BAGIAN 14: SIAN HO SI DEWI API LAUW CIE LAN
SETELAH berlari-lari tidak
jauh, Lu Liang Cwan membelok kesebuah lembah, yang mirip diantara celah kcdua
bukit tebing.
Oey Yok Su sendiri telah
metihat betapa pulau itu sangat. luas.
Hal ini, membuat Oey Yok Su
juga jadi heran, karena ia tidak menyangkanya bahwa pulau ini ternyata sangat
luas. Didalam hatinya Oey Yok Su juga jadi berpikir, entah apa namanya pulau
ini.
Lu Liang Cwan telah berlari
terus memasuki lembah itu. la berlari tanpa pernah menoleh kebelakang. Sampai
akhirnya ia berhenti dibawah sebuah tebing. Ia berdiri diam mengangkat
kepalanya memandang keatas tebing.
Oey Yok Su yang tiba
belakangan, telah melihat didinding tebing itu terdapat sebuah goa yang cukup
besar. Tidak terlihat seorang manusiapun ditempat itu.
„Inilah tempatnya si Dewi
Bangsat...!" menjelaskan Lu Liang Cwan waktu melihat Oey Yok Su telah tiba
disampingnya.
Tidak lama kemudian Pekjie
telah tiba pula disitu, Lu Liang Cwan menoleh kepada biruang itu sambil katanya
: „Pekjie, panggillah Dewi -bangsat itu......! "
Pekjie memang biruang
peliharaan Lu Liang Cwan yang terlatih sekali, ia mengetahui tugas apa yang
harus dilakukannya, seperti juga ia mengerti perkataan Lu Liang Cwan. Biruang
ini telah maju belasan tindak kedepan, kemudian mementang mulutnya lebar-lebar
memperdengarkan suara erangan yang kuat sekali, suara erangan itu bergema keras
sekali dilembah tersebut.
„Hemm......, Dewi bangsat itu
tentu akan muncul...
Memang demikianlah jika aku
selalu menantang dia untuk bertanding...!".
Baru Lu Liang Cwan berkata
sampai disitu, justru dimulut goa itu terlihat seorang wanita berusia lima
puluh tahun lebih, yang keluar dari goa tersebut.
„Tua bangka she Lu, engkau
sungguh kurang ajar sekali mengganggu ketenangan-ku ..... bukankah belum genap
tiga tahun ? Mengapa engkau telah menantangku untuk bertempur lagi?"
Lu Liang Cwan tertawa
mengikik, dia telah menunjuk Oey Yok Su sambil katanya: „Lihatlah, dipulau kita
ini telah kedatangan engko kecil ini ....... bukankah ini suatu hal yang
kebetulan sekali dan cukup menggembirakan jika engko kecil ini menjadi saksi
untuk menentukan siapa yang lebih liehay diantara kita berdua?"
Menjadi saksi ? Apa
kepandaiannya sehingga ia ingin dijadikan saksi ?" tanya wanita tua diatas
tebing itu.
„Justru dia murid Tang Cun
Liang, situa bangka yang katanya telah mampus itu ..... kepandaiannya juga
tidak lemah...... tadi aku telah mencobanya ! Turunlah, mari kita main-main
seribu jurus, tentu engko kecil ini akan mengetahui siapa yang tebih liehay, engkau
atau aku...... ayo mari turun...ayo turun...!".
Wanita diatas tebing itu
tampak ragu-ragu, akhirnya dia bilang: „Tetapi aku tengah melatih diri dan
latihanku tanggung tidak bisa ditunda......! Jika memang angkau ingin bertempur
denganku, bukankah lebih baik kita menantikan genapnya tiga tahun, yaitu satu
bulan lagi, dimana genaplah tiga tahun dimana kita akan bertempur.......disaat
itu latihanku tentu telah selesai...... dan engkau baru bisa melihatnya, betapa
kepandaianku sesungguhnya merupakan kepandaian yang sulit sekali untuk
ditentang......!"
Mendengar perkataan wanita
itu, Lu Liang Cwan memperdengarkan suara tertawa dingin, sambil katanya dengan
suara yang tawar: „Hemm...., dulu engkau selalu membuka mulut besar, tetapi
sekarang mengapa engkau jadi berobah demikian pengecut? Jika memang engkau
yakin kepandaianmu lebih tinggi dari kepandaianku, turunlah, mari kita mengadu
kepandaian lagi!"
Muka wanita diatas tebing itu
jadi berobah merah, tampaknya dia jadi mendongkol.
Tetapi lama juga wanita tersebut
berdiam diri saja, sampai akhirnya Lu Liang Cwan telah berkata lagi: „Jika
memang engkau jeri untuk bertempur lagi denganku, baiklah engkau mengaku kalah
saja. Aku tidak akan mendesak kau untuk bertempur lagi, karena aku justru ingin
pergi meninggalkan pulau ini.......!"
Muka wanita itu, yang
dipanggil Lu Liang Cwan dengan sebutan Dewi bangsat itu, jadi merah padam, dia
tidak bisa menahan perasaan mendelunya, maka dia telah berkata: „Baiklah!"
Sambil berkata begitu,
tubuhnya ringan seperti kapas telah melompat-lompat turun dari atas tebing itu.
Menyaksikan hebatnya ilmu
meringankan tubuh wanita tua tersebut, Oey Yok Su diam-diam jadi merasa kagum.
Bukankah yang diperlihatkan
oleh wanita tersebut merupakan ilmu meringankan tubuh yang hebat sekali ?
Karena dengan menuruni tebing
yang dindingnya rata dan hanya ceglok sedikit-sedikit saja, tetapi nyatanya
wanita tersebut -bisa melompat-lompat turun dengan gerakan tubuh yang gesit dan
ringan.
Waktu itu, wanita tua itu
dengan cepat telah tiba dilembah, dihadapan Lu Liang Cwan.
„Tua bangka she Lu, engkau
memang benar-benar seperti anjing tua yang tidak parnah sabar......!
Bukankah kita selamanya telah
mengatur, bahwa kita akan selalu mengadu ilmu jika telab berselang tiga tahun.
Kini belum genap tiga tahun
engkau telah demikian kesusu ingin saling mengadu kekuatan...! Baiklah...!
Baiklah...!
Biarlah kulayani
keinginanmu...!".
Dan sambil berkata begitu,
telapak tangan kiri wanita tersebut telah mengebut kesamping, menampar muka
Pekjie, yang berdiri disampingnya.
„Plakk....!" keras
tamparan itu, dan hebatnya justru Pekjie telah terpelanting bergulingan ditanah
sambil mengeluarkan suara pekik kesakitan.
Muka Lu Liang Cwan jadi
berobah dan ia telah berkata dengan suara yang dingin:
„Mengapa engkau harus
melampiaskan kemendongkolanmu pada Pekjie....?
Mengapa engkau tidak menyerang
kepadaku....?"
Wanita yang dipanggil oleh Lu
Liang Cwan dengan sebutan Dewi Bangsat itu telah mengeluarkan suara tertawa
yang sambung meryambung, sampai akhirnya ia baru menyahutinya :
„Hemm....., engkau begitu
sayang sekali kepada binatang itu justru aku muak melihatnya. Jika tidak
memandang mukamu, tentu aku akan menampar pecah kepalanya......!"
Saat itu Pekjie telah bangun
berdiri sambil tidak hentinya mengeluarkan suara rintiban, rupanya tamparan
yang dilancarkan oleh wanita tersebut telah membuat ia kesakitan.
Tetapi Pekjie juga tidak
berani berdiri dekat-dekat lagi dengan wanita tua tersebut, ia telah memisahkan
diri cukup jauh, rupanya ia bermaksud untuk menjauhi diri dari wanita itu
kuatir kalau-kalau nanti ia ditempiling seperti tadi.
Oey Yok Su telah melihatnya
betapa wanita yang baru turun dari atas tebing itu, yang selalu dipanggil
dengan sebutan Dewi Bangsat oleh Lu Liang Cwan, merupakan seorang wanita tua
yang berangasan dan cepat sekali naik darah.
Lu Liang Cwan telah berkata
dengan suara yang dingin : „Sekarang kita mulai.....?"
„Tunggu...!" kata Dewi
Bangsat itu sambil menoleh kepada Oey Yok Su.
Dengan sinar mata yang. sangat
tajam ia mengawasi Oey Yok Su, seperti juga tengah meneliti keadaan pemuda
tersebut.
„Anak yang baik, bakat yang
bagus menggumam wanita tersebut....!"
Tetapi sambil menggumam
begitu, tidak diduga justru tangan kanannya telah bergerak, dan ia telah
melakukan tamparan seperti yang dilakukannya tadi kepada Pekjie.
Keruan saja Oey Yok Su jadi
kaget, tetapi ia beda dengan Pekjie.
Melihat datangnya serangan,
cepat sekali ia berkelit, sehingga kepalanya tidak sampai kena ditampar oleh
wanita tersebut.
„Wutt......tt" tangan
wanita itu telah lewat disisi pipinya, dan Oey Yok Su jadi mengeluh juga, jika
tadi ia terlambat sedikit saja, tentu pipinya yang akan menjadi sasaran dari
telapak tangan wanita tersebut.
„Hebat.....!" memuji
wanita itu sambil mengacungkan ibu jarinya kepada Oey Yok Su.
„Engkau seorang anak yang
berbakat dan gesit.... !"
Oey Yok Su hanya tersenyum
saja menerima pujian seperti itu, sedangkan hatinya berpikir dengan mendongkol:
„Enak saja engkau bicara, jika tadi aku terlambat mengelakkan diri, bukankah
berarti tubuhku akan tunggang langgang terkena tamparanmu ?".
Namun Oey Yok Su tidak berani
mengemukakan perasaannya itu, yang hanya ditindih-didalam hatinya.
Lu Liang Cwan yang menyaksikan
itu telah tertawa bergelak, iapun berkata:
„Apa yang kubilang tadi ?
Bukankah anak ini cukup hebat?
Aku saja cukup sulit untuk
merubuhkannya, memerlukan waktu cukup lama ...!"
Wanita itu telah bertanya
dengan suara yang dingin:
„Sekarang dengan cara apa kita
akan bertempur ?" tegurnya.
„Dengan cara biasa, ilmu, apa
saja yang kita miliki boleh dipergunakan untuk merubuhkan lawan
masing-masing...!" menyahuti Lu Liang Cwan.
„Bagus.....! Tahukah engkau
bahwa kali ini aku telah berhasil menciptakan semacam ilmu yang baru ......
yang luar biasa ?" tanya wanita itu.
„Ilmu apa..... ?"
„Ilmu api...!,"
„Hemm....... boleh kau
pergunakan jika engkau beranggapan ilmu apimu itu hebat sekali kata Lu Liang
Cwan menantang.
„Hemm...., jangan engkau
memandang remeh seperti itu, jika kelak engkau telah melihat betapa hebatnya
ilmu apiku itu, tentu engkau akan bengong tanpa mengerti.......!"
„Sudahlah, kita tidak perlu
terlalu banyak bicara, mari kita mulai saja untuk bertempur....'' tantang Lu
Liang Cwan.
Wanita itu, si Dewi Bangsat,
telah mengangguk.
„Aku Sian Ho (Dewi Api) Lauw
Cie Lan tidak akan memberi hati lagi kepadamu ..... engkau harus berhati-hati,
karena sekarang ini aku akan melancarkan serangan yang sungguh-sungguh, karena
kulihat semakin lama engkau semakin kurang ajar saja.
Lu Liang Cwan tertawa
bergelak, ia telah berkata dengan sikap menantang:
„Jika memang engkau bermaksud
untuk mengeluarkan seluruh kepandaianmu, silahkan, bukankah sejak dulupun aku
selalu meaganjurkan agar engkau mengeluarkan seluruh kepandaianmu, agar
diantara kita bisa diputuskan siapa yang jauh lebih tinggi kepandaiannya
?"
Dan bukankah tiga tahun yang
lalu waktu kita bertanding, engkau telah terdesak begitu hebat, sehingga untuk
membela diri saja engkau setengah mati ?
„Hemm.....", mendengus
wanita itu, Sian Ho (si Dewi Api), yang memandang bengis kepada Lu Liang Cwan.
Lain dulu lain sekarang. Dulu
memang boleh jadi aku tidak berhasil merubuhkan engkau, walaupun engkau sendiri
tidak berhasil merubuhkan aku.
Tetapi sekarang, justru aku
telah berhasil menciptakan ilmu apiku, maka sekarang ini engkau jangan harap
bisa menghadapi aku dengan baik.
„Justru aku ingin melihat
sampai berapa tinggikah kepandaian yang telah engkau ciptakan itu......!"
menantang Lu Liang Cwan.
Oey Yok Su melihat kedua orang
ini telah berdiri saling berhadapan.
Mereka tampaknya akan segera
mulai melancarkan serangan.
Maka Oey Yok Su telah mundur
beberapa langkah untuk menjauhkan diri.
Sedangkan Lu Liang Cwan telah
menoleh kepada Oey Yok Su, dia bilang: „Engkau akan menjadi saksi dan engkau
harus berlaku jujur, untuk menyatakan siapa yang lebih liehay di bandingkan
dengan yang lainnya. Mengertikah engkau ?"
Oey Yok Su menganggukkan
kepalanya.
Hatinya tertarik sekali.
Kedua orang ini tampaknya
memang bukan jago sembarangan.
Mereka tentu memiliki
kepandaian yang tinggi.
Bukankah sebelumnya Lu Liang
Cwan telah merubuhkannya, walaupun memakan waktu yang cukup lama ?
Dilihat dari gerak-geriknya
Dewi Api itupun bukan jago sembarangan, ia tentu memiliki kepandaian yang
tinggi sekali.
---oo0oo---
Maka menyaksikan pertempuran dari
dua orang jago yang liehay seperti itu, merupakan pertunjukan yang menarik hati
baginya.
Oey Yok Su telah mengawasi
dengan penuh perhatian, disaat mana kedua orang itu, Lu Liang Cwan dan wanita
yang bergelar Dewi Api itu bersiap-siap untuk saling serang.
Sebagai pemuda yang memiliki
kepandaian tinggi, tentu saja Oey Yok Su mengetahui bahwa kedua orang yang
bersiap-siap akan bertempur itu adalah dua orang tokoh sakti yang memiliki
kepandaian tinggi, karena Oey Yok Su sendiri pernah bertempur dengan Lu Liang
Cwan, ternyata ia tidak berdaya apa-apa, bahkan kena dirubuhkan oleh orang she
Lu itu.
Begitu juga halnya dengan Sian
Ho Lauw Cie Lan, dilihat dari gerakan yang dilakukannya disaat menuruni tebing
itu, ia memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang menakjubkan, disamping itu
juga tentu ilmu silatnya luar biasa, sebab menurut pengakuan dari Lu Liang Cwan
mereka setiap setahun sekali saling tempur, walaupun telah berlangsung sepuluh
tahun lamanya tokh mereka masih tidak bisa saling merubuhkan. Karena kepandaian
mereka berimbang.
Akan menyaksikan pertempuran
diantara kedua tokoh sakti itu membuat Oey Yok Su jadi tertarik sekali, sebab
ia memang ingin melihat sampai berapa tinggi kepandaian sesungguhnya dari Lu
Liang Cwan dan Lauw Cie Lan, kedua tokoh sakti itu.
Waktu itu Lauw Cie Lan telah
berkata dengan suara yang tawar:
„Hemm........, sekarang kita
mulai?"
„Ya !" Lu Liang Cwan
mengangguk sambil tertawa menyeringai.
Mereka berdua sama sekali
tidak menggerakkan tangannya masing-masing, hanya berdiri saling berhadapan
dengan mata terpentang lebar.
Mereka tetap berdiam diri
sekian lama dalam posisi sating berhadapan, sampai akhirnya salah seorang
diantara mereka, yaitu Lu Liang Cwan, telah terhuyung satu langkah kebelakang!
OeY Yok Su yang semula heran
melihat sikap kedua orang yang akan saling bertanding itu, yang hanya berdiam
diri saja, jadi terheran-heran dan dia baru mengerti setelah meiihat Lu Liang
Cwan terhuyung begitu.
Disaat seperti itu hati Oey
Yok Su jadi tergetar, karena perasaan kagumnya.
Bayangkan saja, kedua orang
itu tengah bertempur tanpa menggerakkan kedua tangannya, tetapi kenyataannya
mereka tengah saling serang dengan mempergunakan lwe-kang kelas tinggi.
Sehingga tanpa menggerakkan kedua tangan mereka masing-masing, tenaga lwekang
mereka telah bisa menyambar keluar dari sekujur tubuh mereka, terutama dari
bagian pusarnya, dimana hawa murni mereka telah menyambar begitu kuat.
Kenyataannya Lu Liang Cwan
Yang telah kena digempur kuda-kudanya.
Tetapi Lu Liang Cwan tidak
menyerah begitu saja, dia telah bisa berdiri tetap dan menghentakkan kepalanya
perlahan, dan anehnya tubuh Lauw Cie Lan jadi bergoyang-goyang. Rupanya wanita
tua she Lauw itu berusaha mempertahankan diri dari terjangan tenaga lwekang
yang dilancarkan Lu Liang Cwan.
Tetapi setelah bertahan sekian
lama, akhirnya Lauw Cie Lan mundur satu langkah.
Hal itu memperlihatkan
kepandaian kedua orang tokoh sakti ini memang berimbang.
Yang membuat Oey Yok Su kagum,
itulah cara bertempur mengadu lwekang yang tidak biasanya, aneh dan
menakjubkan, setidaknya menambah pengalaman buatnya.
Waktu itu Lu Liang Cwan dengan
tertawa menyeringai telah berkata: „Kita masih berimbang, sekarang kita coba
lagi...:!" sambil berkata begitu, tubuhnya tidak tinggal diam, dia lalu
berjongkok dengan satu kaki saja, sedangkan kakinya yang lain telah diangkat
tinggi-tinggi sikapnya itu sangat aneh dan lucu.
Namun kesudahannya hebat,
justru tenaga dalam yang dipergunakan oleh Lu Liang Cwan sangat kuat sekali
menerjang Lauw Cie Lan.
Sedangkan Lauw Cie Lan juga
tidak tinggal diam saja menghadapi serangan seperti itu, ia telah memiringkan
tubuhnya, yang bergoyang kekiri lalu kekanan berulang kali, seperti sedang
menari.
Justru dengan gerakannya itu
Lauw Cie Lan telah mengeluarkan lwekangnya yang tingngi pula.
Begitulah, kedua orang ini
telah saling tindih dan berusaha merubuhkan lawannya dengap mempergunakan
tenaga lwekang mereka.
Hanya saja cara bertempur
mereka yang berlainan dengan cara-cara bertempur lazimnya, membuat Oey Yok Su
jadi memandang terpukau ditempatnya.
Setelah menyaksikan
pertandingan kedua orang tersebut lebih lama, Oey Yok Su memperoleh kenyataan
kepandaian kedua orang ini mungkin satu tingkat dibawah kepandaian gurunya
almarhum, dan hanya ilmu mereka yang aneh-aneh dan luar biasa.
Yang menarik hati Oey Yok Su
juga adalah cara-cara bertempur kedua orang itu, yang sama sekali tidak
menggerakkan kedua tangan mereka untuk saling menyerang, membuat Oey Yok Su
benar-benar kagum karenanya.
Pekjie, biruang tinggi besar
berbulu putih itu, juga berdiri mengawasi jalannya pertandingan itu, tampaknya
binatang buas ini tertarik sekali. Bahkan tidak jarang Pekjie mengikuti
gerak-gerik dari majikannya, sehingga Oey Yok Su yang menyaksikannya jadi
tertawa.
Lauw Cie Lan sendiri rupanya
telah habis sabar karena setelah mereka saling serang beberapa saat lamanya,
masing-masing belum juga bisa merubuhkan lawannya.
Dengan mengeluarkan suara
mendesis seperti desisan ular, tahu-tahu tangan kanannya dihentak keatas
berulang kali, seperti tengah mengambil sesuatu ditengah udara.
Yang jelas muka Lu Liang Cwan
kian lama kian berobah, dan disekujur badannya juga telah mengucur keringat
yang sebesar biji jagung.
Tubuhnya juga sering tergetar,
tampaknya ia menderita kepanasan yang luar biasa.
„Tentunya wanita tua itu
mempergunakan ilmu apinya", pikir Oey Yok Su.
„Bukankah ia bergelar Sian Ho
? Hemm...., jika dilihat demikian memang kepandaian yang dimiliki wanita tua
itu tinggi sekali, apakah orang tua she Lu itu akan bisa dirubuhkannya ?"
Dengan penuh perhatian Oey Yok
Su telah mengawasi jalannya pertempuran tersebut. Sampat akhirnya ia telah
berpikir lagi: „Tetapi orang tua she Lu itu juga memiliki kepandaian yang luar
biasa, tidak mungkin ia menyerah begitu mudah.
Telah sepuluh-tahun, dimana
setiap setahun sekali mereka saling mengadu ilmu.
Tentu saja mereka berimbang
ilmunya, bukankah dalam waktu yang begitu panjang mereka selalu tidak bisa
merubuhkan lawan masing-masing ?"
Sedang Oey Yok Su berpikir
begitu, tiba-tiba terdengar suara tertawa Lauw Cie Lan, wanita tua itu telah
menggerak-gerakkan tubuhnya seperti menari.
Lu Liang Cwan telah melompat
mundur beberapa langkah kebelakang.
„Dewi Bangsat, ilmu siluman
apa yang kau pergunakan ?" tanya Lu Liang Cwan, sambil mengawasi dengan
sorot mata yang tajam.
Tetapi Lauw Cie Lan telah
menyeringai memperdengarkan suara mendesis, iapun terus bergerak-gerak seperti
menari, sampai akhirnya ia merogoh saku bajunya, mengeluarkan sesuatu.
Oey Yok Su yang melihat
perobahan dalam pertempuran yang tengah terjadi itu, mementang matanya
lebar-lebar, hatinya jadi tegang.
Setelah Lauw Cie Lan
menggerakkan tangannya, barulah Oey Yok Su mengetahui bahwa yang diambil oleh
wanita itu dari sakunya tidak lain dari bibit api.
Saat itu Lauw Cie Lan telah
menyalakan bibit api itu.
Anehnya, ia telah menyalakan
api yang cukup besar disekitar dirinya.
Dari tangannya kemudian
dilemparkan semacam benda bubuk, yang membuat api menyala besar. Benda
berbentuk bubuk halus itu seperti bubuk belirang, tetapi baunya harum. Yang
jelas api itu telah berkobar menyala sangat besar dan tinggi sekali.
Oey Yok Su jadi kaget, ia
tidak mengetahui apa yang ingin dilakukan oleh wanita tersebut dengan sikapnya
itu, yaitu menyalakan api disaat mereka tengah bertempur.
Yang membuat Oey Yok Su lebih
kaget lagi justru waktu itu Lauw Cie Lan telah melompat ketengah kobaran api!
„Ahh......!" Oey Yok Su
jadi mengeluarkan suara seruan tertahan.
Namun, disaat itu Lauw Cie Lan
benar-benar telah menari-nari ditengah-tengah kobaran api. Hal ini menakjubkan
sekali.
Lu Liang Cwari szndiri sampai
berdiri tertegun karenanya.
„Inikah yang kau katakan
merupakan ilmu yang baru saja engkau ciptakan ?" tanya Lu Liang Cwan
kemudian sambil mementang matanya lebar-lebar mengawasi Sian Ho Lauw Cie Lan,
yang saat itu tengah menari-nari didalam kobaran api, tanpa sedikitpun pakaian
dan tubuhnya terbakar.
Lauw Cie Lan masih terus
bergerak-gerak menari-nari dalam kobaran api, ia telah menyahuti dengan suara
mendesis : „Benar.......sepuluh tahun aku berusaha menciptakan ilmuku ini, dan
dua tahun terakhir ini aku baru bisa menciptakannya dan berhasil menguasainya
dengan baik....... sekarang jangan harap engkau bisa menghadapi
diriku...!".
Muka Lu Liang Cwan jadi
berobah.
Inilah hebat, seorang manusia
bisa menari-nari didalam kobaran api tanpa tubuhnya terbakar, bahkan pakaiannya
juga tidak termakan api.
Bagaimana mungkin ia bisa
melancarkan serangan jika memang lawannya berada dalam kobaran api sebesar itu
?
Sedangkan untuk berdiri terus
ditempat yang dekat dengan lawannya, Lu Liang Cwan telah tersiksa oleh hawa
panas yang membuat ia mengucurkan keringat tidak hentinya.
Lauw Cie Lan telah berhenti
menari-nari, ia mempergunakan kedua telapak tangannya yang dirapatkan, untuk
dipakai seperti menyendok api, dan mata api itu seperti dimakannya !
Inilah pemandangan yang luar
biasa sekali.
Disaat itu, tampak Lu Liang
Cwan tidak bisa berdiam diri terus, karena Lauw Cie Lan tahu-tahu menggerakkan
tangan kanannya.
Mata api telah doyong
menyambar kearah Lu Liang Cwan.
Cepat-cepat Lu Liang Cwan
melompat menjauhi diri lagi, tetapi mata api itu selalu mengejarnya, karena
Lauw Cie Lan telah menggerakkan kedua tangannya.
Dalam keadaan seperti ini
memang tampaknya Lu Liang Cwan terdesak hebat, karena ia tidak bisa bertahan
dari serangan hawa yang begitu panas dan menyelekit tubuhnya. Jelas Lu Liang
Cwan tidak berani untuk membiarkan tubuhnya dijilat oleh mata api, yang bisa
membuat tubuhnya terbakar.
Oey Yok Su sendiri jadi
memandang terpukau ditempatnya, ia sama sekali tidak menyangka akan menyaksikan
pertandingan seperti itu.
„Inilah luar biasa, wanita tua
itu bisa menguasai api, sampai ia berhasil berdiri didalam kobaran api tanpa
badan dan pakaiannya termakan oleh kobaran api.......ini benar-benar persoalan
yang sulit diterima oleh akal sehat........!"
Tetapi memang Dewi Api itu
tetap berada didalam kobaran api.
Bahkan kemana tubuhnya Sian Ho
Lauw Cie Lan bergerak, api itu seperti ikut bergerak mengikuti tubuh dewi api
ini.
Hanya sekali-sekali terlihat
Sian Ho Lauw Cie Lan melemparkan bubuk-bubuk halus yang begitu terbakar membuat
api berkobar semakin besar dan menyiarkan bau yang harum sekali.
Lu Liang Cwan jadi kewalahan
juga, beberapa kali tubuhnya hampir termakan oleh jilatan lidah api.
Dan disaat seperti itu juga
LuLiang Cwan tidak leluasa untuk melancarkan serangan kepada lawannya, karena
dia selalu tidak bisa berada dalam jarak yang dekat dengan lawannya yang
dikelilingi oleh lidah api.
Disamping itu hawa didekat
Sian Ho Lauw Cie Lan sangat panas sekali.
„Kau curang....! Kau berlaku
licik dalam pertempuran ini, engkau mengandalkan api sebagai
senjatamu...!" teriak Lu Liang Cwan.
---oo0oo---