Pedang Sinar Hijau (Cheng Hoa Kiam) Jilid 49

"Plakk!”

“Traanggg...!"

Pedang itu tiba-tiba saja terlepas dan terlempar ke atas tanah sedangkan tubuh Eng Lan terhuyung mundur.

"Tangkap si liar ini! Masukkan dulu di kamar tahanan, jangan boleh keluar!" perintah Kui-bo Thai-houw yang tadi menggerakkan tangan menangkis pedang itu dan menyelamatkan Kun Hong. Wajah wanita ini merah sekali karena dia amat marah melihat Kun Hong diam saja tidak melawan, rela mati di bawah tangan gadis itu.

"Tetapi jangan ganggu dia!" terdengar suara Kun Hong yang cukup berpengaruh karena diucapkan dengan nada ancaman ketika dia melihat kedua tangan Eng Lan dipegang oleh dua orang gadis pakaian putih.

Kui-bo Thai-houw melirik kepadanya, kemudian berkata perlahan kepada gadis-gadis itu, "Yaaah, jangan ganggu dia…"

Pak-thian Koai-jin tadinya hendak memberontak ketika melihat muridnya ditangkap, akan tetap melihat sikap Kun Hong dan mendengar kata-kata tadi, dia menahan diri. Dia cukup cerdik unluk menginsyafi bahwa tak ada gunanya memakai kekerasan di sini karena tidak akan menang. Apa lagi ia berada di pulau orang dan tadi nyonya rumah telah mengajukan syarat-syarat.

Pak-thian Koai-jin dan See-thian Hoat-ong sudah pernah merasakan kelihaian Kun Hong, maka tentu saja syarat yang diajukan tadi terasa berat bagi mereka dan membuat mereka ragu-ragu. Akan tetapi tidak demikian dengan Thai It Cinjin serta dua orang sute-nya. Im-yang Siang-cu yang memiliki kepandaian lebih tinggi. Mereka ini, terutama Thai It Cinjin, merasa akan mampu mengalahkan Kun Hong, maka mereka tersenyum dan bersiap-siap.

Thai It Cinjin melangkah maju lalu berkata dengan senyum. "Thai-houw malah mengajukan murid Thai Khek Sian menjadi jago untuk menguji kami? Baiklah jika begitu kehendakmu. Orang muda, majulah."

Kun Hong sudah pernah bertanding melawan Thai It Cinjin dan dalam pertandingan dulu itu, dia terdesak oleh kakek yang amat lihai ini. Ia masih merasa penasaran dan sekarang terbuka kesempatan baginya untuk menebus kekalahannya.

"Kun Hong, engkau tahu bagaimana harus mengalahkan dia. Majulah," kata Kui-bo Thai-houw dengan muka berseri dan mata bersinar penuh harapan.

Kun Hong mengangguk, lalu meloloskan pedangnya, Cheng-hoa-kiam. Memang, selama berada di Ban-mo-to dia tidak hanya menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang saja. Dia sudah menerima banyak petunjuk ilmu silat dari Kui-bo Thai-houw, bahkan telah mewarisi berbagai ilmu pukulan yang hebat-hebat dan selain ini, pernah ia membicarakan tentang kekalahannya dari Thai It Cinjin dulu dan mendapat petunjuk-petunjuk bagaimana umtuk menghadapi kakek dari Kim-Ie-san ini.

Melihat Kun Hong sudah bersiap di depannya, tanpa sungkan-sungkan lagi Thai It Cinjin lalu membuka serangan dengan sepasang ujung lengan bajunya yang ampuh. Kun Hong juga menggerakkan tubuh dan pedangnya, dan di lain saat keduanya sudah saling terjang dengan hebat.

Baru beberapa gebrakan saja Thai It Cinjin sudah terkejut. Benar-benar dia telah melihat perubahan luar biasa dalam gerakan pemuda ini. Dahulu ketika dia menghadapi pemuda ini, dia masih dapat mengenali ilmu pedang dan gerakan-gerakan pukulan aneh dari Thai Khek Sian, akan tetapi seaneh-anehnya masih berdasarkan ilmu silat dari Wuyi-san dan sebagai seorang yang pernah menerima pelajaran dari Gan Yan Ki, tentu saja dia dapat menghadapi ilmu silat warisan Wuyi-san biar pun sudah amat berubah.

Akan tetapi menghadapi dia sekarang, agaknya pemuda ini tidak mau lagi menggunakan ilmu silat Wuyi-san, melainkan memainkan ilmu silat lain yang sangat aneh akan tetapi di dalam gerak-gerik yang halus terkandung pukulan-pukulan maut yang amat ganas dan tak kenal ampun. Dia dapat menduga bahwa ini tentulah ilmu dari Ban-mo-to, karena sifatnya serasi benar dengan keadaan Kui-bo Thai-houw, halus lemah lembut tetapi kejam dan keji luar biasa.

Memang dugaan tokoh besar ini tepat. Kun Hong sekarang mainkan Ilmu Pedang Giok-li-coan-ciam (Dewi Kemala Menusuk Jarum) yang dia pelajari dari Kui-bo Thai-houw. Ilmu pedang ini adalah ilmu simpanan dari Kui-bo Thai-houw dan baru diajarkan kepada Kun Hong seorang saking sayangnya dia kepada pemuda itu. Sesuai dengan namanya, ilmu pedang ini halus gerak-geriknya seperti gerak-gerik seorang dewi, akan tetapi ganas dan kejam seperti jarum menusuk-nusuk kain tanpa kenal ampun lagi!

Thai It Cinjin mulai terdesak. Dia masih menduga-duga dan masih mempelajari gerakan-gerakan lawan, sebaliknya Kun Hong tentu saja bisa mengenal dasar semua gerakannya. Biar pun dalam hal lweekang mau pun ginkang dia tidak kalah akan tetapi kekalahan ilmu silat ini benar-benar membuat dia terdesak hebat. Sambil menggereng keras Thai It Cinjin lalu mencabut sebatang pedang dari pinggangnya.

Kakek ini memang jarang sekali mempergunakan pedang, biasanya dengan kedua tangan berikut ujung lengan baju saja dia sudah jarang terkalahkan. Tetapi sebagai seorang tokoh Bu-tong-pai, tentu saja dia pun seorang ahli ilmu pedang yang selalu membawa pedang walau pun jarang dia keluarkan.

Setelah memegang pedang di tangan, Thai It Cinjin lalu mainkan ilmu pedang Bu-tong-pai yang paling lihai, masih dibantu pula dengan ujung lengan baju tangan kirinya. Keadaan menjadi semakin ramai karena sekarang keduanya mempergunakan pedang dan biar pun sudah mengenal Bu-tong Kiam-hoat (Ilmu Pedang Bu-tong), tetapi tidak sampai sedalam-dalamnya, maka kini Kun Hong harus bersilat dengan lebih hati-hati lagi. Karena Thai It Cinjin memang lihai sekali, perlahan-lahan Kun Hong mulai terdesak.

Tiba-tiba pemuda ini mengeluarkan seruan keras dan tangan kirinya bergerak cepat. Sinar kuning emas menyambar ke arah muka Thai It Cinjin yang menjadi kaget sekali dan cepat menangkis sambil melompat mundur.


Hampir dia mendamprat karena mengira lawan menggunakan senjata rahasia, akan tetapi ketika ia memandang, ternyata itu bukanlah senjata gelap, melainkan sebuah tali pengikat pinggang dari benang sutera kuning yang tadi dipergunakan oleh Kun Hong.

Sekarang pemuda ini telah berlambah sebuah senjata lain pada tangan kiri, senjata yang menjadi keistimewaan Kui-bo Thai-houw. Ternyata bahwa pemuda yang pintar ini dalam waktu singkat saja, selain mewarisi Ilmu Pedang Giok-lt coan-ciam, juga sudah mahir ilmu silat mempergunakan tali ikat pinggang yang lihai Itu!

Pertandingan dilanjutkan dan kini keadaan berubah kembali. Kun Hong telah mulai dapat mendesak lagi, akan tetapi karena lawannya memang seorang tokoh besar yang sangat lihai, tetap saja masih sukar baginya untuk mencapai kemenangan biar pun pertandingan sudah berlangsung hampir dua ratus jurus.

Akhirnya ia melihat tanda-tanda bahwa lawannya kehabisan napas. Maklum, Thai It Cinjin sudah tua dan napasnya tidak sepanjang dahulu, tenaganya pun terbatas. Melihat ini Kun Hong mengerahkan semangat dan menerjang dengan hebat.

Tiba-tiba terdengar seruan marah dan dua bayangan orang, Im Thian Cu dan Yang Thian Cu dua orang kakak beradik tokoh Bu-tong-pai yang menjadi sute Thai It Cinjin, menyerbu ke dalam kalangan pertempuran untuk membantu kakak seperguruan mereka. Semenjak tadi mereka menahan hati. akan tetapi akhirnya tidak kuat ketika melihat suheng mereka mulai terdesak dan mandi keringat.

Penyerbuan mereka dalam pengeroyokan ini tidak menguntungkan Thai It Cinjin yang tak keburu mencegah. Hampir berbareng terdengar suara ketawa halus, lalu dua sinar merah menyambar dan Im-yang Siang-cu berdua langsung roboh terguling.

Thai It Cinjin terkejut sekali dan kesempatan baik ini dipergunakan oleh Kun Hong untuk menotok pundaknya dengan ujung tali ikat pinggangnya, tepat mengenai jalan darah dan tubuh Thai It Cinjin yang tinggi besar segera terhuyung ke belakang lalu roboh lemas.

"Jangan bunuh mereka!" bentak Kun Hong keras sekali yang membuat Kui-bo Thai-houw menoleh kepadanya dengan heran sambil menahan sabuk benang sutera merahnya yang sudah akan dia gerakkan untuk membunuh tiga orang itu.

"Kun Hong, kau kenapa?” tanyanya heran dan agak gelisah.

"Thai-houw, harap kau penuhi permintaanku ini. Para tetamu ini jangan dibunuh. Memang mereka melanggar peraturan Thai-houw, akan tetapi pelanggaran yang tidak begitu hebat. Apa bila dibunuh maka aku akan merasa tidak enak dan tidak senang selalu. Kalau Thai-houw hendak menghukum mereka, hukumlah dan penjarakan mereka, akan tetapi jangan sekali-kali dibunuh."

Menarik sekali untuk mempelajari wajah Kui-bo Thai-houw pada waktu itu. Cahaya merah berubah pucat berganti-ganti, alis yang melengkung hitam itu bergerak-gerak naik turun, bibirnya yang masih manis sekali bergerak-gerak perlahan, matanya melirik ke kanan kiri. Akhirnya dia menatap wajah Kun Hong dan menarik napas panjang.

"Aku bodoh sekali, akan tetapi aku tidak sampai hati membikin kau tidak senang." Ia lalu menoleh ke arah Thai It Cinjin dan berkata, suaranya lantang berpengaruh. "Thai It Cinjin, kau sudah berdosa besar. Seharusnya kau dihukum mati, namun mengingat permintaan anak angkatku, kau mendapat keringanan. Kau dihukum satu tahun dalam kamar tahanan di pulau ini, dan semenjak sekarang Kim-Ie-san menjadi hak milik dan wilayah kami. Im-yang Siangcu dihukum satu tahun pula dan setelah itu harus cepat pergi jangan sampai memperlihatkan diri lagi. Kalau sekali lagi bertemu dengan kami berarti mengantar nyawa dan harus mati!" Setelah berkata demikian dia memberi isyarat dengan tangannya.

Belasan orang gadis pelayan yang pakaiannya beraneka warna memburu datang dan tiga tiga orang kakek yang sudah tidak berdaya itu segera diseret lantas dimasukkan ke dalam kamar tahanan!

"Ha, sudah kukatakan berkali-kali, muridku yang berhati keras itu sudah salah pilih. Orang muda, untuk aku pengemis hina ini tidak perlu kau mintakan ampun. Hayo maju dan mari bertanding mengadu nyawa apa bila kalian tidak mau membebaskan Eng Lan dari pulau siluman ini!" Pak-thian Koai-jin melangkah maju dengan marah.

"Pak-thian Koai-jin, bawalah muridmu pergi dari sini dan selanjutnya jangan ganggu kami!" kata Kui-bo Thai-houw yang sebenarnya tidak suka melihat Kun Hong tergila-gila kepada gadis itu.

"Tidak boleh!" Kun Hong membantah, suaranya gemetar. "Thai-houw, aku tidak rela kalau Lan-moi dia bawa pergi. Dulu juga hampir saja Lan-moi celaka oleh Ngo-tok-kauw tanpa gurunya ini dapat membela. Harap tangkap dan penjarakan saja Pak-thian Koai-jin!"

Mendengar ini, Pak-thian Koai-jin marah sekali dan tanpa banyak cakap lagi ia menerjang Kun Hong dengan tongkat bambunya. Kun Hong cepat mengelak dan melawan.

Kui-bo Thai-houw terheran mendengar ucapan Kun Hong tadi, akan tetapi dia girang juga bahwa pemuda itu tidak membela pengemis ini malah menyuruh memenjarakan.

"Kun Hong, kalau begitu bunuh saja pengemis tua bangka ini!" perintahnya.

Kun Hong terkejut. Bukan maksudnya demikian. Dia sengaja hendak menahan Pak-thian Koai-jin supaya Eng Lan juga tidak pergi dan di samping itu, kelak kalau tiba saatnya dia memberontak terhadap Kui-bo Thai-houw, yaitu kalau dia sudah mendapat pengobatan, maka ada kawan-kawan tangguh yang membantunya.

Kalau ia selalu membantah, akhirnya Kui-bo Thai-houw akan kehilangan kesabarannya. Ia sudah mengenal betul watak wanita ini. Dia amat sayang kepadanya dan beberapa buah permintaannya selalu diluluskan. Tetapi kalau wanita ini sudah marah dan kesabarannya telah hilang, maka segalanya bisa gagal dan rusak.

Sambil menghadapi serangan-serangan Pak-thian Koai-jin, dia mencari akal dan akhirnya berkata, "Thai-houw, beberapa bulan lagi akan ada pentemuan puncak antara tokoh-tokoh di Pek-go-to. Para lo-enghiong yang hari ini datang ke sini termasuk tokoh-tokoh penting dan ternama. Apa bila hari ini kita membunuh mereka, bukankah kelak hal ini akan dapat digunakan orang untuk menurunkan derajat dan merendahkan nama besar Thai-houw? Lebih baik kita penjarakan mereka semua dan kita lepaskan menjelang pertemuan puncak itu."

Sampai lama Kui-bo Thai-houw diam saja, hanya memandang ke arah pertempuran. Kun Hong diam-diam gelisah sekali, apa lagi karena Pak-thian Koai-jin mendesaknya dengan hebat.

Ilmu kepandaian Pak-thian Koai-jin juga istimewa sekali, apa lagi mangkok bututnya yang selain menjadi ‘lambang’ kedudukannya sebagai pengemis aneh, juga merupakan senjata yang tidak boleh dipandang ringan. Tongkat bambu yang amat ringan itu bergerak cepat bagaikan kilat menyambar sehingga meski pun tingkat kepandaian Kun Hong lebih tinggi, namun tetap saja pemuda ini harus mencurahkan perhatiannya bila dia tidak mau celaka. Pedang Cheng-hoa-kiam lagi-lagi menunjukkan keunggulannya, berubah menjadi gulungan sinar terang yang melindungi tubuhnya.

Sebelum ada keputusan dari Kui-bo Thai-houw maka pemuda ini tak berani sembarangan memutuskan sendiri. Tadi ia berani membantah dan mengajukan usul hanya bermodalkan kasih sayang wanita itu terhadapnya. Kalau wanita itu tidak setuju, dia pun tidak berdaya apa-apa.

Ia tahu betul akan kelihaian Kui-bo Thai-houw dan mengerti bahwa bila dia menggunakan kekerasan, dia akan celaka dan tidak akan dapat menang. Biar pun dibantu oleh Eng Lan, Pak-thian Koai-jin, See-thian Hoat-ong, Kong Bu, Thai It Cinjin dan kedua Im yang Siang-cu agaknya mereka semua tidak akan berdaya menghadapi Kui-bo Thai-houw yang juga memiliki banyak sekali pembantu yang lihai-lihai.

Akhirnya Kui-bo Thai-houw yang tahu bahwa pemuda itu masih menunggu keputusannya berkata, "Usulmu itu sangat baik, Kun Hong. Robohkan dan tawan mereka semua seperti kehendakmu."

Bukan main girangnya hati Kun Hong. Tadinya dia sudah khawatir sekali oleh kedatangan rombongan ini yang dianggapnya terlalu sembrono. Meski pun dia sendiri dianggap anak angkat, murid, juga kekasih, tetapi sebenarnya dia hanyalah seorang tawanan yang tidak mampu melarikan diri dari situ.

Ia sengaja membawa Eng Lan karena selain ia merasa rindu dan ingin terus berdekatan, juga ia baru merasa aman kalau melihat Eng Lan selamat. Semenjak ada Eng Lan di situ, dia semakin tekun belajar dengan maksud kelak dapat mengatasi Kui-bo Thai-houw dan selain membebaskan diri sendiri, juga diri Eng Lan. Ia merasa yakin hal ini tidak lama lagi akan dapat dia lakukan, yaitu kalau dia sudah mendapat pengobatan Im-yang giok-cu dari Kui-bo Thai-houw.

Maka kedatangan rombongan ini membikin dia bingung sekali. Baiknya dia masih dapat membujuk Kui-bo Thai-houw sehingga mereka tidak dibunuh. Hal ini baik sekali karena kelak mereka ini boleh diharapkan bantuannya menghadapi wanita iblis yang sangat lihai itu.

"Pak-thian Koa-jin lo-enghiong, apakah kau masih tidak mau mengalah? Thai-houw telah mengampuni kalian semua dan hanya menghukum satu tahun, bahkan tidak sampai satu tahun, hanya sampai menjelang pertemuan di Pek-go-to. Kau sudah lihat sendiri, muridmu dalam keadaan selamat, kau mau apa lagi? Harap jangan bodoh!" kata Kun Hong sambil menangkis serangan tongkat dibarengi dengan gerakan memutar sehingga tanpa dapat ditahan lagi tongkat bambu itu lantas terlepas dari pegangan kakek itu. Pak-thian Koai-jin melompat ke belakang dan menarik napas panjang berulang-ulang.

"Seorang gagah tidak menarik kembali omongannya. Aku sudah kalah, terserah padamu. Mau bunuh boleh bunuh, mau hukum boleh hukum asal Eng Lan jangan diganggu." Tanpa banyak bantahan lagi dia lalu mengikuti rombongan penjaga yang membawanya ke kamar tahanannya!

See-thian Hoat-ong berwatak keras, apa lagi dia adalah bekas seorang panglima perang. Maka melihat semua kejadian ini, hatinya menjadi tidak senang. Dia berdiri tegak di dekat puteranya, menatap wajah Kui-bo Thai-houw dengan muka merah lalu berkata, suaranya lantang dan tegas,

"Aku datang bersama anakku selain hendak menemani Pak-thian Koai-jin minta muridnya dibebaskan, juga untuk minta tolong kepada Thai-houw supaya suka menggunakan Ngo-heng-giok-cu mengobati luka anakku karena pukulan beracun. Kalau fihak nyonya rumah menganggap aku sebagai tamu, aku minta diperlakukan sepantasnya, tidak semestinya dihina. Kalau aku dan puteraku datang dianggap musuh, aku orang she Kong selamanya belum pernah takluk kepada musuh tanpa mempertaruhkan nyawa. Seribu kali lebih baik tewas dari pada menakluk kepada musuh!"

Kui-bo Thai-houw adalah bekas selir kaisar. Melihat sikap ini, mendengar omongan yang gagah, memandang orang tinggi besar gagah perkasa bersama puteranya yang tampan dan gagah itu, timbul rasa kagumnya. Akan tetapi dia orang aneh dan kehendaknya selalu ingin ditaati orang saja. Baiknya Kun Hong yang melihat sinar kagum di mata Thai-houw cepat-cepat melangkah maju dan berkata.

"Biar aku mewakili Thai-houw supaya tidak membikin beliau lelah bicara denganmu, See-thiau Hoat-ong. Ketahuilah, terhadap orang-orang gagah seperti kau dan puteramu, kami mana tidak menghormat? Adalah karena kalian melanggar larangan mengunjungi pulau ini sehingga membikin Thai-houw marah. Kau minta tolong pengobatan puteramu? Pukulan itu adalah Hek-tok-sin-ciang yang amat hebat, apa kau kira gampang saja mengobatinya? Sedikitnya makan waktu berbulan-bulan. Jika mau puteramu diobati, kau harus taat pada peraturan. Tamu-tamu tidak boleh berkeliaran sesukanya, harus tinggal di kamar khusus. Setelah puteramu sembuh, baru kalian boleh pergi. Kalau tidak suka akan aturan ini, lebih baik kau dan puteramu pergi saja membawa luka-luka itu."

Thai-houw mengangguk-angguk puas. Setidaknya ucapan Kun Hong masih mengangkat derajatnya dan membayangkan dengan jelas akan pengaruhnya yang besar.

See-thian Hoat-ong orangnya jujur dan agaknya Kun Hong yang memang cerdik itu dapat menduga akan hal ini, maka pemuda itu tadi sengaja mengeluarkan kata-kata seperti itu. Menurut jalan pikiran See-thian Hoat-ong, ucapan tadi mengandung banyak cengli (aturan yang betul) juga. Dia datang untuk mengobatkan puteranya, tentu saja ia harus mentaati peraturan fihak yang akan menolongnya.

"Hemm, kalau begitu baiklah. Untuk sementara aku dengan Kong Bu akan tinggal di sini untuk mengobati luka-lukanya. Di mana kamar kami?"

Beberapa orang pelayan datang kemudian membawa mereka pergi dari situ. Kun Hong tersenyum lega dan memandang kepada Kui-bo Thai-houw dengan wajah berseri, "Bagus sekali, Thai-houw. Hari ini urusan dapat diselesaikan tanpa membuang banyak tenaga, bukan?"

Kui-bo Thai-houw berdiri dan membelai dagu pemuda itu penuh kasih sayang.

"Kau hampir membikin marah aku karena Eng Lan. Akan tetapi apa yang kau lakukan tadi memang cerdik. Biar mereka tahu rasa dalam tahanan dan tidak lagi berani memandang ringan terhadap para wanita!"

Namun Kun Hong tidak khawatir akan keselamatan para tawanan itu. Dia boleh dibilang ‘kenal baik’ dengan semua pelayan yang berkuasa dan ia dapat memesan mereka supaya memperlakukan para tawanan dengan baik. Ada pun tentang luka yang diderita oleh Kong Bu, dia adalah murid terkasih dari Thai Khek Sian, tentu saja dia mengenal luka pukulan Hek-tok-sin-ciang itu dan tahu cara pengobatannya. Bahkan tadi sepintas lalu dia melihat bahwa gurunya tidak bermaksud membunuh Kong Bu, dan luka itu hanyalah luka di luar yang tidak akan membahayakan nyawanya.

Demikianlah, para tawanan itu sebetulnya nasibnya tidak seperti tawanan. Mereka tinggal di dalam kamar-kamar tersendiri di bawah tanah, kamar-kamar yang sangat mewah dan indah, juga mendapat makan minum yang sangat baik dan dilayani oleh gadis-gadis cantik Hanya saja penjagaan sangat kuat dan mereka betul-betul dikurung, tak dapat keluar dari ruangan di bawah tanah.

Hanya Eng Lan sendiri yang bebas di luar. Biar pun tahu bahwa suhu-nya dan yang lain-lain terkurung di dalam ruangan-ruangan di bawah tanah, namun dia tidak diperkenankan masuk untuk menengok.

Beberapa hari kemudian datanglah Phang Ek Kok, kakak dari empat orang nenek kembar pelayan Kui-bo Thai-houw. Beberapa tahun sekali kakek pendek gemuk gundul ini tentu datang mengunjungi empat orang adiknya di pulau itu. Dia datang bersama seorang gadis cantik yang masih muda, gadis yang sikapnya pendiam dan nampak berduka saja.

Ketika dia muncul bersama Ek Kok di hadapan Kui-bo Thai-houw, Kun Hong memandang dengan mata terbelalak, kaget bukan main karena dia mengenal Kwa Siok Lan dalam diri gadis ini! Muka itu tiada bedanya dengan muka Kwa Siok Lan, seperti pinang dibelah dua, hanya sanggul rambut serta cara berpakaian saja yang lain, namun gadis ini lebih muda. Bentuk tubuh serta potongan mukanya persis tidak ada bedanya sedikit pun juga sampai Kun Hong memandang dengan bengong.

Gadis itu sendiri setelah menjura di depan Kui-bo Thai-houw, lantas berdiri menundukkan mukanya, sama sekali tak peduli kepada pemuda yang memandangnya dengan bengong itu.

"Kun Hong, kau melihat apa?" tegur Kui-bo Thai-houw, biar pun bibirnya tersenyum akan tetapi pada matanya terbayang iri hati.

Kun Hong sadar dan mukanya menjadi merah. "Aku... aku seperti sudah pernah bertemu dengan nona ini... lupa lagi entah di mana..."

Phang Ek Kok tertawa terkekeh kekeh, persis seperti empat orang adiknya kalau tertawa, hanya dia ini lebih besar suara ketawanya.

"Dia puteriku, selamanya berada di samping ayahnya ini, mana pernah bertemu dengan kau? Orang muda, jangan ngawur!"

Phang Ek Kok tidak lama berada di Pulau Ban-mo-to. Pertama karena Kui-bo Thai-houw memang tidak begitu suka dengan orang aneh ini, keduanya karena Thai-houw khawatir kalau-kalau Kun Hong tertarik oleh gadis langsing puteri Ek Kok itu. Maka baru satu hari di situ, dia segera memberi tugas kepada Phang Ek Kok untuk ‘mengawasi’ dan menjaga wilayah Kim-Ie-san bekas tempat tinggal Thai It Cinjin yang telah dirampasnya.

Begitulah keadaan di Pulau Ban-mo-to sebelum Wi Liong datang ke pulau itu kemudian tertangkap oleh jaring emas Kui-bo Thai-houw. Dan sekarang mari kita lanjutkan cerita ini dan mengikuti pengalaman Wi Liong lebih lanjut…..

********************

Seperti sudah dituturkan pada bagian depan, munculnya Eng Lan yang sudah mendapat kebebasan lagi setelah gurunya dan yang lain-lain ditahan dalam ruangan-ruangan bawah tanah, membuat Wi Liong terheran-heran, juga dia merasa girang bukan main karena ada harapan tertolong keluar dari dalam jala yang mukjijat itu. Kalau ia tidak dapat keluar lebih dulu dari dalam jala emas itu, bagaimana dia bisa bergerak leluasa menghadapi musuh-musuh yang demikian lihainya seperti Kui-bo Thai-houw dan anak buahnya?

Akan tetapi malang baginya. Selagi dia menanti kembalinya Eng Lan penuh harapan, tiba-tiba muncullah Kui-bo Thai-houw bersama seorang pemuda. Mereka berjalan-jalan sambil bergandengan tangan, tertawa-tawa bersenda-gurau di bawah pohon-pohon itu.

Ketika Wi Liong menggerakkan tubuh agar jala yang mengurung dirinya berputar sehingga dia bisa melihat mereka dengan jelas, pemuda ini lantas terkejut, heran, dan marah sekali. Ternyata bahwa pemuda yang bersenda-gurau dengan Kui-bo Thai-houw, yang bercakap-cakap dan tersenyum-senyum mesra itu, bukan lain adalah Kun Hong!

"Aku tadi mendengar orang-orang bicara tentang Thai-houw menjala ikan. Tumben sekali Thai-houw suka menangkap ikan. Ikan apa sih yang begitu menarik hati?" terdengar Kun Hong bertanya.

Kui-bo Thai-houw tertawa genit. "Tidak ada ikan yang dapat menarik perhatianku seperti engkau, anak manis. Memang ikan itu istimewa dan aku mengajakmu ke sini juga untuk memperlihatkannya kepadamu."

"Aah… Souw Niang, harap kau jangan main-main," kata Kun Hong dengan sikap merayu. Ketika berada berdua saja, memang Kun Hong tidak lagi menyebut Thai-houw, melainkan memanggil nama kecil wanita itu. "Souw Niang, untuk apa bicara tentang ikan? Aku sudah sering kali melihat ikan. Aku memiliki urusan yang lebih penting dari pada itu, yang selalu menggelisahkan hatiku..."

Wajah Kui-bo Thai-houw berseri dan melebar senyumnya, kelihatan senang sekali dirayu pemuda ini. "Kun Hong, apa sih yang menggelisahkan hatimu? Bukankah aku berada di sampingmu?"

"Souw Niang, kau sudah berjanji hendak mengobati lukaku dengan Im-yang-giok-cu. Tapi kenapa sampai sekarang belum juga kau lakukan? Souw Niang, lupakah kau bahwa luka ini bisa mendatangkan kematian bagiku?" Suara Kun Hong memohon.

Kui-bo Thai-houw tertawa kecil. "Anak bodoh. Jika aku berada di sampingmu selamanya, apa lagi yang kau takuti? Biar Giam-lo-ong (Raja Akhirat) sendiri yang datang, dia takkan mampu merampas kau dari hatiku. Jangan kau bingung, kekasih..."

Wi Liong merasa terkejut, heran dan muak sekali sampai dia menggigit bibirnya. Sungguh tidak disangkanya bahwa Kun Hong adalah pemuda serendah itu. pemuda tak tahu malu yang benar-benar di luar dugaannya.

Memang dia tahu bahwa semenjak kecil Kun Hong hidup di antara orang-orang jahat. Tapi sampai menjadi kekasih Kui-bo Thai-houw hanya untuk mencari obat, merayu wanita tua itu dan melupakan Eng Lan, benar-benar mendatangkan kemarahan luar biasa dalam hati Wi Liong. Saking marahnya ia tidak dapat melihat lagi ke arah dua orang itu dan terpaksa meramkan mata karena tidak dapat membalikkan tubuhnya.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar