BAGIAN 37: TIGA DEWA DARI GUNUNG KAUW (SAM SIAN KAUW SAN)
SUATU PAGI, disaat Cie Thio
tengah bermain dipekarangan depan kuil, saat itu pintu kuil di ketuk keras oleh
seseorang.
Cie Thio membukakan pintu dan
dia melihat tiga orang Tojin (pendeta yang memeluk agama To) tengah berdiri
dimuka pintu dengan mulut tersenyum lembut.
„Mana gurumu.......?"
tanya salah seorang tojin itu dengan suara yang sabar,
Cie Thio menanyakan siapa
ketiga tamu tersebut, yang dijawab bahwa mereka adalah Sam Sian (tiga dewa)
dari gunung Kauw.
Ketika perihal kedatangan
ketiga orang pendeta agama To itu diberitahukan kepada gurunya, pendeta yang
menjadi ketua kuil tersebut, menyambutnya dengan manis kedatangan ketiga orang
tojin tersebut.
Rupanya antara guru Cie Thio
dengan ke tiga tojin itu mengikat tali persahabatan.
Ketiga tojin itu masing2
bergelar Sam Kie Cinjin, Sam Lu Cinjin dan Sam Pie Cinjin. Mereka merupakan
pendekar-pendekar sakti yang memiliki kepandaian ilmu silat tinggi sekali.
Memang telah cukup lama ketiga
pendeta agama To itu berkelana dalam rimba persilatan dan selama itu mereka
melakukan perbuatan2 mulia, sehingga nama mereka jadi terkenal dan memperoleh
julukan Sam Sian Kauw San.
Saat itu tampak Cie Thio yang
tengah mempersiapkan minuman untuk ketiga tamu gurunya telah di-usap2 kepalanya
oleh Sam Kie.
Kata Sam Kie dengan suara yang
sabar: „Anak ini balk sekali untuk mempelajari ilmu silat, dia memiliki tulang
yang baik dan bakat yang bagus, savang sekali engkau Hwee Liang Siansu tidak
memiliki kepandaian silat, sehingga muridmu ini tak mungkin memperoleh petunjuk
mengenai ilmu silat.
Guru Cie Thio yaitu Hwee Liang
Siansu tersenyum manis, sambil katanya: „Tidak selamanya ilmu silat memegang
peranan penting.
Jika memang anak itu mau
mempelajari agama Budha dengan baik, itupun baik dari segalanya, karena jiwanya
telah terdidik dengan baik dan juga menyebabkan dia bisa mengenal dunia
sebagaimana adanya.
Namun Sam Kie telah
menggelengkan kepalanya ia berkata perlahan: „Bukan hanya itu saja. Ilmu silat
bukan hanya terbatas pada ilmu untuk berkelahi, tetapi justru ilmu silat
membutuh latihan dan semangat murni untuk menggembleng orang yang bersangkutan
memiliki Sinkang yarg sejati. Dengan memiliki ilmu silat yang murni maka orang
itu akan bisa menjaga diri dari segala gangguan yang tak baik bahkan bisa
memanfaatkan ilmu silatnya untuk banyak melakukan perbuatan2 mulia menolong
silemah yang tertindas....... .!"
Hwee Liang Siansu tersenyum
lebar, ia menyahuti: „Tetapi dengan agama Buddha, anak inipun bisa banyak melakukan
perbuatan2 luhur. .....!"
Sam Kie menggeleng cepat,
„tidak mungkin.......!" katanya berulang kali.
„Mana mungkin jika menghadapi
seorang penjahat, hanya mengandalkan kelihayan lidah untuk ber-kata2 saja
kurang begitu kuat untuk mengembalikan manusia jahat itu kejalan yang ......
maka justru ilmu silat yang tinggi bisa membuat para penjahat seperti itu
menjadi jera dan kapok. .....!"
Hwee Liang Siansu mengangguk
perlahan.
„Ya apa yang dikatakan oleh
Cinjin benar adanya, katanya. Dan juga memang anak ini memiliki bakat ilmu
silat, sayangnya justru Lolap tidak memiliki kesanggupan untuk mendidiknya
dibidang itu. Jika memang Sam-wie Cinjin bersedia untuk bermurah hati, membantu
mendidik anak ini untuk berlatih iimu silat tentu hal ini merupakan sesuatu
yang menggembirakan sekali, bukan?"
„Namun ketiga pendeta agama To
itu telah menggeleng hampir berbareng sambil katanya: „Tak
mungkin........sayangnya hal itu tak mungkin."
Kami hanya diperbolehkan
menurunkan kepandaian kami kepada murid2 kami yang memeluk agama To.......
diluar dari itu, kami tidak diijinkan untuk menurunkan kepandaian kami kepada
siapapun juga ........!"
„Sayang sekali," kata
Hwee Liang Siansu.
„Itulah nasib-si Cie Thio yang
buruk dan tidak memiliki keberuntungan yang baik !''
Semuanya tertawa.
Sedangkan Cie Thio kembali
kekamarnya.
Namun kata2 Sam Kie tadi telah
dipikirkannya, mengganggu sekali hati nya.
Ia tertarik sekali memikirkan
kata2 Sam Kie Cinjin.
Memang hati Cie Thio ingin
sekali mempelajari ilmu silat, karena ia juga jadi terpikir mengenai kematian
ayahnya.
Jika saja ia memiliki
kepandaian ilmu silat, bukankah ia bisa melindungi ayahnya dan ayahnya itu
tidak sampai meninggal dunia, sehingga kini ia hanya hidup seorang diri?
Itulah pemikiran dari seorang
anak yang mash kecil, dan ia belum bisa berpikir lebih luas lagi.
Tetapi walaupun demikian, Cie
Thio memang telah tertarik sekali ingin mempelajari ilmu silat. Maka dari itu,
ia telah mengambil keputusan, jika Hwee Liang Siansu gurunya untuk mempelajari
agama Buddha itu mengijinkan ia mempelajari ilmu silat, maka ia bermaksud untuk
mempelajari ilmu silat.
Sayangnya justru saat sekarang
ini Sam Kie Cinjin mengatakan, pandeta itu tidak bisa menurunkan kepandaiannya
kepada orang yang bukan dari penganut agamanya.
Tetapi Cie Thio yakin,
disamping Sam Kie Cinjin sebagai seorang yang mengerti ilmu silat tentu banyak
terdapat jago2 silat lainnya, yang bisa diangkat menjadi gurunya.
Maka tekadnya semakin bulat,
ia ingin berusaha untuk dapat mempelajari ilmu silat.
Keesokan malamnya sengaja Cie
Thio menemui Hwee Liang Siansu.
la mengemukakan keinginannya
itu.
Dan iapun menyatakan maksudnya
hendak mengangkat seseorang menjadi guru silatnya.
„Siapa ?" tanya Hwee
Liang Siansu dengan sabar.
Tetapi Cie Thio menggelengkan
kepalanya.
„Sampai sekarang ini tecu
masih belum mengetahui, tetapi jika memang suhu mengijinkan, kelak jika tecu
cari itu, yang memang memiliki kepandaian tinggi, tentu tecu telah mengetahui
bahwa suhu tidak menentang kalau saja tecu mengangkat orang itu men jadi guru
tecu untuk mempelajari ilmu silat .........!"
Hwee Liang Siansu tersenyum,
iapun berkata dengan sabar : „Cie Thio, engkau ketahuilah bahwa mempelajari
ilmu silat itu tidak mudah, karena biasanya, setiap orang yang mempela jari
ilmu silat, tentu akan memiliki watak dan sifat yang berlainan dengan kita-kita
yang menekuni pelajaran agama.
Maka dari itu, aku belum bisa
memutuskan menerima atau tidak keinginanmu itu.
Engkau berpikirlah dua hari
lagi coba engkau renungkan, apakah memang engkau ber-sungguh2 hendak
mempelajari ilmu silat atau memang itu hanya dorongan nafsu belaka untuk
memiliki kepandaian silat........!"
Cie Thio mengiyakan dan dia
pamitan mengundurkan diri dari hadapan gurunya.
Kemudian didalam kamarnya ia
memikir kan dengan baik2 keinginanaya itu.
Malah Cie Thio telah berpikir
jauh sekali, jika memang ia masih menjadi murid Hwee Liang Siansu, sulit
baginya untuk keluar dari kuil ini dan mengangkat orang lain menjadi gurunya
untuk mempelajari ilmu silat. Maka dari itu ia telah mengambil keputusan, yang
nekad, yaitu hendak melarikan diri dari kuil.
Tetapi, waktu itu justru Cie
Thio juga berpikir, jika ia melarikan diri dari kuil, laIu ia hendak pergi
kemana ? Inilah yang menyusahkan hatinya.
Maka ia tidak bisa mengambil
keputusan yang cepat.
Setelah mempertimbangkan
selama tiga hari tiga malam, keputusan Cie Thio jadi bulat, ia akan
meninggalkan kuil ini secara diam2.
Tanpa pamitan lagi dari Hwee
Liang Siansu dimalam yang dingin dan gelap, Cie Thio meninggallkan kuil secara
diam2.
Apa yang dilakukannya itu
hanya merupakan sebuah kenekadan dari seorang anak kecil belaka. la, rela
mempelajari agama yang diajarkan oleh gurunya, namun justru hatinya malah
hendak mempelajari ilmu silat.
Maka keinginannya yang
terakhir itu lebih kuat, yang mendorongnya melakukan tindakan nekad seperti
itu.
Dan dengan nekad, walanpun
masih berusia belum enam tahun, Cie Thio telah meninggalkan kuil-itu, dan ia
menyerahkan pada nasib apa yang akan terjadi
Setelah melakukan perjalanan
empat hari, maka Cie Thio tiba disebuah perkampungan yang tidak begitu besar.
la tidak memiliki uang, maka
ia tidur di-kuil2 rusak atau juga bermalam diemperan rumah penduduk.
Cie Thio tidak mengetahui
harus pergi kemana, karena ia melarikan diri dari kuil Hwee Liang Siansu tanpa
mempunyai arah tujuan.
Keadaan seperti itu memang
membingungkan Cie Thio, apalagi dihari keempat itu ia mu lai tersiksa oleh rasa
lapar, sedangkan disakunya sama sekali tidak memiliki uang pembeli makanan.
Untung saja ada seorang
pengemis kecil, yang melihat keadaan Cie Thio, jadi merasa kasihan dan telah
mengajaknya untuk mengemis sisa makanan pada sebuah rumah makan.
Dan dari hasil mengemis itu,
Cie Thio tidak sampai terlalu menderita oleh lapar.
---oo0oo---
TETAPI KEESOKAN HARINYA justru
Cie Thio tidak melihat pengemis kecil yang kemarin mengajaknya mengemis dirumah
makan, ia terpaksa mengemis seorang diri, sebab perutnya kembali lapar.
Waktu Cie Thio mengemis sisa
makanan di rumah makan itu, justru ia melihat Sam Kie Cinjin bertiga dengan Sam
Pie dan Sam Lu, ketiga tojin itu baru saja keluar dari rumah makan tersebut dan
mereka tampaknya, terkejut waktu melihat Cie Thio, yang datang dalam
keadaankeadaan kotor da n mesum.
„Apakah engkau Cie Thio, murid
dari Hwee Liang Siansu ?" tegur Sam Kie Cinjin kepada anak itu yang
dirasanya memang dikenalnya.
Sam Kie rupanya memiliki
ingatan yang tajam sekali, walaupun pakaian dari Cie Thio sudah tidak keruan,
tokh ia masih kenal anak itu.
Disamping itu, Cie Thio juga
telah mengakuinya dengan terus terang.
la mengatakan dirinya telah
melarikan diri dari kuil Hwee Liang Siansu.
Dan kini ia tidak memiliki
arah dan tujuan yang tetap.
Maka dari itu, sekarang ia
telah melakukan pekerjaan mengemis dan tidak tahu harus pergi kemana.
„Jika begitu, ayo, kami akan
segera mengantarkan engkau kembali kepada gurumu ...!" kata Sam, Kie
Cinjin, namun Cie Thio telah menolakya, karena ia memang telah bertekad tidak
akan kembali pada Hwee Liang Siansu.
Melihat sikap anak itu, Sam
Kie Ciujin ber tiga jadi heran.
Mereka menanyakan sebab2nya
mengapa Cie Thio melarikan diri dari sisi gurunya.
Dengan polos dan berterus
terang Cie Thio menceritakan keinginannya untuk mempelajari ilmu silat.
la juga mengatakan bahwa
mempelajari ilmu agama Buddha tidak cocok dengan hatinya, dan ia lebih condong
untuk mempelajari ilmu silat.
Keinginannya itulah yang telah
membuat ia melarikan diri.
Sam Kie Cinjin yang mendengar
pengakuan dari anak tersebut jadi menghela napas dalam2.
Wajahnya jadi muram.
„Akhhh....., disebabkan mulutku,
maka engkau telah melarikan diri dari gurumu.....!" kata Sam Kie Cinjin
kemudian.
„Walaupun bagaimana, engkau
harus kembali kegurummu....... !"
Cie Thio menggelengkan
kepalanya, berulang kali, berkata dengan suara yang agak keras: Jangan Cinjin
memaksa aku untuk kembali kekuil guruku, karena aku tentu tidak akan dapat
mempelajari agama yang diajarkan oleh guruku sebab ak lebih cocok untuk
mempelajari ilmu silat.......!"
Melihat kekerasan hati anak
itu, Sam Kie Cinjin, Sam Lu dan Sam Pie jadi menghela napas dalam2.
Mereka bingung juga menghadapi
sikap Cie Thio.
Akhlrnya Sam Kie Cinjin telah
menegur: „Apakah kau memiliki uang dan perbekalan?" Cie Thio menggeleng.
„Hemm........ engkau seorang
anak yang terlalu nekad kata Sam Kie Cinjin. Ayo kembali kegurumu bukankah
dengan merantau tidak keruan seperti ini kau akan menderita dan sengsara.
"
Tetapi justru Cie Thio telah
menggelengkan kepalanya berulang kali sampai akhirnya ia berkata dengan suara
yang tetap: „Walaupun aku harus manderita dan binasa, tetapi aku tetap akan
pergi merantau untuk mencari guru yang bisa mengajarkan padaku ilmu
silat.........!"
Melihat kekerasan hati si
bocah, Sam K ie Cinjin jadi tertarik juga.
„Bagaimana jika engkau ikut
bersama kami? tanya Sam Kie Cinjin.
Cie Thio jadi girang bukan
main cepat2 ia telah menekukan kedua kakinya berlutut dan menyatakan terima
kasih.
Waktu Sam Kie Cinjin menoleh
kepada Sam Lu dan Sam Pie katanya: „Biarlah anak itu ikut bersama kita jika
tidak tentu dia akan terlantar.........!''
Sam Pie dan Sam Lu hanya
menyetujui ke inginan Sam Kie Cinjin.
Begitulah Cie Thio telah
diajak mereka untuk mengembara bersama-sama.
Mermang sudah menjadi
keinginan Cie Thio untuk belajar ilmu silat dari Sam Kie Cinjin bertiga, namun
sayangnya justru ia mendengar, sendiri bahwa Sam Kie Cinjin bertiga tidak akan
menurunkan kepandaiannya pada orang yang bukau beragama To.
Maka Cie Thio tidak pernah
mengajukan permintaan berguru pada ketiga imam tersebat ia hanya ikut
mengembara agar tidak terlantar.
Secara iseng iapun telah
menanyakan kepada Sam Kie Cinjin apakah pendeta itu memiliki seorang kawan yang
memiliki kepandaian yang tinggi agar bica diangkat menjadi guru sibocah.
Namun Sam Kie Cinjin bertiga
menanyakan mereka tidak bisa menunjukkan orang yang, dikehendaki Cie Thio.
Tapi Sam Kie Cinjin berkata,
jika Cie Thio mau kembali pada gurunya, yaitu Hwee Liang Siansu, dan jika
gurunya itu meluluskan, tentu Sam Kie Cinjin akan menunjukkan seseorang yang
memiliki kepandaian tinggi agar bisa diangkat menjadi guru, sibocah.
Namun kenyataannya Cie Thio
tidak bersedia kembali ke Hwee Liang Siansu, karena memang telah bertekad
hendak mengembara.
Sam Kie Cin jin bertiga tidak
berdaya lagi untuk membujuk bocah tersebut.
Maka kemana mereka pergi,
tentu diajaknya Cie Thio ikut mengembara bersama mereka.
Setahun lebih Cie Thio ikut
bersama dengan Sam Kie Cinjin bertiga, dan selama itu, imam2 tersebut telah
melihat bahwa kepandaian yang dimiliki anak tersebut dalam hal pelajaran agama
Buddha masih belum mendalam, terlebih lagi memang Cie Thio mempelajarinya baru
beberapa bulan saja dari Hwee Liang Siansu.
Maka tersirat dalam hati Sam
Kie Cinjio untuk minta Kepada Hwee Liang Siansu agar merelakan muridnya diambil
oleh mereka bertiga.
Itulah sebabnya, suatu hari Sam
Kie Cinjin bertiga mengajak Cie Thio kembali menemui gurunya, yaitu Hwee Liang
Siansu.
Dengan berterus terang, Sam
Kie Cinjin menceritakan segala apa yang telah terjadi.
Dan juga Sam Kie Cinjin telah
mengemukakan bahwa mereka bertiga bermaksud mengambil Cie Thio menjadi murid
mereka, kalau saja Hwee Liang tidak merasa keberatan, ternyata Hwe Liang Siansu
memang menerima tawaran tersebut dengan senang hati, menurut Hwee Liang Siansu
tidak baik ia memaksa Cie Thio, jika memang anak itu tidak berminat untuk
belajar padanya.
Sam Kie Cinjin mengucapkan
terima kasihnya atas pengertian dari Hwee Liang Siansu.
Sejak saat itu Cie Thio telah
resmi menjadi murid dari Sam Kie Cinjin, Sam Lu dan Sam Pie. Ketiga tojin itu
telah mendidik Cie Thio dalam hal segala macam kepandaian dan ilmu silat.
Tetapi sejak saat itu, Cie Thio harus memelihara rambut lagi dan selanjutnya
masuk kedalam agama To, menjadi murid resmi ketiga imam itu.
Karena mengetahui Sam Kie
Cinjin bertiga memang memiliki kepandaian yang tinggi, maka Cie Thio tidak
keberatan untuk menjadi pemeluk agama To.
la selain mempelajari agama To
juga mempelajari ilmu silat dari ketiga gurunya yang ternyata memang memiliki
ilmu yang luar biasa.
Setelah belajar selama enam
tahun, Cie Thio telah berusia dua belas tahun, kepandaian yang dimiliki anak
ini ternyata cukup tinggi, setiap pelajaran yang diturunkan oleh ketiga orang
gurunya itu bisa dipelajarinya dengan mudah.
Selama enam tahun Cie Thio
juga ikut mengembara dengan ketiga gurunya dimana Cie Thio sering menyaksikan
betapa ketiga orang gurunya itu memang selalu bertindak diatas keadilan, dan
membela yang lemah dari tindasan yang jahat.
Pengalaman selama mengembara
bersama ketiga orang gurunya itu, membuat Cie Thio memiliki pengalaman yang
tidak sedikit, ia mulai mengerti dunia persilatan dan juga mulai dapat
membedakan mana yang jahat dan mana yang baik, disamping itu juga ia bisa
membedakan mana yang putih dan mana yang mengambil aliran hitam, alias para
penjahat yang perlu di basmi.
Ketika berusia dua belas
tahun, Cie Thio telah sering merubuhkan beberapa orang penjahat yang memiliki
kepandaian tanggung2, ketiga orang gurunya itu menyerahkan kepada Cie Thio
untuk menghajarnya.
Dan biasanya Cie Thio memang
bisa memenuhi harapan gurunya, dimana ia bisa memberikan ganjaran yang cukup
keras pada para penjahat itu.
Disamping itu, Cie Thio juga
mulai menerima pelajaran Sinkang, yaitu ilmu sakti dari ke tiga orang gurunya.
Sam Kie Cin jin bertiga dengan
Sam Lu dan Sam Pie Cinjin jadi girang melihat perkembangan yang diperlihatkan
muridnya. Dan juga memang mereka telah melihat selain cerdas, Cie Thio juga
mudah sekali menerima pelajaran yang mereka berikan.
Hal itu disebabkan memang anak
ini memiliki bakat yang baik untuk mempelajari ilmu silat.
Begitulah, Sam Kie Cinjin
bertiga selalu mengajak Cie Thio untuk mengembara.
Empat tahun telah lewat lagi,
usia Cie Thio telah enam belas tahun, dia telah menjadi seorang tojin muda yang
memiliki kepandaian tidak rendah.
Tetapi ketiga orang gurunya
masih juga menghendaki Cie Thio mengembara bersama mereka, karena masih ada
tiga tahun lagi yang harus dilaksanakan oleh Cie Thio untuk merampungkan
kepandaiannya.
Maka dari itu, selama tiga
tahun itu Cie Thio tetap mengembara bersama gurunya.
Ketika usianya telah sembilan
belas tahun.
Sam Kie Cinjin meminta Cie
Thio untuk pergi mengembara seorang diri, karena kepandaian yang dimiliki
ketiga orang gurunya itu memang telah diturunkan semuanya termasuk ilmu
simpanan mereka.
Cie Thio memang merasa telah
memiliki kepandaian yang bisa diandalkan, menuruti perintah gurunya, untuk
berkelana seorang diri, guna melakukan perbuatan mulia membela orang2 yang
lemah.
Waktu itu Cie Thio telah
menjadi seorang pendeta To yang tegap dan gagah.
la merupakan Tojin muda yang
tampan.
Disamping itu dengan memiliki
kepandaiannya yang tinggi, ia benar2 merupakan seorang pendekar muda yang sulit
dicari tandingannya.
Apalagi ilmu pedangnya, hasil
ciptaan ketiga orang gurunya, yang telah menggabung kepandaian mereka bertiga
menjadi satu dan diwariskan kepada Cie Thio.
Dan yang menonjol sekali pada
diri tojin muda ini adalah kekuatan sinkang yang dimilikinya, murni dan bisa
diandalkan.
Dalam waktu sekejap mata saja,
Cie Thio telah bisa mengangkat nama.
Dan ia telah merupakan seorang
jago rimba persilatan yang di segani, karena kepandaiannya tinggi dan
perbuatannya yang baik, selalu berdiri diatas jalan keadilan.
Cie Thio juga telah mengganti
namanya menjadi Ong Tiong Yang, atas saran yang diberikan oleh ketiga orang
gurunya.
---oo0oo---