lalu memandang peti besar itu. "Di dalam peti besar ini berisi Nona Bokyong yang sedang kalian cari. Kalian tidak usah mencarinya lagi, sebab aku akan menjadikannya sebuah mummi! Jadi aku bisa melihatnya selama-lamanya!"

Betapa gusarnya Ouw Yang Coan dan Ouw Yang Hong mendengar itu. Tanpa berjanji mereka berdua melangkah maju.

Si Kerdil Pek Tho San San Kun segera membentak.

"Jangan bergerak! Kalau kalian bergerak lagi, dia pasti mati! Kalian mau melihat, apa yang dilakukannya di dalam?"

Mendadak Si Kerdil Pek Tho San San Kun bertepuk tangan. Seketika itu juga pintu peti besar itu terbuka. Ternyata di dalamnya memang ada Bokyong Cen, duduk dengan mata terpejam dan tak bergerak. Kelihatannya seperti tidur pulas, tapi juga mirip sudah mati.

Ouw Yang Coan dan Ouw Yang Hong ingin menerjang ke sana, namun Si Kerdil Pek Tho San San Kun pun membentak.

"Kalian lihat baik-baik, kalau kalian berani menerjang ke sana, dia pasti mati."
Ouw Yang Hong segera mencegah kakaknya maju, sebab dia sudah melihat ada ketidakberesan pada tubuh Bokyong Cen. Ternyata tubuh Bokyong Cen ditutupi dengan sehelai kain tipis. Sekujur badannya mengkilap, karena sudah dipolesi semacam minyak.

Si Kerdil Pek Tho San San Kun tertawa terkekeh.

"Ouw Yang Hong, kau memeluk kakak iparmu! Kalau terlihat kakakmu, apa pula yang akan terjadi? Ouw Yang Coan, adikmu menyukai istrimu, bagaimana kalau kau berikan padanya? Kalian berdua menyukai seorang wanita, itu tidak baik! Menurutku, lebih haik diberikan padaku saja! Jadi kalian berdua tidak perlu berebut lagi, agar tidak merusak hubungan kalian sebagai saudara!"

Ouw Yang Coan dan Ouw Yang Hong terus menatap Si Kerdil itu. Sepertinya mereka ingin menelannya bulat-bulat.

"Kalian lihat! Bukankah dia amat sedap dipandang? Tubuh, rambut, tangan, dan kakinya amat indah! Sulit lagi mencari wanita seperti nona Bokyong ini, pantas kalian berdua begitu menyukainya!"

Ouw Yang Hong terus menatap Si Kerdil Pek Tho San San Kun, dia sedang mempertimbangkan, apabila dia menerjang ke sana, apakah Si Kerdil dapat membunuh Bokyong Cen secepat itu? Dia tidak berani memandang Bokyong Cen, sebab tubuhnya yang mulus indah itu memang merangsang.

Terdengar lagi suara Si Kerdil Pek Tho San San Kun. Kali ini kepada Ouw Yang Hong.

"Ouw Yang Hong, kuberitahukan padamu! Kalau kau berani bergerak, aku pasti melancarkan sebuah pukulan ke arahnya! Minyak yang kupoles-kan pada tubuhnya itu akan segera lumer, dia pasti mati!"

Ouw Yang Hong dan Ouw Yang Coan tidak tahu harus herbuat apa, mereka berdua hanya saling memandang. Bersamaan dengan itu pula, mendadak Pek Bin Lo Sat tertawa ringan, ke-mudian berkata pada Si Kerdil.

"Jen It Thian, kau salah! Kau sudah salah besar ...."

Si Kerdil Pek Tho San San Kun nampak tertegun mendengar kata-kata Pek Bin Lo Sat itu.

"Pek Bin Lo Sat, di mana letak kesalahanku? Bagaimana aku bisa salah?"

"Jen It Thian, kau adalah orang aneh di kolong langit, aku salut padamu! Kau tidak cuma aneh, tapi juga memiliki berbagai macam benda mustika yang tak ternilai harganya, bahkan juga mengum-pulkan manusia hidup, menganggapnya sebagai benda mustika. Karena itu, apabila kau membunuh nona Bokyong, bagaimana mungkin kau menyak-sikannya lagi? Kalau dia dijadikan mummi, sudah pasti tidak bisa tertawa maupun menangis! Tidak mungkin jadi wanita tercantik di kolong langit! Ya, kan?"

Ouw Yang Hong mengerti akan maksud ucapan Pek Bin Lo Sat, maksudnya agar Si Kerdil Pek Tho San San Kun tidak membunuh Bokyong Cen.

Mendengar apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat, Si Kerdil Pek Tho San San Kun jadi tertegun.

"Kau bilang orang mati tidak seperti orang hidup? Kau kira aku tidak tahu itu? Kalau dia sudah mati, apa yang tidak baik? Dia tidak bisa bicara, tapi aku akan bicara padanya! Walaupun dia tidak bisa tertawa dan menangis, aku tetap akan merasa puas dan gembira memandangnya!"

"Jen It Thian, lebih baik kau melepaskannya! Kami pasti mengampuni nyawamu, kau pun boleh pergi!" ancam Ouw Yang Hong, tegas.

Si Kerdil Pek Tho San San Kun tertawa.

"Kau mengampuni nyawaku, aku harus mengampuni nyawa siapa? Kau memperbolehkanku pergi, lalu semua benda mustika ini akan diberikan kepada siapa? Juga perkampunganku ini harus diserahkan kepada siapa? Kau menghendakiku pergi, itu jangan harap!"

Ouw Yang Hong mengerutkan kening, kemu-dian mendekati Si Kerdil Pek Tho San San Kun dengan langkah perlahan.

"Berhenti!" bentak Si Kerdil Pek Tho San San Kun begitu melihat Ouw Yang Hong maju.

Ouw Yang Hong tidak berhenti.

"Kau memiliki kepandaian tinggi, boleh be-tarung denganku!" tantangnya.

"Kalaupun harus bertarung, aku akan bertarung dengan Pek Bin Lo Sat, sebab dia telah merusak wajah Sang Seng Kiam Giok Shia. Aku punya dendam dengannya!" sahut Pek Tho San San Kun.

Tercengang Ouw Yang Hong mendengarnya. Aku yang membunuh muridnya itu, tapi dia tidak mau bertarung denganku, malah ingin bertarung dengan Pek Bin Lo Sat, bukankah itu amat meng-herankan? Pikir Ouw Yang Hong.

Mendadak dalam hati Ouw Yang Hong timbul suatu ide aneh.

"Jen It Thian, menurutku lebih baik . . . kau bertarung denganku! Kalau kau menang, dia tetap bersamamu! Apabila kau kalah, aku akan mem-bawanya pergi. Bagaimana?"

Si Kerdil Pek Tho San San Kun tertawa.

"Mengapa aku harus bertarung denganmu? Kungfumu amat mengejutkan, aku tidak mampu melawanmu!" sahut Si Kerdil itu.

"Bagaimana kalau aku melawan barisan ular beracunmu? Kalau aku menang, kau harus mem-perbolehkannya ikut kami pergi. Seandainya aku kalah, kami akan segera meninggalkan tempat ini.

Tidak akan datang mengganggumu lagi!"

"Cara bagaimana kau bertarung dengan barisan ular beracunku?" tanya Si Kerdil.

"Itu terserah kau saja!"

Mendengar itu, Si Kerdil Pek Tho San San Kun bergirang dalam hati. Ouw Yang Hong, kau pasti mampus! Kau kira enak bertarung dengan barisan ular beracunku? Kalau kau sudah terkepung oleh barisan ular beracunku, kau pasti tinggal tulang belulang saja!

Karena berpikir begitu, Si Kerdil Pek Tho San San Kun pun tertawa terkekeh.

"Ouw Yang Hong, lebih baik kau jangan memaksa diri! Apabila kau terkepung oleh barisan ular beracunku, kau pasti mampus!

Sementara Ouw Yang Coan berkeluh dalam hati. Adik! Kau sama sekali tidak berpengalaman, kalau kau bertarung dengan barisan ular beracun itu, kau pasti mati! Lalu tiba-tiba Ouw Yang Coan membentak.

"Jen It Thian! Lepaskan istriku, aku akan bertarung denganmu!"

Si Kerdil Pek Tho San San Kun tidak menggubris Ouw Yang Coan, hanya menatap Ouw Yang Hong.

"Bagaimana? Apa yang kau katakan tadi tidak masuk hitungan lagi?"

"Bagaimana perkataanku tidak masuk hitungan? Asal kau setuju, aku pasti bertarung dengan barisan ular beracunmu itu!" sergah Ouw Yang Hong, tampak kesal.
Si Kerdil Pek Tho San San Kun tertawa gembira.

"Baik! Baik! Aku setuju kau bertarung dengan barisan ular beracunku!"

Dia tertawa lagi, kemudian bertepuk tangan. Terdengar suara 'Kreek!' Di lantai muncul sebuah lubang. Kalau tadi Ouw Yang Coan dan Ouw Yang Hong menerjang ke sana, mereka berdua pasti akan terjatuh ke dalam lubang itu. Ternyata di situ terdapat sebuah perangkap.

Oleh karena itu, Ouw Yang Hong mengambil Keputusan dalam hati, biar bagaimana pun hari ini harus membunuh Si Kerdil itu.
Setelah mengambil keputusan tersebut, dia pun berkata kepada Si Kerdil Pek Tho San San Kun. "Jen It Thian, kau boleh turun tangan!"

"Kau lihat, itu adalah lubang ular beracun! Aku menghendakimu melihat baik-baik! Itu agar kau tidak menyesal!"

Ouw Yang Hong memandang ke dalam lubang ular beracun itu. Gelap gulita di dalam, tidak terlihat apa pun, hanya terdengar suara mendesis-desis.

"Ada orang menyukai kegelapan, tapi aku justru tidak suka! Karena sulit memandang wanita cantik dalam kegelapan!"

Ouw Yang Hong tidak mau banyak bicara dengannya, diam saja tanpa bersuara sedikit pun.

"Kalau aku menaruh seseorang ke dalam lubang itu, pasti sedap sekali dipandang! Kalian tidak pernah menyaksikannya, kan? Nah, kalian harus menyaksikannya!"

Si Kerdil Pek Tho San San Kun menggerakkan tangannya, maka terdengar suara hiruk-pikuk di dalam lubang itu. Tak lama tampak sebuah keran-jang besar terangkat ke atas. Di dalam keranjang besar itu berisi entah berapa banyak ular beracun. Akan tetapi, ular-ular beracun itu tak bergerak sama sekali.

"Ouw Yang Hong, kalau kau berani duduk di dalam keranjang besar itu selama sepasang hio, aku pasti melepaskan nona Bokyong!"

Ouw Yang Coan segera berkata pada Ouw Yang Hong.

"Adik, itu tidak boleh!"

Ouw Yang Hong tidak menyahut, hanya bertanya kepada Si Kerdil Pek Tho San San Kun, "Jen It Thian, bolehkah aku membunuh ular-ular bera-cunmu itu?"

Si Kerdil Pek Tho San San Kun melihat Ouw Yang Hong tidak takut, hatinya jadi tersentak. Apakah orang itu tidak takut pada ular beracun? Itu tidak mungkin!Dia cuma berlagak gagah saja!

Setelah berpikir demikian, si Kerdil Pek Tho San San Kun tertawa ringan, lalu berkata sungguh-sungguh, "Ouw Yang Hong, kalau kau berkepandaian, duduklah di dalam keranjang besar itu, agar ular-ular beracun itu menggigitmu! Apabila kau membunuh mereka, itu bukan terhitung kepandaian, siapa pun bisa membunuh ular beracun! Ya, kan?"

Ouw Yang Hong diam.

Sementara ular-ular beracun itu tetap tidak bergerak. Si Kerdil Pek Tho San San Kun mengeluarkan sebuah alat tiup, lalu ditaruh ke mulutnya. Dia mulai meniup perlahan-lahan. Seketika ular-ular beracun itu mendongakkan kepala, bahkan tampak saling menjulurkan lidah, mengerikan.

Menyaksikan itu, hati Pek Bin Lo Sat dan Ouw Yang Coan jadi dingin. Mereka berdua pun ber-pikir, kalau mereka yang duduk di dalam keran-jang besar penuh berisi ular-ular beracun itu, sudah jelas akan mati keracunan.

Ouw Yang Coan segera berkata dengan penuh kecemasan.

"Adik . . ."

Akan tetapi, Ouw Yang Hong malah tertawa, lalu berkata pada Si Kerdil Pek Tho San San Kun.

"Baiklah! Jen It Thian, aku akan menurutimu!"

Si Kerdil Pek Tho San San Kun manggut-manggut. Mendadak tangannya bergerak, maka tutupan keranjang besar itu terbuka.

Ouw Yang Hong langsung meloncat ke dalam keranjang besar itu. Beberapa ekor ular beracun ingin menggigitnya. Namun Ouw Yang Hong menggeserkan ular-ular dengan tangannya, kemudian duduk di dalam keranjang besar itu.

Si Kerdil Pek Tho San San Kun langsung meniup alat suara di mulutnya. Seketika ular-ular beracun itu mulai menggigiti badan Ouw Yang Hong.

Menyaksikan itu, air mata Bokyong Cen bercucuran. Ia tak pernah menyangka Ouw Yang Hong herani berkorban demi dirinya.

Sementara ular-ular beracun terus melilit badan Ouw Yang Hong, sehingga badannya penuh ular beracun.

Bukan main terkejutnya Pek Bin Lo Sat dan Ouw Yang Coan, melihat kejadian itu. Wajah me-reka berubah pias, khawatir dan takut.

Ouw Yang Coan berseru-seru dengan suara bergemetar.

"Adik! Adik . . .!"

Ouw Yang Hong tidak menyahut. Sepasang matanya dipejamkan, mulai menghimpun Iwee kang Ha Mo Kang.

Ouw Yang Coan dan Pek Bin Lo Sat terus menyaksikan itu dengan mata tak berkedip, namun hati mereka amat tegang dan tercekam.

Sedangkan Ouw Yang Hong terus duduk diam di dalam keranjang besar itu. Beberapa lama ke-mudian Ouw Yang Hong masih tetap duduk diam.

Pek Bin Lo Sat tertawa melihat keberanian Ouw Yang Hong itu.

"Anak Coan, tak kusangka adikmu memiliki kepandaian itu . . ." ujarnya, kagum.
Si Kerdil Pek Tho San San Kun terus meman-dang Ouw Yang Hong. Dia yakin Ouw Yang Hong pasti mati digigiti ular-ular beracun itu. Maka terus meniup dengan nada tinggi, sehingga ular-ular beracun itu terus menggigiti Ouw Yang Hong.

Akan tetapi, sungguh mengherankan, Ouw Yang Hong tidak berubah jadi manusia darah, sebaliknya dia masih tetap duduk diam, persis seperti padri sedang bersamedi.

Sementaa hio yang dipasang Si Kerdil Pek Tho San San Kun sudah habis terbakar. Mendadak Ouw Yang Hong membuka matanya, memandang Si Kerdil Pek Tho San San Kun.

"Jen It Thian, apakah aku sudah boleh keluar?" tanyanya kemudian.

Bukan main terkejutnya Si Kerdil Pek Tho San San Kun. Dia sama sekali tidak menduga, Ouw Yang Hong bisa selamat dari gigitan ular-ular beracun itu. Dia melongo hingga mulutnya ternganga lebar.

Ouw Yang Hong meloncat ke luar dari keranjung besar itu, dan berdiri di hadapan si Kerdil Pek Tho San San Kun. Itu membuat si Kerdil Pek Tho San San Kun mundur selangkah.

"Bagus! Kau memang luar biasa! Aku serahkan nona Bokyong padamu, kau sudah mempertaruh-kan nyawamu demi memperoleh wanita cantik itu, maka jangan diberikan kepada siapa pun!"

Mendadak Si Kerdil Pek Tho San San Kun bertepuk tangan, maka terdengar suara 'Kreeek!' Peti besar itu terbuka. Dia lalu mendorong Bokyong Cen ke arah Ouw Yang Hong. Apa boleh buat! Ouw Yang Hong harus menyambutnya, tapi tidak berani memandang Bokyong Cen.

"Kakak! Kakak . . .!" serunya kepada Ouw Yang Coan.

OuwYang Hong melempar Bokyong Cen ke arah Ouw Yang Coan. Namun Pek Bin Lo Sat yang bergerak cepat menyambut Bokyong Cen.

"Pakaian!" teriak Pek Bin Lo Sat kepada Ouw Yang Coan.

Ouw Yang Coan segera mencari pakaian, dia mengambil pakaian wanita dari sebuah lemari, kemudian diberikan pada Pek Bin Lo Sat, namun Pek Bin Lo Sat berkata.

"Pakaikanlah!"

Ouw Yang Coan segera memakaikan pakaian itu pada Bokyong Cen. Setelah itu dia pn mem-bebaskan totokannya, sedangkan Bokyong Cen diam saja.

Namun saat itu rupanya Si Kerdil Pek Tho San San Kun sudah menghilang entah ke mana.

Karena tidak berhasil menemukannya, akhirnya mereka membakar rumah besar itu. Dalam sekejap, api sudah menjalar ke mana-mana.

Ketika mereka berada di luar perkampungan Pek Tho San Cung, api itu sudah membesar, tam-pak para penghuni berlari tunggang-langgang me-nyelamatkan diri. Sedangkan mereka bertiga, se-gera membawa Bokyong Cen meninggalkan per-kampungan itu.

Pek Bin Lo Sat, Ouw Yang Hong, dan Bokyong Cen sudah sampai di rumah. Namun mereka tahu tidak bisa tinggal di situ lagi, maka segera me-nyuruh Lo Ouw dan Ceh Liau Thou berkemas. Setelah itu mereka semua pindah ke tempat lain tak jauh dari goa es. Kebetulan di situ terdapat be-berapa rumah batu, untuk dijadikan sebagai tem-pat tinggal oleh mereka.

Bokyong Cen jarang bersama mereka. Setiap hari dia memandang ke bawah gunung. Di tempat itu terdapat beberapa rumah batu, Bokyong Cen memilih sebuah rumah batu yang paling kecil. Jika malam tiba gadis itu selalu mengunci pintu. Siapa pun yang memanggilnya tak pernah ia membu-kakan pintu.

Ouw Yang Coan tidak pernah pergi mencarinya ke rumah itu. Setiap malam dia duduk di atas sebuah batu, entah apa yang dipikirkannya.

Setelah semua lampu di rumah-rumah batu itu dipadamkan, harulah Ouw Yang Coan pulang. Sebelum tertidur selalu saja Ouw Yang Hong ber-tanya dari mana saja Ouw Yang Coan. Namun kakaknya tak pernah menjawab, hanya duduk diam atau langsung saja tidur.

Malam itu Ouw Yang Coan duduk di atas batu, matanya terus memandang rumah-rumah batu. Kemudian dia juga memandang ke arah Pek Tho San Cung. Hatinya merasa heran, mengapa Si Kerdil Pek Tho San San Kun menganggap wanita cantik sebagai suatu benda mustika, itu apa artinya?

Di saat Ouw Yang Coan berpikir seperti itu mendadak terdengar suara langkah yang amat di-kenalnya, lalu disusul suara yang amat lembut.

"Anak Coan, kau berbuat apa di sini? Apakah kau tidak mau pulang menemaninya?"

Ouw Yang Coan mendongakkan kepala perlahan-lahan, memandang Pek Bin Lo Sat seraya menyahut.

"Dia tidak akan memperdulikanku lagi, dia anggap diriku telah berdosa terhadapnya, maka dia tidak memperdulikanku . . ."

"Anak Coan, apakah kau merasa rendah diri?"

Ouw Yang Coan tidak menyahut, namun air matanya berlinang-linang. Pek Bin Lo Sat segera memeluknya, kemudian berkata dengan lembut.

"Anak Coan, yang berdosa bukanlah kau, melainkan aku. Tahukah kau, kalau malam itu aku tidak berbuat seperti itu, sudah pasti kau akan pulang menengok istrimu. Begitu kau dapat membantu adikmu, dia juga tidak akan . . ."

Maksud Pek Bin Lo Sat, Bokyong Cen tidak akan jatuh ke tangan Si Kerdil Pek Tho San San Kun, tidak akan terjadi apa pun.

Berselang sesaat, Pek Bin Lo Sat melanjutkan.

"Anak Coan, hatimu resah sekali, kan?"

Sesungguhnya Ouw Yang Coan memang amat berduka dalam hati. Dia tidak tahu harus bagai-mana, sebab Bokyong Cen tidak mau berbicara dengannya, bahkan tak ingin berada bersamanya. Inilah yang membuatnya merasa malu sekali.
Pek Bin Lo Sat memandang muridnya itu.

"Anak Coan, menurutku kau harus meninggalkannya. Apakah kau merasa berkeberatan me-ninggalkannya?"

Ouw Yang Coan menggelengkan kepala, tidak menyahut.

"Kau harus membiarkan adikmu bersamanya, perlukah aku pergi mengatakannya?"

Ouw Yang Coan memandang Pek Bin Lo Sat. Dia tahu kalau dirinya yang mengatakan kepada Ouw Yang Hong sungguh tidak pantas. Memang lebih baik gurunya yang menyampaikan. Namun, apakah gurunya dapat mengatakan hal itu? Sebab Pek Bin Lo Sat sendiri seorang wanita. Dia tak yakin gurunya bisa melakukan hal itu, menyam-paikan tentang perasaannya kepada orang lain.

"Anak Coan, hanya dengan cara ini, aku akan mengatakan pada Ouw Yang Hong, sekarang aku ke sana!"

Ouw Yang Coan manggut-manggut. Pek Bin Lo Sat pun segera melesat pergi.

Sementara Ouw Yang Hong sedang berlatih Iwee kang di dalam rumah batu. Kini lwee kangnya bertambah maju. Dia juga tahu ilmu Ha Mo Kang-nya jauh lebih hebat dari gurunya.

Mendadak dia mendengar suara langkah ringan menuju ke rumah batunya. Dia sudah menduga itu suara langkah kakaknya atau Pek Bin Lo Sat.

Pintu rumah terbuka, lalu tampak seseorang berjalan ke dalam. Orang itu tak lain Pek Bin Lo Sat, guru kakaknya.

Pek Bin Lo Sat melangkah ringan ke hadapan Ouw Yang Hong.

"Ouw Yang Hong, aku ingin bicara denganmu!" ujarnya, memandang pemuda itu.

Ouw Yang Hong tercengang, namun manggut-manggut.

"Cianpwe, mau bicara apa, bicaralah!"

"Ouw Yang Hong, apa yang ingin kubicarakan, punya hubungan besar dengan keluarga Ouw Yang. Kau sudi mendengarnya?" tanya Pek Bin Lo Sat yang tampak ragu.

"Cianpwe adalah guru kakakku, bagaimana aku berani tidak mendengarnya?"

Air muka Pek Bin Lo Sat berubah aneh, membuat Ouw Yang Hong terheran-heran. Namun yakin Pek Bin Lo Sat akan membicarakan hal yang amat penting, entah hal penting apa.

Pek Bin Lo Sat menarik nafas dalam-dalam, kemudian berkata perlahan-lahan.

"Ouw Yang Hong, aku pernah bilang pada kakakmu, bahwa kau berbakat belajar ilmu silat dan kau pun akan menjadi seorang pesilat tangguh. Namun ketika itu, aku tidak mau menerimamu sebagai murid. Tentunya kau merasa heran mengapa aku menolakmu, mungkin kau kira aku pilih kasih. Sesungguhnya tidak. Kini aku akan memberitahukan padamu, aku dan kakakmu berada di dalam goa es belajar ilmu yang mengandung Iwee kang dingin. Kaum lelaki yang belajar ilmu itu akan kehilangan kejantanannya. Sedangkan kaum waniCa, akan menjadi mandul, tidak bisa punya anak selamanya. Oleh karena itu, aku menolakmu. Pada waktu itu, aku tidak herani memberitahukan padamu . . ."

Tersentak hati Ouw Yang Hong mendengar itu. Namun mengapa kakaknya tidak pernah mem-beritahukan padanya? Tiba-tiba Ouw Yang Hong teringat sesuatu, yaitu Bokyong Cen.

Bokyong Cen adalah kakak iparnya, sedangkan kakaknya tidak dapat berbuat sebagai seorang suami. Lalu bagaimana dengan kakak iparnya? Tidak heran, malam itu Bokyong Cen ke kamarnya dua kali. Lagi pula setiap hari dia memandang ke ujung langit, terus memikirkan daerah Kang Lam dan vihara Cin Am. Mungkin ada kaitannya dengan ini.

Setelah diam sejenak, Pek Bin Lo Sat melanjutkan.

"Aku akan memberitahukan padamu, bahwa aku dan kakakmu amat intim!"

Mendengar kata-kata itu Ouw Yang Hong jadi tertegun. Dia tak tahu harus bagaimana. Bahkan hatinya jadi risau. Guru kakak sedang bicara apa? Dia berbuat intim dengan kakak? Mungkin itu dulu. Kini kakak sudah punya istri. Mendadak Ouw Yang Hong tersadar akan satu hal. Dia menoleh, memandang Pek Bin Lo Sat, tapi tidak tahu harus bicara apa.

Pek Bin Lo Sat tersenyum, namun senyumannya kelihatan berduka, kemudian berkata dengan suara ringan.

"Kau adalah seorang sastrawan, tentunya tidak tahu kesulitan orang yang belajar ilmu silat. Aku datang ke daerah See Hek ini, karena punya seorang musuh. Dia melukaiku, tiada seorang pun mampu menyembuhkan lukaku. Maka aku terpaksa mengobati lukaku dengan batu es yang amat dingin itu. Pada suatu hari, kakakmu terjatuh ke dalam goa es. Aku yang menyelamatkannya, sekaligus mengajarnya ilmu silat. Sejak itu hubungan kami amat baik, kami berkumpul belasan tahun, hingga tanpa sadar terlahir rasa cinta kasih. Dia tidak bisa berpisah denganku, aku pun tidak bisa berpisah dengannya. Kami berdua saling mengasihi. Aku yakin kini kau sudah paham . . ."

Tertegun dan tersentak hati Ouw Yang Hong mendengar itu. Namun tetap saja dia tidak tahu harus mengatakan apa. Belum sempat dia menemukan kata-kata, Pek Bin Lo Sat telah melanjutkan.

"Padahal, sesungguhnya kakakmu menyelamatkan Bokyong Cen, itu demi dirimu . ."

"Mengapa demi diriku?" tanya Ouw Yang Hong menyelak.

"Kakakmu bilang padaku, bahwa Bokyong Cen tertarik padamu. Ia amat menyukaimu. Aku memperbolehkan kakakmu menolong Bokyong Cen, juga karena hal ini. Siapa yang mengira saat kalian berangkat ke Tionggoan, kau justru jatuh ke tangan Si Racun Tua. Aku dan anak Coan pergi mencarimu, namun perkampungan Liu Yun Cun itu telah berubah puing-puing, tiada seorang hidup di sana. Kami jadi putus asa dan segera pulang ke See Hek, anak Coan tidak tahu harus bagaimana baik-nya, aku yang mendorongnya untuk memperistri Bokyong Cen ..."

Ouw Yang Hong yang mendengar semua itu tampak tercenung diam. Sementara Pek Bin Lo Sat yang tidak tahu keraguan hati Ouw Yang Hong terus saja melanjutkan.
"Ouw Yang Hong, karena kau tidak ketahuan rimbanya, maka aku pun mengatur suatu siasat. Apabila punya kesempatan, aku akan mencari se-orang lelaki, agar membuat Bokyong Cen hamil."

"Apakah kakakku tahu semua itu adalah ide Cianpwe?" tanya Ouw Yang Hong dengan mata membelalak, heran.

Pek Bin Lo Sat tertawa getir.

"Aku tahu jelas bagaimana sifat kakak Coan-mu. Kalau dia tahu semua itu adalah ideku, bagaimana dia akan mengabulkannya?"

Ouw Yang Hong diam. Kini dia sudah dapat meraba apa tujuan Pek Bin Lo Sat mencarinya.

Ditatapnya Pek Bin Lo Sat dengan dingin.

"Cianpwe ingin mencari seorang lelaki, tentunya bukan diriku. Ya, kan?"
Pek Bin Lo Sat tertawa terkekeh, sambil memandang Ouw Yang Hong.

"Mengapa bukan kau? Ouw Yang Hong dan Ouw Yang Coan saudara kandung. Kakakmu boleh dikatakan adalah kau. Kau adalah kakakmu! Apa bedanya kalian berdua?"

Ouw Yang Hong terdiam. Baginya urusan ini tidak terjangkau dengan akal sehat, bahkan juga membuatnya aneh dan tak habis pikir.

Di saat Ouw Yang Hong tercenung, mendadak Pek Bin Lo Sat tertawa besar, namun tawanya mengandung kedukaan, juga agak menyeramkan.

"Cianpwe menertawakan apa?"

"Ouw Yang Hong, kau bilang ketika berada di perkampungan Liu Yun Cun, Si Racun Tua Cen Tok Hang telah mengangkatmu sebagai murid. Betulkah itu?"
Ouw Yang Hong mengangguk. "Betul!"

Pek Bin Lo Sat tertawa dingin.

"Setahuku Si Racun Tua Cen Tok Hang banyak melakukan kejahatan, dia paling senang jadi penjahat. Kau jadi muridnya, bukan penjahat besar juga bukan penjahat kecil. Jiwamu seperti itu, bagaimana mungkin jadi penjahat besar?"

Ouw Yang Hong mengerutkan kening sambil berpikir. Kakak adalah kakak, bagaimana mungkin berbuat yang tidak-tidak dengan kakak ipar? Boleh menjadi penjahat di dunia persilatan, namun tidak boleh berbuat seperti itu.

"Ouw Yang Hong, kau adalah orang pintar. Kau bersedia atau tidak dengan Bokyong Cen? Mau atau tidak kau membahagiakannya? Kalau kau menghendaki keluarga Ouw Yang punya turunan, kau harus bersamanya. Racun ulat salju yang ber-sarang dalam tubuhnya masih belum punah semua. Kau memiliki tenaga sakti, tentunya dapat mem-bantunya. Kalau kau sungguh-sungguh menyukai-nya, jika tak berbuat demikian, lalu harus berbuat apa?"

Ouw Yang Hong menundukkan kepala, terus berpikir, tapi tidak menemukan jalannya. Dia adalah seseorang penjahat, telah membunuh Ciok Cuang Cak dan lainnya dengan ilmu Ha Mo Kang. Bahkan juga telah membunuh keempat murid Pek Tho San San Kun. Kini dia sudah merupakan penjahat besar, perduli apa dengan pergunjingan orang. Namun urusan ini menyangkut kakaknya, bagaimana mungkin dia melakukan itu? Apakah istri kakaknya harus dijadikan wanitanya? Padahal hatinya memang menyukai Bokyong Cen . . .

Bokyong Cen duduk seorang diri di dalam ru-mah batu. Ia terus duduk tercenung, entah apa yang sedang dipikirkannya.

Ouw Yang Coan mendorong pintu dan masuk ke dalam. Bokyong Cen sama sekali tidak menengoknya, juga tidak berbicara.

Ouw Yang Coan berdiri termangu-mangu. Lama kemudian barulah membuka mulut.

"Malam itu aku ke tempat guru . . ."

Bokyong Cen tetap diam. Ouw Yang Coan memandangnya seraya melanjutkan.

"Aku ke sana menengoknya. Kita sudah menikah lima enam bulan. Aku tidak ke sana menengoknya, takut dia akan kesepian . . ."

Bokyong Cen masih juga diam, namun keningnya berkerut-kerut. Bibirnya tampak bergerak seakan ingin bicara, tapi tidak mengeluarkan suara.

"Dugaanku memang tidak meleset, malam itu jantungku berdetak lebih cepat. Aku tahu pasti terjadi sesuatu atas diri guruku, aku segera kegoa es itu. Guru sudah dalam keadaan pingsan. Kalau aku terlambat ke sana, guru pasti sudah mati . . ."

Mendadak Bokyong Cen membentak keras.

"Gurumu! Gurumu! Setiap hari gurumu! Dalam tidur pun mengigau gurumu! Kalau kau menyukai gurumu, kawin saja dengannya! Kau tidak bisa meninggalkan gurumu, lalu mengapa harus memperistriku? Kau bukan seorang lelaki, bagai-mana boleh punya istri?"

Usai berkata begitu, Bokyong Cen menangis sedih dengan air mata bercucuran.
Urusan sudah jadi begini, Ouw Yang Coan bingung, harus berkata apa lagi. Matanya memandang Bokyong Cen dengan iba, sambil menjulurkan tangannya ingin membelai istrinya itu. Namun Bokyong Cen membentak.

"Jangan sentuh aku! Jangan sentuh aku!"

Ouw Yang Coan langsung menarik kembali tangannya, lalu berdiri diam di tempat dengan
wajah murung.

Berselang beberapa saat, barulah Ouw Yang Coan berkata.

"Aku memberitahukan padamu, sejak kecil aku sudah tidak punya ayah dan ibu. Aku terjatuh ke dalam goa es, guru yang menyelamatkanku. Sejak itu kami hidup bersama, dia adalah guruku juga adalah wanitaku. Aku adalah muridnya tapi juga merupakan lelakinya. Ini memang rumit dan berliku-liku. Sulit sekali kujelaskan padamu . . ."

Apa yang diucapkan Ouw Yang Coan, Bokyong Cen sudah menduganya, namun masih tidak begitu yakin. Kini Ouw Yang Coan mencetuskannya, membuat hati Bokyong Cen tersentak dan terguncang.

Ouw Yang Coan melanjutkan sambil meman-dang Bokyong Cen. Diam-diam dia menarik nafas dalam.

"Aku tahu, kau menyukai adikku! Kalau kau sungguh-sungguh menyukainya, kau boleh bersamanya ..."

Bokyong Cen gusar sekali, lalu membentak dengan sengit.

"Kau bukan seorang lelaki, mengapa ingin punya istri? Kau menyukai gurumu, mengapa tidak bersama gurunya saja? Kau tidak gila, kau tidak berniat mencelakaiku, namun mengapa berbuat begini?"

Ouw Yang Coan menghela nafas panjang dan menatap ibu pada Bokyong Cen.

"Aku dibandingkan dengan dirimu sungguh merupakan langit dan bumi! Tapi aku memang menyukaimu. Kalau tidak, bagaimana aku akan menikah denganmu? Aku mohon kau sudi memaafkanku . . ."

Bokyong Cen hanya mengucurkan air mata, tidak bicara lagi padanya. Sedangkan Ouw Yang Coan terus termenung, dan akhirnya berjalan perlahan-lahan meninggalkan rumah batu itu.

Ouw Yang Coan kembali ke rumah batunya, melihat Pek Bin Lo Sat sedang menambal selimutnya. Tak lama, Pek Bin Lo Sat sudah menyelesaikan pekerjaan itu.

"Beres, selimut ini akan membuat anak Coan jadi hangat!"

Ouw Yang Coan terus memandang Pek Bin Lo Sat, matanya bersimbah air dan berkata dalam hati. Di kolong langit ini, hanya guru yang paling menyayangi diriku.
Sementara Pek Bin Lo Sat duduk dipinggir ranjang, kemudian berkata lagi dengan suara ringan.

"Anak Coan, anak Coan, apakah aku telah menyusahkan diri sendiri, sudah delapan belas tahun aku tidak tidur dengan selimut!"

Ketika berkata, air mata Pek Bin Lo Sat bercucuran.

Ouw Yang Coan berjalan ke dalam. Pek Bin Lo Sat tahu yang masuk ke dalam itu adalah Ouw Yang Coan, dia bertanya tanpa menoleh.

"Kau, ya? Anak Coan!"

"Benar, Suhu!"

"Anak Coan, aku bertemu Beng Lui, cinta kasih hanya bersemi tidak begitu lama. Bertemu kau, cinta kasih justru bersemi selamanya. Anak Coan, apakah kau akan memberikanku kesempatan un-tuk menjadi seorang wanita lagi? Sudah lama aku tidak tidur di ranjang!"

Ouw Yang Coan mendekatinya, dan memeluknya erat-erat.

"Suhu, aku memanggilmu suhu, kau memanggilku anak Coan, itu sungguh tidak adil . ." Suara Ouw Yang Coan terdengar perlahan.

"Katakanlah harus panggil aku apa agar adil?"

Ouw Yang Coan cuma tersenyum, tidak menyahut.

"Suhu, apakah suhu sudah herkata padanya?" Pek Bin Lo Sat mengangguk. "Betul! Aku sudah herkata padanya." Ouw Yang Coan tampak gugup. "Dia bilang apa?"
Pek Bin Lo Sat memegang bahu murid sekaligus kekasihnya itu.

"Anak Coan, janganlah kau menyusahkan diri sendiri! Kau punya Bokyong Cen yang begitu cantik jelita, sedangkan diriku sudah tua dan amat buruk, kau mau diriku untuk apa? Kalau terus bersamaku, suatu hari nanti kau pasti akan menyesal!"

"Suhu, aku sudah bicara padanya, dia . . ." ujar Ouw Yang Coan terbata-bata.

Pek Bin Lo Sat menjulurkan tangannya me-nutup mulut Ouw Yang Coan.

"Anak Coan, aku mohon padamu, jangan membicarakan ini padanya!"

Hening dan dingin di dalam rumah batu itu. Sementara Bokyong Cen terus menangis. Tak lama kemudian, dia berjalan keluar. Berdiri di luar sambil memandang bintang-bintang di langit, lalu berpikir: Apakah aku harus kembali ke daerah Kang Lam, kembali ke vihara Cin Am? Namun di dalam vihara Cin Am amat sunyi, yang terdengar hanya suara doa.

Tiba-tiba dia teringat pada Ouw Yang Hong,ketika mereka berdua berada di gurun pasir. Tak tertahan Bokyong Cen tertawa ringan.

Bokyong Cen berpikir, malam ini Ouw Yang Coan pasti bersama Pek Bin Lo Sat, lalu mengapa malam ini dia tidak pergi menemui Ouw Yang Hong? Karena berpikir begitu, dia langsung me-nuju ke rumah Ouw Yang Hong.

Dia mendorong daun pintu dan langsung ma-suk. Walau Ouw Yang Hong sudah pulas, namun kini kepandaiannya sudah tinggi sekali. Begitu Bokyong Cen berjalan ke dalam, dia merasa ada orang masuk ke rumahnya. Segera meloncat bangun, duduk di tempat tidur.

"Siapa?"

Bokyong Cen berdehem, kemudian duduk di pinggir ranjang. Sepasang matanya menatap Ouw Yang Hong lekat-lekat.

"Ouw Yang Hong, nyenyakkah tidurmu?"

"Aku baru pulas!" sahut Ouw Yang Hong pelan.

Mereka berdua saling memandang, namun tidak berbicara apa-apa. Ouw Yang Hong amat cerdas. Setelah mendengar perkataan Pek Bin Lo Sat, dia sudah tahu Pek Bin Lo Sat amat menyukai kakaknya. Begitu pula kakaknya, juga amat me-nyukai gurunya itu, tentu dia bersedia berpisah dengan Bokyong Cen. Tapi bagaimana perasaan hati Bokong Cen, sudah pasti Ouw Yang Hong tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Ouw Yang Hong ingin tahu perasaan Bokyong Cen, namun tidak tahu harus bagaimana bertanya padanya.

Bokyong Cen menyingkap rambutnya ke atas, kemudian bertanya dengan suara rendah.

"Ouw Yang Hong, kau membenciku?"

Ouw Yang Hong tersentak ditanya demikian. Sebab tak pernah sedikit pun perasaan benci menyelinap di dalam hatinya. Maka sambil tersenyum dia menggeleng perlahan.

Bokyong Cen menatapnya dengan sinar mata lembut.

"Ouw Yang Hong, kau menerjang ke dalam perkampungan Pek Tho San Cun, masuk ke dalam keranjang besar yang berisi ular-ular, beracun, itu demi menolong diriku. Kau tidak menghiraukan diri sendiri, itu membuatku . . . terkesan baik padamu!"

Usai berkata begitu, Bokyong Cen menundukkan kepala, kelihatannya agak merasa malu. Sedangkan Ouw Yang Hong cuma tersenyum.

"Ouw Yang Hong, ketika berada di kota Ciau Liang, orang mendesakmu, maka aku mengatakan kau adalah lakiku, kau masih ingat itu?"

Ouw Yang Hong mengangguk. "Masih ingat. Kakak ipar, aku amat berterimakasih padamu . . ."

Mendadak air mata Bokyong Cen menetes. Saat ini dia tidak seperti biasa, kelihatan amat lembut.

"Ouw Yang Hong! Ouw Yang Hong! Kau panggil aku apa? Siapa kakak iparmu?"
Bokyong Cen tertawa sedih, tertawa putus asa. Setelah itu, berkata lagi dengan air mata berderai-derai.

"Siapa kakak iparmu? Kakakmu itu orang macam apa? Apa masih termasuk sebagai seorang lelaki? Kalau kakakmu seorang lelaki, aku memang pantas jadi kakak iparmu. Namun kakakmu orang macam itu. Bagaimana aku pantas dipanggil kakak ipar?"

Mendadak saja Ouw Yang Hong melancarkan sebuah pukulan ke arah Bokyong Cen. Sejak kecil dia tidak punya orang tua, Ouw Yang Coan yang membesarkannya, bahkan selalu melindunginya. Kini Bokyong Cen mencela Ouw Yang Coan, itu membuat Ouw Yang Hong merasa tidak senang, maka langsung memukulnya.
Bokyong Cen terjatuh, duduk di lantai samhil memandang Ouw Yang Hong dengan tertegun, dengan bibir mengucurkan darah. Namun ada derai tawa sedih dari bibirnya.

"Ouw Yang Hong! Kau pukul aku? Sungguhkah kau pukul aku?"

Ouw Yang Hong diam saja, meskipun Bokyong Cen menudingnya seraya membentak.

"Kau amat membenciku? Aku pernah mempermainkanmu di gurun pasir, bukankah kau ingin membunuhku? Kau ingin membunuhku? Setelah itu, aku menikah dengan kakakmu, maka kau bertambah membenciku! Ouw Yang Hong, kau hanya telor busuk! Kau boleh membunuhku, tapi jangan menghinaku!"

Tiba-tiba Bokyong Cen meloncat bangun dan langsung menerjang ke arah Ouw Yang Hong, menjambak rambut sekuat tenaga seraya berteriak-teriak.

"Ouw Yang Hong! Cepat bunuh aku! Cepat bunuh aku!"

Bokyong Cen menatap Ouw Yang Hong dengan sengit, dan terus menjambak rambutnya sekuat tenaga, hingga beberapa helai rambut terjambak rontok.

"Ouw Yang Hong! Bunuhlah aku! Aku pasti gembira sekali . . ." teriak Bokyong Cen sambil terus menjambaki rambut Ouw Yang Hong. Kemudian ia pejamkan mata seakan menunggu Ouw Yang Hong membunuhnya. Akan tetapi, Ouw Yang Hong diam saja.

"Ouw Yang Hong, aku mati pun tidak akan melepaskanmu!" dengus Bokyong Cen.
Kening Ouw Yang Hong terus berkerut. Belum pernah dia menyaksikan wanita yang bersikap seperti itu.

"Bokyong Cen, lepaskan . . .!" pintanya dengan suara parau.

Bersambung

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar