Pedang Sinar Hijau (Cheng Hoa Kiam) Jilid 50

Kun Hong hendak membantah lagi, akan tetapi wanita itu mencegahnya dengan kata-kata lirih.

"Ssttt, hal ini akan kita bicarakan lagi nanti. Sekarang mari kau lihat ikan yang kutangkap. Tanggung kau akan tertarik sekali," Sambil berkata demikian Kui-bo Thai-houw memegang lengan pemuda itu dan sekali tubuhnya bergerak, ia telah melompat ke atas pohon sambil menggandeng Kun Hong!

"Eh... ehh... kenapa lihat ikan ke pohon? Ikan atau burung yang..." tiba-tiba Kun Hong tak dapat melanjutkan kata-katanya saking heran dan terkejutnya melihat Wi Liong di dalam jala, tergantung dan terayun-ayun pada cabang pohon persis seperti seekor burung dalam sangkar!

Saking geli hatinya, tanpa dapat ditahan lagi Kun Hong tertawa terbahak-bahak ketika dia bersama Kui-bo Thai-houw duduk di atas sebuah cabang pohon yang melintang tepat di depan Wi Liong.

"Ha-ha-ha-ha, alangkah lucunya ikan yang kau jaring! Ha-ha-ha-ha!" demikian Kun Hong tertawa, akan tetapi diam-diam otaknya yang cerdik bekerja dan mencari siasat.

Wi Liong! Inilah orangnya yang dia butuhkan, pikirnya! Dengan Wi Liong di sampingnya, dia merasa akan kuat menghadapi Kui-bo Thai-houw. Akan tetapi dia sengaja tertawa dan mengejek, dan karena dia memang betul-betul merasa geli melihat keadaan Wi Liong itu, maka tidak sukarlah permainan sandiwara ini.

Kui-bo Thai-houw tersenyum. "Eh, tahukah kau? Bocah ini datang hendak merampas Eng Lan dari sini."

Wajah Kun Hong agak berubah. Memang Kui-bo Thai-houw sengaja menyebarkan racun melalui kata-katanya agar pemuda kekasihnya ini membenci Eng Lan. Hal ini mudah saja termakan oleh Kun Hong yang memang sudah menaruh hati cemburu terhadap Wi Liong ketika dia dahulu melihat Eng Lan bersama Wi Liong tertawan oleh Ngo-tok-kauw.

"Tentu dia ada hubungan dengan Eng Lan. Jika tidak masa dia berani mati datang ke sini hendak membawa pergi gadis itu!" Kui-bo Thai-houw melanjutkan penyebaran racunnya. "Apakah pemuda ini juga akan dimaafkan dan diampuni seperti yang lain? Kun Hcng, aku serahkan dia padamu, terserah mau kau bunuh atau kau ampuni."

Sementara itu Wi Liong tidak mampu menahan kemarahannya lagi. "Kun Hong manusia tak tahu malu! Lepaskan aku dan mari kita bertempur secara laki-laki sampai seribu jurus! Boleh kau dibantu oleh Kui-bo Thai-houw sekalian, aku Thio Wi Liong bukanlah manusia yang takut dikeroyok!"

Kun Hong tertawa terbahak-bahak, mentertawakan Wi Liong yang marah-marah sambil meronta-ronta dalam jaring itu. "Ha-ha-ha, lucu benar orang ini, Thai-houw. Dia ini adalah anak keponakan Kwee Sun Tek, orangnya sombong sekali biar pun kepandaiannya tidak seberapa. Tapi betapa pun juga aku ingin menjajal kepandaiannya setelah aku menerima petunjuk darimu. Thai-houw, harap kau lepaskan dia, aku hendak menghadapinya barang seratus jurus kalau dia kuat bertahan."

Kui-bo Thaihouw mengangguk. "Mana pedangmu? Mengapa tidak kau bawa pedangmu Cheng-hoa-kiam?”

"Aku akan mengambilnya dulu," kata Kun Hong sambil melompat turun dari cabang pohon itu dan berlari cepat ke kamarnya.

Kui-bo Thai-houw masih duduk di atas cabang di depan Wi Liong.

"Orang muda. apakah kau cinta kepada Eng Lan?" ia bertanya sambil memandang wajah yang tampan itu, merasa sayang juga bahwa pemuda setampan ini datang memusuhinya.

Wi Liong adalah seorang pemuda yang berotak tajam dan sangat cerdik. Ketika tadi dia mendengar pembicaraan antara wanita ini dan Kun Hong di depannya, dia sudah mengerti bahwa ada hubungan mesra antara mereka berdua itu dan bahwa wanita setengah tua yang genit ini menaruh hati cemburu terhadap Eng Lan dan mengharapkan Eng Lan pergi dari pulaunya agar dia dapat memiliki Kun Hong tanpa adanya saingan.

Dia merasa jemu dan muak. Tadinya dia tidak sudi melayani wanita ini bercakap-cakap. Akan tetapi mendengar pertanyaan itu mau tidak mau dia menjawab juga secara singkat.

"Tidak. Jangan mengacau yang bukan-bukan."

"Sayang..." Kui-bo Thai-houw mengangkat pundaknya, gerakannya genit sekali tak kalah dengan gadis-gadis remaja puteri. "Kalau kau cinta padanya dan berjanji kepadaku mau membawanya pergi dari sini dan tidak akan kembali lagi, aku akan dapat mencegah Kun Hong membunuhmu."

"Hemm, bagaimana kau bisa tahu Kun Hong hendak membunuhku?"

"Apa lagi? Kau akan kulepaskan dari jaring itu, lantas Kun Hong mengajakmu bertanding dan kau tentu akan mampus."

"Belum tentu! Aku tidak takut kepada Kun Hong!"

Kui-bo Thai-houw tersenyum manis, matanya memandang wajah pemuda dalam jaring itu dengan sinar berseri. "Ahh, kiranya kau gagah juga! Pemuda lumayan... bukan lumayan lagi... bahkan boleh dibandingkan dengan Kun Hong... sayangnya kau sombong dan tidak taat padaku, sayang kau harus mampus...!"

Wi Liong mendongkol sekali. Dia tahu jalan pikiran wanita tua yang cabul dan gila pemuda ini.

"Kuibo Thai-houw, jangan kira aku pemuda semacam Kun Hong yang sudi dan mandah saja kau permainkan!"

Pada saat itu bayangan Eng Lan berkelebat melompat ke belakang Wi Liong dan pedang Cheng-hoa-kiam di tangannya digerakkan membacok dengan maksud hendak membabat putus jaring yang tergantung itu. Wi Liong girang bukan main. Bagaimana gadis itu berani bergerak selagi Kuibo Thai-houw berada di dekat situ?

Kekhawatiran hati Wi Liong ini terbukti. Melihat gadis itu datang-datang membawa pedang hendak dibacokkan ke arah Wi Liong, Kui-bo Thai-houw menjadi salah sangka. Dikiranya bahwa gadis itu hendak membunuh Wi Liong.

"Gadis liar, jangan kurang ajar. Pergi!"

Dari tempat duduknya Kui-bo Thai-houw menggerakkan tangan kanan mengirim pukulan jarak jauh ke arah dada Eng Lan.

Wi Liong kaget sekali, maklum bahwa itulah pukulan maut yang belum tentu bisa ditahan oleh Eng Lan. Cepat dia mengerahkan tenaga, lantas dari dalam jaring dia menggerakkan kedua tangannya mendorong ke arah Kui-bo Thai-houw. Dua tenaga luar biasa bertemu di udara.

Pui Eng Lan selamat karena tenaga atau hawa pukulan Kui-bo Thai-houw kena digempur meleset oleh Wi Liong. Akan tetapi karena hawa pukulan itu memang sangat hebat, baru anginnya saja membuat Eng Lan kehilangan keseimbangan tubuh. Karena itu pedangnya tidak mengenai jaring dan tubuhnya terhuyung lalu terpaksa dia melompat turun agar tidak jatuh!

Kui-bo Thai-houw menjadi kaget bukan main ketika hawa pukulannya digempur oleh hawa pukulan lain dari depan, terlebih lagi karena cabang yang ia duduki sampai menjadi patah saking hebatnya gempuran tadi. Seujung rambut pun dia tidak pernah menyangka bahwa pemuda di dalam jaring ini memiliki tenaga yang sehebat itu. Akan tetapi dia tidak sempat memikirkan hal ini karena dia harus cepat menggerakkan tubuh melompat ke cabang lain supaya tidak ikut terpelanting bersama cabang yang dia duduki tadi.

Sebelum ia hilang kagetnya, tiba-tiba datang empat orang gadis pelayan berpakaian hijau berlari-lari sambil menjerit-jerit,

"Thai-houw... harap lekas kembali... thai-cu memasuki kamar besar, dicegah oleh empat toanio dan sekarang mereka sedang bertempur!"


Kagetlah Kui-bo Thai-houw mendengar ini. Kamar besar adalah kamarnya dan di sana dia menyimpan semua miliknya yang paling berharga. Tak seorang pun yang boleh memasuki kamar itu, termasuk Kun Hong yang disebut thai-cu (pangeran) tak pernah diperbolehkan masuk.

Kamar besar itu selalu dijaga oleh empat toanio, yaitu empat wanita kembar yang gemuk buruk rupa itu, dijaga keras dan siapa pun dilarang menginjakkan kaki di dalam kamar ini. Jika Kun Hong sudah nekat memasuki kamar dan sampai berkelahi dengan para penjaga itu, benar-benar kejadian yang hebat dan tentu terjadi perubahan yang luar biasa. Semua benda pusakanya disimpan di kamar itu, termasuk kemala mukjijat Im-yang-giok-cu dan Ngo-heng-giok-cu!

Tanpa pedulikan Wi Liong dan Eng Lan lagi, sambil mengeluarkan seruan aneh wanita ini berkelebat pergi cepat sekali, menuju ke kamar besar.

Eng Lan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Cepat dia melompat lagi ke dekat Wi Liong dan sekali babat saja putuslah jaring itu dan tubuh Wi Liong melayang ke bawah. Namun pemuda yang sakti ini dapat mencapai tanah dengan tubuh ringan. Cepat dia melepaskan jaring yang masih menyelubunginya, kemudian dia menghadapi Eng Lan yang sudah ikut melayang turun.

"Terima kasih, nona," katanya singkat akan tetapi suaranya mengandung rasa syukur.

“Cepat, mari bebaskan suhu dan yang lain-lain lebih dulu," kata Eng Lan.

"Nanti dulu, kita bantu dulu Kun Hong. Ke sinikan Cheng-hoa-kiam itu, Kui-bo Thai-houw lihai sekali," kata Wi Liong.

Eng Lan mengerutkan kening akan tetapi tetap memberikan pedang itu kepada Wi Liong. "Manusia macam dia perlu apa dibantu?" Kemudian ia berkata lagi dengan sikap dongkol, "Lagi pula, dia mana perlu bantuan? Dia sudah menjadi tapak kaki siluman betina itu."

"Kurasa tidak demikian, nona. Kun Hong hanya sedang bersandiwara. Dia ingin obat, juga ingin menyelamatkan kau dan yang lain-lain. Aku dapat menduga isi hatinya dari pandang matanya tadi. Tentu sekarang dia mengharapkan bantuanku maka dia berani menentang Kui-bo Thai-houw. Mari... atau kau boleh membebaskan suhu-mu dan yang lainnya, biar aku membantu Kun Hong." Begitu selesai bicara, Wi Liong segera berlari. Sesudah ragu-ragu sebentar Eng Lan lalu menyusul pemuda itu.

Dugaan Wi Liong memang tidak keliru. Kun Hong mempergunakan kesempatan ketika dia pulang mengambil pedangnya yang ternyata sudah tak berada di kamarnya lagi. Dia cepat menuju ke kamar besar di mana ia tahu disimpan Im-yang giok-cu dan Ngo-heng giok-cu. Tentu saja ia dilarang oleh empat orang wanita kembar.

"Aku disuruh Thai-houw untuk mengambil Im-yang giok-cu," katanya kepada empat orang wanita kembar itu.

"Biar pun thai-cu...”

"...tak boleh masuk...”

"...tanpa ijin..."

"...Thai-houw!” demikian kata mereka.

Kun Hong menjadi marah. "Apa kalian tidak tahu bahwa Thai-houw amat sayang padaku? Thai-houw yang menyuruh aku masuk!"

"Tidak ada bukti..."

"Tak boleh masuk..."

"Kecuali kalau...”

"Thai-houw sendiri datang...!”

Kun Hong tidak sabar lagi. "Aku mau masuk, coba kalian mau apa!" Cepat dia menerjang empat orang wanita itu dengan hebat sekali.

Mereka terkejut bukan main, tidak menyangka bahwa pemuda yang selama ini mendapat perlakuan dan rawatan amat baik ternyata sekarang menyerang mereka dengan sungguh-sungguh, menyerang dengan pukulan maut! Saking kagetnya mereka serentak melompat ke belakang dan kesempatan itu dipergunakan oleh Kun Hong untuk menerobos masuk ke dalam kamar besar.

Sudah sering kali dari luar dia memperhatikan kamar yang indah ini. Ia tahu betul di mana Thai-houw menyimpan barang-barang penting, termasuk Im-yang-giok-cu dan Ngo-heng-giok-cu, sebab dalam keadaan gembira wanita itu pernah menceritakan hal ini kepadanya.

Cepat ia menyambar sebuah peti hitam berukir naga di bawah ranjang lalu membukanya. Untuk beberapa detik dia merasa silau karena di dalam peti itu terdapat perhiasan yang serba indah, terbuat dari batu-batu giok (kemala) yang jarang ada di dunia ini.

Akan tetapi Kun Hong hanya mengambil dua buah benda, yaitu sebuah potongan tongkat dengan kepala batu kemala lima warna yaitu Ngo-heng-giok-cu dan sebuah kalung dengan mata batu warna dua yang aneh sekali warnanya, disebut hitam putih tapi kadang-kadang putihnya menjadi kuning hitamnya menjadi merah dan kalau dipandang lebih teliti berubah lagi, akan tetapi selalu dua warna yang bertentangan. Inilah Im-yang-giok cu!

Ketika Kun Hong mengantongi dua benda ini, empat orang nenek kembar itu sudah dapat melenyapkan kebingungan mereka dan sekarang dengan wajah kereng mereka menyerbu masuk. Empat helai tali ikat pinggang mereka yang lihai segera menyambar ke arah Kun Hong, mengarah jalan darah yang berbahaya. Kun Hong melompat mundur.

Sayang Cheng-hoa-kiam tidak ada padaku, pikirnya. Ia melihat sebatang pedang dengan sarung berukir indah tergantung di dinding kamar itu. Cepat pedang itu disambarnya dan dihunus. Hatinya menjadi girang karena pedang itu adalah sebatang pedang yang tua dan selain indah juga tajam sekali. Ia memutar pedang dan di lain saat ia sudah dikeroyok oleh empat orang nenek itu, bertempur dengan serunya.

Dahulu pun ketika untuk pertama kali Kun Hong datang ke Ban-mo-to, empat orang nenek ini tidak kuat melawannya. Apa lagi sekarang! Kun Hong sudah menerima pelajaran ilmu silat dengan tali ikat pinggang itu, maka tentu saja kini lebih mudah dia menghadapi empat orang pengeroyoknya yang sudah dia kenal ilmu silatnya yang berdasarkan barisan segi empat. Dalam belasan jurus saja dia sudah dapat mendesak mereka mundur dan keluar dari kamar itu sehingga pertempuran dilanjutkan di luar kamar.

"Mundur! Apakah kalian sudah bosan hidup?!" Kun Hong membentak, mendongkol sekali dengan adanya rintangan ini karena dia ingin buru-buru melepaskan Wi Liong agar supaya dapat membantunya menghadapi Kui-bo Thai-houw yang lihai.

Akan tetapi empat orang nenek yang amat setia terhadap Kui-bo Thai-houw itu mana mau mundur? Mereka malah mendesak dengan nekat dan melakukan serangan-serangan yang berbahaya.

Banyak pelayan-pelayan yang cantik dan muda melihat pertempuran ini. Mereka serentak maju, akan tetapi karena maklum bahwa ilmu kepandaian mereka masih terlalu jauh kalau dibandingkan dengan mereka yang sedang bertempur, maka mereka ini hanya menonton saja dengan pedang di tangan, tidak berani mengeroyok Kun Hong. Empat orang pelayan pakaian hijau cepat lari mencari Kui-bo Thai-houw di dalam taman hutan.

Maklum bahwa keadaan amat tidak baik baginya, maka Kun Hong mempercepat gerakan pedangnya dan berturut-turut dia pun merobohkan empat orang nenek kembar itu dengan tendangan dan totokan tangan kirinya. Dia masih tidak mau memperbesar urusan dengan pembunuhan, maka dia merobohkan empat orang nenek itu dengan luka-luka ringan saja.

Selagi dia merasa lega karena tidak dikeroyok lagi dan hendak cepat-cepat lari kembali ke dalam taman, tiba-tiba dia mendengar bentakan halus,

"Manusia tak kenal budi. Kau sudah berbuat apa?"

Suara ini halus sekali, akan tetapi bagi Kun Hong terdengar lebih menyeramkan dari pada suara yang kasar dan parau. Mukanya seketika menjadi pucat. Bukannya dia terlalu takut menghadapi wanita ini, akan tetapi karena dia merasa terlambat dan rencananya sudah gagal. Ia kaget sekali melihat Kui-bo Thai-houw yang tidak disangka-sangkanya akan tiba di situ. Dan Wi Liong belum lagi dia lepaskan!

Akan tetapi pemuda ini segera bisa menenangkan dirinya lagi. Ia tersenyum dan berkata,

"Thai-houw, tadi aku hendak mengambil pedangku, akan tetapi siapa kira pedang Cheng-hoa-kiam sudah lenyap dari kamarku. Aku lalu teringat bahwa di dalam kamarmu terdapat sebatang pedang, maka aku pergi ke situ untuk mengambilnya, hendak kugunakan untuk melawan pemuda sombong itu. Ehh, tidak tahunya empat orang penjagamu begitu kurang ajar dan tidak mempercayaiku sehingga kami bertempur dan aku terpaksa merobohkan mereka dengan totokan dan tendangan. Harap kau jangan marah."

Kobaran api kemarahan di dalam dada Kui-bo Thai-houw langsung berkurang mendengar keterangan ini. Memang masuk di akal sekali. Tadi pun dia melihat pedang itu berada di tangan Eng Lan.

Lalu bagaimana kalau Kun Hong bersekongkol dengan Eng Lan dan sengaja memberikan pedang Cheng-hoa-kiam kepada gadis itu untuk pergi membunuh Wi Liong? Tak mungkin. Pertama, apa perlunya membunuh Wi Liong meminjam tangan Eng Lan? Pula, Kun Hong tidak begitu goblok menyuruh Eng Lan melakukan sesuatu di hadapannya.

Jika begitu lebih tepat keterangan Kun Hong tadi. Bisa jadi sekali pedang Cheng-hoa-kiam dicuri oleh Eng Lan. Ia sudah hampir mempercayai kekasihnya ini dan sudah membayang senyumnya, senyum lega bahwa kekasihnya tidak menghianatinya.

Akan tetapi Si Hwa yang robohnya bukan terkena totokan melainkan terkena tendangan Kun Hong, masih bisa mengeluarkan suara, "Thai-houw... dia mengambil Im-yang-giok-cu dan Ngo-heng-giok-cu...!"

Api kemarahan yang hampir padam itu berkobar lagi, terlihat dari sinar mata yang berapi-api. "Kun Hong, apa benar itu?"

Kun Hong tersenyum. Kini rahasianya telah ketahuan, tidak ada jalan lain baginya kecuali menentang wanita ini secara berterang. Dia memegang pedang itu lebih erat lagi dan siap sedia menghadapi serangan mendadak yang menjadi kebiasaan wanita itu.

"Ya. Terpaksa kuambil karena kau sendiri tahu betapa aku amat membutuhkannya untuk mengobati lukaku di dalam tubuh," jawabnya singkat, menanti penuh kewaspadaan.

Kui-bo Thai-houw mengeluarkan suara ketawa merdu, sama sekali tanpa menggerakkan bibir atau membuka mulut. Benar-benar mengerikan melihat wanita ini tertawa seperti itu. Inilah tanda bahwa dia sudah marah sekali, tanda bahwa maut sedang mengintai korban melalui keganasan wanita ini.

"Kau mengambil pedang dan batu-batu kemala masih bisa diampuni, akan tetapi penipuan dan penghianatanmu kepadaku hanya dapat ditebus dengan nyawa. Kun Hong, keluarkan benda-benda itu dari saku bajumu!"

"Menyesal tak dapat kukembalikan, Thai-houw, karena aku membutuhkannya sekali."

"Aku bicara sebagai ibu angkatmu!"

"Kau yang mengangkatku sebagai anak, tetapi aku tidak pernah mengangkatmu sebagai ibu."

"Keparat! Apa kau tidak ingat akan hubungan kita? Kau tak kenal budi!"

"Kau yang menjadikan aku kekasihmu, aku terpaksa dan hanya melayani kehendakmu."

"Bedebah! Kau tidak mau menurut? Aku gurumu!"

"Seorang guru tentu akan membela muridnya, apa lagi melihat murid terancam maut. Kau malah mengulur-ulur waktu tidak mau mengobatiku. Kau bukan guruku, lagi pula aku tidak pernah mengangkatmu sebagai guru"

"Bocah kurang ajar! Kau mengandalkan apa? Mampuslah!" Kui-bo Thai-houw yang sudah kehabisan kesabarannya mencelat maju, tangan kanannya bergerak memukul dan tangan kirinya menggerakkan tali ikat pinggangnya yang sudah terkenal amat lihai itu.

Inilah sebuah serangan luar biasa yang telah merampas jiwa musuh entah berapa banyak. Pukulan tangan kanannya amat halus dan tidak terasa ada angin pukulannya, akan tetapi dari jarak jauh sudah cukup kuat untuk mencabut nyawa lawan!

Jangan lupa pula serangan tali ikat pinggang itu. Tali itu kecil panjang dan mengeluarkan suara bercuit melengking tinggi ketika menyambar ke arah jalan darah kematian di leher Kun Hong, melebihi bahayanya serangan seekor ular terbang yang berbisa. Sekali ujung tali ini mengenai sasaran, betapa pun pandainya lawan, jangan berharap bisa hidup lagi. Jalan darah akan putus, urat terpenting akan hancur sehingga darah akan merembes ke dalam kepala secara liar dan sekaligus mematikan lawan!

Baiknya Kun Hong sudah siap sedia dan bersikap waspada serta hati-hati sekali. Ia sudah lama hidup berdekatan dengan wanita ini, sudah banyak pula dia menyaksikan wanita ini membunuh lawannya dengan serangan-serangan serentak dan mendadak. Sudah banyak dia mempelajari ilmu silat tinggi dari Kui-bo Thai-houw, maka gerak-gerik wanita ini sudah dikenalnya baik-baik.

Melihat Kui-bo Thai-houw bergerak tadi, dia sudah menduga bahwa wanita itu tentu akan menyerang dengan jurus pukulan tangan kanan yang disebut Thian-li-toat-beng (Bidadari Mencabut Nyawa), dan dia yang sudah mempelajari ilmu silat dengan tali ikat pinggang ini secara mendalam, tahu bahwa serangan ikat pinggang yang talinya panjang itu tentu akan mengarah jalan darah di lehernya.

Karena sudah dapat menduga lebih dulu, maka cepat-cepat Kun Hong melompat ke kiri, cukup jauh untuk menghindarkan hawa pukulan Thian-li-toat-beng sambil menggerakkan pedang di tangannya untuk menangkis ujung tali yang mengejarnya dengan titik serangan tidak berobah.

Akan tetapi, ketika pedang bertemu dengan ujung tali, betapa pun juga Kun Hong merasa seluruh lengan tangannya tergetar hebat dan ujung tali itu dengan amat lihainya tahu-tahu sudah melibat pedangnya sehingga terjadilah perebutan pedang antara Kui-bo Thai-houw dan Kun Hong, tarik-menarik sambil mengerahkan lweekang.

Semakin lama kedua kaki Kun Hong semakin menggigil, dan tangannya yang memegang gagang pedang sudah gemetar, sedangkan Kui-bo Thai-houw masih berdiri tegak dengan bibir tersenyum mengejek.

Tahulah Kun Hong bahwa kalau sampai pedang itu terlepas dari pegangannya, celakalah dia, berarti nyawanya akan putus oleh serangan berikutnya dengan tali ikat pinggang itu! Maka dia mengerahkan seluruh tenaga dan menahan napas, menyatukan semangatnya. Dengan perlawanan yang sangat gigih ini tidak mudah juga bagi Kui-bo Thai-houw untuk merampas pedang.

Kui-bo Thai-houw makin marah karena penasaran. Dia pun mengeluarkan suara menjerit nyaring dan tinggi, kemudian tangan kirinya dipergunakan untuk mendorong ke arah dada Kun Hong dengan pukulan lweekang jarak jauh yang amat kuat! Kun Hong terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa wanita itu ternyata belum menghabiskan seluruh tenaganya untuk merampas pedang sehingga masih sanggup melakukan pukulan hebat it u dengan tangan kiri.

Terpaksa Kun Hong mengangkat tangan kirinya untuk menangkis. Tentu saja gerakan ini sudah mengurangi tenaganya sehingga kuda-kuda kakinya tergempur membuat tubuhnya doyong ke depan. Kui-bo Thai-houw tertawa mengejek dan menarik tali ikat pinggangnya lebih kuat. Makin doyong saja tubuh Kun Hong dan kini dapat dipastikan bahwa tidak lama lagi pemuda ini tentu akan menyerah kalah.

Pada saat itu pula muncullah Wi Liong yang berlarian sambil membawa Cheng-hoa-kiam. Melihat keadaan Kun Hong yang nyawanya terancam Kui-bo Thai-houw, tahulah Wi Liong bahwa sangkaannya tadi ternyata betul. Kun Hong hanya bersandiwara di hadapan wanita itu, pura-pura tunduk dan membalas cinta kasihnya, akan tetapi sebenarnya pemuda itu menunggu saat baik untuk memberontak, untuk mencari obat dan membebaskan kawan-kawannya.

Meski pun dia tidak setuju sama sekali akan taktik Kun Hong yang tidak gagah dan amat memalukan itu, namun demi melihat Kun Hong terancam, ia menjadi tidak tega. Bagaikan kilat menyambar tubuhnya langsung melesat dan pedang Cheng-hoa-kiam membabat tali ikat pinggang yang masih menarik pedang Kun Hong.

"Tinggg...!"

Kui-bo Thai-houw menjerit kecil, tubuhnya terhuyung ke belakang sehingga terpaksa tali ikat pinggangnya ditarik kembali. Pada saat itu Kun Hong yang tiba-tiba terlepas, hampir jatuh tersungkur ke depan kalau dia tidak cepat-cepat memutar tubuh dan berjumpalitan. Namun Kui-bo Thai-houw segera menggunakan kesempatan ini untuk mengirim serangan dengan tali ikat pinggangnya, maka menyambarlah senjata maut itu ke arah kepala Kun Hong yang sedang berjungkir balik dan tidak berdaya menangkis itu.

Lagi-lagi Wi Liong sudah menggerakkan Cheng-hoa-kiam menangkis. Baru sekarang Kui-bo Thai-houw terkejut bukan main. Tadi Cheng-hoa-kiam di tangan pemuda itu memang dapat melepaskan ikatan tali pinggangnya, akan tetapi ia menyangka bahwa hal itu dapat terjadi karena tenaga pemuda ini tergabung dengan tenaga Kun Hong maka begitu kuat.

Sekarang senjatanya bertemu dengan senjata Wi Liong itu tanpa bantuan, tapi dia merasa telapak tangannya tergetar dan tali ikat pinggangnya membalik cepat. Tentu saja hal ini tidak disangkanya sama sekali. Kiranya pemuda ini memiliki kepandaian yang tidak kalah oleh Kun Hong, bahkan tenaga dalamnya agaknya lebih unggul.

"Bagus, ternyata ikan yang kutangkap memiliki kepandaian juga. Biar kubunuh kau lebih dahulu sebelum kumampuskan Kun Hong!" Dengan sangat penasaran Kui-bo Thai-houw menyerang Wi Liong dengan senjatanya yang istimewa.

Wi Liong menangkis tenang sambil berkata, "Kui-bo Thai-houw, sekarang kita berhadapan seorang lawan seorang di daratan. Keluarkanlah semua kepandaianmu, aku mana takut padamu!"

"Wi Liong, jangan takut. Aku membantumu. Mari kita basmi siluman betina jahat ini!" kata Kun Hong gembira. "Sulingmu juga sudah kurampas kembali, terimalah!"

Memang ketika memasuki kamar Kui-bo Thai-houw tadi, Kun Hong sempat melihat suling yang menjadi senjata Wi Liong tergeletak di atas meja. Maka ia pun menyambar suling itu kemudian menyelipkannya di pinggang karena memang ia bermaksud mengajak Wi Liong untuk menggempur Kui-bo Thai-houw yang lihai.

Melihat sulingnya dilemparkan kepadanya, Wi Liong cepat menyambarnya. Walau pun dia sudah memegang Cheng-hoa-kiam, tetapi baginya lebih enak bersenjatakan sulingnya itu.

"Kun Hong, tidak usah kau membantuku. Lebih baik pergilah kau menolong kawan-kawan yang sedang ditolong oleh Eng Lan," kata Wi Liong yang mengkhawatirkan keselamatan Eng Lan.

Mendengar ini, kembali terasa tak enak di hati Kun Hong, tak enak karena cemburu. Kini dia dapat menduga bahwa pedangnya tentu dicuri oleh Eng Lan dan gadis itulah kiranya yang membebaskan Wi Liong. Kalau tidak demikian, lalu bagaimana Cheng-hoa-kiam kini bisa berada di tangan Wi Liong dan pemuda itu tahu pula bahwa Eng Lan pergi menolong orang-orang yang tertawan?

Wi Liong gagah perkasa dan tampan, tidak kalah olehnya, bukan hal tidak mungkin kalau hati Eng Lan merasa tertarik. Biar pun hatinya tidak enak sekali, akan tetapi mendengar bahwa Eng Lan pergi seorang diri menolong mereka yang tertawan, dia merasa khawatir juga dan cepat dia pergi meninggalkan tempat itu menyusul Eng Lan.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar