Pedang Sinar Hijau (Cheng Hoa Kiam) Jilid 54

Sudah dituturkan pada bagian depan betapa Kwa Cun Ek dengan hati sedih sekali pergi meninggalkan rumahnya sesudah melihat Siok Lan anak tunggalnya minggat dari rumah lalu disusul oleh Tung-hai Sianli, isterinya. Kebahagiaan berkumpul dengan anak isterinya hanya dikecap sebentar saja, malah kini terganti oleh perceraian tidak karuan yang amat menyedihkan hatinya.

Belum jauh dia meninggalkan rumah, terdengar orang memanggil-manggil di belakangnya. Ketika dia menoleh, dia melihat Kim Li, gadis buntung yang menjadi muridnya itu, berdiri di depannya sambil menundukkan muka dan menangis.

"Kim Li, mau apa kau mengejarku?" tanya Kwa Cun Ek keren.

Kim Li menjatuhkan diri berlutut dan sambil menahan tangis ia pun berkata, "Suhu apakah hendak pergi pula? Enci Siok Lan pergi, subo pergi, kalau suhu pergi pula meninggalkan teecu, lalu teecu bagaimana? Teecu mohon suhu sudi membawa teecu pergi, teecu akan membantu mencari subo dan enci Siok Lan."

Kwa Cun Ek mengerutkan kening, kemudian teringat bahwa Kim Li adalah seorang gadis yatim piatu yang telah menganggap dia sebagai ayah sendiri. Memang kasihan sekali jika ditinggal sendirian di rumah. Akhirnya dia mengajak muridnya ini pergi merantau, mencari isterinya dan puterinya.

Sudah banyak tempat yang mereka jelajahi, namun hasilnya sia-sia belaka, malah karena menderita pukulan batin dan kesedihan hebat, Kwa Cun Ek mulai menjadi linglung, malah sekarang lebih gila dari pada dahulu. Hanya berkat perawatan yang teliti dari Kim Li yang berbakti dan setia, orang gagah itu tidak sampai mati terlantar di perjalanan.

Memang sudah nasib Kwa Cun Ek untuk selalu mengalami kesengsaraan. Penderitaan ini menjadi makin berat dan hebat ketika pada suatu hari kebetulan sekali ia bertemu dengan sute-nya, See-thian Hoat-ong.

See-thian Hoat-ong orangnya jujur dan kasar. Mendengar bahwa suheng-nya ini sedang mencari-cari Kwa Siok Lan, dengan terus terang ia ceritakan bahwa Siok Lan sudah mati, membunuh diri di sungai bersama suaminya, Chi-loya.

Mendengar ini Kwa Cun Ek langsung roboh pingsan. Kim Li minta kepada See-thian Hoat-ong untuk membantu mencari Tung-hai Sian-li agar wanita itu mau merawat Kwa Cun Ek. See-thian Hoat ong lalu pergi dan Kim Li merawat Kwa Cun Ek dengan penuh kebaktian.

Pukulan batin ini hebat sekali dan sekaligus membuat Kwa Cun Ek benar-benar berubah ingatannya. Dia kadang-kadang tertawa, kadang kala menangis, ada kalanya mengamuk. Hanya kepada Kim Li yang merawatnya dia menurut.

Guru dan murid ini merantau dalam keadaan yang sangat sengsara. Kim Li tidak mampu mencegah suhu-nya pergi ke mana saja suhu-nya suka. la hanya mengikuti dengan setia dan jaranglah ditemui orang yang setianya seperti Kim Li. Ia sudah menganggap gurunya sebagai ayah sendiri dan agaknya kepada ayah ke dua inilah ia hendak menebus dosanya terhadap ayah pertama yang terbunuh oleh Kun Hong akan tetapi ia malah menyerahkan diri kepada pembunuh ayahnya itu!

Perantauan mereka yang tak karuan tujuannya itu membawa mereka ke Telaga Po-yang di kaki Gunung Thian-mu-san. Pemandangan yang indah dan hawa yang sejuk di telaga ini sangat menggembirakan hati Kwa Cun Ek dan merupakan hiburan yang amat baik.

Kim Li yang menjaga setengah mengasuh gurunya seperti mengasuh anak kecil, sengaja menyewa sebuah perahu setelah memenuhi permintaan gurunya membeli arak baik. Kwa Cun Ek duduk di kepala perahu sambil minum-minum arak dan bernyanyi-nyanyi dengan suaranya yang nyaring.

Para pelancong yang banyak berpesiar di telaga itu tentu saja menjadikan hal ini sebagai tontonan baru sehingga perahu Kwa Cun Ek menjadi perhatian orang. Tidak hanya para pelancong yang memperhatikan, juga lima orang lelaki yang bertubuh tegap dan bersikap sebagai ahli-ahli silat. Sejak Kim Li dan gurunya tiba di Telaga Po-yang, lima orang lelaki ini sudah mengawasi dan menaruh perhatian besar.

Kwa Cun Ek sudah mabok. Tiga guci arak telah memasuki perutnya semua tapi dia masih merasa kurang.

"Kim Li... tambah lagi araknya!" teriaknya dari kepala perahu.

"Cukup, suhu. Sudah habis tiga guci arak. Jika terlalu banyak tidak baik untuk kesehatan suhu," jawab murid yang setia itu dari dalam perahu sambil menambali pakaian suhu-nya yang sudah mulai robek-robek.

Kwa Cun Ek mengomel akan tetapi tidak membantah. "Kalau kau tidak mau membelikan tambahan arak, biarlah aku beli sendiri..." Orang tua ini mengomel perlahan sehingga tak terdengar oleh Kim Li.

Kwa Cun Ek bangun berdiri, tubuhnya terayun-ayun. Pada saat itu perahu mereka berada di dekat pantai, sekitar lima meter jauhnya. Kwa Cun Ek membawa guci di kedua tangan, sebuah di kanan sebuah di kiri, lalu ia meloncat ke darat!

Kalau ia sedang waras dan tidak mabok, jangankan baru jarak lima meter, biar dua kali itu akan dapat ia loncati dengan mudah. Akan tetapi karena ia mabok, ketika ia tiba di darat tubuhnya terhuyung-huyung. Walau pun demikian, loncatannya tadi cukup membuat para penonton di situ bertepuk tangan memuji.

Lebih-lebih kagum dan heran semua orang ketika tiba-tiba dari dalam perahu berkelebat bayangan dan tahu-tahu Kim Li sudah melompat di dekat suhu-nya dan cepat memegang lengan orang tua yang terhuyung mau jatuh itu.

"Hati-hatilah, suhu. Hendak ke manakah?" Tegur gadis itu.

Semua orang kembali bertepuk tangan, sekali ini mereka benar-benar merasa kagum dan heran karena Kim Li kelihatan hanya seorang gadis kecil pendek saja. Orang-orang sudah menduga bahwa gadis ini tentu buntung kedua kakinya, kalau tidak masa begitu pendek sedangkan tubuh bagian atas normal.

Kwa Cun Ek menjawab, suaranya lantang. "Untuk apa punya uang kalau tidak untuk beli arak? Kalau uang habis, jual saja perhiasan-perhiasan emas perak itu!"

Kim Li khawatir bukan main. Memang mereka membawa perhiasan, emas dan perak dari rumah sebagai bekal perjalanan. Kalau suhu-nya begini berterang di muka umum. apakah hal itu bukan berarti menarik perhatian orang-orang jahat dan perampok?

"Hishhh, suhu. Baiklah teecu membeli seguci lagi. Suhu tunggu saja di sini, ya!"

Kwa Cun Ek mengangguk-angguk. Akan tetapi sebelum Kim Li sempat pergi, mendadak muncul lima orang laki-laki yang sejak tadi mengawasi guru dan murid ini. Sikap mereka mengancam dan mereka berdiri mengurung Kim Li dan gurunya.

"Tidak salah lagi, tentu inilah maling kecil yang sudah membunuh Giam-sute! Maling cilik, menyerahlah kau sebelum kami menggunakan kekerasan!" Orang yang bicara ini adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan, menjangkau dengan jari tangan terbuka ke arah pundak Kim Li.

Tetapi dengan mudah dan gesit Kim Li segera miringkan tubuh mengelak sambil berseru marah. "Bajingan tengik, jangan sembarangan pegang-pegang orang! Aku bukan maling, juga bukan pembunuh sute-mu!"

Akan tetapi mana lima orang itu mau percaya? Sudah satu bulan lebih daerah Telaga Po-yang ini diganggu oleh seorang pencuri luar biasa yang tidak pernah meninggalkan jejak. Lima orang itu adalah rombongan ahli silat yang didatangkan oleh para hartawan di Nan-kiang yang menjadi korban pencurian, untuk menyelidiki dan menangkap pencuri itu.

Tadinya lima orang ini berjumlah enam dengan Giam-kauwsu (guru silat Giam). Namun pada suatu malam beberapa minggu yang lalu, ketika mereka berenam mencari ke sana ke mari, Giam-kauwsu telah tewas dalam pertempuran melawan seorang pencuri wanita! Lima orang itu di antaranya adalah suheng-suheng dari Giam-kauwsu. Tentu saja mereka menjadi makin marah dan teliti. Dan pada hari itu mereka sedang melakukan penyelidikan di Telaga Po-yang, lantas menjadi curiga melihat Kim Li, apa lagi ketika gadis ini terpaksa memperlihatkan kepandaiannya melompat ke darat dari perahunya.

"Kau mau melawan?" bentak guru silat yang hendak menangkap tadi dan cepat mencabut goloknya.

Kim Li maklum bahwa tidak ada gunanya bertengkar mulut dengan orang-orang ini. Ia pun mencabut pedang di punggungnya dan membentak. "Anjing-anjing rendah, kalian jangan sewenang-wenang. Aku Ciok Kim Li tidak takut kepadamu!" Dengan gagah sekali gadis buntung kakinya ini melintangkan pedang di depan dada.

Lima orang itu mengeluarkan seruan marah dan orang yang sudah mencabut goloknya itu segera menyerang. Akan tetapi dengan gerakan lincah Kim Li mengelak, kemudian sekali pedangnya menyambar, orang itu langsung berteriak kaget, cepat menggulingkan tubuh ke belakang karena hampir saja perutnya dicium ujung pedang. Empat orang kawannya juga terkejut, tidak menyangka bahwa gadis buntung ini demikian lihai. Serentak mereka mencabut senjata masing-masing dan di lain saat Kim Li sudah dikeroyok lima!

Para pelancong berlarian simpang-siur melihat perkelahian dengan senjata tajam ini. Yang berhati penakut cepat-cepat melarikan diri sipat kuping, yang tabah menonton dari tempat jauh karena tidak mau terbawa-bawa dalam pertempuran mati-matian itu.

Biar pun kedua kakinya buntung, akan tetapi sebagai murid Kwa Cun Ek, tentu saja ilmu pedang Kim Li cukup lihai. Akan tetapi, kali ini dia menghadapi keroyokan lima orang guru silat yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi sehingga dalam dua puluh jurus lebih, gadis buntung ini sudah menjadi terdesak hebat sehingga hanya bisa melindungi diri, tak kuasa membalas serangan lawan yang datangnya bertubi-tubi.

Mendadak terdengar seruan nyaring sekali dan Kwa Cun Ek dengan geramnya menyerbu ke dalam pertempuran. Dua buah gucinya digerakkan dan pecahlah kepala salah seorang pengeroyok, ada pun guci yang satu lagi membikin pedang seorang pengeroyok terpental jauh! Namun karena dalam keadaan mabok, tubuh Kwa Cun Ek terhuyung-huyung hampir jatuh.

Bukan main kagetnya empat orang lain yang melihat seorang di antara mereka roboh dan tewas sekali pukul oleh kakek mabok itu. Cepat mereka berteriak, "Suhu, bantulah!"

Dari bawah pohon melompat seorang gundul tinggi besar bersenjata toya. Semenjak tadi hwesio ini hanya menonton saja sambil melenggut seperti orang mengantuk. Sekarang ia melompat lantas menerjang Kwa Cun Ek. Dia ini adalah seorang hwesio ketua kelenteng Thian-hwa-tang di kota Nan-kiang yang dimintai tolong oleh para guru silat ini, namanya Bi Lam Hosiang dan dia adalah seorang hwesio Siauw-lim pai yang tinggi ilmu silatnya.

Kini pertempuran terpecah menjadi dua. Kim Li dikeroyok lagi oleh empat orang guru silat ada pun Kwa Cun Ek digempur oleh hwesio itu. Jika saja Kwa Cun Ek tak begitu mabok, meski pun ditambah lagi dengan tiga orang hwesio seperti Bi Lam Hosiang, agaknya akan mudah baginya untuk mengalahkan lawan. Akan tetapi ia tengah mabok keras, kepalanya ringan matanya kabur, gerakannya masih sangat kuat akan tetapi kakinya limbung. Suara guci terbentur toya nyaring sekali dan Kwa Cun Ek beberapa kali terhuyung ke kanan kiri.

Sementara itu keadaan Kim Li juga buruk seperti gurunya. Empat orang pengeroyoknya itu masih terlampau berat baginya. Ia sudah mulai berpeluh dan napasnya memburu.

Pada saat yang amat berbahaya bagi Kwa Cun Ek dan muridnya itu, tiba-tiba berkelebat bayangan kuning lalu terdengar suara trang-tring-trang-tring dan… tahu-tahu semua golok dan pedang para pengeroyok Kim Li, juga toya di tangan Bi Lam Hosiang, semua patah-patah dan beterbangan ke sana sini! Bukan main kagetnya mereka, dengan muka pucat hwesio dan empat orang guru silat itu melompat mundur.

Entah dari mana datangnya, di sana sudah berdiri seorang gadis cantik jelita dan gagah, berdiri dengan pedang berkilau di tangan kanan sambil tangan kirinya bertolak pinggang.

Dengan mata bersinar-sinar dia memandang kepada Bi Lam Hosiang dan empat orang guru silat itu, lalu terdengar suaranya nyaring berkata,

"Manusia-manusia tak bermalu! Mengeroyok seorang gadis cacad dan seorang tua sakit dan mabok! Di mana kegagahan kalian?"


Tahu bahwa gadis ini adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, Bi Lam Hosiang menjura dan berkata. "Pinceng yang bodoh mohon maaf. Lihiap tidak tahu bahwa mereka berdua ini adalah maling-maling yang selama ini membikin kacau daerah sini, karenanya pinceng dan kawan-kawan ini berusaha menangkapnya."

Gadis itu mengeluarkan suara jengekan. "Huh, ngawur saja! Hartawan-hartawan di sekitar sini amat pelit dan suka menindas kaum tani yang miskin sekali, sudah sepatutnya kalau ada yang mengambil sebagian hartanya untuk digunakan menolong para petani miskin!”

"Tetapi Lihiap, seorang sute kami sudah dibunuh oleh maling itu!" kata seorang guru silat yang mengharapkan gadis perkasa ini berbalik membantu mereka menangkap maling.

"Sute kalian she Giam itu selain menjadi kaki tangan pembesar jahat, juga lancang mulut berani menghinaku sehingga aku membunuhnya untuk menyingkirkan bahaya bagi rakyat jelata. Kalian mau apa? Kalau kalian mau tahu siapa yang selama ini mengganggu para hartawan dan pembesar keparat di daerah ini, akulah orangnya. Jangan ngawur menuduh orang-orang lain yang tidak tahu apa-apa. Hayo, siapa yang mau menangkap aku?" Gadis itu menantang.

Bi Lam Hosiang dan empat orang kawannya kaget sekali, akan tetapi mereka tidak berani bergerak karena tahu bahwa gadis ini lihai bukan main.

"Lekas kalian pergi, dan bawa mayat ini!" gadis itu membentak pula.

Tanpa berani membantah empat orang guru silat itu mengangkat mayat kawan mereka, lalu bersama Bi Lam Hosiang meninggalkan tempat itu.

Gadis itu tersenyum, lalu memutar tubuh menghadapi Kim Li dan gurunya. Kim Li berdiri bengong memandang kepadanya dengan mulut ternganga dan mata terbelalak. Kwa Cun Ek segera berteriak girang.

"Siok Lan...!" lalu kakek ini menubruk dan memeluk gadis itu, mengelus-elus rambutnya.

"Suhu, bukan...! Bukan enci Siok Lan, biar pun serupa benar. Nona ini jauh lebih muda...!" kata Kim Li yang masih belum hilang kagetnya.

"Bodoh, apa matamu sudah buta? Ini Siok Lan anakku...!"

Suara Kwa Cun Ek yang gemetar itu mengharukan hati gadis itu yang memberi kedipan mata kepada Kim Li supaya jangan mengganggu kakek itu. Kim Li membalas kedipan itu dengan pandang mata terima kasih sekali.

"Kalian hendak ke mana dan dari manakah? Di mana tempat tinggal kalian?" tanya gadis itu setelah melepaskan diri dari pelukan ‘ayahnya’.

Kwa Cun Ek berdiri kegirangan, matanya yang lebar bersinar-sinar dan mulutnya tertawa-tawa tidak karuan. Gadis itu memandang terharu sekali. Entah bagaimana, wajah kakek ini mendatangkan rasa kasihan di dalam hatinya.

"Lihiap, kami adalah orang-orang sengsara..." dan tiba-tiba Kim Li menangis teringat akan nasibnya dan gurunya. "Kami tidak punya tempat tinggal dan kami mencari... puteri suhu ini, enci Siok Lan... yang serupa benar dengan kau seperti pinang dibelah dua, hanya usia saja yang berbeda."

Gadis itu sangat tertarik dan menjadi semakin terharu. Ia memegang pundak Kim Li untuk menghibur dan berkata. "Kemana sih perginya Siok Lan itu?"

Kim Li melirik kepada Kwa Cun Ek, kemudian mendekati gadis itu dan berbisik, "Enci Siok Lan sudah... meninggal dunia. Itulah yang membikin suhu seperti berubah ingatan..."

Gadis itu menjadi pucat dan dia memandang kepada Kwa Cun Ek dengan terharu sekali. Pada saat itu Kwa Cun Ek juga sedang memandang kepadanya, lalu berkata penuh kasih sayang,

"Lan-ji (anak Lan), mari kita pulang. Aku sudah kepingin sekali merasakan masakanmu, anakku yang manis..."

Gadis itu memegang tangan Kwa Cun Ek, lalu menjawab, "Baiklah, ayah. Marilah kau ikut aku ke tempat tinggalku." Ia menoleh kepada Kim Li sambil berkata. "Mulai sekarang kau dan suhu-mu tinggal bersamaku."

Gadis itu membawa Kwa Cun Ek dan Kim Li ke lereng Gunung Thian-mu-san. Di tebing yang curam itu dia lalu mengerek turun Kwa Cun Ek dan Kim Li melalui seutas tambang dan ternyata ‘tempat tinggal’ gadis ini adalah di dalam sebuah goa yang besar dan bersih, di tengah-tengah tebing atau jurang itu. Orang tidak akan merasa heran lagi kalau sudah berada di dalam goa, karena di situ benar-benar indah dan nyaman. Pemandangan di luar goa membikin orang merasa berada di taman sorga dan hawanya nyaman bukan main.

Kwa Cun Ek senang sekali tinggal di situ, apa lagi karena dia telah menemukan kembali anaknya. Dengan suka rela gadis itu mengaku diri sebagai Kwa Siok Lan, bahkan dia menurut nasihat Kim Li dan berdandan persis seperti Siok Lan, baik pakaiannya mau pun rambutnya yang digelung ke atas sampai tinggi.

Dari Kim Li dia lalu mendengar riwayat Kwa Cun Ek dan Kwa Siok Lan, mendengar pula mengenai perjodohan yang terputus antara Siok Lan dan Thio Wi Liong, mendengar juga tentang perbuatan Kam Kun Hong yang menjadi biang keladi semua itu.

Tentu saja Kim Li tidak mau bercerita mengenai dirinya sendiri dengan Kun Hong, hanya menceritakan bahwa kedua kakinya buntung karena kekejian Tok-sim Sian-li, dan bahwa semenjak dia yatim-piatu, dia dipungut murid oleh Kwa Cun Ek.

Semua penuturan ini didengarkan oleh gadis itu dengan penuh perhatian dan dia menjadi terharu sekali. Apa lagi ketika mendengar tentang kematian Kwa Siok Lan yang membuat ibu gadis itu, Tung-hai San-li pergi entah ke mana dan membuat ayahnya, Kwa Cun Ek menjadi seperti gila.

"Kalau begitu aku akan berusaha mencari Tung-hai Sian-li, supaya suami isteri itu dapat berkumpul kembali. Kasihan suhu-mu kalau tidak ada yang merawat."

Kim Li cepat menjatuhkan diri dan berlutut sambil berkata, "Lihiap tentu dikirim oleh Thian untuk menolong kami yang sengsara ini. Selanjutnya aku menyerahkan diri kepada lihiap, menurut segala perintah lihiap."

Gadis itu mengangkat bangun Kim Li dan menghibur, "Kau gadis berhati emas, aku amat kagum melihat kesetiaan dan kebaktianmu. Kim Li, mulai sekarang kau boleh kuanggap sebagai saudaraku dan aku pun tidak keberatan menjadi anak angkat suhu-mu."

Kim Li girang bukan main. lalu bertanya tentang riwayat gadis itu. Dengan singkat gadis itu bercerita.

"Riwayatku juga tidak menggembirakan hati. Aku tidak punya ayah ibu. atau kalau punya juga, aku tidak mengenal mereka, tidak tahu mereka siapa. Hidupku hanya sebatang kara di dunia ini..."

Gadis itu menghela napas panjang dan Kim Li menjadi terharu sekali. Dianggapnya nasib gadis cantik yang berwajah seperti Siok Lan ini malah lebih buruk lagi. Pantas saja begitu melihat suhu yang kehilangan anak perempuan, ia menjadi kasihan dan begitu diaku anak oleh suhu, serta merta menerima. Demikian pikir Kim Li dan memang betul apa yang dia pikirkan itu.

Gadis yang semenjak kecilnya tidak mengenal ayah bunda ini merasa terharu dan tertarik sekali mendengar Kwa Cun Ek kehilangan anak perempuan sampai menjadi gila dan dia yang selama hidupnya belum pernah merasai kasih sayang seorang ayah, ketika dipeluk oleh Kwa Cun Ek sebagai seorang ayah, dia merasa terharu dan bahagia.

"Aku hanya tahu bahwa namaku Lin Lin, sejak kecil semua orang memanggilku demikian. Bahkan suhu-ku sendiri, Liong-tosu seorang tokoh yang ilmu silatnya paling tinggi namun tidak mau mencampuri urusan partainya Kun-lun-pai, tidak bisa menerangkan siapa ayah bundaku. Suhu hanya bilang bahwa aku dibawa oleh murid tunggalnya yang bernama Pek Hui Houw. Muridnya itu datang-datang sakit parah sampai meninggal dunia dan aku sejak berusia tiga empat tahun itu dipelihara oleh suhu Liong-tosu. Setelah berusia enam belas tahun aku tamat belajar dan oleh suhu diperintahkan merantau. Dua tahun aku merantau, ketika kembali ke Kun-lun-pai, aku terlambat...” Gadis itu, Lin Lin kembali menarik napas panjang.

Kim Li mendengarkan penuh perhatian. Dia pernah mendengar nama Kun-lun-pai, partai persilatan yang terkenal di dunia persilatan sebagai salah satu partai besar yang dipimpin orang-orang sakti. Kalau Liong-tosu itu seorang tokoh yang paling pandai di Kun-lun-pai, tidak mengherankan apa bila kepandaian gadis ini hebat luar biasa, pikirnya.

"Aku terlambat karena suhu telah meninggal dunia. Orang satu-satunya di dunia ini yang mencintaku, yang kuanggap pengganti orang tuaku, meninggal dunia tanpa aku ketahui. Kemudian aku merantau meninggalkan Kun-lun-pai, karena aku tidak disuka oleh orang-orang Kun-lun yang menganggap aku seorang luar, bukan anggota Kun-lun yang memiliki ilmu silat Kun-lun-pai. bahkan lebih tinggi dari pada sebagian besar dari mereka. Karena sudah biasa tinggal di bukit dan mencinta tamasya alam di gunung, aku memilih tempat ini sampai aku bertemu secara kebetulan dengan kau dan suhu-mu."

"Hebat sekali pengalaman hidupmu, lihiap. Ternyata penderitaanmu malah lebih banyak, tapi kau nampak gembira saja. Benar-benar kau seorang yang kuat lahir batin, aku takluk dan kagum sekali. Kuharap kau sudi memberi petunjuk ilmu silat kepadaku."

Lin Lin tersenyum dan memegang tangan Kim Li. "Jangan kau merendah. Setelah kini aku mendengar darimu bahwa suhu-mu ternyata adalah Siang-jiu Lo-thian Kwa Cun Ek, tentu kepandaianmu juga tinggi. Aku gembira sekali sudah dianggap puteri oleh suhu-mu yang terkenal sebagai seorang tokoh besar yang gagah perwira. Anehnya, keluarga suhu-mu rusak karena perbuatan orang yang bernama Kam Kun Hong dan suhu-ku juga meninggal karena dia."

"Apa...?! Bagaimana...?" Kim Li bertanya kaget.

"Ketika aku pulang ke Kun-lun-pai, suhu sudah tiada. Menurut penuturan para pemimpin Kun-lun-pai, suhu tewas karena kehabisan tenaga lweekang dalam usahanya mengobati seorang bernama Kam Kun Hong, anak pungut dari suheng Kam Ceng Swi yang katanya tersesat masuk ke dalam kalangan Mokauw menjadi murid Thai-khek-sian. Apakah yang kau maksudkan Kun Hong perusak rumah tangga suhu-mu itu juga Kun Hong yang ini?"

"Dia itulah penjahatnya!" jawab Kim Li gemas.

Lin Lin termenung. "Sering kali aku merasa heran bagaimana semua suhu di Kun-lun-pai membenci dan memburukkan nama Kun Hong itu, malah sekarang kau sendiri pun sangat membencinya dan menganggapnya penjahat."

"Memang dia adalah manusia jahat!" seru Kim Li penuh kemarahan, akan tetapi mata Lin Lin yang tajam dapat melihat sinar aneh dalam mata gadis buntung itu.

"Aku tak akan menyangkal," kata Lin Lin kemudian, "akan tetapi yang kuherankan, kalau memang dia itu orang jahat, bagaimana suhu-ku mau menolongnya sampai suhu akhirnya mengorbankan nyawa sendiri? Suhu seorang yang arif bijaksana, seorang waspada yang tentu dapat membedakan orang jahat dan orang baik."

Kim Li tidak menjawab, hanya termenung, teringat akan masa pertemuannya dengan Kun Hong dahulu, yang mesra, akan tetapi juga menyedihkan karena dalam pertemuan itulah dia kehilangan ayahnya.

Sesudah tinggal di dalam goa besar itu bersama Lin Lin, kesehatan Kwa Cun Ek kembali pulih. Dia nampak segar dan gembira, sungguh pun kesehatan jiwanya masih belum pulih benar. Pada suatu hari dia menulis surat dan menyuruh Kim Li pergi mengantar surat itu ke Wuyi-san, kepada Kwee Sun Tek! Bunyi surat itu antara lain,

Aku telah mendapatkan kembali anakku, kuharap saudara Kwee sudi datang menengok agar kita bisa membicarakan urusan perjodohan antara anakku dan keponakanmu.

Kim Li tidak berani membantah, juga Lin Lin hanya diam saja karena dia merasa seakan-akan Kwa Cun Ek sudah menjadi ayahnya sendiri. Bahkan andai kata ayahnya ini hendak memaksanya berjodoh dengan orang yang namanya Thio Wi Liong, kiranya ia pun takkan banyak membantah untuk membahagiakan hati orang tua yang dikasihinya itu.

Kwee Sun Tek lalu datang bersama Kim Li. Tentu saja orang tua yang buta ini tidak dapat melihat Lin Lin dan karena suara Lin Lin memang sama benar dengan suara Siok Lan, dia pun mengira bahwa gadis itu benar-benar Siok Lan.

Dua orang tokoh ini bergembira ria, mengobrol tiada berkeputusan. Kwee Sun Tek dalam kesempatan ini mengakui kesalahannya dan mengharapkan maaf dari tuan rumah.

Melihat keadaan dua orang itu, diam-diam Lin Lin terharu sekali dan yakinlah bahwa orang yang mengakuinya sebagai anak ini betul-betul seorang gagah yang berbudi, juga bahwa tamu yang buta ini bukan orang sembarangan, melainkan seorang gagah perkasa juga.

Pada saat itulah dia mendengar jerit Kim Li yang tubuhnya terlempar ke dalam jurang! Lin Lin cepat melompat keluar, dia melihat seorang pemuda menjenguk dari atas tebing dan masih sempat melihat tubuh Kim Li meluncur turun. Lin Lin kaget dan merasa ngeri sekali.

Dari kaget dan duka melihat Kim Li jatuh ke dalam jurang yang tidak kelihatan dasarnya itu, ia menjadi marah sekali. Cepat ia mengambil senjata rahasinya yaitu Kim-thouw-ting dan menyerang pemuda itu yang bukan lain adalah Kun Hong.

Bukan karena kasihan maka Lin Lin melontarkan tambang menyelamatkan Kun Hong dari bahaya maut di dasar jurang, melainkan karena penasaran. Dia hendak tahu lebih dahulu mengapa pemuda ini membunuh Kim Li.

Dan seperti telah diceritakan di bagian depan, Kun Hong tertawan oleh Lin Lin, ditotok dua jalan darahnya dengan paku Kim-thouw-ting, kemudian tubuh pemuda yang menjadi kaku ini terbanting di lantai goa. Begitu melihat pemuda ini, Kwa Cun Ek tertawa girang karena mengenal pemuda ini sebagai Kun Hong…..!

********************
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar