Pedang Sinar Hijau (Cheng Hoa Kiam) Jilid 56

Hati Lin Lin tidak karuan rasanya menerima kalung ini, terharu akan tetapi juga bingung. Terharu akan kasih sayang ‘ayahnya’, dan bingung karena bagaimana kelak kalau semua orang, terutama calon suaminya itu tahu bahwa dia bukanlah Kwa Siok Lan seperti yang mereka kira? Bahwa dia hanyalah Kwa Siok Lan palsu?

Sambil memegang kalung itu dan mempermainkannya di antara jari-jari tangannya yang halus, Lin Lin melamun jauh. Selama hidupnya dia belum pernah mengenal kasih sayang ayah. Memang betul bahwa Liong Tosu suhu-nya dahulu sayang sekali kepadanya. Akan tetapi Liong Tosu adalah seorang kakek di Kun-lun-pai yang berwatak sangat aneh. Tidak pernah kakek ini memperlihatkan kasih sayangnya, apa lagi kasih sayang seorang ayah terhadap puterinya seperti yang dirasakan oleh Lin Lin.

Setelah kini Kwa Cun Ek menganggapnya sebagai anak, dia merasa terharu dan bahagia sekali bisa melayani ‘ayahnya’ ini, bisa berbakti kepada ayahnya sebagai pengganti orang tuanya yang tidak pernah dikenalnya. Akan tetapi tentang perjodohan ini, bagaimana dia menerima dan menurut begitu saja?

Bagaimana apa bila kelak calon suaminya yang bernama Thio Wi Liong itu ternyata tidak disukainya? Betul dia melihat bahwa paman atau wali pemuda itu, Kwee Sun Tek, adalah seorang kakek yang gagah dan patut dihargai, akan tetapi siapa dapat bilang bagaimana macamnya keponakannya?

Berkali-kali Lin Lin menghela napas panjang. Dia tidak tega untuk membantah kehendak ‘ayahnya’ dan kini sesudah kalung sebagai tanda ikatan jodoh itu berada di tangannya, dia merasa gelisah dan menyesal. Tak terasa lagi air matanya berlinang.

Kemudian lamunan gadis ini membawanya teringat kepada Kim Li. Dia merasa menyesal dan berduka sekali. Kim Li adalah seorang gadis yang baik, seorang kawan yang baik dan dikasihinya. Sekarang gadis buntung itu menemui ajalnya secara demikian mengerikan.

Tiba-tiba gadis ini tersentak kaget dan cepat kalung yang tadi dipegangnya dia masukkan ke balik baju dalamnya. Dia mendengar suara orang memanggil namanya!

"Lin-ji...!" suara laki-laki yang parau kasar.

"Adik Lin Lin...!" suara wanita yang nyaring, seperti suara Kim Li!

Lin Lin melompat berdiri, mukanya berubah. Namanya jarang dikenal orang. Hanya suhu-nya dan orang-orang Kun-lun-pai saja yang mengenal nama ini. Bagaimana kini ada orang memanggilnya dengan nama itu dan bisa tahu pula bahwa dia berada di sana? Apakah orang-orang Kun-lun-pai yang datang dan mengetahui tempat tinggalnya ini? Akan tetapi siapakah orangnya yang menyebutnya ‘anak Lin’ dan siapa pula yang menyebutnya ‘adik Lin Lin’?

Lin Lin merasa curiga. Cepat dia mengambil pedangnya lalu menggantungkan pedang itu di punggungnya dan tidak lupa membawa paku-pakunya. Dengan gesit dia lalu mendaki tebing itu melalui sebuah tambang yang dipasang secara rahasia, tambang yang biasa dia gunakan untuk naik turun tebing itu. Yang mengetahui jalan tambang ini hanya dia, Kim Li dan Kwa Cun Ek.

Jalan atau tangga tambang itu membawanya ke dalam rumpun alang-alang di belakang sebuah batu besar. Alangkah herannya ketika dia melihat tiga orang yang tak dikenalnya berteriak-teriak memanggil namanya di tepi tebing. Saking herannya Lin Lin tak sabar lagi, melompat keluar dari balik batu besar dan membentak,

“Siapakah kalian yang membikin ribut di sini?”

Tiga orang itu menengok dan memandang kepada Lin Lin. Seketika Lin Lin menjadi pucat, kedua kakinya gemetar ketika ia memandang kepada gadis di depannya itu, memandang wajah dan bentuk badan yang membuat dia merasa memandang... bayangannya sendiri di depan cermin!

Tiga orang itu, Ek Kok, Kui Sek, dan Lan Lan juga berdiri seperti patung, menatap Lin Lin dengan pandang mata seperti orang terkena hikmat dan terpesona. Terlebih lagi Kui Sek. Pemuda ini membuka mata selebar-lebarnya seperti sedang melihat setan di tengah hari, tingkahnya kikuk tak karuan, topinya dibuka dan kepalanya digaruk-garuk sambil sebentar memandang Lin Lin sebentar Lan Lan, mulutnya mengeluarkan kata-kata gagap.

"Mati aku...! Suhu... yang mana Lan-moi...? Waah…, kalau pakaian dan rambutnya tidak berbeda, sungguh mati aku bisa gila dibuatnya!"


Phang Ek Kok juga melongo melihat persamaan yang luar biasa itu. Tidak ada sedikit pun perbedaannya kecuali pakaian serta cara menyanggul rambut. Selebihnya sama, benar-benar sama yang membuat orang merasa ngeri dan bingung.

Sebaliknya, Lan Lan yang tadinya berdiri bengong, sekarang perlahan-lahan terisak-isak. air matanya mengucur deras, kedua lengannya dibuka ke depan lantas kakinya melanglah perlahan.

"Lin Lin... tidak salah lagi... kau adalah Lin Lin adikku yang manis..." kemudian ia menjerit dan menubruk, memeluk dan mencium Lin Lin sambil menangis.

Lin Lin juga menangis akan tetapi masih bingung. "Aku kenal kau... aku tentu kenal kau... sering kali kujumpai dalam mimpi... ahh, aku harus kenal kau... siapakah kau, cici?”

Lan Lan menciumi muka adiknya, lalu tertawa terkekeh-kekeh di antara tangisnya, "Anak nakal! Mana bisa kau tidak mengenal cici-mu sendiri? Masa kau tidak mengenal saudara kembarmu sendiri? Ah, Lin Lin, semenjak berusia tiga tahun kita dipisahkan orang secara keji. Hampir aku mati karena rinduku kepadamu. Lin Lin... sekarang sampai mati pun aku tak mau berpisah darimu lagi... aku Lan Lan... kau Lin Lin... di mana ada aku, di sana ada kau."

"Betul, Lan Lan. Sekarang aku ingat, nama Lan Lan tidak asing bagiku... betul dulu sekali pernah kau di sampingku," Lin Lin gembira sekali. Mendadak dia teringat lalu membetot tangan Lan Lan berdiri, "Mari, Lan Lan, mari saudaraku, mari temui ayah angkatku. Kau tahu, aku sudah mendapatkan seorang ayah angkat yang baik sekali!"

Lan Lan menahan betotan tangan adiknya. "Lin Lin, mengapa menemui ayah angkatmu? Lebih dulu kau temui ayahmu, ayah kandung kita!" kata Lan Lan sambil menuding ke arah Phang Ek Kok yang sudah melangkah mendekat.

Lin Lin melepaskan tangan Lan Lan kemudian memandang kepada Ek Kok dengan muka menyatakan kagetnya. Inikah ayahnya? Orang lucu seperti badut potongannya ini? Lin Lin kecewa bukan main. Betulkah ini ayahnya? Dia melihat laki-laki pendek gendut berkepala gundul pletat-pletot ini datang sambil tertawa tawa cekakakan.

"Lin Lin, adikku, kau ini bagaimana sih? Jelek-jelek dia itu adalah ayahmu, ayah kita! Dan pemuda itu adalah Kui Sek suheng. murid ayah. Lekas beri hormat kepada ayah, adikku."

"Kalau... kalau dia ayah, mana ibu...?" Lin Lin yang masih ragu-ragu bertanya.

Phang Ek Kok tertawa bergelak. "Kak-kak-hah-hah, Lin Lin, bocah manis. Aku Phang Ek Kok adalah ayahmu, ibumu... ibumu... eh. ibumu telah meninggal dunia. Ya... sudah mati ketika kau dan Lan Lan masih kecil. Lalu kau lenyap diculik orang ketika baru berusia tiga tahun, anakku. Aku ayahmu, Lin Lin... hah-hah-hah-hah!"

Lin Lin kecewa bukan main melihat orang ini yang mengaku sebagai ayahnya. Jauh lebih baik dia menjadi anak Kwa Cun Ek, pikirnya. Masa mempunyai ayah kok begini macam? Akan tetapi keberadaan Lan Lan di situ merupakan bukti yang paling kuat bahwa orang ini memang ayahnya.

Kui Sek sudah dapat menetapkan hatinya. Ia melangkah maju dan dengan muka ramah ia berkata, "Aduh, Lin-moi. Benar-benar aku gembira sekali dan juga bingung setengah mati melihat kau sudah dapat ditemukan. Sudah bertahun tahun lamanya suhu dan sumoi Lan Lan mencari-carimu. Benar-benar hari ini adalah hari yang amat baik, ha-ha-ha!"

"Lin Lin, jangan bengong saja. Apa kau tidak mau memberi hormat kepada ayah dan Kui-suheng?” Lan Lan memperingatkan adiknya.

Terpaksa Lin Lin menjura kepada Ek Kok dan Kui Sek, akan tetapi mulutnya tidak dapat mengeluarkan kata-kata, sebab sesungguhnya hatinya masih merasa ragu-ragu dan berat untuk menyebut ayah kepada orang gemuk pendek gundul seperti badut ini.

Sesudah memberi hormat, dengan terharu kembali dia memeluk pinggang Lan Lan, Kalau di situ tidak ada Lan Lan yang ia akui betul-betul saudara kembarnya, tentu ia tidak suka melayani Ek Kok dan Kui Sek. Pada Lan Lan dia tidak ragu-ragu lagi, darahnya berdebar aneh ketika dia dekat dengan Lan Lan sehingga hatinya memastikan bahwa ini memang saudara kembarnya.

"Lin Lin anakku yang manis. Coba kau ceritakan, ke mana saja selama belasan tahun ini kau pergi?" tanya Ek Kok dengan mulut menyeringai lebar.

"Aku... aku tak ingat lagi apa yang terjadi ketika aku kecil. Tahu-tahu aku berada bersama Liong Tosu yang menjadi guruku, di sebuah tempat yang tersembunyi di puncak Kun-lun-san. Menurut mendiang suhu, aku dibawa datang oleh murid suhu yang bernama Pek Hui Houw..."

Ek Kok mengeluarkan seruan marah. "Ternyata bangsat dari Kun-lun-pai yang menculik anakku!"

"Begitu datang membawaku, Pek Hui Houw segera meninggal dunia karena sakit parah, kemudian semenjak itu aku menjadi murid Liong Tosu. Baru dua tahun ini aku merantau seorang diri sesudah suhu meninggal." demikianlah dengan singkat Lin Lin menceritakan riwayatnya.

"Bangsat-bangsat Kun-lun-pai, awas kau. Kuberi-tahukan kepada Thai-houw kalian!" kata Ek Kok sambil mencak-mencak marah. "Anak-anakku, mari kita pergi ke Ban-mo-to dan menghadap Thai-houw untuk membuat laporan. Biar Thai-houw yang membasmi Kun-lun-pai untuk membalas kekurang-ajaran orang-orang Kun-lun!”

Lin Lin mengerutkan keningnya. "Apakah yang dimaksudkan Kui-bo Thai-houw, siluman tua di Ban-mo-to? Aku mendengar dia itu jahat sekali!"

"Hush... Lin Lin, Thai-houw di Ban-mo-to seorang sakti," kata Lan Lan. Dia sendiri tidak suka kepada wanita tua genit itu, akan tetapi karena tahu akan kelihaiannya, dia khawatir juga mendengar Lin Lin memakinya berterang.

"Empat orang bibimu juga berada di sana dan menjadi pelayannya, Lin Lin. Ahh, kau tidak mengerti apa-apa, kasihan sekali. Mari ikut, nanti Lan-ji akan menceritakan segalanya kepadamu."

"Betul, Lin Lin, mari kita pergi dari tempat ini..." Lan Lan juga membujuk adiknya.

Pada saat itu terdengar suara nyaring, "Lan-ji, kau sedang apa di situ?" Lantas muncullah Kwa Cun Ek yang memandang dengan matanya yang lebar, kelihatan terheran-heran.

"Ayah...! Mengapa kau ikut naik? Kesehatanmu belum pulih...!" kata Lin Lin penuh kasih sayang sambil melompat mendekati Kwa Cun Ek.

Namun Kwa Cun Ek tidak menjawab karena kakek ini sudah melihat Lan Lan dan seperti juga yang lain-lain, persamaan yang luar biasa antara kedua orang gadis itu membuat dia bengong karena bingung.

"Siok Lan... anakku... mengapa kau ada dua...?" bisiknya perlahan sekali, agaknya kakek ini sedang memeras otaknya untuk mengingat-ingat.

Terdengar suara ketawa berkakakan ketika Ek Kok melompat maju di depan Kwa Cun Ek. "Hak-hak-hak, kiranya orang ini linglung dan otaknya tidak waras. Dia itu bukan anakmu, bukan pula bernama Siok Lan, akan tetapi dia adalah anakku bernama Phang Lin Lin dan ini saudara kembarnya bernama Phang Lan Lan. Orang gila, jangan kau bermimpi terus, pergilah!"

Kwa Cun Ek menjadi makin bingung, sebentar memandang Lin Lin, sebentar memandang Lan Lan, kemudian mengerling Ek Kok. Ia merasa kepalanya puyeng, matanya kabur dan wajahnya sebentar pucat sebentar merah.

Kejadian kejadian yang lampau berputaran di depan matanya dan ia teringat kembali akan penuturan sute-nya, See-thian Hoat-ong bahwa Siok Lan sudah mati! Ia memandang Lin Lin, memang semuanya sama, sampai pakaian dan rambut-rambutnya, akan tetapi gadis ini jauh lebih muda dari pada Siok Lan. Ia semakin bingung dan dengan seruan keras dia menerjang Ek Kok.

"Penipu! Pembohong!" teriaknya marah sekali.

"Ayah...! Jangan berkelahi...!"

Lin Lin mencegah sambil memegang lengan tangan Kwa Cun Ek. Gadis ini memang lihai dan kepandaiannya malah lebih tinggi dari Kwa Cun Ek. maka cegahannya berhasil.

Kwa Cun Ek menoleh kepada anaknya. "Siok Lan, hayo lekas bilang, siapa monyet itu? Siapa pula gadis yang serupa benar denganmu itu?" Ia menuding Ek Kok dan Lan Lan.

Sekarang giliran Lin Lin yang kebingungan. Bagaimana dia harus menjawab? Ia terpaksa menjawab, maka dia berkata perlahan, "Ayah. dia ini adalah saudara kembarku, namanya Lan Lan..."

Seketika wajah Kwa Cun Ek menjadi pucat dan pandang matanya gelap. Dia meramkan mata karena tanah yang diinjaknya terasa berputar-putar dan cuaca menjadi gelap sekali. Tetapi sambil berpegang pada lengan Lin Lin yang halus dan kuat sekali, dia menguatkan diri dan masih dapat bertanya lagi,

"Dan kau... kau tentu bukan Siok Lan... kau siapakah..."

Dengan suara terisak saking kasihan melihat ayah angkatnya ini Lin Lin menjawab juga, "Aku... aku sebenarnya bernama Lin Lin..."

Kwa Cun Ek mengeluarkan teriakan ngeri dan ia roboh pingsan. Baiknya Lin Lin berada di sana maka gadis ini dapat cepat memeluk tubuhnya. Dunia serasa remuk bagi Kwa Cun Ek. Kini terbuka matanya bahwa Siok Lan betul-betul sudah tewas dan bahwa selama ini gadis yang disangkanya Siok Lan adalah seorang gadis asing yang bernama Lin Lin.

Lin Lin memanggil-manggil. "Ayah... ayah...!" sambil menangis tersedu-sedu.

Lan Lan memeluk adiknya. Gadis ini turut menangis dan ikut pula memanggil, "Ayah... ayah...!" kepada Kwa Cun Ek. Apa yang dirasakan dan diderita oleh adiknya otomatis terasa pula olehnya.

Ek Kok membanting-banting kakinya. "Kalian ini apa sudah gila semua? Akulah ayahmu. Hayo pergi dari sini dan tinggalkan orang gila itu!"

Akan tetapi tiba-tiba Lin Lin berdiri sesudah membiarkan kepala Kwa Cun Ek ditahan oleh kedua lengan Lan Lan. "Siapa pun adanya kau, benar-benar ayahku atau bukan, kau tidak bisa melarang aku merawat orang ini. Biar pun dia ini hanya ayah angkat, akan tetapi aku sudah suka kepadanya dan menganggapnya sebagai ayah sendiri!"

Lan Lan melihat kenekatan adiknya, lalu berkata kepada ayahnya, "Ayah, harap kau suka memaklumi perasaan Lin Lin. Orang ini memang perlu dirawat. Jika ayah hendak ke Ban-mo-to, pergilah dulu bersama suheng. Biar kelak aku dan Lin Lin menyusul kalau sudah selesai merawat orang ini."

Kui Sek merasa kecewa sekali. "Biar aku mengawani dua sumoi-ku di sini, aku pun bisa merawat orang..."

Ek Kok tampar kepalanya sampai topi di kepala Kui Sek jatuh. "Kau mau ikut-ikut gila?”

"Tidak... tidak... suhu..." kata Kui Sek ketakutan kemudian buru-buru mengambil topinya, dipakai lagi lalu berkata, "Mau pergi sekarang, suhu? Teecu siap mengantar suhu!" Benar lucu sikap murid yang ketakutan ini.

"Tidak bisa!" Ek Kok berkeras. "Kalian anak-anakku harus menurut kehendak orang yang menjadi ayahmu!"

"Tidak!" Suara Lin Lin mengandung isak. ”Aku akan merawat dia ini lebih dulu, urusan lain boleh diurus belakangan!"

Lan Lan yang melihat suasana mengeras, lalu menaruh tubuh Kwa Cun Ek di atas tanah, kemudian ia berdiri di samping Lin Lin, mengangkat dada mengepal kedua tangan seperti adiknya itu, pipinya kemerahan matanya bersinar-sinar, persis sikap Lin Lin pula! Katanya nyaring,

"Ayah. kalau kau memaksa, kau akan berhadapan dengan kami yang marah-marah!"

Ek Kok mengeluarkan suara ketawa aneh, menyeringai lalu berkata, "Masa bodoh, bocah-bocah kepala batu. Biarlah aku pergi ke Ban-mo-to dan melaporkan semua ini. Agaknya Thai-houw sendiri yang harus turun tangan." Setelah berkata demikian, ia menggelundung pergi, diikuti oleh Kui Sek.

Agaknya pemuda ini tidak rela hati meninggalkan dua orang gadis yang sama cantiknya, sama manisnya dan sama-sama menarik hatinya itu. Ia berlari sambil menoleh beberapa kali sampai kakinya tersandung lantas dia jatuh tertelungkup dan perutnya yang gendut itu berdebuk menubruk batu! Akhirnya ia merangkak bangun, menoleh sekali lagi dan berlari hilang di sebuah tikungan.

Lin Lin memondong tubuh Kwa Cun Ek. “Lan Lan, hayo bantu aku menurunkan dia. Kita harus merawatnya baik-baik, kasihan sekali dia”

Dibantu oleh Lan Lan, Lin Lin lalu membawa ayah angkatnya kembali ke dalam goa. Dua orang gadis ini dengan telaten dan teliti merawat Kwa Cun Ek, akan tetapi orang gagah itu masih tetap pingsan dan kadang-kadang tubuhnya panas sekali, terserang demam hebat. Lin Lin dan Lan Lan gelisah sekali.

Pada saat menjaga orang tua itu, bila mana Kwa Cun Ek sudah dapat tidur dengan kepala dikompres air dingin, Lin Lin lalu menceritakan pertemuannya dengan Kwa Cun Ek yang menganggap dia itu puterinya bernama Kwa Siok Lan yang telah meninggal dunia.

"Kasihan dia...," kata Lan Lan. "Memang patut ditolong..."

Namun keadaan Kwa Cun Ek tidak menjadi lebih baik. Setelah kakek ini siuman kembali, ternyata pikirannya sudah jernih dan dia sudah teringat akan segala hal. Dengan air mata berlinang-linang dia memegang tangan Lin Lin dan Lan Lan.

"Kiranya Thian masih menaruh kasihan kepadaku orang malang sehingga di dunia ini ada kalian dua orang gadis kembar yang begini baik kepadaku. Anak-anak, kalian benar-benar serupa dengan mendiang Siok Lan, anakku. Dan kalian begini baik, merawat aku seperti ayah sendiri..." tak terasa Kwa Cun Ek terisak menangis saking terharunya.

Lin Lin dan Lan Lan ikut menumpahkan air mata. Lin Lin mengeringkan air mata pada pipi Kwa Cun Ek sambil berkata, "Ayah, biar pun sekarang kau sudah tahu bahwa aku bukan Siok Lan, akan tetapi aku tetap menganggapmu sebagai ayah. Kau jangan berduka, di sini ada aku dan Lan Lan yang akan merawatmu sampai sembuh.”

Kwa Cun Ek tersenyum pahit. "Anak-anak baik, aku berhutang budi pada kalian, terutama kepada Lin Lin. Kalau dalam kehidupan sekarang aku tidak mampu membalas, biarlah di dalam penjelmaan lain aku menjelma menjadi kuda atau anjing untuk melayanimu...".

"Ayah, jangan kau bilang begitu..." kata Lin Lin pilu.

"Ayah, janganlah berduka..." kata Lan Lan.

Mendengar Lan Lan juga menyebut ayah kepadanya, Kwa Cun Ek lalu memegang tangan kedua gadis itu, dibawa ke depan mukanya dan dipakai untuk menutupi matanya. Namun dari celah-celah jari tangan kedua orang gadis itu mengalir air mata yang panas.

Akan tetapi, betapa pun pandai manusia berusaha, tetap saja keputusan terakhir berada dalam tangan Tuhan. Hantaman batin yang amat hebat telah membuat Kwa Cun Ek yang kuat itu menyerah. Jantungnya terguncang hebat sehingga keadaannya makin hari makin payah.

Akan tetapi, biar pun keadaan tubuhnya menderita makin payah, keadaan hatinya selalu penuh kegembiraan, penuh terima kasih kepada Lin Lin dan Lan Lan, dua orang yang tak ada bedanya seperti dua orang anak kandungnya sendiri!

Malah sering kali orang tua ini berpikir bahwa andai kata anaknya sendiri, Siok Lan, masih hidup, belum tentu akan begitu setia dan berbakti kepadanya seperti yang diperlihatkan dua orang gadis kembar ini. Hal ini sebenarnya tidak aneh kalau diingat bahwa memang tadinya Lin Lin menganggap dia sebagai pengganti orang tua.

Dengan singkat Kwa Cun Ek menuturkan pengalaman dan riwayatnya kepada dua orang gadis itu, juga tentang Siok Lan dan tentang Tung-hai Sian-li. Akhirnya dia berkata sambil menarik napas panjang. "Mati pun aku takkan menyesal, aku sudah mendapat anak baru, kalian ini. Hanya satu hal yang membuat hatiku gelisah sekali, membuat aku masih berat meninggalkan dunia ini..."

"Apakah hal yang mengganggu pikiranmu itu, ayah...?" tanya Lin Lin terharu.

"Jika ada urusan, kami yang akan berusaha membereskannya, ayah," sambung Lan Lan sepenuh hati, karena ia merasa sependeritaan dengan adik kembarnya. Apa yang diderita oleh adik kembarnya akan dipikulnya setengahnya, begitu pula kebahagiaan akan dikecap bersama oleh mereka berdua.

"Tidak lain soal perjodohanmu. Dalam keadaan tidak sadar karena mengira Lin Lin adalah anakku Siok Lan, aku telah memperbarui ikatan perjodohan dengan keponakan Kwee Sun Tek. Ah,... bagaimana pun juga selama hidupku aku selalu menjaga nama baikku, selalu menjaga janji yang lebih kuberatkan dari pada nyawa. Akan tetapi siapa kira... menjelang kematianku aku terpaksa menjilat ludah sendiri, terpaksa melanggar janjiku kepada Kwee Sun Tek karena... tentu saja kau tidak bisa memenuhi janjiku itu, Lin Lin."

"Jangan kau bilang begitu, ayah. Kalau kau biasa memegang teguh janji, apakah aku juga tidak demikian? Tidak nanti aku akan membikin rendah namamu, ayah. Jika aku menolak, apa kalung itu akan kuterima kemarin dulu?"

Kwa Cun Ek menjadi berseri mukanya.

”Lin Lin...!"

"Aku tetap Siok Lan bagimu, ayah," jawab gadis itu.

"Tidak, kau adalah Lin Lin, kau anakku yang baru. Ahh, terima kasih, Thian Yang Maha Adil. Bagaimana manusia macam aku ini mendapat kurnia begitu besar? Lin Lin, anakku, kau tak akan menyesal... keponakan Kwee Sun Tek adalah seorang pemuda baik, murid Thian Te Cu."

"Ayah, aku yang sudah mengakui kau sebagai ayahku sendiri, bagaimana dapat menolak kehendakmu? Aku percaya bahwa ayah tentu menghendaki kebahagiaanku, maka mau menerima ikatan perjodohan itu."

Akan tetapi kegirangan hati Kwa Cun Ek itu malah amat buruk bagi kesehatannya. Karena terlampau girang, hatinya berguncang dan dia hanya dapat hidup setengah hari saja lagi. Menjelang senja ia menarik napas terakhir dalam pelukan Lin Lin dan Lan Lan, meninggal dunia sebagai seorang ayah yang beruntung mendapat kasih sayang dua orang anaknya! Inilah agaknya anugerah bagi Kwa Cun Ek yang selama hidupnya menjadi seorang gagah yang berbudi, setelah nasib buruk menimpanya sepanjang masa.

Setelah menangisi kematian Kwa Cun Ek semalam suntuk, pada keesokan harinya gadis kembar itu mengurus jenazah orang tua itu, kemudian dengan penuh khidmat mengubur jenazah Kwa Cun Ek di atas tebing, di bawah sebatang pohon besar. Sambil berkabung mereka membuatkan batu nisan yang cukup besar, diukirnya huruf-huruf berbunyi,

AYAH TERKASIH, KWA CUN EK

Mereka lantas meninggalkan Thian-mu-san untuk menyusul Phang Ek Kok ke Ban-mo-to atas desakan Lan Lan. Bagaimana pun juga Lin Lin terpaksa menurut karena kalau dipikir-pikir, betapa pun jeleknya, kalau Phang Ek Kok sudah ditakdirkan menjadi ayahnya maka dia harus membaktikan diri kepada ayah itu…..

********************

Berdebar juga hati Kun Hong dan merah sekali mukanya ketika dia diterima oleh Kui-bo Thai-houw dan sekalian pengikutnya di Pulau Ban-mo-to. pemuda ini lantas teringat akan perbuatannya yang gila-gilaan di pulau itu, perbuatan tidak tahu malu yang membuat Eng Lan menjadi marah kepadanya. Dia hampir tidak berani mengangkat mukanya, hampir tak berani bertemu pandang dengan semua gadis yang berada di situ, apa lagi dengan Kui-bo Thai-houw yang menerimanya dengan sikap halus dan ramah.

"Aku sudah hampir lupa bahwa di dunia ini ada seorang laki-laki seperti kau, tahu-tahu sekarang kau muncul lagi. Apa kau tidak takut jika kemarahanku timbul lagi, Kun Hong?" tanya Kui-bo Thai-houw, suaranya halus sekali akan tetapi Kun Hong yang sudah cukup baik mengenalnya maklum bahwa sedikit saja dia salah omong atau salah bersikap, maka wanita yang halus dan ramah ini dapat berubah keji bagaikan iblis dan tidak segan-segan menurunkan tangan maut merenggut nyawanya.

"Tidak, Thai-houw, karena aku datang ini membawa maksud baik dan hendak memenuhi perintah Thian Te Cu Sian-su."

Kui-bo Thai-houw mengangkat alisnya.

"Bagaimana kau bisa diperintah Thian Te Cu?”

"Thian Te Cu Sian-su yang menolongku, mengobatiku dengan Im-yang-giok-cu. Sesudah aku sembuh, Sian-su memerintahkan kepadaku supaya mengembalikan batu kemala Im-yang-giok-cu kepadamu, Thai-houw. Juga aku hendak mengembalikan pedang ini disertai pernyataan maaf yang sebesarnya atas semua kesalahanku yang sudah-sudah." Setelah berkata demikian, Kun Hong menyerahkan pedang dan kotak kecil dari Thian Te Cu itu.

Kui-bo Thai-houw tersenyum dan membuka tutup kotak. Betul saja, di dalamnya terdapat kalung Im-yang-giok-cu, akan tetapi di sebelah dalam kotak juga terdapat tulisan dengan huruf kecil-kecil berbunyi:

UNDANGAN THAI KHEK SIAN MENGANDUNG MAKSUD TERSEMBUNYI.
DIA BERSEKONGKOL DENGAN BANGSA MONGOL.

Membaca tulisan Thian Te Cu ini, Kui-bo Thai-houw tertawa. "Mengapa takut? Lebih baik mati dari pada dianggap takut oleh seorang manusia macam Thai Khek Sian!"

Melihat Kun Hong menatap kepadanya dengan heran, Kui-bo Thai-houw dapat menduga bahwa pemuda ini tentu belum tahu akan tulisan di dalam kotak, maka dia bertanya, "Kun Hong, gurumu hendak mengadakan pesta pada musim chun, kau tentu membantunya, bukan?"

Sejak menginsyafi kesesatan dirinya dan menyadari pula betapa gurunya adalah seorang tokoh Mokauw yang jahat, Kun Hong agak segan membicarakan gurunya. Maka jawabnya malas. "Kiranya sudah menjadi kewajiban seorang murid untuk menghormat gurunya."

Kembali Kui-bo Thai-houw tertawa-tawa. Pada saat itu pula dari pintu dalam muncul dua orang gadis. Kun Hong kaget setengah mati melihat dua orang gadis ini, dua orang gadis seperti Siok Lan yang pernah membuat ia mengira bertemu dengan arwah Kwa Siok Lan. Ternyata dua orang gadis kembar yang serupa benar dengan Siok Lan itu telah berada di sini! Ia menekan perasaannya dan diam saja.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar