Legenda Bunga Persik Jilid 03

Gadis-gadis muda kebanyakan bersifat sentimentil, dan gadisgadis manakah yang tidak punya beban pikiran yang berat?

Namun tampaknya Ai Hong bukan gadis yang bersifat sentimentil. Chu Liuxiang menuangkan arak ke cawan Ai Hong, lalu berkata seraya tersenyum: "Apakah kau masih memikirkan sepatumu yang dulu itu? Sepatu itu berada pada temanku yang berbaring di bawah meja, aku setiap saat dapat memintanya dan mengembalikan padamu."

Ai Hong menundukkan kepala, kelihatannya amat gelisah.

Chu Liuxiang berkata lagi sambil senyum: "Tenang! Walaupun temanku itu amat menyukai sepatumu, tapi kali ini ia tidak bersembunyi di bawah meja."

Ai Hong menggigit bibirnya, akhirnya cawan arak yang berada di depannya diteguk habis.

Chu Liuxiang menyumpit sepotong burung dara goreng dengan sumpit Ai Hong, lalu meletakkan ke piring yang ada di depan Ai Hong, seraya berkata: "Minum arak dalam keadaan perut yang kosong itu paling memabukkan, masakan bikinan tempat ini masih lumayan, coba dulu ya!"

Ai Hong tiba-tiba mengangkat kepala dan memandang dia lekatlekat, di dalam sepasang mata yang indah itu penuh dengan

kesedihan dan penderitaan.

Gadis secantik dia ini seharusnya tidak menderita seberat ini! Chu Liuxiang menaruh sumpit ke tangan Ai Hong, sambil berkata dengan suara lembut: "Kau makanlah sedikit dulu, lalu aku menemanimu minum arak, bagaimana?"

Ai Hong berkata seraya menghela nafas dengan pelan: "Apakah

kau selalu lemah lembut begini ketika berbicara dengan wanita?" Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum sejenak: "Itu tergantung ia adalah wanita yang bagaimana?"

"Aku adalah wanita yang bagaimana?" tanya Ai Hong.

Chu Liuxiang tidak menjawab, namun memandang dia dengan pandangan yang penuh pengertian.

Pandangan semacam ini sering kali lebih bisa menyenangkan hati gadis daripada seratus kalimat pujian!

Tetapi mata Ai Hong kian memerah, terlihat ia makin sedih, lalu berkata seraya menundukkan kepala: "Aku bukan adiknya Ai Qing." "Aku tahu."

"Aku telah berbohong dan mau membunuhmu, aku sebenarnya

adalah gadis yang amat jahat, kau sebenarnya tidak usah berlaku demikian ramah padaku."

Chu Liuxiang berkata sambil senyum: "Hal yang dulu itu aku sudah lupa, sebab aku tahu itu pasti bukan kemauanmu sendiri."

Tiba-tiba ia menyadari satu hal yang aneh: Tangan kiri Ai Hong selalu bersembunyi di dalam lengan baju, dan tidak pernah diangkat. "Jika itu adalah kemauanku sendiri?" tanya Ai Hong.

Chu Liuxiang menjawab dengan suara lembut: "Sekalipun itu adalah kemauanmu sendiri, aku tidak akan menyalahkanmu, gadis

cantik dan polos seperti kau ini, baik melakukan apa saja, orang lain pasti bisa memaafkannya!"

Dengan tiba-tiba ia menarik tangan kiri Ai Hong.

Air muka Ai Hong segera berubah, menjadi tambah pucat. Air muka Chu Liuxiang pun ikut berubah. Lengan baju itu kosong ---- Ai Hong telah kehilangan sebelah tangannya!

***

Sekarang Chu Liuxiang sudah tahu bahwa tangan yang berada di ambang jendela itu milik siapa.

Gadis yang muda seringkali menganggap penampilan dan

wajahnya sendiri jauh lebih berharga dari nyawa, sekalipun ada sebuah bekas luka di tangannya, ini sudah bisa membuat dia menderita, apalagi kehilangan satu tangan?

Chu Liuxiang tidak saja merasa kasihan, bahkan merasa sedih untuk Ai Hong.

Ia memang betul-betul telah memaafkan Ai Hong sejak dulu.

Andaikata Ai Hong menyembunyikan diri, tapi akhirnya dia

temukan; Atau ketika gadis itu bertemu dia, masih bersikap "semua pria adalah si Pandir", maka keadaannya mungkin berbeda.

Namun ini adalah seorang gadis yang menderita dan yang mendatangkan rasa iba, berinisiatif mencari dia, dan menuangkan

arak bagi dia, maka apa pun yang telah dilakukannya, dia betul-betul tidak akan memasukkan ke hati!

Sekalipun Ai Hong adalah pria, Chu Liuxiang juga akan berlaku sama.

Chu Liuxiang selalu dengan cepat melupakan kesalahan orang

lain, tetapi tak bisa melupakan kebaikan orang lain, makanya bukan saja ia pasti hidup lebih bahagia, juga pasti hidup lebih panjang! Seseorang kalau di dalam hatinya tidak ada dendam, pasti hariharinya dilewati dengan lebih bahagia!

Waktu berlalu lama sekali, Chu Liuxiang baru berkata dengan perasaan sedih: "Hanya dikarenakan kau tidak berhasil membunuhku, maka mereka membuat demikian kepadamu?"

Ai Hong menundukkan kepala, tidak berkata apa-apa, namun air makanya setetes demi setetes berjatuhan ke dalam cawan arak yang ada di depannya.

"Siapakah yang telah melakukan hal ini?" tanya Chu Liuxiang.

Ai Hong menggigit bibirnya kuat-kuat, kelihatannya ia takut kalau membocorkan rahasia.

Chu Liuxiang bertanya lagi: "Sampai sekarang kau masih tidak berani mengatakannya? Kenapa kau demikian takut kepada dia?" Ai Hong memang benar-benar takut.

Ia terlihat tidak saja sangat menderita, bahkan saking takutnya seluruh badannya bergemetaran terus.

Orang itu bukan saja telah memotong satu tangannya, bahkan mungkin setiap saat bisa merenggut nyawanya.

Chu Liuxiang betul-betul tidak bisa memikirkan bahwa ternyata ada orang yang bisa berbuat begitu kejam kepada seorang gadis

cantik! Tapi kalau bukan karena dia, Ai Hong tidak akan mengalami kemalangan ini.

Mendadak ia merasa marah sekali.

Selama ini ia jarang sekali marah, sebab hawa amarah mudah sekali mempengaruhi kemampuan pertimbangan seseorang, dan orang yang marah paling mudah berbuat kesalahan!

Tetapi ia toh seorang manusia juga, ada saat-saat di mana ia

tidak bisa mengendalikan diri sendiri, apalagi sekarang pas ketika suasana hatinya tidak begitu baik, dan emosinya sedang labil.

Ia telah melupakan keputusannya untuk pulang ke rumah dan bernikmat-nikmat, tiba-tiba berdiri dan berkata: "Kamu duduklah di sini sebentar, tunggulah aku, segera aku akan kembali."

Ai Hong menganggukkan kepala, dan memandang dia dengan

lemah lembut, kelihatannya sudah menganggap dia sebagai satusatunya orang yang bisa diandalkan.

Kedatangan dia kali ini, selain ingin minta pengertian dari Chu Liuxiang, barangkali juga disebabkan ia sudah menyadari kesendirian dan ketakberdayaannya. Chu Liuxiang bisa memahami maksud Ai Hong ini, maka ada satu hal yang mesti ia kerjakan.

***

Pelayan yang bekerja di peternakan itu, sepertinya sedikit banyak "ketularan" sifat-sifat bagal, sehingga tampaknya tidak seramah orang yang bekerja di usaha yang lain.

Chu Liuxiang baru saja berjalan mendekati peternakan itu, ada seorang pelayan yang sikapnya tidak begitu ramah menyambut dia dan berkata "Tuan mau memilih kuda atau membeli bagal? Apa yang dijual di sini kami jamin semuanya adalah hewan yang bagus kualitasnya"

Kata-katanya diucapkan dengan cukup sopan.

"Kedatanganku cuma ingin menanyakan sedikit informasi", kata Chu Liuxiang.

Begitu didengar kedatangannya bukan urusan dagang, pelayan

itu merasa tidak perlu menjaga sopan santun, lalu berkata dengan sikap dingin: "Di tempat kami ini hanya ada informasi tentang hewan, tidak ada informasi tentang manusia."

Chu Liuxiang tersenyum sejenak, lalu berkata: "Aku datang justru mau menanyakan informasi tentang seekor bagal."

Si pelayan memandang dia dengan dingin, tapi toh bisa menahan diri untuk tidak mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar. "Tadi ada seekor bagal yang tak terurus orang berlari masuk kemari, apakah kau melihatnya?" tanya Chu Liuxiang.

"Kenapa? Apakah bagal itu milik anda?" "Bukan milikku, tapi milikmu."

Air muka si pelayan menjadi agak enak dipandang, lalu berkata: "Jika itu milik kami, kenapa anda masih tanya?"

"Tetapi bagal itu tentu saja sudah pernah kalian jual satu kali, aku hanya mau tanya: Siapa yang membelinya?"

Tangan si pelayan tiba-tiba menunjuk ke depan seraya berkata: "Apakah anda sudah melihat: Di sini ada berapa banyak bagal?" Chu Liuxiang sudah melihatnya: Di dalam kandang yang berada di bagian belakang, jumlahnya bagal memang banyak sekali.

Si pelayan berkata dengan sikap dingin: "Bagal tidak sama dengan orang, orang ada yang tampan, ada yang jelek, namun rupanya bagal mirip semuanya. Kami pun tidak tahu tiap harinya berapa banyak bagal yang terjual, bagaimana bisa tahu bagal itu dijual kepada siapa!"

Si pelayan menunjukkan sikap bahwa is hampir hilang kesabarannya, dan bersiap-siap untuk memberhentikan percakapan. Chu Liuxiang terpaksa mengeluarkan senjata terakhir--Juga terampuh!

Sekalipun anda memakai "senjata" itu untuk memukul kepala seseorang sampai berlubang kepalanya, barangkali orang itu masih mengucapkan terima kasih dengan wajah penuh senyum!

Selain uang perak, masih adakah benda lain yang memiliki "kekuatan magis" demikian besar?

Sikap si pelayan segera berubah menjadi jauh lebih ramah, dan berkata seraya tersenyum "Aku akan pergi memeriksanya untuk

tuan, seandainya di badan bagal itu ada tanda selar, kemungkinan besar bisa menelusuri dan menemukan siapa pembelinya."

Tidak terdapat tanda selar di badan bagal itu, bahkan seluruh badannya bersih dan mulus, sampai tidak terlihat ada sebuah bulu yang berwarna lain.

Chu Liuxiang menghela nafas panjang, dan bersiap-siap untuk meninggalkan "petunjuk" ini.

Namun ia tidak bisa menahan dirinya dan bertanya: "Benarkah bagal ina yang tadi berlari dari luar masuk kemari?"

Si pelayan berkata seraya tersenyum: "Walaupun aku tidak bisa membedakan bagal itu tampan atau jelek? Tapi kalau bagal itu baik atau buruk kualitasnya, aku bisa mengetahuinya. Kalau seperti bagal ini, dari jarak beberapa ratus kaki pun aku masih bisa mengetahuinya!"

"Apakah bagal ini bagus?"

"Luar biasa bagusnya. Di antara seribu ekor bagal, belum tentu bisa menemukan yang sebagus bagal ini, maka. "

Ia tidak melanjutkan kata-katanya, dan matanya melihat ke tangan Chu Liuxiang.

Dan tangan Chu Liuxiang selama ini jarang mengecewakan orang!

Karena itu si pelayan melanjutkan kata-katanya seraya tersenyurn terus: "Hewan yang bagus kualitasnya, biasanya kami hanya menjual kepada langganan yang lama."

Mata Chu Liuxiang menjadi terang, segera bertanya: "Apakah kalian memiliki banyak langganan yang lama?"

Si pelayan menjawab seraya tersenyum: "Tempat peternakan

sebesar ini jika tidak punya belasan pelanggan yang lama, mana bisa bertahan?"

Ia segera melanjutkan: "Beberapa kantor ekspedisi yang besar, seperti:'Wansheng','Feilong' dan 'Zhenyuan', semua adalah langganan tetap kami, tetapi kalau langganan terbesar masih keluarga Jin dari Taman Wanfu Wanshou"

"Apakah keluarga Jin selalu membeli hewan ternak tunggangan dari tempat ini?"

"Setiap tahun ketika kami mendatangkan hewan ternak

tunggangan dari daerah perbatasan negara, selalu meminta tuantuan muda dan nona-nona dari keluarga Jin datang untuk memilih

yang terbaik."

Chu Liuxiang berkata dengan emosi yang mulai bergejolak: "Benarkah bagal ini dibeli oleh keluarga Jin? Apakah kau yakin benar?"

Si pelayan berkata seraya menganggukkan kepala: "Di badan

hewan yang lain pasti ada tanda selarnya, karena takut hewan itu hilang, tetapi keluarga Jin punya kekayaan dan kekuasaan yang amat besar, sehingga tidak ada seorang pun yang berani mengusik milik mereka yang terkecil pun, bahkan seandainya betul-betul kehilangan beberapa ekor hewan pun tak akan masuk dalam perhitungan mereka."

"Karena itu hanya hewan milik mereka yang tidak ada tanda selarnya, betul?"

"Makanya aku menduga bahwa: Kemungkinan besar bagal ini adalah milik mereka yang hilang."

Chu Liuxiang menjadi termangu-mangu.

Ada sejumlah hal yang tidak pernah dipikirkan dia sekalipun itu di dalam mimpi, namun pada saat ini tiba-tiba telah terpikirkan olehnya!

Kali ini ketika ia datang ke tempat ini, bukankah hanya orang dari keluarga Jin yang tahu?

Bukankah permulaan dari hal ini terjadinya di keluarga Jin? Apalagi kecuali keluarga Jin, di sekitar daerah ini sama sekali tidak terdapat orang lain yang sanggup menggunakan kekuatan yang demikian besar, bisa memimpin dan memerintahkan jago-jago silat tangguh yang demikian banyak dan memasang jebakan-jebakan yang demikian banyak!

Paling tidak ia belum pernah mendengar ada tokoh yang punya kekuatan sebesar ini di sekitar daerah ini.

Tetapi mengapa keluarga Jin mau membunuh dia?

Ia tidak saja adalah sahabat Jin Lingzhi, bahkan pernah membantu serta menyelamatkan nyawa gadis itu.

Namun jumlah orang dalam keluarga Jin memang terlalu banyak dan ruwet, di antaranya mungkin saja ada musuh bebuyutan dia yang Jin Lingzhi sendiri pun tidak tahu.

Namun berdasarkan omongan Jin Lingzhi, ia hanya memberitahukan kepada Nyonya Besar Jin seorang saja tentang kedatangan Chu Liuxiang, bahkan saudara-saudara dan pamanpamannya tidak tahu kalau Chu Liuxiang mau datang untuk

pengucapan selamat panjang umur. Masa' Jin Lingzhi sedang berbohong?

Masa' "otak" dari semua peristiwa ini adalah Nyonya Besar Jin? Hati Chu Liuxiang menjadi amat kalut, bahkan makin dipikir makin kalut, lama sekali masih tidak bisa menenangkan dirinya.

Jika menghadapi tipuan dan jebakan dari musuh, selamanya ia paling bisa menenangkan diri!

Namun kalau ditipu dan dijebak sahabat sendiri, itu lain persoalan!

Si pelayan mendadak menghela nafas dan bergumam: "Tidak disangka bahwa pada siang hari bolong, ternyata ada orang yang berani melakukan hal yang melecehkan hukum."

Kata-kata keluhan itu seperti ditujukan pada diri sendiri, juga seperti ditujukan pada Chu Liuxiang.

Dikarenakan di tempat ini tidak ada orang lain, mau tidak mau Chu Liuxiang bertanya: "Ada hal apa?"

"Penculikan."

Chu Liuxiang bertanya seraya mengerutkan alis: "Penculikan? Siapa yang menculik? Siapa yang diculik?"

"Ada beberapa laki-laki kekar menculik seorang gadis kecil, pada siang hari bolong begini gadis itu diikat tali dan dikeluarkan dari kedai arak yang ada di depan itu, kemudian dinaikkan ke sebuah

kereta kuda. Di jalanan ada banyak orang, tapi tidak satupun yang berani tampil untuk menanyakan hal itu."

Chu Liuxiang bertanya dengan terkesiap: "Gadis kecil yang seperti apa?"

"Seorang gadis kecil yang rupawan, pakaiannya sepertinya berwarna merah. "

Ia masih mau melanjutkan kata-katanya, namun yang diajak berbicara itu sayangnya tiba-tiba telah lenyap!

***

Dengan sangat cepat Chu Liuxiang kembali ke kedai arak itu.

Walaupun ia amat cepat, masih terlambat juga, selain tidak

melihat beberapa laki-laki kekar itu, juga tidak melihat kereta kuda itu, yang terlihat cuma seorang penjual buah-buahan yang

memunguti buah-buah yang jatuh berserakan di jalan sambil mulutnya terus memaki-maki, dan seorang anak kecil yang menangis tersedu-sedu sambil memandangi barang dagangannya (botol

minyak dan telur ayam) yang pecah berantakan di tanah.

Di kejauhan terlihat debu yang melayang tinggi, dan terdengar sayup-sayup bunyi kereta dan dengusan kuda.

Buah-buahan dan telur-telur itu pasti tertabrak kereta kuda itu sehingga jatuh berserakan di jalan.

Kebetulan pada saat ini ada seorang yang menuntun seekor kuda keluar dari tempat peternakan itu.

Chu Liuxiang mengeluarkan sekeping uang emas, berjalan cepat ke depan orang itu, menjejalkan uang emas ke tangan orang itu, badannya segera melayang ke punggung kuda itu.

Sebelum orang itu mengerti duduk persoalannya, Chu Liuxiang dan kuda itu telah melesat jauh.

Kalau bekerja ia selalu mengutamakan efektifitas, tak akan mengucapkan kata-kata yang tak berguna, dan tak akan melakukan hal-hal yang tak berfaedah.

Sehingga jikalau ia betul-betul menginginkan sesuatu dari

seseorang, selain memberikan pada Chu Liuxiang, orang itu betulbetul tidak berdaya menolaknya!

***

Orang-orang dari dunia persilatan, hampir semuanya mengerti cara memilih kuda yang tepat, sebab mereka tahu bahwa seekor kuda yang bagus, bukan saja pada saat biasa bisa menjadi teman yang baik, bahkan seringkali pada saat yang berbahaya dapat menyelamatkan pemiliknya.

Seandainya kuda bisa memilih orang yang jadi penunggangnya, pasti memilih Chu Liuxiang.

Dalam hal ilmu menunggang kuda, ia bukan orang yang paling jagoan, selain itu, waktunya untuk menunggang kuda juga tidak banyak .

Tetapi tubuh dia amat ringan, saking ringannya sehingga si kuda hampir tidak terasa di punggungnya sedang dinaiki.

Bahkan ia amat jarang menggunakan cambuk.

Baik terhadap manusia maupun hewan, ia sama-sama tidak mau memakai cara-cara kekerasan.

Tiada seorang pun yang bisa menandingi dia dalam-hal membenci pemakaian cara-cara kekerasan.

Karena itu, meskipun kuda ini bukan yang sangat bagus, namun larinya cukup kencang juga.

Dengan amat ringan Chu Liuxiang menempel di kuda itu, badannya seolah-olah telah menjadi sebagian dari kuda itu. Sehinggaa kuda itu berlari dengan kecepatan yang hampir sama dengan ketika ia tidak ditunggangi orang.

Mestinya, dengan kecepatan ini, tidak lama kemudian sudah bisa menyusul kereta kuda yang ada di depan itu.

Sebab kereta itu hanya ditarik seekor kuda, dan di kereta itu ada beberapa orang, sehingga seberapa cepatnya kuda itu pun, pasti kecepatannya akan berkurang banyak

Namun sayangnya di dalam dunia ini ada banyak hal yang tampaknya tidak masuk di akal!

Chu Liuxiang sudah mengejar lama sekali, namun akhirnya bukan saja tidak dapat menyusul kereta kuda itu, bahkan debu-debu yang diterbang-layangkan oleh kereta itu pun tidak kelihatan lagi.

Matahari sudah berada di ufuk barat.

Pada saat ini jalan raya itu bercabang, yang satu belok ke kiri, yang satu belok ke kanan.

Chu Liuxiang berhenti di persimpangan jalan ini.

Di pinggir jalan ada beberapa batang pohon, di bawah sebatang pohon yang terbesar, ada tempat penjualan arak yang kecil.

Pada saat itu hanya ada satu orang yang beristirahat dan minum arak di tempat itu.

Yang menjual arak adalah suami istri dua orang.

Tangan si suami menggandeng satu anak, dan di punggungnya memanggul satu anak lagi.

Usia si suami kira-kira 40-50 tahun, tapi usia si istri jauh lebih muda.

Kelihatannya suami itu termasuk tipe "takut makanya yang

memanggul anak adalah si suami, si istri hanya duduk-duduk saja di samping.

Chu Liuxiang baru saja turun dan kuda, si istri sudah berdiri dan berkata sambil senyum: "Tuan mau minum arak? Ini adalah arak Ouyeqing yang kualitasnya paling baik!"

Senyumannya cukup manis dan wajahnya juga lumayan. Barangkali inilah sebab terbesar suaminya takut kepadanya. Namun Chu Liuxiang hanya melihat sekilas dan tidak berani melihat dia lagi!

Pertama, ia tidak punya kebiasaan untuk memandangi istri orang lain.

Kedua, dalam waktu dua hari ini, ia hampir kehilangan nyawa karena sedang "bernasib bunga persik", sehingga saat ini, asal ketemu dan melihat wanita, ia pasti merasa sedikit takut.

Ia sengaja melihat ke si suami dan berkata: "Baik, satu mangkok arak"

Namun si istri berkata lagi: "Mau daging sapi yang direbus dengan kecap? Baru dibuat tadi pagi lho." "Baiklah."

"Setengah kati? Atau satu kati?" "Terserah."

Ia punya kebiasaan yang amat baik. Tidak pernah berdebat dan hitung-hitungan dengan kaum wanita!

Karena itu si istri tersenyum makin manis, lalu sibuk menyiapkan daging sapi dan arak.

Yang disajikan memang arak zhuyeqing, tetapi yang berkualitas rendah.

Daging sapi yang direbus dengan kecap ---- Paling tidak sudah lewat tiga hari.

Chu Liuxiang diam saja dan tidak memprotes. Memang tujuannya bukan untuk minum arak.

Ia tetap melihat ke si suami dan bertanya "Tadi ada sebuah kereta kuda yang lewat di tempat ini, apakah kalian melihatnya?" Si suami tetap tidak menjawab, sebab ia tahu istrinya suka berbicara, apalagi dengan pelanggan yang muda dan royal.

Sebab ia tahu: Makin banyak bicara, makin banyak uang tip yang didapat.

Si istri yang menjawab: "Setiap hari ada banyak sekali kereta

kuda yang melewati tempat ini, bisa tahu kereta kuda yang tuan cari itu bagaimana modelnya?"

Pertanyaan ini tidak dapat dijawab Chu Liuxiang, sebab bahkan bayangan dari kereta itu pun tidak terlihat olehnya.

Si istri mengedip-ngedipkan mata, lalu berkata: "Tadi memang

ada sebuah kereta kuda yang berlari dengan tergesa-gesa, layaknya seperti ada anggota keluarga mereka yang baru meninggal, saking tergesa-gesanya sehingga tidak berhenti sebentar untuk minum arak."

Mata Chu Liuxiang menjadi terang dan cepat-cepat berkata: "Betul, memang itu yang kumaksudkan, kereta itu menuju ke jalan mana?"

Si istri berkata dengan sikap ragu-ragu: "Sepertinya itu adalah kereta berwarna hitam yang ditarik dua kuda, kalau tidak salah menuju ke jalan kiri. "

Ia tersenyum manis seraya berkata: "Kenapa tuan tidak duduk

dulu dan minum arak, sementara saya akan berpikir lebih seksama?"

Terlihat bahwa cara dia menarik para pelanggan bukanlah arak dan daging sapi, tapi senyumannya.

Cara ini biasanya cukup berhasil.

Namun sayang kali ini tidak berhasil, sebab ketika ia tersenyum paling manis, Chu Liuxiang dan kudanya telah berada di kejauhan, setelah meninggalkan sekeping uang perak saat ini ia tidak ingin wanita siapa pun punya kesan terlalu baik padanya!

Si istri menggigit bibirnya, lalu berkata dengan dongkol: "Ternyata anggota keluarganya ada yang meninggal juga, sehingga ia mesti buru-buru pergi!"

***

Waktu telah senja.

Jalan yang ditempuh makin lama makin sulit, dan sepertinya telah masuk ke daerah pegunungan.

Warna langit tiba-tiba jadi gelap.

Pohon-pohon makin lama makin lebat, saking lebatnya sampaisampai tidak bisa melihat cahaya bintang maupun bulan.

Chu Liuxiang tiba-tiba menyadari bahwa ia telah tersesat, selain tidak tahu ia saat ini berada di mana? Juga tidak tahu jalan ini menuju ke mana?

Yang lebih celaka ialah: Makanan yang dimakan pada pagi hari itu telah tercerna habis, sehingga sekarang perutnya kosong. Sekosong kantong bajunya Hu Tiehua!

Ia bukanlah orang yang tidak tahan lapar, sekalipun dalam dua sampai tiga hari tidak makan apa-apa, juga tak akan ambruk karenanya.

Ia hanyalah amat tidak suka menahan lapar, ia selalu merasa ada dua hal yang paling menakutkan di dunia iniyaitu kelaparan dan kesepian!

Sekarang sekalipun mau kembali lagi juga sudah tidak keburu lagi

--Satu-satunya tempat yang ada jual makanan pada jalan ini, yaitu tempat jual arak yang berada di persimpangan jalan itu.

Dari sini berjalan kembali ke sana paling sedikit membutuhkan waktu tiga jam!

Ia menghela nafas panjang, dan mulai merasa "kangen" kepada daging sapi yang direbus kecap dan kerasnya seperti batu itu. Melihat bayangan-bayangan pohon yang gelap dan batu-batu gunung yang bentuknya mengerikan yang berada di sekelilingnya, serta mendengar bunyi air mengalir yang ada di kejauhan, dan merasakan hembusan angin yang dingin menusuk....

Ia merasa saat ini nasibnya betul-betul sial.

Tentu saja orang yang paling sial bukanlah dia --- Ai Hong jauh lebih sial dari dia.

Ia telah kehilangan sebelah tangan, sekarang diculik lagi. Tidak tahu siapa yang menculik dia dan mau dibawa ke mana?

Masih ada Ai Qing. Mungkin nasibnya lebih tragis lagi.

Chu Liuxiang mengelus-elus hidungnya, lalu tersenyum getir pada dirinya.

Tiba-tiba ia menyadari bahwa dirinya pun adalah "sumber malapetaka" Gadis-gadis yang baik kepada dia, jarang ada yang tidak bernasib sial!

Bunyi air yang mengalir di kejauhan itu, jika didengar dalam

bunyi angin, amat mirip dengan bunyi tangisan pilu dari gadis-gadis itu!

Chu Liuxiang mengelus-elus surai kuda itu seraya bergumam: "Kelihatannya kamu juga sudah lelah, kalau begitu minumlah air dulu."

Ketika ia sampai di tepi air yang mengalir itu, terlihatlah ada sebuah rumah kecil berada di pinggir jembatan kecil.

"Jembatan kecil, air mengalir dan rumah kecil" merupakan tema lukisan tiongkok yang sering dipergunakan, yang sering membuahkan lukisan-lukisan puitis yang amat indah.

Cuma sayang bahwa saat ini ia tidak memiliki sedikit rasa puitis pun, sebab menurut dia pada saat ini — lukisan yang paling indah di dunia pun akan kalah daya tariknya dengan semangkok daging babi angsio!

Di pagar bambu yang rendah itu berambatan bunga-bunga

wistaria, dari kertas jendela yang berwarna kuning gelap itu terlihat ada sinar lampu.

Di atas atap rumah terlihat asap membubung dari cerobong dapur.

Yang dibawa datang oleh angin, selain bau bunga yang harum, juga bau sedap dari telur angsa yang digoreng bersama bawang. Selain bunyi air yang mengalir, bertambah semacam bunyi lain. Bunyi perut Chu Liuxiang.

Ia turun dari kuda, dengan amat terpaksa mengetuk pintu rumah itu.

Yang buka pintu adalah seorang tua yang kurus katai, ia tidak membuka seluruhnya pintu, lalu dari belakang pintu mengamati Chu Liuxiang dari atas ke bawah, dengan sikap layaknya seekor kelinci yang ketakutan.

Chu Liuxiang membungkukkan badan memberi hormat, lalu berkata seraya tersenyum: "Aku kelewatan tempat penginapan,

bolehkah menumpang nginap semalam saja di tempat bapak? Besok

begitu pagi aku segera berangkat. Kalau dibolehkan, aku akan memberi imbalan yang besar." Kata-kata itu pernah didengar dari mulut seorang guru sekolah ketika ia masih kecil, namun pada saat ini ia bisa mengucapkannya dengan lancar sekali Ia merasa daya ingatnya betul-betul lumayan. Kata-kata itu mendatangkan hasil, dan pintu itu terbuka seluruhnya.

***

Orang yang membukakan pintu itu sebenarnya belum tua, berumur 40-an, tetapi rambutnya telah rontok semua.

Ia mengaku bernama Bu Danfu, berprofesi sebagai penebang  kayu, namun kadang-kadang berburu ayam hutan dan kelinci, yang dijual untuk dapat uang buat beli arak.

Hari ini kebetulan berburu dan dapat beberapa kelinci, maka pada malam itu ia mengajak Chu Liuxiang minum arak bersama. Ia minum arak dengan pelan, tapi makan masakan dengan cepat, maka ia minta istrinya memasak lagi.

Ia berkata seraya tersenyum: "Barangkali karena sudah minum arak, maka aku baru berani buka pintu, jika tidak, bagaimana aku berani sembarangan memasukkan orang yang tak dikenal pada

tengah malam ini?"

Chu Liuxiang mendengar saja dan sekali-kali menganggukkan kepala.

Bu Danfu berkata lagi seraya tersenyum: "Ditempatku ini tidak ada barang berharga buat dirampok, tetapi aku punya seorang anak perempuan yang cantik!"

Chu Liuxiang mulai tidak bisa tersenyum lagi.

Sekarang ia masih tidak takut kepada apa pun dan siapa pun, kecuali takut kepada wanita yang cantik!

Jika ada yang menemani, maka kecepatan minum arak akan meningkat.

Jika arak yang diminum sudah banyak, keberanian juga akan meningkat.

Warna muka Bu Danfu sudah merah sekali, tiba-tiba berkata dengan suara keras: "Juan'er, cepat bawa kemari setengah ekor kelinci itu untuk dijadikan lauk minum arak."

Dari dalam rumah terdengar suara yang mengandung nada protes: "Bukankah ayah mau menunggu sampai makan malam besok baru memakan setengah ekor kelinci itu?"

Bu Danfu menegur sambil tertawa "Setan pelit! Apakah kamu

tidak takut ditertawai tamu ini? Cepat keluarkan, tidak usah diiris, kami akan makan sambil mencabik-cabiknya."

Ia berkata lagi seraya menggeleng-gelengkan kepala: "Anak perempuanku ini bernama Ajuan, anak yang baik, cuma masih

mentah sekali dalam pengalaman hidup, aku betul-betul kuatir kelak tidak ada orang yang mau menikahinya"

Kepala Chu Liuxiang pun tidak berani dianggukkan lagi.

Begitu mendengar urusan nikah dari anak perempuan orang lain, ia tidak berani menjawab apa-apa.

Seorang gadis yang berpakaian kasar dan sederhana, wajahnya tidak berbedak, keluar dari dalam rumah dengan membawa sebuah mangkok masakan, kepalanya ditundukkan dan bentuk mulutnya dicibirkan, lalu meletakkan mangkok dengan kasar ke meja, membalikkan badan dan masuk ke dalam lagi.

Pada mulanya tidak berani, tapi karena tidak bisa menahan dirinya, akhirnya Chu Liuxiang melirik juga.

Bu Danfu tidak membual -- Anaknya memang benar-benar cantik, rambutnya panjang, matanya besar, namun warna mukanya kayaknya pucat sekali.

Gadis yang pemalu umumnya demikian.

Dikarenakan mereka jarang keluar rumah untuk menjumpai orang, tentu saja jarang terjemur sinar matahari.

Ketika Chu Liuxiang menoleh, ia melihat bahwa Bu Danfu sedang memandangi dia dengan pandangan yang tajam, disertai dengan semacam senyuman yang mengandung maksud-maksud tertentu, lalu bertanya seraya tersenyum: "Bagaimana anggapan anda terhadap anakku ini?"

Disebabkan dia sudah bertanya demikian, mau tidak dijawab pun sudah tidak bisa, maka Chu Liuxiang mengelus-elus hidung dan menjawab seraya tersenyum: "Harap tenangkan hati, anak bapak pasti bisa laku menikah."

"Kalau tak laku menikah, apakah anda mau menikahinya?"

Chu Liuxiang tidak berani menjawab lagi, dan menyesal tadi kok dirinya banyak bicara.

Bu Danfu berkata seraya tertawa nyaring: "Kelihatannya anda adalah orang jujur, tidak sama seperti pemuda-pemuda yang lain, yang bermulut manis dan suka menggombal. Mari! Aku bersulang

untuk anda, sebab di jaman ini, pemuda yang sejujur anda ini sudah tidak banyak!"

***

Bu Danfu telah mabuk.

Seseorang kalau berani mengajak Chu Liuxiang untuk beradu minum arak, pasti akan mabuk

"Kelihatannya anda adalah orang jujur...sebab di jaman ini, pemuda yang sejujur anda ini sudah tidak banyak!"  Mengingat ini, hampir saja Chu Liuxiang tertawa keras.

Kadang-kadang ia dipanggil orang sebagai pendekar besar, kadang-kadang dipanggil orang sebagai perampok, kadang-kadang dianggap orang sebagai satria, kadang-kadang dianggap orang sebagai pemuda preman.... Tetapi dianggap orang sebagai orang jujur, ini adalah pertama kali sepanjang hidupnya!

"Seandainya ia tahu betapa "jujur" nya aku, pasti akan membuat dia melompat 30 kaki karena saking terkejutnya!"

Sambil tersenyum ia membaringkan dirinya — Di tumpukan rumput-rumput padi.

Tentu saja keluarga semacam ini tidak punya kamar tamu, maka dengan memaksakan diri ia tidur di tempat penumpukan kayu bakar.

Bagaimanapun juga, tempat ini kan ada atap rumah -- Ini kan

lebih baik daripada tidur di tempat terbuka yang beratapkan langit. Tetapi seandainya ia tahu apa yang terjadi di tempat ini, maka ia akan memilih tidur di selokan daripada tidur di tempat ini!

Malam sudah larut sekali, dan sekelilingnya amat hening. Suasana hening yang berbaur dengan sedikit suasana hati yang sedih, yang ada pada daerah pegunungan ini, tak akan bisa terbayangkan oleh orang kota.

Yang terdengar hanyalah bunyi angin, dan bunyi gemerisik daundaun pohon yang tertiup angin — Ini pasti mendatangkan sedikit

banyak rasa kesepian dalam keheningan semacam ini.

Siang harinya mengalami begitu banyak hal, lalu pada malam yang demikian hening dan sepi ini, tidur di tumpukan rumput di tempat penumpukan kayu bakar dari sebuah keluarga yang tak dikenalnya.

Bagaimana Chu Liuxiang dapat tertidur?

Mendadak ia teringat pada sebuah cerita yang diceritakan oleh seorang guru sekolah ketika ia masih kecil: "Dahulu kala ada seorang pelajar yang muda, menempuh perjalanan yang jauh ke ibukota untuk ikut ujian negara, lalu pada suatu malam, karena kelewatan tempat penginapan, lalu menumpang nginap semalam pada sebuah keluarga yang tinggal di daerah pegunungan.

Kepala keluarga itu adalah seorang tua yang ramah dan senang menyambut tamu, ia memiliki seorang anak perempuan yang amat cantik.

Karena menganggap pelajar itu kelak memiliki masa depan yang cerah, makanya si ayah menjodohkan anaknya kepada si pelajar. Si pelajar tidak menolak, maka pada malam itu juga upacara pernikahan dilangsungkan.

Baru pada pagi esok harinya ia menemukan dirinya tidur dikelilingi beberapa kuburan!

Sedangkan mempelai wanita yang tadi malam tidur di sisinya itu, sekarang telah berubah menjadi setumpukan tulang yang kering!

Namun di pergelangan tangannya masih memakai gelang batu giok pemberian si pelajar sebagai pengganti emas kawin!

***

Sejak dulu Chu Liuxiang menganggap ini adalah sebuah cerita

yang amat menarik, namun sekarang tiba-tiba merasa cerita itu tidak menarik lagi.

Angin masih menderu-deru, daun-daun pohon masih berbunyi gemerisik.

Di daerah pegunungan nan sepi ini, mengapa ada sebuah keluarga semacam ini yang tinggal di sini?

"Besok pagi ketika aku bangun, apakah juga menemukan diriku tidur dikelilingi beberapa kuburan?"

Tentu saja tidak, sebab itu kan hanya sebuah cerita khayalan yang tidak masuk akal.

Berpikir sampai di sini, ia tersenyum sendiri, namun tidak tahu mengapa, ia tetap merasa punggungnya sedikit dingin.

Untung Bu Danfu tidak memaksa untuk menikahkan anaknya

pada Chu Liuxiang, jika tidak, saat ini ia pasti sudah lari tunggang langgang.

Angin bertambah kencang, sampai membuat pintu berbunyi terus.

Cahaya rembulan yang pucat masuk dari jendela, sepucat wajahnya nona Ajuan itu.

Ia bangun dengan ringan, membuka pintu dengan ringan,

tujuannya mau jalan-jalan di halaman, menghirup udara segar untuk melapangkan dada.

Namun begitu membuka pintu, ia melihat sebuah pemandangan yang tak akan dilupakan sepanjang hidupnya!

Ia berharap selamanya tidak pernah membuka pintu ini!

***

Cahaya rembulan yang pucat, dan suasana yang remang-remang.

Gadis yang bernama Ajuan itu sedang menyisir rambutnya di

bawah sinar bulan. Ini sebenarnya tidak termasuk aneh, lebih-lebih tidak bisa dikatakan ini hal yang mengerikan.

Cara Ajuan menyisir rambut itulah yang luar biasa!

Ia melepaskan kepalanya, lalu meletakkan kepala itu ke sebuah meja yang berada di depannya, baru menyisirnya.

Cahaya bulan menyinari wajahnya yang pucat, tangan yang pucat dan tubuh yang tidak berkepala!

Seluruh badan Chu Liuxiang dingin bagaikan es, bahkan dinginnya dari jari-jari tangan sampai ke jari-jari kaki! Seumur hidupnya belum pernah melihat hal yang selain amat aneh, juga teramat mengerikan ini!

Hal ini semestinya cuma terdapat di dalam cerita khayal yang paling tidak masuk akal!

Bahkan di dalam mimpi pun ia tidak pernah menduga bahwa ia akan melihat pemandangan itu dengan mata kepala sendiri!

Kepala Ajuan tiba-tiba berbalik Diputar oleh tangannya dan menghadap ke Chu Liuxiang, memandang dia dengan sinar mata yang amat dingin!

"Kamu berani mengintip!"

Di sekeliling tidak ada orang lain, suara ini memang di ucapkan oleh mulut dan kepala yang berada di atas meja itu!

Selama ini Chu Liuxiang memiliki nyali yang amat besar, dan tidak pernah percaya takhayul, menghadapi hal yang seberapa ngerinya pun ia tidak pernah merasakan kakinya bisa jadi lemas. Tapi sekarang kakinya mulai sedikit lemas!

Ia ingin mundur, baru mundur satu langkah, tiba-tiba dari kegelapan melompat keluar sebuah bayangan! Ternyata itu adalah seekor anjing hitam.

Anjing itu melompat ke meja, menggigit dan menggondol pergi kepala yang ditaruh di atas meja itu.

Walaupun kepala itu berada dalam mulut anjing itu, tapi masih bisa berteriak: "Tolong! Tolong!"

Badan Bu Ajuan yang tidak berkepala itu, ternyata bisa menjerit dengan sedih: "Kembalikan kepalaku!"

"Kembalikan kepalaku!

04. Mimpi Indah Yang Sulit Jadi Kenyataan

Cahaya bulan yang pucat, suasana yang remang-remang.

Anjing itu telah berlari masuk ke kegelapan, kepala itu masih berteriak-teriak dengan sedih: "Tolong! Tolong!"

Badan yang tidak berkepala itu pun masih menjerit-jerit dengan sedih: "Kembalikan kepalaku! Kembalikan kepalaku. "

Bunyi jeritan itu, sebentar lenyap sebentar terdengar lagi. Bunyi angin yang menderu-deru, dibaurkan dengan jeritan-jeritan itu, kedengarannya persis dengan setan-setan yang sedang melolong! Siapa pun yang melihat pemandangan ini dan mendengar suarasuara

itu, kalau tidak mati ketakutan, pasti akan pingsan seketika!

Tetapi Chu Liuxiang tidak.

Tiba-tiba badannya melesat bagai anak panah, mengejar anjing

itu. "Baik kau adalah manusia atau anjing, asal kau memberi makan ketika aku lapar, dan memberi tumpangan tidur ketika aku lelah, maka

aku tidak bisa membiarkan kepalamu dibawa pergi oleh anjing!" Inilah prinsip dia.

Selama ini dia adalah orang yang memegang prinsip dengan teguh.

Anjing itu larinya cepat sekali, dalam waktu sekejap mata sudah lenyap lagi dalam kegelapan.

"Baik kau adalah manusia atau anjing, asal Chu Liuxiang mau mengejar, pasti akan tersusul!"

Bahkan ada sejumlah orang percaya bahwa ilmu meringankan tubuh Pendekar Harum Chu itu, memang belajar dari neraka! Sewaktu melewati pagar bambu itu, dengan cepat tangannya telah mencabut keluar sebatang bambu.

Hanya dengan 3-5 kelebatan, maka jarak dia dengan anjing itu sudah tidak sampai enam meter.

Batang bambu di tangannya itu ditimpuk dan tepat mengenai badan anjing.

Anjing itu terkaing-kaing, dan jatuhlah kepala orang itu dari mulutnya.

Dengan cepat Chu Liuxiang berkelebat dan memungut kepala itu. Kepala itu dingin bagaikan es, juga basah, tampaknya sedang mengeluarkan keringat dingin.

Tiba-tiba is merasa ada ketidak-beresan!

Tiba-tiba kepala itu berbunyi "Poooh" lalu meletus, menyemburlah asap tebal dari kepala itu, dengan bau busuk yang amat menyengat! Lalu jatuhlah Chu Liuxiang.

Siapa pun yang mencium bau busuk ini, pasti akan jatuh!

****

Malam itu berembun banyak, bumi dingin dan basah. Chu Liuxiang rebah di tanah.

Dari jauh sayup-sayup terdengar bunyi mengerikan yang terbawa angin, entah itu lolongan anjing? Atau tangisan hantu?

Tiba-tiba ada sebuah bayangan orang muncul dari kegelapan, berjalan dengan gerakan yang amat ringan.

Sebuah bayangan orang yang tidak berkepala!

Orang yang tidak berkepala itu ternyata bisa tertawa, dan ia tertawa ngakak di depan Chu Liuxiang! Chu Liuxiang yang tadinya terbius dan rebah di tanah itu, tibatiba melompat bangun, dengan gerakan secepat kilat tangannya

telah mencengkeram kerah bajunya orang yang tak berkepala itu! Dengan berbunyi "srett", kerah baju itu robek, lalu terlihatlah sebuah kepala orang.

Ternyata dia ialah Bu Danfu.

Ternyata dia punya kepala, namun disembunyikan ke dalam baju. Ternyata baju itu disangga para-para Jika bukan karena ia kurus dan kate, maka penampakannya tidak akan begitu persis.

Kalau kepala yang digondol anjing itu?

Ternyata kepala itu terbuat dari malam, di dalamnya tersembunyi mesiu dan sumbunya; sumbu itu telah dinyalakan.

Asal pengukuran waktunya tepat, panjang sumbu itu bisa disesuaikan.

Ia mengukur waktu dengan tepat sekali.

Maka "kepala" itu meletus tepat waktu di tangan Chu Liuxiang, obat bius yang tersim pan di dalamnya bertebaran karena letusan itu!

Semuanya telah diukur dan diperhitungkan dengan sangat tepat, yang belum diperhitungkan hanyalah Chu Liuxiang masih dapat melompat bangun dari tanah!

Pada saat ini, mata-alis-hidung dan mulut Bu Danfu tampaknya  telah mengerut jadi satu bagian, persis seperti telah diberi bogem mentah oleh orang lain.

Tetapi Chu Liuxiang tersenyum, lalu berkata: "Ternyata kemampuan minum arakmu lumayan juga, mungkin minum lagi beberapa cawan pun tidak akan jadi mabuk"

Pada saat dan di tempat seperti ini, ternyata ia mengucapkan kata-kata ini, menurut anda aneh atau tidak?

Bu Danfu memaksakan dirinya untuk tersenyum, namun tiba-tiba badannya mengkerut dan keluar dari pakaiannya, kemudian badannya begelundungan dengan cepat, sekejap saja sudah belasan meter jauhnya.

Lalu badannya melompat bangun dan melesat, sebentar saja telah berada di jarak 20 meteran.

Tanpa terasa Chu Liuxiang berseru: "Ilmu meringankan tubuh yang bagus!"

Begitu kalimat ini selesai diucapkan, badannya juga telah melesat

20 meteran!

Bu Danfu berlari kencang tanpa berani menoleh, ilmu meringankan tubuhnya memang cukup bagus, jikalau bukan bertemu Chu Liuxiang, ia tentu bisa lobos.

Tidak beruntungnya ia bertemu Chu Liuxiang. Hampir saja ia tersusul oleh Chu Liuxiang.

Tetapi tiba-tiba Chu Liuxiang berhenti, sebab ia melihat lagi ada seorang yang sedang menyisir rambut di halaman rumah.

****

Cahaya bulan yang pucat, cahaya bintang yang remang-remang. Bu Ajuan sedang menyisir rambut di bawah cahaya bulan, dengan gerakan yang pelan sekali.

Tentu saja pada kali ini ia tidak melepaskan kepalanya. Rambutnya hitam berkilat, tangannya halus dan indah, wajahnya pucat seperti cahaya bulan.

Ia memakai pakaian sutra ungu yang ringan dan tipis, saking tipisnya sehingga begitu ditiup angin, dapat terlihat dada yang montok, pinggang yang ramping dan kaki panjang yang lurus dari dia!

Pakaian sutra ungu yang ringan dan berada di dalam angin itu, persis seperti gumpalan kabut yang amat tipis.

Tubuh mulus dan berkilauan yang berada di balik pakaian sutra ungu itu lapat-lapat terlihat!

Tidak tahu yang berada di dalam kabut itu: Gadis atau bunga? Chu Liuxiang bukan orang yang alim, juga bukan orang buta. Mendadak Bu Ajuan menoleh, bertanya seraya tersenyum manis: "Kau belum mati?"

Chu Liuxiang menjawab dengan tersenyum juga: "Aku masih manusia, bukan setan."

"Apakah obat bius itu bermasalah?"

"Obat bius itu tidak bermasalah, yang bermasalah ialah hidungku."

"Aku tahu kehebatan obat bius itu, yang bahkan dapat membius orang yang tidak punya hidung sekalipun!"

Chu Liuxiang senyum lagi dan berkata: "Sekalipun tidak punya hidung, kepala itu juga tidak akan begitu ringan."

Bu Ajuan berkata seraya mengedipkan mata: "Apakah begitu merasakan kepala itu terlalu ringan, kau segera menutup pernafasanmu?"

Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum: "Barangkali aku tidak merasakan apa-apa, hanyalah nasibku luar biasa baik."

Bu Ajuan berkata dengan tersenyum "Aku tahu baru-baru in nasibmu tidaklah baik."

"Oh ya?"

Bu Ajuan berkata seraya tersenyum manis: "Orang yang 'bernasib bunga persik', biasanya punya nasib yang tidak begitu baik." Tanpa terasa Chu Liuxiang mengelus-elus hidungnya, lalu berkata: "Bagaimana kau bisa tahu aku sedang 'bernasib bunga persik'?"

Bu Ajuan menjawab seraya tersenyum: "Sebab kau tidak saja

memiliki sepasang 'mata bunga persik', juga memiliki sebuah 'hidung bunga persik'!"

Chu Liuxiang menimpali sambil senyum "Untung tanganku bukan 'tangan bunga persik'(Dalam bahasa Tionghoa, "Mata bunga persik" berarti: matakeranjang; "Hidung bunga persik" berarti: hidung belang; "Tangan bunga persik" berarti: tangan yang suka gerayangan), makanya kau masih bisa duduk dengan baik di sana!" Bu Ajuan bertanya seraya memutar-mutarkan biji makanya:

"Apakah tanganmu 'alim' sekali?"

"Apakah kau berharap tanganku tidak 'alim?"

Bu Ajuan berkata seraya menggigit bibir: "Jika tanganmu benarbenar 'alim datanglah kemari dan sisirkanlah rambutku."

Chu Liuxiang tidak menjawab, badannya juga tidak bergerak.

Bu Ajuan melirik dia dengan ujung mata, lalu bertanya: "Apakah kau tidak bisa menyisir rambut?"

"Walaupun tanganku 'alim' tapi tidak bodoh." "Apakah kau tidak suka menyisirkan rambut orang?" "Itu tergantung, kadang suka, kadang tidak suka." "Tergantung apa?"

"Tergantung apakah kepala orang itu bisakah dilepas dari lehernya!"

****

Rambut gadis itu halus, lembut dan indah, dipandang di bawah sinar bulan persis dengan sutra!

Tiba-tiba Chu Liuxiang merasa bahwa: Membantu menyisirkan rambut seorang gadis itu adalah semacam kenikmatan!

Barangkali gadis yang rambutnya disisirkan oleh dia pun merasa adalah semacam kenikmatan!

Chu Liuxiang menyisir dengan gerakan tangan yang amat ringan. Sinar mata Bu Ajuan redup seperti sinar bintang, lalu berkata dengan suara lembut: "Sejak dulu aku sudah pernah dengar kata orang, bahwa Pendekar Harum Chu tidak pernah mengecewakan wanita! Tapi sejak dulu aku tidak percaya."

"Kalau sekarang?"

Bu Ajuan menjawab sambil senyum: "Sekarang aku percaya" "Kamu masih dengar orang ngomongin aku tentang apa?" Bu Ajuan mengedip-ngedipkan mata dan berkata dengan

perlahan: "Mengatakan bahwa kau amat cerdik seperti rubah tua, di dalam dunia ini tidak ada hal yang kau tidak ngerti, juga tidak ada

seorang pun yang dapat menipumu...Semua ini aku sekarang juga percaya"

Mendadak Chu Liuxiang menghela nafas panjang, lalu berkata seraya tersenyum masam: "Tetapi sekarang aku agak mencurigai diriku sendiri."

"Oh ya?"

"Hari ini juga aku telah melihat satu hal yang aku tidak ngerti." "Apa itu?"

"Kenapa kepala itu bisa berbicara?"

Bu Ajuan menjawab seraya tersenyum lagi: "Yang berbicara bukan kepala itu, tapi Bu Danfu."

"Namun aku jelas-jelas melihat bahwa yang berbicara adalah kepala itu."

"Sebetulnya kau tidak benar-benar melihat, itu cuma semacam perasaan saja."

"Kok bisa ada perasaan itu?"

"Waktu kecil Bu Danfu pernah pergi ke Tianzhu (Tianzhu adalah sebutan kuno untuk India.), dan berhasil mempelajari semacam ilmu aneh dari bhiksu-bhiksu Tianzhu."

"Ilmu apa itu?"

"Orang Tianzhu menyebut ilmu ini 'bahasa perut', artinya dia dapat berkata-kata dari dalam perutnya, sehingga kau tidak bisa tahu suara itu dari mana datangnya!"

Chu Liuxiang menghela nafas panjang lagi, lalu berkata: "Wah!

Tampaknya di dalam dunia ini sungguh amat banyak ilmu yang

aneh-aneh! Yang tidak mungkin bisa dipelajari semuanya oleh siapa pun sepanjang hidupnya!"

Bu Ajuan berkata seraya tersenyum mamis: "Saat ini pun kau sudah cukup membuat banyak orang sakit kepala, kalau kau bisa

mempelajari semua ilmu, mana ada lagi jalan hidup bagi orang lain?" Chu Liuxiang juga tersenyum, tiba-tiba bertanya "Kelihatannya Bu Danfu bukanlah ayahmu?"

"Tentu saja bukan, jika tidak kenapa aku bisa langsung menyebut namanya?"

"Dia itu apamu?" "Dia itu lakiku."

Tangan Chu Liuxiang yang pegang sisir itu tiba-tiba berhenti, dan dia menjadi termangu-mangu.

Bu Ajuan menoleh dan melirik dia sejenak, lalu berkata seraya tersenyum mamis' : "Lakiku artinya suamiku, apa kau tidak ngerti?" Chu Liuxiang menjawab seraya tersenyum masam: "Aku ngerti."

Bu Ajuan bertanya seraya melirik ke tangan Chu Liuxiang: "Mengapa begitu mendengar dia adalah suamiku, tanganmu lantas tidak bergerak lagi?"

"Itu karena aku belum ada kebiasaan membantu menyisirkan rambut istri orang lain."

Bu Ajuan berkata seraya tersenyum: "Lambat laun kau akan jadi biasa."

Chu Liuxiang berkata sambil tersenyum masam: "Aku kira sebaiknya jangan punya kebiasaan semacam ini"

Bu Ajuan mulai tertawa cekikikan, lalu bertanya "Apakah kau takut dia cemburu?"

"Ya."

'Dia tidak mampu mengejar serta mengalahkanmu, kau takut apa?"

"Aku tidak senang melihat rupa pria yang cemburu."

Bu Ajuan berkata seraya memutar-mutar biji matanya: "Kalau dia tidak cemburu?"

"Di dalam dunia ini tidak ada pria yang tidak cemburuan --- Kecuali orang mati."

"Apakah kau ingin dia mati?"

"Perkataan ini Bukan aku tapi kau yang mengatakannya."

"Mulut mengatakannya atau tidak, itu satu hal; namun hati menginginkannya atau tidak, itu satu hal yang lain."

Ia menatap Chu Liuxiang sambil tersenyum samar-samar, lalu melanjutkan kata-katanya dengan pelan: "Sebenarnya asal kau mau, setiap saat ia mungkin bisa jadi orang mati."

Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum hambar: "Cuma sayangnya aku belum punya kebiasaan membunuh suami orang lain!"

"Apakah demi aku pun kau tidak mau melakukannya?" Chu Liuxiang tidak menjawab.

Ia tak akan pernah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan dan mengecewakan kaum wanita!

"Jangan lupa tadi sebenarnya dia mau membunuhmu." Chu Liuxiang mengedip-ngedipkan mata sambil berkata: "Benarkah dia adalah orang yang mau membunuhku?"

Tiba-tiba Bu Ajuan menghela nafas panjang, berdiri dengan perlahan, lalu mengambil sisir yang berada di tangan Chu Liuxiang. Chu Liuxiang bertanya "Kenapa kau menghela nafas?"

"Seseorang kalau hatinya sedih, ia akan menghela nafas." "Jadi kau amat sedih?"

"Ya"

"Mengapa?"

"Karena sebenarnya aku tidak ingin kau mati, namun jika dia tidak mati, kamulah yang harus mati!"

"Oh ya?"

"Kau tidak percaya?"

"Sebab aku selalu merasa, menginginkan kematianku bukanlah suatu hal yang amat mudah!"

Bu Ajuan berkata dengan perlahan: "Tapi juga tidak sesulit seperti yang kau pikirkan!"

Tiba-tiba ia mengangkat sisir itu dan bertanya: "Apakah kau tahu sisir ini terbuat dari apa?"

"Dari kayu."

"Jenisnya kayu banyak sekali — Setahuku kira-kira ada 100 jenis."

Chu Liuxiang mendengarkan.

"Di antara 100 jenis kayu ini, ada 90 lebih jenis yang termasuk biasa."

Ia tersenyum sejenak, lalu melanjutkan kata-katanya: "Yang dimaksud biasa itu artinya tidak berbisa — Jika kau menggunakan sisir yang terbuat dan kayu biasa itu untuk menyisir rambut orang lain, kalau menginginkan kematian dia barulah tidak mudah."

"Jadi sisirmu ini?"

"Sisirku ini terbuat dari 'kayu pria cemburu' Sejenis kayu yang termasuk yang luar biasa!"

"Apanya yang luar biasa?"

Bu Ajuan tidak menjawab, tapi mengelus-elus rambutnya yang panjang dan halus itu, lalu tiba-tiba bertanya: "Menurut kau rambutku wangi tidak?"

"Wangi sekali."

"Itu karena rambutku telah diolesi minyak wangi."

Sinar mata Chu Liuxiang "berkelap-kelip", lalu bertanya "Apakah jenisnya minyak wangi juga amat banyak?"

"Betul. Setahuku kira-kira ada 100 jenis juga"

"Apakah 90 lebih jenis di antaranya juga termasuk yang biasa -- Yang tidak berbisa?"

Bu Ajuan tersenyum manis seraya berkata: "Kamu kok tambah lama tambah cerdas ya."

Chu Liuxiang tersenyum seraya berkata: "Minyak wangi yang dioleskan di rambutmu itu, tentu saja yang termasuk jenis yang luar biasa itu!"

"Tepat sekali."

Chu Liuxiang menghela nafas panjang, lalu bertanya: "Kenapa aku tidak bisa melihat keluar-biasaannya?"

"Minyak wangi jenis ini bernama 'minyak pacar', ketika 'kayu pria cemburu' bertemu 'minyak pacar', akan mengeluarkan semacam gas racun yang luar biasa! Ketika kau menyisirkan rambutku, tanpa kau bisa merasa, gas racun ini telah masuk ke dalam pori-pori tanganmu, maka. "

Ia menghela nafas panjang lagi, lalu meneruskan kata-katanya dengan pelan: "Paling lama setengah jam lagi, maka sepasang tanganmu akan mulai membusuk, lalu tulang tanganmu akan ikut membusuk, bahkan seluruh daging dan tulang tubuhmu akan rusak dan membusuk!"

Chu Liuxiang terkesiap sambil terbengong-bengong!

Bu Ajuan bertanya seraya tersenyum: "Menurutmu cara membunuhku ini hebat tidak? Barangkali sampai-sampai Pendekar Harum yang tahu segala hal pun tidak akan pernah menduganya kan!?"

Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum masam: "Tampaknya di

dalam dunia ini, cara pembunuhan yang aneh-aneh memang betulbetul banyak sekali!"

"Hari ini kau telah menyaksikan dua macam di antaranya" "Dua hari yang lalu aku telah menyaksikan beberapa macam." "Apakah kau merasakan bahwa semua macam cara itu hebat sekali?"

"Betul-betul hebat sekali!"

Mendadak ia melanjutkan kata-katanya seraya tersenyum: "Walaupun semua cara itu hebat sekali, namun sampai saat ini aku masih hidup sehat wal'afiat kan!?"

"Hanya sampai saat ini kan? "Selanjutnya?"

"Siapa yang bisa tahu hal yang selanjutnya!"

"Aku bisa!" "Oh ya?"

"Aku dapat memberi jaminan padamu, bahwa cara yang aku pergunakan ini bukan saja paling hebat, bahkan paling efektif!" Ia meneruskan kata-katanya seraya tersenyum: "Sekalipun kau bisa setiap saat menutup pernafasanmu, tapi masa' kau bisa menutup seluruh pori-porimu?"

Chu Liuxiang menganggukkan kepala dan berkata seraya

menghela nafas panjang: "Jika demikian, kelihatannya aku mesti mati ya!?"

"Karena itu hatiku amat sedih."

"Jikalau kau begini sedih, mengapa tidak membiarkan aku hidup saja?"

Bu Ajuan memutar-mutar biji matanya, lalu berkata: "Jika kau ingin tidak mati, hanya ada satu cara!"

"Cara apa?"

"Pergi dan bunuhlah Bu Danfu demi aku." "Mengapa tidak kau sendiri yang membunuh dia?"

Bu Ajuan berkata seraya menghela nafas dalam-dalam:  "Meskipun aku bukanlah wanita baik-baik, namun membunuh suami sendiri? Aku masih tidak mampu melakukannya"

"Apakah kau mengira aku mampu melakukannya?"

"Dia kan bukan temanmu, juga bukan suamimu, jika mau membunuhnya, mudahnya seperti kau membalikkan tanganmu! Kecuali kau menganggap nyawa dia lebih penting dari nyawamu." Chu Liuxiang mulai lagi mengelus-elus hidungnya.

Bu Ajuan berkata dengan santai: "Lebih baik kau cepatan ambil keputusan, sebab jika racun itu mulai bereaksi, menyesal sudah terlambat lho!"

Sikapnya makin santai, malahan menunjukkan situasinya makin gawat.

Tampaknya Chu Liuxiang pun amat mengerti hal ini, maka buruburu bertanya: "Apakah bila sekarang aku pergi mencari dia, itu tidak terlambat?"

Bu Ajuan menjawab seraya tersenyum sejenak: "Ilmu meringankan tubuh Pendekar Harum nomor satu di dunia Aku pun tahu hal ini."

Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum getir: "Cuma sayang

bahwa saat ini tidak tahu dia sudah lari ke mana, bagaimana aku bisa menemukan dia?"

Bu Ajuan berkata sambil senyum "Apakah kau mengerti

peribahasa 'Yang memahami anak, tiada yang yang bisa menandingi ayahnya; Yang memahami suami, tiada yang bisa menandingi istrinya'?"

"Apakah kau tahu dia ada di mana?"

"Seorang perempuan kalau tidak tahu di mana suaminya berada, lebih balk mati saja!"

Dengan cepat ia meneruskan kata-katanya: "Sewaktu tadi datang, kau pasti telah melihat ada sebuah kaki gunung kan?" Chu Liuxiang menganggukkan kepalanya.

"Asal kau menyusuri kaki gunung itu dan berjalan ke hulunya,

kau akan melihat sebuah air terjun, di belakang air terjun itu ada sebuah gua gunung yang tersembunyi. Ia pasti bersembunyi di  sana."

Chu Liuxiang bertanya dengan sikap ragu: "Jikalau aku bunuh dia, apakah benar kau mau memberikan obat penawar racun itu kepadaku?"

"Betul! Dengan kepala dia ditukar dengan obat penawar, dengan nyawa dia ditukar dengan nyawamu. Ini bisnis pertukaran yang yang adil, tiada yang dirugikan."

"Tetapi kenapa kau mesti menginginkan kematiannya?"

Bu Ajuan berkata dengan sikap dingin: "Cerita ini tunggu kau kembali saja, barangkali aku mau memberitahukanmu, sekarang jika mau masih banyak bertanya, takutnya kau akan terlambat!"

Chu Liuxiang bertanya seraya menghela nafas panjang: "Baiklah, aku mengajukan pertanyaan yang terakhir: Apakah kau pasti akan menunggu aku di sini?"

"Tentu."

Ternyata Chu Liuxiang memang tidak berkata apa-apa lagi, memutar badannya lalu pergi.

Terlihat bayangan dia sekali berkelebat, sudah 20-30 meter jauhnya, sekali berkelebat lagi, bayangannya telah lenyap dalam kegelapan.

Tampaknya Bu Ajuan sedikit terkejut dan tidak menduga bahwa Chu Liuxiang akan menyanggupi permintaannya dengan begitu mudah.

"Bukankah selama ini Chu Liuxiang tidak mau membunuh orang?" "Tetapi di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar tidak takut mati, dia kan manusia juga, tentu saja mengerti bahwa nyawa sendiri jauh lebih berharga dari nyawa orang lain."

Berfikir sampai sini, ia tersenyum amat gembira dan puas. Selama ini ia selalu menganggap orang-orang pria di bawah kolong langit ini semuanya orang-orang tolol. Menipu mereka itu lebih gampang dari mengiris tahu!

Sampai pada hari ini, ia berkesimpulan bahwa ternyata Chu Liuxiang pun tidak terkecuali!

Chu Liuxiang bukan saja tertipu, bahkan tertipu secara berentetan: Pertama Bu Danfu sama sekali bukan suaminya.

Kedua: Bu Danfu saat ini tidak berada di gua gunung yang

berada di belakang air terjun itu, dan sekarang entah berlari ke mana?

Ketiga: sisir itu hanya terbuat dari kayu biasa, yang dioleskan di kepalanya pun cuma semacam minyak wangi bunga melati yang

biasa-biasa saja!

Keempat Di dalam dunia ini sama sekali tidak ada yang namanya "kayu pria cemburu" dan "minyak pacar"! Kedua macam benda

berbisa yang aneh-aneh ini, barangkali hanya terdapat di dalam cerita hantu saja!

Kelima Ia menyuruh Chu Liuxiang pergi ke gua yang berada di belakang air terjun itu, tujuannya hanya agar Chu Liuxiang mengantar nyawa! Sebab siapapun yang masuk sendirian ke sana, jangan harap bisa keluar lagi dengan bernyawa!

"Tampaknya para pria itu terlahir untuk ditipu oleh orang-orang wanita! Jika wanita tidak menipu pria, barangkali pria itu malahan akan merasa sekujur badannya tidak nyaman."

Bu Ajuan sangat gembira, juga sangat puas.

Ia merasa bahwa tidak saja teknik beraktingnya luar biasa, bahkan amat menjiwai perannya!

Pria mana pun kalau ketemu wanita semacam ini, betul-betul cuma bisa mengantar nyawa saja!

Bu Ajuan menambah memakai sebuah pakaian yang tidak begitu "tembus pandang", lalu dan belakang rumah menuntun keluar kuda

yang tadinya di tunggangi oleh Chu Liuxiang itu, naik ke kuda itu, dan pergi dengan kuda itu.

Mendadak ia merasa bahwa naik kuda di bawah sinar bulan itu ternyata amat puitis!

****

Malam kian larut, bintang kian jarang.

Bagaimanapun juga, seorang perempuan berjalan sendirian di jalan gunung yang demikian hening dan sepi ini, pasti bukanlah

suatu hal yang menggembirakan, dan juga tidak puitis sama sekali. Rasa puitis dalam hati Bu Ajuan sudah lenyap entah ke mana,

dan merasa angin yang berhembus ke badannya itu dingin sekali. "Mengapa angin bulan Maret bisa begini dingin?"

Sambil kedua tangannya mengetatkan baju yang dipakainya, mulutnya menyanyikan lagu.

Sebenarnya ia memiliki suara nyanyian yang cukup bagus, namun

pada saat ini ia sendiri pun merasa suara nyanyiannya tidak begitu enak didengar.

"Di bulan Maret ratusan bunga mekar dan menebar harum, bunga azalea bermekaran di lereng gunung. "

Pada kenyataannya, di lereng gunung itu bukan saja tidak ada bunga azalea, bahkan setangkai bunga trompet pun tidak ada. Ketika menikung di sebuah celah gunung, karena sinar bulan terhalang oleh celah gunung itu, maka deretan pohon-pohon yang gelap itu, bergoyang-goyang karena angin, persis seperti bayangan hantu-hantu yang sedang menari-nari!

Angin berhembus ke daun-daun pohon, dan bunyi kuku-kuku

kuda berjalan di jalan yang berbatu: Detak-detak-detak. persis

seperti ada seekor kuda lagi yang mengikuti dari belakang. Hampir saja ia lupa bahwa ini mestinya adalah bunyi derap kudanya sendiri, namun lama kelamaan ia merasa ada yang

mengikuti dari belakang. Ia ingin menoleh ke belakang, tetapi takut kalau betul melihat hantu! Tapi kalau tidak menoleh, ia tidak bisa menenangkan hatinya. Lama sekali baru berhasil memberanikan diri, lalu menoleh dan melihat.

Angin sedang berhembus, bayangan-bayangan pohon sedang bergerak-gerak, tapi tidak ada orang.

Namun sepertinya ia melihat sebuah bayangan orang menyelinap  ke belakang pohon — tepat pada saat ia menoleh. Gerakannya amat cepat seperti gerakan hantu saja!

"Di dunia ini mana ada orang yang gerakannya secepat ini? Kecuali Chu Liuxiang!"

Kalau dihitung waktunya, saat ini seharusnya Chu Liuxiang telah masuk ke gua itu, dan kemungkinan besar kepalanya telah dipenggal oleh orang-orang aneh yang ada di dalam gua itu.

"Sekarang mungkin ia telah menjadi setan yang tidak berkepala, sekaligus menjadi setan yang pandir karena tidak mengerti dirinya mati untuk apa!"

Bu Ajuan kepingin tertawa lagi, tapi entah apa sebabnya, ia tak mampu tertawa.

Pada waktu Chu Liuxiang masih hidup saja sudah merupakan

lawan yang sulit dihadapi, apalagi jika benar-benar menjadi setan--- Mana tahan!

Bu Ajuan mencambuki kuda itu sekuat tenaga, agar kuda itu lari kian kencang dan segera keluar dari jalan gunung itu.

Ia juga berharap fajar segera menyingsing.

Namun tiba-tiba ia secara lapat-lapat mendengar bunyi jeritan sedih yang terbawa oleh angin, bunyi itu susul-menyusul! "Kembalikan kepalaku! Kembalikan kepalaku. "

Sehembusan angin bertiup, lalu samar-samar terlihat ada sebuah bayangan yang berdiri dan bergoyang-goyang di atas sebuah pohon, ada tangan dan kaki, badannya juga utuh, tapi tidak ada kepalanya! Seluruh rambut dan bulu di badan Bu Ajuan berdiri semua!

Ia berusaha memberanikan diri dan mementang matanya lebarlebar agar bisa melihat lebih jelas.

Tetapi begitu matanya berkedip, bayangan yang tidak berkepala itu segera lenyap!

"Kembalikan kepalaku! Kembalikan kepalaku. "

Bunyi jeritan sedih itu masih terbawa datang oleh angin: Sebentar ada sebentar lenyap, sebentar dekat sebentar jauh! Bunyi jeritan ini tadinya dipakai oleh Bu Danfu untuk menakutnakuti Chu Liuxiang, tadinya ia merasa bahwa ini amat menyenangkan.

Namun sekarang ia baru tahu bahwa ini sama sekali tidak menyenangkan!

Pakaiannya telah basah kuyup oleh keringat dingin.

Tiba-tiba ada sebuah bayangan berkelebat dan melewati kepala kuda. Masih bayangan yang tak berkepala itu!

Mendadak kuda itu meringkik panjang, lalu berdiri dengan mengangkat kedua kaki depannya!

Sebenarnya Bu Ajuan bisa dengan kedua kakinya menjepit kedua kuda itu. Keterampilan menunggang kudanya sebenarnya tidak jelek juga.

Tapi sekarang ia merasa kedua kakinya tiba-tiba terasa lemas, sehingga ia terjatuh dari punggung kuda, dan terbanting di tanah dengan keras, sampai matanya berkunang-kunang.

Lalu ia melihat bayangan itu telah melayang ke sebuah pohon yang lain.

Pohon-pohon itu bergoyang-goyang karena ditiup angin, bayangan au pun ikut bergoyang-goyang.

Kecuali Chu Liuxiang, siapa yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang demikian hebat?

Bu Ajuan mengumpulkan seluruh sisa tenaganya, lalu berteriak dengan keras: "Aku tabu kamu adalah Chu Liuxiang, namun kamu sebenarnya manusia atau setan?"

Bayangan yang berada di atas pohon itu tertawa ngakak, lalu berkata dengan suara tertawa yang menyeramkan: "Tentu saja aku adalah setan! Kalau manusia, kenapa bisa tidak berkepala?"

Bu Ajuan berkata seraya menggigit bibirnya: "Kau. kepalamu

disembunyikan di balik bajumu."

Bayangan itu mendadak berkata seraya tertawa nyaring: "Kali ini omonganmu betul."

Beserta dengan suara tertawa itu, kepala Chu Liuxiang muncul dari balik bajunya.

****

Ini membuktikan satu azas kebenaran:

Ada sejumlah hal, jika terjadi pada orang lain, akan merupakan semacam lelucon atau lawakan; Tapi jika terjadi pada diri sendiri, akan berobah menjadi semacam tragedi.

Tiba-tiba Bu Ajuan merasa kedua kakinya tidak lemas lagi, dengan cepat melompat bangun, menepuk dan mengebuti tanah

yang menempel di badannya, lalu berkata seraya tersenyum dingin: "Kau kira kau bisa menipuku? Sejak tadi aku sudah tahu itu adalah kau!"

"Oh ya? Jika sejak tadi kau sudah tahu, lalu kenapa ketakutan?" Bu Ajuan menjawab dengan dongkol: "Siapa yang ketakutan?

Baik kau manusia atau setan, aku tidak takut!"

Chu Liuxiang mengedipkan mata, lalu bertanya seraya

tersenyum: "Kalau begitu, tadi yang barusan jatuh dan punggung kuda itu siapa ya?"

Bu Ajuan berkata dengan suara keras: "Itu pun tidak termasuk yang aneh, sebab pepatah berbunyi: 'sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu terjatuh juga' ."

"Hal apakah yang termasuk aneh?"

Bu Ajuan menjawab seraya tersenyum dingin: "Pendekar Harum

Chu yang amat kondang itu ternyata bisa menyamar sebagai setan untuk menakut-nakuti wanita di jalan, ini baru termasuk yang aneh! Kelak kalau aku katakan pada orang, yang malu bukan aku, tapi kau!"

"Aku coma melihat ada orang yang menaiki kudaku, sangkaku itu adalah maling kecil yang mencuri kuda, siapa tahu itu adalah kau." Tiba-tiba Chu Liuxiang tersenyum, lalu berkata lagi: "Bukankah seharusnya saat ini kamu menungguku di rumah?"

Bu Ajuan menjawab dengan suara keras: "Lalu kau? Bukankah

saat ini kau seharusnya ada di gua gunung itu? Kenapa kau tidak pergi?"

Chu Liuxiang menjawab seraya menghela nafas: "Kalau

diceritakan maka sebab-sebab ini akan menjadi amat rumit, apakah kau ingin mendengarnya?"

"Ceritakan."

"Yang pertama: Bu Danfu bukanlah suamimu, dia pun tidak bernama Bu Danfu."

"Siapa yang bilang?"

Chu Liuxiang menjawab seraya tersenyum misterius: "Aku yang bilang, karena tiba-tiba aku teringat dia itu siapa!"

"Dia itu siapa?"

"Ia bermarga Sun dan bernama Bukong, orang-orang menjuluki

dia 'Bisa Berubah 71 Macam' artinya ia luar biasa liciknya! Dulu ia adalah jago nomor satu dan aliran silat yang sesat, namun dalam waktu

sepuluh tahunan ini — entah apa sebabnya -- ia tiba-tiba lenyap

dan tidak diketahui kabar beritanya lagi. Tahun ini usianya kira-kira 63-64 tahun, tapi karena ia telah berlatih semacam ilmu yang

bernama 'ilmu kanak-kanak', maka kelihatannya masih muda."

Ia bercerita dengan amat lancar, sepertinya ia bercerita tentang keluarganya.

Namun Bu Ajuan mendengar sampai jadi terbengong-bengong.

Chu Liuxiang melanjutkan ceritanya "Dikarenakan berlatih 'Ilmu anak-kanak' maka seumur hidupnya ia tidak pernah melanggar larangan bersanggama dengan wanita, barulah ia dapat hidup sampai sekarang. Seorang yang berlatih 'ilmu kanak-kanak', tentu saja tidak akan punya istri."

Bu Ajuan mendelik dengan dongkol, lalu berkata sambil tertawa dingin: "Tak disangka bahwa kisah orang semacam itu kau pun tahu demikian jelasnya, kemungkinan besar kau dan dia adalah satu jalan!"

Chu Liuxiang berkata sambil senyum: "Jangan lupa bahwa orangorang menjuluki aku 'Panglima Besar di Antara Maling dan

Perampok', seorang panglima besar, kalau asal-usul anak buah sendiri saja tidak jelas, becuskah dia? Bukankah lebih baik mati saja?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar