BAGIAN 05: OEY YOK SU
MARI kita tinggalkan Auwyang
Hong, kita menengok kekampung Bu-sai yang terletak didaerah Kanglam. Kampung
itu merupakan perkampungan yang tenang, tenteram, dimana para penduduknya hidup
dengan bercocok tanam.
Sudah sering dikemukakan
terkenalnya akan keindahan alam di Kanglam, gadis-gadis Kanglam terkenal akan
kelembutannya. Tetapi diperkampungan itu, tidak terlihat gadis-gadis, hanya
terdiri dari orang-orang tua dan lelaki bertubuh tegap, karena mereka umumnya
jika memiliki puteri, selalu diberikan kepada orang. Untuk suatu keluarga di
Kampung itu, mereka hanya menghargai jika isteri-nya melahirkan seorang anak
lelaki. Tidak mengherankan jika diperkampungan tersebut tidak ada gadis-gadis
muda belia, karena mereka umumnya diberikan kepada penduduk dikota-kota yang
membutuhkan anak wanita.
Dalam sebuah keluarga Oey,
terdapat suatu kelainan dari keadaan penduduk lainnya, karena keluarga ini
memiliki dua orang puteri dan seorang putera. Ketiga anaknya itu dibesarkan
tanpa dibeda-bedakan oleh Oey Han, sang ayah. Bahkan puteri-puterinya telah
diberi pelajaran menyulam, sedangkan Oey Yok Su, sang putera, telah diajarkan
bagaimana melukuh tanah, mengolah danrt memelihara padi-padi yang harus
ditanam, sehingga memperoleh panen yang baik.
Oey Yok Su merupakan seorang
anak lelaki berusia dua belas tahun yang memiliki sifat pendiam, jarang sekali
dia bicara jika tidak perlu benar. Disamging,itu sifatnya juga keras sekali,
jika dia sudah tidak menghendaki sesuatu, walaupun dipaksakan dia tidak pernah
mau menerimanya. Oey Han sebagai seorang ayah yang baik, telah mengenal watak
anaknya yang seorang ini dan mengatur serta mendidiknya dengan kelembutan.
Pagi itu seperti biasa Oey Yok
Su ikut ayahnya pergi keladang mereka, untuk melukuh tanah, dan menyebarkan
bibit padi yang baik, dimana mereka telah memilihnya bibit unggul sebagai
tanaman mereka.
Rajin sekali anak lelaki itu
membantu ayahnya, jarang dia berhenti bekerja, jika ayahnya yang tidak meminta
agar Oey Yok Su beristirahat.
Sedang ayah dan anak itu
sibuk, diladang mereka, tiba-tiba dipematang sawah mereka lewat seorang
niekouw, pendeta wanita, yang membawa hudtim (kebutan untuk pendeta) ditangan
kanannya.
„Orang she Oey !"
tiba-tiba niekouw itu telah memanggil dengan suara yang nyaring.
Oey Han heran, dia menoleh dan
bertanya:
„Sienie memanggil aku ?"
tanyanya.
„Ya, kemari kau...!" .
Oey Han mengangguk ragu, dia
menghampiri dengan mata memandang bertanya-tanya. Dia tjdak mengerti apa maksud
niekouw itu memanggilnya.
„Ada apa, Sienie ?" tanya
Oey Han akhirnya sambil mendekati niekouw itu.
„Aku ingin bertanya, apakah
engkau yang memiliki dua orang puteri ?" tanya niekouw itu.
Oey Han tambah heran,
sedangkan Oey Yok Su hanya berdiri dikejauhan memandang tidak mengerti, mengapa
niekouw itu mengetahui she ayahnya.
„Benar....... ada sangkutan
apakah dengan Sienie ?" tanya Oey Han.
„Penduduk kampung ini umumnya
tidak, mau memelihara anak perempuan", kata niekouw tersebut. „Dan hanya
engkau yang memelihara terus kedua puterimu. Itulah suatu kelainan yang
menyolok sekali. Bisakah kau menjelaskan dengan alasan apa engkau memelihara
terus kedua puterimu itu. ?"
„Aku menyayangi mereka,
sebagai seorang ayah aku tidak tega jika mereka diberikan kepada orang
lain.......!".
„Bagus..... ! Tetapi aku
justru hendak meminta kedua puterimu itu !"
Oey Han terkejut.
„Siapakah Sienie ?"
tanyanyn.
„Aku Tok Han Sienie..,!".
„Hemm......., sesungguhnya aku
tidak kenal dengan Sienie, tetapi Sienie telah mengetahui aku she Oey! Dari
manakah Sienie mengetahuinya?"
„Aku mendengar dari penduduk
kampung ini.......!" menyahuti niekouw itu.
„Maafkan Sienie, aku tidak
bisa menuruti dan mengabulkan permintaanmu ...... biarlah kedua puteriku itu
kurawat terus......!" kata Oey Han.
„Aku sudah mengatakan, aku
senang sekali kepada kedua puterimu itu....apakah engkau tidak merasa kasihan
jika kedua anak yang manis itu hanya bisa menyulam belaka......? Bukankah lebih
baik diberikan kepadaku, sehingga mereka akan kudidik berbagai ilmu ?".
„Tidak bisa Sienie.......kami
sudah tidak mungkin berpisah.......!"
Niekouw..itu tertawa-sinis.
„Jadi engkau menolak
permintaanku ?" tanya niekouw itu.
„Ya .........!"
„Jika engkau menolak, berarti
aku harus mengambilnya dengan kekerasan...!"
Mata Oey Han jadi berobah bersinar
terang, hatinya mendongkol sekali. .
„Sienie, aku menghormatimu
sebagai seorang pendeta suci yang tentunya tidak akan melakukan hal2 yang tidak
pantas........" kata Oey Han.
„Aku memang tidak akan
melakukan hal-hal yang tidak pantas, tetapi justru aku hendak mendidik kedua
orang puterimu itu......"
„Tidak sienie, aku tidak
bersedia mengabulkan permintaanmu...!" kata Oey Han.
„Baiklah jika memang
begitu...!" dan setelah berkata begitu, niekouw ini- mengibaskan
hudtimirya, „Wutt.......!" bulu hudtim itu menghantam dada Oey Han,
menyebabkan lelaki ini terhuyung mundur dan memuntahkan darah-sebagai Niekouw
itu, Tok Han Sienie telah tersenyum mengejek.
„Sekali lagi engkau mengatakan
tidak bisa mengabulkan permintaanku, dan sekali saja aku mengibaskan hudtimku
ini, maka disaat itu jiwamu akan melayang tidak terampuni lagi...!" kata
niekouw itu.
Muka Oey Han jadi pucat pasi,
sedangkan Oey Yok Su jadi terkejut melihat peristiwa yang menimpah ayahnya,
dia, menghampiri ayahnya sambil memegangi kedua tangan orang tuanya, dia
berkata : „Kenapa kau ayah ?".
„Niekouw itu.... niekouw
itu....! jahat sekali..... dia telah melukai aku...!" menjelaskan Oey Han.
„Hei pendeta yang tidak tahu
aturanI !" bentak Oey Yok Su berani sekali.
„Mengapa engkau melukai ayahku
?"
„Engkau anak yang masih bau
kencur, lebih baik engkau tidak mencampuri- urusan ini........'' kata niekouw
itu.
Tetapi Oey Yok Su memang
memiliki adat yang keras, semakin niekouw itu memperlihat kan sikap yang sinis
dan kurang ajar, Oey Yok Su semakin keras pula bertanya : „Tetapi engkau tidak
mengenal aturan, ayahku yang tidak bersalah apa-apa telah engkau lukai seenakmu
saja.,,,,..!" dan setelah berkata begitu, Oey Yok Su tahu-tahu menyeruduk
dengan kepalanya akan menyeruduk perut niekouw tersebut.
Tetapi niekouw itu tertawa
dingin, dia telah mengelakkan diri kesamping, dan waktu tubuh Oey Yak Su
nyelonong terus, dia menepuk perlahan pundak anak itu, tidak ampun lagi Oey Yak
Su terpental dan terjerambab mencium tanah, jatuh dipengempang air ditanah yang
menyerupai lumpur. Waktu anak itu bangkit kembali, seluruh tubuhnya telah kotor
tidak keruan oleh lumpur sawah itu.
Tetapi Oey Yok Su sudah tidak
memperdulikan keadaan dirinya, dia telah mengeluarkan teriakan marah dan
menghampiri lagi Tok Han Sienie, dengan cepat dia mengayunkan kepalan tangan
kanannya yang kecil untuk memukul nie-kouw itu.
Tetapi niekouw tersebut mana
mau membiarkan tubuhnya kena dipukul tangan Oey Yok Su yang berlumuran tanah
sawah yang kotor itu ? Dengan cepat niekouw itu telah mengelakkan dirinya
kesamping.
Oey Yok Su yang menduga bahwa
pukulan tangannya itu tidak mungkin bisa mengenai sasarannya, dia menubruk dan
tahu-tahu telah memeluk pinggang niekouw itu.
Niekouw tersebut jadi
mengeluarkan seruan keras, karena terkejut, dia mengangkat tangan kanannya,
lalu mencengkeram lengan kanan Oey Yok Su.
„Jika engkau tidak mau
melepaskan pelukanmu, biarlah aku akan melemparkan engkau, kubanting sampai
menemui ajalmu.......!" ancam niekouw itu dengan suara yang tajam.
Tetapi Oey Yok Su tidak
memperdulikan, dia memeluk semakin keras, bahkan tahu-tahu mulutnya telah
terpentang, dia menggigit perut niekouw itu.
Keruan saja.siniekouw jadi
kesakitan, dia memukul pundak anak itu.
Tetapi Oey Yok Su tidak
memperdulikan perasaan sakit dipundaknya itu. Dia menggigit tambah keras,
tidak-mau melepaskannya.
Niekouw itu jadi kelabakan,
karena semakin lama perasaan sakit itu terasa sampai menusuk hatinya.
„Anak setan kau...!"
bentak niekouw itu, „engkau rupanya sudah bosan hidup...!" dan niekouw itu
telah menggerakkan hudtimnya ingin menghajar kepala Oey Yok Su. Jika hudtim itu
mengenai kepala Oey Yok So, tentu anak itu akan terbinasa, atau
setidak-tidaknya akan gegar otak, karena serangan hudtim itu disertai tenaga
sinkang yang tinggi dan kuat.
Tetapi belum lagi hudtim itu
mengenai kepala Oey Yok Su, tiba-tiba terdengar suara orang berkata lembut :
„Jangan mencelakai anak itu..."
Siniekouw jadi menahan
meluncurnya Hudtim ditangannya, dia telah menoleh, dilihatnya seorang lelaki
setengah baya tengah berdiri didekatnya. Entah sejak kapan orang itu berada
ditempat itu, tidak diketahui oleh siniekouw.
Rambut orang itu terurai tidak
terurus, tampaknya kotor sekali, dan pakaiannya juga agak aneh, dia memakai
baju berkembang-kembang, tetapi potongannya tidak keruan macam.
„Engkau...?" niekouw itu
bertanya agak terkejut.
„Ya, aku situa dari
pegunungan...... menyahuti orang tua itu.
„Engkau...engkau si tua dari
pegunungan ?" tanya niekouw itu dengan suara yang mengandung porasaan
terkejut.
„Tidak salah........ampuni
anak itu.......!''
„Tetapi...... dia masih
menggigitku terus....!'' kata niekouw itu.
„Anak yang baik, lepaskan
gigitanmu...!" kata orang tua dari pegunungan itu dengan suara yang
lembut.
Oey Yok Su melepaskan
gigitannya, sedangkan siniekouw telah cepat-cepat, melompat mundur.
„Mengapa engkau mencampuri
urusanku ?" tanya niekouw itu.
„Tok Han Sienie, engkau
meminta anak orang, lalu sang ayah tidak mengijinkan, mengapa engkau memaksanya
terus, bahkan melukai sang ayah itu ? Apakah caramu ini menurut aturan Kang-ouw
?''
Ditanya begitu, Tok Han Sienie
telah berobah mukanya mejadi merah. jeri untuk berurusan deagan kau...!".
„Akupun tidak mengatakan
engkau jeri berurusan denganku,, hanya aku ingin meminta ke-padamu agar engkau
tidak tertalu mendesak orang she Oey itu......"
„Hemm....., Kim Ie Seng,
engkau rupanya mengandalkan namamu yang menggetarkan rimba persilatan untuk
menggertak aku? Jika engkau ingin membela mereka, majulah, aku tidak gentar
menghadapimu......"
Dan setelah berkata begitu,
tampak Tok Han Sienie telah mempersiapkan hudtimnya dengan sikap bersiap sedia
untuk menerima serangan.
Orang tua dari pegunungan Kim
le Seng telah tertawa.
„Apakah hanya soal sekecil ini
engkau ingin bertempur denganku ?" tanyanya.
„Ya, majulah! Aku tetap ingin
meminta kedua orang anak perempuan orang she Oey itu, aku bermaksud mendidik
mereka, mengambilnya menjadi muridku ...... mereka memiliki bakat yang baik
sekali ! Jika engkau bisa merubuhkan aku, akan kubatalkan maksudku itu, tetapi
jika engkau tidak berhasil merubuhkan aku, hemm...., hemm...., sejak saat itu
engkau jangan mengganggu aku lagi..........!"
Kim Ie Seng tertawa
bergelak-gelak dengan suara yang nyaring, lalu dia berkata dengan suara yang
dingin :
„Jika engkau bisa bertempur
denganku lebih dari sepuluh jurus, hitung-hitung aku yang telah kalah !"
kata Kim le Seng kemudian.
Mendengar perkataan Kim le
Seng seperti itu, tampak muka Tok Han Sienie berobah tidak senang:
„Engkau jangan terlalu takbur
dan sombong, Kim Ie Seng, walaupun belum tentu aku bisa merubuhkan dirimu,
tetapi engkaupun tidak mungkin bisa merubuhkan diriku...!" dan selesai
berkata, tahu-tahu niekouw itu telah menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat
menerjang, sambil mengayunkan Hudtimnya. „Terimalah seranganku.......!"
Tetapi kebutan Hudtimnya yang
mengincer kepala Kim le Seng itu tidak berhasil mengenai sasaran, karena dengan
gerakan perlahan, tetapi gesit, tampak. Kim le Seng berhasil me-, n;lelakkan
diri.
„Sudah, satu jurus! Jika
sampai tiga jurus engkau tidak bisa merubuhkan diriku, disaat itu aku baru akan
menyerangmu........!"
„Ya ....., ini jurus kedua
!" bentak Tok Han Sienie sambil menggerakkan tangan kanannya menggerakkan
hudtimnya untuk menyerang bagian dada, sedangkan tangan kirinya meluncur akan
menepuk kepala Kim le Seng.
Tetapi Kim le Seng dengan
gerakan "Lee le Ta Tong" atau "Ikan Gabus Meletik."
tahu-tahu tubuhnya, telah melompat ketengah udara, dan sambil melompat dia
mengulurkan tangannya untuk merebut Hudtim niekouw itu.
Cepat-cepat Tok Han Sienie
menarik pulang hudtimnya, dia berkelit kesamping, lalu membarengi lagi untuk
melancarkan serangan dengan tangan kirinya memukul kearah tulang selangka
(piepe) dibahu Kim le Seng. „Inilah jurus yang ketiga...!" kata Kim le
Seng. „Dan engkau bersiap-siaplah, karena aku akan segera melancarkan serangan,
aku jamin, sebelum sepuluh jurus, engkau sudah dapat kurubuhkan.......!"
dan selesai berkata, Kim le Seng tidak berdiam diri tangan kanannya digerakkan
untuk merampas Hudtim niekouw itu, sedangkan tangan kirinya mendorong dengan
kuat sekali, dorongan yang bisa menghancurkan batu.
Niekouw itu jadi terkejut dan
cepat-cepat berkelit. Tetapi tangan kiri Kim le Seng seperti meluncur terus
menerjang kedada siniekouw.
Niekouw itu melompat sekali
lagi, dan kesempatan itu telah dipergunakan oleh Kim Ie Seng, sambil
mengeluarkan bentakan : „Lepas.....!" tangan kanannya berhasil mencekal
bulu Hudtim pendeta itu.
Siniekouw terkesiap hatinya,
dia berusaha menariknya, tetapi bulu Hudtimnya tidak terlepas dari cekalan
tangan Kim Ie Seng.
„Lepas......!" kembali
Kim le Seng membentak sambil menambah tenaga sinkangnya yang disalurkan,
ketangan kanannya: Namun Tok Han Sienie juga telah mempergunakan sinkangnya
untuk bertahan, maka yang menjadi korban adalah hudtim itu, bulu-bulunya telah
terlepas dari kayunya. Jika Kim Ie Seng mendapat bulu-bulu Hudtim itu,
sedangkan Tok Han Sienie tetap memegang gagangnya.
Muka Tok Han Sienie jadi
berobah merah padam karena gusar. Dengan mengeluarkan suara erangan yang keras
sekali dia telah membentak sambil menerjang, tangas kanannya dipakai menotok
mempergunakan ujung kayu gagang hudtim yang telah rusak, seuangkan tangan
kirinya menepuk akan menghancurkan kepala lawannya.
Secepat kilat Kim Ie Seng
mengelakkan serangan tersebut dan telah melompat mundur. Dia membuang bulu-bulu
hudtim yang ditangannja itu kepinggiran pematang sawah,lalu dia menyentil
gagang hudtim yang menyambar akan menotok jalan darah Siu-ling-hiatnya,
kemudian diapun memiringkan tubuhnya dengan menekuk kaki kanannya, mengelakkan
kepalanya dari tepukan tangan kiri, siniekouw yang mengandung tenaga sinkang
cukup kuat.
Waktu itu Tok Han Sienie
menjadi kalap disebabkan kemarahan yang meluap, dia telah menyerang lagi
sekaligus dengan kedua tangannja.
Tetapi kim le Seng telah
menangkis dengan kedua tangannya. Benturan dua pasang tangan itu mengeluarkan
suara yang cukup keras dan keduanya telah mengerahkan tenaga sinkang
masing-masing, maka disaat itulah tubuhnya siniekouw telah terhuyung-huyung,
rupanya tenaga yang dilancarkan oleh niekouw itu kalah kuat dibandingkan tenaga
dalam Kim Ie Seng.
Dengan muka merah padam karena
gusar, tampak siniekouw telah berkata mengandung dendam : „Baik, kali ini aku
tidak bisa merubuhkan dirimu, namun suatu saat nanti aku akan mencarimu........!"
dan setelah berkata begitu Tok Han Sienie memutar- tubuhnya untuk berlalu.
Kim Ie Seng menghela napas.
„Niekouw yang
jahat.......!" menggerutu orang she Kim itu. Dia merogoh sakunya
mengeluarkan pil berwarna coklat, dia bilang: „Telanlah obat ini dan kau
beristirahat......!"
Oey Han telah menerima pil itu
sambil mengucapkan terima kasih.
Waktu itu Kim Ie Seng telah
berlalu.
Tetapi berjalan beberapa
langkah, Oey Yok Su telah memanggilnya : „Paman.....!"
Kim Ie Seng menahan langkah
kakinya, dia menoleh, lalu tanyanya : „Ada apa, engko kecil ?"
„Terima kasih atas bantuan
yang diberikan paman .......... " kata Oey Yok Su sambil menjura.
„Engkau tidak perlu berkata
begitu, niekouw itu memang jahat ......... untung saja dia telah dapat kuusir
pergi.......!" kata Kim le Seng.
„Maukah paman singgah dirumah
kami ?" tanya Oey Yok Su.
„Heh ?" siorang she Kim
telah memandang tersenyum kepada Oey Yok Su yang diawasinya sekian lama,
akhirnya dia baru berkata : „Baik....! Baik.....! Ada baiknya juga aku singgah
dirumahmu.......!"
Oey Yok Su dan ayahnya girang,
mereka segera menuju kerumah.
Oey Han perintahkan isterinya
memotong ayam dan menghidangkan kepada tamu yang menjadi tuan penolong mereka.
Sedangkan kedua anak perempuan Oey Han telah mengucapkan terima kasih mereka.
„Oey-heng (saudara Oey),
sebetulnya engkau sangat bahagia sekali, memiliki anak perempuan yang
manis-manis dan juga memiliki seorang putera seperti Su-jie, dia -memilki bakat
yang baik untuk mempelajari ilmu silat........."
„Benar apa yang dikatakan oleh
Inkong (tuan penolong), memang Su-jie selalu ribut ingin belajar ilmu silat.
Tetapi siapa yang akan menjadi gurunya, tidak ada seorang guru silat" yang
kukenal ! Dan jika belajar silat dikota, tentu memerlukan uang sangat banyak!"
„Jika memang 0ey-heng tidak
keberatan, aku bersedia mendidiknya menjadi muridku !" kata Kim Ie Seng.
Muka ......... Oey Han berobah
girang, lalu dia berkata : „Terima kasih Inkong, alangkah bersyukurnya kami,
telah bisa menerima bantuan dan pertolongan Inkong.......!" dan setelah
berkata begitu, Oey I4Han memanggil Yok Su, diperintahkan untuk memberi hormat
kepada gurunya.
Disaat itu juga disiapkan dua
batang Iilin dan upacara pengangkatan guru dan murid telah dilakukan.
Oey Yok Su girang bukan main,
apa lagi Kim le Seng telah mengatakan besok dia akan mengajaknya untuk
berkelana. Oey Han naengi jinkan......... karena dia memang hendak mendidik
,anaknya itu agar menjadi seorang anak yang tegap dan kuat."
Keesokan harinya, Kim Ie Seng
telah pamitan, dia membawa Oey Yok Su.
Perpisahan yang mengharukan
bercampur girang itu telah menitikkan air mata pada keluarga Oey. Tetapi
kepergian Oey Yok Su malah untuk kebaikan anak itu juga, agar kelak dia
memiliki kepanuatan yang tinggi.
Oey Yok Su mengikuti gurunya
berkelana dari kota yang satu kekota yang Iainnya, dan juga telah mempelajari
ilmu silat dari Kim Ie Song.
Teta waktu pagi itu mereka
berada dikaki gunung Bin San, telah terjadi urusan yang mereka terlibat
persoala:n tersebut.
Waktu itu ada tiga orang yang
mengha-dang perjalanan mereka, semuanya memiliki muka yang bengis, dengan muka
yang berewokan dan mata yang memandang ta jam bengis. Kim le Seng telah menegur
: „Apa maksud kalian menghadang kami ?"
„Serahkan seluruh
barang-barang kalian, siapa yang mempergunakan jalan ini harus membayar pajak
!" kata salah seorang diantara ketiga penghadang itu.
Kim Ie Seng jadi gusar. Jadi
ketiga orang ini adalah Ouwpak (perampok) yang bekerja untuk membegal setiap
orang yang lewat' ditempat ini. „Siapa kalian ?" tanya Kim le Seng sambil
menahan kemarahan hatinya.
„Kami Bin-San Sam Ciat (Tiga
Penjahat dari Bin san) ........ cepat serahkan barang-barang kalian !"
sahut salah seorang diantara mereka.
Kim Ie Seng jadi terkejut
juga, Bin San Sam Ciat terkenat akan keganasannya dan memiliki kepandaian yang
tinggi. Mereka merupakan perampok-perampok yang sangat ditakuti oleh para
piauwsu.
Waktu itu, tampak Kim Ie Seng
tetap berdiri tenang-tenang ditempatnya, tetapi keadaan demikian bukan berarti.
Kim le Seng tidak memandang ketiga penjahat itu, hanya karena dia memang tengah
menindih perasaan gentarnya, karena dia telah banyak mendengar perihal
keganasan ketiga orang perampok ini disamping kepandaian ilmu silat goloknya
yang sangat tinggi sekali.
Oey Yok Su jadi ngeri melihat
golok yang berkilauan itu, sedangkan Kim Ie Seng telah perintahkan muridnya
agar menyingkir kesamping.
Tetapi karena telah terlanjur
dihadang, maka Kim le Seng bermaksud untuk menguji kepandaian ketiga orang
perampok itu.
„Baiklah, aku Kim Ie Seng
seorang yang miskin melarat tidak memiliki harta-benda apapun ! Hanya kedua
kepalan tangan ini yang bisa kuberikan kepada kalian.........!"
Muka ketiga perampok Bin San
itu jadi berobah merah mendengar ucapan itu.
„Jika kami mengambil tindakan
kekerasan jangan mempersalahkan kami !" bentak salah seorang dari mereka.
„Kau termasuk manusia tidak mengenal mampus........!"
Dengan bersuara 'Sringg.....,
sringg....., sring..... ketiganya telah mencabut golok mereka masing-masing,
dan langsung mereka menyerang Kim Ie Seng.
Cepat Kim le Seng telah
mengeluarkan suara seruan, waktu golok lawannya yang sebelah kanan meluncur
datang, dia mengelakkan diri dengan memiringkan tubuhnya kekanan, dan
membarengi dengan itu dia mengulurkan tangan kanannya menjambret salah seorang
lawannya, sekali raja dia menariknya, seketika itu juga tubuh orang itu
terjerunuk hampir jatuh.
Untung saja orang itu keburu
menyalurkan lwekangnya, dikedua kakinya, sehingga dia berhasil mengendalikan
tubuhnya tidak sampai terjungkel.
Sedangkan kedua kawannya jadi,
terkejut bercampur gusar, mereka telah mengeluarkan suara serangan dan
melancarkan serangan serentak.
Memang Kim le Seng bisa
mengelakkan bacokan yang seorang, tetapi lawannya yang satunya lagi telah
berhasil menyontek dengan goloknya, sehingga lengan Kim le Seng terluka
mengucurkan darah dan tubuhnya menjadi terhuyung-huyung, sedangkan tangan
kirinya memegangi lengan kanannya yang'telah berlumuran darah.
Disaat itu, tampak salah
seorang Bin San Sam Ciat telah menyerang pula dengan goloknya, menyimpang dari
kiri kekanan, merupakan suatu tabasan kearah perut Kim le Seng yang bisa
mematikan. . .
Kim Ie Seng terkejut melibat
menyambarnya serangan tersebut, dia bermaksud mengelakkan diri, tetapi sudah
tidak keburu. Hati Kim le Seng jadi mencelos, mati-matian dia menjejakkan
kakinya melompat mundur, justru begitu dia mundur, lawannya yang seorang lagi
telah membacok dari atas kepala turun kebawah.
„Habislah aku kali
ini...!" mengeluh Kim le Seng. Golok lawannya menyambar terus dengan
deras, hanya terpisah- beberapa dim lagi dari kepalanya.
Tetapi dalam keadaan yang
genting seperti itu, telah berkelebat sesosok bayangan dengan gerakan yang
sangat cepat sekali.
Tiba-tiba terdengar kedua
orang dari Bin San Sam Ciat itu men jerit keras, tubuh mereka terpental dan
ambruk ditanah -dengan keras.
Mereka tidak bisa bangun pula,
karena jiwariya telah melayang.
Dihadapan mereka berdiri
seorang lelaki berusia lanjut, dengan pakaian yang hijau dan muka yang dingin
tidak memperlihatkan perasaan apapun juga.
Bin San Sam Ciat yang seorang
lagi telah mengeluarkan suara seruan kaget dan -dia memandang dengan mata
gentar kepada orang yang baru muncul ini. -Kim le Seng juga telah mengaluarkau
seruan tertahan.
„Tocu Tho Hoa To !"
berseru Kim Ie Seng . dengan suara perlahan.
„Hemm...!" mendengus
lelaki tua berpakaian hijau itu dengan sorot mata yang sangat tajam. Disaat itu
dia telah memutar tubuhnya. dan memandang bengis kepada Bin San Sam Ciat yang
seorang itu.
„Engkau harus mati
juga.......!" 'suaranya dingin, dingin sinar matanya.
Bin San Sam Ciat yang seorang
itu gemetaran kedua kakinya.
„Ampunilah aku.........!"
kata Sam Ciat yang seorang ini, karena dia melihat kedua orang saudaranya telah
terbinasa dengan hanya sekali serang saja.
„Hemm, ampunimu ?" tanya
tocu (pemilik) pulau Tho Hoa To dengan suara yang dingin. „Mudah..... ! Mudah
sekali........! Asal engkau mau menabas batang lehermu sendiri ! Aku
menghadiahkan kematian yang paling enak untukmu !"
Muka Bin San Sam Ciat yang
seorang itu jadi tampak pucat, dia telah berkata dengan suara yang mengandung
kemarahan bercampur takut : „Kau..... kami...... tidak bermusuhan denganmu,
mengapa kau usil membinasakan kedua saudaraku ?"
„Hemm......., orang itu juga
tidak bermusuhan dengan kalian, tetapi kalian bermaksud untuk membinasakannya,
bukan ?"
Disanggapi begitu, muka Sam
Ciat yang seorang itu tambah pucat, tubuhnya menggigil.
Dengan muka yang angker Tocu
dari To Hoa To telah berkata dengan suara yang dingin: „Apakah engkau tidak mau
membunuh diri sendiri?"
Bin San Sam Ciat itu tambah
ketakutan, dia serba salah.
„Baiklah, aku
mengampunimu.........!" kata Tocu Tho Hoa To itu.
Dan sambil berkata begitu,
tangan kanannya mengibas, Sam Ciat yang tinggal seorang itu menduga lawannya
ingin menyerang dia dengan kibasan lengan bajunya, maka dia bermaksud untuk
menangkis mempergunakan goloknya.
Tetapi begitu goloknya
diangkat, justru tangan Tocu Tho Hoa To telah menyambar kedadanya.
„Dukk.......!" perlahan
suara serangan itu mengenai sasarannya, tetapi hebat kesudahannya. Tulang dada
dari Sam Ciat yang seorang itu telah melesak dan pada patah, tubuhnya telah
terpental, ambruk ditanah tidak bernapas lagi, itulah pengampunan dari Tocu Tho
Hoa To yang mengampuninya untuk mati dengan segera tanpa siksaan lagi.
Kim Ie Seng jadi girang
melihat datangnya penolong ini, tetapi belum lagi Kim le Seng sempat
cnengucapkan terima kasihnya, disaat itu tampak Tocu Tho Hoa To telah
membalikkan tubuhnya, memandang dingin kepada Kim Ie Seng.
„Tabas putus lengan kananmu
!" perintahnya.
Darah Kim le. Seng jadi
tersirap kaget, dia telah berkata gugup : „Kau...kau...!".
„Atau engkau menghendaki
pengampunan seperti dia itu ?" tanya Tocu Tho Hoa To menunjuk kearah
ketiga mayat Sam Ciat.
Muka Kim le Seng jadi tambah pucat,
akhirynya dia mengambil golok dari salah seorang mayat Sam Ciat itu, tanpa
men-gucapkan katai-kata apapun juga dia telah menabas putus lengan kanannya
sendiri. Dengan meringis menahan sakit Kim le Seng telah berkata : „Terima
kasih atas pengampunan Tocu kepadaku..........!" dan setelah berkata
begitu, dia meringis sebentar menahan sakit, lalu dia berkata lagi : „Dan
sekarang kami ingin pamit.........! ".
„Ya, kau pergilah, tinggalkan
anak itu untukku !" kata Tocu dari Tho Hoa To itu.
„Ap........apa ?" tanya
Kim le Seng dengan muka yang berobah pucat.
„Anak ini murid-ku...!".
„Kukatakan : tinggalkan anak
itu untukku........! Kau pergilah menggelinding...........!" dingin sekali
suara Tocu Tho Hoa To itu.
Kim le Seng rupanya mengetahui
siapa Tocu Tho Hoa To ini, dia tidak berani menentang prerkataannya, maka dia
telah berkata : „Baiklah !
Dan kau Oey Yok Su, engkau
harus baik-baik mendengar kata Tocu iai...!'Y,
„Suhu...engkau mau kemana
?" tariya Oey Yok 5u seperti baru terbangun dari mimpinya. Sejak tadi dia
hanya menyaksikan betapa kejam dan telengasnya, Tocu Tho Hoa To itu, sampai
gurunya sendiri begitu ketakutan, mengorbankan lengan kanannya yang ditabas
putus oleh dia sendiri.
GAMBAR 03
„Aku, ikut denganmu,
suhu...........!" kata Oey Yok Su.
„Aku tidak mau ikut orang yang
kejam seperti dia.......!" sambil
berkata begitu, Oey Yok Su
menunjuk kepada Tocu Tho Hoa To.
„Engkau ikut ...........
bersama Tocu dan baik-baiklah melayaninya ........... aku ingin pergi
dulu...!"
„Aku, ikut denganmu, suhu...........!"
kata Oey Yok Su.
„Aku tidak mau ikut orang yang
kejam seperti dia.......!" sambil berkata begitu, Oey Yok Su menunjuk
kepada Tocu Tho Hoa To.
Kim le Seng jadi terkejut
mendengar perkataan Oey Yok Su.
„Jangan..........!'' tetapi
baru saja Kim le Seng berkata begitu, telah berkelebat sesosok bayangan dan
disusul dengan suara 'plak...., plok......!' lalu terdengar suara menjeritnya
Oey Yok Su yang telah ditampar oleh Tocu Tho Hoa To itu.
„Engkau.........engkau jahat
sekali.........!" teriak Oey Yok Su yang mukanya menjadi bengkak.
Tetapi Tocu Tho Hoa To itu
tidak memperdulikannya, dia telah membentak dingin sekali kepada Kim le Seng.
„Engkau belum juga pergi
?" katanya.
„Akan segera pergi, aku akan
segera pergi........!" menyahuti Kim le Seng sambil memutar tubuhnya untuk
berlalu dengan cepat.
Oey Yok Su mengejarnya,
katanya dengan suara berteriak : „Suhu.......aku ikut dengan kau!"
Tetapi Kim le Seng tidak
berani menoleh lagi, dia telah mementang kakinya cepat-cepat berlalu dari tempat
itu.
---oo0oo---