BAGIAN 15: MENGADU ILMU
JUSTRU aku sejak dulu bergelar
Sian Ho, engkau sudah mengetahui itu....... engkau boleh mempergunakan segala
macam senjata, aku tidak akan melarangnya untuk dipergunakan dalam pertandingan
kita ini, sedangkan aku hanya akan mempergunakan senjataku yang satu ini, ialah
api !".
Dan selesai berkata, Lauw Cie
Lan mengeluarkan suara desisan lagi, kedua tangannya digerak-gerakkannya,
sehingga lidah api telah menyambar-nyambar tidak hentinya kearah Lu Liang Cwan.
Keadaan seperti ini memaksa Lu Liang Cwan jadi terdesak mundur.
Karena kewalahan tidak mungkin
bisa mendekati lawannya yang mengandalkan api sebagai senjatanya, Lu Liang Cwan
setelah melompat menjauhi diri dari Lauw Cie Lan, menoleh kepada Oey Yok Su
sambil berteriak : „Hei engko kecil...engkau sebagai saksi mengapa berdiri
bengong saja disitu ? Apakah engkau buta dan gagu ? Bukankah engkau melihat dia
berbuat curang, mengapa engkau berdiam diri saja ?"
Oey Yok Su jadi bingung juga,
ia tidak mengetahui apa yang harus. dilakukannya.
„Engko kecil, dalam
pertandingan orang boleh mengeluarkan kepandaian apa saja yang dimilikinya,
bukan ?" tanya Sian Ho Lauw Cie Lan kemudian.
„Be...benar...!"
menyahuti Oey Yok Su gelagapan.
„Nah tua bangka she Lu, engkau
dengar sendiri bukan, saksi kita mengatakan dalarn pertempuran kita berhak
untuk mempergunakan senjata apa saja.
Dan senjataku hanya ini,
api."
Muka Lu Liang Cwan jadi
berobah merah, tampaknya ia mendongkol.
„Itu merupakan perbuatan
curang. Bukankah kita tengah mengadu ilmu ? Menga-pa engkau mempergunakan api
?"
„Memang kita tengah mengadu
ilmu", menyahuti Lauw"Cie Lan.
„Dan kita sekarang tengah
bertanding, tetapi justru aku telah berhasil melatih diri untuk menguasai api!
Jika memang engkau memiliki ilmu untuk menaklukkan api, silahkan engkau juga
mempergunakannya, aku tidak akan melarangnya...!"
Mendongkol sekali Lu Liang
Cwan, sampai akhirnya ia menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat ketengah udara,
sambil menghantam dengan tangan kanannya.
la merupakan tokoh sakti yang
memiliki sinkang telah tinggi sekali, tidak mengherankan angin serangannya itu
menyambar kuat sekali, membuat Lauw Cie Lan harus berkelit kesamping. sebab
jika dia tidak cepat-cepat mengelakkan diri tubuhnya bisa menjadi sasaran dari
serangan lawannya yang tengah mendongkol dan penasaran seperti itu.
Saat itu, tampak Lauw Cie Lan
telah menggerakkan tangannya juga, berulang kali ia mengebutkan tangannya,
sedangkan tubuhnya bergerak-gerak seperti tengah menari.
Dan anehnya api semakin
berkobar besar dan mata api seperti tersampok angin serangan Lauw Cie Lan
menyambar kearah diri Lu Liang Cwan.
Waktu itu Lu Liang Cwan tengah
terapung ditengah udara, dan lidah api menyambar kearah dirinya cepat sekali,
membuat ia jadi terkejut hukan main.
Untung saja Lu Liang Cwan
memiliki ginkang yang mahir sekali, dengan memeluk kedua lututnya, sehingga
tubuhnya berbentuk bulat, ia telah berputar ditengah udara seperti sebuah bola
yang tengah terapung diangkasa, dengan cara demikian Lu Liang Cwan bisa
menghindarkan diri dari samberan lidah api lawannya.
„Tahan...!" teriak Lu
Liang Cwan waktu tubuhnya telah meluncur turun ketanah kembali.
Dewi Api Lauw Cie Lan berhenti
menyerang, tetapi tubuhnya terus juga bergerak-gerak seperti tengah menari-nari
ditengah kobaran api.
Lu Liang Cwan memburu keras
napasnya, mukanya merah padam karena mendongkol. Kembali ia berseru : „Sekarang
coba engkau lenyapkan apimu itu, mari kita bertempur dengan mempergunakan
kepandaian yang sesungguhnya sehingga bisa ditentukan siapa yang akan menang
dan siapa yang lebih rendah kepandaiannya...!"
Tetapi Lauw Cie Lan telah
mengeluarkan suara tertawa dingin, ia juga mengeluarkan suara mandesis, sampai
akhirnya ia baru berkata: ,,Aku akan tetap menghadapimu dengan mempergunakan
ilmuku ini,api ini telah kulatih selama sepuluh tahun dan baru bisa kukuasai.
Engkau boleh mempergunakan kepandaian apa saja untuk menghadapi aku. Jagalah
serangan!"
Kedua tangan Lauw Cie Lan,
dengan gerakan seperti tengah menari didalam kobaran api itu, bergerak-gerak
cepat, lidah api juga telah saling menyambar kearah Lu Liang Cwan.
„Tahan...! Tunggu dulu...aku
hendak bicara!" teriak Lu Liang Cwan.
„Aku ingin bicara!"
Tetapi Dewi Api Lauw Cie Lan
terus juga melancarkan serangannya.
Lu Liang Cwan telah
melompat-lompat kesana kemari tidak hentinya, disamping itu ia juga telah
memperdengarkan suara seruan marah dan beberapa kali berusaha melancarkan
serangan balasan.
Tetapi disebabkan Lauw Cie Lan
mengandalkan kobaran apinya itu, membuat Lu Liang Cwan tidak berani terlalu mendekatinya.
Dan disebabkan jarak mereka yang terpisah cukup jauh membuat setiap serangan
yang dilancarkan Lu Liang Cwan tidak memberikan arti apa-apa untuk lawannya.
Oey Yok Su yang menyaksikan
keadaan seperti ini jadi menguatirkan diri Lu Liang Cwan juga, sebab tampaknya
ia memberikan perlawanan yang tidak berarti, malah dirinya terancam akan
terbakar oleh samberan-samberan lidah api. Lu Liang Cwan sendiri menyadari
dirinya tertekan dibawah angin.
Semakin lama Lauw Cie Lan jadi
semakin bersemangat, berulang kali ia telah melancarkan serangannya, sehingga
membuat Lu Liang Cwan harus berlompatan kesana kemari.
Dengan berada didalam kobaran
api, justru Lauw Cie Lan seperti tengah mandi dengan Iidah api, dan yang
menakjubkan semangat dan kepandaiannya seperti bertambah beberapa kali lipat.
Yang berkuatir terhadap
keselamatan Lu Liang Cwan bukan hanya Oey Yok Su saja karena Pekjie, yaitu
sibiruang putih, juga telah berulang kali mengeluarkan suara pekikan perlahan,
seperti juga ia tengah berkuatir sekali, dimana matanya menatap tajam sekali
kearah pertempuran antara majikannya, dengan Lauw Cie Lan.
Ketika Lu Liang Cwan telah
terdesak benar dan sama sekali tidak sempat melancarkan serangan balasan,
karena ia selalu main kelit kesana kemari dan repot mengelakkan samberan lidah
api, maka waktu itu Pekjie telah mengeluarkan suara raungan..... Binatang buas
itu tanpa memperdulikan keselamatannya, telah menubruk kearah Lauw Cie Lan,
walaupun api sedang berkobar-kobar dengan besar.
Lauw Cie Lan jadi terkejut
menyaksikan kekalapan binatang buas itu, ia sampai mengeluarkan suara seruan
perlahan. Namun sebagai seorang tokoh sakti, Lauw Cie Lan tidak menjadi
bingung, ia telah menggerakkan tangan kanannya, menghantam dada Pekjie yang
ingin menubruk dirinya.
„Plakk.....!" tepat
sekali serangan telapak tangan Lauw Cie Lan mengenai sasarannya, sehingga tubuh
Pekjie terhajar mental kemudian terbanting ditanah bergulingan mengeluarkan
suara jerit kesakitan.
Tetapi dengan mempergunakan
kesempatan waktu Lauw Cie Lan tengah melancarkan serangan kepada Pekjie, disaat
itu tampak Lu Liang Cwan telah menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melompat
kearah Lauw Cie Lan, kedua tangannya diulurkan untuk melancarkan serangan dari
jarak jauh dengan mempergunakan sinkang yang dimilikinya. Angin serangan itu
menderu kuat sekali, menerpa mata api, sehingga menyambar kearah Lauw Cie Lan,
mempergunakan kesempatan itu barulah Lu Liang Cwan bisa rnenyerang lagi dari
jarak yang dekat kepada Lauw Cie Lan.
Serangan yang saling susul itu
membuat Lauw Cie Lan jadi terdesak juga, ia ingin melompat mundur, tetapi angin
serangan itu justru telah menyambar datang, memaksa ia harus menangkisnya
dengan kekerasan.
Ketika kedua kekuatan itu
saling bentur, tubuh Lauw Cie Lan terhuyung beberapa langkah, sedangkan Lu
Liang Cwan sendiri telah terpental dua tombak, karena ia memang sedang berada
ditengah udara waktu tenaga mereka, saling bentrok, sehingga ia tidak memiliki
kuda-kuda yang kuat pada kedua kakinya.
Api telah berkobar lagi
seperti tadi, malah lidah api lebih tinggi, karena Lauw Cie Lan telah
melemparkan bubuk-bubuk halus kedalam kobaran api, api itu menjulang naik lagi
malah lebih panas.
GAMBAR 06
Api telah berkobar lagi
seperti tadi, malah lidah api
lebih tinggi,karena Lauw Cie
Lan telah melemparkan
bubuk-bubuk halus kedalam
kobaran api .....................
Lu Liang wan juga tidak
memiliki kesempatan lagi untuk melancarkan serangan berikutnya, karena api
telah berkobar tinggi melindungi lawannya itu, membuat dia tidak bisa maju
lebih dekat pula.
Oey Yok Su yang menyaksikan
jalannya pertempuran yang aneh seperti itu, jadi berdiri tertegun saja, karena
pemuda ini merupakan seorang pemuda yang cerdas, dia tahu apa artinya
pertempuran yang tengah terjadi diantara kedua tokoh persilatan yang memiliki
kepandaian tinggi itu. Jika salah seorang berlaku lambat dan terkena serangan,
tentu akan terluka berat.
Lu Liang Cwan yang menyadari
bahwa ia sudah tidak mungkin dapat mendesak lawannya jika Lauw Cie Lan masih
tetap dilindungi oleh kobaran api, la, telah berkata dengan suara yang dingin:
„Aku tidak mau bertempur dengan cara demikian, kau berbuat licik dan berlaku
curang...!"
,,Lalu kau ingin bertempur
dengan cara bagaimana ?" tanya Lauw Cie Lan dengan disertai suara
desisannya dan bersiap akan melancarkan serangan lagi, tentunya dengan cara
mengebut lidah-lidah api itu.
Dalam keadaan demikian Lu
Liang Cwan memang sudah tidak bersedia untuk melakukan pertandingan dengan
lawannya, karena ia merasa dirugikan dengan cara bertanding Lauw Cie Lan yang
mempergunakan api sebagai senjatanya.
Sebagai seorang yang
berkepandaian tinggi, mamang Lu Liang Cwan tidak jeri untuk saling tempur
dengan lawannya, tokh sekarang ia tidak pernah terdesak jika bertempur seperti
biasa.
Namun sayangnya pihak lawan
telah mempergunakan api untuk menindihnya.
„Dengarlah...., jika memang
engkau masih mempergunakan api untuk menarik keuntungan dirimu sendiri, aku
tidak bersedia bertanding denganmu...!" kata Lu Liang Cwan.
Dan yang terpenting, untuk
selanjutnya kita tidak akan mengetahui siapa yang paling liehay diantara kiat?
...!"
„Sudah tentu aku yang liehay,
jauh lebih liehay dari kau...!" menyahuti si Dewi Api.
„Hemm, enak saja engkau
bicara" kata Lu Liang Cwan.
„Tanpa api jahatmu itu, tidak
mungkin engkau bisa merubuhkan diriku...!"
„Pasti bisa...! Pasti
bisa...!" menyahuti Dewi Api.
„Singkirkan apimu, mari kita
bertanding lagi", menantang Lu Liang Cwan.
„Kalau memang engkau kuatir
menghadapi apiku, lebih baik kitau bertempur dengan cara lain...!" kata
Dewi Api mengajukan sarannya.
„Bagaimana ?"
„Kitu pergunukan anak itu
sebagai orang penengah, ia hurus membawakan satu demi satu juruas-jurus kita,
dan nanti kita memecahkannya.
Dengan demikian, kita bisa
melihat, siapa yang lebih liehay diantara kita......."
Mendengar saran Lauw Cie Lan,
Lu Liang Cwan telah menganggukkan kepalanya.
„Baik...., baik....",
katanya cepat.
„Sekarang int, kita mulai
!"
Sambil berkata begitu Lu Liang
Cwan telah menoleh kepada Oey Yok Su, dia melambaikan tangannya:, „Kemari mendekat,
engko kecil..... engkau merupakan kunci yang menentukan siapa diantara kami
yang lebih tinggi kepandaiannya".
Oey Yok Su heran, ia tidak
mengerti entah apa keinginan kedua orang ini terhadap dirinya. Tetapi ia telah
mendekati Lu Liang Cwan.
„Jangan curang ........!"
tiba-tiba Lauw Cie Lan telah berteriak.
„Aku dulu yang memperlihatkan
ilmuku, nanti engkau yang memecahkannya...!"
„Baik..., baik.., aku mau
menghormati seorang wanita ! Nah, silahkan engkau mengajari anak itu jurus yang
engkau kira hebat......!"
Lauw Cie Lan segera melompat
keluar dari kobaran api, dia telah mendekati Oey Yok Su dan menarik tangan anak
itu.
Mereka agak menjauh dari Lu
Liang Cwan, yang berdiri mengawasi saja.
„Engko kecil, engkau harus
memperhatikan baik-baik, aku akan mengajarimu satu jurus dari ilmuku, engkau
harus membawakannya nanti dihadapan situa bangka she Lu itu....., coba nanti
dia mau memecahkannya dengan gerakan bagaimana...!"
Oey Yok Su bingung bukan main,
dia bilang: „Tetapi...aku mana bisa membawakan jurus-jurus yang kau miliki
?"
„Aku akan
mengajarimu...!" kata Lauw Cie Lan.
„Nah kau
perhatikanlah...!" setelah berkata begitu, Lauw Cie Lan mengajari gerakan
dari jurus yang nanti harus dibawakan oleh Oey Yok Su.
Oey Yok Su seorang anak yang
cerdas, cepat sekali daya tangkapnya, ia bisa menerima apa yang diajari padanya
dengan cepat.
Dua kali Lauw Cie Lan
memherikan petunjuk dan Oey Yok Su sudah bisa menangkap semuanya dengan baik.
Hanya hati Oey Yok Su jadi bimbang, bukankah dengan demikian ia menerima
pelajaran yang diberikan Lauw Cie Lan ?
Inilah yang tidak
nienggembirakan hatinya.
Tetapi disebahkan kini ia
tengah tersesat dipulau tersebut, dimana hanya terdapat Lu Liang Cwan berdua
dengan Lauw Cie Lan, ia tidak berani terlalu membantah, sebab dirinya yang bisa
celaka.
Bukankah kedua orang itu
merupakan tokoh-tokoh sakti yang memiliki kepandaian tinggi ? Dan merekapun
mempunyai sifat yang kukoay (aneh).
„Nah, sekarang segera kau
bawakan gerakan jurus yang kuajari padamu dihadapan situa bangka she Lu
itu...!" perintah Lauw Cie Lan.
„Coba nanti ia ingin
memecahkannya dengan jurus bagaimana".
„Tetapi Lauw cianpwe.......,
mana mungkin aku bisa menang menghadapi Lu cianpwe ?" tanya Oey Yok Su
ragu-ragu.
„Engkau bukan bertempur dengan
dia, hanya memperlihatkan jurus yang tadi kuajari nanti ia akan
mamberitahukanmu pula, jurus yang akan dipergunakannya untuk memecahi si jurus
tersebut...!".
Oey Yok Su menghampiri Lu
Liang Cwan, kemudian dia telah berkata: „Lu cianpwe, kuharap engkau tidak
turunkan tangan keras padaku......!"
„Tentu saja tidak, aku hanya
ingin melihat gerakan jurus yang diberikan si Dewi ba-ngsat itu, ....... ayo
kau mulai !" kata Lu Liang Cwan.
„Hemm.......", mendengus
Lauw Cie Lan dari tempat yang terpisah cukup jauh.
„Tidak mungkin engkau bisa
memecahkan jurusku itu!"
Oey Yok Su telah mulai
bergerak, pertama-tama ia merangkapkan kedua tangannya, tubuhnya agak
dibungkukkan, kemudian sepasang kakinya ditekuk, dan tahu-tahu menendang,
diapun melakukan pemutaran setengah lingkaran, kedua tangannya tahu-tahu
menyambar.
Gerakan itu memang merupakan
satu jurus yang hebat, yang bisa dipergunakan menyerang lima bagian anggota.
tubuh lawan.
Lu Liang Cwan mengawasi
gerakan yang dibawakan oleh Oey Yok Su dengan sepasang alis yang mengkerut
dalam-dalam, dan ia tampaknya tengah mernikirkan pcmecahannya.
Setelah tertegun sejenak, dan
Lauw Cie Lan sempat menyindirnya dengan berkata: „Ayo coba kau pecahkan, aku
yakin engkau akan menyerah kalah...!"
Lu Liang Cwan terlawa
bergelak, katanya kemudian: „Baik aku sudah rnemperoleh jurus yang bisa
memecahkan jurusmu itu...... mari engko kecil, aku akan mengajarimu jurus
itu...." dan Lu Liang Cwan telah menarik tangan Oey Yok Su, agak menjauh
dari Lauw Cie Lan.
Lu Liang Cwan kemudian
menerangkan gerakan-gerakan dari jurus yang bisa memunahkan jurus Lauw Cie Lan.
Oey Yok Su memang cerdas,
kembali ia bisa menerima pelajaran itu hanya dalam waktu yang singkat, sehingga
menggembirakan Lu Liang Cwan.
„Nah sudah.....!" kata Lu
Liang Cwan setelah dia melihat Oey Yok Su berhasil menguasai jurus yang
diajarinya.
„Pergi kau perlihatkan kepada
Dewi bangsat itu.......!"
Oey Yok Su mengiyakan, ia
menghampiri Dewi Api Lauw Cie Lan, membawakan gerakan yang tadi diajari oleh Lu
Liang Cwan.
Muka Lauw Cie Lan jadi merah,
rupanya rnemang jika bertempur, dengan mempergunakan jurus itu Lu Liang Cwan
bisa memunahkan serangannya. Maka segera Dewi Api Lauw Cie Lan seperti berpikir
keras, lalu mengajari Oey Yok Su dengan jurus lainnya. Kemudian disuruhnya
mempraktekkannya dihadapan Lu Liang Cwan. Sedangkan orang she Lu itu balas
mengajari Oey Yak Su jurus lainnya.
Begitulah, mereka telah
menurunkan terus menerus jurus-jurus ilmu silat kelas wahid kepada Oey Yok Su.
Tanpa disadari oleh Oey Yok Su
sendiri, justru ia telah menerima pelajaran ilmu silat kelas tinggi, sehingga
tanpa disadari juga olehnya ia telah memiliki tambahan ilrnu yang luar biasa.
Ratusan jurus telah diajari
oleh kedua tokoh sakti itu padanya secara bergantian, namun tidak ada
kesudahannya, tampaknya kedua orang itu sama sekali tidak mau menyerah.
Karena hari telah malam,
mereka berhenti untuk beristirahat.
Padahal Lauw Cie Lan
menghendaki pertandingan yang aneh seperti itu diteruskan saja, tetapi Lu Liang
Cwan menyatakan bahwa kesehatan Oey Yok Su bisa terganggu karenanya.
Tetapi keesokan paginya,
mereka telah meIanjutkan pertandingan yang aneh itu.
Kedua tukoh sakti tersebut
sama-sama memeras otak mencari jurus-jurus yang paling liehay dari ilmu
silatnya, masing-masing.
Mereka sama-sama tidak mau
mengalah.
Dan semua itu berlangsung
sampai empat hari lamanya.
Oey Yok Su. memang memiliki
otak yang sangat terang, maka ia bisa menangkap semua inti dari jurus-jurus
tersebut, yang tidak disadarinya telah dimilikinya dengan sempurna, sebab
disaat dia membawakan gerakan itu selalu jago-jago sakti itu memberikan
petunjuk-petunjuknya dimana kelemahan yang ada pada diri pemuda ini.
Setelah berhari-hari menjadi
orang perantara seperti itu, Oey Yok Su jadi girang juga dan senang dengan
"permainan" seperti itu, ia juga tidak pernah mengeluh.
Sampai akhirnya, dipagi itu,
waktu Oey Yok Su membawakan satu jurus dari Lu Liang Cwan dihadapan Lauw Cie
Lan, wanita tua yang bergelar sebagai Dewi Api tersebut telah duduk termenung
lama sekali, ia tengah mencari jurus yang bisa memunahkan jurus Lu Liang Cwan.
„Kau menyerah saja, tidak ada
jurusmu yang bisa memecahkan jurusku itu ......kepandaianku memang jauh lebih
tinggi dari kepandaianmu, jika selama ini kita berimbang, engkau hanya
mengandalkan apimu belaka.......!" ejek Lu Liang Cwan.
Muka Lauw Cie Lan jadi berobah
merah, ia mendongkol sekali.
„Nah...., coba engkau
perlihatkan jurus ini. kepadanya !" kata wanita itu kepada Oey Yok Su
sambil mengajarinya sebuah jurus pula kepadanya.
Begitulah, jurus demi jurus selalu
dilewati dengan saling tindih, dan akhirnya pertempuran yang aneh sekali ini
berlangsung samgai sepuluh hari lebih.
Oey Yok Su mulai bosan, karena
kedua orang tokoh sakti itu tampaknya tidak pernah mau mengalah.
„Aku sudah tidak mau lagi
menjalani jurus-jurus kalian.......!" kata Oey Yok Su pada pagi itu, waktu
kedua jago aneh tersebut bersiap-siap akan mengajari padanya lagi ilmu silat
mereka.
„Mengapa.......?" tanya
Lu Liang Cwan.
„Ya!, kenapa ..... ?"
tanya Lauw Cie Lan juga.
„Aku lihat, kalian
berimbang.......bukankah Aku sebelumnya memang telah diangkat menjadi saksi?
Maka sekarang aku kemukakan keputusanku, bahwa kalian masing-masing memiliki
kepandaian yang berimbang........!"
„Hemm......., engkau
menyatakan kami berimbang ?" tanya Lauw Cie Lan kurang senang.
Oey Yok Su mengangguk cepat.
„Ya, jika memang kalian
bertempur terus sampai seratus tahun lagi, kalian tetap tidak mungkin dapat
saling merubuhkan, karena memang kalian memiliki kepandaian yang
berimbang....... tidak mungkin salah seorang diantara kalian akan
rubuh..........!"
Lu Liang Cwan tidak membantah,
dia telah mengangguk beberapa kali, bahkan menggumam perlaaan : „Ya...jika
memang dipikir-pikir apa yang dikatakan oleh saksi ini merupakan hal yang
benar...! Bukankah kita selama sepuluh tahun telah puluhan kali bertanding, dan
selama itu kita hanya berimbang tanpa bisa merubuhkan salah seorang diantara
kita ?"
Lauw Cie Lan tadinya masih mau
mengotot, tetapi akhirnya setelah menatap Oey Yok Su dan Lu Liang Cwan
bergantian, ia mengangguk juga.
„Ya, benar juga...!" Lalu
bagaimana keputusannya......?" tanya Lauw Cie Lan, seperti juga ia
bertanya kepada dirinya sendiri.
„Ya, kita sudah tidak perlu
bertempur lagi, bukankah saksi kita sudah mengatakan, walaupun kita bertempur
lagi seratus tahun lamanya, tetap saja, tidak mungkin ada yang menang dan kalah
diantara kita berdua........!"
---oo0oo---