-------------------------------
----------------------------
Bab 10
Ouw Yang Hong tahu bahwa
dirinya tak mampu menyelamatkan Bokyong Cen. Dia harus menunggu Ouw Yang Coan
pulang, baru bisa menyelamatkan gadis itu. Tapi dia amat mencemaskan Bokyong
Cen, maka biar bagaimana pun harus mengikuti Pek Tho San San Kun. Akan tetapi,
Sang Seng Kiam Giok Shia dan Sang Pwe Jeh Nuh menghadang di hadapannya dengan
ancaman senjata. Mereka menatapnya dengan penuh kebencian.
"Kalau kau herani ikut,
pasti mampus!" hentak Sang Seng Kiam Giok Shia.
"Baik, baik! Aku tidak
akan ikut kalian!" sahut Ouw Yang Hong sambil tertawa.
"Ouw Yang Coan datang,
bagus!" kata Sang Pwe Jeh Nuh.
Orang tersebut memang selalu
berkata singkat. Maksudnya apabila Ouw Yang Coan pulang, lalu pergi ke Pek Tho
San Cung membuat perhitungan, mereka tidak takut, malah bagus sekali. Karena
itu, dia berkata 'Ouw Yang Coan datang, bagus!'
Ouw Yang Hong menahan
kegusarannya. Di-tatapnya Pek Tho San San Kun yang membawa pergi Bokyong Cen,
tapi dia tak dapat berbuat apa-apa.
Setelah melihat Pek Tho San
San Kun Jen It Thian meninggalkan rumah itu, barulah Sang Seng Kiam Giok Shia
dan Sang Pwe Jeh Nuh pergi sambil tertawa gelak.
Ouw Yang Hong memandang
kepergian mereka dengan mata berapi-api, kemudian menggeram.
"Karena kakak tidak ada,
aku pun tidak bisa berbuat apa-apa terhadap mereka! Kelihatannya kalau aku
tidak belajar kungfu, pasti selalu dihina orang!"
Dia memandang Lo Ouw dan Ceh
Liau Thou, kemudian berkata.
"Lebih baik kalian berdua
pergi mencari kakakku. Beritahukan bahwa Nona Bokyong diculik Pek Tho San San
Kun, dan aku akan ke sana mencarinya!"
Lo Ouw dan Ceh Liau Thou tahu
Ouw Yang Hong bersifat keras, percuma melarangnya. Maka mereka berdua segera
pergi mencari Ouw Yang Coan.
Sementara Ouw Yang Hong terus
berpikir, akhirnya dia pergi ke Pek Tho San Cung. Berselang beberapa saat, dia
sudah sampai di depan pintu Pek Tho San Cung.
Akan tetapi, Ouw Yang Hong
tidak langsung masuk, melainkan menengok ke sana ke mari lalu berpikir. Apa
hebatnya Pek Tho San Cung, istana kaisar pun aku berani masuk, apalagi Pek Tho
San Cung ini! Setelah hari gelap, aku akan masuk ke dalam untuk melihat-lihat!
Kata orang, Pek Tho San San Kun Jen It Thian adalah seorang bloon. Setiap hari
dia bermain dengan gadis cantik seperti bermain dengan benda antik, barulah
bisa tidur! Malam ini aku akan melihat, bagaimana cara orang kerdil itu bermain
dengan wanita!
Setelah berpikir demikian, Ouw
Yang Hong lalu duduk di bawah sebuah pohon menunggu hari gelap, kemudian
berpikir lagi. Kalau kakaknya ada hari ini, entah urusan akan jadi bagaimana?
Kakaknya pasti bergebrak dengan mereka. Kakaknya adalah jago nomor satu di
daerah See Hek, tentunya para murid Pek Tho San San Kun bukan lawannya. Tapi
apabila kakaknya bertarung dengan si Kerdil Pek Tho San San Kun, apakah
kakaknya dapat mengalahkannya dengan gampang? Ouw Yang Hong terus berpikir,
entah bagaimana keadaan Bokyong Cen yang berada di dalam Pek Tho San Cung. Dia
adalah gadis yang cerdas, namun cepat emosi. Seandainya dia tersadar, pasti
akan mencaci maki Pek Tho San San Kun.
Ouw Yang Hong sebentar
memikirkan kakaknya, sebentar memikirkan Bokyong Cen, sehingga tak terasa hari
pun sudah mulai gelap. Entah Lo Ouw dan Ceh Liau Thou sudah berhasil mencari
kakaknya atau belum. Ouw Yang Hong bangkit berdiri, lalu berjalan
perlahan-lahan memasuki Pek Tho San Cung menuju rumah si Kerdil Pek Tho San San
Kun.
Tak lama kemudian sampailah
dia di tempat yang dituju. Dilihatnya beberapa penjaga sedang bermain kartu di
depan rumah itu. Kalau Ouw Yang Hong berkepandaian tinggi, tentunya gampang
sekali melesat ke dalam. Namun kepandaiannya masih amat rendah, maka dia tidak
berani berbuat, takut diketahui oleh para penjaga itu. Ouw Yang Hong
mengerutkan kening, bagaimana cara masuk ke dalam? Dia terpaksa mendekati
tembok pagar, lalu memanjat tembok itu masuk ke dalam.
Setelah berada di halaman, dia
segera bersem-bunyi di tempat yang gelap, dan mengintip orang-orang Pek Tho San
Cung yang berjalan ke sana ke mari.
Berselang sesaat, Ouw Yang
Hong berjalan berendap-endap menuju sebuah rumah yang paling besar. Sampai di
rumah itu, dia mendekati sebuah jendela, mengintip ke dalam melalui sela-sela
jendela itu.
Sungguh kebetulan si Kerdil
Pek Tho San San Kun berada di dalam, sedang duduk di atas sebuah kursi besar,
maka bisa berloncat-loncatan di situ.
Mendadak sepasang matanya
menyorot tajam menatap ke depan. Ternyata dia menatap empat orang yang berdiri
di hadapannya. Keempat orang itu adalah murid-muridnya, yaitu Tay Mok Sin Seng
Teng Khie Hong berdiri dengan kepala tertunduk, begitu pula Sang Pwe Jeh Nuh dan
Wan To Ma Sih, sedangkan Sang Seng Kiam Giok Shia berdiri sambil
tersenyum-senyum.
"Kalian tolol semua! Ya,
kun?" kata Pek Tho San San Kun Jen It Thian.
Keempat orang itu sama sekali
tidak berani bersuara. Setelah beberapa lama kemudian, barulah Sang Seng Kiam
Giok Shia membuka mulut.
"Guru, kami tak dapat
melawan Tok Coa Cang Ouw Yang Coan. Dia adalah jago nomor satu di See Hek,
kungfu kami tak dapat dibandingkan dengan-nya."
Pek Tho San San Kun tertawa.
Dia jelas tentang itu.
"Coba kalian bilang, kalau
dia jago nomor satu di See Hek, lalu aku ini apa?" katanya.
Keempat orang itu tidak tahu
harus berkata apa.
Pek Tho San San Kun tertawa
terkekeh-kekeh, kemudian berkata lagi.
"Kuberitahukan pada
kalian, akulah jago nomor satu di See Hek. Kalau kalian tidak percaya, akan
kubuktikan."
Mendadak badan Pek Tho San San
Kun mencelat ke atas, setelah itu melayang turun lagi kembali ke kursi tanpa
mengeluarkan suara, bahkan posisinya juga tidak berubah.
Sang Seng Kiam Giok Shia
berseru dengan kagum.
"Sungguh hebat kungfu
Guru!"
Menyusul Tay Mok Sin Seng Teng
Khie Hong, Sang Pwe Jeh Nuh dan Wan To Ma Sih juga ikut berseru dengan kagum.
Pek Tho San San Kun tertawa
dingin, lalu berkata.
"Dengan kepandaianku ini,
apakah aku dapat menundukkan Ouw Yang Coan?"
Sang Seng Kiam Giok Shia
menyahut.
"Kepandaian Guru amat
tinggi, sudah pasti Ouw Yang Coan tak mampu menandingi. Tapi kami berempat
bukan tandingannya, kelihatannya Guru harus turun tangan sendiri, barulah dapat
membunuhnya."
Pek Tho San San Kun
manggut-mangggut, lalu menatap Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong seraya berkata.
"Khie Hong, katakanlah!
Bagaimana kepandaian Ouw Yang Hong dan berasal dari aliran mana?"
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong menyahut.
"Menurut teecu,
kepandaian Ouw Yang Coan berasal dari aliran sesat. Di daerah See Hek kita ini,
belum pernah ada orang memiliki kepandaian ter-sebut. Aku pernah mengutus orang
pergi menyelidiki tentang itu, tapi Kun Lun dan Soat San Pai tidak memiliki
kepandaian itu. Juga aku pernah bertanya kepada Tionggoan Tayhiap Liau Bun Sen,
dia memberitahukan bahwa dulu ada seseorang memiliki kepandaian tersebut, namun
orang itu sudah lama mati, maka kepandaian tersebut pun ikut lenyap."
Wajah Pek Tho San San Kun
tampak serius, kemudian dia bertanya.
"Apakah Liau tayhiap
menjelaskan siapa orang itu?"
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong menyahut.
"Liau tayhiap menjelaskan
bahwa orang itu adalah seorang wanita. Teecu yakin Guru kenal wanita itu,
julukannya adalah Pek Bin Lo Sat."
Air muka Pek Tho San San Kun
berubah tak menentu.
"Tidak salah, tidak
salah! Aku memang kenal wanita itu, tapi wanita itu telah mati belasan tahun
yang lalu."
"Teecu tidak tahu tentang
itu. Tapi Liau tayhiap berpesan, biar bagaimana pun Guru harus
berhati-hati," kata Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong.
Pek Tho San San Kun bergumam
dengan wajah aneh.
"Aku harus berhati-hati?
Aku harus berhati-hati?"
Usai bergumam, laki-laki
kerdil itu tertawa terkekeh-kekeh, kelihatannya dia tertawa tidak wajar.
Keempat muridnya sama sekali
tidak berani ikut tertawa, mereka hanya memandangnya seakan menunggu perintah.
"Baiklah! Hari sudah
malam, kalian berempat boleh pergi beristirahat! Kata Pek Tho San San Kun.
Keempat muridnya langsung
mengangguk, lalu meninggalkan ruang itu.
Sementara Ouw Yang Hong yang
berada di samping jendela, amat bergirang dalam hati karena kepergian keempat
orang itu. Kalau keempat orang itu tidak pergi, sulit baginya untuk mencari
Bokyong Cen. Kini keempat orang itu telah pergi, maka dia yakin dapat menemukan
gadis itu, lalu membawanya pergi. Demikian pikirnya dengan wajah berseri-seri.
Tampak Pek Tho San San Kun
menutup pintu ruangan itu, kemudian mengambil beberapa buah kotak.
Ketika melihat kotak-kotak
itu, Ouw Yang Hong berpikir. Apakah Bokyong Cen ditaruh di dalam salah satu di
antara kotak-kotak itu? Setelah berpikir begitu dia tertawa dalam hati, sebab
kotak-kotak itu amat kecil, bagaimana mungkin Bokyong Cen ditaruh di dalam?
Sementara Pek Tho San San Kun
memandang kotak-kotak itu, lalu tertawa seraya berkata.
"Lihatlah kotak ini
berisi sebuah pagoda, berasal dari Dinasti Tong! Kotak itu berisi sebuah
mutiara yang amat besar dan indah, memancarkan cahaya di malam hari! Lihatlah,
indah sekali, bukan?"
Ouw Yang Hong tertawa geli
dalam hati sebab Pek Tho San San Kun berbicara seorang diri.
Terdengar Pek Tho San San Kun
berkata lagi.
"Begini, dia pasti akan
merasa puas!"
Usai berkata, Pek Tho San San
Kun mendekati tempat tidurnya, lalu menarik ke luar sebuah peti besar dari
kolong tempat tidur itu. Setelah itu, dibukanya peti besar itu dengan hati-hati
sekali seraya berkata.
"Nona, kau
keluarlah!"
Dari dalam peti besar itu
berjalan ke luar seorang wanita, ternyata Bokyong Cen. Wajahnya penuh diliputi
kebencian, menatap Pek Tho San San Kun dengan mata berapi-api, kelihatannya seperti
ingin membunuhnya. Akan tetapi, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena
jalan darahnya telah ditotok oleh Pek Tho San San Kun Jen It Thian.
Si Kerdil Jen It Thian
tersenyum-senyum, dan memandangnya seraya berkata.
"Nona Bokyong, sejak
melihatmu, aku sama sekali tidak bisa melupakanmu. Aku memang pernah
mengumpulkan banyak wanita cantik, namun mereka tidak sepertimu, dapat
menggembirakan hatiku."
Bokyong Cen tetap menatapnya
dengan penuh kebencian, tapi Pek Tho San San Kun tidak meng-hiraukan itu.
"Nona Bokyong, kau wanita
yang paling cantik di kolong langit," katanya.
Bokyong Cen memejamkan mata,
kelihatannya seperti merasa muak terhadap laki-laki itu.
Namun hal itu tidak membuat
Pek Tho San San Kun menjadi gusar, sebaliknya malah tertawa gem-bira.
"Ha ha ha! Aku harus
melihat pahamu! Tapi menurutku, melihat wanita cantik harus dari depan dan
belakang! Lihatlah!"
Mendadak tangan Pek Tho San
San Kun ber-gerak, tahu-tahu dia sudah menggendong Bokyong Cen ke atas meja.
Bokyong Cen duduk di atas
meja. Dia menatap Pek Tho San San Kun dengan kening berkerut-kerut.
Sedangkan Pek Tho San San Kun
menatapnya dengan wajah berseri-seri, lalu berkata sambil manggut-manggut.
"Sungguh asyik memandang
wanita cantik di bawah lampu! Ini merupakan suatu kenikmatan."
Tiba-tiba Pek Tho San San Kun
mengibaskan tangannya, dan lampu itu padam seketika. Namun ruangan itu malah
bertambah terang. Ternyata mutiara yang ada di dalam kotak memancarkan cahaya
menerangi ruang itu, sehingga membuat Bokyong Cen kelihatan bertambah cantik.
Pek Tho San San Kun tertawa
gembira.
"Ha haaa! Nona Bokyong,
kau bertambah cantik tersorot oleh cahaya mutiara!"
Bokyong Cen tidak menyahut.
Sedangkan Pek Tho San San Kun
bertepuk-tepuk tangan, tampaknya gembira sekali.
"Ha ha! Nona Bokyong,
Nona Bokyong, kau memang amat cantik jelita! Aku Jen It Thian sung-guh . .
."
Berkata sampai di situ, Pek
Tho San San Kun mulai mengusap wajah Bokyong Cen, seakan sedang menikmati suatu
benda antik yang amat menarik hatinya.
Ouw Yang Hong yang mengintip,
sungguh tidak mengerti, sebab Pek Tho San San Kun menyukai kaum wanita cantik
berbeda dengan lelaki lain. Lelaki lain menyukai wanita cantik, pasti
menidurinya. Tapi Pek Tho San San Kun tidak berbuat demikian, hanya menganggap
Bokyong Cen sebagai benda antik, menikmati keindahan saja.
Pek Tho San San Kun tertawa
gembira, sambil meraba-raba lengan Bokyong Cen dan berkata.
"Pepatah mengatakan,
indah bagaikan batu giok, putih bagaikan bulu domba! Semula aku tidak percaya,
kini setelah menyaksikannya, barulah aku percaya!" Dia terus meraba-raba
lengan gadis itu, kemudian melanjutkan. "Sungguh indah menak-jubkan
lenganmu!"
Setelah mendengar itu, Ouw
Yang Hong kagum juga terhadap Pek Tho San San Kun, sebab si Kerdil itu mengerti
tentang sastra kuno.
Sementara Pek Tho San San Kun
terus menik-mati keindahan lengan Bokyong Cen. Berselang beberapa saat kemudian
dia berkata lagi.
"Sungguh indah sekali!
Aku jadi terpukau . . ."
Kelihatannya Pek Tho San San
Kun memang amat terpukau oleh keindahan lengan Bokyong Cen. Dia terus
meraba-raba lengan yang amat mulus itu.
"Nona Bokyong, lihatlah!
Aku memiliki berbagai macam mutiara dan perhiasan, boleh dihadiahkan padamu.
Kau mau apa, katakanlah!"
Setelah itu tanpa sengaja
jarinya menyenggol jalan darah gagu Bokyong Cen sehingga bebas, maka gadis itu
menjerit mendadak. Pek Tho San
San Kun terkejut sekali, dan
langsung berkata.
"Kau adalah wanita
cantik. Wanita cantik tidak boleh menjerit seperti itu, harus mengeluarkan
suara yang merdu dan lembut bagaikan kicauan burung. Lain kali kau tidak boleh
menjerit seperti itu lagi, sebab tidak baik bagi dirimu yang cantik
jelita."
Bokyong Cen tidak bersuara.
Pek Tho San San Kun memuji dirinya, bagaimana mungkin dia men-cacinya? Bukankah
akan menggusarkannya?
Si Kerdil Pek Tho San San Kun
berkata lagi.
"Nona Bokyong, kalau kau
bersedia menerima mutiara-mutiara dan perhiasan itu pasti kuberikan padamu.
Dengan adanya dirimu di sini, semua barang yang berharga di sini kuanggap
sebagai barang rongsokan. Katakanlah! Kau menyukai ba-rang apa, pasti
kuberikan!"
"Aku tidak mau! Aku tidak
mau barang-barangmu!" sahut Bokyong Cen ketus.
Terbelalak si Kerdil Pek Tho
San San Kun. Kelihatannya dia tidak mengerti.
"Nona Bokyong, kenapa kau
tidak mau barang-barangku? Apakah barang-barangku tidak ba-gus?"
Bokyong Cen tidak menyahut,
tapi malah mem-buang muka.
Pek Tho San San Kun berkata.
"Aku pernah melihat kau
marah, dan pernah melihat kau menangis, tapi tidak pernah melihat kau tertawa.
Bagaimana rupamu di saat tertawa? Aku tidak bisa membayangkannya, juga tidak
tahu harus bagaimana membuatmu tertawa. Kalau kau tertawa, pasti amat sedap
dipandang!"
"Mau aku tertawa gampang!
Setelah kau mati, aku pasti tertawa!" sahut Bokyong Cen.
Pek Tho San San Kun berkata
sambil tersenyum.
"Baik! Baik! Asal kau mau
tertawa, aku sudah merasa puas. Tapi . . ." Pek To San San Kun menatapnya
lalu melanjutkan. "Tidak baik, tidak baik! Kalau aku betul-betul mati, kau
tertawa aku pun tidak bisa menyaksikannya itu tidak haik!"
Bokyong Cen diam dengan wajah
agak memerah, dia tahu tiada gunanya berdebat dengan Pek Tho San San Kun, maka
diam saja.
Ketika melihat Bokyong Cen
diam, Pek Tho San San Kun berkata.
"Nona Bokyong, kalau kau
tidak mau bicara, aku akan merasa gusar dan kesepian. Kuberitahukan, aku akan
merasa puas sekali apabila kau mau tertawa."
Bokyong Cen sama sekali tidak
memperduli-kannya.
"Nona Bokyong, aku
berkepandaian tinggi dan amat menyayangimu. Siapa dapat dibandingkan dengan
diriku?" kata Pek Tho San San Kun.
Bokyong Cen menatapnya dengan
kening ber-kerut. Dia merasa muak dalam hati, bagaimana mungkin akan tertawa?
Pek Tho San San Kun mengambil
sebuah sisir, kemudian berkata pada Bokyong Cen.
"Nona Bokyong, bolehkah
kusisir rambutmu?"
"Tidak mau! Tidak
mau!" sahut Bokyong Cen dengan membentak.
Akan tetapi, mendadak Pek Tho
San San Kun menotok jalan darah gagunya, sehingga membuatnya tidak bisa
bersuara.
"Nona Bokyong, kaum
wanita cantik di kolong langit, semuanya lemah lembut dan tidak pernah
berteriak-teriak, maka lebih baik kau tidak bicara," katanya.
Bokyong Cen ingin bicara, tapi
tidak bisa, karena jalan darah gagunya telah tertotok.
Sementara Ouw Yang Hong terus
mengintip. Dilihatnya Pek Tho San San Kun bergerak amat cepat menyisir rambut
Bokyong Cen, .sehingga dalam sekejap rambut gadis itu telah disisir rapi.
Setelah itu, Pek Tho San San Kun mengambil sebuah kotak kecil, ternyata berisi
berbagai macam perhiasan.
Pek Tho San San Kun mengambil
sebatang tusuk rambut yang amat indah, lalu ditancapkannya pada rambut Bokyong
Cen. Sesudah itu dia menghiasi rambut Bokyong Cen dengan perhiasan lain.
Bukan main! Sebab kini Bokyong
Cen bertambah cantik dan anggun. Itu membuat Ouw Yang Hong yang mengintip,
ternganga lebar mulutnya, dan matanya pun terbeliak tak berkedip.
Sedangkan Pek Tho San San Kun
juga kelihatan amat puas.
"Nona Bokyong, lihatlah!
Bagaimana keahlian-ku dalam bidang merias?" katanya sambil tersenyum.
Pek Tho San San Kun tertawa
puas, lalu meng-ambil sebuah cermin dan disodorkannya ke hadapan Bokyong Cen.
Mau tidak mau gadis itu harus
memandang dirinya yang di dalam cermin. Ketika menyaksikan dirinya yang di
dalam cermin, dia pun tertegun dengan mata terbelalak lebar. Apakah wanita yang
di dalam cermin itu adalah dirinya? Apakah wanita yang di dalam cermin itu adalah
Bokyong Cen? Wanita yang di dalam cermin itu justru menyerupai mendiang ibunya,
yang sudah lama ibunya me-ninggal. Kini dia melihat dirinya yang menyerupai
mendiang ibunya, tak tertahan air matanya langsung meleleh.
Pek Tho San San Kun dan Ouw
Yang Hong, yang mengintip itu sama sekali tidak tahu apa sebabnya Bokyong Cen
mengucurkan air mata. Mungkinkah karena merasa dihina oleh Pek Tho
San San Kun, maka gadis itu
mengucurkan air mata? Pikir Ouw Yang Hong.
Begitu melihat Bokyong Cen
mengucurkan air mata, bukan main terkejutnya si Kerdil Pek Tho San San Kun.
"Nona Bokyong, mengapa
kau menangis? Apa yang terganjel dalam hatimu, bolehkah diberitahu-kan
padaku?"tanyanya.
Bokyong Cen tidak menyahut,
hanya air mata-nya saja yang terus mengucur deras.
Pek Tho San San Kun berkata
perlahan.
"Nona Bokyong, peti besar
yang penuh perhiasan telah rusak, karena perhiasan yang di dalamnya telah
dicuri orang, maka sementara ini kau tidur di ranjangku saja!"
Bokyong Cen menatapnya seakan
memohon. Dia tidak sudi tidur di ranjang Pek Tho San San Kun. Akan tetapi
laki-laki kerdil itu tidak memper-dulikannya.
"Nona Bokyong, tidurlah
kau di ranjangku, agar aku bisa melihatmu setiap saat! Lagi pula kau akan
merasa lebih nyaman daripada tidur di dalam peti."
Bokyong Cen tak dapat bicara,
hanya air ma-tanya yang meleleh. Ketika melihat gadis itu me-nangis lagi, Pek
Tho San San Kun segera berkata.
"Jangan menangis lagi!
Jangan menangis lagi! Hatiku akan hancur kalau melihatmu menangis.
Pek Tho San San Kun berkata
dengan nada terisak-isak, sehingga membuat Ouw Yang Hong tertawa geli dalam
hati. Di saat bersamaan, laki-laki kerdil itu membopong Bokyong Cen ke tempat
tidur, lalu ditatapnya dengan lembut sekali.
"Nona Bokyong, apakah kau
merasa takut di saat mau tidur? Kalau kau merasa takut, panggillah aku!"
katanya.
Bokyong Cen tidak bicara,
hanya duduk diam di tempat tidur. Justru di saat bersamaan, mendadak Ouw Yang
Hong membentak sekaligus menerjang ke dalam, langsung menuju tempat tidur itu.
Bokyong Cen melihatnya. Gadis itu tampak terperanjat, tapi matanya mengandung
rasa terimakasih. Dia tahu Ouw Yang Hong datang demi menyelamatkannya. Tapi hal
itu membuatnya amat cemas, sebab dia tahu jelas bahwa Ouw Yang Hong bukan lawan
Pek Tho San San Kun. Mungkin nyawanya akan melayang di tangan si Kerdil itu.
Pek Tho San San Kun sama
sekali tidak menoleh, tapi sudah tahu siapa yang datang. Kemudian dia berkata
dengan suara ringan.
"Lihatlah Nona Bokyong,
ada seorang lelaki busuk ke mari ingin menolongmu! Orang gagah menolong si Cantik,
kan? Kalau yang datang itu bukan orang gagah, melainkan orang yang tak tahu
diri, katakanlah harus bagaimana?"
Tentunya Bokyong Cen tidak
dapat mengatakan apa-apa, sebab dia tidak bisa bicara.
"Menurutku, dia harus
kubunuh! Harus ku-bunuh!" kata si Kerdil lagi lalu mendadak meloncat
bangun, dan menuding Ouw Yang Hong. "Bocah mau apa kau ke mari?"
tanyanya.
"Lepaskan Nona
Bokyong!" sahut Ouw Yang Hong.
Pek Tho San San Kun tertawa
gelak.
"Ha ha haaa! Lepaskan
Nona Bokyong .. ."
Kata-kata itu merupakan
sindiran, membuai Ouw Yang Hong jadi membungkam. Sementara Bokyong Cen terus
memandangnya dan membatin. Dia seorang sastrawan bodoh. Saking banyaknya
membaca buku, akhirnya jadi bodoh. Tidak se-harusnya dia datang menolongku,
sebab itu sama juga mencari mati.
Pek Tho San San Kun memandang
Ouw Yang Hong, kemudian mengalihkan pandangannya pada Bokyong Cen dan mendadak
berkata.
"Nona Bokyong,
katakanlah! Apakah bocah ini kekasihmu?"
Bokyong Cen tidak bersuara,
namun wajahnya tampak memerah. Sedangkan Pek Tho San San Kun berkata sepatah
demi sepatah.
"Betul! Betul! Aku justru
tidak mengerti, meng-apa para wanita cantik merasa tidak tenang berada di dalam
petiku? Mengapa mereka semua ingin keluar? Apakah mereka selalu memikirkan
lelaki yang seperti bocah busuk ini? Menurutku memang begitu, maka aku harus
membunuhmu! Aku harus membunuhmu!"
"Jen It Thian, kau adalah
pemilik Pek Tho San Cung! Kau selalu menculik anak gadis, bukankah kau telah
melakukan kejahatan?"
"Bagaimana kau tahu aku
yang menculiknya? Tanyakan padanya apakah aku yang menculiknya?" kata Pek
Tho San San Kun.
Ouw Yang Hong maju ke hadapan
Bokyong Cen, maksudnya ingin membebaskan jalan darahnya yang ditotok oleh Pek
Tho San San Kun. Namun dia tidak mengerti ilmu totok tubuh, maka dia hanya
sembarangan menotok ke sana ke mari.
Menyaksikan itu, Pek Tho San
San Kun tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kau sungguh
bodoh! Lebih baik kau mati agar aku tidak merasa mual melihatmu!"
Setelah berkata begitu, dia
lalu berkata pada Bokyong Cen.
"Nona, kalau aku
membunuhnya, maka kau tidak akan memikirkan apa-apa lagi, kan?"
Kemudian mendadak dia meloncat
ke hadapan Ouw Yang Hong, sekaligus menjulurkan tangannya.
Ouw yang Hong ingin berkelit,
namun terlambat, karena tenggorokannya telah dicengkeram oleh Pek Tho San San
Kun.
Si Kerdil tertawa dingin, lalu
menatap Bokyong Cen seraya berkata.
"Nona, katakanlah! Kau
menghendakinya mati atau hidup?"
Bokyong Cen tidak bisa bicara,
tapi tampak gugup, panik dan cemas begitu melihat Pek Tho San San Kun
mencengkeram tenggorokan Ouw Yang Hong.
Tentunya si Kerdil melihat
itu, maka dia menjadi semakin gusar dan berkata dalam hati. Kelihatannya Ouw
Yang Hong ini adalah kekasihnya. Hari ini aku harus membunuhnya! Aku ingin tahu
selanjutnya Bokyong Cen masih memikirkannya tidak?
Oleh karena itu,
dicengkeramnya tenggorokan Ouw Yang Hong dengan sekuat tenaga, sehingga membuat
Ouw Yang Hong tak dapat bernafas dan seketika juga pingsan.
Di saat bersamaan, terdengar
suara yang amat dingin.
"Lepaskan dia! Kalau
tidak, kau pasti mampus.
Bukan main terkejutnya Pek Tho
San San Kun. Tanpa menoleh dia tahu orang yang datang itu berkepandaian amat
tinggi. Senjata orang itu me-nodong punggungnya, maka apabila dia berani
me-noleh, nyawanya pasti melayang.
"Ouw Yang Coan?"
tanyanya dengan dingin.
Ternyata orang itu memang Ouw
Yang Coan, jago nomor satu di daerah See Hek.
Lo Ouw dan Ceh Liau Thou pergi
mencari Ouw Yang Coan, hingga malam hari baru berhasil me-nemukannya.
"Toa siau ya! Toa siau
ya! Celaka . . .!" teriak Lo Ouw.
Ouw Yang Coan terkejut.
"Apa yang celaka?"
tanyanya sambil menatap Lo Ouw.
Lo Ouw segera memberitahukan
tentang kejadian itu. Bukan main terkejutnya Ouw Yang Coan.
"Aku harus segera ke Pek
Tho San Cung!" katanya lalu melesat pergi.
Sampai di rumah Pek Tho San
San Kun, dia melihat si Kerdil itu ingin membunuh Ouw Yang Hong. Maka dia
segera berkelebat ke belakangnya, sekaligus menodong punggungnya dengan
senjata.
"Ouw Yang Coan,
kedatanganmu sungguh ke-betulan! Kau boleh mengubur mayat adikmu!" kata
Pek Tho San San Kun.
"Jen It Thian, kalau kau
berani membunuh adikku, aku pun akan memusnahkan Pek Tho San Cung ini!"
sahut Ouw Yang Coan.
Pek Tho San San Kun tertawa
dingin.
"Oh, ya?"
Si Kerdil membalikkan badannya
sambil men-cengkeram tenggorokan Ouw Yang Hong. Setelah berhadapan dengan Ouw
Yang Coan. dia berkata dengan sengit.
"Hari ini aku menghendaki
kalian kakak beradik mati di sini!"
Mendadak dia menotok jalan
darah di bahu Ouw Yang Hong, sehingga membuat pemuda itu langsung roboh.
Setelah itu, dia menatap Ouw Yang Coan.
"Baik, mari kita
bertarung!" tantangnya.
Pek Tho San San Kun bersiul
panjang, dan seketika pintu ruangan itu terbuka. Tampak begitu banyak orang di
halaman, yang berdiri paling depan adalah keempat muridnya.
Ouw Yang Coan tertawa getir,
lalu berkata dalam hati. Jen It Thian, kalau kau ingin membunuh kami kakak
beradik, aku akan mengadu nyawa denganmu!
Dia mengangkat tongkatnya
perlahan-lahan, siap bertarung mati-matian dengan Pek Tho San San Kun.
Bersambung