Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 29 (Tamat)

Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------

Bab 29 (Tamat)
Orang-orang Tiat Ciang Pang terus mengitari Ouw Yang Hong. Mereka menunggu kesempatan untuk menyerangnya. Akan tetapi, Ouw Yang Hong sama sekali tidak bangkit berdiri, kelihatannya tidak berniat bertarung dengan mereka, sehingga membuat mereka menjadi serba salah.

Mendadak terdengar suara bentakan. Orang yang membentak itu adalah Liau Jauw Sing, susiok Ciu Cian Jen.

"Ouw Yang Hong, lihat pukulan!"

Liau Jauw Sing menyerang punggung Ouw Yang Hong, sedangkan Ouw Yang Hong sama sekali tidak siap, lagi pula tidak menyangka bahwa mereka bersungguh-sungguh ingin mencabut nyawanya. Saat ini, dia hanya memikirkan keselamatan Bokyong Cen dan bayi itu, tidak menduga bahwa orang-orang Tiat Ciang Pang akan membunuhnya.

Plak!

Sebuah pukulan bersarang di punggungnya, sehingga membuat badannya tersungkur ke depan sedikit. Sudah barang tentu tangannya yang sedang membelai bayi itu terdorong ke depan pula, dan seketika bayi itu menangis keras.
Orang-orang Tiat Ciang Pang tidak menyangka bahwa pukulan Liau Jauw Sing itu akan berhasil menghantam punggung Ouw Yang Hong. Maka mereka berdiri tertegun di tempat.

"Uaaakh . . .!"

Mulut Ouw Yang Hong menyemburkan darah segar. Namun begitu mendengar suara tangisan bayi itu, dia langsung mendekapnya.

"Anak Kek! Anak Kek! Apakah aku telah membuat sakit badanmu? Aku ... aku tidak sengaja. Aku tidak sengaja ..." katanya.

Sementara Bokyong Cen langsung memeluk bayi itu erat-erat, kemudian bernyanyi-nyanyi kecil.

"Anak itu baru lahir, langit cerah hari pun indah. Kekelaman hidup manusia akan sirna dengan sendirinya. Mengandung dan melahirkan, di kolong langit baru ada bayi baru ..."

Mendengar nyanyian Bokyong Cen itu, tanpa sadar Ouw Yang Hong mengucurkan air mata, kemudian dia berkata kepada Liau Jauw Sing.

"Kau pergi saja! Sebuah pukulanmu tidak dapat membunuhku. Aku pun tidak akan membuat perhitungan denganmu."

Dia mau melepaskan Liau Jauw Sing karena nuraninya ditimbulkan oleh kelahiran anaknya.

Akan tetapi, Liau Jauw Sing justru keliru akan maksud Ouw Yang Hong. Dia menyangka Ouw Yang Hong takut, maka menerima pukulan itu. Kalau sekarang tidak membunuhnya, bagaimana rasa tanggung jawabnya terhadap suhengnya yang telah mati itu?

Karena berpikir begitu, dia langsung menyerang lagi dengan sepasang telapak tangannya. Apa bila Ouw Yang Hong terpukul kali ini, tentu akan terluka parah, bahkan mungkin akan mati seketika.

Ouw Yang Hong tidak ingin bertarung, maka hanya mengerahkan Iwee kangnya untuk menahan pukulan Liau Jauw Sing. Badannya terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, namun kembali berdiri tegak lagi seakan tidak terjadi apa-apa.

Menyaksikan itu, Hwa Sen Tit tertawa dingin.

"Kau punya hubungan akrab dengan Siang-koan Wie, kalau ingin membalas dendamnya, haruslah menggunakan kepandaian asli!" katanya membakar hati Liau Jauw Sing.

Betapa gusarnya Liau Jauw Sing. Dia tahu bahwa orang tua itu mencurigainya tidak menyerang Ouw Yang Hong dengan sepenuh tenaga.

"Ouw Yang Hong, kubunuh kau!" bentaknya.

Liau Jauw Sing menyerangnya dengan sepenuh tenaga. Sesungguhnya Ouw Yang Hong tidak mau bertarung, namun karena Liau Jauw Sing berulang kali menyerangnya, maka kemarahannya menjadi bangkit. Wajahnya langsung berubah, kemudian dia mengangkat kedua tangannya dan didorong kannya ke depan. Serangkum tenaga yang amat dahsyat menerjang ke arah Liau Jauw Sing, membuatnya terpental lalu roboh.

Hwa Sen Tit dan semua orang segera memapah

Liau Jauw Sing. Tampak mulut, hidung dan sepasang matanya mengeluarkan darah, kelihatannya tidak bisa hidup lagi.

Betapa terkejutnya Hwa Sen Tit dan lainnya. Mereka semua berdiri tertegun di tempat, tidak tahu harus berbuat apa.

Berselang beberapa saat, barulah Hwa Sen Tit membuka mulut.

"Ouw Yang Hong, dalam satu hari kau telah membunuh dua orang Tiat Ciang Pang, maka Tiat Ciang Pang tidak akan menyudahi urusan ini!"
Bimbinglah hati Ouw Yang Hong. Sesungguhnya dia tidak ingin membunuh orang, karena malam ini dia sudah punya anak. Akan tetapi, pihak Tiat Ciang Pang terus mendesaknya. Kelihatannya di dunia ini sulit menjadi orang baik, lebih gampang menjadi orang jahat.

Ouw Yang Hong memandang mereka.

"Lebih baik kalian jangan menggangguku, aku dan kakak ipar akan membawa pulang anak Kek!"

Hwa Sen Tit tertawa sinis.

"Ouw Yang Hong! Kau telah membunuh dua orang Tiat Ciang Pang kami, tapi masih ingin angkat kaki dari sini? Apakah kami akan membiarkanmu pergi?" sahutnya dengan penuh dendam.

Ouw Yang Hong mulai tidak sabaran.

"Kau mau apa? Apakah kau mampu mem bunuhku?" sahutnya sambil tertawa dingin.
Hwa Sen Tit tertawa panjang, kemudian memberi isyarat. Seketika juga tampak belasan orang mengepung Ouw Yang Hong.

Berselang sesaat, mendadak tiga orang menyerang Ouw Yang Hong, sehingga bahu dan kaki Ouw Yang Hong terpukul dan terasa sakit sekali.

Ouw Yang Hong menatap mereka dengan mata berapi-api.

"Aku tidak ingin membunuh orang, tapi orang justru ingin membunuhku, maka aku tidak boleh membiarkannya! Kalau aku mati, bukankah Ouw Yang Kek akan jadi anak yatim? Oleh karena itu, aku tidak boleh mati!" katanya dengan sengit.

Mendadak Ouw Yang Hong berteriak keras. Sesungguhnya dia tidak mau berteriak keras, karena khawatir akan mengejutkan bayi itu. Namun dia terpaksa, bahkan sekaligus melancarkan sebuah pukulan ke arah orang yang kebetulan sedang maju.
Orang itu terpental, kemudian roboh tak bernyawa lagi.

"Cepat bentuk formasi Liok Hap Tiat Ciang Tin!" seru Hwa Sen Tit.

Seketika orang-orang yang mengepung Ouw Yang Hong itu memecah menjadi enam kelompok, kemudian menyerangnya bergantian sesuai dengan formasi tersebut. Bukan main dahsyatnya serangan-serangan itu! Tapi Ouw Yang Hong memiliki Iwee kang yang amat tinggi, maka mampu menahan serangan-serangan itu. Hanya saja pakaiannya sudah hancur, tinggal pakaian dalamnya.
Keadaannya itu membuat semua orang berhenti menyerangnya.

"Kalau kalian meninggalkan tempat ini, aku akan menyudahi urusan ini! Tapi apabila kalian tidak mau pergi, sehingga memaksaku turun tangan, kalian semua pasti mati!" katanya sambil menatap mereka.
Hwa Sen Tit tertawa dingin.

"Pesilat tangguh di kolong langit pun sulit membendung formasi Liok Hap Tiat Ciang Tin! Ouw Yang Hong, hari ini kau pasti mampus!" sahutnya lantang.
Ouw Yang Hong tidak menyahut, hanya tertawa dingin, kemudian melirik ke arah Bokyong Cen, yang sedang duduk sambil menggendong bayinya. Ouw Yang Hong berpikir, kalau aku membunuh orang lagi, dia pasti tidak senang dan tidak akan memperdulikan diriku! Namun tak bisa tidak aku harus membunuh orang, sebab mereka akan membunuhku! Bagaimana mungkin aku mati sekarang? Sudahlah! Yang penting dia merawat anak Kek baik-baik, tidak memperdulikan diriku juga tidak jadi masalah!
Hwa Sen Tit terus memperhatikan Ouw Yang Hong. Ketika Ouw Yang Hong melirik ke arah Bokyong Cen pun tidak terlepas dari matanya. Begitu melihat Bokyong Cen duduk di situ, seketika timbul suatu rencana busuknya. Dia langsung melesat ke arah Bokyong Cen, lalu menjulurkan tangannya mencengkeram wanita itu.

Walau matanya buta,namun Bokyong Cen masih memiliki pendengaran yang amat tajam. Ketika mendengar desiran angin ke arahnya, dia tahu bahwa ada orang membokongnya. Dia segera menggeserkan badannya sedikit, sekaligus balas menyerang laksana kilat.

Hati Hwa Sen Tit tersentak. Dia tidak menyangka bahwa wanita buta itu dapat membalas serangannya dengan begitu cepat. Kemudian tangan orang tua itu bergerak, ternyata dia melancarkan dua buah pukulan. Kedua pukulan itu sama sekali tidak mengeluarkan suara, mengarah bagian dada dan kening Bokyong Cen.
Bokyong Cen tidak mendengar suara apa-apa, namun masih sempat mengangkat tangan kirinya untuk melindungi diri.

Plak!

Tangan kirinya berhasil menangkis pukulan yang mengarah keningnya, tapi pukulan yang lain justru menghantam telak bagian dadanya, sehingga membuatnya terpental ke udara.

Bokyong Cen tahu bahwa dirinya tidak mampu melawan Hwa Sen Tit, karena orang tua itu menggunakan pukulan yang tidak mengeluarkan suara, maka segera berteriak.
"Ouw Yang Hong! Ouw Yang Hong ...!"

Sementara itu Ouw Yang Hong justru sedang bertarung dengan orang-orang Tiat Ciang Pang, dan dalam keadaan terkurung formasi Liok Hap Tiat Ciang Tin. Namun ketika mendengar suara teriakan Bokyong Cen, dia segera menoleh. Dilihatnya badan Bokyong Cen terpental ke udara, sedangkan Hwa Sen Tit menerjang ke arahnya.
Betapa terkejutnya Ouw Yang Hong. Dia langsung memekik keras, sehingga membuat bayi itu menangis.

Ouw Yang Hong melancarkan beberapa pukulan ke arah orang-orang Tiat Ciang Pang yang berada di hadapannya. Mereka terpental. Kesempatan itu digunakan Ouw Yang Hong untuk menerjang ke arah Hwa Sen Tit.

Akan tetapi terlambat, karena Hwa Sen Tit sudah melancarkan sebuah pukulan ke arah Bokyong Cen. Sesungguhnya Ouw Yang Hong tidak begitu memikirkan Bokyong Cen. Namun di saat bersamaan, terdengar suara tangisan bayi itu. Hwa Sen Tit ingin turun tangan terhadap bayi itu, tapi merasa ragu karena mendadak Ouw Yang Hong melayang turun di hadapannya.

Tanpa bicara, Ouw Yang Hong langsung me nyerang Hwa Sen Tit, namun hanya menggunakan sembilan bagian tenaganya.

Duuuk!

Pukulannya mendarat di dada Hwa Sen Tit, sehingga badan orang tua itu terpental dua depa ke belakang. Ouw Yang Hong tidak berhenti sampai di situ. Dia tetap menerjang ke arah Hwa Sen Tit, sekaligus mengangkatnya ke atas dan memukulnya dua tiga kali, sehingga mata, hidung dan mulut orang tua itu mengeluarkan darah.
Hwa Sen Tit tak mampu bersuara, sedangkan Ouw Yang Hong masih terus menghujaninya dengan pukulan.

Berselang sesaat, barulah Ouw Yang Hong menghentikan serangannya, kemudian berkata.

"Apa gunanya berbuat kebaikan? Apa gunanya berhati bajik? Aku ingin berbuat baik terhadap orang, tapi sebaliknya orang malah berbuat jahat terhadapku! Aku harus menghabisi nyawa mereka, harus membunuh mereka satu persatu!"

Ouw Yang Hong membalikkan badannya, menatap orang-orang Tiat Ciang Pang dengan mata melotot. Mereka kelihatan ketakutan, dalam hati ingin cepat-cepat melarikan diri.

Namun Ouw Yang Hong segera membentak keras, suaranya bagaikan geledek menyambar bumi.

"Kalian dengar baik-baik! Kalian harus mem bunuh diri satu persatu, agar aku tidak perlu turun tangan terhadap kalian!"

Semua orang berpikir, walau kepandaian Ouw Yang Hong amat tinggi, namun belum tentu dapat menghadapi Liok Hap Tiat Ciang Tin. Apabila mereka melarikan diri satu persatu, pasti mati di tangan Ouw Yang Hong. Tapi kalau mereka membentuk formasi Liok Hap Tiat Ciang Tin, mungkin malah dapat membunuhnya.

Orang-orang Tiat Ciang Pang yang berjumlah lima belas itu segera mengepung Ouw Yang Hong dengan formasi Liok Hap Tiat Ciang Tin. Ouw Yang Hong berdiri diam di tempat.

Berselang sesaat, formasi tersebut mulai bergerak, berputar-putar mengitari Ouw Yang Hong. Ketika formasi itu bergerak, Ouw Yang Hong pun ikut bergerak.

Akan tetapi, sulit baginya untuk menyerang, sebab di saat dia baru mau menyerang, beberapa orang yang di belakangnya pun mulai menyerangnya, sehingga Ouw Yang Hong harus berkelit. Di saat Ouw Yang Hong berkelit, beberapa orang yang di belakangnya justru menyerangnya pula, sehingga membuat Ouw Yang Hong menjadi sibuk.

Di saat bersamaan, dia mendengar suara Bokyong Cen yang amat perlahan memanggilnya.

"Ouw Yang Hong . . . Ouw Yang Hong ...!"

Mendengar suara Bokyong Cen itu, Ouw Yang
Hong tahu bahwa Bokyong Cen terluka parah. Kalau tidak, tentunya Bokyong Cen tidak akan memanggilnya.

Betapa bencinya Ouw Yang Hong terhadap orang-orang Tiat Ciang Pang, karena itu dia mengambil keputusan bahwa malam ini harus membunuh mereka semua!
Setelah mengambil keputusan tersebut, Ouw Yang Hong lalu menatap mereka dengan mata berapi-api.

Sementara orang-orang Tiat Ciang Pang ber girang dalam hati, sebab dengan membentuk formasi Liok Hap Tiat Ciang Tin, Ouw Yang Hong tidak dapat melukai mereka, lagi pula mereka pun tahu bahwa punggung Ouw Yang Hong telah terluka karena terpukul oleh Liau Jauw Sing tadi.

Hati Ouw Yang Hong makin cemas, karena hari sudah mulai terang, maka dia harus merawat bayi itu baik-baik. Akan tetapi, orang-orang Tiat Ciang Pang justru masih mengepungnya.

Sedangkan Bokyong Cen masih memanggilnya dengan suara lemah, kelihatannya sudah hampir pingsan.

"Ouw Yang Hong . . . Ouw Yang Hong ...!"

Ouw Yang Hong tidak berani menyahut, karena takut beberapa orang Tiat Ciang Pang akan memisahkan diri untuk membunuh Bokyong Cen. Mendadak dia membentak keras.
"Kalian dengar baik-baik! Aku beri kesempatan terakhir untuk kalian meninggalkan tempat ini! Kalau kalian tidak mau pergi, aku terpaksa membunuh kalian semua!"

Orang-orang Tiat Ciang Pang tahu Ouw Yang Hong sudah marah besar. Dia sudah terluka tapi masih tampak begitu gagah dan kuat. Bagaimana kelak? Kalau sekarang tidak membunuhnya mumpung dia terluka, tentu sudah tiada kesempatan lagi. Oleh karena itu, mereka tidak mau pergi, sebaliknya malah ingin menyerangnya.
Ketika melihat mereka siap menyerangnya, Ouw Yang Hong berkata dengan dingin.

"Baik! Baik! Aku akan menuruti kemauan kalian!"

Badannya mulai berputar, kemudian sepasang tangannya didorongkan ke depan secara mendadak. Seketika terdengar suara benturan yang amat dahsyat sekali.
Bum! Buuummmm . . .!

Hari sudah terang. Sepasang mata Ouw Yang Hong memerah, dan tangannya berlumuran darah.

Dia menatap orang-orang Tiat Ciang Pang yang mengepungnya dengan bengis, sedangkan orang-orang Tiat Ciang Pang memandangnya dengan tertegun dan terbelalak.

Ouw Yang Hong terus menatap mereka dengan bengis.

"Baik! Baik! Aku akan menuruti kemauan kalian," katanya.

Mendadak sepasang tangannya didorongkan ke depan lagi. Seketika terdengar suara ledakan yang amat dahsyat dan tampak tiga orang terpental beberapa depa lalu roboh. Ketiga orang itu terluka parah, namun masih mampu bangkit berdiri.

"Ouw Yang Hong! Ouw Yang Hong! Aku . . . aku akan membunuhmu . . .!" kata salah seorang dari mereka dengan terputus-putus sambil menuding Ouw Yang Hong.
Akan tetapi, setelah berkata demikian, orang itu kembali roboh dan nafasnya putus seketika.

"Ouw Yang Hong . . „ sampai jadi setan pun aku tidak akan melepaskanmu . . .!" kata orang kedua dengan terputus-putus sambil menuding Ouw Yang Hong juga.

Orang itu juga kembali roboh, dan nyawanya pun melayang. Demikian pula orang ketiga. Dia tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun, sudah kemirili roboh dan nafasnya pun putus.

Mendadak salah seorang anggota Tiat Ciang

Pang menjatuhkan diri lalu duduk.

"Suheng dan susiok! Kalau kalian tidak membunuh Ouw Yang Hong, lebih baik aku bunuh diri saja!" katanya.

Orang itu mengangkat sebelah tangannya ke atas kepala, siap menghantam ubun-ubunnya sendiri.

Sementara Ouw Yang Hong memandang ke angkasa. Hari memang sudah terang. Dia justru tidak tahu bagaimana keadaan Bokyong Cen dan bayi itu, sebab tiada suara apa pun.

Dia melirik ke arah mereka. Dilihatnya Bokyong Cen duduk di tanah, dengan sepasang tangannya tetap memeluk bayi itu. Mungkin wanita itu sudah mati, begitu pula bayinya.

Betapa sedihnya hati Ouw Yang Hong. Oleh karena itu dia bertekad membunuh mereka semua, demi membalas dendam Bokyong Cen dan anaknya yang baru lahir itu.

Dia bersiul panjang. Suara siulannya bagaikan auman harimau, sehingga memecahkan nyali orang-orang Tiat Ciang Pang. Di saat bersamaan, orang-orang Tiat Ciang Pang itu langsung duduk bersila, kemudian mengangkat kedua tangan ke dekat dada.
Menyaksikan sikap mereka, Ouw Yang Hong tahu bahwa mereka ingin mengadu nyawa dengannya, menyerang menggunakan Iwee kang gabungan.

Ouw Yang Hong tertawa dingin, lalu men jongkokkan badannya sedikit. Mulut mengeluarkan suara 'Krok! Krok! Krok! Setelah itu, sepasang tangannya didorongkan ke depan.

Orang yang duduk di hadapan Ouw Yang Hong langsung terpental melayang bagaikan layang-layang putus, lalu jatuh ke tanah dengan mulut menyemburkan darah segar. Akan tetapi, di saat bersamaan, orang-orang yang duduk di belakang Ouw Yang Hong langsung pula menyerangnya dengan Iwee kang gabungan.

Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya Iwee kang gabungan mereka. Apa boleh buat, Ouw Yang Hong terpaksa menangkis dengan sepenuh tenaga sambil berkata dalam hati. Tak disangka nyawaku akan melayang di sini, aku akan mati di tangan orang-orang Tiat Ciang Pang. Bukankah penasaran sekali? Namun saat ini dia tidak bisa memikirkan yang lain, hanya memusatkan perhatian untuk mengadu nyawa dengan orang-orang Tiat Ciang Pang.

Enam orang yang menyerang Ouw Yang Hong dengan Iwee kang, diam-diam berkeluh dalam hati, karena mereka tidak menduga bahwa Ouw Yang Hong memiliki Iwee kang yang begitu tinggi.

Mendadak salah seorang di antara mereka berseru.

"Cepat! Cepat bunuh dia!"

Orang-orang Tiat Ciang Pang yang di belakang Ouw Yang Hong adalah para susiok Ciu Cian Jen. Mereka terkesima akan kehebatan Iwee kang yang dimiliki Ouw Yang Hong. Apabila mereka melakukan pembokongan, pasti Ouw Yang Hong akan mati. Namun selanjutnya bukankah Tiat Ciang Pang akan ditertawakan kaum rimba persilatan?
Karena berpikir demikian, maka mereka menjadi ragu untuk membokong Ouw Yang Hong, Salah seorang tua yang sedang mengadu Iwee kang dengan Ouw Yang Hong, segera berseru lantang.

"Sialan! Kok masih belum mau turun tangan? Jangan ragu! Kalau ragu nyawa kita pula yang akan melayang!"

Beberapa orang yang berdiri di belakang Ouw Yang Hong saling memandang.

"Baik! Kami akan segera turun tangan!" sahut mereka serentak.
Kemudian mereka melakukan penyerangan serentak ke arah punggung Ouw Yang Hong. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya serangan mereka.

Saat itu Ouw Yang Hong menggunakan Ha Mo Kang dan Iwee kang dari gurunya yang telah berlatih enam puluh tahun. Tapi Ouw Yang Hong tetap tidak memperoleh kemenangan. Dia berkata dalam hati. Habislah nyawaku! Tadi aku tidak perlu berbiji k hati. Seharusnya dari tadi kubunuh mereka dengan Ha Mo Kang! Kini aku menyesal tapi terlambat. Kelihatannya aku akan mati di tangan mereka! Tiat Ciang Pang sungguh tak tahu malu, hanya berani main keroyok!

Ketika serangan-serangan yang dilancarkan orang-orang Tiat Ciang Pang hampir mengena sasaran, sekonyong-konyong terdengar suara bentakan gusar.

"Berhenti! Ketenaran nama Tiat Ciang Pang telah hancur di tangan kalian!"
Tampak seseorang melesat ke arah mereka dan langsung menyerang beberapa orang yang melancarkan pukulan ke arah punggung Ouw Yang Hong.

Apa boleh buat, mereka terpaksa harus membalikkan badan untuk menangkis serangan yang dilancarkan orang itu.

Siapa orang tersebut? Ternyata adalah Ciu Cian Jen.

Seseorang langsung membentak dengan penuh kegusaran.

"Ciu Cian Jen! Kau adalah ketua Tiat Ciang Pang! Kalau kau mendengar perkataan kami, membantu kami membunuh Ouw Yang Hong ini, maka kami tetap mengangkatmu sebagai ketua!"

"Kalian semua adalah tingkatan tuaku, namun justru begitu tak tahu malu! Belasan orang mengeroyok satu orang, sehingga ketenaran Tiat

Ciang Pang hancur di tangan kalian! Bagaimana kaum rimba persilatan tidak mentertawakannya?" sahut Ciu Cian Jen.

"Ciu Cian Jen, di sini tidak terdapat orang lain! Asal kau mau turun tangan, kita pasti dapat membunuh Ouw Yang Hong, dan kau pun tetap jadi ketua Tiat Ciang Pang!" kata orang itu.

"Ciu Cian Jen, kita semua adalah orang-orang Tiat Ciang Pang! Hwa susiok sudah mati, sedangkan kami tidak mau jadi ketua! Asal kau bersedia membantu kami, kami pasti tetap mengangkatmu jadi ketua, tidak akan menelan kembali ucapan ini!" sambung salah seorang lainnya.

Ciu Cian Jen berdiri di tempat. Dia memandang Ouw Yang Hong lalu memandang orang-orang Tiat Ciang Pang, tidak tahu harus bagaimana baiknya.
Mendadak seseorang berbicara. Yang berbicara itu justru seorang wanita. Ucapannya diselingi dengan suara tawa nyaring.

"Mereka bilang di sini tidak terdapat orang lain, apakah kita dan mereka merupakan satu partai? Kita bukan orangnya! Ya, kan?"

Terdengar suara sahutan seorang wanita yang amat nyaring.

"Di sini justru terdapat orang-orang kita sendiri, namun majikan sudah lelah sekali, maka kita harus membantunya! Ya, kan?"

Orang-orang Tiat Ciang Pang segera memben tak.

"Siapa? Cepat keluar!"

Terdengar suara tawa wanita, kemudian terdengar pula sahutannya.

"Keluar ya keluar! Memangnya kami takut pada kalian? Aku khawatir kalian akan kehilangan sukma, begitu kami muncul!"

Salah seorang Tiat Ciang Pang membentak lagi.

"Siapa? Cepat perlihatkan dirimu!"

"Aku harus perlihatkan diri? Katakan! Perlukah kita keluar?" sahut wanita itu.
Terdengar lagi suara sahutan wanita lain. ..,m "Mengapa tidak? Kalau kita tidak keluar, bagaimana mereka bisa melihat kita?"

Terdengar suara tawa tiga orang wanita, setelah itu, salah seorang wanita berkata.
"Mereka tidak melihatmu tidak jadi masalah, tapi kalau majikan tidak melihatmu, kau pasti berduka sekali!"

Mendadak terdengar begitu banyak suara tawa wanita. Berdasarkan suara tawa itu, dapat diperkirakan wanita itu berjumlah belasan orang.

Pihak Tiat Ciang Pang mengira tiada orang di tempat itu, maka akan membunuh Ouw Yang Hong dengan cara mengeroyok dan membokongnya. Namun kisi terdengar suara-suara wanita, sehingga merek» tidak dapat melakukan perbuatan tersebut.

"Siapa? Jangan bersembunyi, cepat keluar!" bentak salah seorang Tiat Ciang Pang.
Berselang sesaat, tampak belasan wanita berjalan ke luar perlahan-lahan dengan lemah gemulai.

Siapa wanita-wanita itu? Pihak Tiat Ciang Pang sama sekali tidak kenal mereka, juga tidak pernah melihat begitu banyak wanita cantik tapi amat genit. Mereka berdiri di hadapan orang-orang Tiat Ciang Pang sambil tersenyum-senyum.

Belasan wanita itu semuanya mengenakan pakaian putih, cantik manis tapi kelihatan genit sekali. Mereka memandang orang-orang Tiat Ciang Pang sambil tertawa cekikikan. Suara tawa mereka amat menggetarkan kalbu.

Begitu melihat kemunculan mereka, giranglah hati Ouw Yang Hong. Dia tahu bahwa mereka memiliki kepandaian yang cukup lumayan. Mereka tidak cuma lihay di atas ranjang, namun juga lihay ilmu silatnya. Yang mengepalai wanita-wanita itu, tidak lain adalah Sui Cing Csng.

Ketika melihat kemunculan wanita-wanita itu, pihak Tiat Ciang Pang memandang remeh pada mereka. Semula pihak Tiat Ciang Pang mengira wanita-wanita itu jago tangguh dari mana, tidak tahunya hanya merupakan wanita-wanita genit. Setelah membunuh Ouw Yang Hong, barulah membunuh wanita-wanita itu! Demikian pikir orang-orang Tiat Ciang Pang.

Sui Cing Cing memandang orang-orang Tiat Ciang Pang.

"Tahukah kalian, siapa aku?" tanyanya sambil tersenyum-senyum manis.

"Siapa kau? Masih belum mau pergi? Kalau kalian berada di sini pasti mati . . ." sahut salah seorang Tiat Ciang Pang.

Begitu melihat Sui Cing Cing, orang itu menjadi kesengsem, maka bicaranya pun berubah menjadi lembut.

"Namaku Sui Cing Cing. Aku adalah wanita penghibur yang amat terkenal di daerah Kang Lam. Banyak lelaki mencariku! Tahukah kau, lelaki yang bagaimana yang sering mencariku?" kata Sui Cing Cing.

Tentunya orang Tiat Ciang Pang itu tidak tahu, maka dia menggeleng-gelengkan kepala. Sui Cing Cing tertawa.

"Kau kok bodoh amat sih? Lelaki yang mencariku tentunya merupakan keluarga kaisar dan keluarga hartawan, bahkan juga terdapat para pendekar. Coba kau katakan, ketika mereka mencariku, apa yang kuhendaki dari mereka?"

Sudah pasti orang Tiat Ciang Pang itu tidak tahu, maka dia menggeleng-gelengkan kepala lagi.

Sui Cing Cing tertawa cekikikan.

"Kuberitahukan kau saja! Aku membuat mereka senang, setelah mereka merasa senang, lantas memberitahukan padaku tentang ini dan itu . . ." katanya dengan suara nyaring.

Orang Tiat Ciang Pang itu tampak tertegun. Dia memandang Sui Cing Cing dengan mata terbelalak.

Sui Cing Cing berkata lagi.

"Lebih baik kuberitahukan saja! Ketika mereka mau pergi, kusuruh mereka mengajariku beberapa jurus ilmu silat," kata Sui Cing Cing.

Kemudian dia bergerak cepat, tangannya memegang punggung orang itu, sekaligus mengarah jalan darah di punggung orang itu pula.

"Tuan besar, mau diapakan orang ini?" tanyanya kepada Ouw Yang Hong.
Tentunya Ouw Yang Hong tahu bagaimana kepandaian Sui Cing Cing.

"Bunuh!" sahutnya dengan segera.

Sui Cing Cing langsung mengerahkan Iwee kangnya. Orang Tiat Ciang Pang itu menatapnya dengan terbeliak, kemudian roboh dan mulutnya menyemburkan darah segar.

Ternyata belasan wanita itu, sering belajar ilmu silat kepada si Kerdil Jen It Thian, dan di waktu senggang, mereka pun terus berlatih, maka cukup lumayan ilmu silat mereka.
Berhubung malam harinya Ouw Yang Hong tidak datang di tempat mereka, maka mereka bertanya kepada beberapa pelayan, barulah mereka lahu bahwa Ouw Yang Hong pergi mengejar Bok yong Cen. Oleh karena itu, mereka segera pergi mencarinya.
Di saat kemunculan belasan wanita itu, Ciu Cian Jen mengambil keputusan, lalu berkata dengan sungguh-sungguh.

"Mereka telah membunuh kakak ipar majikan kalian dan bayi itu, cepatlah kalian bunuh mereka!"

Betapa gusarnya orang-orang Tiat Ciang Pang mendengar ucapan Ciu Cian Jen itu.
"Kau adalah murid murtad Siangkoan Wie! Kau mengkhianati Tiat Ciang Pang! Kau pasti akan disambar geledek!" caci mereka dengan sengit.

Ciu Cian Jen tertawa dingin.

"Kalian semua juga bukan orang baik. Bukankah kalian kemari untuk membunuhku? Hari ini aku akan mengadu nyawa dengan kalian!" katanya sepatah demi sepatah.
Dia langsung menyerang beberapa orang Tiat Ciang Pang. Ternyata mereka adalah para paman gurunya, maka terjadilah pertarungan sengit di antara mereka.

Sedangkan Sui Cing Cing cepat-cepat mendekati Ouw Yang Hong.

"Tuan besar, bagaimana keadaanmu? Tidak apa-apa?1' tanyanya dengan cemas sambil menatapnya.

Ouw Yang Hong mengangguk, kemudian berkata dengan sengit. "Bunuh! Bunuh!"
Sui Cing Cing segera memberi aba-aba kepada para anak buahnya. "Bunuh mereka!"
Belasan wanita itu langsung menyerang orang-orang Tiat Ciang Pang. Sudah barang tentu keenam orang Tiat Ciang Pang yang sedang mengadu Iwee kang dengan Ouw Yang Hong itu menjadi kewalahan sekali. Mereka terpaksa menarik kembali Iwee kang masing-masing, lalu melayani belasan wanita yang melancarkan serangan dengan senjata dan tangan kosong itu.

Di antara para wanita itu yang tidak ikut menyerang hanya Sui Cing Cing dan wanita gemuk. Apabila belasan wanita itu kewalahan menghadapi keenam orang Tiat Ciang Pang, barulah mereka turun tangan membantu.

Setelah belasan wanita itu menyerang, Ciu Cian Jen menjadi senggang. Dia melihat keadaan di tempat itu seraya berkata dalam hati. Kelihatannya para wanita itu akan bertarung seimbang dengan orang-orang Tiat Ciang Pang, namun mungkin juga mereka akan mati di sini. Sedangkan para paman guru juga berada di sini semua. Mereka berniat jahat terhadapku. Mengapa aku harus berlaku sungkan terhadap mereka? Aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuh mereka, agar diriku tetap menjadi ketua. Pasti para anggota Tiat Ciang Pang tidak berani menentangku!
Kemudian dengan mendadak dia melancarkan sebuah pukulan ke arah punggung salah seorang Tiat Ciang Pang, yang sedang bertarung itu.

Buuuk!

Orang itu langsung muntah darah. Ketika melihat yang menyerangnya adalah Ciu Cian Jen, dia langsung menuding seraya berkata terputus-putus.

"Kau . . . bagus . . . bagus sekali..."

Orang itu tidak dapat melanjutkan ucapannya karena telah roboh dan nafasnya putus seketika.

Sui Cing Cing tidak tahu siapa Ciu Cian Jen. Namun ketika melihat Ciu Cian Jen membunuh salah seorang Tiat Ciang Pang, dia langsung bertepuk tangan sambil tertawa gembira.

"Bagus! Bagus! Pukulanmu sungguh bagus!" serunya.

Sementara pertarungan itu terus berlangsung dengan seru dan sengit. Kini hanya tersisa empat orang. Keempat orang itu tampak gugup. Kelihatannya mereka ingin melarikan diri, namun tidak ada kesempatan karena belasan wanita itu terus mengepung mereka.

Mendadak salah seorang Tiat Ciang Pang mendekati Sui Cing Cing, sekaligus ingin membokongnya. Akan tetapi, Ciu Cian Jen bergerak cepat melancarkan sebuah pukulan ke arah orang itu.

Buuuk!

Orang itu terpental lalu jatuh. Salah seorang anak buah Sui Cing Cing langsung menusuknya dengan pedang.

"Aaaakh . . .!"

Orang itu menjerit, dan tak lama kemudian nyawa pun melayang. Kini hanya tinggal tiga orang. Mereka bertiga saling memandang, rupanya ingin melarikan diri, namun tak ada kesempatan.

Sui Cing Cing memandang ketiga orang itu sambil tertawa.

"Lebih baik kalian cepat-cepat berlutut, mungkin tuan besar kami akan mengampuni kalian!" katanya dengan nyaring.

Ketiga orang itu membentak gusar, lalu serentak menyerang wanita itu dengan sengit.

Mereka mengira Sui Cing Cing akan berkelit, maka mereka akan menerjang ke luar untuk melarikan diri. Akan tetapi, wanita itu justru tahu akan maksud tujuan mereka. Dia tidak berkelit, sebaliknya malah mengayunkan pedangnya menyerang salah seorang dari mereka. Serangan tersebut justru menahan orang itu, sedangkan yang lain menyingkir ke arah Ciu Cian Jen dan ke arah belasan wanita itu. Orang yang menyingkir ke arah belasan wanita itu, langsung melancarkan sebuah pukulan pada wanita yang berdiri di paling depan. Wanita itu tidak menduga akan adanya serangan, maka dia ingin berkelit tapi terlambat.

Duuuk!

Sebuah pukulan telak mengenai dadanya. Tubuh wanita itu terpental lalu jatuh. Mulutnya menyemburkan darah segar, dan tak lama kemudian nyawanya pun melayang.

Betapa gusarnya Sui Cing Cing. Dia membentak seraya melesat ke arah orang itu, sekaligus menyerangnya dengan pedang.

Di saat bersamaan, Ciu Cian Jen juga melancarkan sebuah pukulan ke arah orang itu. Terdengar suara jeritan menyayat hati, ternyata orang itu terhantam pukulan yang dilancarkan Ciu Cian Jen.

Orang itu terpental ke arah salah seorang wanita yang memegang golok. Dengan gerakan reflek, wanita itu mengayunkan goloknya menyabet leher orang itu.

Serrrt!

Tampak cahaya golok itu berkelebat, dan seketika putuslah leher orang itu, sehingga kepalanya jatuh dan kemudian menggelinding di tanah.

"Auuuh!" jerit wanita itu.

Dia sama sekali tidak berani melihat kepala yang menggelinding itu.
Sementara Ciu Cian Jen tidak berhenti sampai di situ. Dia membantu Sui Cing Cing, melancarkan beberapa pukulan ke arah orang itu. Bukan main terkejutnya orang itu. Dia berusaha berkelit tapi sebuah pukulan telah bersarang di dadanya.

Duuuk!

Orang itu terpental jatuh. Di saat bersamaan, Sui Cing Cing menusukkan pedangnya dan tepat mengenai dada orang itu hingga tembus.

Kini hanya tersisa beberapa orang yang mengadu Iwee kang dengan Ouw Yang Hong. Tampak ubun-ubun mereka mengeluarkan uap. Walau mereka diam di tempat, namun sudah melihat kejadian itu. Maka sudah barang tentu mereka menjadi gugup, panik dan tercekam rasa takut. Apalagi mereka melihat belasan wanita itu berjalan mendekati mereka, membuat mereka semakin cemas.

Sui Cing Cing memandang Ouw Yang Hong.

"Tuan besar, mereka sudah seperti orang mati. Tidak perlu kita mengadu Iwee kang lagi dengan mereka. Lebih baik simpan tenagamu untuk meng hadapiku dan sembilan wanita ini!"

Ouw Yang Hong mendongakkan kepala, lalu melototinya. Sui Cing Cing langsung diam, tidak berani bersuara lagi, hanya meleletkan lidahnya saja.

Wanita-wanita itu mendekati Bokyong Cen. Ternyata Bokyong Cen masih dalam keadaan pingsan, tapi tetap memeluk bayinya erat-erat. Salah seorang wanita ingin menggendong bayi itu, namun Bokyong Cen yang dalam keadaan pingsan, sama sekali tidak mau melepaskannya, sehingga wanita itu terpaksa membiarkannya.

Sui Cing Cing tahu bahwa Ouw Yang Hong amat mengkhawatirkan Bokyong Cen dan bayinya. Setelah menengok Bokyong Cen dan bayi itu, dia segera mendekati Ouw Yang Hong.

"Tuan besar, legakanlah hatimu! Dia memang terluka tapi tidak apa-apa, sedangkan bayi itu sudah pulas."

Begitu mendengar ucapan itu, giranglah hati Ouw Yang Hong. Semula dia mengira bahwa Bokyong Cen dan anaknya itu telah mati, namun ternyata kedua-duanya masih hidup. Akan tetapi, dia tetap ingin membunuh keenam orang Tiat Ciang Pang yang mengadu Iwee kang dengannya.

Mendadak Ouw Yang Hong mengerahkan Iwee kangnya hingga pada puncaknya. Mulutnya me-ngeluarkan suara 'Krok! Krok! Krok!' Lalu mendorongkan sepasang tangannya ke depan seraya membentak.

"Kalian semua harus mampus!"

Bukan main dahsyatnya tenaga dorongan itu.

Keenam orang lawannya terdorong ke belakang hingga membentur tembok. Namun tiada seorang pun yang terluka parah. Ternyata Ouw Yang Hong juga sudah kehabisan tenaga.

Ouw Yang Hong bangkit berdiri, lalu memandang Sui Cing Cing seraya berkata.
"Cepat! Cepat! Cepat gendong bayi itu kemari, aku ingin melihatnya!"

Para penghuni Perkampungan Pek Tho San Cung sama sekali tidak tahu hubungan Ouw Yang Hong dengan Bokyong Cen, begitu pula dengan Sui Cing Cing dan wanita-wanita lain. Mereka hanya tahu bahwa Bokyong Cen adalah kakak iparnya. Ketika melihat Ouw Yang Hong begitu menaruh perhatian pada Bokyong Cen dan bayi itu, hati mereka amat terharu sekali. Mereka justru tidak tahu, bayi itu adalah anak atau darah daging Ouw Yang Hong.

Sui Cing Cing segera menggendong bayi itu, kemudian diperlihatkan pada Ouw Yang Hong.

Betapa girangnya Ouw Yang Hong. Dipandangnya bayi itu seraya bergumam perlahan-lahan.

"Ouw Yang Kek! Ouw Yang Kek! Kau adalah generasi penerus dari keluarga Ouw Yang. Kau juga majikan muda Perkampungan Pek Tho San Cung. Kau akan malang melintang di kolong langit. Siapa berani melawanmu?"

Dipandangnya bayi itu dengan penuh kasih sayang, berbeda dengan hari-hari biasa.
Mendadak Sui Cing Cing bertanya.

"Tuan besar, mau diapakan orang-orang Tiat Ciang Pang itu?"

Sementara keenam orang itu masih tergeletak di tanah. Nafas mereka masih lemah. Mereka me mandang Ouw Yang Hong dengan terbelalak, tidak bersuara sama sekali.

"Mereka harus dibunuh semua!"

Sui Cing Cing mengangguk, lalu segera memberi perintah kepada para anak buahnya. Seketika para anak buahnya mengayunkan senjata masing-masing ke arah enam orang itu. Mereka berenam ingin melawan, tapi badan mereka masih lemah, tidak kuat melakukan perlawanan.

Ouw Yang Hong menggendong anaknya sambil tertawa dingin.

"Nak, kau harus seperti diriku, jangan menghiraukan omongan orang lain maupun peraturan rimba persilatan! Apa yang harus dikerjakan, kerjakan saja!" katanya.
Usai berkata, Ouw Yang Hong lalu pergi menengok Bokyong Cen. Tampak Bokyong Cen meringkuk di tanah. Wajahnya pucat pias, karena kehilangan banyak darah ketika melahirkan, ditambah bagian dadanya terpukul, sehingga membuatnya menderita luka dalam yang amat parah.

Ketika menyaksikan Bokyong Cen yang begitu mengenaskan, timbullah rasa iba dalam hatinya.

"Kakak ipar! Kakak ipar . . .!" serunya dengan sekeras-kerasnya.

Bokyong Cen tidak menyahut. Oleh karena itu Ouw Yang Hong segera meraba hidungnya. Ternyata masih ada sedikit nafas. Namun bisa ditolong atau tidak, Ouw Yang Hong sama sekali tidak tahu. Kemudian dia berkata dalam hati. Memang bangsat Tiat Ciang Pang! Aku harus membunuh mereka semua! Kalau tidak, rasa dendamku tidak akan hilang selamanya!

Ouw Yang Hong mendekati orang-orang Tiat Ciang Pang yang dalam keadaan terkepung belasan wanita itu, lalu dipandangnya sambil tertawa dingin.
Salah seorang Tiat Ciang Pang itu melihatnya, langsung berteriak-teriak sambil menudingnya.

"Ouw Yang Hong, kau telah mencelakai Tiat Ciang Pang! Aku jadi setan pun tidak akan melepaskanmu!"

Usai berteriak-teriak, mendadak orang itu mengangkat sebelah tangannya untuk menghantam ubun-ubunnya sendiri.

Plaaak!

Tanpa mengeluarkan suara jeritan, orang itu langsung roboh binasa, otaknya berhamburan ke mana-mana.

Ouw Yang Hong tertawa dingin, kemudian memandang yang lain seraya berkata sepatah demi sepatah.

"Kalian memang gagah dan tidak takut mati! Aku memang harus menuruti kemauan kalian!"

Ouw Yang Hong melancarkan sebuah pukulan ke arah mereka. Seketika terdengar suara jeritan.

Ternyata mereka roboh dan tak bernyawa lagi.

Kini pihak Tiat Ciang Pang hanya tersisa satu orang, yaitu Ciu Cian Jen. Ouw Yang Hong meng-hampirinya dan memandangnya seraya bertanya.

"Mengapa kau mau membantuku?"

"Aku tidak membantumu, hanya menyelamatkan dan membantu diriku saja," sahut Ciu Cian Jen dengan dingin.

Ouw Yang Hong tertawa. Kelihatannya dia mulai merasa suka pada Ciu Cian Jen, ketua haru Tiat Ciang Pang itu, bahkan juga tahu bahwa Ciu Cian Jen berkata sesungguhnya. Apabila orang-orang Tiat Ciang Pang itu masih hidup, pasti Ciu Cian Jen tidak bisa menjadi ketua, bahkan mungkin nyawanya pun akan melayang di tangan mereka.

Ouw Yang Hong berkata perlahan-lahan. "Ciu Cian Jen, para jago tangguh Tiat Ciang Pang berjumlah delapan belas orang, boleh dikatakan semuanya mati di tanganku. Kalau kau ingin menuntut balas, hari ini merupakan kesempatan yang amat baik bagimu. Silakan turun tangan.”

"Ouw Yang Hong, aku mau bunuh kau, tentunya bukan di saat ini! Almarhum pangcu menyuruhku menjaga Nona Bokyong, namun tidak ku laksanakan dengan baik. Aku merasa amat malu. Mengenai orang-orang Tiat Ciang Pang ini, boleh dikatakan adalah tingkatan tuaku, tapi mereka tidak menuruti perintahku sebagai ketua baru, berarti mereka adalah pengkhianat, harus dihukum mati. Kini mereka sudah mati, itu memang merupakan hukuman bagi mereka," sahut Ciu Cian Jen.

Ketika mendengar kata-kata Ciu Cian Jen itu, Ouw Yang Hong tahu bahwa Ciu Cian Jen tidak berniat bermusuhan dengannya, maka dia diam saja.

Sedangkan Ciu Cian Jen juga tidak mau bicara. Dia hanya berjalan mendekati mayat gurunya yang berada di atas tumpukan kayu, lalu bersujud.

"Suhu, susiok dan sucou telah mati, itu merupakan hukuman bagi mereka. Mulai sekarang, Tiat Ciang Pang pasti punya harapan yang baik dan cemerlang," kalanya.
Setelah bersujud dan berkata begitu, Ciu Cian Jen lalu menyalakan kayu-kayu itu untuk membakar mayat gurunya.

Berselang beberapa saat, mayat Siangkoan Wie sudah terbakar menjadi abu. Ciu Cian Jen melepaskan baju luarnya untuk membungkus abu gurunya. Sesudah itu, dia berjalan pergi tanpa pamit kepada siapa pun.

Sementara Ouw Yang Hong terus berdiri ter-mangu-mangu di hadapan Bokyong Cen. Berselang sesaat, dia menyerahkan bayi itu kepada Sui Cing

Cing kemudian mendekati Bokyong Cen sekaligus memeluknya erat-erat.

"Cepatlah kau sadar! Cepatlah kau sadar!" teriaknya.

Setelah berteriak, Ouw Yang Hong lalu duduk dan menaruh Bokyong Cen di pangkuannya. Setelah itu, dia menotok beberapa jalan darah Bokyong Cen dan menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh wanita itu.

Beberapa saat kemudian, Ouw Yang Hong menatapnya seraya bergumam.

"Apa yang kau katakan memang benar, apa yang kau katakan memang benar! Kau bilang harus jadi orang baik, jangan membunuh orang lagi. Kalau begitu, aku tidak akan membunuh orang lagi. Mereka pun tidak mampu membunuhku, juga tidak bisa membunuhmu maupun membunuh anak Kek. Kalau masih ada aku, siapa pun tidak akan berani mengganggu kalian."

Ouw Yang Hong terus memandang Bokyong Cen yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Dia menghela nafas panjang.

Di saat bersamaan, mendadak Bokyong Cen mengeluarkan sedikit suara dan perlahan-lahan siuman. Sepasang tangannya meraba kesana kemari. Kelihatannya dia mencari sesuatu, tetapi justru tidak berhasil merabanya.

"Anakku! Anakku! Dimana anakku?" teriaknya.

Ouw Yang Hong cepat-cepat memberi isyarat kepada Sui Cing Cing, agar bayi itu segera dibawa ke hadapan Bokyong Cen.

Sui Cing Cing mengangguk, dan langsung membawa bayi itu ke hadapan Bokyong Cen yang masih, meraba kesana kemari. Bokyong Cen berhasil meraba bayi itu, dan juga tahu bahwa di dekatnya ada wanita lain.

"Siapa dia? Siapa dia?" tanyanya. "Dia bukan Cah Liau Ting! Dia bukan Cah Liau Ting!" Dia tampak cemas sekali. "Ouw Yang Hong, Ouw Yang Hong!"

Ouw Yang Hong menjulurkan tangannya memegang lengan Bokyong Cen.

"Aku di sini. Aku di sini," sahutnya dengan lembut.

"Ouw Yang Hong, kau jangan menyerahkan anakku kepada wanita lain! Kau ... kau yang harus merawatnya! Kau dengar tidak?"

Ouw Yang Hong manggut-manggut sambil memandang Bokyong Cen. Sepasang matanya buta, itu tidak lain demi dirinya. Teringat akan kejadian itu, tanpa sadar Ouw Yang Hong mengucurkan air mata, kemudian memeluknya erat-erat sambil menangis terisak-isak.

"Kau . . . kau menangis? Kau menangis?" kata Bokyong Cen dengan lembut.

Ouw Yang Hong membelai rambut Bokyong Cen. Wajah wanita itu tampak semakin pucat dan nafasnya mulai memburu. Menyaksikan itu, Ouw Yang Hong segera berkata.

"Aku tahu bagaimana pikiranmu. Kau mau pergi, karena tidak bersedia bersamaku. Tapi sekarang kau sudah punya anak. Kau boleh tinggal bersama bayi itu di dalam Perkampungan Pek Tho San Cung. Aku tidak akan kesana mengganggumu, namun ijinkanlah aku mengintip bayi itu! Kau tidak boleh ke markas Tiat Ciang Pang, sebab mereka bukan orang baik, tentunya akan menghinamu.”

Perlahan-lahan Bokyong Cen mengangkat sebelah tangannya untuk mengusap wajah Ouw Yang Hong.

"Ketika kita berada di gurun pasir, aku sudah tahu bahwa kau orang baik. Tapi kenapa kau melakukan perbuatan jahat? Aku tidak akan pergi ke markas Tiat Ciang Pang. Nafasku sudah memburu, tidak mungkin aku bisa pergi." Bokyong Cen berhenti sejenak, kemudian melanjutkan dengan suara lemah. "Ouw Yang Hong, aku ingin memohon padamu, janganlah kau tolak .. ."

Ouw Yang Hong manggut-manggut.

"Aku tidak akan menolak. Apa pun permohonanmu, .uku pasti mengabulkannya."
Bokyong Cen tersenyum, lalu berkata perlahan-lahan dan suaranya semakin lemah.

"Kau jangan memberitahu anak Kek, bahwa kau adalah ayah kandungnya! Seumur hidupmu hanya boleh .memanggilnya keponakan ..."

Ouw Yang Hong sedih sekali.

"Mengapa anak Kek tidak boleh memanggilku ayah? Dia adalah darah dagingku, mengapa dia tidak boleh tahu itu?" tanyanya dengan suara gemetar.

Bokyong Cen terbatuk-batuk beberapa kali. Tampak darah mengalir keluar dari mulutnya. Kemudian dia '.^rsenyum sedih.

"Bagaimana kalau dia tahu tentang kakakmu dengan Pek Bin Lo Sat, etan bagaimana pandangan-nya terhadapmu denganku? Dia adalah seorang anak, apakah dia dapat bertahan tentang semua itu? Seandainya dia.tahu, lalu bagaimana dia jadi orang di dunia persilatan?"

Ouw Yang Hong terdiam, namun berkata dalam hati, mulai sekarang dia bukan lagi seorang diri yang bisa pergi sesuka hatinya, sebab dia sudah mempunyai Ouw Yang Kek, dia harus membesarkannya. Apabila Ouw Yang Kek tidak mengerti akan urusannya dengan Ouw Yang Coan, tentunya akan menimbulkan berbagai macam masalah bagi dirinya. Oleh karem» itu, Ouw Yang Hong berkata.

"Legakaniah naifmu, selamanya aku tidak akan memberitahukan pada Ouw Yang Kek tentang hal yang sebenarnya!"

Nafas Bokyong Cen semakin memburu, dan wajahnya sudah pucat pias sekali. Tiba-tiba Bokyong Cen menggenggam tangan Ouw Yang Hong erat-erat, bibirnya bergerak-gerak seakan ingin mengucapkan sesuatu, namun sudah tidak dapat mengeluarkan suara.

"Kau mau bicara apa?" tanya Ouw Yang Hong.

Bibir Bokyong Cen terus bergerak, tapi tetap tidak dapat mengeluarkan suara. Ouw Yang Hong segera menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuhnya, barulah Bokyong Cen dapat mengeluarkan suara lirih.

"Rawat . . . rawat Ouw Yang Kek . . . rawat . . . rawat dia . . . baik . . . baik .. .!"

Ouw Yang Hong mengangguk dan mengangguk lagi. Tangan Bokyong Cen yang menggenggam lengan Ouw Yang Hong terlepas perlahan-lahan.

"Bokyong Cen! Bokyong Cen ...!" teriak Ouw Yang Hong.

Bokyong Cen diam. Ternyata nafasnya sudah putus. Apabila Bokyong Cen tidak mati, pasti Ouw Yang Hong tidak akan melakukan kejahatan lagi. Dia akan menjadi orang baik. Akan tetapi, Bokyong Cen justru mati.

Ouw Yang Hong menggendong Bokyong Cen, lalu perlahan-lahan berjalan ke luar meninggalkan kuil tua itu sambil bergumam.

"Kau ikut aku pulang, ikut aku pulang saja! Aku akan terus berlatih Ha Mo Kang dan Hong Hoang Lak, sebab lima tahun yang akan datang aku akan ke Gunung Hwa San bertanding dengan Ong Tiong Yang, Toan Hong Ya, Oey Yok Su dan Ang Cit Kong. Lihatlah, apa aku yang akan meraih gelar jago nomor wahid di kolong langit? Aku Ouw Yang Hong pasti berhasil meraih gelar itu . .."

Ouw Yang Hong terus berjalan menuju Perkampungan Pek Tho San Cung dengan membopong jasad Bokyong Cen.

Sui Cing Cing menggendong bayi itu dan wanita cantik lainnya, terus mengikuti Ouw Yang Hong dari belakang.

TAMAT

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar