BAGIAN 20: TOAN HONGYA KAISAR TAYLIE
DIKOTA Tung-hang yang terdapat
dalam bilangan daerah In-lam, tampak seorang pemuda tengah berjalan tenang
sekali dipintu barat kota tersebut. Pemuda itu memiliki tubuh yang tegap,
rambutnya diikat keatas rapih sekali, bajunya berwarna hijau dengan celananya
yang berwarna kuning dan angkin pengikat pinggang yang berwarna merah. Resik
sekali tampaknya, disamping wajahnya yang kelimis halus. la merupakan seorang
pemuda yang gagah dan tampan, usianya mungkin belum sampai dua puluh tahun.
Waktu memasuki kota Tung-hang,
pemuda itu telah memandang sekelilingnya, tampaknya tengah mencari sesuatu,
sampai akhirnya ia telah menghampiri sebuah kedai teh. la menghampiri pelayan
yang berdiri didepan kedai itu.
Sipelayan telah melihat pemuda
itu, dan menduga adalah tamunya, maka ia membawa sikap yang hormat sambil
mempersilahkan pemuda itu untuk singgah.
Tetapi pemuda itu telah
mengulapkan tangan kanannya sambil katanya : „Aku hanya ingin menanyakan
sesuatu", kata-katanya itu disusul dengan matanya yang memandang kedalam
ruangan kedai teh itu, sambil tanyanya lagi : „Apakah hari ini ada seorang
pendeta To yang berkunjung kemari, pendeta itu berusia 60 tahun, memakai baju
berwarna abu-abu dan membawa hudtim yang gagangnya kuning keemas-emasan, dan
pada alis mata sebelah kanan terdapat garis bekas luka...?".
Pelayan itu seperti berpikir
sejenak, tetapi kemudian ia menggelengkan kepalanya.
„Sayang sekali aku tidak
melihat orang yang ditanyakan oleh Siauwya, mungkin pendeta itu belum singgah
dikedai teh kami".
„Baiklah, terima kasih atas
penjelasanmu", kata pemuda itu. la telah memutar tubuhnya melanjutkan
perjalanannya lagi untuk menyusuri jalan-jalan dikota tersebut. Sedangkan
sipelayan telah mengawasi pemuda itu, diam-diam hatinya berpikir : „Pemuda yang
luar biasa, sinar matanya begitu tajam, tampaknya ia bukari pemuda biasa,
setidak-tidaknya ia adalah seorang pemuda keturunan bangsawan...!"
Memang pemuda itu gagah dan
tampan, ia pun memiliki sikap yang agung. Walaupun pemuda itu berpakaian
sebagai pemuda lazimnya dengan pakaian yang tidak terlalu mewah, tokh sikap dan
keadaannya begitu berwibawa dan agung, disamping matanya yang memancarkan sinar
yang tajam berpengaruh.
Pemuda gagah yang tengah
berjalan berkeliling kota itu tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Ia
menyaksikan sesuatu. Serombongan tentara kerajaan tengah beriringan dijalan
raya.
Pemuda itu jadi tertarik, ia
telah mengikuti iringan tentara kerajaan itu dari jarak yang agak jauh.
Diam-diam hatinya jadi heran karena ia menduga-duga entah apa yang hendak
dilakukan oleh rombongan tentara kerajaan yang berjumlah hampir tiga puluh
orang itu ditengah-tengah keramaian kota tersebut.
Sedangkan rombongan tentara
kerajaan telah sampai dimuka sebuah rumah yang tidak begitu besar, tetapi cukup
bersih. Salah seorang diantara tentara kerajaan itu, yang rupanya menjadi
komandannya, telah maju mengetuk daun pintu.
Dari dalam rumah keluar
seorang wanita setengah baya, yang mukanya seketika menjadi pucat waktu melihat
rombongan tentara kerajaan tersebut.
„Ada keperluan apakah Tai jin
(panggilan menghormat untuk seorang pembesar kerajaan) mengunjungi kami ?"
tanya wanita setengah baya itu, tampaknya ia ketakutan sekali, mukanya
memperlihatkan kekuatiran dan pucat.
Tentara kerajaan yang berusia
empat puluh tahun dan memiliki wajah yang keras, telah berkata dengan suara
yang tawar : „Kami diutus oleh Congtok (Gubernur) untuk memanggil anak
nyonya...I"
„Anak kami dipanggil Congtok
?" tanya wanita setengah baya itu dengan suara yang gugup. „Putera kami
yang bernama Liang le Khu ?"
Komandan pasukan tentara
kerajaan itu mengangguk membenarkan.
„Ya!, putera nyonya yang
bernama Liang Ie Khu...!" , katanya.
„Ohh....., apakah puteraku itu
telah melakukan...melakukan perbuatan berdosa...?" tanya wanita setengah
baya itu kian gugup saja.
Komandan pasukan tentara
kerajaan tersebut mengangkat bahunya sambil menggeleng.
„Kami tidak mengetahui
persoalannya, tetapi, kami hanya menjalnkan perintah Congtok, maka jika putera
nyonya tidak mempersulit kami dan mau turut secara baik-baik menemui Congtok,
kamipun tidak akan mempersulit dia... nanti setelah sampai digedung Congtok
baru diketahui apa sebenarnya urusan putera nyonya...!".
Wanita.setengah baya itu
benar-benar gugup, tubuhnya juga menggigil. Akhirnya ia berkata dengan suara
yang parau : „Baiklah, tunggulah sebentar Tai jin, aku akan
memanggil-nya...!".
Komandan pasukan tentara
kerajaan itu hanya mengangguk saja. Wanita setengah baya yang tampaknya gugup
sekali itu telah masuk kerribali kedalam rumah, dan tidak lama kemudian ia
keluar pula bersama seorang pemuda berusia dua puluh dua-an tahun, sikapnya
juga gugup. Ketika berhadapan dengan komandan pasukan tentara kerajaan, pemuda
yang bertubuh kurus tetapi memiliki paras yang cukup tampan itu merangkapkan
sepasang tangannya memberi hormat.
„Ada keperluan apakah Tai jin
hendak membawa Siauwjin ?" tanya pemuda itu, suaranya tergetar, rupanya ia
gugup sekali dan ketakutan.
Komandan pasukan tentara
kerajaan itu telah tersenyum sambil katanya : „Tung Congtok memanggil kau
menghadap, harap kau tidak membantah...!".
Muka pemuda. itu tambah pucat.
„Apakah...apakah aku telah
melakukan suatu kedosaan pada Tung Congtok ?" tanyanya, seperti bertanya
pada dirinya sendiri.
„Nanti-disana engkau akan memperoleh
keterangan", menyahuti komandan pasukan tentara kerajaan itu.
Sipemuda melirik kearah
barisan kerajaan itu, ia melihat jumlah yang cukup banyak.
Waktu itu komandan pasukan
tentara kerajaan telah tersenyum kembali.
„Kami tahu engkau memiliki kepandaian
silat, tetapi jangan sekali-sekali engkau membantah panggilan ini dengan
memberikan perlawanan pada kami. Lihatlah, kami datang dalam jumlah, yang cukup
banyak ! Jika engkau membandel dan memberikan perlawanan, engkau sendiri yang
akan rugi, sebab Tung Congtok telah perintahkan kami, jika engkau berusaha
memberikan perlawanan dan melarikan diri, ibumu yang sudah lanjut usianya itu
harus dibawa menghadap Tung Congtok sebagai gantinya...".
Mendengar perkataan komandan
pasukan tentara kerajaan itu, pemuda tersebut jadi menghela napas. Akhirnya ia
bilang : „Baiklah, bisakah Tai jin menunggu sebentar, aku ingin mengganti
pakaian dulu...!".
Tetapi Komandan pasukan
tentara kerajaan itu telah menggeleng.
„Dengan pakaian seperti ini
engkau telah cukup rapih, ayo kita berangkat...!" suara komandan pasukan
tentara kerajaan itu bernada biasa saja, namun tangannya telah menarik lengan
sipemuda, itulah merupakan suatu paksaan secara halus.
Sipemuda rupanya tidak berani
membantah, dia hanya menoleh kepada ibunya, wanita setengah baya yang mengawasi
dengan wajah berkuatir sekali, katanya : „Ma, engkau baik-baiklah menjaga diri,
anak pergi-tidak lama, segera akan kembaii.,.!".
„Anakku...!” kata wanita
setengah baya itu: „Kedosaan apakah yang telah engkau perbuat pada Tung Congtok
?"
Sianak tersenyum getir.
„Entahlah, Tai jin ini tidak,
mau menjelaskan, mungkin setelah anak pergi menghadap pada Tung Congtok baru
mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.
„Nah Ma, anak pergi
dulu..."
Sedangkan komandan pasukan
tentara kerajaan itu telah menarik lengan sipemuda dan mengajaknya berlalu.
Wanita setengah baya itu berdiri mematung mengawasi puteranya diseret oleh
pasukan tentara kerajaan. Tanpa disadarinya dari pelupuk matanya yang memang
telah keriput oleh ketuaan itu menitik turun butir-butir air mata.
Pemuda yang tampan dan
memiliki tubuh yang tegap itu, telah keluar dari tempat persembunyiannya waktu
melihat pasukan tentara kerajaan itu telah berlalu. la menghampiri wanita
setengah baya yang tengah bersedih, sambil memberi hormat, pemuda ini bertanya
: „Ada persoalan penasaran apakah yang menimpah keluarga Hu jin (nyonya)
?"
Wanita setengah baya itu
tertegun sejenak, tampaknya ia gugup dan ketakutan, bahkan telah menghapus air
matanya.
„Sebetulnya......sebetulnya
tidak ada urusan apa-apa", sahutnya kemudian sambil mengawasi sipemuda
yang memandanginya dengan tanda tanya. „Ini......ini......tentunya urusan biasa
saja".
Pemuda itu tersenyum, ramah
sekali sikapnya dan sopan santun.
„Kukira Hu jin tidak perlu
menutupi persoalaa tersebut, karena aku tahu tentunya putera Hu jin tengah
menghadapi suatu kesulitan yang sukar diatasi...!"
Wanita setengah baya itu telah
mengawasi pemuda ini agak lama, tetapi akhirnya setelah melihat orang demikian
sopan dan wajahnya memancarkan kewibawaan, ia menindih keraguannya, katanya :
„Baiklah Kongcu......sebetulnya anakku itu Liang le Khu, telah melakukan suatu
kesalahan pada Tung Congtok.......secara diam-diam ia telah berpacaran dengan
puteri Congtok..!''.
„Berpacaran dengan puteri
Congtok ?" tanya pemuda itu.
Wanita setengah baya itu
mengangguk. „Benar, tetapi secara diam-diam tidak diketahui oleh Tung Congtok,
karena mereka menjalin hubungan dengan rahasia......!."
„Tetapi hubungan asmara mereka
itu bukan suatu dosa, bukan ? Apakah puteri Congtok itu juga menyukai puteramu
?" tanya sipemuda.
Wanita setengah baya itu
mengangguk.
„Ya, jika memang puteri Tung
Congtok tidak mencintai anakku, mana mungkin mereka bisa berhubungan mesra ?
Bukankah bertepuk sebelah tangan tidak akan berbunyi...!"
,,Lalu mengapa Tung Congtok
memerintahkan orang-orangnya untuk menangkap puteramu itu ?" tanya
sipemuda lagi.
Wanita setengah baya tersebut
menghela napas dengan wajah yang murung.
„Inilah nasib kami yang
buruk", katanya kemudian. „Kami rakyat kecil, apa yang kami bisa perbuat ?
Tung Congtok merupakan seorang pembesar yang besar sekali kekuasaannya, ia
tidak menyetujui hubungan puterinya dengan seorang pemuda yang miskin, maka ia
beranggapan bahwa puteraku itu telah berdosa dan ditangkapnya. Dan yang
kukuatirkan justru aku kuatir kalau-kalau puteraku itu akan memperoIeh siksaan
dari Tung Congtok.....!".
Mendengar sampai disitu,
pemuda berparas tampan dan gagah itu mengangguk mengerti.
„Lalu apa yang hendak dilakukan
Hu jin ?" tanyanya lagi.
„Entahlah, apa yang bisa kami
lakukan ?" balik tanya wanita itu.
„Jika memang puteramu itu
ditangkap dan dipenjarakan oleh Congtok, apa yang hendak dilakukan oleh Hu jin
?" tanya pemuda itu mempertegas pertanyaannya.
Karena melihat pemuda itu
bersungguh-sungguh, wanita setengah baya tersebut, Liang Hu jin, jadi bimbang
lagi. la ragu-ragu.
„Coba Hu jin kemukakan, apa
yang akan dilakukan Hu jin untuk membela putera Hu jin?" tanya sipemuda
mendesak.
„Aku..... aku akan datang menghadap
Tung Congtok, untuk minta belas kasihannya...!" menyahuti Liang Hu jin.
„Dan jika Congtok itu menolak
permohonan Hu jin ?" tanya sipemuda.
Wanita setengah baya itu
menghela napas.
„Tentu saja kami tidak berdaya
apa-apa, hanya menerima nasib saja...!" sahut wanita setengah baya .im. .
„Baiklah Hu jin, aku bersedia
membantu kalian ibu dan anak, apakah Hu jin bersedia menerima bantuanku ini
?" tanya sipernuda.
Wanita setengah baya itu
tambah ragu-ragu. Tetapi kemudian ia mengawasi tamunya dengan sorot mata tajam,
dan kedua kakinya lalu ditekuknya, ia berlutut dihadapan sipemuda.
„Jika memang Kongcu mau
menolongi kami sehingga bisa keluar dari kesulitan kami, betapa menggembirakan
sekali tentu budi Kongcu tidak mungkin kami lupakan......!"
Pemuda itu telah perintahkan
nyonya setengah baya itu untuk berdiri, kemudian ia meminta selembar kertas dan
alat tulisnya.
Wanita itu menanyakan siapakah
sipemuda tampan tersebut, yang tampaknya agung sekali, tetapi pemuda itu tidak
bersedia memberitahukan siapa dirinya.
Dengan cepat pemuda itu telah
menulis sepucuk surat untuk Tung Congtok, lalu ia menggulung surat itu,
diberikan kepada wanita setengah baya tersebut.
„Kau pergi menghadap Tung
Congtok dan berikan surat ini kepadanya. Aku jamin dan memastikan, puteramu
akan dibebaskan. Tetapi jika memang terdapat kesulitan untuk hubungan asmaranya
dengan puteri Tung Congtok, lebih baik puteramu itu mengundurkan diri saja,
tidak meneruskan hubungan itu. Tetapi yang pasti puteramu itu akan dibebaskan
oleh Tung Congtok setelah kau berikan surat ini...!"
Wanita setengah baya itu
memandang pemuda tersebut dengan tatapan mata percaya dan setengah tidak
percaya, tetapi walaupun hatinya ragu-ragu, ia menyatakan terima kasihnya juga.
Sipemuda telah pamitan untuk
berlalu, sedangkan wanita setengah tua itu cepat-cepat menuju kekantor Tung
Congtok.
Dipintu gerbang Tung Congtok,
wanita setengah baya ini telah ditahan oleh beberapa orang bawahan Tung
Congtok. Walaupun ia memohon untuk dapat bertemu langsung dengan Tung Congtok,
permintaannya itu tidak bisa dipenuhi tapi ditolak, dia diusir untuk pergi.
Tetapi wanita setengah baya
itu, ibu dari Liang Ie Khu menyatakan bahwa ia hanya ingin menyampaikan surat
yang dialamatkan kepada Tung Congtok.
Bawahan Tung Congtok mengatakan
mereka akan menyampaikan surat itu kepada Tung Congtok, tetapi wanita tersebut
tetap tidak bisa menghadap langsung kepada Congtok.
Liang I-iujin telah
menyerahkan surat itu kepada orang bawahan Congtok, dan kemudian Liang Hu jin
duduk diluar pintu gerbang kantor Congtok, karena ia tetap tidak berhasil untuk
minta bertemu dengan Congtok.
Surat yang diserahkan Liang Hu
jin telah dibawa masuk untuk disampaikan kepada Congtok. Tetapi tidak lama
kemudian orang tersebut yang tadi membawa surat itu, telah keluar kemba!i
dengan tergesa, dan dengan sikap menghormat ia mempersilahkan nyonya tersebut
masuk kedalam guna bertemu dengan Tung Congtok.
Melihat perobahan sikap
pengawal Congtok tersebut, wanita setengah baya ini yakin bahwa surat yang
diberikan pemuda tampan itu memiliki keampuhan yang kuat sekali. la jadi girang
dan timbul harapannya bahwa anaknya akan dibebaskan Congtok. Tergesa-gesa ia
telah ikut pengawal Congtok memasuki gedung yang besar dan agung itu.
Diruang tengah, ditempat
persidangan, telah duduk menanti Tung Cangtok.
Sikapnya gelisah sekali, waktu
nyonya setengah baya itu datang menghadap, Congtok itu menegurnya sambil
memperlihatkan sikap tidak gembira : „Apa yang telah kau lakukan wanita tua
?"
Wanita setengah baya itu jadi
ketakutan, ia menekuk kedua kakinya untuk berlutut.
„Apa...... apa maksud Tai jin
?" tanyanya dengan ketakutan.
„Hemm....", muka Tung
Congtok masih memperlihatkan sikap tidak menyukainya.
Tangan kanannya telah diangkat
dan ditangannya itu tergenggam surat yang tadi disampaikan oleh Liang Hu jin.
„Siapa yang memberikan surat ini kepadamu.
Liang Hu jin tambah ketakutan,
justru ia kuatir kalau-kalau surat itu malah akan memberati anak dan dirinya.
Maka sejujurnya ia menceritakan apa yang telah terjadi, dimana seorang pemuda
yang tampan telah menawarkan jasanya untuk menolongi dirinya bersama anaknya.
„Jadi.....!" sepasang
alis Congtok itu mengkerut dalam-dalam. „Pemuda itu telah menyaksikan semua
peristiwa itu......?''.
„Mungkini" Liang Hu jin
mengangguk, karena ia telah mendesak kepada Siauwjin, apakah keluarga Siauwjin
tengah menghadapi kesulitan.
Congtok itu tampaknya jadi
gelisah sekali, ia berjalan hilir mudik dengan wajah yang tidak tenang.
„Tahukah engkau bahwa puteramu
itu sesungguhnya telah berdosa ?" tanya Tung Congtok kemudian dengan suara
yang dingin, tangan kanannya telah mengusap-usap jenggotnya yang cukup panjang.
Liang Hu jin hanya
mengangguk-anggukkan kepalanya dalam keadaan berlutut seperti itu, sama sekali
ia tidak berani menyahuti.
„Anakmu itu, Liang le Khu
seorang pemuda yang kurang ajar, tanpa bercermin siapa dirinya sesungguhnya, ia
berani berpacaran dengan puteriku.......dia berani untuk membujuk puteriku, dan
juga telah mengadakan pertemuan rahasia, maka jika ia di jatuhi hukuman mati,
itupun masih pantas.
Tetapi wanita setengah baya
itu telah menangis sambil berlutut dan mengangguk-anggukkan kepalanya berulang
kali sambil sesambatan: „Maafkan dan ampunilah kami.... tentu Siauwjin akan
berusaha menasehati anakku itu... tetapi kami memohon kemurahan hati Tai
jin...?"
„Hemm....., sekarang kau jawab
yang jujur, apa yang diucapkan oleh pemuda yang telah memberikan kau surat ini
?" tanyanya lagi.
„Tidak ada perkataan apa-apa,
hanya dikatakannya jika surat ini telah diberikan kepada Congtok, tentu
puteraku itu akan dibebaskan, hanya untuk selanjutnya agar anakku itu tahu diri
dan tidak mendekati puteri Congtok pula......."
Tung Congtok menghela napas.
„Tahukah engkau siapa pemuda
itu ......?"
Wanita setengah baya itu
menggeleng, ia memang tidak mengetahui siapa pemuda itu.
„Ia adalah Toan Hongya,
junjungan kita......." kata Tung Congtok lagi.
Muka wanita itu jadi pucat..
„Pemuda itu.......Toan Hongya adanya...?" tanyanya gugup.
„Ya, beliaulah Hongte (kaisar)
kita.......!' menyahuti Tung Congtok.
„Dan surat ini adalah surat
yang ditulis oleh Toan Hongya, maka tentu aku tidak bisa membantah perintah
junjungan kita, yang menyerupai firman ini !
Tetapi disamping itu, akupun
meminta pengertianmu, agar menasehati anakmu tidak mengganggu puteriku
Iagi.......Puteramu itu akan segera kubebaskan .......!"
Wanita tua itu jadi terharu
dan berterima kasih, ia berjanji akan menasehati puteranya agar tidak berusaha
mendekati puteri Tung Congtok lagi.
Setelah mendengar janji wanita
setengah baya itu, Tung Congtok mengeluarkan perintahnya! pada pengawal yang
ada diruangan tersebut, untuk membawa Liang Ie Khu.
Pemuda itu dinasehatinya agar
tidak mengganggu puteri Congtok lagi dan kemudian dibebaskan.
Setelah membebaskan Liang Ie
Khu, lalu kemudian ibu beranak itu telah pergi meninggalkan ruangan tersebut,
Tung Congtok menghela napas berulang kali.
Memang semula ia ingin
mempergunakan kekuasaannya untuk memasukkan Liang le Khu kedalam penjara selama
satu atau dua tahun, tetapi siapa tahu justru per buatannya telah diketahui
langsurg oleh Toan Hongya, kaisarnya. Hal ini tentu saja membuat Tung Congtok
jadi bingung dan mencari-cari alasan apa yang bisa diberikan untuk membela diri
dihadapan kaisarnya nanti. Memang Toan Hongya merupakan seorang kaisar yang berkuasa
di In-lam. Dan kekuasaannya itu telah dikembangkan dalam pemerintahan yang baik
dan selalu memperhatikan kehidupan rakyatnya, penghidupan yang baik dan
teratur, sehingga Toan Hongya yang masih muda usia ini disamping disenangi
rakyatnya, pun dihormati pula.
Memang Kaisar yang masih
berusla muda ini terkenal sekali sering keluar dari istana untuk menyaksikan
langsung penghidupan dan kehidupan rakyat-nya. Jika terjadi urusan penasaran,
tentu Toan Hongya tidak akan segan-segan turun tangan guna mengatasi persoalan
tersebut.
Hari itu, setelah menulis
surat untuk diberikan wanita setengah baya itu kepada Tung Congtok, Toan Hongya
tetah melanjutkan perjalanannya lagi mengelilingi kota itu.
la tengah mencari-cari seorang
tosu vang diketahuinya hari ini berada dikota tersebut. Tetapi sejauh itu, tosu
yang dicarinya belum juga berhasil dijumpainya, sehingga akhirnya Toan Hongya
kaisar muda usia dan sering menyamar sebagai rakyat biasa tersebut kembali ke
Istananya.
---oo0oo---