Rahasia Ciok Kwan Im (Da Sha Mo) Bab 16: Meloloskan diri

Rahasia Ciok Kwan Im (Da Sha Mo) Bab 16: Meloloskan diri
Rahasia Ciok Kwan Im
Gu Long (Khu Lung)
-------------------------------
----------------------------

Bab 16: Meloloskan diri

Ternyata Ki Bu-yong tidak hiraukan pertanyaannya, segera ia pimpin di depan, belok ke timur menikung ke barat, tiba-tiba menjurus ke utara, tahu-tahu sudah menuju ke selatan, langkahnya enteng dan gampang saja seperti berjalan di lapangan luas, sedikitpun tidak nampak dimana letak bahayanya.

Tapi Coh Liu hiang cukup tahu bila mereka tidak ditunjukkan jalannya, umpama setahun lamanya, mungkin sampai jiwamu mendekati ajal, kau akan tetap berada dalam lingkungan tempat-tempat ini juga.

Dari tengah-tengah hembusan angin yang membawa taburan pasir kuning itu, tiba-tiba muncul bayangan beberapa orang, agaknya mereka sedang membawa sapu dan menyapu tanah, gerak-gerik mereka sedemikian lambatnya, namun setiap gerakan sapu mereka sedemikian teratur pula, selintas pandang mereka tak lebih adalah mayat-mayat hidup, seakan-akan sejak jaman dulu kala, mereka sudah bekerja disini, terus menyapu tanah berpasir sampai dunia kiamat.

Setelah mereka beranjak lebih dekat, pandangan Coh Liu hiang lebih jelas, tampak budak-budak mayat hidup ini, meski rambutnya awut-awutan dan pakaian kumal, tapi tiada satupun diantara mereka yang tak berparas ganteng dan tampan. Cuma raut muka dan sorot mata mereka menampilkan warna yang beku kaku, sorot matanya guram dan kehilangan sinar kehidupan, agaknya bukan saja sudah melupakan asal usul dirinya bahwa mereka itu adalah manusia.

Namun Coh Liu hiang cukup tahu, laki-laki tampan dan ganteng seperti mereka-mereka ini dahulu kala tentu mereka mempunyai lembaran hidup masing-masing yang cemerlang dan sukses, mereka mempunyai kehidupan yang bahagia, senang punya gengsi dan pamor yang tinggi pula.

Tapi sekarang mereka justru sudah beku sama sekali, tapi yang jelas pasti masih memiliki banyak orang yang tidak akan melupakan mereka, orang lain sedang merindukan kedatangannya, sedang meneteskan air mata dengan pilu. Tiba-tiba Coh Liu hiang merasa hatinya amat tertekan dan batinpun ikut prihatin.

Manusia jikalau pada memiliki watak welas asih dan tahu kasihan terhadap sesamanya yang sedang ditimpa kemalangan, masakah dia setimpal dipandang sebagai orang gagah, seorang pendekar? Tapi orang-orang ini justru terus menyapu pasir, terus menyapu takkan henti-hentinya, seolah-olah mereka hidup untuk menyapu pasir, menyapu pasir untuk hidup.

Tak tertahan Coh Liu hiang segera menghampiri orang terdekat lalu menepuk pundaknya katanya "Saudara kenapa tidak berhenti istirahat dulu?"

Orang itu angkat kepala dengan pandangan kosong hambar dia awasi Coh Liu Hiang, cepat sekali kepalanya sudah tertunduk pula, sahutnya "Tidak perlu istirahat!" kembali tangannya bekerja menyapu pasir.
"Saudara ini apa kau memang senang menyapu?" tanya Coh Liu hiang tertawa.
"Ya, senang!" sahut orang itu pula tanpa angkat kepala.
Coh Liu hiang tertegun, katanya menghela nafas "Tapi pasir di sini, selamanya takkan bisa disapu habis!"
"Yang ku sapu bukan pasir lho!" tiba…tiba… kata orang itu.
"Lalu apa yang kau sapu?" tanya Coh Liu hiang.
"Tulang-belulang orang mati!" sahut orang itu setelah berpikir sebentar.

"Tapi disini tiada orang itu, apa lagi tulang belulang mereka."
Kembali orang itu angkat kepala mengawasi dirinya, tiba-tiba tersimpul senyuman di raut mukanya, senyuman yang mengerikan katanya pelan-pelan "Walau sekarang tiada, sebentar akan banyak tercecer di sini."

Entah kenapa, sekonyong-konyong terasa segulung hawa dingin timbul dalam benak Coh Liu hiang, sebetulnya banyak pertanyaan yang ingin dia ajukan kepada orang ini, menanyakan siapakah dia sebenarnya?

Kenapa bisa berubah begini rupa? Tapi mendadak ia sadar hakikatnya tidak berguna dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Karena dari bayangan orang ini, seolah-olah diapun ada melihat bayangan Ciok Tho, kecuali bentuk muka dan perawakannya yang berbeda, apa pula bedanya kelakuan orang ini dengan Ciok Tho? Mereka sudah lupa masa silam, lupa segalanya, bahwa badan kasar mereka masih utuh, namun jiwa mereka sebetulnya sudah mati, mereka tidak lebih cuma mayat-mayat yang masih hidup belaka. Karena mereka sudah mempersembahkan jiwa raga mereka kepada Ciok koan im.

Seketika terasa oleh Coh Liu hiang kaki tangannya mendadak berkeringat dingin, diam-diam hatinya membatin "Ciok koan im, Ciok koan im, apa benar kau mempunyai kekuatan iblis yang begini besar?" entah berapa jauh berapa lama mereka berputar-putar ditengah hembusan angin yang sepoi-sepoi tiba-tiba terendus bau kembang yang harum semerbak. Yang jelas bau kembang ini bukan Seruni, bukan kembang melati, bukan mawar juga bukan kembang padma, begitu harum dan menusuk hidung, bau kembang ini seolah-olah kembang yang cuma ada di sorga.

Hawa di sini semakin hangat, malah hampir boleh dikata hampir panas, seluruh lembah sempit ini seolah-olah berubah menjadi sebuah tungku, disinilah tempat jagal manusia, tungku untuk merenggut nyawa atau sukma manusia. Diantara tumpuan ribuan puncak-puncak batu di sana ternyata tersebar luas lautan kembang warna warni yang sedang mekar. Selayang pandang, seolah-olah dunia ini diliputi kembang yang sedang mekar dan segar, sampaipun Coh Liu hiang yang banyak pengalaman dan tukang kelana inipun tidak tahu nama dan jenis kembang-kembang apa yang tertanam subur di sini.

Tapi terasa olehnya kembang mekar itu begitu segar, semarak dan elok, tak tahan dia menghela nafas ujarnya "Siapa akan mau percaya ditengah-tengah gurun pasir, ternyata terdapat lautan kembang yang sejenis lain seperti ini."

Ki Bu yong tiba-tiba mengejek "Memangnya kembang-kembang seperti ini takkan bisa dimiliki dan diimpikan oleh sembarang manusia."

"Apakah kembang ini hasil petikan dari sorga?" tanya Coh Liu hiang.

Tak nyana Ki Bu yong manggut-manggut sahutnya "Ya memang dipetik dari langit."

Coh Liu hiang melirik kepada KI Ping yan "Kalau demikian beruntung sekali biji mata kami bisa menikmati lautan kembang seperti ini!."

Ki Ping yan diam saja.

Karena terasa olehnya, kedua kakinya tiba-tiba terasa lemas, mata berkunang-kunang, otak serasa gelap dan mata rasanya ingin tidur, seolah-olah sedang mabuk arak, namun lebih nikmat dari orang mabuk arak.

Akhirnya Ki Ping yan menyadari lebih dulu bahwa dalam bau kembang ini ada gejala gejala yang tidak normal, tapi meski sudah tahupun sudah terlambat, sementara Coh Liu hiang masih mengoceh, dia lantas membanting betapapun Lwe-kangmu memang lebih tinggi ketabahanmu lebih kuat…."

Terdengar Coh Liu hiang sedang berkata "Tadi nona bilang tempat yang benar-benar berbahaya belum lagi sampai, tentunya sekarang sudah sampai bukan?"

Ki Bu-yong terdiam sesaat lamanya, lalu bertanya kalem "Menurut kau apa tempat ini amat berbahaya?"

Dengan tersenyum berkatalah Coh Liu hiang "Pada suatu benda yang terlalu cantik, kadang kala sering mengandung mara bahaya aroma bau harum yang luar biasa, kemungkinan besar mengandung racun…" belum habis ia bicara, badannya tiba-tiba meloso jatuh ke tanah lemas lunglai.

Ki Ping yan kembali tertawa getir dalam hati, katanya "Ternyata dia tidak selihai apa yang pernah kubayangkan." Waktu dia melirik kepada Setitik Merah, terpasang mata yang dingin dan teguh itu, kini sudah mulai pudar dan kacau.

Ki Ping yan merasa dirinya seolah-olah kembali menjadi anak-anak kecil, bermimpi buruk karena biasanya cuma anak-anak kecil saja yang benar-benar bisa menikmati mimpinya yang begini nyaman, segar dan nikmat.

Waktu dia siuman, didapatinya dirinya berada dalam sebuah rumah yang megah seperti dialam mimpi saja, Ki Bu yong sedang duduk dihadapannya, dengan termenung sedang mengawasi dirinya. Tapi orang yang dia pandang bukan Ki Ping yan, tapi adalah Setitik Merah, begitu pesona dan kesima sorot pandangannya, sedikitpun tidak menyadari bahwa Ki Ping yan sejak tadi sudah siuman dan memperhatikan dirinya.

Melihat sepasang biji matanya yang kaku dan seperti linglung ini, hati Ki Ping yan mencelos kaget, namun merasa aneh dan ketarik batinnya "Masakah budak liar ini sudah jatuh cinta kepada manusia batu ini?"

Sayang sekali Coh Liu hiang tidak melihat apa-apa, dia masih tidur nyenyak, malah mulutnya kadang-kadang mengigau. Dari luar beranjak masuk dua orang gadis lainnya. Salah seorang yang berpakaian atas bawah serba kuning berkata mengawasi dirinya "Apakah dia ini perampok ganteng, atau bajingan romantis yang kenamaan dalam dongeng itu.

Gadis yang lain pakai gaun panjang dengan baju panjang pula, katanya berseri tawa "Dalam dongeng tentunya dikatakan betapa tinggi dan besar kelihaiannya, jikalau ia benar-benar selihai itu, masakah kini rebah di sini?"

Gadis baju kuning itu berkata pula "Tapi kelihatannya dia lebih mempesonakan dan lebih tampan dari apa yang pernah kudengar dari dongeng itu. Tak heran banyak gadis-gadis remaja yang khawatir dia tidak menggerayangi barang-barang milik keluarganya, ternyata maksudnya hanya untuk bisa berkesempatan bertemu muka sama dia."

Disanjung puji oleh seorang perempuan boleh dikata merupakan peristiwa yang paling menggembirakan bagi seorang laki-laki dalam dunia ini. Tapi jikalau perempuan itu begitu buruknya, rasa senang dan gembira itu dengan sendirinya menjadi sirna dan menjadikan dingin hatinya.

Memang pakaian kedua gadis ini serba mewah dengan mode yang mutakhir, terbuat dari bahan yang mahal harganya, tapi raut mukanya justru memualkan setiap orang yang memandangnya, oleh karena itu Coh Liu hiang jadi patah semangat, cuma dalam hati diam-diam dia tertawa getir, batinnya "Untung raut muka kalian terlalu biasa, sehingga tidak sampai dibikin cacad seperti Ki Bu yong, sering aku dengar orang suka bilang gadis yang bermuka buruk katanya jauh lebih besar rejekinya, baru sekarang aku tahu dan membuktikan kenyataan ini."

Karena pikirannya ini, hati menjadi geli dan tak tertahan dia unjuk senyuman kepada kedua gadis ini. Seketika berobah rona muka gadis berpakaian kuning, mimik wajah yang wajar tadi kini berubah sinar tajam dan sikapnya menjadi kikuk dan genit. Sebaliknya gadis yang lain tetap berseri tawa, seakan-akan dia tak pernah berhenti tertawa. Ki Bu yong mengerut alis, tanpa bicara tiba-tiba ia berpaling muka terus tinggal pergi.

Gadis pakaian kuning mencibir bibir, jengeknya "Budak jelek, tahu bahwa dirinya disukai orang, lantas pura-pura unjuk harga diri. Hm..! Kau merasa sebal terhadap kami, kami justru pandang sepele kepadamu!."

Berputar biji mata Coh Liu hiang, sengaja merendahkan suaranya "Nona kalau bicara lebih baik pelan-pelan dan lirih saja, jangan sampai kedengaran oleh dia."

"Memangnya kenapa kalau didengar olehnya? Aku tidak takut! jengek gadis baju kuning.

"Menurut pandangan Cayhe, nona Ki itu adalah orang penting ditempat kalian ini, sebaliknya nona berdua agaknya belum lama masuk perguruan, jikalau sampai berbuat kesalahan dan membuatnya marah, bukankah tidak leluasa."

Gadis baju kuning mendelik, tiba-tiba ia tertawa lebar, katanya "Tak perlu kuatir bagi kami, suhu selamanya bertindak adil terhadap para muridnya, kami tidak perlu takut kepadanya."

Gadis yang lain ikut menimbrung dengan malu-malu "Asal kau bersikap baik terhadap kami, kamipun bisa saja bikin kau hidup nikmat dan bersenang-senang disini."

Coh Liu hiang menatapnya bulat-bulat, tiba-tiba ia menghela nafas.
"Kenapa kau menghela nafas?" tanya gadis gaun panjang ini.
"Sayang sekali Cayhe tidak punya tenaga sama sekali, kalau tidak…." dengan sikap yang dibuat-buat dia hentikan kata-katanya, matanya dengan nanar menatap mereka.

Merah muka gadis bergaun panjang, pelan-pelan bibirnya digigit lalu katanya kalem "Kau tidak perlu gelisah, akan datang suatu hari…."

"Masakah kau sendiri tidak gelisah, dan ingin lekas…?" tanya Coh liu hiang.

"Memangnya kau sendiri? Kau ini memang kau tidak bernama kosong, kau memang seorang bangsat romantis yang manis mungil dan menyenangkan."

Coh Liu hiang memancing "Sungguh aku tidak mengerti sebetulnya aku ini terkena obat bius apa, kenapa begini lihai?" mendadak ia hentikan kata-katanya, lalu tertawa getir lalu katanya lebih lanjut "Tentunya nona berdua pun tidak tahu obat bius apa yang meracuni badanku, seharusnya tadi aku bertanya kepada nona yang ke satu tadi."

"Kau kira hanya dia saja yang tahu? ejek gadis gaun panjang.

"Jadi nonapun ada tahu?" seru Coh Liu hiang unjuk senyum girang.

Tiba-tiba gadis baju kuning sadar, sejak tadi sepasang mata Coh Liu hiang hanya mengawasi temannya yang satu ini, lama sudah tidak melirik kepadanya.

Maka segera ia menimbrung "Apa kau sudah melihat kembang-kembang itu?"

"Jikalau Cayhe tidak melihat, masakah sekarang sudah bisa rebah tak bertenaga seperti ini?"

"Tahukah kau apa nama kembang-kembang itu?" tanya gadis baju kuning.

Coh Liu hiang gelengkan kepala, sahutnya "Jenis kembang seperti ini, selama hidupku belum pernah melihatnya."

Gadis baju kuning tersenyum puas dan bangga, katanya "Baik..baik kuberi tahu kepada kau, kembang itu dinamakan Eng siok hoa, sedang rumput-rumput kembang di bawahnya adalah Toa ma hasil cangkokan suhu yang dibawanya dari negeri asing. Thian tiok, hanya ditempat yang bersuhu panas seperti ini baru bisa tumbuh subur."

Diam-diam tersirap darah Coh Liu hiang namun mulutnya berkata "Eng siok.. toa ma! Namanya aneh benar."

"Obat bius yang kau sadap adalah hasil perpaduan Eng siok hoa dan rumput Toa ma itu, kalau orang terlalu banyak makan bahan-bahan obat ini, orang akan dibikin gila, tapi kalau makannya secara pas-pasan, boleh dikata bisa memabukkan seperti hidup di kahyangan, jauh lebih nyaman, segar dan nikmat dari apa saja."

"Apa kalau makan terlalu banyak bisa gila?" tanya Coh Liu hiang terkejut.

"Kalau makan terlalu banyak, bukan saja bisa gila, malah pandanganmu bakal menciptakan berbagai khayalan-khayalan muluk, hakikatnya yang kau lihat itu adalah gambaran-gambaran kosong yang tidak pernah ada."

Kini gadis gaun panjang juga sadar bahwa temannya sedang berebutan sama dirinya, segera ia merebut kesempatan menimbrung lebih dulu "Ditambah kesadaran mereka sudah pudar, pikiran tidak genah lagi, maka ada kalanya mereka berloncatan menari-nari seperti sedang berkelahi dengan lawan yang tidak kelihatan, begitu besar napsu mereka merobohkan lawan, sampai akhirnya kehabisan tenaga dan binasa." sampai di sini ia tersenyum genit lalu menambahkan pula. "Suatu yang tak pernah ada, siapapun tak bisa merobohkannya, meski dia itu seorang tokoh silat maha sakti, berkepandaian setinggi langit, jikalau terkena obat bius ini, paling-paling kuat bertahan beberapa kejap saja, cepat atau lambat akhirnya roboh juga."

Gadis baju kuning segera menyela "Oleh karena itu bila kaupun bisa memanfaatkan obat bius ini, berarti kau berubah dirimu sebagai orang yang takkan dapat dirobohkan oleh siapa saja, coba kau katakan bukankah khasiatnya jauh lebih besar daripada kepandaian silat betapapun lihainya?"

Serasa copot jantung Ki Ping yan mendengar hal-hal yang luar biasa ini, Coh Liu hiang malah tertawa "Tapi dalam pandangan mata Cayhe sekarang, yang kulihat hanyalah dua nona cantik molek yang manis dan mesra, tak pernah kulihat musuh yang menakutkan…semoga kedua nona jangan bikin pikiranku melayang kealam khayalan."

Gadis gaun panjang terkikik geli, katanya "Soal obat bius yang kau sedap tidak banyak, oleh karena itu paling hanya badanmu saja yang lemas lunglai."
Gadis baju kuning menimbrung pula "Letak dari pada kemujaraban obat ini, adalah khasiatnya, menurut kadar dan dosis dari penggunaannya dapat merubah keadaan si korban, kalau dosisnya terlalu banyak, obat ini adalah racun obat dewa kesenangan.

Coh Liu hiang menarik napas panjang, katanya "Nona berdua sungguh pintar dan banyak pengetahuan….."

Tiba-tiba seseorang menyeletuk dingin "Cuma sayang mereka terlalu banyak bicara."

Suara ini kedengaran amat tawar dan dingin tapi merasuk pendengaran. Daya tarik yang luar biasa seperti ini, jauh lebih besar dari pada suara merdu dari pada rayuan genit yang sedang kehausan cinta.

Coh Liu hiang sudah banyak pengalaman dalam bidang ini dan sudah bisa mendengar suara genit dan rayuan halus, mendengar suara ini seketika terbangkit semangatnya.

Sebaliknya mendengar kata-kata ini kedua nona dihadapannya seketika berubah rona mukanya, begitu pucat dan ketakutan setengah mati.

Tampak sesosok bayangan putih tinggi semampai, seiring dengan kata-katanya beranjak masuk ke dalam kamar dengan langkah gemulai. Gayanya berjalan sebetulnya tidak luar biasa, tapi cukup membuat setiap laki-laki merasa betapa cantik elok dan menawan serta menggiurkan, tanggung kata-kata paling manis dan muluk-muluk dari segala bahasa di dunia ini takkan bisa melukiskan keindahannya.

Badannya tertutup kain sari panjang yang putih merah, dalam rumah tiada angin, tapi siapapun merasakan orang seperti datang menunggang mega menyetir angin setiap saat kemungkinan bisa lenyap terhempas oleh angin besar.

Wajahnyapun tertutup cadar yang terbuat dari kain sari putih pula. Walaupun tiada orang yang bisa melihat raut wajahnya, tapi orang pasti menduga bahwa seorang perempuan cantik ayu tiada bandingannya sejagat ini.

Perawakan Ki Bu yong sudah cukup cantik dan menggiurkan, bentuk badannya kira-kira sebanding tapi jikalau Ki Bu yong yang mengenakan model pakaian seperti ini, dengan mengenakan cadar kain sari pula, sekali pandang orang bisa membedakan dengan jelas. Karena gaya dan keagungan dirinya tanggung takkan ada orang yang bisa menjiplaknya, itulah buah karya dari Yang Maha Kuasa yang mengkaruniai badan elok dan rupawan hasil gemblengan dari pengalaman dan tempaan bertahun-tahun lamanya.

Tiada orang yang bakal mempunyai pengalaman seaneh dan setinggi itu, oleh karena itu selintas pandangan dia selamanya akan selalu berada di puncak tertinggi, tiada orang yang bisa menandinginya, tiada orang yang bisa mencapainya.

Coh Liu hiang menarik napas panjang pula katanya "Ciok koan Im, akhirnya aku bisa berhadapan juga dengan kau! Seorang laki-laki sejati bisa berhadapan dengan perempuan macammu ini, sungguh besar rejeki sepasang mataku ini, tapi aku lebih suka lebih baik tiada manusia seperti kau ini saja."

Sementara itu kedua gadis itu sudah mendekam di lantai dan menyapa "Menghadap Suhu."

Berkata Ciok koan im dingin "Selamanya aku pandang kalian sama tingkat dan kedudukan, kalian sendiri tadi sudah bilang, benar tidak?"

Dengan mendekam kedua gadis ini manggut-manggut sahutnya gemetar "Itulah kebijaksanaan kau orang tua!"

"Bagus sekali!" ujar Ciok koan im, tiba-tiba dia menggape tangan kepada Ki Bu yong yang tadi mengikuti langkahnya katanya tawar "Jikalau kau tidak bisa membunuh mereka, biar mereka saja yang membunuh kau!" dengan suara tawar yang dingin dia tentukan mati hidup jiwa orang lain, nilai jiwa orang lain didalam sanubarinya, seolah-olah lebih murah dari jiwa anjing atau babi.

Pelan-pelan Ki Bu yong melangkah keluar raut mukanya sedikitpun tidak menampilkan perubahan apa-apa, katanya dingin "Tidakkah lekas kalian berdiri dan turun tangan?"

Tak tahan Coh Liu hiang segera berkata "Mereka hanya bilang dua tiga patah kata Hujin lantas hendak mencabut jiwa mereka, apakah tindakan ini tidak terlalu kejam?"

"Kalau toh aku selalu selalu berlaku adil kepada mereka, maka adu jiwa ini merupakan keputusan yang adil pula, mana boleh dikatakan aku kejam?" kata-katanya datar dan kalem, tapi orang yang mendengar takkan bisa mendebatnya lagi.

Coh Liu hiang mengelus hidung katanya tertawa getir "Bagaimana juga, mohon Hujin suka mengampuni jiwa mereka."

"Tahukah kau, kenapa mereka sendiri tidak mohon ampun kepadaku?" tanya Ciok koan im.

Benar juga kedua gadis itu sudah berbangkit ternyata tanpa banyak bicara, dengan badan gemetar segera mereka turun tangan. Coh Liu hiang menghela napas, belum lagi bicara, Ciok koan im sudah menyambung dengan kalem "Itulah lantaran mereka tahu setiap patah kata yang pernah kuucapkan, selamanya takkan dirubah lagi."

"Kalau demikian bukankah mereka jadi berkorban lantaran aku?" ujar Coh Liu hiang menghela napas pula.

"Kau tidak perlu bersedih dan merasa salah aku ingin mereka mati, bukan lantaran mereka sudah membocorkan rahasiaku! Jikalau aku tidak ingin kau tahu rahasia ini, sejak tadi aku sudah sikap mulut mereka!"

"Benar, seseorang yang toh harus menghadapi kematian, peduli rahasia apapun yang dia dengar, juga tidak menjadi soal."
"Nah, begitulah!"
"Kalau demikian, kenapa pula Hujin menghendaki mereka mati?"

"Mereka sendiri yang ingin mati?" seru Coh Liu hiang melongo.

Ciok koan im tidak menjawab. Ki Ping yan justru membatin "Kenapa kau jadi pikun? Kalau toh dia sudah naksir kepadamu para budak ini justru berani main-main dihadapannya lebih dulu, bukankah mereka sendiri mencari mampus?"

Tatkala itu gadis baju kuning dan gadis gaun panjang serempak menggerakkan kaki tangan menyerang dengan sengit dan kalap. Lwekang mereka masih terlalu rendah, karena itu tadi Coh Liu hiang mengatakan bahwa mereka masuk perguruan belum lama tapi serangan kerja sama kedua orang ini ternyata cukup lihai dan aneh serta cepat, di luar dugaan orang.

Maklumlah pertempuran ini bukan merebut harta benda, juga bukan demi gengsi dan pamor tapi demi mempertahankan jiwa raga mereka, menang adalah hidup, kalah tentu mati, betapa mereka tidak bertempur mati-matian dan nekad.
Tampak sepuluh jari-jari gadis gaun panjang runcing-runcing setajam cakar-cakar serigala yang ganas dan buas, kertak gigi dan menjerit sengit mencengkeram ke tenggorokan Ki Bu yong. Kedua biji mata gadis baju kuningpun membara beringas, telapak tangan kanan laksana golok, dengan seluruh kekuatan membelah ke dada Ki Bu yong pula, kepalan kiri digenggamnya kencang sampai memutih, sekali jotos ia serang ke bawah perut Ki Bu yong.

Serangan telapak tangan jotosan kepalannya ini kelihatannya memang biasa tak mengandung perubahan apa-apa, tapi posisi serangan dan gayanya yang aneh, sungguh sulit orang menyelamatkan diri arah mana orang menyerang.

Coh Liu hiang diam-diam membatin "Ilmu silat Ciok koan im memang hebat, aneh dan lihai, orang-orang seperti mereka saja sudah mampu melancarkan serangan dengan perbawa yang begitu dahsyat, bila dia sendiri yang mempraktekkan, tentu lebih luar biasa."

Tampak Ki Bu yong bergerak lincah dan tangkas, sekali berkelebat, sekaligus ia luputkan diri dari tiga jurus serangan kedua lawannya. Kelihatannya kepandaian silatnya memang jauh lebih tinggi dari kedua lawannya namun agaknya dia tidak rela main kekerasan dengan cara serangan musuh yang ganas dan nekad, oleh karena itu begitu berkelit dia tak bertindak lebih jauh hanya bertahan saja tanpa balas menyerang.

Sebaliknya jurus demi jurus serangan kedua gadis lawannya semakin gencar, makin ganas dan berbahaya dan aneh-aneh pula, sampaipun orang seperti Coh Liu hiangpun sukar mengikuti dan tak melihat asal-usul dari tipu-tipu permainan mereka.

Jurus silat yang dimainkan ketiga orang ini ternyata jauh berbeda dari seluruh golongan silat di Tionggoan yang pernah dia selami, permainan gadis gaun panjang agaknya rada mirip dengan Eng jiau kang, tapi lebih mirip ke Kim na jiu pula, setelah diteliti lebih cerorang-orang Mongol tapi tidak sekasar dan sekeras itu.

Ilmu pukulan telapak tangan yang dimainkan gadis baju kuning, kelihatannya seperti menggunakan tipu-tipu ilmu pukul telapak tangan dari aliran Lwekeh, tapi cara gerak dan serangannya secara praktek jelas sekali amat berbeda. Bukan menabas atau membacok, tapi telapak tangannya itu selalu memotong, padahal ilmu pukulan dari aliran manapun dalam bilangan Tionggoan tiada jurus-jurus pukulan yang menggunakan tipu-tipu memotong ini. Cuma orang-orang yang bersenjata golok saja baru ada yang menggunakan tipu memotong ini.

Makin lama makin tersirap darah Coh Liu hiang menonton pertempuran ini. "Dilihat dari permainan mereka ini, jadi kepandaian silat Ciok koan im bukan mustahil dipelajari dari negeri seberang?

Tatkala itu kedua pihak sudah bergebrak puluhan jurus. Selama ini Ki Bu yong tetap bertahan belum pernah balas menyerang.

Tiba-tiba Ciok koan im tertawa dingin "Bu yong kapan sih hatimu sudah mulai lemah? Masakah kau tidak tega turun tangan?"

Belum habis kata-kata Ciok koan im tiba-tiba Ki Bu yong sudah lancarkan serangan balasan. Sejurus serangannya ini ternyata jauh berbeda pula dengan gaya permainan kedua lawannya.

Sudah tentu gadis baju kuning tidak berani melawan pukulan ini secara keras, dengan lemas pinggangnya gemulai tertekuk, badan terbalik kaki berkisar, tahu-tahu badannya menyusup lewat dari samping pundak kiri orang terus menggeser ke belakangnya, tahu-tahu telapak tangannya membelah ke punggung Ki Bu yong.

Kali ini gerakan kakinya amat lincah dan cekatan serba wajar dan gemulai lagi, langkah-langkah kaki mereka yang berseliweran, cepat lagi tepat sehingga tidak saling tumbuk ditengah jalan, begitu tiba di belakang Ki Bu yong telapak tangannya sudah membelah dengan gempuran dahsyat laksana dampratan ombak, sedikitpun tidak kelihatan gerakan kaku atau tidak dipaksakan, dari permainan silatnya dapat dinilai, bahwa gadis baju kuning ini memang berbakat menjadi tokoh kenamaan.

Maklumlah didalam mempraktekkan suatu ajaran silat yang diperlakukan adalah keluwesan dan kewajaran dari gerak-gerik badan serta kaki tangan yang kerja serasi, kalau tidak meski tipu silat itu sendiri amat lihay dan aneh kalau dilancarkan tentu menunjukkan gerakan yang sedikit dipaksakan, maka dari sini dapat dinilai bahwa orang ini belum boleh dikategorikan sebagai tokoh kosen.
Bahwa gadis bermuka biasa, tindak-tanduknya genit dan kasaran ini ternyata dapat melancarkan jurus-jurus ilmu silat tingkat tinggi yang begini menakjubkan, Coh Liu hiang menonton menjadi bersorak dan memuji dalam hati.

Ciok Koan im sendiripun sedikit mengangukkan kepala, katanya "Dapat melancarkan jurus ini sebaik itu, tiga tahun pelajaran silatmu tidak terhitung sia-sia." tapi waktu ucapan kata-katanya ini selesai, tampak gadis baju kuning itu sudah terkapar di atas lantai.

Ternyata dikala telapak tangan gadis baju kuning membelah ke punggung Ki Bu yong, telapak tangan kiri Ki Bu-yong tetap mengincar urat nadi pergelangan tangan gadis gaun panjang, memaksanya menarik mundur serangan dan terdesak mundur, tahu-tahu telapak tangan kanan mendadak menyelonong lewat dari bawah ketiaknya ke belakang, dimana kelima jari-jarinya rada tertekuk tapi pukulan telapak tangan dirubah menjadi cakar, maka tebasan telapak tangan gadis baju kuning berarti disodorkan ke depan dan tepat berhasil dengan digenggamnya. "Krak" lengannya seketika teremas remuk dengan menjerit ngeri seketika ia terkapar roboh tak bergerak.

Tak terasa Coh Liu hiang sampai berseru memuji "Bagus, hebat sekali."

Memang cengkeraman Ki Bu yong dari depan menyelonong ke belakang ini siapapun dikolong langit ini bila melihat permainannya ini takkan tahan pasti memuji. Maklumlah betapa sulit sebelah tangan menyelonong ke belakang melalui ketiak merupakan gerakan yang amat sulit dilakukan dan serangan balasan yang terlalu dipaksakan pula demi menyelamatkan jiwa sendiri.

Tapi kali ini Ki Bu yong bisa mempraktekkan dengan seenaknya dan wajar, lengan tangannya itu seolah-olah tidak bertulang, dapat ditekuk atau diputar ke arah mana saja menurut sesuka hatinya, sedikitpun tidak menunjukkan gejala-gejala yang menyangsikan.

Gadis bergaun panjang seketika berobah roman mukanya, mendadak dia berpekik nyaring terus menubruk kalap seperti serigala buas kelaparan menubruk mangsanya, meski serangannya tidak begitu menakjubkan, tapi bahwa serangan ini cukup mengejutkan juga.

Berkilauan sorot mata Setitik Merah, mukanya yang kaku dingin selama ini tiba-tiba memancarkan cahaya cemerlang.

Sebat sekali Ki Bu yong tutulkan kaki mencelat menyingkir seenteng burung walet, sembari berkelit lekas telapak tangannya terayun balas membelah. Sebetulnya gadis gaun panjang paling ketat melindungi batok kepalanya sejak permulaan gebrak tadi siapa tahu begitu telapak tangan Ki Bu yong terayun, dengan telak dia masih tepat membelah batok kepalanya.

Ternyata Ki Bu yong yang berkepandaian tinggi dan apal juga akan ilmu silat lawannya sudah memperhitungkan dengan cepat gerak perubahan tipu-tipu lawannya, di sela-sela antara bersilangnya kedua tangan, telapak tangannya segera membelah dengan sekuat tenaga tangannya, waktu dan sasarannya tepat sekali.

Jadi menggunakan cara atau tipu serangan gadis baju kuning ki Bu yong membunuh gadis gaun panjang, demikian pula sebaliknya menggunakan tipu serangan yang digunakan gadis gaun panjang dia bunuh gadis baju kuning malah didalam angkat tangan menggetarkan kaki saja, cepat sekali dia sudah berhasil merobohkan kedua lawannya. Agaknya kalau dia mau, sejak gebrak pertama tadi, sebelum kedua gadis lawannya ini menyerang dirinya sebetulnya dia sudah bisa mencabut jiwa mereka.

Setitik Merah dan Ki Ping yan saling berpandangan dengan terkesima, cuma Coh Liu hiang sebaliknya mengerut kening seolah-olah sedang memikirkan pemecahan suatu masalah yang mempersulit dirinya.

Terasa oleh Coh Liu hiang gerakan Ki Bu yong yang dipraktekkan barusan agaknya sudah amat apal sekali, dalam pandangan matanya tapi satu persatu dia bayangkan semua ajaran silat seluruh cabang atau aliran di seluruh cabang atau aliran di seluruh dunia ini, tapi tak terpikir olehnya dari cabang persilatan yang mana ada jurus-jurus silat yang mirip dan sama dengan permainan silat yang dilakukan Ki Bu yong barusan.

Dilihatnya sikap Ki Bu yong tetap kaku dingin, mimik wajahnya tidak berobah, seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu apa, pelan-pelan dia menghampiri ke depan Ciok koan im katanya sambil membungkuk "Kau orang tua masih ada pesan apa?"

Ternyata Ciok koan im, termenung lama sekali, mendadak dia terkikik geli, katanya "Lama sekali tidak melihat kau bersilat, tak nyana ilmu silatmu sudah maju demikian pesat, sungguh harus dipuji."

Sahut Ki Bu yong menunduk "Bukan kepandaian silat Tecu ada kemajuan, soalnya mereka berdua biasanya kurang giat berlatih."

Ciok koan im berkata tawar "Sampaipun Maling Romantis Coh Liu hiangpun memberi pujian tinggi kepandaianmu, buat apa kau merendah dan sungkan?"

"Ya, berkat didikan dan ajaran kau orang tua yang benar dan besar manfaatnya."

Kembali Ciok Koan im terbenam dalam lamunannya sampai lama tiba-tiba ia tertawa pula dan berkata "Buka mulut tutup mulut kau selalu panggil aku orang tua, apa benar aku ini sudah tua?"

Tertunduk kepala Ki Bu yong, tak berani banyak bicara lagi.

Ciok koan im menghela nafas, ujarnya "Memang, aku sudah tua, dalam beberapa tahun lagi kau tentu dapat membunuhku, benar tidak?"

"Tecu tidak berani!" tersipu-sipu Ki Bu yong menjawab sambil menjura.

"Apanya yang kau tidak berani, dinilai dari kepandaian silatmu sekarang, sampaipun Tiang sun Hongpun takkan kuat melawan tiga ratus jurus seranganmu, beberapa tahun lagi, untuk membunuh aku bukankah segampang kau mengangkat tangan?"

Lama juga KI Bu yong berdiam diri, tiba-tiba dari dalam lengan bajunya, dia merogoh keluar sebilah pisau perak seperti milik Tiangsun Hong itu sekali iris kontan ia kutungi pergelangan tangan kanannya sendiri. Darah segar menyembur dengan deras, menyemprot sederas bidikan anak panah."

Tanpa menunjukkan perubahan perasaannya, berkata Ki Bu yong pelan-pelan. "Sekarang suhu kau… kau tentunya sudah percaya…percaya kepada Tecu?" belum habis bicara, air mata sudah bercucuran, namun kulit mukanya sudah pucat pasi tak berdarah, akhirnya pelan-pelan badannya meloso jatuh dan semaput.

Coh Liu hiang, Ki Ping yan sama menghela napas, mata dipejamkan, tak tega melihat kejadian tragis ini, selain halnya Setitik Merah matanya malah terbelalak lebar, dengan tajam dia mendelik kepada Ciok koan im.

"Budak bodoh ini sendiri yang memotong tangannya, kenapa kau mendelik kepadaku?" kata Ciok koan im dengan suara merdu "Apa kau beranggapan aku sedang memaksa dia?"

"Hmm!" Setitik Merah hanya menggeram dengan suara berat.

"Tak nyana Setitik Merah yang kenamaan dan sudah banyak membunuh manusia ternyata punya hati welas dan tahu belas kasihan, apa kau sudah jatuh cinta kepadanya…"

Sepatah demi sepatah Setitik Merah berkata "Aku hanya ada maksud terhadap kau, aku bermaksud membunuhmu."

"Sayang sekali, selamanya kau tidak akan bisa melaksanakan cita-citamu ini." tanpa hiraukan Setitik Merah, Ciok koan im berpaling dan menambahkan "Coh Liu hiang, apa kau masih mampu berjalan?"

Coh Liu hiang tersenyum, sahutnya "Kalau Hujin ingin aku berjalan seumpama aku tak mampu bergerak, akupun akan bisa berjalan."

"Kalau demikian, silahkan Coh Liu hiang pindah tempat, mari silahkan ikut aku, dengan langkah gmulai dia beranjak keluar pintu, tiba-tiba ia berpaling pula kepada Setitik Merah katanya "Adakah kau membawa obat untuk menyembuhkan luka-luka terpotong?"

Setitik Merah hanya mendelik kepadanya tanpa menjawab.

"Orang yang suka membunuh orang, tentu sewaktu-waktu bersiaga supaya dirinya tidak terbunuh orang, jadi selalu pasti membawa obat luka-luka, kalau kau sudah punya maksud terhadap budak bodoh, kenapa tidak segera kau tolong mengobati dia?"

Coh Liu hiang tersenyum ujarnya "Tidak salah, sekarang dia selamanya takkan mungkin bisa unggul dari kau, tentunya kau masih memerlukan tenaganya."

"Maling Romantis ternyata memang dapat menyelami isi hati orang lain, disitulah letaknya kenapa banyak gadis-gadis rupawan sama jatuh hati kepadamu!"
Setitik Merah benar-benar menolong Ki Bu yong membubuhi obat pada pergelangan tangannya yang kutung, biasanya dia membunuh orang tanpa banyak membuang tenaga, namun hanya untuk mengerjakan tugas seringan ini dia malah merasa amat berat dan tersipu-sipu.

Ki Ping yan menghela napas, serunya "Eng siok hoa…. eng siok hoa…. tak nyana kembang yang begini elok dan indah ternyata adalah racun berbisa yang dapat menghilangkan daya ingatan manusia, tanpa disadari oleh manusia sedikit demi sedikit jiwanya dan sukmanya digerogotinya sampai binasa."

Setitik Merah segera menyambung "Aku sebaliknya tidak menduga bahwa dia sudi pergi mengikuti Ciok koan im"

"Kau anggap dia tidak punya liangsim?"

"Hm!"

"Jikalau kau, seumpamanya Ciok koan im akan membunuhmu, kaupun takkan sudi ikut dia, benar tidak?"

"Hm!"

"Orang seperti kau ini selamanya takkan bisa memahami dan menyelami karakter dan martabat Coh Liu hiang, tapi boleh aku memberi tahu kepadamu sesungguhnya, dalam dunia ini tiada orang yang bisa memaksanya untuk melakukan sesuatu yang dia sendiri tidak mau melakukannya."

Setitik Merah tidak bicara.

Berkata pula Ki Ping yan "Boleh juga aku jelaskan lebih jauh, kelihatannya ia amat sembarangan, tapi selama hidupnya belum pernah dia melakukan sesuatu yang membuat seseorang temannya malu atau dirugikan, bahwa kau bisa berkenalan dengan kawan seperti dia, boleh kau mengelus dada senang, bahwa kau punya rejeki, sebesar ini."

Tiba-tiba terdengar Ki Bu yong mengeluarkan rintihan, pelan-pelan dia siuman dari pingsannya. Diwaktu tak sadarkan diri raut mukanya menampilkan rasa derita yang luar biasa tapi begitu dia sadar raut mukanya seketika berubah dingin kaku, tanpa menunjukkan ekspresi wajahnya.

"Kau… kau masih kesakitan tidak?" tanya Setitik Merah.

Tak nyana sikap dan reaksi Ki Bu yong ternyata jauh lebih kaku dinginnya "Aku sakit atau tidak apa sangkut pautnya dengan kau? Menyingkirlah jauh sedikit!"
Sesaat lamanya Setitik Merah tertunduk diam akhirnya pelan-pelan dia menyingkir ke samping.

Dengan menahan sakit pelan-pelan Ki Bu yong merangkak berdiri, mendadak dilihatnya perban membalut kutungan tangannya, tiba-tiba dia menjerit beringas "Kaukah yang membalutnya?"

"Ya!" sahut Setitik Merah pendek.
"Siapa suruh kau bertingkah?"
"Tidak ada."

Tiba-tiba Ki Bu yong renggut kain perban itu lalu dicopotnya dengan cepat, lalu diapun bersihkan pula bubuk obat yang melekat pada luka-lukanya sampai bersih, bahwasanya luka-lukanya itu belum rapat, seketika darah bercucuran pula.

Walaupun kesakitan sampai kepalanya basah keringat dingin, namun mukanya bersikap dingin dan tawar, segera ia membanting perban putih itu katanya sambil mendelik kepada Setitik Merah "Urusanku sendiri, selamanya tidak perlu orang lain turut campur," habis berkata, tanpa memandang kepala Setitik Merah pula, dengan menahan sakit dia meronta keluar.

Ki Ping yan geleng-geleng kepala dan menghela napas, katanya "Perempuan sekeras dan setabah ini, jarang kulihat."

Sesaat berdiam diri, akhirnya Setitik Merah berkata "Dia baik sekali!"

"Baik sekali!" kembali Setitik Merah ulangi pujiannya.

"Bagaimana juga, apa yang kau lakukan adalah baik baginya, seumpama dia tidak sudi terima kebaikanmu tiada sepantasnya sikapnya begitu galak."

Setitik Merah pejamkan mata, selanjutnya dia tidak bicara lagi.

Ki Ping yan mengawasinya sebentar, akhirnya tertawa, batinnya "Jikalau kedua orang ini dapat menjadi jodoh, tentunya memangnya pasangan yang setimpal."

***

Tiada toilet, tiada lemari, tiada kelambu, juga tiada segala perabot antik atau pajangan yang mewah-mewah didalam kamar ini. Tapi keadaan kamar ini sudah cukup baik dan mungil, seumpama perempuan cantik yang dikaruniai Thian, jikalau dia merias diri berkelebihan, malah melunturkan kecantikan dan keagungannya.

Duduk di kamar ini, Coh Liu hiang merasa nyaman dan segar, selama hidup boleh dikata belum pernah dia berada dirumah senikmat ini, dalam hati diam-diam dia sedang berkeluh kesah.

Bagaimanapun juga Ciok koan im manusia yang satu ini memang bukan manusia sembarangan. Sekarang terpikir oleh Coh Liu hiang hanya ingin selekasnya melihat wajah asli Ciok koan im. Sekarang masih belum bisa ia bayangkan sebetulnya betapa cantik molek wajah perempuan aneh yang serba misteri ini. Akan tetapi sesudah dia berhadapan dan melihatnya, diapun sudah membayangkannya.

Kecantikan dan keelokan Ciok koan im, ternyata sukar dibayangkan oleh siapa saja yang pernah melihatnya, karena keelokannya, boleh dikata sudah mempengaruhi seluruh daya pikiran untuk membayangkannya.

Banyak pujangga menggunakan, bintang kejora, untuk melukiskan keelokan biji mata perempuan cantik, tapi sinar bintang masakah dapat dibandingkan sepasang sorot matanya yang bercahaya bening dan lembut.

Tak tahan Coh Liu hiang menghela napas panjang untuk melapangkan dadanya.

Ciok koan im tersenyum simpul, ujarnya "Bukankah kau selalu ingin bertemu muka dengan aku, kini kalau toh keinginanmu sudah terlaksana, mengapa kau menghela napas setelah melihat mukaku?" suara memang amat merdu menarik, kini setelah melihat raut mukanya lagi, mendengar tutur katanya, orang lebih terpesona dan semangat seolah-olah copot dari badan kasarnya.

"Aku menghela napas lantaran kuatir orang bisa menganggap aku membual."

Sekilas CIok koan im tertegun, lalu tanyanya tertawa "Membual?.. selamanya aku selalu bisa memahami setiap patah kata-kata orang lain, tapi omonganmu ini sungguh aku tidak paham."

"Kelak kalau ada orang bertanya kepadaku "Pernahkah kau melihat Ciok hujin?" sudah tentu kujawab sudah pernah, kalau orang itu bertanya lebih lanjut "Bagaimana bentuk muka Ciok Hujin?" tentunya aku tidak bisa menjawabnya," dia tertawa getir, lalu melanjutkan "Melihat aku mendadak kelakep, tentu orang itu anggap aku sedang membual, di luar tahunya bahwa kecantikan wajah Hujin, bahwasanya tiada seorang ahli tulis yang pandaipun yang mampu melukiskannya dengan kata-kata."

Ciok koan im tertawa manis, katanya "Selama hidupku tidak jarang aku mendengar kata-kata puji sanjung yang muluk-muluk tapi selamanya tak pernah ku dengar kata-kata yang betul-betul membuat hatiku riang."

Sudah tentu didalam kamar ini ada sebuah ranjang, lebar empuk dan nyaman.

Pelan-pelan CIok koan im duduk di pinggir ranjang dengan tenang tanpa banyak gerakan dia mengawasi Coh Liu hiang. Dia hanya duduk tenang dan diam saja, mengawasi dengan sorot matanya yang redup, tiada gerakan tidak menggunakan kata-kata pancingan, tapi ketenangan dirinya ini justru lebih besar daya tariknya dari gerak-gerik yang genit dan bujuk rayu yang menggiurkan.

Badannya mengenakan kain sari panjang yang tipis untuk menutupi seluruh badannya, hanya sepasang lengan tangan dan sepasang telapak kakinya saja yang menongol di luar. Tapi keadaannya ini jauh lebih menggerakkan sanubari setiap laki-laki yang melihat perempuan molek yang telanjang. Demikianlah keadaan Coh Liu hiang, tanpa berkedip matanya mendelong mengawasinya seperti orang linglung.

Ciok koan im tersenyum manis pula, katanya "Sudah sejak lama kau pernah mendengar namaku bukan?"
"Em..!" Coh Liu hiang menjawab dengan suara dalam tenggorokan.
"Tapi sampai sekarang, baru kau dapat melihat muka asliku."
"Em..!"
"Apa kau kecewa?"
"Apa Hujin melihat keadaanku seperti orang kecewa?"
"Kau tidak merasa aku terlalu tua?"
"Bagi perempuan, "Tua" memang merupakan musuh yang paling ditakuti, tapi agaknya Hujin sudah berhasil menundukkan musuhmu itu."

Ciok koan im tertawa-tawa, katanya pula. "Tahukah kau tempat apakah ini?"
"Kecuali kamar tidur Hujin, masalah ada tempat ini seperti ini di dunia ini?"
"Tahukan kau kenapa aku mengundangmu kemari?"

Kali ini Coh Liu hiang hanya manggut-manggut.

Kerlingan mata Ciok Koan im tiba-tiba jadi redup, katanya lembut "Kalau kau sudah tahu, kenapa tidak kemari dan lekas mulai?"

Dalam dunia ini tanggung takkan ada laki-laki yang kuasa menahan diri untuk melawan rayuan ini bukan? Akhirnya Coh Liu hiang sudah mendekap dan memeluknya kencang-kencang. Ternyata badannya selembut dan sehalus kaca yang bisa menari-nari di atas telapak tangannya yang mulai nakal. Sorot matanya seolah-olah ditaburi selaput kabut tebal, suaranya berbisik lembut dan mengasyikkan "Perduli bagaimana kejadian selanjutnya, dengan adanya kejadian malam ini, selamanya kau tidak akan menyesal."

"Selamanya aku memang tidak pernah menyesal, mendadak dia kerahkan sisa tenaganya dia angkat badan orang terus dilempar sejauh-jauhnya.

Maka badan Ciok koan im lantas melayang seperti daun melambai, mesti dilempar dengan keras, namun meluncur turun dengan enteng, Cuma air matanya berubah.
Bukan saja marah, diapun kaget dan heran selama hidupnya belum pernah dia mengalami mimpi seaneh dan sebrutal ini, tapi mimpipun tidak pernah terpikir olehnya bahwa Coh Liu hiang bakal melakukan ini, melemparkan dirinya.

Coh Liu hiang tertawa meringis mengawasi dirinya, katanya "Melihat sikapmu agaknya kau kira aku ini orang edan, ya toh?"

Sekilas itu cepat sekali Ciok koan im sudah pulih dalam sikap dan gayanya yang molek katanya tawar "Memangnya kau bukan orang edan?"

Coh Liu hiang tertawa besar katanya "Aku hanya gegetun, kenapa sekarang aku tidak punya tenaga untuk melemparmu lebih jauh."

"Masa kau tega?" ujar Ciok koan im lembut aleman. Dengan gemulai dia melangkah beberapa tindak lalu berdiri tegak pasang gaya kain sari laksana salju yang menutupi badannya itu pelan-pelan melorot ke bawah, maka terpampanglah sebentuk badan yang padat montok menggiurkan dengan kulit putih halus laksana gading.

Tiba-tiba napas Coh Liu hiang menjadi berat dan memburu, agaknya dia tidak mau percaya dalam dunia ini ada bentuk badan yang seelok dan menggiurkan seperti ini, pinggangnya yang ramping, dada yang montok dengan lekuk-lekuk badan yang jelas serta pahanya yang …."

Kulit badan yang segar halus hangat dan licin ini, kini sudah mendekapnya kencang-kencang seperti ulat membelitnya, sepasang bukit yang kenyal tahu-tahu sudah menindih dadanya, suara nan merdu sedang berbisik di pinggir telinganya "Kau adalah laki-laki sejati yang hebat dan berpengalaman, bukan?"

"Ehm..!"

Seperti sedang mengigau bisikan Ciok koan im "Tentunya kau sudah tahu, bahwa sekarang aku amat memerlukan kau, masakah kau tega menolak keinginanku?" Jari-jari Coh Liu hiang mulai nakal lagi, pelan-pelan merambat dan menggeremet dari atas punggungnya terus melorot turun, sekujur badan Ciok koan im mulai gemetar, tiada sesuatu peristiwa dalam dunia ini yang benar-benar dapat menyedot sukma jiwa seorang laki-laki lantaran adanya getaran badan yang wajar ini. Matanya memincing, kepalanya rebah di atas pundak Coh Liu hiang, katanya gemetar "Di sini sudah termasuk sorga, apalagi yang sedang kau tunggu?"

Coh Liu hiang menghela napas, mulutnya menggumam "Benar badan telanjang seorang perempuan molek, memang adalah sorga dunia bagi laki-laki…. cuma sayang letak sorga itu terlalu dekat dengan akherat." Mendadak jarinya mencubit pada tempat yang paling halus licin, paling empuk dan paling menarik di atas badannya, lalu sekeras-kerasnya pula dia dorong badan orang sampai rebah terlentang ke atas ranjang.

Ciok koan im rebah terlentang di atas ranjang di bawah sinar pelita yang redup, menyoroti seluruh kulit badannya yang putih laksana susu namun pada sela-sela tertentu masih juga meninggalkan bayangan-bayangan hitam yang tak terpandang oleh mata telanjang. Itulah bayangan yang menarik dan menyedot sukma, biasa membuat laki-laki gila dan kehausan.

Dia tetap menunggu, itulah gaya sedang menunggu, gaya mengundangmu untuk segera mencemplak naik ke punggung kuda. Tak nyana Coh Liu hiang mendadak meraih cangkir emas yang berada di ujung ranjang, diangkatnya tinggi, lalu pelan-pelan dituangnya arak yang berada dalam cangkir, arak merah dadu yang berada dalam cangkir segera mengalir turun laksana benang sutra, bercucuran di atas badannya, tepat di atas bayangan gelap itu sampai ke atas pusar dan dadanya.

Coh Liu hiang tertawa besar, katanya "Sekarang kau tentu lebih yakin bahwa aku ini benar-benar orang edan, benar tidak?"

Ciok koan im masih tetap rebah diam saja, tidak bergerak, dia diamkan saja arak itu membasahi badannya, mengalir melalui celah bukit di atas dadanya terus turun ke perutnya yang cekung dan datar, membasahi kasur. Akhirnya dia menarik napas panjang, katanya "Kau bukan edan, paling-paling kau ini seorang pikun yang tak tertolong lagi."

Coh Liu hiang tersenyum, ujarnya "Kau kira seorang laki-laki yang normal, selamanya takkan kuasa menolak keinginanmu ya?"

"Ya, selamanya takkan pernah terjadi."

"Jadi budak-budak didalam lembah itu, mungkin lantaran mereka terlalu normal."

Mendadak Ciok koan im bergegas duduk teriaknya "Apa katamu?"

"Jikalau aku tidak menolak keinginanmu, akupun bakal seperti mereka, menyapu pasir yang selamanya takkan bersih, sampai ajalnya tiba baru berhenti. Karena setiap kali kau melihat seorang laki-laki yang luar biasa, maka kau lantas ingin menundukkan dia, memilikinya akan kau peras supaya sukma dan raganya, dia persembahkan demi kepuasanmu, tetapi setelah laki-laki itu betul-betul sudah mencurahkan segala miliknya kepadamu, maka kau akan segera merasa bahwa semua laki-laki ini terlalu rendah dan tak berguna lagi, paling berharga mereka cuma cocok menjadi kacungmu untuk menyapu pasir belaka."

Ciok koan im menatapnya tajam, lama dan lama sekali tidak bersuara.

"Mungkin lantaran hatimu terlalu kosong dan kau terlalu kehausan, maka tak henti-hentinya kau mencari dan mencari terus tak pernah berhenti, ingin kau mencari laki-laki untuk mengisi kekosongan dan menghilangkan rasa hausmu itu, tapi selamanya kau takkan pernah mendapatkannya."

Mendadak Ciok koan im tertawa pula, katanya lembut "Mungkin laki-laki yang sedang kucari dan hendak kucari bukan lain adalah kau!"

"Sekarang mungkin kau masih merasa bahwa aku rada berbeda dengan laki-laki lain, tapi setelah aku dapat kau kuasai dan kau tundukkan, maka keadaanku takkan berbeda dengan mereka."

Ciok koan im tertawa manis dan berkata hangat "Masa terhadap dirimu sendiri kau tidak punya keyakinan?"

"Bukan aku tidak punya keyakinan, cuma aku tidak mau menyerempet bahaya ini."
Coh Liu hiang menggosok-gosok hidungnya katanya tertawa "mungkin aku merasa tiada perempuan dalam dunia ini yakin patut membuatku harus menyerempet bahaya demi dirinya."

"Bagaimana kalau Soh Yong yong?" tanya Ciok koan im.

Serasa tenggelam hati Coh Liu hiang, tapi lahirnya tetap bersikap wajar, katanya dengan tertawa tawar "Dalam pandanganku, mereka bukan perempuan, mereka tidak lebih sebagai sahabat baikku saja. Dan untuk sahabat karibnya sendiri, sering laki-laki suka menyerempet bahaya."

Sirna senyum manis yang menghias muka Ciok koan im, katanya dingin "Tapi kau tidak tahu, laki-laki yang menolak kehendakku apakah akibatnya?"

"Kecuali aku, masakah ada laki-laki lain yang pernah menolak kau?"

"Ada satu, beberapa tahun yang lalu pernah ada satu, sorot matanya menampilkan senyuman sadis, katanya menambahkan "Tahukah kau dengan cara apa aku menghukumnya?"

"Kau membunuhnya?"

"Membunuhnya? Masakah begitu gampang, aku menelanjanginya lalu kujemur diteriknya matahari, biar sinar surya yang panas itu membakar kulit mukanya, membuat picak sepasang matanya, lalu kusuruh dia menyurung gilingan seperti keledai, selamanya tak pernah kuberi kesempatan istirahat kepadanya….." sampai d isini dia terkekeh-kekeh, lalu menyambung "Tahukah kau akhirnya dia berubah menjadi apa?"

Maka terbayang dalam benak Coh Liu hiang akan keadaan Ciok Tho, katanya menghela napas "Aku tahu."

"Apa kaupun ingin berubah menjadi seperti itu?"

"Aku hanya tahu bahwa akhirnya dia tidak mati, belakangan malah dia berhasil meloloskan diri, akupun tahu mesti ia sekarang amat menderita dan sengsara hidupnya, tapi keadaannya akan jauh lebih baik dari pada budak-budak yang menyapu pasir itu."

Berubah rona muka Ciok koan im, katanya kertak gigi "Tapi kau… selamanya jangan harap bisa lari dari sini!."

"Aku masih tahu, terhadapku kau belum sampai putus asa, tentulah tidak akan menyiksaku demikian rupa."

Mendadak Ciok koan im meraih bantal terus ditimpukkan sekuatnya ke arah Coh Liu hiang, bentaknya "Enyah! Disaat aku belum berniat membunuhmu, lekas enyah dari sini."

Coh Liu hiang tersenyum sambil menjura, sahutnya "Aku patuh akan perintahmu." dengan tetap tersenyum dia melangkah keluar, didengarnya napas Ciok koan im di belakang sana masih ngos-ngosan.

Selangkah demi selangkah Coh Liu hiang kembali ke kamar asalnya. Maling Romantis yang Gingkangnya nomor satu di seluruh kolong langit, kini setiap langkah kakinya, seolah-olah harus mengerahkan seluruh kekuatan dirinya.
Dua orang gadis lain mengintil di belakang, jarak mereka cukup jauh, agaknya seperti kuatir bila mereka rada dekat, akan datang bencana menimpa dirinya.

Tiba-tiba Coh Liu hiang menghentikan langkahnya, katanya berpaling "Aku tak mampu berjalan lagi, sukakah nona memayangku kembali?"

Gadis itu mendelik, semprotnya "Tuh sudah hampir sampai tinggal menikung didepan sana, jarak cuma dua langkah memangnya kau tidak bisa jalan?"

"Masakah nona begitu tega, memangnya kau ingin aku merangkak balik kesana?"

Gadis yang lain segera menyela "Toa siauya kumohon kepadamu,jangan kau mencari kesulitan bagi kami, sudah dua jiwa berkorban secara konyol lantaran kau, seorang terkutung tangannya demi kau, masih kau belum puas?"

"Tapi sekarang…. aku hanya minta nona suka memayang aku…. kalau tidak, terpaksa aku mendeprok di sini saja."

Kedua gadis itu membanting kaki, keluhnya. "Kau ini memang bintang Iblis, perempuan yang berhadapan dengan kau pasti sebal atau celaka."

Ki Ping yan melihat kedua gadis ini memayang Coh Liu hiang masuk, keadaan Coh Liu hiang sudah kempas-kempis kehabisan tenaga, sungguh geli dongkol dan gemes pula hatinya.

Tak tertahan dia mengolok dingin "Agaknya kau amat membuang tenaga bagi Ciok hujin itu."

Coh Liu hiang menghela napas, ujarnya "Tak nyana daya pikiran dan rekaanmu begini subur, cuma sayang apa yang kau bayangkan salah sama sekali…" belum habis dia bicara kedua sikutnya tiba-tiba disodokkan kedua samping, tapi mengeluarkan jeritan kedua gadis yang memayang itu seketika roboh terkulai.

Coh Liu hiang menghela naps pula, katanya "Sungguh harus dimaafkan, bukan Cayhe ingin membalas kebaikan dengan perbuatan tercela, tapi demi melarikan diri, ya tiada jalan lain."

Setitik Merah dan Ki Ping yan sama melotot saking terkejut. "Kau…." teriak Ki Ping yan tertahan "Dari mana kau mendapatkan tenagamu?"

"Agaknya seperti sejak pembawaan." sahut Coh Liu hiang tertawa.

"Tapi… tapi bau wangi yang memabukkan itu…."

"Kau kira akupun seperti kalian berdua terbius dan mampus oleh bau wangi kembang candu itu?"

Ki Ping yan melengak, katanya tertawa meringis "Benar, tentunya kau memang pura-pura kalau tidak masakah kau bisa jatuh semaput lebih dulu dari kami, kau siuman lebih akhir dari kami pula? Tapi sebelum Ciok koan im belum kembali, kenapa tidak lekas kau melarikan diri?"

"Waktu itu aku masih ingin bertemu dan berhadapan sama dia, mulutnya berkata sewajarnya, tapi Ki Ping yan cukup tahu, bahwa waktu itu dia tidak mau tinggal pergi, karena dia kuatir setelah dirinya tidak lari seorang diri, jiwa mereka berdua yang bakal celaka.

Berkata pula Coh Liu hiang "Sekarang aku sudah bikin Ciok koan im itu marah-marah hampir gila dalam satu atau setengah jam takkan keluar ke sini, kalau kita hendak pergi, sekaranglah saatnya yang paling baik."

"Tapi kami masih belum punya tenaga, mungkin tak kuat berjalan jauh."

Coh Liu hiang tidak segera menjawab, dia lucuti kain ikat pinggang dua gadis itu lalu berkata dengan suara berat "Terlebih dulu kau gendong Ang heng di punggungmu, diikat kencang dengan kain ini lalu ku gendong kau, tenaga untuk berdiri saja tentunya kau masih kuat bukan?"

****

Itulah sebuah rumah yang dibangun dari sebuah batu, sejalur sumber angin tengah mengarah keluar melalui sumber air diatas dinding batu, dua orang gadis yang telanjang, sedang mandi di bawah pancuran air sumber ini.

Wajah mereka tidak terhitung cantik tapi badan yang kekar dan montok berisi dengan dua bukit halus yang kenyal dan menjulang masih asli mengandung daya tarik yang membangkitkan napsu air dengan cekikikan.

Sekonyong-konyong, tiga orang menerjang keluar bersama, ketiga orang ini ternyata bertumpuk, seperti karung-karung yang distapel tinggi, keadaan mereka mirip benar dengan orang sedang main akrobatik.

Keruan kedua gadis seketika kaget melongo dan terbelalak matanya, suara cekikikan mereka seketika sirap, salah satu diantaranya lekas berjongkok dengan kedua tangan berusaha menutupi dadanya, seorang yang lain tersipu-sipu meraih pakaian.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar