Pedang Sinar Hijau (Cheng Hoa Kiam) Jilid 42

Tiba-tiba dia mencabut sebatang tongkat dan mata Wi Liong menjadi silau melihat tongkat itu karena cahaya kebiruan tercampur cahaya kemerahan, kuning, dan lain-lainnya seperti sinar pelangi segera bersinar dari tongkat itu. Tongkat itu pendek saja, panjangnya hanya satu kaki dan terbuat dari pada kayu kehitaman yang mengkilap. Pada kepala tongkat itu terdapat sebuah batu kemala besar yang mengeluarkan cahaya aneh itu.

"Kalian lihat. Ngo-heng-giok-cu (batu kemala lima elemen) berada di tanganku, siapa yang tidak menurut kepada pemegang ngo-heng-giok-cu dapat dihukum mati!" katanya kepada lima orang pembantu itu. Melihat tongkat ini, lima orang kakek itu menjadi bingung sekali dan segera berlutut sambil membentur-benturkan kepala di atas tanah.

"Hamba menurut perintah... menurut perintah...," terdengar mereka berkata.

"Tangkap Cui Kim! Tangkap atau bunuh! Dia memberontak kepada kauwcu!" kata nenek itu dengan sikap dan suara seperti seorang ratu sedang mengeluarkan perintah, tongkat Ngo-heng-giok-cu itu diangkat tinggi-tinggi di atas kepalanya.

Betul-betul mengherankan! Bila tadi lima orang pembantu itu ragu-ragu dan segan untuk menyerang Cui Kim puteri pendiri Ngo-tok-kauw, sekarang setelah melihat tongkat dengan batu kemala lima warna itu, serentak mereka langsung berdiri sambil meloloskan senjata mereka, masing-masing sebatang golok besar.

“Demi menjunjung tinggi Ngo-heng-giok-cu lambang perkumpulan Ngo-tok-kauw dan demi mentaati perintah kauwcu, kami harap Theng-siocia suka menyerah dan tunduk terhadap kauwcu!" kata si baju putih mewakili kawan-kawannya.

Terdengar suara ketawa merdu dan nyaring akan tetapi mengandung nada mengejek.

"Kalian berlima sudah seperti bukan manusia lagi, melankan hanya alat. Mau menangkap atau membunuh aku? Majulah!" Sesudah berkata demikian, gadis itu malah mendahului, menyerang dengan pedang pendeknya dengan gerakan yang amat gesit.

Lima orang pentolan Ngo-tok-kauw itu menggerakkan golok, berpencar dan sebentar saja telah membentuk barisan lima penjuru dan melakukan ilmu silat Ngo heng-kun yang amat kuat.

Secara diam-diam Wi Liong kagum dan terkejut sekali. Pantas saja Pak-thian Koai-jin dan muridnya kalah, ternyata lima orang ini memiliki Ilmu Silat Ngo-heng-kun yang dijalankan oleh lima orang dan demikian kuatnya. Akan tetapi begitu melihat bagaimana cara gadis itu menghadapi Ngo-heng-kun, ia menjadi makin kagum dan terkejut.

Tidak saja gadis itu dapat melayani dengan baik, malah dengan ilmu silat semacam Ngo-heng-kun yang sudah dicampur dengan ilmu silat lain yang aneh, gadis itu dapat menindih gerakan-gerakan lawan dan dapat mengatasi semua desakan karena tampaknya dia hafal sekali akan semua gerak-gerik lima orang pengeroyoknya! Dilihat begitu saja seakan-akan lima orang kakek itu adalah murid-muridnya.

Sebetulnya hal ini memang tidak begitu mengherankan kalau orang tahu akan duduknya perkara. Gadis itu adalah Theng Cui Kim puteri tunggal Theng Gak pendiri dari Ngo-tok-kauw. Ketika Cui Kim masih kecil, baru berusia sebelas tahun, ayah bundanya meninggal dibunuh orang. Karena saat itu Cui Kim masih terlau kecil, juga kakak misannya The Hak Lui yang yatim piatu dan menjadi murid ayahnya belum dewasa, maka pimpinan Ngo-tok-kauw diserahkan kepada kakak perempuan ibunya, yaitu nenek yang bertubuh seperti ular itu.

Sebelum tewas sesungguhnya Theng Gak meninggalkan sebuah kitab pelajaran ilmu silat Ngo-tok-kauw yang dia ciptakan sendiri berdasarkan Ilmu Silat Ngo-heng-kun. Theng Cui Kim dipesan oleh ayahnya agar kitab itu jangan diperlihatkan lain orang.

Cui Kim berhati keras dan berkemauan besar, maka selanjutnya ia belajar ilmu itu secara diam-diam sehingga mendapatkan kepandaian tinggi. The Hak Lui pemuda muka hitam itu juga belajar ilmu silat dan karena dia memang tekun mencari guru-guru di luaran, akhirnya dia pun memiliki kepandaian yang tidak rendah dengan ilmu silat campuran.

Setelah dua orang muda ini menjadi dewasa, mereka merasa bahwa Ngo-tok-kauw telah diselewengkan oleh kauwcu yang sekarang ini, tidak hanya khusus terhadap pencari batu kemala seperti yang dimaksudkan oleh Theng Gak semula, akan tetapi diperhebat dan diperdalam mengenai agama yang menyeramkan dan penuh ketahyulan. Maka dua orang muda itu lantas mengusulkan supaya kauwcu sekarang ini mengundurkan diri dan mereka berdua yang akan memimpin. Pendek kata mereka hendak mere-tool kauwcu bertubuh seperti ular itu sehingga pada hari itu terjadi keributan.

Pertempuran berlangsung cepat dan kini empat puluh jurus lewat sudah. Wi Liong dapat menduga bahwa akhirnya kelima orang pengeroyok itu akan kalah. Dugaannya ini terbukti pada jurus ke empat puluh lebih.

Sambil tertawa dan memutar pedang lebih cepat lagi, pedang pendek yang telah menindih lima batang golok itu menyambar. Terdengar suara keras disusul teriakan-teriakan kaget kelima orang itu karena golok mereka telah terlepas dari tangan, yang dirasakan perih dan sakit sekali. Ketika mereka melompat mundur, ternyata tangan mereka sudah terluka dan tergores pedang!

Mereka kagum sekali dan juga amat berterima kasih karena puteri pendiri Ngo-tok-kauw itu kiranya masih mengampuni nyawa mereka. Kalau tidak, tentu mereka sekarang sudah menggeletak menjadi mayat!

Kini diam-diam mereka pun insyaf bahwa Ngo-tok-kauw akan menjadi jauh lebih baik jika dipimpin oleh nona ini. Di bawah pimpinan kauwcu yang sekarang, sering kali terjadi hal-hal kejam dan nyawa anak buah Ngo-tok-kauw tidak terjamin, begitu mudahnya kauwcu membunuh anggotanya kalau dianggap membangkang. Tadi pun mereka telah ragu-ragu, namun hanya karena melihat tongkat Ngo-heng-giok-cu saja mereka terpaksa tidak dapat membantah lagi.

Melihat orang-orang kepercayaannya dikalahkan, maka marahlah kauwcu. Dia memekik ngeri, lalu maju menghadapi Cui Kim sambil mengacungkan tongkat dengan kemala lima warna itu.

"Pemberontak cilik! Kau tidak melihat tongkat ini? Masih berani kau melawan kehendak kauwcu-mu?" bentaknya.

Tongkat itu biasanya sangat ditakuti oleh semua anggota Ngo-tok-kauw. Memang tongkat ini merupakan tanda kebesaran atau lambang Ngo-tok-kauw dan mempunyai riwayat yang menarik.

Ketika dahulu Theng Gak memimpin anak buahnya mencari batu-batu kemala di Sungai Kemala, dia mendapatkan batu kemala besar yang mengeluarkan lima macam cahaya ini. Dan pada hari itu juga dia digigit ular berbisa di pinggir sungai sehingga dia roboh dalam keadaan empas-empis dan tubuhnya membengkak semua. Hebatnya, tidak hanya seekor ular yang menggigitnya, melainkan lima ekor ular berbisa sekaligus.

Baiknya isterinya pernah mendengar tentang khasiat batu kemala yang disebut Ngo-heng-giok-cu ini, maka dia cepat-cepat menggosok-gosokkan batu itu pada semua luka gigitan. Hebatnya, racun ular keluar semua dihisap oleh batu Ngo-heng-giok-cu dan cahaya batu itu bersinar semakin terang seakan-akan semua racun itu merupakan alat pencuci! Maka selamatlah nyawa Theng Gak.

Semenjak hari itu, ia menganggap batu itu batu keramat yang harus dijunjung oleh semua anggota Ngo-tok-kauw, sedangkan nama perkumpulan Ngo-tok (Lima Racun) pun diambil dari peristiwa itu. Juga lima macam ular yang menggigitnya itu lantas dipelihara baik-baik sampai hari itu, sudah berkali-kali berganti kulit.

Melihat tongkat dengan batu kemala itu, Cui Kim membentak.

"Kembalikan tongkat ayah!'" Cepat seperti ular menyambar, lengan kiranya telah bergerak merampas tongkat itu.


Nenek yang dahulu terkenal dengan nama Siu-toanio itu segera mengelak dan terjadilah perebutan tongkat dengan ramainya. Pada mulanya mereka saling berebut tongkat, tetapi akhirnya menjadi pertempuran dahsyat.

Cui Kim menggunakan pedang pendeknya, Siu-toanio mempergunakan tongkat hitamnya, sedangkan tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu sudah dia simpan lagi, diselipkan pada ikat pinggangnya.

Pertempuran yang terjadi kini amat cepat dan amat indah dipandang di bawah sinar bulan yang sudah memancarkan cahaya sepenuhnya tanpa dihalangi mega. Langit biru bersih, cahaya bulan kuning keemasan.

Tongkat panjang nenek itu berubah menjadi segunduk sinar hitam yang mengerikan, yang bergerak ke sana ke mari sambil menimbulkan angin bersiutan. Pedang di tangan Cui Kim berubah menjadi segulung sinar putih.

Bagi mata orang-orang di situ, yang terlihat hanyalah dua gulung sinar hitam dan putih ini, saling desak saling tindih dengan hebat. Tetapi bagi mata Wi Liong yang bersembunyi di atas pohon, dia dapat mengikuti jalannya pertandingan dengan pandang matanya.

Diam-diam dia terkejut juga melihat Ilmu Silat Ngo-heng-kun yang diperlihatkan nenek itu. Sungguh ganas, curang, cepat dan kuat sekali. Tubuh nenek yang berlenggak-lenggok seperti ular dapat menggeliat-geliat itu menambah kelihaiannya karena ia dapat mengatur serangan penuh gerak tipu yang sukar diduga.

Tetapi Cui Kim mengagumkan sekali. Tidak saja tingkat ilmu silatnya memang lebih tinggi biar pun kalah matang dan kalah taktik, juga ia memiliki tubuh yang lebih gesit dan ringan. Dengan ilmu silatnya Ngo-tok-kun yang merupakan perbaikan dan penyempurnaan Ngo-heng-kun yang dimainkan oleh Siu-toanio, gadis itu dapat mengimbangi malah mengatasi permainan lawan.

Tiba-tiba Siu-toanio mengeluarkan seruan keras dan topi kepalanya terlempar, rambutnya terurai dan sebagian putus terbabat pedang. Dengan amat marah nenek itu mengeluarkan dua buah benda dari dalam saku dan memasangkan dua benda itu di kedua ujung tongkat hitamnya.

Wi Liong dari atas pohon dengan kaget dan ngeri melihat benda-benda itu bergerak-gerak dan ternyata itulah dua ekor ular kecil, yang seekor berwarna putih dan yang seekor lagi berwarna hitam. Ular-ular beracun yang berbahaya tentunya!

Melihat dua ekor ular itu, Cui Kim menjadi kaget dan jeri karena dia tahu bahwa itu adalah dua ekor ular yang amat berbisa. Permainan pedangnya lantas kacau-balau dan sebentar saja ia telah terdesak hebat. Mulailah nenek itu tertawa-tawa dan terus menggencet gadis itu tanpa mengenal ampun lagi. Dari serangan-serangannya jekas bahwa dia bermaksud membunuh Cui Kian.

"Semua ular takut kepada Ngo-heng-giok-cu!" tiba-tiba terdengar seruan Hak Lui, pemuda muka hitam tadi.

Dalam hal ilmu silat, kiranya pemuda ini tidak selihai Cui Kim, akan tetapi dia mempunyai kecerdikan yang luar biasa. Inilah sebabnya Cui Kim suka bekerja sama dengan dia untuk membantunya memimpin Ngo-tok-kauw. Bila mana pemuda ini tidak cerdik sekali, mana mungkin Cui Kim sudi bekerja sama dengan dia yang selain kepandaiannya tidak dapat melebihinya, juga mukanya amat buruk tidak menyenangkan hatinya itu?

Mendengar ucapan The Hak Lui tadi, mendadak Cui Kim tersadar dan cepat dia merobah gerakan pedangnya, sekarang mati-matian melancarkan serangan maut secara bertubi-tubi dengan jurus-jurus yang paling berbahaya dari Ngo-tok-kun.

Siu-toanio kaget bukan main sampai berseru keras dan terdesak mundur. Kesempatan ini dipergunakan oleh Cui Kim untuk menubruk maju, tangan kirinya menyambar dan di saat yang sama dia berhasil merampas tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu, akan tetapi pundak kanannya digigit oleh ular hitam!

Siu-toanio marah sekali, akan tetapi juga girang bahwa ularnya dapat menggigit Cui Kim. Ia mengharapkan Cui Kim roboh tak bernapas lagi. Dapat dibayangkan betapa gemas dan kecewanya ketika melihat gadis itu sambil tertawa-tawa cepat menggosok-gosokkan mata tongkat itu pada pundaknya dan semua racun dihisap oleh Ngo-heng-giok-cu!

Nenek itu menyerang lagi, akan tetapi Cui Kim mengangkat tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu dan dua ekor ular itu jatuh terlepas dari ujung tongkat, melingkar di tanah seperti tak bertenaga lagi, sama sekali tak berdaya oleh hawa yang keluar dari Ngo-heng-giok-cu yang benar-benar merupakan batu mustika yang jarang bandingannya!

Pedang Cui Kim menyambar lagi, terdengar jerit kesakitan dan tongkat hitam terlempar. Sebuah tendangan membuat nenek itu terpaksa jatuh berlutut karena tulang kaki kirinya patah! Cui Kim melompat maju pedangnya bergerak dan... ”tak!" kelima jari tangan kanan nenek itu putus semua!

"Kau masih belum mau mengakui aku sebagai kauwcu setelah Ngo-heng-giok-cu berada di tanganku?" bentak Cui Kim.

Siu-toanio berlutut dan menganggukkan kepala. "Kauwcu...!" dia berkata tanpa mengeluh sakit biar pun tulang kakinya patah dan lima jari kanannya putus.

Lima orang kakek tadi juga berlutut dan menyebut, "Kauwcu...!"

Para anggota bersorak, "Hidup kauwcu baru...!"

Mereka rata-rata memang tidak suka dengan Siu-toanio yang demikian ganas dan kejam, maka gembiralah mereka sekarang bisa mengangkat Cui Kim sebagai ketua perkumpulan mereka.

Hanya Hak Lui seorang yang tersenyum-senyum dan tidak ikut berlutut memberi hormat kepada kauwcu baru itu. Cui Kim mengerutkan alis tanda tak senang, akan tetapi karena baru saja menjadi kauwcu dan ia membutuhkan bantuan Hak Lui, maka ia diam saja tidak menegur kakak misannya yang sebetulnya juga suhengnya itu karena ketika kecil Hak Lui belajar ilmu silat dari ayahnya.

Dengan hati bangga dan wajahnya yang cantik manis berseri-seri, matanya mengerling ke sana ke mari dengan tajam sambil membawa tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu. Cui Kim lalu duduk di atas permadani yang tadi menjadi tempat duduk Siu-toanio.

"Menurut peraturan yang berlaku, kedudukan kauwcu baru belum sah sebagai pemimpin kalau belum berkenalan dengan Ngo-tok-coa (Lima Ular Beracun)!" mendadak Siu-toanio berkata, suaranya keras dan mengandung ejekan biar pun sikapnya menghormat sambil berlutut.

Cui Kim mengejek dalam senyum manisnya. "Kau sangka aku tidak tahu akan peraturan ayah sendiri?" Dia menoleh kepada lima orang kakek tadi sambil memberi perintah, "Hayo lakukan upacara itu!"

Wi Liong yang sejak tadi mengintai semua pertunjukan itu, menjadi semakin tertarik dan ingin sekali dia meliihat ‘upacara’ itu. Dilihatnya bahwa hingga sebegitu jauh, keselamatan Eng Lan tidak terancam, maka ia hendak melihat gelagat sebelum secara sembrono turun tangan menolong Eng Lan dan mengganggu upacara perkumpulan agama yang aneh itu.

Sementara itu Theng Cui Kim yang sekarang sudah menjadi calon kauwcu baru itu, telah melepaskan topi kepala ularnya dan tampaklah rambutnya yang hitam halus dan panjang terurai di kedua pundak dan punggungnya. Wajahnya yang putih kelihatan pucat dikelilingi rambut hitam itu. Gadis ini lalu menggulung lengan bajunya sampai di atas siku sehingga tampaklah kedua lengan tangan yang berkulit putih kekuningan itu.

Ada pun kelima orang kakek pembantu tadi sudah mengeluarkan tambur, gembreng. dan suling. Empat orang di antara mereka terus saja membunyikan alat tetabuhan ini hingga terdengarlah musik yang aneh dan nyaring. Wi Liong sendiri sebagai seorang ahli suling dan suka akan musik, segera merasa kagum ketika mendengar bunyi-bunyian ini karena dia dapat menangkap pengaruh yang gaib dan keramat dalam bunyi-bunyian itu.

Cui Kim memberi isyarat dan kakek ke lima yang berpakaian serba putih membuka tutup lima buah keranjang bambu tadi. Suara suling ditiup makin nyaring ketika sumbat kelima keranjang itu sedang dibuka dan... perlahan-lahan tampaklah kepala ular tersembul keluar dari keranjang-keranjang itu. Mula-mula kepala-kepala ular itu tersembul, memandang ke kanan kiri sambil menjulurkan lidah yang kecil merah, kemudian seperti tertarik oleh suara musik terutama sulingnya, ular-ular itu merayap keluar dari keranjang masing-masing.

Wi Liong telah banyak menjelajah tempat-tempat yang berbahaya, hutan-hutan besar dan gunung-gunung. Melihat ular-ular itu, dengan terkejut dia mengenal ular-ular beracun yang paling hebat dan berbahaya. Hebatnya, ular-ular itu berlainan warnanya, tidak besar tetapi cukup panjang dan kelihatan liar dan gesit sekali.

Inilah lima ekor ular yang dahulu menggigit ayah Cui Kim, pendiri Ngo-tok kauw. Ular-ular yang sudah tua sekali akan tetapi selalu berganti kulit, yang makin lama racunnya menjadi semakin berbahaya.

Para penabuh musik makin kencang menabuh alat masing-masing. Kini keadaan menjadi makin serem dan... Cui Kim mulai menari-nari dan mulailah para anak buah Ngo-tok-kauw bertepuk-tepuk tangan menguatkan irama musik.

Tarian Cui Kim aneh dan indah, juga menyeramkan hati Wi Liong. Gadis yang rambutnya terurai ini mulai menari mengelilingi lima ekor ular itu, tubuhnya yang langsing berlenggak-lenggok, lemas sekali seolah-olah tubuhnya tak bertulang. Pinggangnya menggeliat-geliat, dua lengannya yang berkulit putih bersih dan nampak merah kekuningan tertimpa cahaya bulan itu bergerak-gerak dan lemas seperti dua ekor ular, matanya bersinar-sinar, bibirnya setengah terbuka, penuh nafsu yang amat aneh.

Wi Liong bergidik, juga Eng Lan yang menonton pertunjukan ini. Sungguh upacara yang sangat aneh dari Agama Lima Racun ini. Hebatnya lima ekor ular itu seakan-akan sudah biasa bergembira seperti ini, buktinya mereka itu juga menggeliat dan seperti menari-nari ke sana ke mari.

Betapa pun juga menghadapi gadis yang menari aneh mengelilingi mereka itu, lima ekor binatang liar itu sangat menaruh perhatian dan selalu curiga. Ke mana pun juga Cui Kim memutar, lima ekor ular itu selalu mengikuti dengan mata. Kepala mereka bergerak-gerak dan leher diangkat ke atas.

Cui Kim yang seperti telah kemasukan pengaruh ajaib, tiba-tiba melakukan tarian rendah, tubuhnya merendah menggeliat-geliat seperti seekor ular, kadang-kadang wajahnya yang cantik itu hampir menyentuh tanah. Ia makin mendekati ular yang berkulit keputih-putihan, mendekat sambil tersenyum-senyum dan mengeluarkan bunyi mendesis perlahan.

Ular putih itu tampak marah juga, lalu mendekat dan muka binatang itu telah dekat sekali sehingga berhadapan dengan muka Cui Kim yang sama sekali tidak takut atau jijik, malah matanya mengerling dan bibirnya tersenyum seperti laku seorang wanita menggoda pria. Mendadak ular itu mendesis dan cepat sekali kepalanya bergerak maju, menyerang lalu menggigit!

Hampir saja Wi Liong menggerakkan tangan menyambit ular itu kalau ia tidak ingat bahwa nona yang menari dengan ular itu adalah kauwcu perkumpulan Ngo-tok-kauw yang tentu saja seorang ahli dalam hal racun dan sebagainya!

Memang Cui Kim sama sekali tidak mengelak, malah menerima serangan ular itu dengan mulutnya yang kecil, membiarkan bibirnya yang bawah tergigit! Ketika ular itu melepaskan gigitannya dan mundur, nampak darah memerahi bibir gadis itu! Tetapi Cui Kim kelihatan tersenyum saja, biar pun dari pandang matanya dan menggembungnya urat-urat lehernya Wi Liong dapat mengerti bahwa gadis itu menahan kesakitan hebat.

Dengan gerakan-gerakan seperti tadi Cui Kim menari-nari mendekati ular-ular lain hingga lima kali dia menerima ciuman pada bibirnya oleh lima ekor ular berbisa itu! Hebat sekali! Ciuman ini bukan sembarang ciuman, melainkan ciuman maut yang akan mencabut jiwa setiap orang gagah sekali pun.

Bibir Cui Kim sudah merah sekali dan benar-benar kelihatan menyeramkan, seakan-akan justru gadis inilah yang tadi menggigiti ular dan darah ularlah yang membasahi mulutnya. Semua anggota Ngo-tok-kauw kini tidak ada yang bergerak, hanya memandang dengan penuh perhatian dan gelisah.

Dengan tubuh menggigil dan muka mulai membiru, Cui Kim cepat mengeluarkan tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu dari pinggangnya lalu menyapu-nyapukan batu kemala itu pada bibirnya beberapa kali. Semua ini ia lakukan sambil menari-nari, biar pun tariannya sudah lemah dan seluruh tubuhnya gemetar akibat mengamuknya racun lima ekor ular tadi.

Jika racun-racun ular itu hebat, maka Ngo-heng-giok-cu lebih hebat lagi. Makin diusap ke mulut, makin bercahaya sinar yang terpancar keluar dari batu kemala itu dan makin lincah gerakan Cui Kim tanda bahwa gadis ini sudah sembuh kembali, tertolong oleh Ngo-heng-giok-cu, seperti ayahnya dulu.

Wi Liong kagum bukan main. Gadis itu benar-benar memiliki ketabahan luar biasa, berani bermain-main dengan maut. Ia bisa menduga bahwa karena ular-ular itu menggigit secara bergantian, maka racun-racun yang lima macam itu bertemu di dalam tubuh Cun Kim dan karenanya malah memperlambat pengaruh kejahatan racun itu. Kalau hanya seekor ular yang menggigit, kiranya Cui Kim tidak akan bertahan sampai begitu lama sebelum terobat oleh batu kemala itu.

Pertemuan lima macam racun di tubuhnya malah mengurangi kekerasan racun-racun itu sendiri. Betapa pun juga, batu kemala itu benar luar biasa sekali dan merupakan sebuah pusaka yang jarang terdapat di dunia ini.

"Tua bangka, sudah puaskah kau?" Cui Kim menghentikan tariannya dan mengejek Siu-toanio. Nenek itu berlutut dan mengangguk-angguk, tanpa berani mengeluarkan kata-kata lagi.

Sementara itu lima orang kakek pembantu telah berhenti menabuh musik dan kini mereka hendak menggiring ular-ular itu kembali ke keranjang, akan tetapi Cui Kim cepat memberi isyarat mencegah dengan tangannya.

Lima orang kakek itu mundur kembali, mengeluarkan sebuah pengebut atau pecut rambut yang warnanya sama dengan pakaian mereka. Lucunya, sekarang setiap orang kakek itu mengurung ular-ular itu di tengah-tengah dan dengan menggunakan pecut itu kakek baju putih ‘menggembala’ ular putih, kakek baju merah ‘menjaga’ ular merah, dan seterusnya. Ular-ular itu agaknya takut kepada cambuk atau pengebut, buktinya mereka menjadi jinak dan tidak berani bergerak lagi.

”Sekarang siapa lagi yang berani menyangkal bahwa aku adalah Ngo-tok-kauwcu (Ketua Perkumpulan Agama Lima Racun) yang baru?"

Cui Kim berdiri tegak sambil membusungkan dada dan memandang ke sekeliling.

Kecuali Hak Lui, semua orang lantas berlutut dan menyebut, "Kauwcu... Ngo-tok-kauwcu banswe (panjang usia ketua)…!"

Cui Kim tertawa puas, giginya yang berderet rapi putih mengkilap tertimpa cahaya bulan. Kemudian dia duduk di atas permadani dan matanya memandang ke sana ke mari seperti ular mencari mangsa. Tiba-tiba saja dia menghentikan pandangnya kepada Eng Lan, dan keningnya mengeriput.

Di bawah sinar bulan purnama, Eng Lan nampak cantik manis sekali, kulitnya yang agak hitam itu seperti tembaga digosok, wajahnya manis bukan main. Dengan sepasang mata laksana bintang, gadis tawanan itu kelihatan gagah menarik.

"Seret dia ke sini!" bentaknya dan perintah ini dia tujukan kepada Hak Lui.

Pemuda muka hitam itu yang duduk di sebelah Eng Lan lalu berdiri dan dengan halus dia menarik lengan Eng Lan, mengangkatnya dan meletakkan gadis yang tak dapat berjalan karena kedua kakinya terikat itu di depan Cui Kim.

"Bocah lancang, kau dan gurumu kakek gila itu telah berani main gila. melanggar wilayah kami malah berani mencari batu di Sungai Kemala. Kau yang tak mundur mengorbankan nyawa untuk mencari batu, sebenarnya apakah kehendakmu? Batu apa yang kalian cari secara mati-matian itu?"

"Aku bersama suhu hendak mencari batu Im-yang-giok-cu untuk mengobati kawan yang terluka," jawab Eng Lan terus terang. "Sungai adalah buatan alam, bagaimana manusia berani mengakui sebagai hak miliknya?"

Cui Kim dan semua anggota Ngo-tok-kauw kelihatan tercengang mendengar disebutnya Im-yang-giok-cu sehingga kalimat terakhir yang diucapkan Eng Lan tak mereka pedulikan.

"Im-yang-giok-cu?" kata Cui Kim dengan wajah berubah. "Di dunia ini mana ada dua Im-yang-giok-cu? Satu-satunya yang ada pun hanya terdapat di Sungai Kemala. Ahh…, Im-yang-giok-cu... ayah dan ibu terpaksa harus mengorbankan nyawa untuk itu..." Dan tiba-tiba saja Cui Kim menangis tersedu-sedu!

Semua anggota Ngo-tok-kauw menundukkan kepala, tampak berduka dan sebagian besar anggota-anggota wanitanya ikut menangis. Malah Siu-toanlio, nenek buruk mengerikan itu pun menangis terisak-isak. Eng Lan memandang ke kanan ke kiri dengan bingung karena dia tidak mengerti mengapa mereka itu tiba-tiba menangis dan mengapa pula ayah bunda kauwcu ini mati karena Im-yang-giok-cu.

Akan tetapi Wi Liong yang berotak terang, dalam tempat persembunyiannya sudah dapat menduga apa yang dahulu telah terjadi.

Tiba-tiba saja Cui Kim marah-marah. Dia melompat berdiri dan menudingkan telunjuknya kepada Eng Lan sambil memerintahkan lima orang kakek pembantunya yang biasanya terkenal dengan sebutan Ngo-heng-tin (Barisan Lima Elemen). "Berikan dia kepada Ngo-tok-coa!"

Lima orang kakek itu langsung menghampiri Eng Lan. Gadis ini maklum bahwa nyawanya terancam maut, tetapi dia tidak takut malah marah dan penasaran.

"Siluman betina! Aku tidak takut mati, akan tetapi ingin aku tahu lebih dulu apa sebabnya kau hendak membunuh aku?" teriaknya.

Cui Kim tersenyum dingin. "Siapa tahu kau adalah mata-mata dari Ban-mo-to? Kalau Kui-bo Thai-houw menyukai Im-yang-giok-cu, tentu saja dia lebih-lebih menyukai Ngo-heng-giok-cu. Hayo lemparkan dia ke sana!" Dia menuding ke arah lima ekor ular yang masih menggeliat-geliat di tengah lingkaran.

"Tahan dulu!” Tiba-tiba Hak Lui melompat ke dekat Eng Lan dan memberi isyarat dengan tangannya mencegah lima orang kakek Ngo-heng-tin itu agar jangan menyeret Eng Lan. "Kim-moi (adik Kim)...”

"Kau tidak bisa menyebut kauwcu?" bentak Cui Kim.

Pemuda muka hitam itu tersenyum. "Tidak, terasa janggal bagiku. Bagiku kau tetap adik piauw-ku Cui Kim. Adik Kim, apakah kau sudah lupa akan tujuan kita semula? Kita ingin menumbangkan kekuasaan Siu-toanio karena tidak suka perkumpulan kita diselewengkan dan banyak terjadi hal-hal kejam. Tapi kenapa kau sekarang hendak mengulangi semua kekejaman itu? Kenapa kau hendak memulai kedudukanmu sebagai kauwcu baru dengan perbuatan keji? Tidak semestinya kalau nona ini dihukum mati secara kejam!"

"Ha-ha-ha, Lui-ko. Kau kira aku tidak bisa menjenguk hatimu melalui mukamu yang hitam buruk itu? Kau sudah jatuh hati kepada gadis ini, bukan? Hi-hi-hi, lucu sekali. Betapa pun juga dia ini harus mampus! Aku tidak melakukan kekejaman, tapi menjalankan peraturan yang harus dilaksanakan. Dia mata-mata Ban-mo-to, harus dibunuh!"

Wajah hitam pemuda itu menjadi makin hitam ketika dia mendengar kata-kata yang amat menghinanya akan tetapi yang juga tepat ini. Dia lalu berkata keras.

"Kim-moi, kau mengetahui isi hatiku, apa kau kira aku pun tidak dapat melihat isi hatimu? Bukan karena menuduh nona ini mata-mata Ban-mo-to kau hendak membunuhnya, tetapi karena kau iri hati kepadanya! Kau merasa kalah cantik, kalah gagah, maka kau menjadi benci padanya."

Memang ucapan ini tepat sekali. Cui Kim tidak sekejam Siu-toanio. akan tetapi bila gadis ini telah membenci orang maka dia bisa kejam sekali. Dan alasannya satu-satunya untuk membenci Eng Lan hanya karena cantik manisnya gadis tawanan ini. Hak Lui telah kenal baik watak Cui Kim, tidak mau kalah oleh gadis lain!

Mendengar ucapan ini, merahlah wajah Cui Kim. "Kalau begitu biar dia mampus sekarang juga!" Pedangnya bergerak cepat menusuk dada Eng Lan.

"Traangg...!"

Pedang itu ditangkis oleh Hak Lui dengan pedangnya. Memang pemuda muka hitam ini sudah siap sedia dan maklum akan perangai piauw-moinya yang keras.

"Kau berani melawan aku? Baik, tidak mendapat bantuanmu juga tidak apa!" Dan gadis itu menyerang hebat.

Hak Lui terpaksa melawan sedapatnya. Akan tetapi tak sukar dilihat bahwa sebentar saja pemuda itu sudah terdesak hebat dan tak akan lama tentu dia roboh oleh pedang Cui Kim yang lihai itu.

Betul saja. Baru tiga puluh jurus lewat, pedang di tangan Hak Lui sudah terlempar lantas secepat kilat pedang pendek di tangan Cui Kim meluncur ke dada Hak Lui tanpa pemuda itu dapat mengelak atau menangkis lagi.

"Takk...!”

“Ayaaaa...!"

Jeritan itu keluar dari mulut Cui Kim ketika secara tiba-tiba pedangnya membentur sebuah suling hingga membuat tangannya tergetar dan tubuhnya limbung ke belakang. Ketika dia melompat dan memandang, ternyata yang menolong Hak Lui tadi adalah seorang pemuda tampan ganteng yang memegang sebatang suling dan yang entah dari mana datangnya tahu-tahu sudah berdiri di depannya sambil tersenyum-senyum.

Cui Kim hampir tidak percaya dengan pandang matanya sendiri. Dia membuka lebar-lebar matanya yang genit dan berbentuk indah itu untuk memandang lebih teliti. Memang betul, seorang pemuda bergaya lemah lembut seperti seorang pelajar berwajah tampan sekali, berdiri di situ dan tadi sudah menangkis sambaran pedangnya menolong nyawa Hak Lui yang sekarang sudah berdiri di pinggiran. Akan tetapi dia masih ragu-ragu.

"Kaukah yang menangkis pedangku tadi?" Cui Kim masih bertanya sangsi.

Wi Liong pemuda itu, mengangguk. "Tidak perlu ada pembunuhan," katanya halus.

Tiba-tiba Cui Kim menggerakkan pedangnya dan menyerang lagi ke arah leher Wi Liong. Pedangnya berkelebat cepat dan kuat. Dengan perlahan Wi Liong mengangkat sulingnya menangkis. Lagi-lagi pedang itu terpental dan tangan Cui Kim terasa gemetar, tubuhnya terhuyung. Ia masih penasaran menyerang lagi menusuk ke arah perut.

"Traanggg...!"

Kini Wi Liong memperbesar tenaganya sehingga pedang itu terlepas dari pegangan lalu menancap ke atas tanah karena dipukul suling dari atas.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar