-------------------------------
----------------------------
Bab 03
Setelah berpisah dengan Oey
Yok Su, Ouw Yang Hong seorang diri kembali ke kotaraja. Dia tahu ilmu silatnya
amat rendah, maka tidak berani menimbulkan masalah, hanya ingin jalan-jalan di
kotaraja, kemudian kembali ke Gunung Pek Tho San, mencari Ouw Yang Coan
saudaranya untuk belajar ilmu silat.
Dia berjalan sambil berpikir.
Tiba-tiba melihat seorang pengemis muda yang sedang melangkah perlahan sambil
bernyanyi kecil.
"Orang sukses kau harus
kagum, jangan membiarkan masa muda berlalu begitu saja. Ketika hidup kau minum
arak wangi, punya uang makan enak. Tapi setelah mati, kau membawa apa . .
.?"
Ouw Yang Hong tahu pengemis
muda itu bukan orang biasa. Dia segera tersenyum kepadanya sekaligus
menyapanya.
"Hei! Sobat, tadi kau
bernyanyi tentang minum dan makan, kau kira semua orang yang hidup di kolong
langit, hanya minum dan makan saja?"
Pengemis itu memandang Ouw
Yang Hong dan mendadak sepasang matanya bersinar terang, lalu tertawa seraya
berkata.
"Betul! betul! Oh ya, ke
mana Oey Yok Su yang bersamamu itu?"
Pertanyaan tersebut membuat
Ouw Yang Hong tersentak kaget. Dia makin yakin pengemis itu pasti orang luar
biasa yang berkepandaian tinggi.
Kemudian Ouw Yang Hong tertawa
dan menyahut.
"Dia pergi ke tempat
tujuannya, aku pergi ke tempat tujuanku. Kau bertanya kepadaku tentang dia,
bagaimana aku tahu?"
Pengemis itu manggut-manggut,
lalu berkata.
"Kau tahu orang yang
hidup di kolong langit harus bagaimana?"
"Lihatlah diriku,
seandainya kelak aku dapat mencapai sukses, pertama-tama yang harus kulakukan,
yakni mengumpulkan beberapa gadis cantik untuk melayaniku. Menurutku itu jauh
menyenangkan daripada makan dan minum," sahut Ouw Yang Hong lalu tertawa
gelak.
Sebaliknya pengemis itu malah
menggoyang-goyangkan kepala dan bertanya.
"Namamu?"
"Namaku Ouw Yang
Hong!" jawabnya.
Pengemis itu
menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak baik, tidak baik!
Nama itu tidak baik! Dulu ada seseorang bernama Ouw Yang Siu, dia amat
terkenal. Bagaimana kalau namamu diganti Ouw Yang Siu saja?"
"Apa baiknya Ouw Yang
Siu? Dia tidak becus jadi pejabat, bahkan juga tidak pandai menulis. Di mana
letak kepandaiannya?"
Pengemis itu tertegun, lalu
menatap Ouw Yang Hong seraya bertanya.
"Kau anggap dirimu lebih
pandai darinya?"
Ouw Yang Hong tertawa lalu
menyahut.
"Bagaimana aku tidak
lebih pandai darinya? Dia hanya pandai menulis beberapa buah syair, lalu
menjadi pejabat beberapa hari."
Kelihatan Ouw Yang Hong amat
memandang rendah Ouw Yang Siu, pengemis itu menggeleng-gelengkan kepala lagi,
kemudian bertanya.
"Kau mahir kungfu?"
Ouw Yang Hong tertegun, sebab
dia paling pusing kalau ada orang mengajukan pertanyaan tersebut kepadanya.
Kalau dia jawab mahir, justru amat rendah ilmu silat yang dimilikinya.
Seandainya bilang tidak bisa, dia justru berasal dari See Hek Gunung Pek Tho
San. Pada hal ilmu silat aliran Gunung Pek Tho San amat terkenal, bagaimana
mungkin orang akan percaya kalau dia bilang tidak bisa?
Dia termenung sejenak,
akhirnya menyahut. "Cuma bisa sedikit, tidak setinggi ilmu silatmu."
Pengemis itu tertawa gelak,
lalu berkata.
"Tentu! Tentu! Apabila
ilmu silatmu lebih baik dariku, bagaimana mungkin aku si Pengemis Tua ini akan
gembira? Dan bagaimana mungkin aku akan menyuruhmu mendengarkan
perkataanku?"
Ouw Yang Hong terperangah,
sebab pengemis itu baru berusia dua puluhan, tapi menyebut dirinya 'Aku si
Pengemis Tua'. Bukankah itu aneh sekali? Tapi mungkinkah pengemis itu awet
muda?
Ouw Yang Hong terus
menatapnya, sedangkan pengemis itu tampak puas dan bangga.
"Bolehkah aku tahu
namamu?" tanya Ouw Yang Hong.
Pengemis itu tertawa sambil
manggut-manggut.
"Baik! Baik! Kau ingin
tahu namaku, sebetulnya aku cuma merupakan pengemis tua yang tak berharga,
begitu pula namaku. Tidak apa-apa kuberitahukan namaku, aku bermarga Ang dan
nomor tujuh di rumah. Orang memanggilku Ang Cit Kong, kau juga harus
memanggilku Ang Cit Kong."
Ouw Yang Hong menggelengkan
kepala.
"Tidak baik! Tidak
baik!" katanya.
Ang Cit Kong tercengang, lalu
bertanya dengan mata terbelalak.
"Mengapa tidak
baik?"
"Usiamu masih muda tapi
dipanggil Cit Kong (Kakek Ketujuh). Kalau aku bertemu orang lain, bukankah
harus dipanggil Ouw Yang Kong (Kakek Ouw Yang) juga?"
Begitu menyebut Ouw Yang Kong,
mereka berdua saling memandang, kemudian tertawa gelak. Ternyata di Pak Song
(Song Utara), orang yang amat terkenal bernama Ouw Yang Siu, semua orang
memanggilnya Ouw Yang Kong. Kini Ouw Yang Hong menyebut dirinya Ouw Yang Kong,
maka tidak heran mereka berdua tertawa gelak.
Setelah tertawa gelak, Ang Cit
Kong berkata dengan suara lantang,
"Baiklah! Kau mau
memanggilku Ang Cit atau Ang Cit Kong juga terserah! Oh ya, maukah kau ke dapur
istana mencicipi hidangan-hidangan lezat di sana?"
Ketika berbicara mengenai
dapur istana, wajah Ang Cit Kong tampak gembira sekali, tersenyum sambil
melanjutkan.
"Ouw Yang Hong, di dapur
istana amat ramai, di sana sibuk hingga malam. Tahukah kau kaisar makan berapa
kali sehari? Berapa macam hidangan yang dinikmatinya, dan ketika kaisar mau
bersantap, apa yang dibicarakan? Kau pasti tidak tahu semua itu, bukan? Kuberitahukan,
di dapur istana terdapat begitu banyak tukang masak yang terkenal.
Hidangan-hidangan yang akan disantap kaisar, terlebih dulu harus dicatat dan
lain sebadainya. Bukankah itu aneh sekali?"
Mendengar itu, Ouw Yang Hong
amat tertarik sekali. Dia berminat pergi ke dapur istana, namun kalau kurang
berhati-hati, kepala pasti akan melayang.
Ang Cit Kong menatapnya,
kemudian tertawa seraya berkata.
"Kau (akut ya? Kali itu
aku berada di dapur istana hampir sepuluh hari, sungguh menyenangkan di
sana!"
Ang Cit Kong tertawa gembira,
menunjuk Ouw Yang Hong sambil melanjutkan.
"Aku lihat kepandaianmu
tidak begitu tinggi, tapi aku pasti mengajakmu ke sana, lalu membawamu keluar
lagi. Bagaimana? Kau mau ikut?"
Ouw Yang Hong bukan orang
bernyali kecil, maka dia manggut-manggut lalu menyahut.
"Baik, Cit Kong, aku
ikut."
Setelah itu, Ouw Yang Hong
memberi hormat kepada Ang Cit Kong, dan itu membuat Ang Cit Kong terbelalak.
"Eeeh? Kenapa kau memberi
hormat kepadaku?"
"Kepandaianku memang amat
rendah, maka akan mengalami bahaya di dapur istana, harap Cit Kong
melindungiku!" sahut Ouw Yang Hong.
Karena Ouw Yang Hong terus
memanggilnya Cit Kong, tentunya amat menggirangkannya.
"Baik, Ouw Yang Hong. Kau
tidak usah kuatir, aku pasti menjagamu. Pokoknya kita akan makan
sekenyang-kenyangnya di dapur istana."
Mereka berdua terus mengobrol,
hingga tak terasa hari sudah mulai gelap. Mendadak Ang Cit Kong berubah serius.
"Ouw Yang Hong, ikut
aku!"
Ouw Yang Hong mengangguk, tapi
ilmu gin-kangnya amat rendah, maka tidak dapat berlari cepat.
Ang Cit Kong tampak tidak
sabaran. Dia langsung menyambarnya lalu mengerahkan ginkang meninggalkan tempat
itu.
Walau sebelah tangan Ang Cit
Kong menjinjing Ouw Yang Hong, namun dia masih dapat berlari bagaikan terbang.
Bukan main kagumnya Ouw Yang
Hong, kemudian dia berkata dalam hati. Kelihatannya kepandaian pengemis ini
masih di atas kepandaian kakekku. Dulu aku tidak begitu mau belajar ilmu silat,
itu sungguh merupakan kesalahan besar. Lihat Ang Cit Kong ini, dia berani ke
dapur istana mencicipi berbagai macam hidangan. Apabila aku berkepandaian
tinggi, bukankah aku dapat berbuat semaunya? Seandainya kali ini aku bisa
pulang ke Gunung Pek Tho San, aku pasti memohon kepada kakak agar mengajariku
ilmu silat tingkat tinggi. Aku ingin menjadi seorang pendekar besar.
Sementara Ang Cit Kong terus
mengerahkan ginkangnya agar cepat sampai di istana. Tentunya dia tidak tahu apa
yang sedang dipikirkan Ouw Yang Hong.
Tak seberapa lama kemudian,
sampailah mereka di belakang istana. Ouw Yang Hong yang masih dijinjing Ang Cit
Kong merasa amat tegang, dun dia pun berkata dalam hati pula. Ouw Yang Hong!
Ouw Yang Hong! Kau sungguh gegabah karena ikut seseorang yang tak dikenal ke
dapur istana. Kalau kurang hati-hati, bukankah kau akan mati? Ang Cit Kong itu
berkepandaian tinggi, apabila terjadi sesuatu, dia pasti dapat meloloskan diri.
Sedangkan kau sendiri . . . bukankah akan celaka?
Ouw Yang Hong terus berpikir
dan tahu, bahwa kemungkinan dirinya akan mati di dalam istana.
Sementara Ang Cit Kong telah
menjinjingnya meloncat ke atap istana, kemudian berkata dengan suara rendah.
"Kalau kau merasa takut
boleh tidak ikut. Aku akan menurunkanmu ke bawah, lalu kau seorang diri kembali
ke rumah penginapan."
Ucapan Ang Cit Kong itu
membuat hati Ouw Yang Hong tersinggung, lalu dia berkata dalam hati. Ang Cit
Kong! Kau hanya mahir ilmu silat, tapi di kolong langit ini masih banyak orang
yang berkepandaian tinggi! Hanya dikarenakan aku tidak mau belajar ilmu silat,
maka berkepandaian rendah. Apabila aku mau belajar, saat ini kepandaianku tidak
akan di bawahmu!
Walau Ouw Yang Hong berkata
demikian dalam hati, namun tidak diperlihatkan pada wajahnya. Kemudian dia
memandang Ang Cit Kong sambil tertawa dan berkata.
"Apakah Cit Kong tidak
mau mengajakku ke dapur istana? Pada hal tadi kau bilang, sudah sering ke dapur
istana. Apakah kau cuma membual? Lagi pula kalau kau mengajakku ke dapur
istana, mungkin akan menimbulkan bahaya, sehingga kau merasa takut. Ya,
kan?"
Mendengar itu, Ang Cit Kong
langsung melotot, dan langsung menjambak leher baju Ouw Yang Hong seraya
membentak.
"Kau bilang apa? Kau
bilang aku takut membawamu ke sana?"
"Cit Kong, aku tahu kau
adalah orang gagah dan berkepandaian tinggi. Tapi di sini adalah istana. Kalau
kau mengajakku ke dalam, apakah kau berani menjamin keselamatanku? Seandainya
aku mati di dalam istana, memang tidak apa-apa, namun akan mencemarkan namamu.
Inilah yang kusayangkan . . ." sahut Ouw Yang Hong dengan sungguh-sungguh.
Ang Cit Kong terus menatap Ouw
Yang Hong. Sepasang matanya bersinar aneh dan kemudian dia tertawa gelak.
"Ha ha ha! Baik, baik!
Kau berani memanasi hatiku, tahukah kau, aku sama sekali tidak takut apa pun?
Aku akan membawamu ke dalam istana, hingga esok aku akan membawamu keluar.
Pokoknya kau akan tahu kehebatanku."
Ouw Yang Hong tersenyum,
sedangkan Ang Cit Kong sudah menjinjingnya lagi. Ketika melayang
turun ke halaman istana, dia
berpesan. "Hati-hatilah!"
Halaman istana itu amat luas.
Setelah kakinya menginjak tanah, Ang Cit Kong segera melepaskan Ouw Yang Hong,
kemudian memungut beberapa batu kecil, sekaligus disambitkannya ke arah lentera
yang bergantung di sana. Lentera-lentera itu padam semua dan seketika terdengar
suara bentakan.
"Siapa?"
Guguplah Ouw Yang Hong. Dia
nyaris menyahut tapi mulutnya langsung dibekap Ang Cit Kong.
Tampak beberapa pengawal
istana berjalan ke luar. Mereka menengok ke sana ke mari, tidak melihat apa
pun, lalu kembali ke dalam.
Ouw Yang Hong menarik nafas
lega. Ang Cit Kong menariknya ke samping istana, lalu berendap-endap berjalan
ke belakang.
Berselang sesaat sampailah
mereka di dapur istana. Ang Cit Kong memandang Ouw Yang Hong sambil tertawa.
"Ha ha! Gampang sekali
kan? Kita sudah sampai di dapur istana!"
Pada hal sesungguhnya, Ouw
Yang Hong amat takut, tapi tetap manggut-manggut. Dia tidak mau memperlihatkan
rasa takutnya di hadapan Ang Cit Kong, sebab Ang Cit Kong pasti akan
mentertawakannya.
Ang Cit Kong mengajak Ouw Yang
Hong ke dalam, kemudian bersembunyi di tempat yang gelap.
Barulah Ouw Yang Hong berlega
hati dan mulai mengintip ke luar. Sungguh besar dapur istana itu! Di dalamnya
terdapat beberapa meja dan puluhan panci tembaga yang berisi masakan lezat.
Tampak pula beberapa orang di
sana. Ternyata mereka semua adalah tukang masak dalam istana. Salah seorang
mencicipi semacam masakan, kemudian bergumam.
"Betul tidak? Betul
tidak? Tidak! Bukan begini rasanya, salah! Salah! Bukan begini rasanya!"
Orang itu terus mengerutkan
kening, kelihatannya sedang memikirkan suatu masalah. Berselang beberapa saat,
mendadak dia melompat, lalu menyambar sayur dari atas meja, sekaligus
mengendus-endusnya.
Sementara Ang Cit Kong terus
memperhatikan orang itu. Sebaliknya Ouw Yang Hong mulai cemas. Dia ingin
mengajak Ang Cit Kong pergi, namun sulit untuk mengatakannya.
Orang itu mengambil sebuah
buku, lalu dibacanya dengan penuh perhatian. Ternyata buku tersebut adalah buku
petunjuk tentang masakan.
"Harus ditambah bumbu ini
dan itu, kemudian . . ." gumam orang itu sambil berjalan mondar-mandir.
Ouw Yang Hong menyaksikan
tingkah orang itu lalu berbisik.
"Orang itu amat rajin
belajar, apakah dia ingin menjadi pejabat?"
Ang Cit Kong tertawa dingin
lalu menyahut.
"Kau tahu apa? Dia bukan
sedang belajar, melainkan membaca petunjuk mengenai masakan. Dia tukang masak dalam
istana, membuat masakan untuk kaisar, harus hati-hati sekali, sebab kalau
terdapat kesalahan, lehernya pasti putus."
Ouw Yang Hong terperangah,
lalu diam tidak banyak bicara lagi. Sedangkan tukang masak itu mulai masak, dan
tak lama terciumlah aroma masakan yang amat harum, membuat Ouw Yang Hong
menelan air liur.
Ang Cit Kong tertawa kecil.
"Ouw Yang Hong,
bagaimana? Harum sekali kan? Karena itu, aku sering ke mari!"
Ketika Ouw Yang Hong baru mau
menyahut, mendadak terdengar seseorang berkata sambil tertawa.
"Siauw Cih Cu! Coba kau
bilang, kaisar sedang berbuat apa sekarang?"
"Maaf, budak tidak berani
mengatakannya!" sahut Siauw Cih Cu dengan takut-takut.
"Siauw Cih Cu, kau jangan
kira aku tidak tahu. Apa yang kau katakan kepada si Pendek, sudah kudengar
semua. Kalau kau tidak mau bilang . . ."
Anak itu tampak ketakutan.
"Bukan budak tidak mau
bilang, melainkan merasa takut," jawabnya terputus-putus.
Orang itu tertawa.
"Siauw Cih Cu, apa yang
kau takutkan? Kaisar tidak tahu kau sedang berbuat apa sekarang. Kau sering
melayani kaisar, tentunya kau tahu apa yan^ sering dilakukan kaisar.
Beritahukankah padaku! Kau tidak usah takut sebab hanya kita berdua yang
tahu!"
Anak itu memang merasa takut,
namun juga merasa takut kepada orang itu, maka tidak berani untuk tidak
memberitahukannya, dan akhirnya dia berkata.
"Hari ini kaisar bersama
seorang gadis penari. Kaisar memuji akan keindahan tariannya. Gadis itu tidak
tahu peraturan dalam istana, tapi berani menari bersama kaisar. Kalau ketahuan
para selir, gadis itu pasti celaka."
"Siauw Cih Cu, mungkin
kau keliru. Para dayang dalam istana, asal memperoleh perhatian dari kaisar,
pasti akan hidup senang," kata orang itu dengan suara rendah.
"Apakah kau tidak tahu,
begitu banyak dayang di dalam istana? Malam ini kaisar bersama salah seorang
dayang, lusa sudah melupakannya. Bukankah ada seorang dayang mati secara
tengenaskan gara-gara dipermainkan kaisar?" sahut Siauw Cih Cu.
Orang itu terkejut bukan main,
lalu cepat-cepat memberi isyarat.
"Ssst! Omong jangan
kencang-kencang!"
Mereka berdua tidak berani
bercakap-cakap lagi, hanya menggeserkan badan saja, justru berdiri di hadapan
tempat Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong bersembunyi. Kemudian orang itu berseru.
"Lu Sam! Lu Sam!"
Terdengar suara sahutan.
"Ya!"
Tampak seseorang berlari-lari
ke hadapannya, lalu bertanya.
"Kalian berdua . . . mau
membawa hidangan untuk kaisar?"
"Betul. Lu Sam, cepat
siapkan! Kalau terlambat, lehermu pasti putus," sahut orang itu.
"Kaisar punya urusan
besar apa? Tentunya cuma dikarenakan urusan itu saja!" kata Lu Sam sambil
menepuk dada.
"Lu Sam, kau sudah gila
ya? Berani mengatai kaisar?" bentak Siauw Cih Cu.
Lu Sam kelihatan sedikit
mabuk, maka dia menyahut dengan suara keras.
"Orang lain memang tidak
tahu, mengira kaisar setiap hari mengurusi urusan kerajaan, sehingga sibuk
sekali. Tidak tahunya kaisar menyibukkan apa setiap hari? Hanya Lu Sam yang
tahu, setiap hari kaisar cuma bersenang-senang dengan para selir dan dayang
saja. Hari itu aku melihat para dayang melewati sisiku, mereka . . ."
"Kau berani mencela
kaisar?" kata Siauw Cih Cu dengan gusar.
Lu Sam menarik nafas
dalam-dalam, lalu menyahut.
"Mana berani aku mencela
kaisar? Hanya saja . . . aku melihat para dayang berlutut di hadapan kaisar,
aku melihat . . ."
Orang yang bersama Siauw Cih
Cu tertawa.
"Ha ha! Kau pasti melihat
dada dan paha para dayang itu! Ya, kan?"
Lu Sam diam. Sebaliknya Siauw
Cih Cu dan orang itu malah tertawa terpingkal-pingkal.
Berselang sesaat, barulah Lu
Sam berkata.
"Jangan kan kaisar, kalau
aku yang melihat juga akan . . ."
Mendadak terdengar suara tawa
dingin dan berkata.
"Lu Sam, kau pasti mati!
Sebab kau berani berlaku tidak hormat terhadap kaisar!"
Bukan main terkejutnya Lu Sam.
Dia langsung berlutut sambil memohon.
"Miau Toaya (Tuan Besar
Miau)! Miau Toaya! Ampunilah aku! Aku cuma bergurau . . ."
Miau Toaya tertawa dingin,
lalu berkata.
"Lu Sam, kau bergurau
atau tidak, yang jelas kau pasti mati! Kau harus tahu, di luar tembok masih
terdapat telinga lain! Kalau aku tidak membunuhmu, aku pasti dihukum mati oleh
kaisar!"
Mendengar itu, Lu Sam tahu
percuma memohon lagi, maka mendadak dia menerjang ke arah Miau Toaya.
Akan tetapi, Miau Toaya
langsung mengibaskan tangannya. Lu Sam terpental seketika menimpa meja,
sehingga semua hidangan yang ada di atas meja itu tertumpah semuanya.
Buk! Lu Sam jatuh ke bawah.
Tubuhnya tergeletak di lantai, di hadapan Ouw Yang Hong. Ternyata nyawanya
telah melayang.
Betapa tegangnya Ouw Yang
Hong, sebab apabila orang itu memeriksa tempat tersebut, pasti akan menemukan
mereka berdua.
Akan tetapi, Miau Toaya tidak
memeriksa tempat itu, melainkan berkata kepada Siauw Cih Cu dan orang yang
bersamanya.
"Kalian berdua harus
tahu, bahwa kaisar tetap kaisar! Kalian berdua jangan tahu urusan kaisar,
kalian berdua tidak dihukum mati!"
Usai berkata begitu, Miau
Toaya lalu menyeret mayat Lu Sam pergi. Kini cuma tinggal Siauw Cih Cu dan
orang itu. Mereka berdua sama sekali tidak berani bersuara, dan cepat-cepat
mengambil apa yang dibutuhkan, kemudian meninggalkan tempat itu.
Setelah mereka pergi, barulah
Ouw Yang Hong menarik nafas lega.
"Cit Kong, bolehkah kita
keluar sekarang?" tanyanya dengan suara rendah.
Ang Cit Kong merasa gembira
sekali, karena Ouw Yang Hong memanggilnya 'Cit Kong'. Dia tertawa gelak seraya
menyahut.
"Kau kira masih ada orang
ke mari? Di sini hanya tinggal kita berdua. Apa yang berada di sini merupakan
hidangan-hidangan untuk kaisar, kau boleh mencicipinya."
Ang Cit Kong meloncat ke luar
dari tempat persembunyian, kemudian mengambil berbagai macam makanan untuk
disantap. Begitu pula Ouw Yang Hong, dia pun mulai bersantap sambil
tertawa-tawa.
Akan tetapi, mendadak Ang Cit
Kong mencegahnya bersantap, dan itu membuat Ouw Yang Hong terheran-heran.
"Perlahan dikit! Perlahan
dikit!"
"Kenapa harus perlahan
dikit? Kau mengajakku ke mari bukankah untuk makan? Kenapa kau malah menyuruhku
perlahan dikit?"
Ang Cit Kong tertawa.
"Ha ha! Ouw Yang Hong,
kau justru tidak tahu
kalau makanan yang di dalam
panci itu tidak boleh di makan."
Ouw Yang Hong tercengang.
"Kenapa?"
"Kalau kau makan, pasti
tidak akan tahan. Sebab biasanya setelah makan kaisar pasti bersenang-senang
dengan para selirnya. Itu merupakan makanan yang telah dicampuri obat kuat.
Maka kalau kau mau makan, harus cari perempuan di sini."
Ouw Yang Hong tersentak
mendengar penuturan itu, dan dia baru tahu mengapa Ang Cit Kong melarangnya
makan makanan itu.
Oleh karena itu, dia tidak
berani sembarangan makan, hanya mengikuti Ang Cit Kong.
Itu membuat Ang Cit Kong
mengerutkan kening, lalu berkata dengan suara keras.
"Hei! Bagaimana kau? Di
sini begitu banyak makanan, tapi kenapa kau ikut aku makan? Kau boleh pilih
makanan lain!"
Ouw Yang Hong melotot.
"Tadi kau melarangku
makan makanan itu, tapi sekarang . . ."
Ang Cit Kong tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kecuali
makanan yang di dalam panci itu, makanan lain boleh kau makan!"
Ouw Yang Hong manggut-manggut,
kemudian mulai makan lagi.
Di saat dia sedang makan
dengan lahap, mendadak Ang Cit Kong berkata.
"Tidak boleh! Tidak
boleh!"
Ouw Yang Hong terbelalak, dan
segera bertanya.
"Apa maksudmu?"
"Kau harus ingat, semua
ini adalah hidangan untuk kaisar. Kau tidak boleh makan begitu banyak. Sebab
kalau kau makan begitu banyak, berarti kau maling lho!"
Ouw Yang Hong mengangguk.
"Ya! Ya!"
Ang Cit Kong tertawa lagi dan
berkata.
"Coba kau katakan,
bagaimana selera kaisar?"
"Tentunya luar biasa.
Kalau tidak, bagaimana mungkin makanan di sini begitu lezat?" sahut Ouw
Yang Hong.
Ang Cit Kong tertawa gelak.
"Ha ha ha! Betul! Betul! Semua
makanan di sini amat lezat, tidak terdapat di luar!"
Ouw Yang Hong juga ikut
tertawa, kemudian mulai bersantap lagi.
Akan tetapi, mendadak Ang Cit
Kong berbisik.
"Celaka! Ada orang
datang!"
Bukan main terkejutnya Ouw
Yang Hong. Pada waktu bersamaan Ang Cit Kong menyambarnya untuk bersembunyi.
Tak seberapa lama, muncullah
beberapa orang, yang langsung memasuki ruang dapur, mereka berjumlah lima
orang.
Bersambung