BAGIAN 02: ANG CIT KONG
SEEKOR kuda tengah berlari
dengan cepat memasuki kota Bun-siong-kwan, penunggang kuda itu seorang pemuda
pelajar. Dialah Thung Liu Cie.
Dia telah bertanya-tanya
kepada para penduduk, dimana letak gedung Tiekwan (hakim) dikota tersebut, atas
petunjuk penduduk kota itu akhirn-ya Thung Liu Lie telah tiba digedung Tiekwan
yang mewah dan megah sekali.
Seorang Kee-teng (pesuruh)
telah keluar sambil menyambuti tali les kuda sipemuda pelajar itu.
„Lopeh (paman) apakah ini
gedung Tiek-wan ?" tanya pelajar itu.
„Benar Kongcu, apakah Kongcu
ingin menyampaikan suatu pengaduan ?"
„Bukan.......engkau tolong
beritahukan, keponakan Tiekwan Thung Siang Bun yang bernama Thung Liu Cie ingin
datang menghadap mengunjuk hormat.......!"
Mendengar Thung Liu Cie adalah
keponakan dalam dari majikannya, Kee-teng itu jadi memperlihatkan sikap yang
hormat sekali.
„Mari silahkan masuk!
Kongcu..... Mari silahkan masuk !" dia mempersilahkan tamunya itu, yang
diajaknya keruang tamu. Kemudian dia meninggalkan tamu itu sejenak, untuk masuk
kedalam memberikan laporan kepada majikannya.
Tidak lama kemudian tampak
keluar seorang lelaki bermuka agung dan angker, bertubuh besar dan agak gemuk,
dia telah. melangkah keruang tamu.
Thung Liu Cie cepat-cepat
bangun dari duduknya dan menjura memberi hormat sambil panggilnya :
„Siok-siok!"
„Hemm........, apa maksumu
mencariku kemari tanya sang paman itu, yang menjabat kekuasaan sebagai Tiekwan
dikota ini.
„Siok-siok, ibu telah meminta
agar Tit-lie membawa surat ini untuk Siok-siok........!" sambl berkata
begitu, Thung Liu Cie telah mengeluarkan segulung surat, diangsurkan dengan
kedua tangannya, sikapnya hormat sekali.
„Bagaimana keadaan ayahmu,
apakah sehat-sehat saja. ?" tanya Tiekwan she Thung itu.
Ditanya begitu, wajah Thung
Liu Cie jadi berobah murung
„Baru dua bulan yang lalu Ayah
menutup mata ............ " dia menjelaskan dengan kepala tertunduk.
„Apa.............'' tanya
Tiekwan she Thung itu yang terkejut mendengar kakaknya telah meninggal.
„Mengapa aku tidak diberitahu...........?"
---oo0oo----
SEKARANG ini ibu telah
memerintahkan agar aku memberitahukan kepada Sioksiok ! Dulu kami tidak memberi
khabar karena takut mengganggu kesibukan Siok-siok...".
„Hemmm............", dan
Thung Tiekwan telah membaca surat dari enso, iparnya itu.
Selesai membaca surat itu,
Thung Tiekwan telah menggulung kembali surat itu, dia memasukkan kedalam saku
jubahnya, kemudian mengawasi keponakannya itu.
„Engkau memiliki ilmu silat
dan surat...?" tanyanya.
„Benar Siok-siok ! Hanya
sedikit-sedikit !" menyahuti Thung Liu Cie.
„Ibumu meminta agar aku
memasukkan engkau bekerja sebagai pegawai pemerintah, agar kelak tahun depan
engkau bisa mengikuti ujian Conggoan !"
,,Itupun telah diceritakan ibu
kepadaku..." kata Thung Liu Cie.
„Baiklah, untuk sementara
ini-engkau membantu-bantu aku dulu.......! Karena menurut ibumu engkau memiliki
ilmu silat yang lumayan, maka engkau kuangkat sebagai pimpinan dari pasukan
keamananku.........! Maukah engkau menerimanya?"
„Tentu saja
Siok-siok...!" kata Thung Liu Cie. Bahkan aku sangat berterima kasih
sekali jika memang Siok-siok mau menerimaku bekerja dikantormu ini.........!
Terima kasih Siok-siok.......!".
„Hemm........., mulai besok
engkau baru mengurusi pekerjaanmu, sekarang pergilah engkau beristirahat
dulu!" dan setelah berkata begitu, Thung Tiekwan telah menoleh kepada
Kee-teng yang diperintah mempersiapkan kamar untuk keponakannya ini.
„Hiantit (keponakan), engkau
mengasolah dulu, jika ada sesuatu yang engkau perlukan, minta saja pada Ouw
Kee-teng (pesuruh Ouw)......."
„Terima kasih
Siok-siok.......!''. .
Begitulah. Thung Liu Cie telah
diajak Kee-teng she Ouw itu kesebuah kamar yang terletak dibelakang gedung,
tetapi kamar itu rapih dan bersih, disamping diisi oleh benda-benda yang antik
dan mahal harganya, sebab Thung Tiekwan merupakan seorang hakim yang memiliki
kekayaan banyak sekali.
Setelah dua hari mengasoh,
malam ketiganya Thung Liu Cie mulai melakukan tugasnya, dia telah berjaga malam
bersama beberapa orang pengawal, keselamatan Tie,kwan she Thung tersebut.
Malam itu sepi dan hening
telah lewat, begitu juga malam-malam berikutnya, tidak pernah terjadi urusan
yang aneh dan lain dari biasanya. Setelah bekerja satu bulan digedung pamannya
Thung Liu Cie mulai merasa bosan. Untuk mengisi kesepian dimalam hari, dia
sering membaca buku-buku syair kuno.
Tetapi suatu malam, disaat dia
tengah mengantuk dan memaksakan matanya membaca buku-buku syair kuno, tiba-tiba
pendengarannya mendengar suara yang tidak wajar, seperti juga ada orang yang
tengah berjalan diatas genting.
Dengan gerakan yang gesit,
Thung Liu Cie telah melompat keatas genting, dia melihat sesosok bayangan hitam
tengah berkelebat-kelebat melakukan perjalanan diatas genting gedung Tiekwan.
Dengan segera Thung Liu Cie
'telah mencabut pedangnya, dia mengejarnya.
„Berhenti..:!" bentaknya.
„Apa yang tengah engkau lakukan ?"
Bayangan hitam itu rupanya
terkejut mendengar bentakan Thung Liu Cie, dia telah menoleh. Ternyata sosok
bayangan hitam itu bertubuh kecil dan pendek, dan waktu Thung Liu Cie
menegaskan, dia jadi kaget, karena sosok bayangan itu tidak lain Ang-toa, anak
yang pernah dibanting-bantingnya beberapa bulan yang lalu dikuil rusak diluar
kota, yang kemudian diketahuinya sebagai sahabat sipengemis tua Ie Hong Sin
Kay.
„Kau ?" tanyanya kemudian
dengan suara yang ragu-ragu
Ang-toa nyengir, katanya:
„Perutku sedang lapar, aku ingin mencari makanan... apakah engkau menyimpan
makanan yang lezat ? Bagi aku sedikit, ya........!".
„Engkau ingin meminta
makanan........?" tanya Thung Liu Cie sambil tersenyum sinais. „Dulu
engkau mengakui dirimu bukan pengemis.........!".
„Sekarang dengan dulu lain dan
ada perbedaannya. Dulu waktu aku bertemu dengan engkau memang aku bukan
pengemis, tetapi setelah itu, aku bersedia untuk masuk sebagai anggota Kay pang
!
Maukah engkau membagi makanan
untukku ?"
„Mana...mana itu Ye Hong Sin
Kay Locianpwe?"
Apakah tidak ikut serta
denganmu ?".
„Guruku tengah menunggui
dikuil rusak tempo hari, dan memang sudah menjadi kewajibanku untuk mencari
makanan.......!" kata Ang-toa sambil tersenyum.
„Jad...i.., jadi Ie Hong Sin
Kay itu gurumu? Dulu kalian mengatakan hanya bersahabat.......!" kata
Thung Liu Cie bimbang.
„Justru setelah bertemu dengan
engkau dan aku ditolongi, maka sejak saat itu kami telah mengangkat murid dan
guru !" menjelaskan Angtoa.
„Tunggu sebertar, aku akan
mengambilkan engkau makanan yang kau kehendaki...!" bergitulah Thung Liu Cie
telah melompat turun dan perintahkan seorang kee-teng untuk membungkus ayam
panggang dan bebek panggang, dicampur dengan sayur kering dan dua bungkus nasi.
Dibawanya semua itu keatas
genting dan diserahkannya 'kepada Ang-toa.
„Terima kasih engko yang
baik...... aku tidak bisa lama-lama disini, karena guruku juga tengah
menantikan pulangnya aku dengan perut yang herkeruyukan........!".
Thung Liu Cie mengiyakan, dan
mengawasi kepergian anak itu. Dia melihat ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang
dimiliki Ang-toa masih rendah sekali, itulah sebabnya tadi Thung Liu Cie bisa
mendengar suara langkah kakinya. Tetapi dengan bisa melompati genting yang satu
kegenting yang lainnya, Ang-toa cukup lumayan hanya dalam beberapa bulan telah
bisa memiliki ginkang seperti yang telah dimilikinya, apa lagi usianya memang
masih sangat muda, mungkin baru delapan tahun.
Setelah keluar dari gedung
Tiekwan, Ang-toa berlari-lari dengan cepat menuju kekuil rusak disebelah luar
pintu kota. Didalam kuil rusak itu tampak le Hong Sin Kay tengah rebah tidur.
Begitu mendengar suara langkah
kaki muridnya, pengemis tua itu telah melompat bangun sambil bertanya :
„Berhasilkah, Ang-toa ?".
„Berhasil Suhu...!"
menyahuti Ang-toa.
„Aku mengambilnya digedung
Tiekwan !"
„Edan kau ! Mengapa mendatangi
gedung macan ?
Bukankah jika engkau
tertangkap aku yang akan repot ?
Mengapa tidak mengambiinya
dirumah-rumah makan saja.......?"
Tetapi yang terpenting aku
telah berhasil, suhu !" menyahuti Ang-toa.
Dan kemudian Ang-toa telah
membuka dua bungkusan besar itu, mata Ie Hong Sin Kay jadi terpentang
lebar-lebar.
„Hebat juga engkau, sekarang
telah bisa mengambil dengan ilmu yang kuajarkan...!" kata Ie Hong Sin Kay
sambil tersenyum.
„Bukan suhu......!"
membantah Ang-toa.
„Eh, kenapa bukan ?"
„Aku bukan mengambilnya
sendiri........"
„Lalu ?"
„Aku masih mempergunakan
caraku yang lama, yaitu meminta kerelaan orang untuk memberinya...!"
menjelaskan Ang-toa.
„Memangnya digedung Tiekwan
itu engkau bertemu dengan siapa sehingga orang itu baik.hati memberikan
demikian banyak makanan kepadamu ?"
„Yang menjaga malam adalah
orang she Thung yang pernah dihajar oleh suhu dikuil ini........ dia yang telah
memberikannya !"
Mendengar begitu, Ie, Hong Sin
Kay tertawa bergelak-gelak.
Begitulah guru dan murid telah
bersantap sambil bercakap-cakap dengan gembira.
Rupanya Ie Hong Sin Kay juga
seorang pengemis yang kuat makannya, terbukti makanan dan nasi yang begitu
banyak telah dapat dihabiskannya berdua dengan muridnya.
le Hong Sin Kay adalah seorang
pengemis yang terkenal sekali didalam rimba persilatan, karena bukan
kepandaiannya saja yang tinggi, diapun merupakan Pangcu dari Kaypang. Hanya
saja, tugas untuk mengurus perkumpulan Kaypang itu telah diserahkan kepada
keenam orang muridnya ! Dan sudah sepuluh tahun lamanya Ie Hong Sin Kay
mengembara dari kota yang satu kekota lainnya, dia telah banyak melakukaa
perbuatan-perbuatan amal kebajikan menolongi orang-orang yang tengah dalam
kesulitan dan tertindas.
Sehingga nama Ie Hong Sin Kay
yang sebenarnya bernama Kiauw Cie Bauw, sangat disegarii oleh orang-orang yang
melakukan pekerjaan berdagang tanpa modal, yaitu 'perampok.
Waktu dia berada dikota
Bun-siong-kwan inilah kebetulan sekali dia melihat Ang-toa, yang senang sekali
menjitaki kepala anak-anak sebaya dengannya, dan karena tertarik, Kiauw Cie
Bauw telah mengikuti Ang-toa sampai dia 'bisa melihat bagaimana Ang-toa memaksa
untuk mengambil ayam panggang dan telah dibanting dan dilempar para pelayan
itu, namun Anak au terus juga nekad ingin memasuki ruang rumah makan itu.
Betapa kagum hati Kiauw Cie
Bauw melihat sifat anak yang keras hati itu. Diapun melihat Ang-toa memiliki
bakat dan tulang yang baik untuk dididik ilmu silat.
Itulah sebabnya Kiauw Cie Bauw
telah memperlihatkan diri dan mengajak mengikat tali persahabatan. Kemudian
sampai dia akhirnya menolongi anak itu, yang diakhiri dengan pengangkatan guru
dan murid diantara mereka- berdua.
Sejak saat itu Kiauw Cie Bauw
telah mendidik Ang-toa ilmu pukulan dan ilmu meringankan tubuh. Semuanya baru
merupakan dasarnya saja.
Tetapi dugaannya memang tidak
meleset, bahwa Ang-toa memiliki tulang dan bakat yang baik, begitu diajarkan,
segera dia bisa menguasai
jurus-jurus yang
diturunkannya, sehingga Kiauw Cie Bauw semakin bersemangat, dia telah menurunkan
beberapa macam kepandaian lainnya lagi.
Setelah tiga bulan lamanya
mereka berdua berdiam dikuil rusak itu, urusan mengambil makanan mulai
diserahkan kepada Ang-toa, karena Kiauw Cie Bauw bermaksud untuk menguji
muridnya itu.
Tetapi malam pertama Ang-toa
melakukan operasinya untuk mengambil barang makanan tanpa setahu pemiliknya,
dia tiba digedung Tie-kwan, dan tidak tertluga justru bertemu dengan Thung Liu
Cie, sehingga dia berhasil membawa pulang makanan dalam jumlah yang banyak itu.
Hari-hari berikutnya. juga
Kiauw Cie Bauw perintahkan muridnya itu untuk mengambil makanan. Semakin lama
Ang-toa semakin bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga gurunya
percaya ginkang Ang-toa telah mengalami kemajuan yang pesat.
Ang-toa juga! rajin sekali melatih
diri, dia telah merasakan paedahnya berguru dengan Kiauw Cie Bauw, karena dalam
beberapa bulan saja dia mulai dapat melompat keatas genting rumah penduduk,
dimana dia bisa berlari-lari dengan gesit digenting-genting rumah penduduk.
Melihat kemajuan yang pesat itu, Kiauw Cie Bauw yakin, dalam lima atau enam
tahun, Ang-toa tentunya akan memiliki kepandaian yang cukup tinggi,
setidak-tidaknya separoh kepandaian sang guru ini akan dapat dikuasainya.
Dengan demikian Ang-toa sangat disayang oleh gurunya itu.
„Engkau merupakan murid
terbungsu, karena keenam saudara-saudara seperguruanmu telah berusia diatas
tiga puluh tahun, mereka telah mempelajari sebagian besar dari kepandaianku.
Tapi waktu mereka belajar ilmu silat dibawah bimbinganku, kemajuan mereka sangat
lambat sekali, tidak seperti engkau yang bisa meniguasai setiap jurus dengan
cepat. Dan engkau merupakan murid penutup juga, maka engkau harus rajin-rajin
melatih diri, jangan sampai nanti membuat coreng dimukaku...... aku tidak mau
jika kelak engkau telah berhasil mempelajari kepandaianku, lalu engkau rubuh
ditangan seorang bubeng siauwcut, yaitu maling kecil tidak bernama.
Kau mengerti Ang-toa ?"
„Mengerti Suhu ....... jangan
kuatir tentu aku akan berusaha untuk dapat melatih diri dengan baik, sehingga
kelak aku tidak akan mendatangkan malu terhadap nama suhu yang harum...!"
„Akh........, kata-katamu
seperti seorang pelajar saja !" kata Ie Hong Sin Kay Kiauw Cie Bauw:
„Engkau bilang saja suhu, aku tidak akan melakukan perbuatan buruk. Itupun sudah
lebih dari cukup. Atau engkau bilang juga :„Suhu, aku akan menjaga nama
Kaypang". Tidak perlu. engkau bicara panjang lebar seperti itu...!".
Ang-toa tertawa, dia merasakan
sifat gurunya hampir sama dengan sifat-sifatnya sendiri, yang senang
blak-blakan, maka semakin senang saja dia berguru kepada pengemis tua yang
liehay kepandaiannya ini.
„Dan karena engkau, merupakan
muridku ,yang ketujuh, dan engkau juga merupakan murid penutup, maka namamu
yang Ang-toa itu kurobah, sekarang bukan si Ang yang tua, tetapi engkau
memiliki nama Ang Cit Kong.........!" „.... nama yang bagus sekali suhu
!"
„Nah, dengan memakai nama Cit
Kong dan mempergunakan terus she-mu, berarti lengkaplah namamu.......!"
kata Kiauw Cie Bauw.
Ang-toa yang kini telah
memiliki nama Cit Kong, telah mengucapkan terima kasih kepada gurunya yang
telah memberikan nama kepadanrya. Ie Hong Sin Kay Kiauw Cie Bauw tampak sangat
menyayangi muridnya yang bungsu ini, dia telah menurunkan seluruh ilmu
silatnya.
Setahun saja Ang Cit Kong
telah menerima belasan macam ilmu silat Kiauw Cie Bauw. Begitulah, untuk
seterusnya Ang Cit Kong telah mengikuti gurunya Ini mengembara, setiap ada
kesempatan, Kiauw Cie Bauw tentu meddidik muridnya dengan berbagai ilmunya dan
Ang Cit Kong juga selain gemar berjenaka, dia merupakan seorang anak yang
rajin, maka setiap jurus yang diajari oleh gurunya dapat dipahaminya dengan
cepat.
Seringkali Kiauw Cie Bauw
berkata kepada muridnya yang bungsu itu: „Cit Kong, engkau harus melatih diri
deggan giat, karena engkau sebagai murid penutup dari pintu perguruanku, jika
sampai engkau gagal melatih diri dan kelak diperhina orang, akan menyebabkan
pamor gurumu jatuh. Maka dari itu, jika engkau memiliki waktu senggang, engkau
harus melatih diri terus, agar lebih cepat lagi engkau bisa menguasai ilmu
Kaypang. Nanti akupun akan mengajari ilmu tongkat butut Kaypang kami yaitu
Tongkat Pemukul Anjing. Engkau jangan melihat dari namanya ilmu tongkat itu,
tetapi justru ilmu tongkat itulah merupakan kepandaian yang sampai sekarang ini
jarang ada yang bisa menandinginya...!". ,
„Jangan kuatir suhu, aku tentu
tidak akan mensia-siakan kepercayaan suhu yang telah menurunkan berbagai
kepandaian kepadaku! Jelas aku akan berusaha mempelajari dan melatih diri
dengan giat, agar kelak aku tidak perlu mendatangkan malu untuk pintu perguruan
suhu.......!" kata Ang Cit Kong dengan suara yang mengandung tekad yang
kuat. Karena dia percaya, kepandaian gurunya sangat tinggi sekali, sebab baru
setahun lebih dia melatih diri dibawah asuhan Kiauw Cie Bauw, dia sudah bisa
memukul rubuh orang-orang dewasa bahkan selama itu pekerjaan mencari makanan
dilakukan oleh Ang Cit Kong. Lompatan yang bisa dilakukannya juga sangat ringan
sekali, melompat keatas genting rumah penduduk dapat dilakukan dengan mudah,
karena ginkangnya telab lumayan. Bahkan jika baru jago-jago yang memiliki
kepandaian tanggung jangan harap bisa merubuhkan Ang Cit Kong, karena dalam
setahun lebih Ang Cit Kong telah berhasil menguasai beberapa jurus penting dari
ilmu silat bertangan kosong yang diturunkan oleh Kiauw Cie Bauw.
Karena telah setahun lebih
selalu bersama-sama dengan Kiauw Cie Bauw, akhirnya Ang Cit Kong sudah tidak
canggung lagi memakai pakaian tambalan dan juga membawa sikap sebagai, pengemis
kecil. Namun dalam usia sepuluh tahun seperti itu Cit Kong bukan sembarangan
pengemis kecil, dia mulai memiliki kepandaian yang lumayan tingginya.
---oo0oo---