BAGIAN 18: MENINGGALKAN PULAU TERPENTJIL
RUPANYA Lu Liang Cwan memang
menepati janjinya, ia telah turun kedarat bersama Lauw Cie Lan. Kemudian Lu
Liang Cwan kembali lagi dengan membawa perbekalan air minum dan makanan.
Sedangkan Lauw Cie Lan sudah
tidak kelihatan lagi, rupanya dia telah kembali kegoanya.
Waktu itu, dengan ringan Lu
Liang Cwan melompat kedalam perahu: „Mari kita berangkat...!" ajaknya.
Oey Yok Su girang, sekarang
dia tidak perlu kuatir untuk ditinggal seorang diri dipulau itu. Dengan bersemangat
dia mengayuh perahunya yang laju sekali.
Sekarang dia juga sudah tidak
perlu kuatir akan kehausan dan kelaparan, karena Lu Liang Cwan telah membawa
perbekalan minuman dan makanan.
Tetapi justru yang mengejutkan
Oey Yok Su ketika perahu berlayar jauh, sekali, berada ditengah laut Lu Liang
Cwan membuka buntalan perbekalannya dan mengambil tempat air yang diteguknya
beberapa kali, kemudian disimpannya lagi.
Oey Yok Su hanya memandangi
saja kelakuan orang tua she Lu, itu dengan leher yang kering, karena iapun
mulai haus.
Namun Lu Liang Cwan, tidak
membaginya, bahkan telah meminum seenaknya sambil berdahak tidak hentinya.
„Bagi aku airnya Lu
Cianpwe...!" pinta Oey Yok Su.
„Membagimu ?" tanya Lu
Liang Cwan tiba-tiba.
„Aku haus sekali, locianpwe...!"
„Itu urusanmu, tidak ada
urusan denganku......!"
„Locianpwe......!"
„Ini airku dan makanan ini
adalah makananku.... mengapa engkau tadi tidak mau membawanya juga ?"
balik tanya Lu Liang Cwan.
Pertanyaan jago tua yang
perangainya aneh itu membuat Oey Yok Su jadi dingin hatinya, dia kaget bukan
main.
„Loci anpwe..... bukankah kita
akan bersama-sama berlayar...?" tanyanya kemudian.
„Ciss......, siapa yang
kesudian berlayar bersamamu ?
Bukankah sejak dulu aku telah
mengatakan, aku lebih senang - berlayar sendiri dan meninggalkan engkau dipulau
itu ?
Siapa yang perintahkan engkau
begitu bandel dan keras kepala, memaksa hendak turut berlayar ! Maka jika
engkau kehausan dan kelaparan dalam perjalanan ini, engkau tidak boleh
menyesali aku.......!"
Oey Yok Su merasakan
punggungnya jadi tambah dingin.
„Loci anpwe:........?"
„Sudah jangan terlalu banyak
bicara lagi, jangan rewel, dayung terus...!" kata Lu Liang Cwan.
„Aku ingin melihat kau mampus
dilaut.......!"
Hati Oey Yok Su jadi semakin
tidak enak, sampai akhirnya ia mengeluh sendirinya.
Perangai, orang tua ini
benar-benar aneh dan agak kejam.
Dengan dibiarkannya dia
kehausan dan kelaparan, tentu akan membuat dia mati dengan sendirinya, mati
lemas.
Atau juga jika Lu Liang Cwan
ingin mencelakainya disaat mereka berada ditengah laut, bukankah pemuda ini
tidak bisa berbuat banyak ?
Karena berpikir begitu, Oey
Yok Su jadi mengayuh dengan pandangan mata memandang jauh kosong tidak
mengandung perasaan apapun juga.
Lu Liang Cwan telah tertawa
bergelak, sambil katanya kemudian: „Baiklah.......! Baiklah........! Jika
memang engkau tidak mau mampus kehausan dan kelaparan, lebih baik sekarang saja
engkau menceburkan dirimu dilaut ini..........!"
„A......apa ?'' tanya Oey Yok
Su dengan suara tersendat karena kaget.
„Serahkan kayu pengayuh itu
padaku, dan kau boleh menceburkan dirimu dilaut...!" menyahuti Lu Liang
Cwan.
„Akhh......., locianpwe
seorang yang kejam sekali !" kata Oey Yok Su yang sudah tidak bisa menahan
kemendongkolan hatinya.
„Terserah engkau mau
mengatakan apa saja pada diriku, ayo serahkan kayu pengayuh itu
padaku...!" kata Lu Liang Cwan.
Disaat itulah Oey Yok Su telah
mengambil keputusan.
„Aku tidak akan menyerahkan
kayu pengayuh ini padamu........!" katanya tegas, dengan muka yang merah karena
marah.
„Eh, apa kau bilang ? Tidak
mau menyerahkan kayu pengayuh itu padaku ?" tanya Lu Liang Cwan menegasi
dengan membuka matanya lebar-lebar mengawasi mendelik kepada Oey Yok Su.
Oey Yok Su mengangguk pasti,
entah mengapa, sekarang hatinya jadi agak-tenang.
„Benar, tidak salah !"
katanya..... Aku tidak akan menyerahkan kayu pengayuh ini kepadamu... jika
engkau berani mendekati aku selangkah saja, aku akan membuang kayu pengayuh ini
kelaut, biar engkau berlayar tanpa memiliki kayu pengayuh, sehingga engkau
sendiri akan terombang-ambing ditengah laut, dan akhirnya air dan makananmu
akan habis, dan engkau akan mati dengan disiksa haus dan lapar...!".
Mendengar perkataan Oey Yok
Su, muka Lu Liang Cwan jadi berobah, dia memandang bengong pada Oey Yok Su
sampai sekian lama.
Tetapi Oey Yok Su sudah tidak
memperdulikan sikap jago tua yang perangainya sangat aneh itu.
„Kau...kau berani melakukannya
itu ?" tanya Lu Liang Cwan dengan suara tidak lancar.
„Mengapa tidak berani ?
Bukankah aku bisa saja membuang kayu pengayuh ini ?" tanya Oey Yok Su.
„Hemm........., jangan harap
engkau bisa mencapai daratan.........!"
„Kau
bersungguh-sungguh.........?" tanya Lu Liang Cwan lagi.
„Mengapa tidak ?" balik
tanya Oey Yok Su.
„Aku sudah tidak memiliki
kesempatan hidup karena berada bersama-sama dengan manusia jahat dan busuk
seperti engkau, maka biarlah engkaupun nanti akan mampus haus dan
kelaparan...........l"
Muka Lu Liang Cwan telah
berobah lagi, namun akhirnya ia berkata : „Engkoh kecil, engkau jangan marah,
aku tidak bersungguh-sungguh, aku hanya bergurau saja...... Engkau jangant
cepat marah seperti itu...
jika engkau ingin minum,
minumlah...aku tidak akan melarangnya bukankah air dan makanan itu untuk kita
berdua ?".
„Hemm........, engkau licik
sekali", berpikir Oey Yok Su.
Tetapi pemuda ini telah
berkata: „Sekarang engkau pergi keujung perahu, aku akan minum. Aku tahu, jika
engkau berada disini, begitu aku memegang kantong air itu, tentu engkau akan
melancarkan serangan padaku! Maka dari itu, engkau pergilah kekepala
perahu!".
„Engkau terlalu bercuriga,
anak muda......!" kata. Lu Liang Cwan kurang senang.
„Justru karena perbuatanmu
sendiri !" menyahuti Oey Yok Su.
Lu Liang Cwan sudah tidak
memiliki pilihan lain lagi, ia menuju kearah kepala perahu, dan setelah Lu
Liang Cwan berdiri dikepala perahu, barulah Oey Yok Su mendekati kantong air
dan meminumnya. Disamping itu Oey Yok Su juga bersiap-siap untuk melemparkau
kayu pengayuh kalau saja Lu Liang Cwan melompat padanya melancarkan serangan.
Lu Liang Cwan juga bukannya
tolol, dia telah melihat persiapan Oey Yok Su, maka dia tidak berani bertindak
ceroboh, hanya mengawasi pemuda itu yang telah meneguk air dari kantong airnya
dengan bernafsu sekali.
Setelah puas meminum air itu,
dan telah lenyap hausnya, Oey Yok Su kembali ketempat duduknya dan mulai
mengayuh lagi.
Tetapi tiba-tiba Lu Liang Cwan
tertawa bergelak dengan suara yang keras.
Melihat kelakuan orang tua itu
Oey Yok Su jadi heran, dia mengawasinya.
„Apa yang engkau
tertawakan?" tanyanya kemudian dengan perasaan tidak senang.
„Engkau........! Kau yang
kutertawakan...!" sahut Lu Liang Cwan.
„Kenapa ?" tanya Oey Yok
Su.
„Engkau bersikap seperti itu,
tetapi justru persiapanmu kurang bagus......kita bersama-sama berada diperahu
ini.......!"
„Benar, lalu mengapa kau
tertawa seperii itu ?" tanya Oey Yok Su lagi.
„Apakah engkau akan mengayuh
terus siang dan malam tanpa tidur ?" balik tanya Lu Liang Cwan.
Di tanya begitu, pucatlah
wajah Oey Yok Su, dia baru tersadar.
Bukankah jika dia letih dan
malamnya tertidur, Lu Liang Cwan dengan mudah akan mencelakainya ?
Tetapi sebagai seorang pemuda
yang memiliki otak sangat cerdas dan cerdik sekali, dia tidak memperlihatkan
perasaan gugupnya.
Sambil tertawa Oey Yok Su
telah berkata lagi : „Justru akupun telah memikirkan-nya, maka aku bertekad,
untuk membalikkan perahu ini sekarang saja, biar kita mampus
bersama-sama...!"
Tubuh Lu Liang Cwan jadi
terjengkit dan melompat berdiri.
„Apa ? Apa kau bilang ?"
tanyanya dengan suara yang gugup.
„Aku sudah tidak bermaksud
untuk hidup terus, maka aku ingin membalikkan perahu ini agar kita mati berdua
tenggelam dilaut......! Bukankah itu cara yang bagus ? Memang jika aku terus
mengayuh, tentu aku tidak akan kuat, dan akupun tentu akan tertidur, maka bisa
saja engkau mencelakai aku........karena engkau seorang golongan tua yang jahat
dan kejam..........maka dari itu aku berpikir alangkah baiknya jika sekarang
saja kita mati bersama........!"
Sambil berkata begitu, Oey Yok
Su telah berdiri dari duduknya, kaki kanannya diinjaknya pada tepian perahu.
Sekali saja Oey Yok Su
menekan, tentu perahu itu akan miring dan terbalik.
Hati Lu Liang Cwan tercekat,
dia mengeluarkan seruan kaget.
„He, apa yang kau lakukan Gila
kau ?" teriaknya gugup sekali.
Waktu itu mereka berada
ditengah laut, jika perahu mereka terbalik, tentu mereka akan tenggelam dilaut
tersebut, dan akan menjadi santapan ikan-ikan ganas dilautan ini.
Tetapi Oey Yok Su tetap
meletakkan kaki kanannya ditepi perahu itu sambil berkata dengan tenang: „Sekali
saja aku mengerahkan tenaga menekan injakanku ini pada tepian perahu ini, maka
perahu ini akan karam......walaupun engkau hendak mengimbanginya ditepian lain
dengan kekuatan lwekangmu, namun dengan mengulur kedut tenaga injakan ini,
perahu akan bergoyang-goyang dan akhirnya akan tenggelam juga...!"
Muka Lu Liang Cwan jadi pucat,
dia bilang : „Aku belum mau mati, jika memang engkau telah bosan hidup,
silahkan engkau terjun sendiri kedalam laut untuk mampus...!"
„Yang aku kehendaki justru
kita mati bersama-sama, hingga nanti aku tidak akan kesepian melakukan
perjalanan untuk menghadapi Giam-lo-ong".
Muka Lu Liang Cwan jadi tambah
pucat.
„Jangan kau lakukan perbuatan
gila seperti ini !" katanya kemudian dengan gugup.
„Aku minta, engkau jangan
berpikiran nekad seperti itu...!".
„Hemm........, kalau memang
memiliki kepentingannya dengan keselamatan jiwamu, maka engkau jadi begitu
sibuk !" kata Oey Yok Su.
„Engkau golongan tua yang
jahat, yang tidak bisa memberikan kepercayaan pada golongan muda!
Lalu apa yang engkau kehendaki
?
Engkau mengancam akan
membinasakan aku, maka jika memang demikian, lebih baik sebelum aku dibinasakan
oleh engkau secara penasaran, biar!ah aku yang membinasakan diri kita
berdua!".
Bukan main gugupnya Lu Liang
Cwan, dia sambil berseru : „Jangan......! jangan.....!" kakinya melangkah
ingin mendekati Oey Yok Su.
„Selangkah lagi kau maju, aku
akan mengerahkan tenaga untuk menenggelamkan perahu ini...!" mengancam Oey
Yok Su.
„Engkau percayalah, aku tidak
bermaksud mencelakaimu, aku hanya bergurau saja, tadi aku hanya ingin main-main
menggertakmu, untuk melihat sampai berapa jauh keberanian yang engkau
miliki...!" kata Lu Liang Cwan kemudian dengan suara yang sabar.
„Hemm, mulutmu yang manis
seperti itu sulit bisa dipercaya...aku telah melihat beberapa kali engkau
selalu mencari, jalan untuk mencelakai diriku.
Maka sekarang, sebelum engkau
sempat mencelakai aku, lebih baik kita berdua celaka bersama...!".
„Sungguh, aku tidak akan
mencelakaimu..." bersumpah Lu Liang Cwan.
„Aku berani bersumpah pada
langit dan laut, bahwa aku tidak akan mencelakai kau, engko kecil. Jika aku
melanggar sumpahku ini, biarlah tubuhku ditelan oleh keganasan laut.......rusak
dimakan ikan dan tidak diterima tanah.......biarlah aku mati dengan keadaan
yang paling mengerikan...!".
Oey Yok -Su tersenyum, dia
melihat bahwa orang tua she Lu itu memang sudah mulai bisa dikuasainya, maka
dia bilang: „Kita berlayar berdua, jika memang engkau tidak bermaksud
mencelakai aku, lebih baik kita mengadakan suatu kerja sama untuk dapat
mencapai daratan...
Baiklah, aku batal untuk
membalikkan perahu ini..........
Tetapi engkau harus berjanji,
walaupun sampai kapan engkau tidak akan mencelakai aku.......! Engkau harus
berjanji......!"
„Aku berjanji, aku berjanji
seribu janji, tidak akan mencelakaimu, walaupun sampai kapan.!"
„Apakah kata-katamu itu bisa
dipegang?" tanya Oey Yok Su.
„Apakah engkau ingin
membuktikannya setelah aku menangis ?" tanya Lu Liang Cwan yang tidak
mengetahui kata-kata apa lagi yang bisa diucapkannya.
„Tidak perlu menangis, engkau
bukan anak kecil !" kata Oey Yok Su.
„Yang terpenting adalah hatimu
jangan diliputi oleh nafsu membunuh...........
Jika kita bisa mencapai
daratan, bukankah itu menggembirakan buat kita berdua
Dengan adanya kawan, kita bisa
melakukan perjalanan. dengan gembira !''
„Ya, ya, aku menerima
salah!" mengangguk Lu Liang Cwan.
„Bagus........! Tetapi terus
terang, aku tidak bisa mempercayai sepenuhnya perkataanmu itu...!" kata
Oey Yok Su lagi.
„Habis bagaimana yang kau
kehendaki ?" tanya Lu Liang Cwan.
„Tidak banyak, k jujuranmu
saja...!" sahut Oey Yok Su sambil tersenyum.
Lu Ljang Cwan tertawa
bergelak-gelak, tampaknya ia mendongkol sekali, tetapi karena mengetahui mereka
bisa celaka bersama-sama ditengah laut jika ia mempergunakan kekerasan, Lu
Liang Cwan telah menindih kemendongkolannya itu, ia bertanya lagi setelah puas
tertawa untuk mengurangi kemendongkolannya itu: „Lalu sekarang apa yang engkau
kehendaki ?"
„Tidak banyak...!" sahut
Oey Yok Su. „Tunggu dulu, aku hendak memikirkan dulu dengan cara apa kita bisa
menyelesaikan urusan ini".
Dan setelah berkata begitu,
Oey Yok Su seperti berpikir sejenak, kemudian ia berkata lagi dengan suara yang
pasti : „Aku menghendaki kita berpisah...!"
„Boleh......! Memang akupun
sebal melihat wajahmu terus-terusan. Tetapi bagaimana caranya berpisah,
sedangkan kits berada-ditengah Laut?".
„Inilah yang jadi persoalan.
Jika kita bukan berada ditengah laut, tentu aku tidak perlu memberitahukan
kepadamu bahwa kita harus berpisah, aku bisa saja meninggalkanmu secara
diam-diam".
„Engkau saja yang terjun
kelaut dan berenang. Bukankah kita jadi berpisah ?" tanya Lu Liang Cwan
sambil tertawa tawar.
Oey Yok Su tambah mendongkol,
ia tahu bahwa biar bagaimana mereka sulit sekali berpisah, karena berada
ditengah laut didalam sebuah perahu. Dan sulitnya lagi ia tidak mengetahui
entah berapa lama mereka akan terkatung-katung ditengah laut, 'sehingga dengan
demikian berarti ia memerlukan penjagaan yang ketat untuk dapat menyelamatkan jiwanya
dari Lu Liang Cwan yang liehay itu, yang bisa saja membokongnya dengan
melancarkan serangan mematikan.
Keduanya jadi berdiam diri,
perahu berlayar perlahan sekali, dipermainkan oleh riak gelombang air laut. Oey
Yok Su tampak berpikir keras, sedangkan Lu Liang Cwan berdiri menantikan apa
yang ingin dikemukakan oleh Oey Yok Su. Tetapi yang jelas Lu Liang Cwan tidak
berani mengambil tindakan keras dengan ceroboh, sebab ia tidak mau jika Oey Yok
Su nekad dan benar-benar membalikkan perahu mereka, sehingga mereka akan celaka
bersama-sama ditengah laut ini.
Tetapi disaat Oey Yok Su dan
Lu Liang Cwan berdiam diri, tiba-tiba Oey Yok Su melihat burung laut. Seketika
mukanya berobah jadi berseri-seri.
Begitu juga halnya dengan Lu
Liang Cwan, ia telah menunjuk kearah burung-burung laut yang tengah beterbangan
tinggi dan rendah tidak menentu.
„Kita akan sampai
didaratan...!" katanya.
„Lihatlah, burung itu
menunjukkan bahwa disekitar kita ini terdapat daratan...!"
Oey Yok Su mengangguk girang,
tetapi sambil menunjuk Lu Liang Cwan ia telah berkata: „Dengan pakaianmu
seperti itu bagaimana engkau akan berkeliaran didaratan, tentu engkau hanya
menjadi tontonan yang menarik......!".
Lu Liang Cwan menundukkan
kepala mengawasi pakaiannya, kemudian dia tertawa sambil katanya: „Biarlah, aku
justru ingin melihat apa yang akan dibicarakan oleh orang-orang yang melihat
aku berpakaian demikian !"
Oey Yok Su sudah tidak
melayani Lu Liang Cwan, ia telah menggerakkan kayu pengayuhnya nembali untuk
mendayung, perahunya meluncur cepat sekali.
Memang tidak lama kemudian,
dihadapan mereka tampak daratan yang luas, pantai yang lebar, dimana tampak
banyak para nelayan yang tengah membereskan perahu mereka. Rupanya dipesisir
pantai tersebut terdapat perkampungan nelayan.
Oey Yok Su mengayuh lebih
cepat, sehingga perahu mereka telah berhasil mencapai pantai.
Waktu perahu masih terpisah
beberapa tombak dari pantai, Lu Liang Cwan telah melompat turun dengan gesit
dari perahu. Sedangkan Oey Yok Su juga telah turun dari perahu itu setelah tiba
dipesisir pantai tersebut. '
Beberapa orang nelayan telah
mengawasi mereka dengan tatapan mata heran, apa lagi mereka melihat cara
berpakaian yang dikenakan oleh Lu Liang Cwan.
Tetapi nelayan-nelayan itu
tidak usil, mereka telah meneruskan lagi pekerjaan mereka, ada yang tengah
membersihkan perahu mereka, ada yang tengah menambal jala dan mereka tidak
begitu mengacuhkan kedatangan kedua orang asing tersebut.
Oey Yok Su melihat Lu Liang
Cwan telah berlari cepat sekali, sekejap mata saja telah lenyap dari pandangan
matanya.
---oo0oo---