Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 02

Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 02
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------

Bab 02
Oey Yok Su dan It Sok Taysu, padri muda itu berjalan bersama sambil tertawa-tawa, dan itu mencengangkan orang yang menyaksikannya, sebab padri bergaul dengan sastrawan lemah.

Mereka berdua memasuki sebuah rumah makan kemudian Oey Yok Su segera memesan beberapa macam hidangan dan arak wangi.
Ternyata It Sok Taysu tidak pantang makanan maupun minuman. Dia bersantap bersama Oey Yok Su sambil bercakap-cakap.

Oey Yok Su tampak gembira sekali. Dia terus menceritakan tentang Pulau Tho Hoa To yang amat indah menakjubkan, tentang telaga pedang dan lain sebagainya.
It Sok Taysu terus mendengarkan, kemudian tertawa seraya berkata.

"Oey Tocu, lebih baik kau jangan menceritakan itu lagi! Kalau kau melanjutkan, bisa-bisa aku akan terpengaruh dan sehutanku It Sok pun harus diganti."
Oey Yok Su tampak tertegun.

"Kau menceritakan tentang Pulau Tho Hoa To yang begitu indah, sehingga menyebabkanku ingin ke sana melihat-lihat. Bukankah telah menambah niatku? Karena itu, sehutanku harus diganti dengan Toh Sok Taysu (Padri Banyak Niat) kan?"
"Ha ha ha!" Oey Yok Su tertawa gelak. It Sok Taysu pun ikut tertawa.
Setelah itu, Oey Yok Su menaruh setael perak di atas meja dan mereka berdua meninggalkan rumah makan itu.

Ternyata hari sudah malam. Tampak bulan bersinar terang dan angin pun bertiup sepoi-sepoi.

Oey Yok Su dan It Sok Taysu memasuki sebuah rimba, lalu duduk berhadapan di atas sebidang tanah dan mulai bercakap-cakap lagi.
"It Sok Taysu, kali ini aku datang di kotaraja. Aku senang sekali dan beruntung bertemu Taysu yang memiliki ilmu It Yang Ci," kata Oey Yok Su.
It Sok Taysu tersenyum.

"Oey Tocu terlampau memuji, pada hal ilmu It Yang Ci dari Tayli tak dapat dibandingkan dengan ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu milik Oey Tocu."
Saat itu, Oey Yok Su dan It Sok Taysu bercakap-cakap dengan sungkan. Namun mendadak terdengar seseorang menyahut lantang.

"Kentut! Kentut! Betul-betul merupakan kentut! Semua orang tahu di kolong langit terdapat beberapa orang yang suka kentut, tidak tahunya di sini pun terdapat orang yang mengeluarkan kentut!"

Oey Yok Su dan It Sok Taysu tesentak, sebab berdasarkan kungfu yang mereka miliki, kalaupun ada sebatang jarum jatuh di sekitar tempat itu, mereka pasti mendengarnya, apalagi orang. Tapi mereka berdua justru tidak tahu akan keberadaan orang itu di situ, tentunya membuat mereka berdua terkejut sekali.
Mereka berdua bagkit berdiri, lalu menengok ke sana ke mari. Di bawah sinar rembulan, tampak seseorang duduk di atas dahan pohon, memandang mereka berdua dengan mata melotot.

Rupa orang itu agak aneh. Dia mengenakan pakaian kumal yang penuh tambalan. Matanya terus memandang Oey Yok Su dan It Sok Taysu dengan melotot, kemudian dia tertawa seraya berkata.

"Kalian berdua merupakan orang tolol di kolong langit kan? Berbicara apa kalian di tempat ini? Yang bernama Oey Yok Su kelihatan angkuh dan menganggap dirinya tidak terikat oleh adat istiadat, justru bersama seorang padri busuk saling memuji, itu hanya merupakan kentut! Aku bilang, walau kungfu Oey Tocu amat tinggi, tapi tidak bisa disebut nomor wahid di kolong langit! Di tempat yang sepi ini saling memuji kungfu masing-masing, itu sama juga membual, mengira tiada orang mendengarnya, siapa tahu malah terdengar oleh aku seorang pengemis! Itu sih tidak apa-apa, tapi kalau terdengar oleh orang gagah di kolong langit, bukankah akan ditertawakan orang?"

Oey Yok Su memang bersifat angkuh. Ketika mendengar apa yang dikatakan pengemis itu, timbullah kegusarannya, dan dia langsung membentak keras.
"Phui! Siapa kau? Kok berani turut bicara di sini?"
Pengemis itu tertawa lalu menyahut.

"Aku tidur di sini. Ketika aku sedang tidur nyenyak, mendadak mencium semacam bau . . ."
"Pengemis, kami berdua duduk baik-baik di sini, tidak terdapat bau apa pun. Kenapa kau bilang mencium semacam bau?" kata It Sok Taysu dengan sabar.
Pengemis itu tertawa gelak.

"Ha ha ha! Kalian berdua saling mebuang kentut di sini, itu sungguh bau sekali!"
Oey Yok Su yang tadi amat gusar, ketika mendengar itu malah tertawa.
"Pengemis, turunlah! Mari kita bercakap-cakap!" katanya.
Pengemis itu tidak menolak. Dia segera meloncat turun ke sini Oey Yok Su dan It Sok Taysu, lalu duduk.

"Kalian berdua, seorang adalah padri dan seorang lagi orang biasa. Kini bertambah aku si Pengemis, pasti menggembirakan sekali!" katanya sambil tertawa.

Oey Yok Su dan It Sok Taysu tertegun, Mereka berdua tahu, pengemis itu bukan pengemis biasa. Keduanya menatapnya dengan penuh perhatian, sepertinya ingin tahu siapa sebetulnya pengemis itu.
Pengemis tersebut masih muda, berusia tiga puluhan. Wataknya kasar, tapi tampak jujur.

Ketika mengetahui Oey Yok Su dan It Sok Taysu memperhatikannya, dia tertawa seraya berkata.
"Kalian berdua bukannya makan enak dan tidur nyenyak di kota, namun justru malah ke mari untuk saling memuji. Bukankah kalian berdua sudah gila?"
"Kau melihat kami adalah orang gila, kami pun melihatmu adalah orang gila pula. Urusan di dunia bagaikan asap, sulit dikatakan," sahut It Sok Taysu.
Pengemis itu tidak mengerti akan makna ucapan It Sok Taysu, maka dia berkata lantang.

"Taysu tidak perlu memberi ajaran Buddha kepadaku, sebab aku paling pusing terhadap kalian para padri! Kalian selalu mengatakan segala-galanya kosong, itu omong kosong yang tidak karuan, aku tidak mau dengar!"
Oey Yok Su dan It Sok Taysu saling memandang sejenak. Mereka berdua tahu, bahwa dia bukan pengemis sembarangan, dan kepandaiannya juga pasti tinggi.

Namun mereka berdua berpikir, dalam Kay Pang (Perkumpulan Para Pengemis) terdapat pengemis yang macam apa? Mereka berdua yang satu datang dari Tayli, yang satu lagi datang dari Pulau Tho Hoa To di Laut Timur, tentunya tidak tahu tentang Kay Pang, hanya tahu pengemis itu bukan orang biasa.

Tapi kemunculannya, justru telah mengganggu kegembiraan Oey Yok Su dan It Sok Taysu. Pada hal mereka berdua merasa puas dan saling memuji mengagumi kepandaian pihak lain, tak menyangka akan muncul seorang pengemis yang memutuskan percakapan mereka.

Berselang sesaat, Oey Yok Su berkata.

"Pengemis, mau apa kau ke mari? Apakah ingin bercakap-cakap dengan kami?"
"Siapa mau mendengar bualan kalian? Ketika hari gelap, aku memasuki dapur istana, mencuri makan hidangan kaisar. Kini aku sudah kenyang, bagaimana punya waktu bercakap-cakap dengan kalian? Di saat aku baru mau pulas, justru ter-ganggu oleh bualan kalian! Kalau tidak, saat ini aku sudah tidur nyenyak!" sahut pengemis itu.
It Sok Taysu memandangnya seraya berkata.

"Menurutku, alangkah baiknya kau pergi tidur karena sudah kenyang, kami berdua masih ingin bercakap-cakap!"
Pengemis itu bersin beberapa kali, lalu menyahut dengan suara keras.
"Baik, baik! Aku akan tidur, kalian berdua boleh melanjutkan bualan itu! Aku orang tua tidak akan mencampuri urusan kalian berdua!"
Pada hal sesungguhnya, pengemis itu baru berusia tiga puluhan, tapi menyebut dirinya 'orang tua', itu membuat Oey Yok Su tertawa geli dalam hati.
Usai berkata, pengemis itu membaringkan dirinya, dan tak lama sudah terdengar suara deng-kurannya.

Sedangkan Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap duduk berhadapan, hanya saja di hadapan mereka terdapat seorang pengemis kotor yang sudah pulas..
It Sok Taysu memandang Oey Yok Su. Dia manggut-manggut seraya berkata.

"Oey Tocu berjodoh dengan Sang Buddha, mengapa tidak mau menjadi padri?"
Oey Yok Su tersenyum, kemudian berkata.

"Kalau Hud Couw (Sang Buddha) masih berada di dunia, juga akan seperti Yok Su, tidak memperoleh kesenangan dunia. Bagaimana mungkin aku masuk ke pintu kosong menjadi padri?"

It Sok Taysu memang sudah dalam mengenai ajaran-ajaran Buddha. Dia tahu bahwa yang diucapkan Oey Yok Su itu masuk akal. Maka padri muda itu merasa sayang. Oey Yok Su tidak mau memasuki pintu kosong.

"Oey Tocu, cepat atau lambat kau pasti akan berada di dalam pintu kosong." It Sok Taysu ter-senyum. "Sakarang bagaimana kalau kita mem-bahas soal ilmu pengetahuan?"

Mendengar itu, Oey Yok Su tertawa gelak.

"Ha ha ha! Baik, baik!" Kemudian Oey Yok Su membaca sebuah syair. "Bunga Persik mekar tiap tahun, orang pun segar tiap tahun."
It Sok Taysu manggut-manggut.

"Segala apa pun sudah merupakan suratan takdir, hidup tak perlu mengeluh maupun putus asa. Siang dan malam silih berganti, hidup memang banyak cobaan, kalau tiada cobaan, itu bukan hidup."
Oey Yok Su manggut-manggut. "Betul."

"Hidup ada batasnya, dari mana kita datang, di situlah akan kita pergi," kata It Sok Taysu lagi. Oey Yok Su tertawa.

"Ha ha! Taysu adalah seorang padri, namun masih belum bisa terlepas dari urusan keduniawian!"

It Sok Taysu tersenyum, lalu diam tidak ber-kata apa-apa lagi.
Oey Yok Su menatapnya, namun tidak bisa menyelami isi hati padri muda itu, oleh karena itu, dia pun diam.

Berselang sesaat, Oey Yok Su mengeluarkan sebatang suling. Suling itu memancarkan cahaya kehijau-hijauan, ternyata suling giok.
Begitu melihatnya, It Sok Taysu tahu bahwa suling itu suling pusaka yang amat berharga.

"Oey Tosu, di tanganmu memegang suling giok. mengapa tidak dibunyikan?"
Oey Yok Su tidak menyahut, melainkan lang-sung menaruh suling itu pada bibirnya, kemudiaa mulai meniup.

Terdengarlah alunan suara suling yang amal merdu, namun benada sedih seakan menutur tentang penderitaan manusia.
It Sok Taysu mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya dirinya pun tenggelam dalam alunan suara suling itu.

Di depan mata Oey Yok Su sepertinya muncul Pulau Tho Hoa To. Ketika masih kecil, ayahnya sudah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan beberapa pelayan di pulau itu. Sejak kecil dia sudah belajar ilmu silat tingkat tinggi. Dia pun tahu kepandaiannya amat tinggi, sulit mencari tandingannya di kolong langit. Sebelumnya tak terpikirkan olehnya akan punya kawan, dan tak terpikirkan akan meninggalkan Pulau Tho Hoa To.

Setelah ibunya meninggal, dia hidup kesepian hampir sepuluh tahun di pulau tcrsebi Dalam sepuluh tahun itu, dia hanya memandang ombak dan meniup suling serta melatih ilmu silat yang dimilikinya.

Dia sudah menjadi jago tangguh yang jarang terdapat di kolong langit, namun dia terus berlatih, seakan hidupnya hanya untuk berlatih ilmu silat.
Dia pun sering berlatih ilmu ginkang di rimba bambu hijau, melesat ke sana ke mari di sana, bahkan juga berlatih ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu, ilmu pedang dan ilmu lainnya.

Oleh karena itu, saat ini begitu meniup suling, terbayanglah Pulau Tho Hoa To tempat kediamannya itu.

Berselang beberapa saat, It Sok Taysu berkata dengan suara rendah.
"Oey Tocu, begitu banyak pikiranmu, itu bukan berniat satu, melainkan banyak pikiran."

"Taysu, entah aku di Tionggoan akan melakukan pekerjaan apa?" tanya Oey Yok Su.
It Sok Taysu menatapnya. Di bawah sinar rembulan, Oey Yok Su tampak tampan dan gagah. Padri muda itu manggut-manggut seraya berkata.

"Menurutku, Oey Tocu akan mengalami hal yang menggembirakan!"
Hati Oey Yok Su tergerak ketika It Sok Taysu mengatakannya akan mengalami hal yang meng-gembirakan, namun tidak tahu hal apa itu. Oey Yok Su bersifat aneh, maka tidak mau bertanya, hanya memandang padri muda itu, seraya berkata.
"Taysu, mudah-mudahan begitu!"
It Sok Taysu tersenyum lembut.

"Oey Tocu, apakah kau punya kegembiraan untuk bermain catur denganku?"
Saat ini walau sinar rembulan cukup terang, namun tetap tidak dapat melihat jelas segala apa yang ada di depan mata.Bagaimana mungkin ber-main catur dengan It Sok Taysu? Namun karena padri muda itu yang mengajak, maka Oey Yok Su bersedia melayaninya.
It Sok Taysu menggambar sebuah catur di permukaan tanah, lalu memandang Oey Yok Su.
"Silakan!"

It Sok Taysu dan Oey Yok Su sama-sama menjulurkan sebelah tangan ke atas, tahu-tahu tangan mereka telah menggenggam sesuatu benda, yang ternyata ranting pohon.

Mereka mulai bermain catur dengan potongan ranting itu.
Entah berapa lama kemudian, hari pun sudah mulai tampak terang, namun mereka berdua masih terus melanjutkan permainan itu.
Mendadak pengemis yang tidur itu mendusin. Ketika melihat mereka berdua sedang bermain catur, dia berteriak.

"Apakah kalian berdua sudah gila? Tidak mau tidur hanya bercakap-cakap dan bermain catur!
Huh! Sungguh bau!"

Oey Yok Su dan It Sok Taysu sedang serius bermain catur, maka sama sekali tidak meladeni pengemis itu.

Pengemis itu pun tidak menghiraukan sikap mereka. Dia memandang kedua orang itu seraya berkata.
"Oh ya! Aku tahu hari ini di dapur istana terdapat hidangan lezat, kalian mau pergi menik-matinya?"

Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap serius bermain catur, sama sekali tidak menyahut.
Pengemis itu tampak gusar. Dia membanting kaki seraya berteriak-teriak sekeras-kerasnya.

"Aneh bin ajaib! Di kolong langit masih ter-dapat orang yang begini macam? Ada hidangan lezat justru tidak mau pergi menikmatinya! Sung-guh aneh!"

Walau pengemis itu terus berteriak, tapi Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap tidak memper-dulikannya, hanya terus bermain catur dengan serius sekali.
Itu membuat pengemis tersebu bertambah gusar. Dia membanting kaki lagi sambil berteriak.

"Aku akan mati saking gusar! Aku akan mati saking gusar . . .!"
Mendadak dia menjulurkan tangannya mengacak susunan catur itu, lalu pergi dan terus berteriak-teriak.

"Aku akan mati saking gusar! Akan mati saking gusar . . .!"
Oey Yok Su memandang It Sok Taysu, kemudian bertanya
"Taysu, semalam Taysu menyanyikan lagu yang bernada sedih, sebetulnya bermaksud apa?"

It Sok Taysu tersenyum lalu menyahut.

"Aku yakin Oey Tocu pasti paham."
Oey Yok Su manggut-manggut.
It Sok Taysu bangkit berdiri, lalu memandang Oey Yok Su sambil berkata.
"Oey Tocu, aku mau pergi, kita akan berjumpa kembali kelak."
Usai berkata, dia melesat pergi. Dalam sekejap dia sudah mencapai belasan depa tapi masih terdengar suara nyanyiannya.

"Langit dan bumi tiada batas, manusia hidup berapa lama? Tak merasa duluan atau belakangan, pasti ada waktunya."

Setelah itu, tidak kelihatan bayangannya lagi.
Oey Yok Su tetap duduk di tempat. Berselang sesaat barulah dia bangkit berdiri, sekaligus melangkah pergi.

Oey Yok Su tinggal beberapa hari di kotaraja. Hari ini dia datang di wisma Cui Fan, yang dulu merupakan tempat tinggal Li Su Su, wanita tuna susila yang amat terkenal. Kaisar Song Wei Cong membuat terowongan rahasia menembus ke tempat itu untuk setiap waktu menemui Li Su Su.

Kini banyak orang berkunjung ke sana dan tempat itu pun sudah bertambah indah menakjubkan. Oey Yok Su memandang wisma itu seraya membatin. Kaisar Song Wei Cong merupakan kaisar yang hobi bersenang-senang, namun harus diakui bahwa kaisar itu amat pandai, sebab tulisannya sangat indah, begitu pula lukisannya.
Di saat Oey Yok Su berdiri termangu-mangu, justru terdengar suara orang menegurnya.

"Tuan, mengapa kau berdiri bengang-bengong sambil menghela nafas di sini?"
Suara teguran itu amat nyaring dan bertenaga, maka Oey Yok Su tahu yang menegurnya bukan orang biasa.

Dia segera menoleh. Dilihatnya seorang ber-pakaian agak aneh. Pakaiannya dibuat dari kulit yang tak sedap dipandang. Orang itu terus menatap Oey Yok Su dengan mata tak berkedip.

Oey Yok Su tahu, orang itu bukan orang kota-raja. Karena pernah bersitegang dengan orang kotaraja, maka begitu melihat orang itu bukan orang kotaraja, tidak heran dalam hati Oey Yok Su timbul kesan baik terhadapnya.
Oey Yok Su tersenyum, kemudian menyahut.

"Aku menghela nafas karena menyaksikan tulisan dan lukisan Kaisar Song Wei Cong. Bukankah dia lebih baik menulis dan melukis daripada menjadi kaisar?"

"Ha ha!" Orang itu tertawa. "Kau anggap Song Wei C ong merupakan kaisar yang tak baik, namun baik dalam hal tulisan dan lukisan? Justru karena tidak bisa menjadi kaisar yang baik, maka dia berusaha baik dalam hal menulis dan melukis!" katanya.
Oey Yok Su tersentak mendengar ucapan orang itu. Dia tidak menyangka orang itu akan menyahut begitu, membuktikan bahwa orang itu bukan orang sembarangan. Dia pernah bertemu It Sok Taysu yang berkepandaian tinggi, dan luas pula pengetahuannya. Hari ini bertemu orang tersebut, juga merupakan orang yang luar biasa. Begitu meninggalkan Laut Tong Hai, dia sudah bertemu begitu banyak orang pandai, maka merasa dirinya sungguh merupakan katak dalam sumur.
Orang yang ada di depan matanya bukan hanya gagah, namun juga tampak angkuh.

Diam-diam Oey Yok Su merasa kagum padanya, lalu maju dua langkah seraya bertanya.

"Kau ke mari juga ingin melihat tulisan dan lukisan Kaisar Song Wei Cong itu?"

"Kira-kira begitulah. Dia tidak bisa menjadi kaisar yang baik, namun aku tetap mengagumi tulisan dan lukisannya. Kaum lelaki suka pelesiran, begitu pula seorang kaisar," sahut orang itu.

Usai menyahut, orang itu lalu tertawa gelak, namun tawanya kedengaran agak cabul.
Oey Yok Su mengerutkan kening. Saat itu dia baru tahu, bahwa orang itu tidak berhati lurus, pasti berasal dari golongan sesat.
Akan tetapi, Oey Yok Su justru tidak mempermasalahkan itu, sebab dia amat membenci orang yang berpura-pura berlaku sopan.

Namun Oey Yok Su juga melihat, orang itu pun bersifat jahat, kelak dia pasti membuat onar dalam rimba pesilatan Tionggoan, entah bagaimana ilmu silatnya?
Setelah berpikir sejenak Oey Yok Su tertawa seraya berkata.

"Masuk akal apa yang kau ucapkan itu. Boleh-kah aku tahu kau berasal dari mana, dan mau berbuat apa di kotaraja?"

"Aku berasal dari luar perbatasan, namaku Ouw Yang Hong, penduduk biasa di kaki Gunung Pek lho San di daerah See Hek (Bagian Barat Luar perbatasan Tionggoan)," sahut orang itu sambil tersenyum.

Hati Oey Yok Su tersentak mendengar orang itu berasal dari Gunung Pek Tho San di daerah See Hek. Sebab di daerah See Hek terdapat semacam ilmu silat yang amat tinggi dan lihay, bahkan amat ganas pula. Kaum rimba persilatan amat takut terhadap ilmu silat aliran See Hek, karena amat lihay dan ganas.

Apakah Ouw Yang Hong juga adalah jago tangguh dari daerah See Hek? Tanya Oey Yok Su dalam hati.

Kelihatannya Oey Yok Su ingin menjajal kepandaiannya, sebab begitu dia meninggalkan Laut Tong Hai baru tiba di kotaraja sudah bertemu It Sok Taysu yang berkepandaian tinggi, maka tahu di kolong langit masih terdapat jago tangguh lain-nya. Oleh karena itu, dia pun tidak berani memandang remeh terhadap Ouw Yang Hong, sebaiknya ingin menjajal kepandaiannya.
Sedangkan Ouw Yang Hong sama sekali tidak tahu, bahwa dalam sekejap di hati Oey Yok Su telah timbul niat tersebut.

Oey Yok Su memandangnya, kemudian ter-senyum seraya berkata.
"Apa yang dikatakan Saudara Ouw Yang, sungguh sedap didengar. Tapi. . . apakah Saudara Ouw Yang juga sepertiku megunjungi wisma Cui Fan?"

Ouw Yang Hong menatapnya, lalu tertawa gelak dan berkata.
"Kalua Anda tidak menganggap diriku kasar, aku senang sekali bersama Anda mengunjungi wisma Cui Fan ini."

Oey Yok Su manggut-manggut, kemudian mereka berdua berjalan ke dalam wisma Cui Fan. Betapa indahnya wisma tersebut, bahkan di sana terdapat pula berbagai macam benda antik, per-hiasan wanita dan lain sebagainya.

Menyaksikan semua itu, Ouw Yang Hong menghela nafas sambil berkata sekeras-kerasnya.

"Jadi orang kalau bisa seperti Kaisar Song Wei Cong, mati pun tidak akan menyesal!"
Para pengunjung lain tampak tertegun ketika mendengar perkataan Ouw Yang Hong. Karena pandangan mereka berbeda dengan Ouw Yang Hong. Mereka mencela Kaisar Song Wei Cong hanya tahu bersenang-senang, maka mempunyai wanita simpanan bernama Li Su Su. Pada hal kaisar sudah mempunyai begitu banyak selir yang cantik jelita, tapi masih ada main di luar. Memang tidak salah, bunga liar yang di luar lebih harum dari bunga yang ada di dalam rumah. Karena kaisar hanya bersenang-senang, sehingga kerajaan Song harus diserahkan sebagian kepada bangsa Kim.

Karena itu, para pengunjung lain memandang Ouw Yang Hong dengan penuh kebencian. Namun Ouw Yang Hong tidak merasakan itu masih tertawa seraya berkata.

"Saudara Oey, lihatlah! Kalau kau menjadi kaisar, juga harus seperti Song Wei Cong, ber-senang-senang setiap hari! Betul kan? Kita tidak boleh seperti kaisar yang bloon, cuma bangun tidur dan membaca laporan, itu tiada artinya sama sekali! Ya, kan?"
Oey Yok Su yang bersifat aneh itu, ketika mendengar Ouw Yang Hong berkata begitu dalam hatinya merasa gembira sekali.

"Ouw Yang Hong ini pasti tergolong orang luar biasa! Kalau tidak bagaimana mungkin dia berani berkata demikian di tempat ini? Namun bagaimana kepandaiannya aku harus menjajalnya," katanya dalam hati.

Kemudian dia tertawa, sambil memandang Ouw Yang Hong.
"Ha ha ha! Pengetahuan Saudara Ouw Yang amat luas, aku sungguh kagum dan salut!"

Usai berkata begitu, dia mendekati Ouw Yang Hong, kemudian mendadak bersandar di badannya sambil mengerahkan Iwee kang.
Sudah barang tentu Iwee kang yang dikerah-kannya itu menerjang Ouw Yang Hong. Karena tidak berjaga-jaga, maka Ouw Yang Hong terpental beberapa langkah.
"Saudara Oey, mengapa kau mendorongku?" teriaknya.

Oey Yok Su tertawa dalam hati dan membatin, ternyata Ouw Yang Hong tidak memiliki kepandaian apa-apa. Karena ketika Oey Yok Su mengerahkan Iwee kangnya, tidak mendapat perlawanan dari Iwee kang Ouw Yang Hong, itu pertanda Ouw Yang Hong tidak memiliki kepandaian tinggi.

Akan tetapi, mendadak Ouw Yang Hong menatapnya dengan tajam.
"Aku lihat, kali ini Saudara Oey hukan tak kuat berdiri kan?" tanyanya.
Tersentak Oey Yok Su, segera menyahut.

"Maaf! Aku . . . aku saking terpesona akan benda-benda di sini, sehingga kakiku terpeleset. Harap Saudara Ouw Yang jangan menyalahkanku!"

Ouw Yang Hong masih menatapnya sejenak, namun tidak berkata apa-apa lagi.
Seusai mengunjungi wisma Cui Fan, mereka berdua lalu mampir di sebuah rumah makan Hui Jin Lou, artinya para tamu yang makan di situ, semuanya terdiri dari orang pandai, tidak ada tamu yang bloon.

Begitu Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong memasuki rumah makan itu, seketika juga mereka tertawa gelak. Ternyata para tamu sudah dalam keadaan mabuk tidak karuan, bahkan di antaranya ada yang tergeletak di lantai.
Di sebuah meja, tampak beberapa orang masih terus meneguk arak, kemudian salah seorang dari mereka berkata.

"Seekor katak punya satu mulut, dua buah mata, empat buah kaki. Plum! Katak itu meloncat ke dalam air. Dua ekor katak punya dua mulut, empat buah mata, delapan buah kaki. Pium! Dua ekor katak itu meloncat ke dalam air. Tiga ekor katak punya tiga mulut, eh? Tiga ekor katak punya berapa mata?"

Teman-temannya menyahut ngawur, sebab mereka sudah mabuk berat. Ada yang menyahut tiga ekor katak punya lima buah mata, mengapa cuma lima buah mata? Karena salah seekor buta sebelah matanya.

Salah seorang berkata dengan suara parau. Matanya pun setengah terpejam seakan ingin tidur.
"Salah! Tiga ekor katak harus punya tujuh buah mata! Kalau tidak percaya silakan lihat. . ."

Orang itu memperlihatkan telapak tangannya, kemudian menghitung-hitung jari tangannya, namun hitungannya salah semua.

Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong tertawa terpingkal-pingkal, kemudian Oey Yok Su memandang mereka seraya berkata.
"Sungguh merupakan setan mabuk, bagaimana disebut Hui Jin (Orang Pandai)?"
Orang-orang yang sedang mabuk itu, merasa tersinggung oleh ucapan Oey Yok Su dan mereka langsung membentak.

"Siapa kalian? Kami bukan orang pandai, apa-kah kalian berdua orang pandai?"
Usai membentak, orang-orang yang dalam keadaan mabuk itu menerjang ke arah mereka berdua sambil memukul pula.

Pada hal sesungguhnya, kalau Oey Yok Su mau turun tangan, orang-orang itu pasti roboh seketika. Akan tetapi, Oey Yok Su justru tidak melakukannya, karena masih yakin Ouw Yang Hong bukan orang biasa, kelihatannya memiliki sedikit Iwee kang, hanya tidak pernah belajar Iwee kang tingkat tinggi. Mungkin juga dia berpura-pura di hadapan Oey Yok Su, agar Oey Yok Su tidak tahu dia berkepandaian tinggi. Kalau begitu, bukankah Oey Yok Su yang baru memasuki daerah Tionggoan akan tertipu olehnya? Kini dia tidak mau turun tangan, ingin melihat cara bagaimana Ouw Yang Hong menghadapi para setan mabuk itu?

Karena berpikir demikian, maka dia segera mundur. Justru menyusahkan Ouw Yang Hong, sebab orang-orang mabuk itu terus memukulnya.
Betapa gusarnya Ouw Yang Hong, dan dia membentak sekeras-kerasnya.

"Kalian kok pukul orang? Sudah gila ya?"

Walau dia membentak begitu keras, tapi orang-orang mabuk itu terus memukulnya. Ouw Yang Hong bertambah gusar karena kesakitan dan dia pun mencaci.
"Bangsat! Jahanam! Mengapa kalian memukulku?"
Ow Yang Hong pun mulai menggerakkan sepasang tangannya. Itu memang merupakan jurus-jurus ilmu silat, namun bukan jurus-jurus ilmu silat yang hebat dan lihay.

Salah seorang dari mereka yang mabuk itu tertawa dingin, dan menatapnya dengan mata merah seraya berkata.

"Bagus! Bagus! Kau harus merasakan kelihay-anku!"
Usai berkata, orang mabuk itu pun memukul Ouw Yang Hong dengan sekuat tenaganya. Duuuk!

Ouw Yang Hong terpukul jatuh di lantai. Dia mulai panik dan berteriak-teriak.
"Saudara Oey, mengapa kau masih belum mau turun tangan? Cepat hajar mereka, agar mereka tahu akan kelihayanmu!"
Oey Yok Su memandangnya. Memang Ouw Yang Hong tidak terluka parah, namun nafasnya sudah mulai memburu.

Sementara beberapa orang mabuk pun mulai memukul Oey Yok Su, tapi Oey Yok Su masih tidak mau membalas memukul mereka. Dia hanya ter-senyum sambil menyahut.

"Saudara Ouw Yang, aku masih dapat bertahan, biar mereka memukul terus!"
Sedangkan Ouw Yang Hong mulai menjerit-jerit, sebab mukanya sudah membengkak.

"Aduh! Aku akan mati dipukul! Akan mati dipukul!"

Orang-orang mabuk yang memukulnya menyahut, tapi tidak berhenti memukulnya.

"Mati ya sudah, tidak usah menjerit! Cepat katakan, tiga ekor katak punya berapa mata?"

"Kau tuh anak anjing! Ibumu punya tujuh buah mata!" sahut Ouw Yang Hong dengan gusar.

Orang itu melotot, kemudian mencaci.
"Makmu punya tujuh buah mata, punya tiga suami!"
Teman-temannya menyambung.

"Betul! Maknya punya tujuh buah mata, punya tiga suami!"
Mereka mulai memukul Ouw Yang Hong lagi. Sedangkan para pelayan rumah makan itu tampak panik, namun mereka tidak berani meleraikan, karena takut dipukul juga.
Berselang sesaat, pakaian Ouw Yang Hong dan Oey Yok Su sudah tidak karuan, dan muka mereka pun kelihatan membengkak.

"Kalian berdua sudah tunduk?" tanya salah seorang dari mereka.
Betapa gusarnya Ouw Yang Hong. Dia menyahut dengan penuh kegusaran.
"Tunduk? Tunduk apa? Aku akan pukul mati kalian! Pukul mati kalian!"

Ouw Yang Hong menerjang ke arah mereka, sekaligus melancarkan pukulannya.
Akan tetapi, orang-orang mabuk itu pun menyerangnya, sehingga membuat Ouw Yang Hong terdesak mundur kembali sambil menjerit-jerit.
Di saat bersamaan, Oey Yok Su menyeka noda darah yang di bibirnya, kemudian berkata kepada mereka.

"Aku bernama Oey Yok Su, berasal dari Pulau Tho Hoa To di Laut Tong Hai. Aku membawa emas, harap kalian sudi memandang mukaku melepaskan temanku ini, emas yang kubawa itu akan kuberikan pada kalian!"

Walau orang-orang itu dalam keadaan mabuk, namun begitu mendengar Oey Yok Su membawa emas, seketika juga mereka berhenti memukul Ouw Yang Hong, dan salah seorang dari mereka langsung berkata,

"Baik! Baik! Kalau benar punya emas, kami pasti mengampuni kalian berdua! Tapi kalau kalian mempermainkan kami, kami pasti memukul kalian hingga mampus!"

Oey Yok Su pura-pura ketakutan, dan segera manggut-manggut lalu berkata.
"Tidak berani! Tidak berani mempermainkan kalian. Kalau tiada emas, kalian boleh memukul kami lagi!"

"Betulkah temanmu itu punya emas?" tanya salah seorang dari mereka kepada Ouw Yang Hong.

Ouw Yang Hong tertegun. Dia memandang Oey Yok Su, kelihatan diam saja. Ouw Yang Hong tahu dia mempermainkan orang-orang mabuk itu. Karena Oey Yok Su sudah naik pitam, kemungkinan besar dia akan membunuh orang-orang mabuk itu. Oleh karena itu, Ouw Yang Hong akan mencegah orang-orang mabuk itu mempercayainya.

"Sudahlah! Bagaimana mungkin dia punya emas, dia . . ." sahutnya.
Orang itu melotot.

"Apa? Dia tidak punya emas?"

"Mungkin . . . cuma hanya sedikit," sahut Ouw Yang Hong.
Orang itu tampak girang.

"Bagus! Kalau begitu, cepat berikan kepada kami! Asal ada emas, kami tidak akan pukul kalian lagi!"

Oey Yok Su tertawa dalam hati. Kelihatannya mereka sama sekali tidak tahu penyakit. Aku harus menghajar mereka! Kata Oey Yok Su dalam hati, namun tetap bersikap seolah-olah penuh ketakutan.

"Kalian jangan memukul kami! Jangan memukul kami! Aku pasti memberikan emas kepada kalian, percayalah!"
Salah seorang segera berkata.

"Baik! Kalau begitu, cepat berikan emas itu kepada kami!" kata orang itu.
Oey Yok Su mengeluarkan sebuah kantong kain, sekaligus membukanya. Begitu melihat, semua orang itu terbelalak, karena di dalam kantong kain tersebut memang berisi uang emas.

Dengan hati berdebar-debar mereka mulai menjulurkan tangan untuk mengambil uang emas itu, namun mendadak terdengar suara bentakan keras.
"Berhenti!"

Orang-orang itu tertegun dan tak bergerak lagi. Ternyata yang membentak itu adalah teman mereka yang berbadan tinggi besar.

Orang itu memandang Oey Yok Su sambil ter-tawa, lalu berkata.

"Saudara, tadi kami memang berlaku agak kasar, harap Saudara sudi memaafkan kami! Kalau kita tidak berkelahi tidak akan saling kenal. Aku ingin mengundang kalian berdua ke tempat kami. Bagaimana?"

Oey Yok Su tertawa dalam hati dan membatin. Kalian semua adalah penjahat kecil, bagaimana aku tidak tahu rencana busukmu? Hari ini kalian bertemu denganku, pasti akan mati di tanganku!

Walau berkata demikian dalam hati, namun wajahnya tetap tampak biasa.

"Tidak baik kami mengganggu kalian!" sahut-nya.

"Jangan berkata begitu, kini kita sudah menjadi teman! Ayolah! Mari kita pergi!" kata orang itu dengan ramah.
Orang itu memberi isyarat kepada teman-temannya, dan teman-temannya segera mengiring

Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong meninggalkan rumah makan itu.
Ouw Yang Hong diam saja, namun mengerti. Bagaimana mungkin Oey Yok Su akan menyerah-kan uang emasnya kepada orang-orang itu? Tentunya dia ingin menghajar mereka di tempat yang sepi. Kemudian dia menggerutu.

"Gara-gara kau ..."

Salah seorang langsung memhentak samhil memukul Ouw Yang Hong.

"Jangan hergerutu, cepat jalan!"

Ouw Yang Hong melotot, tapi tidak berani melawan.

Orang yang berbadan tinggi besar berteriak-teriak.

"Cepat jalan! Cepat jalan! Kita ke pinggir kota!"

Berselang beberapa saat mereka sudah sampai di pinggir kota.

"Berhenti, sudah sampai!" seru orang yang berbadan tinggi besar.
Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong berhenti, lalu berdua menengok ke sana ke mari. Tempat itu amat sepi dan tidak tampak sebuah rumah pun, yang terlihat hanya sebuah sungai kecil.

"Apakah di sini tempat tinggal kalian? Kok tidak ada rumah?" tanya Ouw Yang Hong.

Orang berbadan tinggi besar itu tertawa gelak, begitu pula teman-temannya, Usai tertawa, orang berbadan tinggi besar itu berkata.

"Kami tidak punya rumah, justru amat mem-butuhkan uang emas itu! Kalau tidak diberikan pada kami, bagaimana akibatnya tentunya kalian tahu!"

Mereka tertawa gelak lagi, sedangkan Oey Yok Su pura-pura melongo, memandang mereka seraya berkata.

"Ternyata kalian . . . kalian membohongi kami. Mengapa kalian membohongi kami?"
Orang berbadan tinggi besar menyahut sengit.

"Aku menghendaki nyawa kalian, cepat serah-kan uang emas itu!"
Oey Yok Su bersikap apa boleh buat, kemudian menaruh kantong uangnya ke tanah.

"Semua ada di sini, silakan kalian ambil!"

Orang-orang itu langsung menyerbu ke arah kantong uang itu. Ouw Yang Hong mengira Oey Yok Su akan segera turun tangan, tapi ternyata tidak, hanya tertegun memandang mereka.

Mereka sudah memperoleh uang emas, sehingga wajah mereka tampak gembira sekali.

Akan tetapi, mendadak orang berbadan tinggi besar itu membentak.
"Cepat taruh kembali."

Orang-orang itu terkejut, tapi tiada seorang pun menaruh uang emas itu ke bawah.
Wajah orang yang berbadan tinggi besar ber-ubah bengis, maka semua orang tampak ketakutan dan cepat-cepat menaruh uang emas itu ke tempat semula.
Oey Yok Su tertawa gembira lalu berkata.

"Bagus! Bagus! Saudara adalah orang baik, sedangkan mereka berhati tamak, aku sungguh kagum padamu!"

Orang berbadan tinggi besar menatap Oey Yok
Su.

"Kau memang bodoh, aku justru ingin mem-bunuh kalian berdua!" katanya dalam hati.

Kemudian dia tertawa dan berkata sepatah demi sepatah.

"Setelah aku melihat uang emas itu, timbullah niatku untuk membunuh kalian berdua!"

Oey Yok Su kelihatan terkejut, lalu berteriak-teriak dengan suara gemetar.
"Jangan . . . jangan membunuh kami, aku akan meuyerahkan uang emas itu kepadamu dan tidak akan ke kota melapor! Aku mohon kalian jangan membunuh kami!"

"Maaf, aku terpaksa membunuh kalian berdua! Kalau kalian ingin melapor, silakan lapor ke alam baka saja!" sahut orang berbadan tinggi besar.

Usai menyahut, dia mengeluarkan sebiah pisau vang amat tajam, lalu mendekati Oey Yok Su dan )uw Yang Hong.

Sedangkan Oey Yok Su terus memandang Ouw Yang Hong. Orang itu kelihatan tenang sekali, dia pasti mahir ilmu silat. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia kelihatan begitu tenang? Pikir Oey Yok Su.

Setelah berpikir demikian, mendadak dia berteriak-teriak.
Bukan main gusarnya orang berbadan tinggi besar itu.

"Mengapa berteriak? Kau kira akan muncul orang menolongmu?" bentaknya sengit.

"Aku memohon kepadamu ..." sahut Oey Yok Su ketakutan.
Orang berbadan tinggi besar itu tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kau mau mohon apa?"
Oey Yok Su memandang Ouw Yang Hong sejenak, kemudian menyahut.

"Aku mohon kepadamu, bunuh dia dulu! Kalau sudah melihat dia mati, aku pun tidak akan mati penasaran."

Orang berbadan tinggi besar itu manggut-manggut.

"Baik! Karena memandang uang emas itu, maka aku mengabulkan permohonanmu. Kami akan bunuh dia dulu, lalu membunuhmu!"

Dia segera mengayunkan pisaunya ke arah Ouw Yang Hong. Kalaupun Ouw Yang Hong mengerti ilmu silat, kelihatannya sulit untuk berkelit, dan dia pasti akan mati di bawah sambaran pisau tajam itu.

Oey Yok Su diam saja, tapi tangannya telah menggenggam sebuah batu kecil. Apabila pisau itu hampir mengena leher Ouw Yang Hong, barulah dia akan menyentil batu kecil itu untuk menyelamatkannya.

Akan tetapi, justru mendadak Ouw Yang Hong berteriak-teriak.

"Tidak bisa! Tidak bisa!"

Orang berbadan tinggi besar itu berhenti mengayunkan pisaunya, lalu menatap Ouw Yang Hong seraya bertanya.

"Mengapa kau bilang tidak bisa?"

"Coba kau bilang, kami berdua siapa kantong-nya yang berisi uang emas?"
Orang berbadan tinggi besar itu tertawa.

"Kantongnya yang berisi uang emas!"

Ouw Yang Hong manggut-manggut.

"Betul! Kantongnya yang berisi uang emas, kalau kantongnya tidak berisi uang emas, apakah kalian tidak akan membunuh kami?"

Orang berbadan tinggi besar dan teman-temannya tertawa gelak, kemudian salah seorang menyahut.

"Kalau kalian tidak punya uang emas, kami pun malas membunuh kalian!"

"Karena dia memiliki uang emas, sehingga menimbulkan urusan ini. Seharusnya kalan membunuhnya dulu. Bagaimana mungkin membunuhku duluan? Aku tidak punya uang emas, sungguh malang nasibku akan mati di sini. Kalau aku mati, bukankah aku akan menjadi arwah penasaran? Oleh karena itu, lebih baik kalian bunuh dia dulu!" kata Ouw Yang Hong.

Orang berbadan tinggi besar dan teman-temannya saling memandang. Di saat itulah Oey Yok Su berseru.

"Kalian ingin membunuhku duluan?"

"Betul!" sahut orang berbadan tinggi besar.

Kemudian dia menerjang ke arah Oey Yok Su sambil mengayunkan pisaunya.

Akan tetapi, mendadak Oey Yok Su mengibaskan tangannya. Orang berbadan tinggi besar itu terpental seketika, lalu jatuh ke dalam sungai.
Plum!

Tidak tampak orang berbadan tinggi besar itu timbul lagi. Bukan main terkejutnya teman-temannya. Mereka ingin kabur, tapi sudah terlambat, karena Oey Yok Su sudah mulai turun tangan terhadap mereka. Sungguh cepat gerakannya, sehingga mereka satu persatu terpental ke dalam sungai.

Kini hanya tinggal Ouw Yang Hong, yang berdiri di hadapan Oey Yok Su dengan mata terbelalak. Berselang sesaat dia berkata.

"Aku pernah dengar dari orang ketika berada di daerah See Hek, bahwa orang yang berkepandaian tinggi, begitu tangannya bergerak pasti mematikan pihak lawan. Aku tidak percaya, namun setelah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah percaya sekarang."

Oey Yok Su manggut-manggut, lalu menatap-nya seraya berkata.

"Aku bertanya kepadamu, mengapa kau menghendaki mereka membunuhku lebih dulu?"

Wajah Oey Yok Su amat tak sedap dipandang. Kalau Ouw Yang Hong tidak memberi jawaban yang memuaskannya, pasti akan turun tangan membunuhnya. Memang gampang sekali baginya membunuh Ouw Yang Hong, cukup menotok jalan darahnya saja!

Ouw Yang Hong menyahut dengan wajah tak berubah.

"Karena aku tahu kau tidak akan membiarkan mereka membunuhmu, lagi pula aku pun tahu, mereka tidak akan dapat membunuhmu."

"Bagaimana kalau mereka dapat membunuh-ku?" tanya Oey Yok Su lagi.
Ouw Yang Hong tertawa lalu menyahut.
"Kalau kau mati di tangan mereka, aku pun pasti mati pula."

Tersentak Oey Yok Su mendengar itu, sebab jawaban Ouw Yang Hong amat tepat. Dia memandangnya seraya membatin. Orang itu amat ber-bakat dan licik. Sekarang dia belum mengerti ilmu silat, namun kelak apabila dia berhenti mempelajari ilmu silat tingkat tinggi, dia akan terkenal. Apakah aku perlu membunuhnya saat ini?
Mendadak Ouw Yang Hong tertawa, dan memandang Oey Yok Su dengan mata tak berkedip.

"Ha ha! Kau sedang berpikir apakah perlu membunuhku kan?"

"Tidak salah. Aku tahu kalau aku membunuh-mu, maka kejadian hari ini tiada seorang pun mengetahuinya Katakanlah! Apakah aku perlu membunuhmu?" sahut Oey Yok Su dengan per-lahan.

Sesungguhnya Ouw Yang Hong amat tegang dalam hati, tapi ketegangannya itu tidak diperlihatkan pada wajahnya. Dia tertawa hambar seraya berkata.

"Kalau ada orang bilang, Saudara Oey adalah orang gagah di kolong langit, aku akan percaya tadi. Tapi kini, aku sudah tidak percaya lagi."

"Mengapa kau tidak percaya lagi?" tanya Oey Yok Su.

"Entah sudah berapa kali kau ingin menjajal kepandaianku. Kalau aku berkepandaian tinggi, tentunya aku sudah turun tangan. Tidak akan membiarkan bajingan-bajingan itu memukulku. Seandainya kelak aku berkepandaian tinggi, aku pasti akan bertanding denganmu, aku pasti lebih kuat darimu," sahut Ouw Yang Hong.

Oe Yok Su menatapnya dalam-dalam, kemudian mendadak tertawa gelak sambil menunjuknya.

"Lihatlah dirimu, kalau kau ke neraka bertemu Giam Lo Ong, dia pasti akan terkejut mendengar perkataanmu barusan."
Ouw Yang Hong tertawa sambil bertepuk tangan.

"Dirimu sendiri lebih mengenaskan dariku."

Terdengar suara tawa gelak, ternyata Oey Yok Su juga ikut tertawa, sedangkan Ouw Yang Hong terus tertawa hingga matanya terpejam.
Ketika matanya melek, di hadapannya sudah tidak tampak bayangan Oey Yok Su, yang terlihat hanya sungai dan rimba itu.

Ouw Yang Hong memandang sungai tesebut. Semua orang yang terpukul jatuh ke sungai, tiada seorang pun yang timbul, semuanya telah mati di tangan Oey Yok Su.
Ouw Yang Hong manggut-manggut, kemudian berkata dengan suara lantang.

"Betul! Betul! Jadi orang memang harus begitu, mengerjakan sesuatu jangan kepalang tanggung!"

Bersambung

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar