Pedang Sinar Hijau (Cheng Hoa Kiam) Jilid 53

"Suheng, jangan...!" kembali Lan Lan mencegah suheng-nya. Akan tetapi melihat Kui Sek nekat terus, terpaksa gadis ini melompat mundur dan menonton dengan hati berdebar. la melihat betapa pemuda tampan itu hanya menggunakan sulingnya tadi untuk menangkis serangan pedang suheng-nya.

"Celaka, dengan suling saja mana mungkin dia menjaga diri dari serangan pedang suheng yang lihai...?" Gadis itu diam-diam amat mengkhawatirkan keselamatan Wi Liong.

Namun kekhawatirannya berubah menjadi keheranan luar biasa ketika dia melihat betapa tangkisan suling itu membuat tubuh Kui Sek terhuyung-huyung ke belakang dan pedang di tangan suheng-nya itu hampir saja terlepas dari pegangan.

Wajah si gemuk menjadi pucat dan matanya terbelalak kaget. Akan tetapi sudah menjadi watak Kui Sek yang tak mau kalah dalam pertempuran dan terlampau memandang tinggi kepandaian sendiri tanpa memandang kepandaian orang lain. Ia merasa betapa tangkisan suling itu membuat seluruh lengan kanan yang memegang pedang seakan-akan lumpuh dan pasangan kuda-kuda kakinya tergempur hebat, tetapi sebaliknya dari pada kapok dia malah menyerang lagi lebih hebat.

"Aku tidak mempunyai waktu untuk melayanimu!" Wi Liong berkata pelahan, sulingnya digerakkan secara aneh.

Terdengar suara keras ketika suling itu menangkis pedang, akan tetapi sekali ini suling itu terus meluncur ke arah lengan tangan Kui Sek. Pemuda gemuk itu berteriak kesakitan, lalu pedangnya terlepas jatuh mengeluarkan suara nyaring di atas lantai dan ia melangkah mundur sambil memegangi lengannya yang sakit sekali.

"Luar biasa...!" Lan Lan berseru.

Gadis ini sampai lupa untuk membantu suheng-nya. Kekagumannya terhadap Wi Liong meningkat dan dia hanya dapat berdiri bengong memandang.

Pada saat itu mendadak terdengar suara ketawa-tawa tidak karuan dan dari luar restoran tampak ‘menggelinding’ masuk seorang lelaki gemuk pendek berkepala gundul pelontos.

"He-he-heh-heh, Lan Lan... Kenapa kau diamkan saja suheng-mu dipermainkan orang?"

Wi Liong memandang dan kagetlah ia karena ia sudah mengenal si gundul ini yang bukan lain adalah orang gundul yang dulu bertempur melawan kelua Pek-eng-pai di Kim-Ie-san, kakak dari empat orang nenek kembar pelayan Kui-bo Thai-houw.

"Maaf," katanya sambil menjura, "sekali-kali siauwte tidak mempermainkan orang, malah tanpa sebab diserang. Bukankah begitu, Bu-beng Siocia?" tanyanya kepada Lan Lan.

Lan Lan mengangguk! Matanya yang bening tidak pernah lepas dari wajah Wi Liong.

"Lan Lan, kau bagaimana sih? Malah membenarkan musuh!" tegur Phang Ek Kok kepada puterinya.

Wi Liong tercengang. Kiranya gadis ini pun bernama Lan Lan, hampir sama dengan Siok Lan. Dan gadis ini puteri badut gundul yang lucu itu? Luar biasa sekali! Saking herannya pemuda ini sampai tidak mampu berkata apa-apa dan hampir saja dia tidak bergerak pula ketika Ek Kok menyerangnya dengan pukulan ke arah dadanya. Setelah Lan Lan berseru kaget melihat ayahnya memukul pemuda itu, barulah ia cepat mengangkat lengan tangan menangkis. Dan tubuh gemuk pendek itu lantas terlempar ke belakang!

"Berani kau menjatuhkan ayah?" Lan Lan berseru marah dan tangannya segera bergerak memukul.

"Plakk...!"

Lan Lan merasa kepalan tangannya panas ketika mengenai dada permuda itu. Dia cepat-cepat meloncat mundur karena jengah dan malu. Pemuda itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis ketika dia memukulnya tadi, malah kelihatan menerima pukulan itu sambil tersenyum padanya! Namun pemuda itu tidak kelihatan sakit sedikit juga, malah kepalan tangannya yang terasa panas!

Phang Ek Kok adalah seorang kang-ouw yang telah cukup berpengalaman. Ia tidak dogol seperti Kui Sek, akan tetapi dalam sekali gebrakan saja ketika tadi pukulannya tertangkis Wi Liong, tahulah dia dengan kaget dan heran bahwa tenaga serta kepandaian pemuda ini jauh lebih tinggi dari padanya.

"Apakah lo-enghiong (orang tua gagah) hendak mengamuk lagi seperti ketika berhadapan dengan Pek-eng-pai?" tanya Wi Liong sambil memandang wajah kakek pendek gemuk itu dengan tajam.

Makin kagetlah Phang Ek Kok. Kejadian di Kim-le san itu demikian hebat sampai banyak orang Pek-eng-pai tewas. Meski pun bukan dia yang menewaskan, akan tetapi tewasnya karena bertempur dengan dia.

Kekejaman Kui-bo Thai-houw yang membunuhi semua orang amat tidak menyenangkan hatinya. Ia tidak setuju dengan pembunuhan besar-besaran itu dan peristiwa di Kim-Ie-san ini akan selalu dikenang dengan penyesalan. Dan sekarang pemuda ini menyebut-nyebut tentang Kim-Ie-san, jangan-jangan pemuda ini adalah seorang dari Pek-eng pai yang akan membalas dendam. Tanpa banyak cakap lagi ia menyambar lengan Lan Lan dan berseru kepada Kui Sek,

"Hayo lekas pergi dari sini. Jangan mencari gara-gara meributkan tempat orang!" Setelah berkata demikian, dia berlari cepat menyeret puterinya. pergi dari situ diikuti oleh Kui Sek yang lari gedebag-gedebug di belakang suhu-nya.

Para pelayan rumah makan itu berteriak-teriak menagih uang makanan sambil mencoba untuk mengejar. Akan tetapi mana bisa mengejar tiga orang yang memiliki kepandaian lari cepat itu? Sebentar saja Ek Kok dan puteri serta muridnya sudah lenyap dari situ

Wi Liong menyesal sekali. Ia tidak sempat berkenalan dengan Lan Lan. Lagi-lagi ia hanya mengenal gadis itu sebagai Bu-beng Siocia, seperti ketika dia mengenal Siok Lan untuk pertama kalinya. Ia berkata kepada pengurus rumah makan,

"Tidak usah ribut. Biar aku yang akan membayar rekening mereka, berikut penggantian meja kursi yang rusak." Setelah berkata demikian, Wi Liong lalu duduk menghadapi Eng Lan.

Semenjak tadi Eng Lan hanya memandang saja dengan penuh keheranan akan sikap Wi Liong terhadap gadis muda galak yang tadi hampir berkelahi dengan dia. Sesudah duduk berhadapan dengan Eng Lan, sampai lama sekali Wi Liong masih diam saja seperti orang termenung, agaknya peristiwa yang baru saja dialaminya masih berkesan dalam-dalam di hatinya.

"Thio-taihiap, gadis tadi benar-benar mirip dengan enci Siok Lan," Eng Lan berkata uniuk mengingatkan pemuda itu bahwa dia masih berada di situ

"Hemm? Apa...? O ya nona Pui, kau masih di sini? Betul katamu, gadis tadi serupa benar dengan... dengan... nona Kwa Siok Lan," jawab Wi Liong gagap.

"Apakah engkau sudah berjumpa dengan enci Siok Lan, Thio-taihiap? Dan bagaimanakah urusanmu dengan dia? Kuharap saja sudah beres kembali," kata gadis itu ketika teringat akan peristiwa yang terjadi antara pemuda ini dengan Siok Lan, yaitu tentang terputusnya pertunangan sehingga dia sendiri dulu berusaha untuk mengusahakan penyambungannya kembali bersama Kun Hong.

Wajah Wi Liong tiba-tiba menyuram seperti api dian kehabisan minyak ketika mendengar pertanyaan ini. Dia maklum bahwa Eng Lan belum tahu akan urusannya dengan Siok Lan yang ruwet dan belum mendengar pula akan berita meninggalnya Siok Lan.

Melihat muramnya wajah Wi Liong yang tampak menjadi amat sedih sehingga garis-garis kesedihan muncul pada dahinya, membuat pemuda itu nampak tua, cepat-cepat Eng Lan berkata. "Maafkan aku kalau aku mendatangkan perasaan tidak enak padamu, taihiap."

Wi Liong menggeleng kepala dengan sedih.

"Kau tidak tahu, nona. Siok Lan sudah... sudah tidak ada lagi..."

Eng Lan terkejut. "Masudmu...?"

Wi Liong mengangguk lemah. "Dia sudah meninggal dunia. Berita ini kudengar dari See-thian Hoat-ong dan... ahh, nona Pui, harap kau jangan membicarakan tentang Siok Lan, tak kuat hatiku...”

Eng Lan menundukkan kepalanya, maklum bahwa tentu telah terjadi peristiwa hebat yang membuat pemuda ini patah hati dan berduka. Ia tidak berani lagi bicara tentang Siok Lan sungguh pun hatinya ingin sekali tahu apa gerangan yang telah terjadi.

Sesudah beberapa kali bertemu dengan pemuda ini dan menyaksikan sepak terjangnya, Eng Lan menjadi kagum dan hormat sekali terhadap Wi Liong yang dianggapnya sebagai seorang pendekar sakti yang patut dihormati.

"Nona Pui, aku tadi sengaja menahanmu di sini untuk bicara denganmu mengenai... Kun Hong."

Eng Lan mengangkat mukanya yang menjadi pucat, lalu menatap wajah Wi Liong dengan pandang mata tajam. Ia benar terkejut dan tidak menduga bahwa pemuda ini akan bicara kepadanya mengenai Kun Hong.

"Aku tidak ada urusan lagi dengan dia!" bantahnya ketus dan muka yang pucat itu segera berubah merah karena marah.

"Hemm, kulihat kau sangat marah kepadanya. Bagus, memang dia patut sekali menerima kemarahanmu, menerima hukumanmu."

Mendengar kata-kata ini Eng Lan seperti mendapat ‘hati’, merasa mendapat kawan yang membenarkan dirinya dalam perselisihannya dengan Kun Hong. Serta merta air matanya mengalir turun dan dia berkata lirih, "Dia kurang ajar, dia menghinaku! Manusia tak kenal budi itu!"

"Memang... memang Kun Hong sangat menyakitkan hatimu, aku sudah tahu hal itu, nona Pui. Akan tetapi..."

"Akan tetapi apa lagi? Aku tidak dapat mengampunkan dia!" Eng Lan memotong, dapat menduga apa yang hendak dikatakan Wi Liong karena dari nada suara pemuda itu sudah menyatakan bahwa pemuda ini hendak membantu Kun Hong.

"Aku hanya ingin memberi-tahumu bahwa belum lama ini aku bertemu Kun Hong, malah kami saling bertempur. Dia... menaruh hati cemburu kepadaku terhadapmu, nona. Itulah kiranya yang membuat dia bersikap tidak pantas. Harap kau ingat bahwa sejak kecil Kun Hong berada di bawah asuhan orang-orang tidak benar. Akan tetapi dia tidak jahat, hanya tersesat untuk sementara dan kiranya hanya cinta kasihnya yang besar kepadamu yang akan menolongnya. Dia... dia amat cinta kepadamu, nona dan sekarang dia seperti orang gila mencari-carimu. Demi cinta kasih murni, apakah kau tidak mau menemuinya?"

Air mata makin deras mengucur turun dan kedua mata Eng Lan. Ia melompat berdiri dan berkata terisak-isak. "Tidak...! Ti... dak sudi lagi aku...! Dia… boleh mampus...!" Sesudah berkata demikian dia lantas berlari pergi.

Wi Liong hanya bisa meneriakkan kata-kata, "Nona Pui, jangan ulangi kembali hal celaka yang terjadi antara aku dengan Siok Lan! Kun Hong dapat diinsyafkan oleh cinta kasihmu. Kasihanilah dia...!"

Akan tetapi Eng Lan sudah pergi jauh, dan lupa membayar makanannya.

Terpaksa Wi Liong merogoh kantong lantas membayar semua harga makanan, baik yang tadi dimakan oleh Kui Sek dengan Lan Lan, mau pun hidangan yang baru dimakan sedikit oleh Eng Lan. Dia sendiri tidak membeli apa-apa. tidak ada selera lagi padanya, tidak ada nafsu makan setelah dia mengalami hal-hal yang menegangkan hatinya.

Apa lagi pertemuan dengan gadis yang serupa benar dengan Siok Lan tadi. Tak terasa di dalam hatinya muncul harapan untuk bertemu kembali dengan Bu-beng Siocia tadi, yang hanya dia ketahui namanya memakai ‘Lan’ juga…..

********************

Mari kita ikuti perjalanan Kun Hong yang hatinya hancur mengingat kelakuannya sendiri terhadap Eng Lan. Dia merasa berdosa kepada kekasihnya itu. Apa lagi kalau dia teringat betapa dia telah memperlakukan Eng Lan sebagai seorang wanita rendah, malah dia maki lebih rendah dari pada para pelayan Kui-bo Thai-houw! Alangkah jahat mulut dan hatinya.

Eng Lan, gadis yang ternyata sangat setia padanya, yang sampai hampir mengorbankan jiwa di Ngo-tok-kauw karena hendak mencarikan obat untuknya! Gadis yang cintanya suci dan murni ini ia caci-maki, ia perlakukan kasar dan rendah, ia tuduh yang bukan-bukan. Ia samakan dengan dirinya sendiri, dengan dia yang sudah rusak moralnya.

Makin diingat makin sakit dan menyesal hati Kun Hong kepada diri sendiri. Teringatlah ia akan semua pengalamannya, akan semua jalan hidup sesat dan hina yang pernah ia lalui. Teringat ia akan Tok-sim Sianli, akan selir-selir gurunya, teringat pula ia kepada Ciok Kim Li yang kakinya sampai buntung karena dia. Dia teringat juga kepada wanita-wanita yang telah memasuki jalan hidupnya, kepada Kui-bo Thai-houw dan para pelayannya. Dia yang sudah begitu rusak dan bejat moralnya, masih berani mencaci-maki dan memfitnah yang bukan-bukan kepada Eng Lan. gadis suci murni itu!

"Aku sudah layak mampus!" katanya berkali-kali ketika seperti orang gila dia mendayung perahu pergi meninggalkan Ban-mo-to untuk mencari Eng Lan. "Aku harus temukan dia, aku harus minta ampun kepadanya atau mati di depan kakinya!" demikian dia mengambil keputusan. Karena sedih dan menyesalnya kepada diri sendiri, batu kemala Im-yang-giok-cu yang telah dia dapatkan itu tidak dia pergunakan. Dia tidak peduli lagi berapa lama dia masih akan hidup.

Dia mencari keterangan bertanya sana-sini, namun Eng Lan seperti lenyap ditelan bumi, tidak meninggalkan bekas. Meski pun demikian, Kun Hong tidak menghentikan usahanya, terus mencari dengan hati mengandung kedukaan besar.

Pada suatu hari, sepasang kakinya yang sudah penat itu membawanya ke lereng Gunung Thian-mu-san yang terletak di perbatasan Propinsi Kiang-si dan An-hui. Tanpa ia sengaja ia telah tiba di bagian yang penuh dengan tebing curam dan daerah berbatu yang sangat berbahaya. Sukar sekali tempat ini dilalui orang bila orang tadi tidak memiliki kepandaian tinggi.

Kun Hong sendiri yang sudah tinggi ilmunya, tapi karena tempat itu masih asing baginya, terpaksa dia melompat-lompat mencari jalan yang enak. Akhirnya dia tiba di dataran yang sebelah kirinya merupakan tebing yang curam sekali, jurang yang sangat terjal di sebelah kiri itu dalamnya ratusan meter. Akan tetapi kalau orang berdiri di atas tebing memandang ke bawah, nampaklah tamasya alam yang luar biasa indahnya terbentang luas di bawah kakinya, membuat orang terpesona oleh keindahan yang jarang terdapat ini.

Sampai lama Kun Hong berdiri di sana, menikmati pemandangan indah dan tiupan hawa gunung yang sedap nyaman. Terhibur juga hatinya oleh pemandangan dan suasana yang indah tenteram dan sunyi itu.

Memang, di kala manusia menyadari akan kebesaran alam, di kala orang merasa bahwa dirinya sebagai satu titik bagian alam yang amat kecil, amat tak berarti, saat itu ia akan kehilangan watak egoisnya dan merasa bersatu dengan alam. Oleh karena itu perasaan-perasaan pribadi seperti marah, susah dan lain-lain lenyap sekaligus, berganti perasaan yang ayem tenteram.

Saking tertariknya oleh semua keindahan itu, Kun Hong berdiri seperti patung. Selama ini jiwanya menderita kelelahan dan kini dia merasa nikmat seperti mengalami istirahat yang nyaman. Pemuda ini seperti dalam keadaan semedhi yang hening sehingga dia tidak tahu bahwa dari kaki gunung terdapat bayangan orang berkelebat ke sana ke mari, melompat dari batu ke batu dengan amat lincah tanpa mencari-cari jalan seperti Kun Hong tadi.

Hal ini menandakan bahwa orang itu sudah biasa dengan keadaan di daerah ini sehingga tanpa melihat dia bisa melompat ke sana ke mari mendaki ke tebing atas. Setelah dekat, dia mengeluarkan seruan tertahan melihat pemuda itu berdiri di tepi jurang seperti patung batu.

Yang baru datang adalah seorang gadis yang pendek sekali. Kalau dilihat dari jauh, tentu orang akan mengira bahwa dia adalah seorang anak perempuan yang masih kecil karena ketika meloncat-loncat tadi rambutnya yang diikat ke belakang melambai-lambai. Namun kalau dilihat dari dekat, wajahnya bukanlah wajah bocah, melainkan wajah gadis dewasa yang sudah masak, sedikitnya dua puluh tahun usianya. Dari pinggang ke atas dia normal seperti gadis-gadis biasa, akan tetapi kakinya amatlah pendek. Ia memandang Kun Hong dengan wajah menjadi pucat setelah mengenal pemuda ini, dan tanpa terasa lagi bibirnya berseru keras.

"Kun Hong...!"

Pemuda itu sadar dari lamunannya dan cepat memutar tubuh memandang, dengan mata penuh harap karena telinganya tadi menangkap suara memanggil namanya, suara... Eng Lan. Akan tetapi keningnya segera berkerut tanda kecewa ketika dia melihat bahwa gadis ini bukanlah Eng Lan, melainkan... Ciok Kim Li. gadis puteri Ciok Sam yang dulu terbunuh olehnya, gadis yang pernah menjadi kekasihnya dan yang sepasang kakinya terpaksa dia buntungi karena kaki gadis itu terluka parah oleh Tok-sim Sian-li.

"Kim Li, kau di sini...?" katanya perlahan, baru sekarang merasa heran bagaimana gadis buntung ini bisa berada di tempat yang sesunyi ini.

Tetapi tanpa disangka-sangka sama sekali, gadis buntung itu mencabut sebatang pedang dari punggungnya lantas dengan pedang itu dia menuding muka Kun Hong sambil berkata marah, "Bagus! Agaknya Thian yang membawa kau ke sini agar aku bisa mengadu nyawa denganmu, manusia jahat!"

"Eh... eh... Kim Li, kau kenapakah?" Kemudian Kun Hong teringat bahwa mungkin gadis ini marah dan sakit hati kepadanya karena dia telah membuntungi kedua kaki gadis itu. Ia menarik napas panjang, kemudian menundukkan muka dan berkata, "Yaah, memang aku seorang jahat yang pantas dibunuh, Kim Li. Akan tetapi kau keliru kalau marah kepadaku karena aku membuntungi kedua kakimu. Kalau kakimu tidak kubuntungi maka nyawamu tentu telah melayang oleh racun Tok-sim Sian-li."

Pedang di tangan Kim Li gemetar. "Aku bukan bicara soal diriku sendiri. Aku sama jahat dan busuknya dengan kau! Ayahku kau bunuh tapi aku malah menyerahkan diri padamu. Aku tidak tahu dan seperti buta bahwa kau seorang manusia busuk. Biarlah, buntungnya kedua kakiku adalah hukumanku karena aku tidak berbakti terhadap ayahku. Akan tetapi sekarang tiba saatnya bagiku untuk menebus semua kedurhakaanku. Bukan hanya untuk membalaskan mendiang ayah, tetapi terutama sekali membalaskan sakit hati mendiang enci Siok Lan dan membalaskan kesengsaraan suhu yang diderita karena kau!" Sesudah berkata demikian, gadis buntung itu menyerang hebat dengan pedangnya, menusuk dada Kun Hong.

Pemuda itu kaget dan heran sekali mendengar ucapan gadis tadi sehingga dia pun cepat mengibaskan tangannya ke arah punggung pedang. Pedang itu terpental ke samping dan hampir terlepas dari pegangan Kim Li.

"Nanti dulu, Kim Li. Apa artinya semua kata-katamu tentang nona Siok Lan dan suhu-mu tadi? Aku tidak mengerti kenapa aku kau persalahkan terhadap mereka.”

"Huh, kau masih pura-pura tidak tahu!" bentak Kim Li yang menjadi makin marah karena ternyata dia tidak berdaya menghadapi pemuda yang lihai ini. Padahal selama ini dia telah mendapat kemajuan pesat di bawah pimpinan suhu-nya. "Enci Siok Lan sampai terputus perjodohannya dengan Thio Wi Liong, malah sampai meninggal dunia akibat perbuatanmu yang merenggangkan hubungan mereka! Karena perbuatanmu yang tidak tahu malu itu, mengaku-aku di hadapan Kwee lo-enghiong bahwa kau kekasih enci Siok Lan, kau telah mendatangkan mala petaka sehingga enci Siok Lan membunuh diri dan suhu-ku, Kwa-suhu ayah enci Siok Lan, menjadi berubah ingatan!"

Tentu saja Kun Hong kaget bukan kepalang mendengar ini. Ia merasa semakin nelangsa, batinnya semakin tertindih karena bertumpuknya dosa, karena akibat perbuatannya sudah mendatangkan banyak mala petaka. Kini makin terbukalah mata hatinya betapa hidupnya dahulu penuh kejahatan, betapa selama ini dia telah tersesat ke jalan hitam.

"Aduh, sampai begitu hebat? Di mana Kwa-lo-enghiong sekarang? Biarlah aku mencoba mengobatinya..." katanya, teringat akan Im-yang-giok-cu yang disimpannya. Dia akan rela memberikan bata kumala mukjijat ini kepada Kwa Cun Ek, asal dapat menyembuhkannya dan dengan demikian dia dapat menebus sebagian dari pada dosanya.

Mana Kim Li mau percaya? Dengan marah dia menerjang lagi. "Keparat jahanam, siapa sudi percaya omonganmu yang beracun? Lebih baik kau mampus!" Pedangnya kembali menusuk dan kali ini dengan seluruh kekuatan yang ada padanya sehingga tubuhnya ikut melayang bersama pedang itu bagaikan seekor burung garuda menyambar.

Hebat serangan ini. Kun Hong mengerti bahwa kalau dia menangkis, tentu gadis ini akan terbanting dan terluka, maka cepat sekali dia menyelinap ke kiri sehingga tubrukan gadis itu mengenai tempat kosong.

Terdengar pekik mengerikan dan Kun Hong berdiri dengan wajah pucat bukan main, tidak bergerak bagaikan patung melihat betapa gadis itu yang tadinya menyerangnya sepenuh tenaga, sekarang karena menubruk tempat kosong, tidak dapat dicegah lagi terlempar ke bawah, ke dalam jurang atau tebing yang ratusan meter dalamnya itu!

Sampai lama Kun Hong berdiri pucat, menutupi telinga dengan tangan sambil meramkan mata agar jangan melihat atau mendengar kejadian yang hebat mengerikan ini. Kembali ia mengakibatkan mala petaka yang mengerikan. Akibat dari perbuatannya pula biar pun kali ini tidak ia sengaja.

Mengapa dosa mengejar-ngejarnya terus? Dua titik air mata turun membasahi pipinya.

Setelah berhasil menenteramkan guncangan hatinya, dia lalu menjenguk ke bawah. Tidak kelihatan apa-apa saking dalamnya jurang itu. Tiba-tiba dia melihat gulungan tambang di tempat itu, tak jauh dari tempat dia berdiri. Tentu Kim Li yang membawa tambang ini tadi, entah untuk apa.

Memang sebetulnya Kim Li yang tadi membawanya karena dalam perjalanannya terakhir dia harus menggunakan tambang untuk mencapai tempat tinggalnya, tempat tinggalnya bersama gurunya.

Tanpa berpikir panjang lagi Kun Hong mengambil tambang itu dan mengikatkan ujungnya pada sebuah pohon. Kemudian melalui tambang itu dia merosot turun ke dalam jurang, dengan maksud untuk mencari mayat Kim Li dan menguburnya baik-baik. Untuk menjaga segala kemungkinan di tempat yang berbahaya ini, dia menghunus pedangnya dan terus merosot turun perlahan-lahan sambil memandang ke sana sini untuk mencari-cari mayat gadis buntung itu.

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, "Bangsat keji! Setelah membunuh Kim Li cici, kau hendak melarikan diri ke mana?”

Kun Hong kaget dan memandang. Ternyata di tengah-tengah tembok karang tebing yang curam itu terdapat sebuah goa yang besar sekali dan dari mulut goa ini sekarang muncul seorang gadis. Siok Lanlah gadis itu?

Karuan Kun Hong merasa bulu tengkuknya berdiri. Bukankah tadi Kim Li menyatakan bahwa Siok Lan sudah mati? Kenapa sekarang tahu-tahu dia muncul di tempat yang luar biasa ini? Apakah ini roh Siok Lan yang datang mengganggunya?

Dia tidak sempat berpikir lebih jauh karena tiba-tiba gadis itu mengayun kedua tangannya. Tampak sinar berkilauan berkelebat dan belasan batang senjata rahasia Kim-thouw-ting (Paku Berkepala Emas) sudah menyambar ke arahnya dengan kecepatan luar biasa dan hebatnya, yang diarah adalah jalan-jalan darah di tubuhnya. Inilah kepandaian hebat!

Kun Hong cepat memutar pedangnya menangkis. Paku-paku itu dapat ditangkisnya, akan tetapi ia merasa betapa pedangnya tergetar pada saat menyampok paku-paku itu, tanda bahwa gadis itu betul-betul lihai sekali, tidak saja dapat menyambit dengan gerakan sulit yang disebut Boan-thian-hwai (Hujan Bunga dari Langit), yaitu cara melepaskan senjata rahasia yang hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli am-gi (senjata gelap) yang berilmu tinggi, juga ternyata memiliki tenaga lweekang yang hebat sekali.

Di lain fihak, gadis itu lantas tercengang ketika berondongan pertama dari tiga belas buah Kim-thouw-ting yang dilepasnya tadi tidak sebuah pun mengenai sasaran. Padahal, kalau ada sekelompok burung terbang di udara, tiga belas pakunya tadi sudah dapat dipastikan akan menghasilkan tiga belas ekor burung!

Kembali kedua lengannya terayun dan kini sekaligus tujuh belas buah paku melayang ke arah Kun Hong, sebagian menyambar tubuhnya bagian atas hingga kepala, sebagian pula menyambar tubuh bagian bawah sampai ke kaki!

Kun Hong terkejut sekali. Serangan ini benar-benar berbahaya dan hanya dapat dihalau dengan pemutaran pedang mengelilingi seluruh tubuhnya. Ia menarik kedua kaki ke atas. berpegang erat-erat pada tambang dengan tangan kiri, sementara itu pedangnya diputar cepat sekati di sekeliling tubuhnya.

Celaka baginya, ia lupa bahwa ia sedang tergantung pada sebuah tambang. Maka tanpa dapat dicegah lagi, pedangnya sendiri membabat putus tambang di atas kepalanya hingga tubuhnya lantas melayang ke bawah!

"Eng Lan...! " Kun Hong berseru atau lebih tepat bersambat kepada kekasihnya.

Dalam menghadapi maut, yang teringat olehnya hanya Eng Lan. Ia maklum bahwa kali ini tidak ada harapan lagi baginya, maka dia memegang pedang erat-erat untuk menghadapi kematian dengan pedang di tangan, biar pun mati terbanting hancur.

Pada detik yang gawat itu. dua buah paku menyambar dengan kepala di depan dan tepat menotok jalan darah tai-twi-hiat dan yan-goat-hiat di tubuh Kun Hong. Seketika itu juga tubuh Kun Hong menjadi-kaku seperti kayu! Dia tidak mampu menahan karena memang keadaannya sudah tak berdaya dan ia sendiri tidak peduli lagi akan serangan orang maka dia mendiamkan saja jalan darahnya tertotok oleh paku-paku yang sengaja disambitkan dengan terbalik itu!

Kemudian terdengar suara bersiut. Sebatang tambang lain menyambar dari arah goa itu, dengan cepat dan tepat sekali tambang itu melibat tubuh Kun Hong dan di lain saat tubuh pemuda itu sudah dibetot melayang ke arah goa, jatuh berdebuk di lantai goa depan kaki gadis gagah perkasa itu!

"Siapa yang kau tawan itu, anakku?" terdengar suara laki-laki yang nyaring dan besar.

Dari dalam goa muncullah dua orang laki-laki, yang seorang tinggi tegap dengan jenggot panjang gemuk menutupi leher, matanya lebar dan nampaknya gagah sekali. Yang ke dua adalah seorang laki-laki tinggi besar pula, akan tetapi kedua matanya buta. Mereka keluar dan begitu melihat Kun Hong, tiba-tiba laki-laki tua tinggi besar itu tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, kalau kita bicara tentang iblis, sekarang dia telah muncul! Saudara Kwee Sun Tek, tahukah kau siapa iblis yang ditangkap oleh anakku?"

"Siapakah dia, saudara Kwa Cun Ek?" balas tanya si buta.

"Ha-ha-ha-ha, siapa lagi kalau bukan jahanam keparat Kun Hong, biang keladi keributan antara kita. Ha-ha-ha!"

Orang buta itu nampak terkejut. Juga gadis gagah perkasa yang menawan Kun Hong tadi kelihatan kaget sekali.

Siapakah gadis ini? Apakah betul Siok Lan yang sudah mati di sungai? Dan kenapa Kwee Sun Tek dan Kwa Cun Ek bisa berada di tempat itu? Tentu pembaca bingung karenanya. Maka baiklah kita mundur sedikit mengikuti perjalanan Kwa Cun Ek, ayah Kwa Siok Lan yang dalam hidupnya banyak mengalami pahit getir ini…..

********************
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar