Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 19

Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------

Bab 19

"Aku dengar Tayli merupakan tempat yang amat indah. Di mana-mana gunung menghijau dan bunga memekar segar. Betulkah begitu?"

Para tamu terheran-heran ketika melihat gadis cantik jelita itu bercakap-cakap dengan padri muda. Entah mengandung maksud apa dalam hati gadis itu.

It Sok Taysu tidak berani memandang Bokyong Cen.

"Memang betul di tempat kami terdapat gunung menghijau dan bunga memekar segar. Lagi pula semua orang Tayli berpengetahuan," sahutnya dengan kepala tertunduk.

"Bagus! Bagaimana kalau aku bersama Taysu pergi ke Tayli, untuk menikmati keindahan alam di sana? Bolehkah?"

It Sok Taysu berhati bersih. Tenttunya tidak tahu Bokyong Cen dan Ouw Yang Coan ingin mencari gara-gara dengannya. Dia juga tidak tahu Ouw Yang Coan adalah murid Pek Bin Lo Sat. Ketika Bokyong Cen bertanya demikian, justru membuatnya tertegun.

"Hweeshio sudah terbiasa berpergian seorang diri, tidak bisa berpergian bersama Nona. Dalam hal ini, harap Nona maklum! Aku adalah seorang hweeshio, tidak baik jalan bersama Nona." Bokyong Cen tertawa cekikikan.

"Kau adalah orang yang menyucikan diri? Kenapa aku lihat kau tidak seperti orang yang menyucikan diri, tapi sebaliknya malah mirip seorang tuan muda? Apakah kau bermarga Toan?"

Ouw Yang Coan tahu Bokyong Cen sudah mengetahui tentang musuh besar gurunya, maka ketika gadis itu berkata begitu, dia diam saja.

"Aku seorang hweeshio, artinya sudah menyucikan diri dan melepaskan diri dari keduniawian, apa margaku sudah tidak jadi masalah lagi," sahut It Sok Taysu.

Bokyong Cen berkata dalam hati. Kau memang hweeshio licik. Aku bertanya tentang margamu, hanya ingin tahu apakah kau adalah musuh guru Ouw Yang Coan, tapi kau malah mengelak pertanyaanku.

Gadis itu tertawa kecil, lalu berkata dengan nyaring.

"Taysu kelihatannya bergurau. Aku lihat Taysu tidak akan melupakan marga sendiri. Aku dengar dari seseorang bahwa keluarga Toan di Tayli merupakan keturunan raja Tayli. Menurutku Taysu tidak mirip seorang hweeshio, tapi mirip orang dari keluarga Toan. Kalau tidak salah, Taysu pasti bermarga Toan."

"Hweeshio memang tidak bisa melupakan marganya sendiri, namun kini hweeshio adalah It Sok," sahutnya.

"Tuan Muda Toan, aku lihat kau terpelajar, bahkan juga memiliki ilmu silat yang amat tinggi. Namun entah apa sebabnya Tuan Muda Toan melepaskan kesenangan dunia, rela menjadi murid Sang Buddha?" kata Ouw Yang Coan.

"Aku mau bertobat, itu merupakan keberuntungan. Buddha membicarakan sebab dan akibat, juga membicarakan tentang penitisan. Masa hidupku ini banyak melakukan dosa, maka aku menyucikan diri. Gelarku It Sok, artinya telah melepaskan semua urusan keduniawian ..."

"Mendengar perkataan Tuan Muda Toan, maka aku pun menduga ada sesuatu yang terganjal dalam hatimu. Apakah dulu Tuan Muda Toan pernah membunuh orang ataukah pernah melukai seseorang, sehingga menanamkan suatu hutang?" tanya Ouw Yang Coan.

"Tidak salah, apa yang dikatakanmu memang benar adanya," sahut It Sok Taysu dengan suara dalam.

"Taysu datang di Gunung Cong Lam San ini, juga ingin merebut kitab pusaka Kiu Im Cin Keng itu?" tanya Bokyong Cen sambil tersenyum.

"Hweeshio tidak ingin merebut kitab pusaka itu, hanya merasa gembira saja. Dengar-dengar Ong Tiong Yang, ketua partai Coan Cin Kauw memperoleh sebuah kitab pusaka yang jarang terdapat di kolong langit, maka hweeshio cuma ingin menambah pengetahuan saja."

"Aku pun seperti Taysu, ingin melihat-lihat kitab pusaka Kiu Im Cin Keng tersebut. Bagaimana kalau kita melakukan perjalanan bersama?" tanya Ouw Yang Coan.
It Sok Taysu diam, namun memandang mereka berdua. Dia tahu kedua orang itu bukan berasal dari Tionggoan, maka dia tidak ingin melakukan
perjalanan bersama mereka berdua. Namun setelah berpikir sejenak, dia setuju pula agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan.

"Baik! Mari kita melakukan perjalanan bersama menuju Istana Tiong Yang!"

Bokyong Cen tertawa gembira.

"Terimakasih, Taysu!"
It Sok Taysu merangkapkan kedua tangannya di dada, lalu memuji kebesaran Sang Buddha. "Omitohud!"

Mereka bertiga meninggalkan kedai arak itu, melanjutkan perjalanan menuju Istana Tiong Yang.

Sungguh lucu Gunung Cong Lam San!

Gunung itu ditumbuhi pohon-pohon besar. Di Gunung Cong Lam San ini tampak menghijau. Sayup-sayup terdengar pula suara air terjun.

Berselang beberapa saat, mereka sudah tiba di sebuah jalan kecil yang berliku-liku.
Mereka bertiga mengikutti jalan kecil itu ke atas.

Tak seberapa lama, mendadak terdengar suara senandung yang bergema-gema.
"Tak perduli kacau balau di kolong langit, untuk apa membicarakan kaisar, hatinya hanya tahu berpelesiran dan bersenang-senang ..."

Senandung tersebut menyindir Kaisar Song masa itu, karena Kaisar Song hanya tahu bersenang-senang dengan para selir yang cantik-cantik, justru tidak menghiraukan penyerbuan pasukan Kim, sehingga menyebabkan rakyat jelata yang menjadi korban, melewati hari-hari yang penuh penderitaan.

Ouw Yang Coan kurang mengerti akan senandung itu. Dia memandang Bokyong Cen dan It Sok Taysu.

Dilihatnya wajah mereka berdua tampak serius.

Ouw Yang Coan segera bertanya pada Bokyong Cen.

"Nona Bokyong, senandung itu mengandung arti apa?" tanyanya.
Bokyong Cen menjelaskan.

"Mungkin yang bersenandung itu salah seorang dari Istana Tiong Yang. Dia bersenandung tentang kebobrokan Kaisar Song, yang setiap hari hanya bersenang-senang dengan para selir, sama sekali tidak menghiraukan penderitaan rakyat jelata. Namun senandung itu bernada mencintai kerajaan Song."

Ouw Yang Coan manggut-manggut, kemudian berpikir. Ong Tiong Yang merupakan orang gagah. Kalau aku bergebrak dengannya, apakah akan berhasil memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng? Aku menghormati kegagabannya. Kalau kepandaiannya berada di bawahku, aku tidak akan membunuhnya.

Di saat Ouw Yang Coan berpikir itulah mendadak It Sok Taysu berkata.

"Omitohud! Orang bilang, dalam sepuluh langkah pasti terdapat rumput yang menghijau. Hwee shio mempercayai itu. Ong Tiong Yang pasti seorang gagah. Menurutku tentang kitab pusaka Kiu Ini Cin Keng, memang benar ada."

Sedangkan Bokyong Cen termangu-mangu. Ternyata ketika mendengar senandung itu, mendadak dia teringat pada Ouw Yang Hong yang berangkat ke daerah Utara. Entah bagaimana keadaannya, masih hidup atau sudah mati? Tiba-tiba wajahnya berubah merah. Ouw Yang Hong adalah sastrawan tolol, mengapa harus memikirkannya? Gadis itu cepat-cepat menundukkan kepala. Untung Ouw Yang Coan dan It Sok Taysu tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kalau tahu, gadis tersebut pasti bertambah malu.

***

Kini Ouw Yang Coan, Bokyong Cen dan It Sok Taysu sudah sampai di depan pintu masuk Istana Tiong Yang.

Tampak beberapa tosu (Pendeta Taosme) menjaga di tempat itu. Salah seorang dari mereka masih muda.

Dia memandang It Sok Taysu, Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen yang sedang berjalan menuju pintu masuk. Penjaga itu tahu bahwa pendatang itu bukan orang sembarangan. Maka dia segera memberi hormat.

"Kami adalah murid pertama Ong Tiong Yang, bernama Ma Cing. Entah ada urusan apa kalian ke mari?" tanyanya.

Ouw Yang Coan tidak menyahut. Dia membiarkan It Sok Taysu yang menyahutnya. It Sok Taysu melihat Ouw Yang Coan diam saja, langsung maju sambil memberi hormat.

"Aku adalah It Sok dari Kuil Thian Liong Si di Tayli. Mendengar bahwa Tuan Ong Tiong Yang memperoleh sebuah kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, maka aku ingin tahu apakah itu benar?"

Walau Ma Cing masih muda, namun dia lelaki sejati. Dia memberi hormat kepada It Sok Taysu seraya berkata.

"Memang benar suhu memperoleh sebuah kitab pusaka. Namun kiab pusaka itu diperoleh secara kebetulan saja. Lagi pula panjang sekali kalau dituturkan. Belum lama ini suhu selalu menghela nafas terhadap kitab pusaka tersebut, entah apa sebabnya. Taysu berasal dari Yun Lam Tayli. Aku pernah dengar dari suhu, ilmu silat aliran Tayli amat tinggi. Taysu berasal dari sana, sungguh merupakan suatu keberuntungan bagi kami."

Ouw Yang Coan tertawa dingin dalam hati ketika mendengar Ma Cing berkata begitu. Orang itu halus tutur bahasanya, entah bagimana ilmu silatnya? Kalau Istana Tiong Yang hanya memiliki beberapa pendeta ini, sudah pasti kitab pusaka Kiu Im Cin Keng akan jatuh ke tangannya. Ujarnya dalam hati.

Ketika Ouw Yang Coan tertawa dingin, tidak terlepas dari mata It Sok Taysu. Padri muda itu mengira Ouw Yang Coan merasa diremehkan.

"Ini adalah Ouw Yang Coan, jago tangguh dari gurun pasir di See Hek. Dia juga ingin melihat kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Apakah Coan Cin Kauw mengizinkan kami melihat kitab pusaka tersebut?" katanya segera.

"Aku tidak tahu bagaimana pendapat suhu. Namun kami tahu jelas sifat suhu, tidak mungkin suhu akan melarang kalian bertiga melihat kitab pusaka itu," sahut Ma Cing.
Usai menyahut, pendeta itu lalu mempersilakan mereka bertiga memasuki pintu gapura itu.

Tak seberapa lama kemudian, mereka sampai di depan Istana Tiong Yang. Cukup besar istana itu, tapi tampak sederhana.

Ma Cing mempersilakan mereka bertiga menunggu, dia masuk ke dalam untuk melapor.

Mereka bertiga menunggu di depan istana. Di saat mereka bertiga mulai tidak sabar, mendadak terdengar suara tawa. Mereka segera menoleh.

Tampak seorang aneh berusia dua puluhan. Orang itu berbadan seperti anak kecil, begitu pula pakaiannya dan rambutnya dikepang panjang.

Mereka bertiga terbelalak ketika menyaksikan orang itu.

"Siapa kau? Mau apa kau kemari?" tanya Ouw Yang Coan dengan suara dalam.

Begitu melihat air muka Ouw Yang Coan, orang itu langsung tertawa.

"Hi hi hi! Lihatlah kau! Lihatlah kau! Hi hi hi!"

Orang itu hanya tertawa dan berkata begitu, tidak menjawab pertanyaan Ouw Yang Coan.

Bokyong Cen terbengang-bengong ketika melihat orang itu. Dia tertawa geli sambil melihatnya.

"Siapa kau? Mau apa sih kau ke mari?" tanyanya.

Lelaki itu melirik ke arah Bokyong Cen. Warna hiiam pada biji matanya tidak tampak, membuat Ouw Yang Coan dan It Sok Taysu tertawa geli.

"Sudah cukupkah tertawa kalian?" tanya lelaki aneh itu.

Ouw Yang Coan dan It Sok Taysu berhenti tertawa. Kemudian It Sok Taysu memberi hormat kepada lelaki aneh itu.

"Maaf, hweeshio telah berlaku kurang sopan!"

Lelaki itu menyahut.

"Sudahlah! Sudahlah! Berlaku kurang sopan ya berlaku kurang sopan. Siapa yang membutuhkan kesopanan? Selama ini aku tidak pernah berlaku sopan terhadap siapa pun, maka aku tidak menyalahkan orang berlaku kurang sopan. Tapi kalian harus memberitahukan padaku, sebetulnya mau apa kalian datang ke mari?"

"Hweeshio ke mari khususnya ingin menemui Ong Tiong Yang Cinjin," sahut It Sok Taysu.

Lelaki berdandan seperti anak kecil itu tampak tersentak.

"Waduh! Celaka! Celaka! Kalian kemari juga ingin mencarinya?" teriaknya.
It Sok Taysu, Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen mengangguk.

Wajah lelaki itu tampak murung.

"Habis! Habislah! Mengapa kalian ke mari mencarinya? Kalian tidak tahu sudah lama aku mencarinya? Sudah tiga tahun aku mencarinya. Menurutku, Ong Tiong Yang bukan orang gagah, melainkan seorang pengecut!"

Ouw Yang Coan segera menyambung.

"Betul! Ong Tiong Yang belum tentu seorang yang tangguh," sambung Ouw Yang Coan.

Mendengar itu, lelaki tersebut langsung meloncat, kemudian menuding Ouw Yang Coan seraya berkata.

"Siapa kau? Sungguh berani kau tidak meng-hormatinya! Kau lebih tangguh darinya? Kalau kau lebih tangguh darinya, aku pasti berguru padamu!

Tapi apabila kau tidak setangguh dia, aku pasti memukulmu hingga terpelanting-pelanting!"

Ouw Yang Coan tertegun. Dia tidak menyangka bahwa lelaki itu sangat menghormati Ong Tiong Yang, sekaligus mengaguminya juga, hingga mau berguru padanya. Tapi sudah tiga tahun lelaki itu mencari Ong Tiong Yang, sebaliknya Ong Tiong Yang malah tidak mau menemuinya, itu pasti ada sebab musababnya.

"Saudara siapa namamu?" tanya Bokyong Cen mendadak.

"Kau merupakan gadis yang baik. Begitu lihat aku sudah tahu. Tapi kau suruh aku bilang . . ." sahut lelaki itu sambil tertawa dan memandang Bokyong Cen.

Lelaki itu tidak dapat melanjutkan ucapannya, sehingga membuat Bokyong Cen terheran-heran.

"Sesungguhnya siapa namamu? Mengapa kau tidak mau memberitahukan? Beritahukanlah!"

Lelaki itu tertawa lagi, kemudian menyahut.

"Betulkah kau menghendakiku memberitahukan?"

Bokyong Cen mengangguk.

"Baik, kuberitahukan, namaku ..." kata lelaki itu.

It Sok Taysu, Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen terus menunggu, namun lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya.

"Kok diam? Beritahukanlah!" desak Bokyong Cen.

Barulah lelaki itu memberitahukan.

"Namaku Ciu Pek Thong. Kau pernah mendengar namaku?"

Sudah tentu mereka bertiga tidak pernah mendengar nama tersebut, maka menggelengkan kepala.

Ciu Pek Thong terbelalak, kemudian tertawa gelak seraya berkata.

"Tidak benar! Tidak benar! Apa yang dikatakan Ong Tiong Yang tidak benar! Dia bilang aku adalah orang yang paling aneh di kolong langit dan amat ternama pula, mereka semua tahu itu, tapi kalian bertiga justru tidak tahu diriku!"

Lelaki itu terus tertawa gelak, kemudian ber-guling-gulingan di tanah, kelihatannya merasa gembira sekali.

Berselang sesaat, barulah dia meloncat bangun, lalu berkata pada mereka bertiga sambil cengar-cengir.

"Kalian bertiga . . . juga ingin belajar ilmu silat pada Ong Tiong Yang?"

Ouw Yang Coan menggeleng-gelengkan kepala. Ciu Pek Thong segera memandang Bokyong Cen. Gadis itu pun menggeleng-gelengkan kepala, sehingga Ciu Pek Thong tampak gembira sekali.

"Sungguh bagus sekali! Sungguh bagus sekali!

Kalau kalian juga ingin belajar ilmu silat padanya, maka dia tidak akan mengajariku lagi! Ya, kan? Menurutku kalian tidak perlu belajar ilmu silat padanya. Berrdasarkan ilmu silat yang kalian miliki, kalian tidak bisa belajar padanya. Kepandaiannya nomor wahid di kolong langit. Kalaupun kalian belajar padanya, kepandaian kalian tidak akan sebanding denganku. Untuk apa kalian belajar? Ya, kan?"

It Sok Taysu yang tidak berhati ambisi itu hanya tersenyum-senyum saja, lain halnya dengan Ouw Yang Coan. Ketika mendengar Ciu Pek Thong mengatakan begitu, timbul rasa tidak senang dalam hatinya.

"Saudara Ciu, bagaimana kau tahu kepandaian Ong Tiong Yang nomor wahid di kolong langit? Tahukah kau bahwa di luar langit masih terdapat langit?" tanyanya.
Ciu Pek Thong menyahut. . "Waduh! Kau justru tidak mengerti! Sesudah kau bertemu Ong Tiong Yang, kau pasti tidak akan mengatakan di luar langit masih terdapat langit lagi. Menurutku, apabila ingin memiliki kepadaian tinggi, harus punya guru yang baik dan berkepandaian tinggi. Aku ingin berguru pada Ong Tiong Yang, itu karena dia adalah jago nomor wahid di kolong langit. Coba kau katakan, kalau aku berguru padanya, bukankah kepandaianku juga akan tinggi?"

"Pernahkah kau menyaksikan kepandaian Ong Tiong Yang?" tanya Ouw Yang Coan.

Ciu Pek Thong menggeleng-gelengkan kepala.

"Jangan dikatakan lagi! Bagaimana mungkin dia bersedia memperlihatkan kepandaiannya padaku? Dia cuma bilang, bahwa dia bukan guruku, maka tidak bersedia mengajarku kungfu. Dia pun bilang, Coan Cin Kauw tidak akan menerimaku sebagai murid. Lagi pula aku tidak tahan akan peraturannya, sebab aku tidak mau terikat oleh peraturan. Dia justru menatapku, kemudian menceritakan urusan besar yang ada di kolong langit. Aku tidak mau mendengar semua itu, maka dia bilang tidak mau menerimaku."

Bokyong Cen tertawa, lalu berkata setengah bergurau.

"Kalau Ong Tiong Yang tidak mau menerimamu sebagai murid, bagaimana kalau aku menerimamu sebagai murid?"

Ciu Pek Thong sama sekali tidak tahu bahwa Bokyong Cen hanya bergurau. Maka dia segera berlutut saking girangnya. Tapi mendadak dia membatalkan niatnya dan langsung berkata.

"Oh ya! Tidak usah buru-buru! Tidak usah buru-buru! Kalau terburu-buru malah akan keliru. Aku harus bertanya padamu dulu, apakah ilmu silatmu nomor wahid di kolong langit?"

Pertanyaan lelaki itu membuat Bokyong Cen tertegun. Ilmu silatnya nomor wahid di kolong langit? Jangankan nomor wahid, nomor keseratus pun tidak dapat diraihnya.

"Kau ingin berguru kepada Ong Tiong Yang, namun dia tidak sudi menerimamu. Aku merasa kasihan padamu, maka aku mau menerimamu sebagai murid. Tapi kau tidak usah perduli ilmu silatku nomor wahid di kolong langit atau tidak! Itu tidak jadi masalah, bukan?"

Ciu Pek Thong berteriak-teriak.

"Siapa bilang tidak jadi masalah? Justru akan jadi masalah besar! Lihatlah kungfuku, tentunya lumayan! Siapa tahu kungfuku lebih tinggi darimu! Kau ingin menjadi guruku, harus bagaimana mengajariku?"

Kemudian Ciu Pek Thong mulai bersilat. Ouw Yang Cong dan It Sok Taysu manggut-manggut menyaksikannya.

Setelah memperlihatkan ilmu silatnya, Ciu Pek Thong bertanya pada mereka bertiga.
"Bagaimana ilmu silatku? Aku lihay atau Nona ini lebih lihay?"
Bokyong Cen memang bergurau, tapi tidak disangka Ciu Pek Thong justru ingin menjadi muridnya. Ketika menyaksikan ilmu silatnya, gadis itu segera bertepuk tangan seraya berkata.

"Memang kau yang lebih lihay, aku tidak jadi menerimamu sebagai murid."
Ciu Pek Thong tampak gembira sekali.

"Betul! Betul! Memang lebih baik demikian! Aku tidak bisa baik terhadap kaum wanita! Kalau kau jadi guruku, aku justru tidak tahu harus bagai mana melayanimu!" katanya.

Di saat bersamaan, tampak Ma Cing berjalan ke luar, lalu memberi hormat seraya berkata.

"Maaf, cukup lama kalian bertiga menunggu. Suhu mengundang kalian masuk."

Seketika juga hati Ouw Yang Coan berdebar debar tegang. Bisa bertemu Ong Tiong Yang, tentunya akan tahu bahwa dirinya akan berhasil merebut kitab pusaka Kiu I m Cin Keng atau tidak. Juga akan mengetahui bagaimana kepandaian Ong Tiong Yang, mampu menandinginya atau tidak. Hal itu membuat pikirannya agak kacau.

Sedangkan Bokyong Cen merasa heran, sebab dalam perjalanan dia mendengar semua orang memuji Ong Tiong Yang. Sebetulnya Ong Tiong Yang itu orang macam apa? Hari ini bisa bertemu dengannya, membuat hati gadis itu berdebar-debar pula.
It Sok Taysu tampak biasa-biasa saja, karena kedatangannya memang tidak berniat merebut kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Dia segera balas memberi hormat.

"Omitohud! Terimakasih!"

Ma Cing berjalan memasuki istana. It Sok Taysu, Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen mengikutinya dari belakang. Begitu pula Ciu Pek Thong.

Walau disebut Istana Tiong Yang, namun di dalamnya hanya terdapat perabotan yang sederhana, dan keadaannya amat sepi.

Tampak dua orang tosu duduk di ruang itu. Salah seorang tosu itu berusia tiga puluhan, mengenakan jubah pendeta yang bergemerlapan, dan sepasang matanya bersinar terang.

Yang duduk di sebelah kanannya malah lebih muda. Dia menatap keempat orang itu, kelihatannya agak tidak sabaran.

Ma Cing memberi hormat.

"Suhu, mereka bertiga ingin menemui Suhu. Yang satu itu adalah Ciu Pek Thong, yang telah berulang kali ke mari ingin berguru di sini."

Yang duduk di tengah adalah Ong Tiong Yang, ketua partai Coan Cin Kauw, yang amat kesohor itu. Dia segera bangkit berdiri, lalu memberi hormat seraya bertanya.

"Ada petunjuk apa kalian bertiga jauh-jauh ke mari?"

Ketika melihat Ong Tiong Yang, entah apa sebabnya Ouw Yang Coan merasa segan padanya. Dia adalah ketua Coan Cin Kauw di Tionggoan, sedangkan diriku adalah jago nomor satu di daerah See Hek. Mengapa aku harus merasa segan padanya? Pikirnya.

Ouw Yang Coan balas memberi hormat, kemudian menyahut.

"Aku bernama Ouw Yang Coan. Aku mendapat perintah dari guruku untuk ke mari menemui Coan Cin Kauw Kauwcu. Konon Coan Cin Kauw mem proleh sebuah kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, maka aku ingin meminjam kitab pusaka tersebut untuk dibaca."

It Sok Taysu memberi hormat lalu berkata.

"Hweeshio dari Kuil Thian Liong Si di Yun Lam Tayli. Hweeshio bergelar It Sok Taysu, juga ingin melihat kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Harap Ong Tiong Yang Cinjin mengabulkannya!"

Ciu Pek Thong yang berdiri di belakang segera menyambung.

"Aku ke mari hanya ingin berguru, Ong Tiong Yang! Kau sudi atau tidak menerimaku sebagai murid? Kalau kau sudi berarti urusan ini beres, tapi kalau tidak sudi berarti setiap hari aku akan ke mari. Bukankah kau akan pusing tujuh keliling?"

Ong Tiong Yang memang sabar sekali. Dia memberi hormat kepada mereka sambil mengucapkan beberapa patah kata, lalu berkata pada Ciu Pek Thong.

"Sudah kukatakan berkali-kali, kau memang orang yang beruntung. Namun kau tidak berjodoh denganku."

Ciu Pek Thong berteriak-teriak.

"Ong Tiong Yang, kau adalah jago nomor wahid di kolong langit! Kalau kau tidak mau menerimaku sebagai murid, lalu aku harus ke mana mencari guru?"

Laki-laki itu tampak penasaran sekali. Dia terus-menerus membanting kakinya. Namun Ong Tiong Yang tidak menggubrisnya, malah mempersilakan It Sok Taysu, Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen duduk. Setelah itu dia berkata perlahan-lahan.

"Memang benar aku memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng secara tidak sengaja. Namun kemudian tersiar ke dunia persilatan. Aku sama sekali tidak berniat menyerakahi kitab pusaka tersebut. Sudah lama aku ingin menyalinnya agar seluruh kaum rimba prsilatan dapat membacanya. Tapi bukan kemarin aku mempelajari kitab pusaka itu. Di dalamnya memang mengandung ilmu silat yang amat dalam dan tinggi. Akan tetapi, aku juga melihat di dalam kitab pusaka itu terdapat sedikit penyakit . . ."

Usai berkata begitu, Ong Tiong Yang meng-geleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang.

Ouw Yang Coan segera berkata.

"Berdasarkan kungfu yang Kauwcu miliki,

Kauwcu dapat melihat ada sedikit penyakit di dalam kitab pusaka itu, maka aku yakin benar. Namun entah sedikit penyakit apa itu?"

Ong Tiong Yang menyahut.

"Kitab pusaka itu berisi pelajaran ilmu silat yang amat tinggi, namun . . . berisi pula ilmu silat yang agak sesat. Apabila kaum golongan sesat yang memperoleh kitab pusaka itu, justru akan membuat kacau rimba persilatan. Oleh karena itu, aku membatalkan niatku untuk menyalin kitab pusaka tersebut."

Ouw Yang Coan masih merasa ragu akan penuturan Ong Tiong Yang, bahkan mencurigainya telah mempelajari seluruh isi Kiu Im Cin Keng, maka ingin memusnahkan kitab pusaka tersebut, agar hanya dirinya yang memiliki ilmu silat paling tinggi.

It Sok Taysu sama sekali tidak berpikir seperti apa yang dipikirkan Ouw Yang Coan. Setelah bertemu Ong Tiong Yang, padri muda itu tahu bahwa Ong Tiong Yang liukan orang licik, maka tidak merasa ragu maupun mencurigainya.

"Omitohud! Buddha yang Maha Pengasih! Cin jin telah berpikir panjang, justru menolong banyak orang!"

Sementara Bokyong Cen terus memandang Ong Tiong Yang, dalam hati tidak begitu mempercayai perkataannya.

"Kalau begitu, Ong Tiong Yang Cinjin sudah membaca kitab pusaka itu?"

Ong Tiong Yang mengangguk. "Betul!"

"Berdasarkan apa yang dikatakan Tiong Yang Cin jin, kini hanya kau seorang yang telah menghafal kungfu yang tercantum di dalam kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, kira-kira begitu kan?"

Ong Tiong Yang sama sekali tidak tahu maksud tujuan pertanyaan Bokyong Cen, maka dia menjawab sejujurnya.

"Memang begitu."

"Tiong Yang Cinjin telah mempelajari Kiu Im Cin Keng, selanjutnya rimba persilatan akan memperoleh kebaikan, ataukah akan menimbulkan suatu badai yang tiada akhirnya?" ujar Bokyong Cen lagi.

Ong Tiong Yang tertegun, sebab pertanyaan tersebut membuatnya sulit sekali untuk menjawabnya. Sementara itu Bokyong Cen tertawa, kemudian berkata dengan lancar.
"Tiong Yang Cinjin mempelajari Kiu Im Cin Keng, namun tidak menimbulkan badai dalam rimba persilatan. Tetapi kalau orang lain yang mempelajarinya mengapa akan menimbulkan badai itu? Tiong Yang Cinjin dan It Sok Taysu sama-sama telah menyucikan diri, menjauhi urusan keduniawian, seharusnya mereka sudah berhati beku. Kebaikan dan kejahatan manusia hanya bergantung pada pikiran yang sekejap. Sang Buddha saja pernah melakukan tiga kali kekeliruan, apalagi ma n usia awam? Kini Tiong Yang Cinjin memegang kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Itu pertanda berhati tamak! Namun berdasarkan kepribadian Tiong Yang Cinjin, tentunya tidak akan begitu, kan?"

Ong Tiong Yang orang yang berpengalaman. Dirinya pernah memimpin para orang gagah untuk melawan pasukan Kim, maka dia telah bertemu berbagai macam orang. Kini mendengar apa yang dikatakan Bokyong Cen, dia cuma tersenyum ringan.

"Kiu Im Cin Keng memang merupakan kitab pusaka, namun menurutku . . ." Ong Tiong Yang memandang It So Taysu, memandang Ouw Yang Coan, memandang Bokyong Cen dan kedua muridnya yang berdiri di belakang gadis itu. Kemudian ditatapnya pula Ciu Pek Thong. "Bukan aku bicara sembarangan, menurutku hanya ada dua orang yang berjodoh dengan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng!"

Mendengar itu, It Sok Taysu dan lainnya mengira Ong Tiong Yang mengatakan dirinya sendiri. Begitu pula Ma Cing dan adik seperguruannya bernama Seh Gwa Kie, mereka berdua gembira sekali.

Sedangkan Ouw Yang Coan mengira Ong Tiong Yang mengatakan dirinya dan Bokyong Cen, sehingga berpikir dalam hati: "Kalau aku berhasil merebut kitab pusaka itu, aku pasti akan belajar bersama gadis itu!"

Ciu Pek Thong juga berpikir, tosu bau itu mengatakan hanya ada dua orang yang berjodoh dengan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Tentu bukan dirinya, sebab tosu bau itu tidak sudi menerimanya sebagai murid, bagaimana mungkin dirinya berjodoh dengan kitab pusaka tersebut. Dia tidak tahu, di antara semua orang, hanya dirinya yang banyak memperoleh kemanfaatan dari kitab pusaka tersebut, sehingga kalau dia dijuluki Lo Boan Tong (Bocah Tua) Ciu Pek Thong.

Ketika mendengar Ong Tiong Yang berkata begitu, It Sok Taysu tidak memikirkan kitab pusaka itu.

"Tiong Yang Cinjin berkata demikian, apakah kami semua tiada berjodoh dengan kitab pusaka Kiu Im Cin Keng?" tanya Ouw Yang Coan tiba-tiba.

Ong Tiong Yang menoleh. "Kira-kira begitulah!" sahutnya.

Ouw Yang Coan berkata lagi.

"Tiong Yang Cinjin ingin menyerakahi kitab pusaka itu? Aku ingin mohon petunjuk beberapa jurus pada Cinjin, agar tahu Kiu Im Cin Keng tidak bernama kosong!"
Ouw Yang COan mengeluarkan sebuah kantong kain berbentuk panjang yang ternyata berisi tongkat ularnya.

Ong Tiong Yang tersenyum melihat hai itu.

"Walau hidupku menyepi di sini, tapi aku pernah mendengar nama besarmu, kau adalah jago nomor satu di daerah See Hek. Sungguh beruntung aku akan bergebrak beberapa jurus denganmu!"

Semua orang berjalan ke luar, ingin menyaksikan pertandingan Ong Tiong Yang dengan Ouw Yang Coan.

Kedua orang itu telah saling berhadapan. Wajah Ouw Yang Coan tampak serius, sementara wajah Ong Tiong Yang kelihatan tenang sekali.

Ciu Pek Thong memandang Ouw Yang Hong, kemudian memandang Ong Tiong Yang seraya berpikir. "Aku terus-menerus bermohon jadi murid mu, namun kau tolak terus, siapa tahu kau berkepandaian asli atau berkepandaian palsu! Kalau kau berkepandaian asli, aku akan bersujud padamu dengan kepala membentur tanah, agar diterima sebagai murid. Namun apabila kau tidak berkepandaian apa-apa, buat apa aku harus bermohon-mohon padamu?"

Di antara mereka ada satu orapg yang hatinya berdebar-debar tegang. Orang itu tak lain Bokyong Cen. Sejak melakukan perjalanan bersama Ouw Yang Coan, perasaannya sudah semakin dekat padanya. Maka, melihat Ouw Yang Coan akan bertarung dengan Ong Tiong Yang, hatinya merasa tegang dan cemas. Gadis itu tahu jelas, tipis sekali harapan bagi Ouw Yang Coan meraih kemenangan. Ini berarti sulit untuk memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, lalu bagaimana tanggung jawab Ouw Yang Coan terhadap gurunya?

Ong Tiong Yang menatap Ouw Yang Coan.

"Tuan Ouw Yang, partai Coan Cin Kauwku sudah pasti memiliki ilmu tersendiri, namun tuan Ouw Yang kemari ingin menyaksikan kungfu aneh Kiu Im Cin Keng, maka akan kugunakan ilmu yang tercantum di dalam Kiu Im Cin Keng untuk bertarung denganmu!"

Usai berkata begitu, Ong Tiong Yang lalu me-rangkapkan sepasang tangannya.
"Dengan dasar Kiu Im Cin Keng, aku mencip takan semacam ilmu Iwee kang, kunamai Siam Thian Kang. Aku akan menggunakan ilmu Sian Thian Kang untuk menundukkan tongkat ularmu!"

Ketika Ong Tiong Yang berdiri tegak dengan kedua tangannya dirangkapkan, hati Ouw Yang Coan mulai tegang. Dia pernah melawan Pek Tho San San Kun, tapi tidak setegang sekarang ini. Dia tahu Ong Tiong Yang merupakan lawan yang amat berat. Lagi pula dia pun sadar, pertarungan ini amat berbahaya, apabila lengah, nyawanya bisa melayang.

Mendadak Ouw Yang Coan membentak keras, "Ong Tiong Yang, hati-hati!"
Tubuhnya langsung melesat menyerang. Tong kat ular di tangannya begitu cepat bergerak ke arah Ong Tiong Yang, menimbulkan deru angin keras.

Melihat Ouw Yang Coan menyerangnya, Ong Tiong Yang tetap berdiri tak bergerak di tempat.

Tongkat ular itu menyambar ke arah kepala Ong Tiong Yang. Namun Ouw Yang Coan ter-heran-heran, karena tongkat ular itu berhenti di atas kepalanya. Dirasakan ada tenaga yang begitu kuat menahannya.

Ouw Yang Coan mengerahkan lwee kangnya untuk menggerakkan tongkat ular itu menghantam kepala Ong Tiong Yang, namun sama sekali tidak berhasil. Mendadak Ouw Yang Coan memiringkan tongkat ular itu ke samping, lalu menyerang bagian dada Ong Tiong Yang.

Akan tetapi, hal serupa terjadi lagi. Tongkat ular itu tertahan oleh suatu tenaga yang amat kuat.

Ong Tiong Yang tersenyum sambil menyurut mundur. Ouw Yang Coan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, langsung menyerangnya.

Tongkat ular itu berhasil menghantam badan Ong Tiong Yang. Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Ouw Yang Coan, sebab yakin Ong Tiong Yang akan terluka parah.
Namun hanya sekejap rasa girangnya itu lenyap seketika. Ternyata dia tidak dapat menarik kembali tongkat ularnya, sepertinya melekat pada badan Ong Tiong Yang.
Sementara Ong Tiong Yang tampak tenang dan tersenyum-senyum. Dengan menggunakan dua buah jarinya dia menjepit tongkat ular itu.

Ouw Yang Coan mengerahkan tenaganya untuk menarik kembali tongkat ularnya, tapi tidak berhasil. Wajahnya berubah tak sedap dipandang, karena berbagai macam perasaan membaur dalam hatinya.

Hatinya sungguh merasa heran. Dalam pertarungan seperti itu, lawan tampak tidak mengerahkan tenaga. Hanya dengan menggeser badan ke belakang lalu menggerakkan kedua jarinya, dia sudah cukup menjepit tongkat ularnya yang amat terkenal.

Kejadian itu memang hanya sekejap. Di antara para penonton ada yang tidak melihat kejadian tersebut. Ong Tiong Yang merenggangkan kedua jarinya, badannya bergerak ke belakang beberapa langkah, lalu berdiri tegak sambil tersenyum mengejek.

Ouw Yang Coan berdiri dengan wajah lesu. Kemudian dengan suara perlahan dia berkata, "Kepandaian Tiong Yang Cinjin memang sungguh mengejutkan, namun aku tidak tahu kungfu apa itu!"

Ong Tiong Yang masih tersenyum memandangi pemuda itu.

"Ini adalah ilmu Sian Thian Kang, semacam ilmu lweekang yang menggunakan hawa. Aku menciptakan ilmu tersebut berdasarkan Kiu Im Cin Keng, tapi bukan ilmu yang tercantum di dalam kitab pusaka tersebut."

Ouw Yang Coan cuma manggut-manggut, tak mampu mengucapkan apa pun. Di saat bersamaan, terdengar suara pujian Sang Buddha.

"Omitohud! Bagus, Tiong Yang Cinjin memang orang pintar. Kalau hweeshio tidak menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, bagaimana tahu akan ilmu yang begitu hebat di kolong langit? Karena merasa kagum, maka hweeshio ingin mohon petunjuk!"

Usai berkata, It Sok Taysu melangkah perlahan ke hadapan Ong Tiong Yang. Begitu ringan gerakannya seperti segumpal awan yang melayang di angkasa.

Ong Tiong Yang segera memberi hormat, tersenyum dan memberi sambutan.
"Keluarga Toan dari Tayli adalah keluarga yang memiliki kepandaian tinggi, terutama kuil Thian Liong Si merupakan kuil keramat yang amat dihormati. Maka memperoleh petunjuk dari It Sok Taysu, sungguh merupakan keberuntungan bagiku!"

Keduanya berdiri berhadapan, namun tidak seperti orang yang mau bertanding, melainkan mirip dua orang kawan baik yang sedang bercakap-cakap.

It Sok Taysu merangkapkan sepasang telapak tangannya, kemudian perlahan-lahan menjulurkan salah sebuah jari telunjuknya, menunjuk ke arah Ong Tiong Yang. Semua orang menyaksikannya. Namun semua seakan tak percaya, hanya dengan menunjuk, telah menimbulkan suara yang men deru-deru ke arah Ong Tiong Yang.
Sambil melakukan hal itu It Sok Taysu berkata.

"Satu jari menunjuk kolong langit, It Sok hanya seorang diri, ke mana-mana pun seorang diri pula!"

Melihat It Sok Taysu menunjuk ke arahnya, Ong Tiong Yang segera melangkah mundur, lalu merangkapkan sepasang tangannya dan dihentakkan ke depan.

"Kitab suci menyucikan langit bumi! Di tempat gelap tampak setan dan malaikat, namun mengetahui isi hatiku, bahwa aku orang yang sehaluan!"
It Sok Taysu mengerti akan maksud perkataannya, maka segera matanya menatap sambil tersenyum. Keduanya pun saling bertatapan sejenak.

"Aku memiliki It Yang Ci, menunjuk setan dan malaikat. Cinjin adalah dewa, apa yang dapat ku perbuat?" ujar It Sok Taysu, lalu menggerakkan jari telunjuknya menunjuk ke sana ke mari. Begitu cepat, seakan berubah menjadi golok dan pedang hingga tampak ratusan jurus padahal hanya menggunakan satu jari tangannya.
Ouw Yang Coan menyaksikan hal itu. Sekujur badannya mengucurkan keringat dingin. Sejak aku keluar dari gurun pasir, jarang menemukan tandingan, hanya kuanggap Pek Tho San San Kun sebagai jago tangguh. Kini kubandingkan dengan It Sok Taysu dan Ong Tiong Yang, sungguh aku berada di bawah sekali! Menyaksikan kepandaian Ong Tiong Yang, dapat diketahui betapa dalamnya ilmu silat. Menyaksikan kepandaian It Sok Taysu, dapat diketahui pula akan ketinggian ilmu siku, amat indah dan hebat jurus-jurus mereka itu. Jarang terlihat di kolong langit, Dan tidak hanya untuk membunuh!

Semua yang menyaksikan pun kagum terhadap kedua tokoh itu. Namun di tengah ketegangan bercampur rasa kagum itu, mendadak saja terdengar suara siulan yang sangat nyaring memekakkan telinga, dan menggetarkan sukma. Tak lama, terdengar pula suara yang merdu.

"Seorang tosu bau dan seorang hweeshio anjing, tidak pergi melakukan pekerjaan lelaki, malah diam di sini bergerak dan mengobrol seperti perempuan! Bukankah menggelikan sekali?"

Semua orang mendengar jelas suara merdu itu. Mereka serta-merta menoleh, namun tidak satu pun yang dapat melihat siapa yang berkata barusan. Mereka hanya tahu bahwa suara itu suara wanita. Perkataan yang menyakitkan itu barulah jelas keluar dari mulut seseorang yang berdiri tegak di atas sebuah batu di depan istana Tiong Yang. Gaun panjangnya berkibar-kibar terhembus angin. Ia ternyata seorang wanita muda. Paras wajahnya cantik, namun mengandung hawa maut, nafsu membunuh!
Tak seorang pun yang mengenalnya. Hanya para anggota Coan Cin Kauw begitu melhatnya, kelihatan ketakutan dan langsung menundukkan kepala.

Tadi, Ong Tiong Yang kelihatan begitu tenang, namun ketika melihat wanita muda itu, berusia sekitar dua puluh enam, Ong Tiong Yang tampak salah tingkah, tidak tahu harus berbuat apa.

"Ong Tiong Yang, kau terus bersembunyi di dalam istana Tiong Yang, sudah sekian bulan tidak keluar, apakah telah berhasil menciptakan suatu ilmu yang hebat?"

Ong Tiong Yang memberi hormat pada wanita muda itu, menyahut dengan hormat pula.

"Lim sicu (Saudari Lim), kau datang lagi ke istana Tiong Yang, ada petunjuk apa?"
Mendengar pembicaraan mereka, dan menyaksikan sikap Ong Tiong Yang, Bokyong Cen sudah menduga bahwa kedua tokoh ini punya hubungan yang erat. Tapi dia tidak tahu, mengapa nada pembicaraan mereka berdua mengandung permusuhan, lagi pula hambar dan dingin. Bahkan sikap Ong Tiong Yang agak gugup. Hal itu membuat
Bokyong Cen heran.

Wanita muda bergaun panjang itu menatap Ouw Yang Coan, kemudian memandang It Sok Taysu.

"Ong Tiong Yang, kau adalah orang yang telah menyucikan diri. Namun kenapa masih begitu banyak orang ke mari mencarimu?" tanyanya sambil memandangi mereka yang ada di tempat itu.

Usai berkata, wanita muda itu menggeleng-gelengkan kepala. Ong Tiong Yang segera berkata pada It Sok Taysu dan Ouw Yang Coan.

"Ini adalah Lim sicu, kalau Taysu dan tuan Ouw Yang bergebrak dengan Lim sicu, tentunya akan mengetahui satu hal. Ilmu silat di kolong langit, sulit dikatakan nomor wahid, namun ilmu silat yang dimiliki Lim sicu, justru lebih hebat dariku, aku berkata sesungguhnya."

Bukan main terkejutnya semua orang, Ong Tiong Yang sudah diakui sebagai jago nomor wahid di kolong langit, kini dia berkata begitu. Tentu wanita itu seorang tokoh berilmu sangat tinggi.

Semua orang tertegun melihatnya, tidak tahu apa sebetulnya yang telah terjadi. Namun mendadak Ciu Pek Thong menerobos ke depan.

"Entah suhu ini bernama apa?" ujarnya menatap si wanita bergaun panjang.
Sebetulnya wanita muda itu bernama Lim Tiau Eng, tapi ketika melihat rupa Ciu Pek Thong yang cengar-cengir dan sepasang matanya dijuling-julingkan, maka menimbulkan rasa sebal dalam hatinya, wanita muda itu dengan dingin dan ketus menyahut.

"Apa namaku, ada urusan apa denganmu?"

Ciu Pek Thong tertawa cengar-cengir.

"Aku dengar Ong Tiong Yang berkata barusan, bahwa kepandaianmu lebih tinggi darinya! Betulkah itu?"

Semua orang mengira tadi Ong Tiong Yang cuma berbasa-basi, tidak percaya kepandaian wanita muda itu lebih tinggi dari Ong Tiong Yang, tapi wanita muda itu menyahut dengan dingin sambil tersenyum sinis.

"Kepandaian Tiong Yang Cinjin memang cuma biasa-biasa saja!"

Walau wanita muda itu cuma berkata dengan ringan, namun cukup membuat semua orang jadi tertegun, kemudian semuanya memandang ke arah Ong Tiong Yang.
Pendeta tosu itu tampak menghela nafas, lalu berkata dengan sungguh-sungguh.

"Kepandaian Lim sicu memang amat tinggi dan terbaik, ilmuku tidak dapat menyamainya."

Mendengar itu, Ciu Pek Thong yang paling gembira, langsung bertepuk tangan.

"Bagus! Bagus! Aku justru sedang risau, karena Ong Tiong Yang tidak mau menerimaku sebagai murid. Kepandaianmu jauh lebih hebat darinya, bagaimana kalau kau menerimaku sebagai murid? Aku akan bersujud padamu. Oh ya, namaku Ciu Pek Thong, semua orang memanggilku Ban Tong (Bocah Nakal). Apabila aku menyaksikan jurus-jurus yang aneh dan hebat, aku tidak bisa tidur karena gembira. Kenapa aku tidak belajar kungfu? Banyak suhu yang tolol, dua tiga hari sudah selesai mengajarku kungfu. Setiap hari aku harus mencari suhu, bahkan di antaranya ada yang tidak dapat menyamaiku, sungguh menyebalkan!"

Ciu Pek Thong terus menyerocos, tidak memberi kesempatan pada Lim Tiau Eng untuk berbicara. Begitu Ciu Pek Thong selesai menyerocos, harulah wanita muda itu membuka mulut.

"Aku tidak mau menerimamu sebagai murid!"

"Mengapa kau tidak mau menerimaku sebagai murid?" tanya Ciu Pek Thong. "Bukankah kau pernah menerima murid. Ilmu Anda begitu tinggi, kalau tidak menerima murid, bukankah sayang sekali?"

Ciu Pek Thong terus mendesaknya, sedangkan Lim Tiau Eng menatapnya sambil berpikir. Orang ini betul-betul lugu dan jujur, sama sekali tidak berhati bengkok. Kalau dia seorang wanita, aku pasti menerimanya sebagai murid. Tapi . . . dia lelaki, bagaimana mungkin aku menerimanya?

Seusai berpikir, wanita muda itu lalu berkata pada Ong Tiong Yang.

"Tiong Yang Cinjin, jurus haruku dari Giok Li Sini Keng (Kitab Hati Gadis Suci) telah kukuasai, bukankah kau ingin menjajalnya? Aku dengar kau telah berhasil mempelajari kitab pusaka itu, kalau kau setuju, aku akan bertanding denganmu!"

Setelah bertemu Lim Tiau Eng, Ong Tiong Yang tak menghiraukan yang lain. Seakan-akan tidak pernah bertemu Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen. Kini dia tampak tegak, kurang percaya diri, bahkan lebih banyak menghormati wanita itu.

Dia memberi hormat kepada Lim Tiau Eng lagi.

"Jurus baru yang diciptakan Lim sicu, pasti amat baik dan hebat, aku bersedia menjajalnya. Tapi hari ini banyak tamu, tidak bisa bertanding dengan Lim sicu, bagaimana jika lain hari saja?"

"Ong Tiong Yang, kau tunggu saja!" sahut Lim Tiau Eng seraya tertawa dingin.
Mendadak tubuh bergaun panjang itu bergerak, tahu-tahu dia sudah melesat pergi. Dalam sekejap sudah hilang dari pandangan semua orang.

***

Ouw Yang Coan, Bokyong Cen, dan It Sok

Taysu turun gunung bersama. Mereka kelihatan tidak segembira ketika menuju ke atas gunung, harapan semula telah kandas, yang tinggal hanya kemurungan.
It Sok Taysu masih tampak biasa, meskipun sebenarnya ada yang berubah dalam dirinya. Setelah mengalami pertarungan dengan Ong Tiong Yang yang menggunakan ilmu andalannya, dia seperti terus termangu. Seakan tak percaya dengan ilmu ciptaan Ong Tiong Yang. Padri itu terus berpikir, manusia hidup memang tidak boleh melakukan kekeliruan. Apabila melakukan sedikit kekeliruan, akan menjadi penyesalan seumur hidup. Oleh karena itu, semakin dipikirkan, semakin merasa ingin menjauh dari urusan keduniawian.

Sementara itu hati Ouw Yang Coan juga terus dicekam kedukaan. Ketika datang dia membawa suatu harap. Namun sekembalinya dari gunung Cong Lam San, justru kekecewaan menyertainya.

Musuh besar gurunya adalah hweeshio yang di depan matanya. Gurunya menyuruh dirinya ke Tinggoan, untuk mendapatkan kitab pusaka Kiu I m Cin Keng, lantaran ingin menuntut balas. Namun Ouw Yang Coan tidak berhasil memperoleh kitab pusaka tersebut. Musuh besar gurunya berada di depan matanya, bahkan berkepandaian amat tinggi.

Bokyong Cen masih kelihatan agak gembira, dia berjalan sambil bercakap-cakap dengan It Sok Taysu.

"Taysu, bolehkah aku bertanya tentang satu hal?"

It Sok Taysu tersenyum.

"Nona ingin bertanya apa, kalau hweeshio tahu pasti memberitahukan."

"Aku melihat semua kuil dibangun di puncak gunung, seperti halnya kuil Tiong Yang. Padahal di sana tiada makanan dan para tosu pun tidak begitu banyak, sehingga untuk melakukan apa pun tentu mengalami kesulitan. Tapi mengapa orang justru membangun kuil di atas gunung? Misalnya kuil yang di gunung Hwa San, kuil Siau Lim Si yang di gunung Song San dan kuil besar lainnya? Bukankah hal itu justru merepotkan orang yang ingin bersembahyang ke sana?"

It Sok Taysu tersenyum, dan tersenyum lagi.

"Nona tidak tahu akan kemanfaatan itu. Orang awam menghormati Buddha, harus dilihat dari keiklasan hatinya. Kalau rumahmu dekat dengan kuil, tentunya bisa sembahyang siang dan malam, artinya punya waktu banyak untuk bersembahyang, apabila punya niat bersembahyang, walaupun jauh tetap akan sampai di tempat. Jangan hanya kalau punya masalah, barulah bersembahyang terus-menerus. Tidak punya masalah pun harus sembahyang sebagaimana mestinya, meskipun jauh, haruslah sampai di tempat." It Sok Taysu memandang Bokyong Cen lalu melanjutkan. "Di dalam hutan terdapat kuil tua, di tempat yang dekat terdapat daging dan arak. Kalau manusia tahu urusan dunia, pasti tertawa jadi sebuah cerita!"

Bokyong Cen tertawa kecil, memandang It Sok Taysu yang berdiri begitu tegar. Jubah padrinya berkibar-kibar dihembuskan angin, tampak tiada kegelisahan maupun kecemasan. Hal itu membuat gadis tersebut kagum sekali.

Sedangkan Ouw Yang Coan diam saja, namun terus berpikir harus bagaimana turun tangan terhadap hweeshio itu. Dia tahu gurunya hidup menyendiri di daerah See Ilek, karena telah dicelakai oleh It Sok Taysu.

Akan tetapi, It Sok Taysu berkepandaian amat tinggi, terutama ilmu It Yang Ci-nya. Seandainya pun dia bergabung dengan gurunya, belum tentu dapat berbuat apa-apa terhadap It Sok Taysu.

Ouw Yang Coan berkata dalam hati, aku tidak bisa meracunimu, sebab kau memiliki ilmu It Yang Ci yang dapat memunahkan racun. Tapi aku berada di tempat gelap, pasti punya kesempatan untuk membunuhmu. Tapi jika tak berhasil memperoleh Kiu Im Cin Keng, bagaimana mungkin aku pulang ke daerah See Hek menemui guruku?
Akhirnya mereka bertiga sampai di sebuah penginapan. Di dalam kamar Bokyong Cen berbincang dengan Ouw Yang Coan.

"Kalau kau turun tangan, pasti tidak akan berhasil. Sebab It Sok Taysu bukan hweeshio biasa, dia berkepandaian tinggi dan cerdas. Apabila kau turun tangan, pasti akan gagal!"

"Aku lihat kau sepanjang jalan bercakap-cakap dengannya sambil tertawa-tawa, apakah kau tertarik padanya?" tukas Ouw Yang Coan.

Bukan main gusarnya Bokyong Cen, mendengar pertanyaan itu.

"Aku lihat dia orang aneh, walau dia seorang padri, tapi aku senang bercakap-cakap dengannya. Siapa yang berhak mengurusiku? Kau tidak usah perdulikan itu!" sahut gadis itu dengan suara membentak.

Ouw Yang Coan tahu ucapannya tadi amat keterlaluan, namun dia tidak mau mengaku salah dihadapan wanita. Sejak kecil dia hidup menderita, membuatnya bersifat dingin. Dia tidak tahu, Bokyong Cen amat mendambakan kelembutan lelaki. Maka ketika Ouw Yang Coan berkata begitu, tentu saja hatinya tersinggung.
Bokyong Cen masih tampak gusar, sedangkan Ouw Yang Coan cuma menundukkan kepala. Ia terus berpikir bagaimana membunuh It Sok Taysu.

Melihat Ouw Yang Coan yang menundukkan terus kepala tanpa menggubrisnya, Bokyong Cen pun berpikir. Aku benar-benar gadis yang bernasib malang. Sejak meninggalkan vihara Cin Am, di tengah jalan diculik oleh Pek Tho San San Kun sehingga mengalami penghinaan, kemudian menderita pula di daerah gurun pasir. Setelah itu bertemu Ouw Yang Hong dan kakaknya, akhirnya mereka jadi teman. Tak diduga Ouw Yang Coan begitu tega mencetuskan kata-kata yang amat menyakitkan hati, lalu mengapa aku harus melakukan perjalanan bersamanya? Berpikir sampai di situ, timbullah rasa dukanya dalam hati, namun tidak berani mencurahkannya. Setelah cukup lama diam, akhirnya ia membuka mulut juga.

"Ouw Yang toako, sudah agak malam, aku harus pergi tidur."

Bokyong Cen pergi ke kamarnya. Ouw Yang Coan cuma menarik nafas seraya memandang gadis itu yang beranjak meninggalkannya.

Ketika tengah malam, Ouw Yang Coan duduk di depan meja. Dia mengenakan pakaian hitam dengan tangan memegang tongkat ular, kelihatan siap pergi. Begitu terdengar kentongan ketiga, perlahan-lahan dia bangkit berdiri. Mendorong pintu kamar, lalu berjalan keluar menuju kamar It Sok Taysu. Sesungguhnya di depan kamar padri itu dia segera mengintip ke dalam.

It Sok Taysu berbaring di tempat tidur, kelihatannya pulas sekali. Ouw Yang Coan mengeluarkan sebungkus bubuk obat, semacam racun yang diberi oleh Pek Bin Lo Sat.

Ouw Yang Coan tahu, kalau ingin meracuni It Sok Taysu tidak bisa menggunakan racun biasa, harus menggunakan racun ganas.

Kemudian Ouw Yang Coan tampak mengeluarkan sebuah tabung kecil yang ternyata berisi ulat salju yang amat beracun.

Ouw Yang Coan membubuhkan sedikit bubuk racun ke dalam tabung, dan tak lama ulat salju beracun berada di dalam tabung itu merangkak keluar. Ouw Yang Coan segera menaruhnya ke bawah, ulat salju beracun itu pun terus merangkak di lantai menuju ke arah It Sok Taysu yang tidur pulas.

Betapa tegangnya hati Ouw Yang Coan, sebab ulat salju beracun itu sudah merangkak ke atas tempat tidur It Sok Taysu, dan terus merayap di punggungnya.

Ouw Yang Coan mendorong daun jendela perlahan-lahan, lalu masuk ke dalam, berdiri di hadapan It Sok Taysu, siap mengayunkan tongkat ularnya.

It Sok Taysu sama sekali tidak bergerak. Berselang sesaat, mendadak badan padri itu bergerak, bangun duduk, namun matanya tetap terpejam. Kelihaiannya orang itu masih dalam keadaan tidur, bahkan mengigau.

Bersambung

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar